I. PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah: 1.
Mahasiswa dapat menganalisis data curah hujan dan penguapan
2.
Mahasiswa dapat membuat diagram curah hujan dan penguapan
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Presipitasi Menurut Ubaidilah et al (2012), menyatakan bahwa presipitasi adalah suatu peristiwa jatuhnya air dari atmosfer menuju ke permukaan bumi. Bentuk zat cair yang turun tersebut bisa beruba salju, hujan dan embun.
Sedangkan presipitasi dalam
kehudupan sehari-hari juga dikenal dengan hujan, yaitu kebasahan yang jatuh ke bumi dalam bentuk cair. Butir-butir hujan mempunyai garis tengah 0,08 – 6 mm. Hujan terdapat dalam beberapa macam yaitu hujan halus, hujan rintik-rintik dan hujan lebat. Perbedaan terutama pada besarnya butir-butir. Hujan lebat biasanya turun sebentar saja jatuh dari awan cumulonimbus. Hujan semacam ini dapat amat kuat dengan intensitas yang besar. Curah hujan adalah parameter yang merupakan fungsi dari sejumlah parameter diantaranya adalah topografi dan posisi geografi, maka untuk menyusun distribusi spasial tematik hujan infiltrasi terlebih dahulu harus ditentukan fungsi korelasi antara faktor hujan infiltrasi dengan ketinggian (Narulita, 2008). Besarnya curah hujan dijabarkan sebagai banyaknya air yang mencapai permukaan tanah dalam waktu tertentu. Curah hujan dinyatakan dalam inci atau millimeter (1 inci = 25 mm). Untuk mengukur curah hujan digunakan rain gauge atau alat penangkap hujan. Jumlah curah hujan yang tertampung dalam rain gauge diukur dalam satuan inci atau mm/satuan waktu (jam/hari) pada suatu lokasi dan waktu tertentu (Widyatmanti, 2006).
Gambar 1. Skema Presipitasi Sumber: http://psta.lapan.go.id/index.php/subblog/read/2015/140/VariabilitasIklim-Bulan-Juni-2015/variabilitas-iklim-indonesia
2.2 Pengertian Evaporasi Penguapan terjadi ketika keadaan fisik air berubah dari keadaan cair menjadi gas. Biasanya, radiasi matahari dan faktor lain seperti suhu udara, tekanan uap, angin, dan tekanan atmosfer mempengaruhi jumlah penguapan alam yang terjadi di setiap wilayah geografis. Penguapan dapat terjadi pada tetesan air hujan, dan pada air permukaan seperti laut dan danau. Ia bahkan bisa terjadi dari air yang menetap pada vegetasi, tanah, batu dan salju. Ada juga penguapan yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Bangunan yang dipanaskan mengalami penguapan air yang menetap di permukaan nya (Mauludiyanto et al., 2008). Evaporasi menurut Dwiratna et al (2004) merupakan konversi air kedalam uap air. Proses ini berjalan terus hampir tanpa berhenti disiang hari dan kerap kali di malam hari, perubahan dari keadaan cair menjadi gas ini memerlukan energi berupa panas untuk evaporasi, proses tersebut akan sangat aktif jika ada penyinaran matahari langsung, awan merupakan penghalangan radiasi matahari dan penghambat proses evaporasi
Gambar 2. Skema Evaporasi Sumber: http://geograph88.blogspot.co.id/2015/03/faktor-yang-memengaruhievaporasi.html 2.3 Siklus Presipitasi Air hujan adalah proses yang terjadi ketika setiap dan semua bentuk partikel air jatuh dari atmosfer dan mencapai tanah. Ada dua sub-proses yang menyebabkan awan untuk melepaskan air hujan, proses peleburan dan proses es kristal. Saat tetesan air mencapai ukuran kritis, jatuh terkena tarikkan gravitasi dan gesekan. Tetesan yang jatuh meninggalkan bagian lainnya mengalami turbulensi yang memungkinkan tetes kecil jatuh lebih cepat dan akan menyusul untuk bergabung dan bersama-sama turun. Subproses lain yang dapat terjadi adalah proses pembentukan es kristal. Hal ini terjadi
ketika es berkembang di awan dingin atau dalam formasi awan tinggi di atmosfer di mana suhu beku terjadi. Ketika tetesan air di dekatnya mendekati kristal beberapa tetesan menguap dan mengembun pada kristal. Kristal tumbuh sampai ukuran kritis dan jatuh sebagai salju atau es. Kadang-kadang, saat es jatuh melalui udara elevasi yang lebih rendah, mereka mencair dan berubah menjadi hujan (Soemarto, 1986).
