Laporan Case Dm.doc

  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Case Dm.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 8,623
  • Pages: 37
LAPORAN CASE

Disusun oleh: Atifatur Rachmania S.Ked Atia Julika, S.Ked M. Albie, S.Ked Indah Fitri N, S.Ked

04084811416073 04111001010 04111401011 04111401056

Pembimbing: Drg. Silviana

BAGIAN ILMU KESEHATAN GIGI DAN MULUT RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2015

BAB I REKAM MEDIK 1.1

Identifikasi Pasien Nama Tempat Tanggal Lahir Umur Suku Jenis Kelamin

: Misyati binti H.Ahmad Marzuki : Palembang, 14 Agustus 1953 : 61 tahun : Palembang : Perempuan

Status Perkawinan Agama Alamat Telpon/Hp Pekerjaan Kebangsaan Peserta Asuransi 1.2

: Kawin : Islam : Kalidoni :: Ibu Rumah Tangga : Indonesia : BPJS

Anamnesis a. Keluhan Utama : Terdapat plak berwarna putih yang melapisi lidah b. Riwayat Perjalanan Penyakit :

± 1 bulan SMRS, pasien mengeluh terdapat plak berwarna putih yang melapisi lidah. Pasien kesulitan untuk membersihkan plak tersebut. Pasien mengeluh terdapat rasa terbakar pada lidah dan daya pengecapan dirasakan berkurang. Pasien belum pernah melakukan pengobatan untuk keluhan ini sebelumnya. Pasien dirawat di bagian penyakit dalam dengan diagnosis Ganggren pedis dextra, HHD kompensata, Hipertensi stage 2, dan Diabetes Melitus tipe 2 normoweight uncontrolled dan di konsulkan ke Poliklinik gigi dan mulut RSMH karena keluhannya tersebut. c. Keluhan Tambahan : d. Riwayat Penyakit atau Kelainan Sistemik : Penyakit atau Kelainan Sistemik Alergi : debu, dingin Penyakit Jantung Penyakit Tekanan Darah Tinggi Penyakit Diabetes Melitus Penyakit Kelainan Darah Penyakit Hepatitis A/B/C/D/E/F/G/H Kelainan Hati Lainnya HIV/ AIDS Penyakit Pernafasan/paru Kelainan Pencernaan Penyakit Ginjal Penyakit / Kelainan Kelenjar ludah Epilepsy

Ada √ √

e. Riwayat Penyakit Gigi dan Mulut Sebelumnya : Tambal gigi : -

-

-

Cabut gigi Trauma : Skeling : Gigi palsu

::-

Disangkal √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

f. -

1.3

Alat ortodonti : Riwayat Kebiasaan Pasien menyikat gigi 1-2x sehari pada pagi hari saat mandi pagi dan kadangkadang pada malam hari sebelum tidur. Pasien mengunyah makanan pada sisi sebelah kanan

Pemeriksaan Fisik a. Status Umum Pasien 1. Keadaan Umum Pasien : tampak sehat dan compos mentis 2. Berat Badan : 65 kg 3. Tinggi Badan : 155 cm 4. Vital Sign - Nadi : 84x/menit, isi dan tegangan cukup - TD : 130/80 mmHg - RR : 18x/menit - T : 36,7 0C b. Pemeriksaan Ekstraoral Wajah : Simetris Bibir : Simetris KGB submandibula : Tidak teraba TMJ : Clicking sound (-)

-

c. Pemeriksaan Intraoral - Mukosa bukal - Mukosa labial - Palatum - Lidah - Dasar mulut - Gingiva - Plak - Kalkulus -

Stain Kelainan gigi

: tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : terdapat plak putih pada dorsum dan lateral lidah : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada : ada, di semua regio anterior dan posterior rahang atas dan rahang bawah. : tidak ada : missing teeth (+), 46 dan 47

d. Status Lokalis Tampak: - Karies : 15,12 - Radiks : 16,14,24,25,28

R

K

R

K

R

R

R

Gigi tampak depan

Rahang atas

Rahang bawah

Lidah

Gigi

Lesi

Sondase

CE

Perkusi

Palpasi

Diagnosis

16

radiks

+

-

-

-

radiks

15

D3 oklusal

+

+

-

-

Karies Enamel

14

radiks

+

-

-

-

Radiks

12

D3 oklusal D3 bukal

+

+

-

-

Karies Enamel

24 25 28

radiks radiks radiks

+ + +

+

-

-

Radiks Radiks Radiks

Terapi

Pro Ekstrasi, pro Konservasi dan Dental Health Education

e. Temuan Masalah - Suspek kandidiasis oral - Karies D3 pada gigi 15 dan 12 D/Karies Enamel. - Radiks pada gig 16, 14, 24, 25, dan 28. - Kalkulus di semua regio anterior dan posterior rahang atas dan rahang bawah f. Perencanaan Terapi - Pro Radiologi : Panoramik - Dental Health Education - Pro Ekstraksi - Pro Konservasi - Pro scalling - Pro swab lidah g. Prognosis - Quo ad Vitam - Quo ad fungsionam

: Dubia ad bonam. : Dubia ad bonam.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ANATOMI GIGI Bagian-bagian gigi Gigi merupakan bagian terkeras dari tubuh, gigi tersusun atas beberapa bagian. Berikut bagian-bagian yang menyusun gigi: a.

Akar gigi adalah bagian dari gigi yang tertanam di dalam tulang rahang

b.

dikelilingi (dilindungi) oleh jaringan periodontal. Mahkota gigi adalah bagian dari gigi yang dapat menonjol di atas gusi sehingga

c.