Gambar 3. Siklus Presipitasi Sumber: https://lppgenerasibangsa.wordpress.com/tag/presipitasi/ Menurut Laserio, et al (2014) siklus presipitasi merupakan siklus dimana uap air yang berbentuk awan akan berubah menjadi hujan. Hasil presipitasi yang jatuh mencapai permukaan tanah disebut hujansedangkanyang tidak mencapai permukaan tanah disebut virga. Sebagian atau seluruh hasil presipitasi yang berupa air hujan tersebut dapat menguap kembali sebelum mencapai permukaan tanah. Air hujan yang mencapai permukaan tanah akan diserap ke dalam permukaan tanah atau keluar sebagai menjadi air permukaan. Air hujan juga dapat tergenang pada benda atau dapat dibawa dan melalui darat ke saluran sungai atau mungkin tertahan oleh tanaman. Ketika curah hujan kecil dan jarang, presentase yamg tinggi dari curah hujan dikembalikan ke atmosfer oleh penguapan.
2.4 Siklus Evaporasi Menurut Hapsari (2007) permukaan bumi ini 70% nya terdiri atas air. Setiap harinya air itu akan selalu mengalami perubahan yang disebut siklus hidrologi. Radiasi sinar matahari akan menyebabkan air yang berada di permukaan bumi akan mengalami proses evaporasi atau penguapan yang kemudian akan membentuk uap air. Uap air di udara akan berkumpul dan terakumulasi membentuk awan. Hembusan angin akan membawa awan bergerak semakin tinggi dengan temperatur udara yang semakin rendah. Uap air dalam bentuk awan tersebut semakin berat sehingga akan menyublim
dan akhirnya jatuh sebagai air hujan. Air hujan yang turun sebagian akan meresap ke dalam tanah menjadi air tanah dan sebagian lagi mengalir diatas permukaan tanah menjadi air permukaan.
Gambar 4. Siklus evaporasi Sumber: https://poetrafic.wordpress.com/2012/03/30/sumber-daya-air/ 2.5 Faktor-Faktor yang menyebabkan Curah Hujan Menurut Natakusumah et al (2007) faktor – faktor yang mempengaruhi curah hujan , yakni : 1.
Adanya uap air di atmosfer. Banyak sedikitnya uap air ini yang kelak akan mengalami proses presipitasi sehingga mempengaruhi tinggi rendahnya curah hujan
2.
Faktor meteorologi (temperatur, kelembaban, angin)
3.
Lokasi daerah sehubungan dengan sistem sirkulasi
4.
Adanya rintangan yang disebabkan oleh gunung/pegunungan
5.
Faktor geografis
6.
Letak ketinggian daerah Menurut Suroso (2006), 7 faktor yang mempengaruhi curah hujan adalah sebagai
berikut: 1. Garis Lintang menyebabkan perbedaan kuantitas curah hujan, semakin rendah garis lintang semakin tinggi potensi curah hujan yang diterima, karena di daerah lintang rendah suhunya lebih besar daripada suhu di daerah lintang tinggi, suhu yang tinggi inilah yang akan menyebabkan penguapan juga tinggi, penguapan inilah yang kemudian akan menjadi hujan dengan melalui kondensasi terlebih dahulu.