dapat dilihat. Leher gigi adalah tempat bertemunya mahkota dan akar gigi

Anatomi gigi normal Struktur Jaringan Gigi

Gigi terdiri dari beberapa jaringan pembentuk. Secara garis besar, jaringan pembentuk gigi ada 3, yaitu email, dentin, dan pulpa 1. Email Email adalah lapisan terluar yang melapisi mahkota gigi. Email berasal dari epitel (ektodermal) yang merupakan bahan terkeras pada tubuh manusia dan paling banyak mengandung kalsium fosfat dalam bentuk Kristal apatit (96%). Email merupakan jaringan semitranslusen, sehingga warna gigi bergantung kepada warna dentin di bawah email, ketebalan email, dan banyaknya stain pada email. Ketebalan email tidak sama, paling tebal di daerah oklusal atau insisal dan makin menipis mendekati pertautannya dengan sementum. 2. Dentin Dentin merupakan komponen terbesar jaringan keras gigi yang terletak di bawah email. Di daerah mahkota ditutupi oleh email, sedangkan di daerah akar ditutupi oleh sementum. Secara internal, dentin membentuk dinding rongga pulpa. Dentin membentuk bagian terbesar dari gigi dan merupakan jaringan yang telah mengalami kalsifikasi sama seperti tulang, tetapi sifatnya lebih keras karena kadar garam kalsiumnya lebih besar (80%) dalam bentuk hidroksi apatit. Zat antar sel organik (20%) terutama terdiri atas serat-serat kolagen dan glikosaminoglikan, yang disintesis oleh sel yang disebut odontoblas. Odontoblas membentuk selapis sel-sel yang terletak di pinggir pulpa menghadap permukaan dalam dentin. Dentin peka terhadap rasa raba, panas, dingin, dan konsentrasi ion hidrogen. Diperkirakan bahwa rangsangan itu diterima oleh serat dentin dan diteruskan olehnya ke serat saraf di dalam pulpa. 3. Pulpa Pulpa gigi adalah jaringan lunak yang terletak di tengah-tengah gigi. Pulpa berisi pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe. Tugas dari pulpa adalah mengatur nutrisi/ makanan agar gigi tetap hidup, menerima rangsang, membentuk dentin baru bila ada rangsangan panas, kimia, tekanan, atau bakteri yang dikenal dengan dentin sekunder. Pulpa terdiri dari beberapa bagian, yaitu : a. Ruang atau rongga pulpa, yaitu rongga pulpa yang terdapat pada bagian tengah korona gigi dan selalu tunggal. Sepanjang kehidupan pulpa gigi mempunyai kemampuan untuk mengendapkan dentin sekunder, pengendapan ini mengurangi ukuran dari rongga pulpa. b. Tanduk pulpa, yaitu ujung dari ruang pulpa.

c. Saluran pulpa atau saluran akar, yaitu rongga pulpa yang terdapat pada bagian akar gigi. Pada kebanyakan kasus, jumlah saluran akar sesuai dengan jumlah akar, tetapi sebuah akar mungkin mempunyai lebih dari sebuah saluran. d. Foramen apikal, yaitu ujung dari saluran pulpa yang terdapat pada apeks akar berupa suatu lubang kecil. e. Supplementary canal. Beberapa akar gigi mungkin mempunyai lebih dari satu foramen, dalam hal ini, saluran tersebut mempunyai 2 atau lebih cabang dekat apikalnya yang disebut multiple foramina/ supplementary canal. f. Orifice, yaitu pintu masuk ke saluran akar gigi. Saluran pulpa dihubungkan dengan ruang pulpa. Adakalanya ditemukan suatu akar mempunyai lebih dari satu saluran pulpa, misalnya akar mesio-bukal dari M1 atas dan akar mesial dari M1 bawah mempunyai 2 saluran pulpa yang berakhir pada sebuah foramen apikal. Jaringan Pendukung Gigi Keberadaan gigi didukung oleh jaringan-jaringan lain yang berada di dalam mulut yang disebut jaringan periodontal yang terdiri dari empat komponen, yaitu sementum, gusi, tulang alveolar, dan ligamen periodontal. 1. Sementum Sementum merupakan jaringan keras gigi yang menyelubungi akar. Bila ada rangsangan yang kuat pada gigi maka akan terjadi resorpsi/ penyerapan sel-sel sementum pada sisi yang terkena rangsangan dan pada sisi lainnya akan terbentuk jaringan sementum baru. Pembentukan sementum yang baru mengarah ke arah luar. 2. Gingiva Gingiva atau gusi adalah jaringan lunak yang menutupi leher gigi dan tulang rahang, baik yang terdapat pada rahang atas maupun rahang bawah. Fungsi gingival adalah melindungi jaringan di bawah perlekatan terhadap lingkungan rongga mulut. Gingiva sehat biasanya berwarna merah muda, tepinya runcing seperti pisau, tidak mudah berdarah dan tidak sakit. Gingiva banyak mengandung pembuluh darah sehingga sangat sensitif terhadap trauma atau luka. Secara anatomi, gingiva dibagi atas tiga daerah : a.

Marginal gingiva (unattached gingiva), merupakan bagian gingiva yang mengelilingi gigi seperti kerah baju dan tidak melekat langsung pada gigi, biasa

b.

juga disebut juga dengan free gingiva. Attached gingiva merupakan lanjutan dari marginal gingival dan disebut juga

c.

mukosa fungsional. Interdental gingival, merupakan bagian gingival yang mengisi ruang interproksimal antara dua gigi yang bersebelahan.

3. Ligamentum Periodontal Ligamentum periodontal merupakan struktur jaringan konektif yang mengelilingi akar gigi dan mengikatnya ke tulang (menghubungkan tulang gigi dengan tulang alveolar). Ligamen periodontal merupakan lanjutan jaringan gingiva yang berhubungan dengan ruang sumsum tulang melalui saluran vaskuler. Fungsinya seperti bantalan yang dapat menopang gigi dan menyerap beban yang mengenai gigi. 4. Tulang alveolar Tulang alveolar disebut juga prosesus alveolaris yang mencakup tulang rahang secara keseluruhan, yaitu maksila dan mandibula yang berfungsi membentuk dan mendukung soket (alveoli) gigi. Bentuk-bentuk Gigi Permanen Orang dewasa biasanya mempunyai 32 gigi permanen, 16 di tiap rahang. Di tiap rahang terdapat: a.

Empat gigi depan (gigi insisivus)  Bentuknya seperti sekop dengan tepi yang lebar untuk menggigit, hanya mempunyai satu akar. Gigi insisivus atas lebih besar daripada

b.

gigi yang bawah. Dua gigi kaninus yang serupa di rahang atas dan rahang bawah. Gigi ini kuat dan

c.

menonjol di “sudut mulut”. Hanya mempunyai satu akar. Empat gigi pre-molar/ gigi molar kecil  Mahkotanya bulat hampir seperti bentuk kaleng tipis, mempunyai dua tonjolan, satu di sebelah pipi dan satu di sebelah lidah.

d.

Kebanyakan gigi pre-molar mempunyai satu akar, beberapa mempunyai dua akar. Enam gigi molar  Merupakan gigi-gigi besar di sebelah belakang di dalam mulut digunakan untuk menggiling makanan. Semua gigi molar mempunyai mahkota persegi, seperti blok-blok bangunan. Ada yang mempunyai tiga, empat, atau lima tonjolan. Gigi molar di rahang atas mempunyai tiga akar dan gigi molar di rahang bawah mempunyai dua akar.

Gigi Permanen Aspek pada gigi permanen Macam-macam aspek pada gigi permanen:  Aspek incisal  Aspek oklusal

: tepi gigitan gigi geligi depan : permukaan gigit.

 Aspek labial  Aspek radix

: permukaan luar gigi geligi depan yang berkontak dengan bibir. : bagian gigi yang dilapisi jaringan sementum dan ditopang

 Aspek palatal

oleh tulang alveolar dari maksila dan mandibulla. : permukaan dalam gigi geligi atas yang berkontak dengan

 Aspek bukal  Aspek mesial

palatum. Digunakan juga istilah lingual. : permukaan gigi geligi belakang. : permukaan proksimal gigi yang lebih dekat ke garis

tengah.  Aspek distal : bagian gigi yang terjauh dari garis tengah.  Aspek lingual : permukaan dalam gigi yang berkontak dengan lidah.  Aspek proksimal : permukaan gigi yang berkontak dengan gigi tetangganya, biasa disebut permukaan distal. 2.2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA Sendi temporomandibula terdiri atas artikulasi (persendian) yang terbentuk dari fossa mandibularis ossis temporalis dan processus condylaris mandibula. Permukaan artikuler yang cekung dari temporal dibatasi dibagian anterior oleh eminentia articularis yang cembung. Diantara struktur tulang tersebut terdapat discus articularis yang melekat erat pada kutub lateral dan medial processus condylaris, sementara bagian posterior dari perlekatan tersebut bersifat elastis untuk memungkinkan pergeseran kedepan bersama dengan processus condylaris. Pada bagian anterior, discus articularis bersambung dengan fascia pterygoideus lateralis dan kapsula sendi. Kapsula sendi ini dibagian lateral diperkuat oleh ligamentum temporomandibulais lateralis, yang berfungsi untuk membatasi gerak satuan discus articularis-processus condylaris. Rongga sendi superior dan inferior, yang dipisahkan discus articularis dan berada dalam kapsula sendi, dilapisi oleh jaringan synovial yang menghasilkan cairan yang dibutuhkan untuk pelumasan permukaan persendian. Otot mastikasi terdiri dari m. masseter, m. temporalis, m. pterygoideus medialis, dan m. pterigoideus lateralis. Selain itu terdapat m. digastricus yang juga berperan dalam fungsi mandibula. Suplai saraf sensoris ke sendi temporomandibula didapat

dari

n.

auriculotemporalis dan n. masseter cabang dari n. mandibularis. Jaringan pembuluh darah untuk sendi berasal dari a. temporalis superficial cabang dari a. carotis interna.

Anatomi sendi temporomandibula: A. saat posisi rahang terutup, processus condylaris mandibula menempati posisis sentral dari fossa mandibularis ossis temporalis; B. saat membuka rahang, processus condylaris mandibula bergerak menuju eminentia articularis.

2.3 FISIOLOGI SENDI TEMPORO MANDIBULA M. pterigoideus lateralis pars superior pada prinsipnya bersifat pasif, dan berkontraksi hanya pada penutupan paksa saja. Kontraksi m. pterigoideus lateralis inferior terjadi selama pergerakan membuka mulut dan mengakibatkan pergeseran processus condylaris ke anterior. Selain itu m. pterigoideus lateralis pars inferior juga berfungsi dalam pergerakan mandibula ke lateral dan protusi dari mandibula. Kerjasama antara sendi pada kedua sisi memungkinkan diperolehnya rentang gerakan mandibula yang menyeluruh. M. masseter menyebabkan elevasi dan protusi dari mandibula serta berperan dalam proses mengunyah yang efektif. M. temporalis memiliki fungsi utama untuk elevasi dan retrusi dari mandibula. M. pterigoideus medialis berfungsi untuk elevasi, protusi dan pergerakan mandibula ke lateral. Sedangkan m. digastricus berperan dalam gerakan mandibula ke belakang dan dalam proses mengunyah.

Setiap gerakan mandibula berawal dari posisi interkuspasi maksimal dan berakhir pada posisi itu pula, yang pada dasarnya dapat dibedakan dalam 3 fase, yaitu: 1. Fase membuka, saat gigi meninggalkan kontak dengan lawannya dan mandibula turun. 2. Fase menutup, saat mandibula bergerak kembali ke atas sampai terjadinya kontak pertama antara gigi-geligi bawah dan gigi-geligi atas. 3. Fase oklusi, yaitu saat

mandibula kembali ke posisi interkuspasi maksimal dengan dipandu oleh bergesernya kontak gigi-geligi bawah dan gigi geligi atas. Posisi mandibula pada akhir gerakan menutup mulut sangat ditentukan oleh panduan yang diberikan oleh gesekan kontak antara gigi-geligi bawah dan atas setelah dicapai kontak pertama antara kedua lengkung gigi-geligi tersebut (fase 3). Hanya bila gesekan kontak tersebut lancar dan terjadi bersamaan antara semua gigi posterior posisi mandibula akan stabil. Apabila ada kontak prematur antara salah satu gigi, maka gesekan konak tersebut akan menjadi tidak lancar dan mungkin akan membuat mandibula harus menyimpang dari pola gerakannya yang normal, sehingga possi akhir yang dicapainya juga akan menyimpang dari normal. Apabila penyimpangan ini berjalan lama maka posisi akhir kondilus kanan dan kiri akan menjadi asimetri yang diikuti oleh diskus artikularnya. 2.4 DIABETES MELITUS Definisi Diabetes adalah suatu penyakit karena tubuh tidak mampu mengendalikan jumlah gula, atau glukosa dalam aliran darah. Ini menyebabkan hiperglikemia, suatu keadaan gula darah yang tingginya sudah membahayakan. Faktor utama pada diabetes ialah insulin, suatu hormon yang dihasilkan oleh kelompok sel beta di pankreas. Insulin memberi sinyal kepada sel tubuh agar menyerap glukosa. Insulin, bekerja dengan hormon pankreas lain yang disebut glukagon, juga mengendalikan jumlah glukosa dalam darah. Apabila tubuh menghasilkan terlampau sedikit insulin atau jika sel tubuh tidak menanggapi insulin dengan tepat terjadilah diabetes. Diabetes biasanya dapat dikendalikan dengan makanan yang rendah kadar gulanya, obat yang di minum, atau suntikan insulin secara teratur.Meskipun begitu, penyakit ini lama kelamaan minta korban juga, terkadang menyebabkan komplikasi seperti kebutaan dan stroke. Etiologi Penyebab diabetes mellitus sampai sekarang belum diketahui dengan pasti tetapi umumnya diketahui karena kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter memegang peranan penting. a.

Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)

Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes,

yang

gangguan

ini

ditandai

dengan

adanya

hiperglikemia

(meningkatnya kadar gula darah). Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan) misalnya coxsackievirus B dan streptococcus sehingga pengaruh lingkungan dipercaya mempunyai peranan dalam terjadinya DM. Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau–pulau langerhans pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas. Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini. b.

Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran terjadinya NIDDM. Faktor herediter memainkan peran yang sangat besar. Riset melaporkan bahwa obesitas salah satu faktor determinan terjadinya NIDDM sekitar 80% klien NIDDM adalah kegemukan. Overweight membutuhkan banyak insulin untuk metabolisme. Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup menghasilkan insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin menurun atau mengalami gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai pada klien dengan riwayat keluarga menderita DM adalah resiko yang besar. Pencegahan utama NIDDM adalah mempertahankan berat badan ideal. Pencegahan sekunder berupa program penurunan berat badan, olah raga dan diet. Oleh karena DM tidak selalu dapat dicegah maka sebaiknya sudah dideteksi pada tahap awal tanda-tanda atau gejala yang ditemukan adalah kegemukan, perasaan haus yang berlebihan, lapar, diuresis dan kehilangan berat badan, bayi lahir lebih dari berat badan normal, memiliki riwayat keluarga DM, usia diatas 40 tahun, bila ditemukan peningkatan gula darah.