2. Ketinggian Tempat, Semakin rendah ketinggian tempat potensi curah hujan yang diterima akan lebih banyak, karena pada umumnya semakin rendah suatu daerah suhunya akan semakin tinggi. 3. Jarak dari sumber air (penguapan), semakin dekat potensi hujanya semakin tinggi. 4. Arah angin, angin yang melewati sumber penguapan akan membawa uap air, semakin jauh daerah dari sumber air potensi terjadinya hujan semakin sedikit. 5. Hubungan dengan deretan pegunungan, hal itu disebabkan uap air yang dibawa angin menabrak deretan pegunungan, sehingga uap tersebut dibawa keatas sampai ketinggian tertentu akan mengalami kondensasi, ketika uap ini jenuh dia akan jatuh diatas pegunungan sedangkan dibalik pegunungan yang menjadi arah dari angin tadi tidak hujan (daerah bayangan hujan), hujan ini disebut hujan orografik contohnya di Indonesia adalah angin Brubu. 6. Perbedaan suhu tanah (daratan) dan lautan, semakin tinggi perbedaan suhu antara keduanya potensi penguapanya juga akan semakin tinggi. 7. Luas daratan, semakin luas daratan potensi terjadinya hujan akan semakin kecil, karena perjalanan uap air juga akan panjang.
Gambar 5. Skema Faktor Curah Hujan Sumber: http://www.ebiologi.com/2016/07/faktor-yang-mempengaruhi-curahhujan.html 2.6 Faktor-Faktor yang menyebabkan Penguapan Menurut Sucahyono dan Ribudiyanto (2013) faktor-faktor utama yang berpengaruh terhadap evaporasi adalah sebagai berikut : 1. Faktor-faktor meteorologi a. Radiasi Matahari b. Temperatur udara dan permukaan
c. Kelembaban d. Angin e. Tekanan Barometer 2.
Faktor-faktor Geografi a. Kualitas air (warna, salinitas dan lain-lain) b. Jeluk tubuh air c. Ukuran dan bentuk permukaan air
3.
Faktor-faktor lainnya a. Kandungan lengas tanah b. Karakteristik kapiler tanah c. Jeluk muka air tanah d. Warna tanah e. Tipe, kerapatan dan tingginya vegetasi f. Ketersediaan air (hujan, irigasi dan lain-lain
Gambar 6. Skema Faktor Evaporasi Sumber: http://dokumen.tips/documents/makalah-55a824b5225c3.html
III.
MATERI DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Hari, tanggal
: Rabu, 26 April 2017
Waktu
: 16.00 – 17.40 WIB
Tempat
: Ruang E302 Gedung E Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1
Alat Praktikum Tabel 1. Alat praktikum Nama
Gambar
Fungsi
Sebagai petunjuk
Modul Praktikum
praktikum
Sebagai media untuk
Penggaris dan
membantu pembuatan
alat tulis
diagram
Kertas milimeter
Sebagai media untuk
blok
membuat diagram
3.2.2
Bahan Praktikum Tabel 2. Bahan Praktikum Nama
Gambar
Fungsi
Data pengukuran
Sebagai acuan data
presipitasi dan
dalam menganalisis
evaporasi dari
data dan membuat
stasiun
grafik presipitasi dan
Meteorologi
evaporasi
3.3 Metode Untuk membuat grafik curah hujan dan penguapan dilakukan beberapa langkah sebagai berikut: 1.
Data curah hujan dan penguapan dari Stasiun Meteorologi Maritim Semarang pada periode 2010 dan 2016 disiapkan
2.
Kertas mm blok dan alat tulis/gambar disiapkan
3.
Kertas mm blok dibuat menjadi dua bagian, satu bagian untuk menggambarkan curah hujan dan bagian lainnya untuk menggambar penguapan
4.
Garis vertikal keatas sebagai fungsi jumlah curah hujan dan garis horizontal untuk fungsi waktu (bulanan) dibuat dalam mm blok bagian atas
5.
Garis vertikal kebawah dibuat dengan menggunakan garis-garis grafik curah hujan sebaga fungsi jumlah penguapan
6.
Data curah hujan dan penguapan dimasukkan ke dalam grafik
7.