Epidemologi Menurut data terkini dari International Diabetes Federation (IDF), seramai 285 juta orang di seluruh dunia menghidap diabetes. Angka ini dikemukakan pada 20th World Diabetes Congress di Montreal, Canada. Hanya di asia tenggara sahaja seramai 59 juta orang menghidap diabetes. Dari pada jumlah itu Indonesia merupakan salah

satu negara dengan kasus diabetes yang paling tinggi yaitu seramai 7 juta orang. Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita Diabetes Melitus (DM). Sementara di Medan sendiri menempati urutan pertama diatas penyakit jantung koroner. Pada tahun 2009 ini diperkirakan terdapat lebih dari 14 juta orang dengan diabetes, tetapi baru 50% yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30% yang datang berobat teratur. Menurut kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, Edwin Effendi. Penyakit DM di Medan, sejak September-Oktober 2009 merupakan penyakit dengan penderita terbanyak, yang terus mengalami peningkatan jumlahnya, jika dibanding dengan jumlah pasien Penyakit Jantung Koroner atau yang lainnya kata. Dengan makin majunya keadaan sosio ekonomi masyarakat Indonesia serta pelayanan kesehatan yang makin baik dan merata, diperkirakan tingkat kejadian penyakit diabetes mellitus (DM) akan makin meningkat. Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan sosio ekonomi. Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia di dapatkan prevalensi sebesar 1,5-2,3 % pada penduduk usia lebih besar dari 15 tahun. Pada suatu penelitian di Manado didapatkan prevalensi 6,1 %. Penelitian di Jakarta pada tahun 1993 menunjukkan prevalensi 5,7%. Melihat pola pertambahan penduduk saat ini diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi Diabetes Mellitus sebesar 2 %, akan didapatkan 3,56 juta pasien Diabetes Mellitus, suatu jumlah yang besar untuk dapat ditanggani sendiri oleh para ahli DM. Faktor Resiko 1. 2. 3.

Kedua orang tuanya pernah menderita DM. Pernah mengalami gangguan toleransi glukosa kemudian normal kembali. Pernah melahirkan bayi dengan berat lahir lebih dari 4 kilogram.

Klasifikasi American Diabetis Association (ADA) memperkenalkan sistem klasifikasi berbasis etiologi dan kriteria diagnosa untuk diabetes yang diperbaharui pada tahun 2010. Sistem klasifikasi ini mengelaskan tipe diabetes, antaranya : 1. Diabetes Mellitus Tipe 1 (IDDM) 2. Diabetes Mellitus Tipe 2 (NIDDM)

3. Diabetes Autoimun Fase Laten 4. Maturity-Onset diabetes of youth 5. Lain-lain sebab. Patofisiologi a.

DM Tipe I Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial. Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul glukosuria (glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotic) sehingga pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak sehingga terjadi penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan selera makan (polifagia). Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yangdapat mengganggu keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis.

b.

DM Tipe II Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan glukosa. Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah yang berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbanginya maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah DM tipe II.

Manifestasi Klinis

a. Poliuria Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel menyebabkan

hiperglikemia

sehingga

serum

plasma

meningkat

atau

hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria). b. Polidipsia Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia). c. Poliphagia Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia). d. Penurunan berat badan Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara otomatis. e. Malaise atau kelemahan. Diagnosa Kriteria untuk diagnosis termasuk pengukuran kadar A1c hemoglobin (HbA1c), kadar glukosa darah sewaktu atau puasa, atau hasil dari pengujian toleransi glukosa oral. The American Diabetes Association mendefinisikan diabetes mempunyai dua kemungkinan yaitu pada pengukuran kadar glukosa darah puasa,ia menunjukkan bacaan sebanyak minimal 126 mg / dL setelah puasa selama 8 jam. Kriteria lainnya adalah kadar glukosa darah sewaktu minimal 200 mg / dL dengan adanya kelainan berupa poliuria, polidipsia, penurunan berat badan, kelelahan, atau gejala karakteristik lain dari diabetes. Pengujian kadar glukosa sewaktu dapat digunakan untuk skrining dan diagnosis, namun sensitivitas hanyalah 39% hingga 55%. Uji diagnostik yang utama untuk diabetes adalah tes toleransi glukosa oral, di mana

pasien akan diminta untuk berpuasa selama 8 jam dan kemudian ditambah dengan beban 75 g glukosa. Diagnosis terhadap diabetes akan ditegakkan sekiranya kadar glukosa darah melebihi 199 mg / dL. Selain itu, kadar glukosa darah puasa dianggap abnormal sekiranya berkisar antara 140-199 mg / dL selepas 2 jam mengambil beban glukosa. American Diabetes Association mendefinisikan terdapat gangguan pada kadar glukosa darah puasa sekiranya KGD diantara 100-125 mg / dL. Pengujian tingkat HbA1c, yang tidak memerlukan puasa sangat berguna baik untuk diagnosis atau skrining. Diabetes dapat didiagnosa sekiranya kadar HbA1c adalah minimum 6,5% pada 2 pemeriksaan yang terpisah. Gestational Diabetes dimana diperlukan 75-g atau 100-g uji toleransi glukosa oral untuk mengkonfirmasi hasil tes skrining yang positif. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak untuk meningkatan pelayanan kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha, antaranya: a. Perencanaan Makanan Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu : 1. Karbohidrat sebanyak 60 – 70 % 2. Protein sebanyak 10 – 15 % 3. Lemak sebanyak 20 – 25 % Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga didapatkan : 1. Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal 2. Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal 3. Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal 4. Gemuk = > 120% dari BB Ideal. Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori

basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress akut sesuai dengan kebutuhan. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam beberapa porsi yaitu : 1. Makanan pagi sebanyak 20% 2. Makanan siang sebanyak 30% 3. Makanan sore sebanyak 25% 4. 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.

b. Latihan Jasmani Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging. c. Obat Hipoglikemik : 1. Sulfonilurea Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara : a. Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan. b. Menurunkan ambang sekresi insulin. c. Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena resiko hipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon juga dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal. 2. Biguanid Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin.Sebagai obat tunggal dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (IMT 2730) dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea. 3. Insulin Indikasi pengobatan dengan insulin adalah : a. Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam

keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis. b. DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet (perencanaan makanan) . c. DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan perlahan – lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi sulfonylurea dan insulin. d. Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes . Komplikasi Diabetes Mellitus bila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, saraf, dan lain-lain. 2.5 KARIES GIGI Definisi Karies berasal dari bahasa Latin yaitu caries yang artinya kebusukan. Karies gigi adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari substrat sehingga timbul destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas. Dengan perkataan lain, dimana prosesnya terjadi terus berjalan ke bagian yang lebih dalam dari gigi sehingga membentuk lubang yang tidak dapat diperbaiki kembali oleh tubuh melalui proses penyembuhan, pada proses ini terjadi demineralisasi yang disebabkan oleh adanya interaksi kuman, karbohidrat yang sesuai pada permukaan gigi dan waktu.