Titik- titik satu dengan yang lain di hubungkan sehingga terbentuk suatu grafik
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Tabel 1. Curah hujan dan Penguapan Tahun 2010 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total
Jenis data Curah Hujan (mm) Penguapan (mm) 412,9 150,7 229,3 167,9 429,5 182 214,6 154,2 245,9 150,8 272,9 142,8 246,9 150,8 134,6 182,1 169,5 178,1 237,1 165,9 148,8 137 348,5 137 3091,5 1899,3
Sumber: Stasiun Meteorologi Maritim Semarang, 2010 Tabel 2. Curah hujan dan Penguapan Tahun 2016 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total
Jenis data Curah Hujan (mm) Penguapan (mm) 222 168,4 325 109,6 89 159,1 257 141,1 72 145,3 99 129,9 129 140,7 138 181,9 410 168,5 110 142,8 242 154,4 108 129,4 2201 1771,1
Sumber: Stasiun Meteorologi Maritim Semarang, 2016
1.
Kapankah terdapat curah hujan terbesar dan kapan pula terdapat curah hujan terkecil pada tahun 2010 dan tahun 2016 ?
Jawab: Pada tahun 2010 curah hujan terbesar terjadi pada bulan Maret dan curah hujan terkecil terjadi pada bulan Agustus. Pada tahun 2016 curah hujan terbesar terjadi pada bulan Februari dan curah hujan terkecil pada bulan Maret. 2.
Kapankah terdapat penguapan terbesar dan kapan pula terdapat penguapan terkecil ?
Jawab: Pada tahun 2010 penguapan terbesar terjadi pada bulan Agustus dan penguapan terkecil terjadi pada bulan November dan Desember Pada tahun 2016 penguapan terbesar terjadi pada bulan Agustus dan penguapan terkecil pada bulan Februari 3.
Apakah lebih besar curah hujan atau penguapan ?
Jawab: Pada tahun 2010 lebih besar curah hujan Pada tahun 2016 lebih besar curah hujan 4.2 Pembahasan Berdasarkan hasil analisis data dapat diketahui bahwa rata-rata curah hujan dan penguapan di Indonesia berbeda-beda. Dari analisis data yang diperoleh pada tahun 2010 dan 2016 tepatnya di stasiun Meteorologi Maritim Pelabuhan Tanjung Emas Semarang diketahui bahwa pada tahun 2010 curah hujan terbesar terjadi pada bulan Maret dan curah hujan terkecil terjadi pada bulan Agustus serta penguapan terbesar terjadi pada bulan Agustus dan penguapan terkecil terjadi pada bulan November dan Desember. Sedangkan pada tahun 2016 diketahui bahwa curah hujan terbesar terjadi pada bulan Februari dan curah hujan terkecil pada bulan Mei serta penguapan terbesar terjadi pada bulan Agustus dan penguapan terkecil terjadi pada bulan Februari. Pola curah hujan yang sangat bevariasi di setiap wilayah Indonesia dikarenakan letak geografi, topografi dan lainnya. Indonesia tidak memiliki batasan yang jelas antara musim penghujan dan musim kemarau, hal ini dikarenakan Indonesia terletak di daerah Konvergensi Antar Tropik. Pola curah hujan di Indonesia terbagi menjadi tiga yaitu tipe A yaitu tipe monsun yang terjadi di wilayah Selatan Indonesia, tipe B yaitu tipe ekuatorial yang terjadi wilayah Indonesia bagian tengah, dan tipe C yaitu tipe lokal yang terjadi di beberapa pulau di Indonesia seperti Sulawesi dan Maluku.