Karies adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi mulai dari email gigi hingga menjalar ke dentin. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Proses ini ditandai timbulnya white spot pada permukaan gigi. White spot merupakan bercak putih pada permukaan gigi. Penjalaran karies mula-mula terjadi pada email. Bila tidak segera dibersihkan dan ditambal, karies akan menjalar ke bawah hingga sampai ke ruang pulpa yang berisi saraf dan pembuluh darah, sehingga menimbulkan rasa sakit dan akhirnya gigi tersebut bisa mati.

Klasifikasi Karies memiliki kedalaman yang berbeda. Derajat keparahannya dikelompokan menjadi: a. Karies pada email Biasanya tidak menimbulkan rasa sakit, namun bila ada rangsangan yang berasal dari makanan atau minuman yang dingin akan terasa linu. b. Karies pada dentin Ditandai dengan adanya rasa sakit apabila tertimbun sisa makanan. Apabila sisa makanan disingkirkan maka rasa sakit akan berkurang. c. Karies pada pulpa Gigi terasa sakit terus menerus sifatnya tiba tiba atau muncul dengan sendirinya. Rasa sakit akan hilang sejenak apabila diberi obat pengurang rasa sakit

Berdasarkan Stadium Karies (dalamnya karies) a. Karies Superfisialis dimana karies baru mengenai enamel saja, sedang dentin belum terkena.

Karies Superfisialis b. Karies Media dimana karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin.

Karies Media c. Karies Profunda dimana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa.

Karies Profunda Menurut ICDAS, karies diklasifikasikan :  

D1: Dalam keadaan gigi kering, terlihat lesi putih pada permukaan gigi. D2:Dalam keadaan gigi basah, sudah terlihat adanya lesi putih pada

 

permukaan gigi. D3: Terdapat lesi minimal pada permukaan email gigi. D4: Lesi email lebih dalam, tampak bayangan gelap dentin atau lesi sudah

 

mencapai bagian ndentino enamel junction (DEJ). D5: Lesi telah mencapai dentin. D6: Lesi telah mencapai pulpa.

Etiologi Teori multifaktorial Keyes menyatakan penyebab karies gigi mempunyai banyak faktor seperti: host atau tuan rumah yang rentan, agen atau mikroorganisme yang kariogenik, substrat atau diet yang cocok, dan waktu yang cukup lama. Faktor-faktor tersebut digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang tindih. Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung.

a.

Faktor host atau tuan rumah Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1%, dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat, sedikit karbonat, dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin resisten. Gigi susu lebih mudah terserang karies dari pada gigi tetap. Hal ini disebabkan karena enamel gigi susu mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit dari pada gigi tetap. Selain itu, secara kristalografis kristal-kristal gigi susu tidak sepadat gigi tetap dan email orang muda lebih lunak dibandingkan orang tua. Mungkin alasan ini menjadi salah satu penyebab tingginya prevalensi karies pada anak-anak. Kawasan-kawasan yang mudah diserang karies adalah: 1. Pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar; pit bukal molar dan pit palatal insisif; 2. Permukaan halus di daerah aproksimal sedikit di bawah titik kontak; 3. Email pada tepian di daerah leher gigi sedikit di atas tepi gingival; 4. Permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tepat melekatnya plak pada pasien dengan resesi gingiva karena penyakit periodonsium; 5. Tepi tumpatan terutama yang kurang atau mengemper; 6. Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan.

b. Faktor agen atau mikroorganisme

Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Hasil penelitian menunjukkan komposisi mikroorganisme dalam plak yang berbeda-beda. Pada awal pembentukan plak, kokus gram positif merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti Streptokokus mutans, Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis, dan Streptokokus salivarius serta beberapa strain lainnya. Selain itu, ada juga penelitian yang menunjukkan adanya laktobasilus pada plak gigi. Pada penderita karies aktif, jumlah laktobasilus pada plak gigi berkisar 104-105 sel/mg plak. Walaupun demikian, Streptokokus mutans yang diakui sebagai penyebab utama karies. c.

Faktor substrat atau diet Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya karies. Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi bakteri mulut dan secara langsung terlibat dalam penurunan pH. Dibutuhkan waktu tertentu bagi plak dan karbohidrat yang menempel pada gigi untuk membentuk asam dan mampu mengakibatkan demineralisasi email, tidak semua karbohidrat sama derajat kariogeniknya. Karbohidrat yang kompleks misalnya pati (polisakarida) relatif tidak berbahaya karena tidak dicerna secara sempurna di dalam mulut, sedangkan karbohidrat dengan berat molekul yang rendah seperti gula akan meresap ke dalam plak dan dimetabolisme dengan cepat oleh bakteri, sehingga makanan dan minuman yang mengandung gula akan menurunkan pH plak dengan cepat sampai level yang menyebabkan demineralisasi email. Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa

waktu, untuk kembali ke pH normal sekitar 7, dibutuhkan waktu 30-60 menit. Oleh karena itu konsumsi gula yang berulang-ulang menyebabkan demineralisasi email. d. Faktor waktu Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang dalam beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan. Proses Karies Gigi Proses terjadinya karies gigi diawali oleh proses pembentukan plak secara fisiologis pada permukaan gigi. Plak terdiri atas komunitas mikroorganisme atau bakteri yang dapat bekerja sama serta memiliki sifat fisiologi kolektif. Beberapa bakteri mampu melakukan fermentasi terhadap substrat karbohidrat (seperti sukrosa dan glukosa), untuk memproduksi asam, menyebabkan pH plak akan menurun sampai di bawah 5 dalam 1-3 menit. Penurunan pH plak secara berulang-ulang akan mengakibatkan demineralisasi pada permukaan gigi. Namun, asam yang diproduksi dapat dinetralkan oleh saliva, sehingga pH saliva meningkat dan berlangsungnya pengambilan mineral. Keadaan ini disebut dengan remineralisasi. Hasil kumulatif dari proses demineralisasi dan mineralisasi dapat menyebabkan kehilangan mineral sehingga lesi karies terbentuk. Proses karies dapat terjadi di seluruh permukaan gigi dan merupakan proses alami. Pembentukan biofilm dan aktifitas metabolik oleh mikroorganisme tidak dapat dicegah. Perkembangan lesi ke dalam dentin bisa mengakibatkan invasi bakteri dan mengakibatkan kematian pulpa dan penyebaran infeksi ke dalam jaringan periapikal sehingga menyebabkan rasa sakit. Proses terjadinya karies gigi ditandai dengan adanya perubahan warna putih mengkilat pada email menjadi putih buram yang disebut white spot. Faktor yang harus ada dalam proses karies gigi adalah makanan, plak, email dan waktu. Makanan yang mengandung gula (sukrosa) dengan adanya kuman dalam plak (coccus) maka berbentuk asam (H+) dan jika berlangsung terus menerus, maka lama kelamaan pH plak menjadi ± 5. Asam (H+) dengan pH ini akan masuk kedalam sub surface dan akan melarutkan kristal-kristal hidroxyapatit yang ada, lama kelamaan kalsium akan keluar dari email, proses ini disebut sub surface decalsifikasi. Akibat Karies yang Tidak Dirawat Terjadinya demineralisasi lapisan email, menyebabkan email menjadi rapuh. Jika karies gigi dibiarkan tidak dirawat, proses karies akan terus berlanjut sampai ke lapisan dentin dan pulpa gigi, apabila sudah mencapai pulpa gigi biasanya penderita mengeluh giginya terasa sakit. Jika tidak dilakukan perawatan, akan menyababkan kematian pulpa,