Gambar 7. Pola Curah Hujan Indonesia Sumber: https://kadarsah.wordpress.com/2007/06/29/tiga-daerah-iklim-indonesia/ Pada gambar 7 terlihat bahwa Semarang berada di wilayah Selatan Indonesia yang terpengaruh pola hujan tipe A yaitu tipe monsun. Tipe hujan ini membentuk pola U yang artinya curah hujan tinggi pada bulan Januari, Februari dan makin lama akan turun hingga pada bulan Juli dan Agustus hampir mencapai nol, kemudian meningkat lagi sampai bulan Desember. Curah hujan ini dipengaruhi oleh angin muson barat dan angin muson timur. Muson barat berkaitan dengan curah hujan yang tinggi dan muson barat berkaitan dengan curah hujan yang rendah. Pada kondisi normal, daerah pulau Jawa curah hujan di pantai utara umumnya ditandai dengan curah hujan bulan Januari yang lebuh besar daripada Desember. Sedangkan makin ke Selatan, curah hujan bulan Desember lebih besar daripada bulan Januari dan Februari. Curah hujan selama musim kemarau di sisi utara pulau Jawa lebih kecil dibanding sisi Selatan karena slope pegunungan bagian selatan menghadap muson timur yang meningkatkan curah hujan, sedangkan sisi utara mengalami efek fohn. Pola yang berbeda antara curah hujan dan penguapan disebabkan oleh faktor-faktor alam. Curah hujan dipengaruhi oleh faktor-faktor kelembaban udara, suhu udara, angin, penyinaran matahari, faktor geografis, letak ketinggian daerah dan lain sebagainya. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi ialah perbedaan tekanan, suhu udara, angin, tekanan atmosfer, kualitas air, dan permukaan bidang evaporasi. Uap air merupakan sumber utama presipitasi, oleh karena itu terdapat hubungan antara evaporasi dan presipitasi. Ketika air terkena paparan sinar matahari maka akan terjadi proses evaporasi, uap air mengambang di atmosfer. Jika uap air menguap ke atmosfer dan maka lapisan batas antara permukaan tanah dan udara menjadi jenuh oleh uap air sehingga proses penguapan berhenti, selanjutnya lapisan jenuh terganti oleh udara
kering, pergantian tersebut terjadi karena adanya pengaruh angin yang menggeser komponen uap air, kecepatan angin memegang peranan penting dalam proses evaporasi. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tahun 2010 dan 2016 terjadi perbedaan tingkat curah hujan dan evaporasi yang terjadi. Curah hujan tertinggi pada tahun 2010 terjadi pada bulan Maret sedangkan pada tahun 2016 curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari, dan curah hujan terendah pada tahun 2010 terjadi pada bulan Agustus sedangkan pada tahun 2016 curah hujan terendah terjadi pada bulan Mei. Perbedaan ini salah satunya disebabkan oleh pergerakan angin yang terjadi di tahun tersebut, selain itu fakta bahwa Semarang termasuk dalam curah hujan tipe A yang pada awal tahun memiliki curah hujan yang tinggi kemudian berangsur turun hingga bulan Agustus dan kembali naik hingga bulan Desember, pada tahun 2016 terjadi penurunan curah hujan yang drastis di rentang bulan Mei – Agustus, hal ini disebabkan tekanan udara di Asia rendah dan tekanan udara di Australia tinggi karena kedudukan semua matahari dibelahan bumi utara. Hal tersebut menyebabkan terjadinya angin Muson Timur yang bertiup dari Australia ke Asia dan angin tersebut melewati gurun yang luas di Australia, sehingga bersifat kering. Oleh karena itu curah hujan rendah sehingga Indonesia mengalami musim kemarau di rentang bulan tersebut. Pada tabel 2 dan 3 terlihat bahwa tingkat presipitasi dan evaporasi berbanding terbalik, hal ini dikarenakan presipitasi terjadi saat uap air di atmosfer jenuh dan jatuh di daerah yang lebih tinggi. Saat tingkat evaporasi tinggi maka curah hujan kecil dan sebaliknya saat tingkat evaporasi kecil maka tingkat curah hujan tinggi. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh yaitu curah hujan dan evaporasi berhubungan dengan parameter oseanografi yaitu suhu, salinitas, densitas dan lain sebagainya. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Perairan estuaria atau daerah sekitar kuala dapat mempunyai struktur salinitas yang kompleks, karena selain merupakan pertemuan antara air tawar yang relatif lebih ringan dan air laut yang lebih berat, juga pengadukan air sangat menentukan. Naik turunnya salinitas disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah pengaruh curah hujan. Curah hujan yang tinggi dan turun secara terus menerus dalam jangka waktu beberapa hari akan menyebabkan salinitas akan turun secara tajam yang disebabkan oleh besarnya curah hujan begitu juga sebaliknya jika curah hujan sedikit maka salinitas air laut akan tetap terjaga. Dengan adanya curah hujan yang tinggi tersebut maka salinitas perairan di sekitar wilayah Semarang akan turun dengan curah hujan yang besar dan penguapan yang relatif sedikit.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa dapat disimpulkan: 1.