serta proses radang berlanjut sampai ke tulang alveolar. Beberapa masalah akan timbul pada karies yang tidak terawat apabila dibiarkan seperti pulpitis, ulserasi, fistula dan abses. a. Pulpitis Pulpitis adalah proses radang pada jaringan pulpa gigi, yang pada umumnya merupakan kelanjutan dari proses karies. Jaringan pulpa terletak di dalam jaringan keras gigi sehingga bila mengalami proses radang, secara klinis sulit untuk menentukan seberapa jauh proses radang tersebut terjadi. Menurut Ingle, atap pulpa mempunyai persarafan terbanyak dibandingkan bagian lain pada pulpa. Jadi, saat melewati pembuluh saraf yang banyak ini, bakteri akan menimbulkan peradangan awal pulpitis. Berdasarkan gambaran histopatologi dan diagnosis klinis, pulpitis dibagi menjadi: 1. Pulpitis reversible, yaitu inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika penyebabnya dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa kembali normal. Gejala karies enamel simtomatik ditandai oleh rasa sakit yang tajam dan hanya sebentar. Lebih sering diakibatkan oleh makanan dan minuman dingin dari pada panas. Tidak timbul spontan dan tidak berlanjut bila penyebabnya di hilangkan. 2. Pulpitis Irrevesible, yaitu lanjutan dari pulpitis reversible. Pulpitis irreversible merupakan inflamasi parah yang tidak bisa pulih walaupun penyebabnya dihilangkan. Cepat atau lambat pulpa akan menjadi nekrosis. Biasanya, gejala asimtomatik atau pasien hanya mengeluhkan gejala yang ringan. Nyeri pulpitis irreversible ini dapat tajam, tumpul, setempat, atau difus (menyebar) dan dapat berlangsung hanya beberapa menit atau berjam-jam

Pulpitis b. Ulkus Traumatik Ulkus traumatik atau ulserasi adalah ulserasi akibat trauma, dapat disebabkan kontak dengan sisa mahkota gigi atau akar yang tajam akibat proses karies gigi. Ulserasi akibat trauma sering terjadi pada daerah mukosa pipi dan bagian perifer lidah. Secara klinis ulserasi biasanya menunjukkan permukaan sedikit cekung dan oval bentuknya. Pada awalnya daerah eritematous di jumpai di bagian perifer, yang perlahan-lahan warnanya menjadi lebih muda karena proses keratinisasi. Bagian

tengah ulkus biasanya berwarna kuning-kelabu. Setelah pengaruh traumatik hilang, ulkus akan sembuh dalam waktu 2 minggu.

Ulkus Traumatik

c.

Fistula Fistula terjadi karena peradangan karies kronis dan pernanahan pada daerah sekitar akar gigi (periapical abcess). Peradangan ini akan menyebabkan kerusakan tulang dan jaringan penyangga gigi. Peradangan yang terlalu lama menyebabkan pertahanan tubuh akan berusaha melawan, dan mengeluarkan jaringan yang telah rusak dengan cara mengeluarkan nanah keluar tubuh melalui permukaan yang terdekat, daerah yang terdekat adalah menembus tulang tipis dan gusi yang menghadap ke pipi, melalui saluran yang disebut fistula. Jika saluran ini tersumbat, maka akan terjadi pengumpulan nanah.

Fistula

d. Abses Saluran pulpa yang sempit menyebabkan drainase yang tidak sempurna pada pulpa yang terinfeksi, sehingga menjadi tempat berkumpulnya bakteri dan menyebar ke arah jaringan periapikal secara progresif. Pada saat infeksi mencapai akar gigi, patofisiologi proses infeksi ini dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi bakteri, ketahanan host, dan anatomi jaringan yang terlibat. Abses merupakan rongga patologis yang berisi pus yang disebabkan infeksi bakteri campuran. Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses yaitu Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. Staphylococcus aureus dalam proses ini memiliki enzim aktif yang disebut koagulase yang fungsinya untuk mendeposisi fibrin, sedangkan Streptococcus mutans memiliki 3 enzim utama yang

berperan dalam penyebaran infeksi gigi, yaitu streptokinase, streptodornase, dan hyaluronidas

Abses periapikal

e.

Nekrosis Pulpa Nekrosis pulpa adalah kematian yang merupakan proses lanjutan radang pulpa akut maupun kronis atau terhentinya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat trauma. Nekrosis pulpa dapat bersifat parsial atau total. Ada dua tipe nekrosis pulpa, yaitu: 1. Tipe koagulasi, di sini terdapat jaringan yang larut, mengendap, dan berubah menjadi bahan yang padat. 2. Tipe liquefaction, enzim proteolitik mengubah jaringan pulpa menjadi suatu bahan yang lunak atau cair.

Nekrosis pulpa

Tindakan a.

Penambalan Harus diketahui bahwa gigi yang sakit atau berlubang tidak dapat disembuhkan dengan sendirinya, dengan pemberian obat-obatan. Gigi tersebut hanya dapat diobati dan dikembalikan ke fungsi pengunyahan semula dengan melakukan pemboran, yang pada akhirnya gigi tersebut akan ditambal. Dalam proses penambalan, hal yang pertama sekali dilakukan adalah pembersihan gigi yang karies yaitu dengan membuang jaringan gigi yang rusak dan jaringan gigi yang sehat di sekelilingnya, karena biasanya bakteri-bakteri penyebab karies telah masuk ke bagian-bagian gigi yang lebih dalam. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk meniadakan kemungkinan terjadinya infeksi ulang. Tambalan terbuat dari berbagai

bahan yang dimasukkan ke dalam gigi atau di sekeliling gigi. Umumnya bahan-bahan tambalan yang digunakan adalah perak amalgam, resin komposit, semen ionomer kaca, emas tuang, porselen. Perak amalgam merupakan tambalan yang paling banyak digunakan untuk gigi belakang, karena sangat kuat dan warnanya tidak terlihat dari luar. Perak amalgam relatif tidak mahal dan bertahan sampai 14 tahun. Tambalan emas lebih mahal tetapi lebih kuat dan bisa digunakan pada karies yang sangat besar. Campuran damar dan porselen digunakan untuk gigi depan, karena warnanya mendekati warna gigi, sehingga tidak terlalu tampak dari luar. Bahan ini lebih mahal dari pada perak amalgam dan tidak tahan lama, terutama pada gigi belakang yang digunakan untuk mengunyah. Kaca ionomer merupakan tambalan dengan warna yang sama dengan gigi. Bahan ini diformulasikan untuk melepaskan fluor, yang memberi keuntungan lebih pada orang-orang yang cenderung mengalami pembusukan pada garis gusi. Kaca ionomer juga digunakan untuk menggantikan daerah yang rusak karena penggosokan gigi yang berlebihan. b. Pencabutan Keadaan gigi yang sudah sedemikian rusak sehingga untuk penambalan sudah sukar dilakukan, maka tidak ada cara lain selain mencabut gigi yang telah rusak tersebut. Dalam proses pencabutan maka pasien akan dibius, dimana biasanya pembiusan dilakukan lokal yaitu hanya pada gigi yang dibius saja yang mati rasa dan pembiusan pada setengah rahang. Pembiusan ini membuat pasien tidak merasakan sakit pada saat pencabutan dilakukan.

2.6 KALKULUS GIGI Definisi Kalkulus disebut juga tartar, yaitu suatu lapisan deposit (bahan keras yang melekat pada permukaan gigi) mineral yang berwarna kuning atau coklat pada gigi karena dental plak yang keras. Struktur permukaan kalkulus yang kasar memudahkan timbunan plak gigi. Kalkulus melekat erat mengelilingi mahkota dan akar gigi, juga pada gigi tiruan dan restorasi gigi. Menurut Kamus Kedokteran Gigi (F.J Harty dan R Ogston), kalkulus yang dahulu disebut tartar atau calcareous deposits terdiri atas deposit plak yang termineralisasi, yang keras yang menempel pada gigi. Kalkulus

dapat juga diartikan massa kalsifikasi yang terbentuk dan melekat pada permukaan gigi, objek solid lainnya di dalam mulut. Menurut Drg Irene Sukardi, Sp Perio, karang gigi berasal dari plak yang bercampur dengan zat kapur pada ludah sehingga lamakelamaan akan mengendap. Kalkulus jarang ditemukan pada gigi susu dan tidak sering ditemukan pada gigi permanen anak usia muda. Meskipun demikian, pada usia 9 tahun kalkulus sudah dapat ditemukan pada sebagian besar rongga mulut, dan pada hampir seluruh rongga mulut individu dewasa. Kalkulus terjadi karena pengendapan garam kalsium fosfat, kalsium karbonat, dan magnesium fosfat. Komposisi kalkulus dipengaruhi oleh lokasi kalkulus dalam mulut serta waktu pembentukan kalkulus. Komposisi kalkulus terdiri dari 80% masa anorganik, air, dan matriks organik (protein dan karbohidrat), sel-sel epitel deskuamasi, leukosit. Masa anorganik terutama terdiri dari fosfat, kalsium, dalam bentuk hidroksiapatite, brushite, dan fosfat oktakalsium. Selain itu, juga terdapat sejumlah kecil kalsium karbonat, magnesium, fosfat, dan florida. Kandungan florida adalah beberapa lebih besar daripada pada plak.

Macam Kalkulus Berdasakan lokasinya Kalkulus ada 2 macam, yaitu : 1. Kalkulus supragingiva Letak = di sebelah koronal dari tepi gingival (diatas gingival). Kalkulus terdeposit mula-mula pada permukaan gigi yang berlawanan dengan duktus saliva, pada permukaan lingual insisivus bawah dan permukaan bukal molar atas, tetapi dapat juga terdeposit pada setiap gigi dan geligi tiruan yang tidak dibersihkan dengan baik, misalnya permukaan oklusal gigi yang tidak mempunyai antagonis. Warna = agak kekuningan kecuali bila tercemar faktor lain seperti tembakau, anggur, pinang. Bentuk = cukup keras, rapuh, mudah dilepas dari gigi dengan alat khusus. Sumber mineral diperoleh dari saliva. Dapat terlihat langsung di dalam mulut. 2. Kalkulus subgingiva Letak = akar gigi di dekat batas apical poket yang dalam, pada kasus yang parah, bahkan dapat ditemukan jauh lebih dalam sampai ke apeks gigi (dibawah gingival). Bentuk = bewarna hijau tua atau hitam, lebih keras daripada kalkulus supragingiva,

melekat lebih erat pada permukaan gigi. Melekat pada permukaan akar dan distribusinya tidak berhubungan dengan glandula saliva tetapi dengan adanya inflamasi gingival dan pembentukan poket, suatu fakta terefleksi dari namanya ‘kalkulus seruminal’. Sumber mineral diperoleh dari serum darah. Tidak dapat terlihat langsung dalam mulut Proses Pembentukan Kalkulus Sejumlah penelitian menunjukkan, penyebab dari beberapa masalah rongga mulut adalah dental plaque atau plak gigi. Setelah kita menyikat gigi, pada permukaan gigi akan terbentuk lapisan bening dan tipis yang disebut pelikel. Pelikel ini belum ditumbuhi kuman. Apabila pelikel sudah ditumbuhi kuman disebutlah dengan plak. Plak berupa lapisan tipis bening yang menempel pada permukaan gigi, terkadang juga ditemukan pada gusi dan lidah. Lapisan itu tidak lain adalah kumpulan sisa makanan, segelintir bakteri, sejumlah protein dan air ludah. Plak selalu berada dalam mulut karena pembentukannya selalu terjadi setiap saat, dan akan hilang bila menggosok gigi atau menggunakan benang khusus. Plak yang dibiarkan, lama kelamaan akan terkalsifikasi (berikatan dengan kalsium) dan mengeras sehingga menjadi karang gigi. Mineralisasi plak mulai di dalam 24-72 jam dan rata-rata butuh 12 hari untuk matang. Karang gigi menyebabkan permukaan gigi menjadi kasar dan menjadi tempat menempelnya plak kembali sehingga kelamaan karang gigi akan semakin mengendap, tebal dan menjadi sarang kuman. Karang gigi dapat terlihat kekuningan atau kehitaman, warna kehitaman biasanya akibat bercampur dengan rokok, teh, dan zat lain yang dapat meninggalkan warna pada gigi. Jika dibiarkan menumpuk, karang gigi dapat meresorbsi (menyerap) tulang alveolar penyangga gigi dan akibatnya gigi mudah goyang dan tanggal. Gigi tidak terlepas dari jaringan penyangga gigi, yakni jaringan periodontal. Jaringan periodontal ini yang menjadi tempat tertanamnya gigi. Jaringan ini terdiri dari gusi, sementum, jaringan pengikat tulang penyangga gigi (alveolar). Jaringan penyangga gigi inilah yang mengikat gigi, pembuluh darah dan persarafan menjadi satu kesatuan. Karang gigi mengandung banyak kuman-kuman yang dapat menyebabkan penyakit lain di daerah sekitar gigi. Bila tidak dibersihkan, maka kuman-kuman dapat memicu terjadinya infeksi pada daerah penyangga gigi tersebut. Bila sudah infeksi maka masalah lebih lanjut bisa timbul. Penderita biasanya mengeluh gusinya terasa gatal, mulut berbau tak sedap, sikat gigi sering berdarah, bahkan adakalanya gigi dapat lepas sendiri dari jaringan penyangga gigi. Infeksi yang mencapai lapisan dalam gigi (tulang alveolar) akan