Diperoleh data bahwa pada tahun 2010 curah hujan terbesar terjadi pada bulan Maret dan curah hujan terkecil terjadi pada bulan Agustus, sedangkan penguapan terbesar terjadi pada bulan Agustus dan penguapan terkecil terjadi pada bulan November dan Desember. Pada tahun 2016 curah hujan terbesar terjadi pada bulan Februari dan curah hujan terkecil terjadi pada bulan Maret sedangkan penguapan terbesar terjadi pada bulan Agustus dan penguapan terkecil pada bulan Februari.
2.
Diagram curah hujan dan penguapan dapat dibuat dengan menganalisa data dari Stasiun Meteorologi dan di interpretasikan untuk mengetahui tingkat curah hujan dan penguapan pada tahun tertentu.
5.2 Saran 1.
Untuk praktikum selanjutnya data terbaru yang akan dianalisis sudah diberikan kepada praktikan sebelum praktikum dilaksanakan.
2.
Praktikum selanjutnya diadakan tepat waktu sehingga lebih effisien.
DAFTAR PUSTAKA Dwiratna, N.P.S. Nawawi, G. dan Asdak, C. 2013. Analisis Curah Hujan dan Aplikasinya dalam Penetapan Jadwal Polatanam Pertanian Lahan Kering di Kabupaten Bandung. Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati dan Fisik, Vol. 15 (1): 2934 Hapsari, Mayang. 2007. Pola dan Proses Konsumsi Masyarakat Permukiman Sepanjang Sungai Jajar di Kabupaten Demak. Jurusan Perencanaan Wilayah dan Tata Kota, Fakultas Teknik, UNDIP. Laserio, Asriral, Syafrijon. 2014. Analisis Data Parameter Hujan Menggunakan Fitur Guide Pada Matlab Berdasarkan Hasil Pengukuran Instrumen Optical Rain Gauge di Loka Pengamatan Atmosfer Kototabang LAPAN. Pillar of Physics,Vol. 1: 89-96. Mauludiyanto, A, et al. 2008. Pemodelan ARIMA dan Deteksi Outlier Data Curah Hujan Sebagai Evaluasi Sistem Radio Gelombang Milimeter Sebagai Evaluasi Sistem Radio Gelombang Milimeter. Jurnal Teknologi Informasi. FTIF ITS, Surabaya. Narulita, I., et al. 2008. Aplikasi Sistem Informasi Geografi untuk Menentukan Daerah Prioritas Rehabilitasi di Cekungan Bandung. Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No. 1 : 23-35. Natakusumah, Dantje Kardana et all. 2007. Pemodelan Hubungan Hujan dan Aliran Permukaan pada Suatu DAS dengan Metode Beda Hingga. Jurnal Sains dan Teknologi. Vol. 39 No. 1&2: 97-123. Soemarto, C.D. 1986. Hidrologi Teknik. Surabaya. Usaha Nasional Sucahyono, D.S. dan Ribudiyanto, K. 2013. Cuaca dan Iklim Ekstrim di Indonesia. Penerbit Puslitbang BMKG, Jakarta. Ubaidilah. Bisri, M. dan Ismoyo, M.J. 2012. Studi Sistem Drainase Kali Tutup Barat Kabupaten Gresik Berbasis Konservasi untuk Penanganan Genangan. Jurnal Teknik Pengairan, Vol. 3 (2): 102-111 Widyatmanti, W. dan N. Dini. 2006. Geografi. Jakarta. Grasindo
Lampiran