menyebabkan tulang pernyangga gigi menipis sehingga pada perbandingan panjang gigi yang tertanam pada tulang dan tidak tertanam 1:3, gigi akan goyang dan mudah tanggal. Selain mengakibatkan gigi tanggal, kuman infeksi jaringan penyangga gigi juga dapat menyebar ke seluruh tubuh. Melalui aliran darah, kuman dapat menyebar ke organ lain seperti jantung. Karena itu ada beberapa kasus penyakit yang sebenarnya dipicu oleh infeksi dari gigi, ini disebut infeksi fokal. Penyakit infeksi otot jantung (miokarditis) termasuk penyakit yang dapat disebabkan oleh infeksi fokal. Oleh karena itu, masalah karang gigi tidak dapat disepelekan. Bila plak sudah mengendap menjadi karang gigi maka penyikatan sekeras apapun dengan sikat gigi biasa tidak akan menghilangkannya. Satu-satunya cara untuk mengatasi karang gigi adalah dengan pergi ke dokter gigi untuk dibersihkan agar terhindar dari penyakit yang lebih berat dan tentunya butuh biaya yang lebih besar. Karang gigi harus dibersihkan dengan alat yang disebut scaler. Ada yang manual ataupun dengan ultrasonic scaler. Setelah dibersihkan dengan scaler, karang gigi akan hilang dan gigi menjadi bersih kembali. Namun, karang gigi dapat timbul kembali apabila kebersihan gigi tidak dijaga dengan baik. Dianjurkan melakukan tindakan pencegahan sebelum karang gigi timbul yaitu dengan menyikat gigi secara teratur dan sempurna. Dental floss juga perlu digunakan untuk membersihkan permukaan antar dua gigi yang sering menjadi tempat terselipnya makanan dan menjadi tempat penimbunan plak. Obat kumur yang mengandung clorhexidine dapat digunakan untuk mencegah timbulnya plak, obat ini dapat digunakan setelah penyikatan gigi. Beberapa macam teori dikemukakan oleh para peneiti mengenai proses pembentukan kalkulus, antara lain: 1. Teori CO Menurut teori ini pengendapan garam kalsium fosfat terjadi akibat adanya perbedaan tekanan CO dalam rongga mulut dengan tekanan CO dari duktus saliva, yang menyebabkan pH saliva meningkat sehingga larutan menjadi jenuh. 2. Teori Protein Pada konsentrasi tinggi, protein klorida saliva bersinggungan dengan permukaan gigi maka protein tersebut akan keluar dari saliva, sehingga mengurangi stabilitas larutannya dan terjadi pengendapan garam kalsium fosfat. 3. Teori Fosfatase Fosfatase berasal dari plak gigi, sel-sel epitel mati atau bakteri. Fosfatase membantu proses hidrolisa fosfat saliva sehingga terjadi pengendapan garam kalsium fosfat. 4. Teori Esterase Esterase terdapat pada mikrorganisme, membantu proses hidrolisis ester lemak menjadi asam lemak bebas yang dengan kalsium membentuk kalsiumfosfat. 5. Teori Amonia

Pada waktu tidur, aliran saliva berkurang, urea saliva akan membentuk ammonia sehingga pH saliva naik dan terjadi pengendapan garam kalsium fosfat. 6. Teori pembenihan Plak gigi merupakan tempat pembentukan inti ion-ion kalsium dan fosfor yang akan membentuk kristal inti hidroksi apatit dan berfungsi sebagai benih kristal kalsium fosfat dari saliva jenuh. 7. Teori rokok Tar dalam asap rokok juga memperbesar peluang terjadinya radang gusi, yaitu penyakit gusi yang paling sering terjadi disebabkan oleh plak bakteri dan fakor lain yang dapat menyebabkan bertumpuknya plak di sekitar gusi. Tar dapat diendapkan pada permukaan gigi dan akar gigi sehingga permukaan ini menjadi kasar dan mempermudah perlekatan plak. Dari perbedaan penelitian yang telah dilakukan plak dan karang gigi lebih banyak terbentuk pada rongga mulut perokok dibandingkan bukan perokok. Penyakit jaringan pendukung gigi yang parah, kerusakan tulang penyokong gigi dan tanggalnya gigi lebih banyak terjadi pada perokok daripada bukan perokok. Pada perawatan penyakit jaringan pendukung gigi pasien perokok memerlukan perawatan yang lebih luas dan lebih lanjut. Padahal pada pasien bukan perokok dan pada keadaan yang sama cukup hanya dilakukan perawatan standar seperti pembersihan plak dan karang gigi. 8. Bikarbonat Bila bikarbonat meningkat, maka pH meningkat, lalu rongga mulut bersifat basa dan mengakibatkan pengendapan kalsium fosfat terbentuklah kalkulus atau karang gigi. Konsentrasi bikarbonat paling tinggi pada muara kelenjar parotis dan submandibular sehingga mengakibatkan kalsium fosfat saliva pada daerah tersebut tidak stabil sehingga mudah mengendap (brushite). 2.7 KANDIDASIS ORAL Definisi Kandidiasis oris atau Kandidiasis oral adalah infeksi jamur pada mukosa mulut orang dewasa yang disebabkan oleh Candida albicans, suatu patogen oportunistik yang terkait dengan imun kompromais. Secara klinis adalah plak keputihan pada mukosa mulut yang jika dikerik meninggalkan dasar kemerahan dan bintik kecil perdarahan. Kandidiasis oris dapat menyebar ke esofagus, menimbulkan Kandida esofagitis dengan disfagia dan menyebar ke seluruh tubuh. Klasifikasi

Etiopatogenesis Diabetes mellitus merupakan penyakit yang bersifat jangka panjang dan ditandai dengan terjadinya hiperglikemia. Semakin tinggi kadar glukosa dalam darah pada penderita DM, semakin besar peluang penderita tersebut untuk mengalami komplikasi. Munculnya kandidasis dalam rongga mulut penderita DM, dapat disebabkan oleh banyak hal, seperti: terjadinya defisiensi imun, terjadi keadaan hiperglikemia yang dapat menimbulkan terjadinya disfungsi kelenjar saliva (aliran saliva berkurang, viskositas saliva menjadikental dan kadar glukosa dalam saliva menjadi tinggi), adanya komplikasi pada DM berupa microangiopathy yang mempengaruhi pembuluh darah, adanya metabolisme yang mengakibatkan terjadinya malnutrisi dan adanya pemakaian gigi tiruan pada penderita DM. Defisiensi imun pada umumnya dapat dibedakan atas defisiensi imun primer dan sekunder. Defisiensi imun pada penderita DM umunya defisiensi imun sekunder. Adanya defisiensi imun pada penderita DM mengakibatkan terjadinya penurunan sistem imun yang menyebabkan antimikroba pada saliva tidak dapat berfungsi dengan baik sehingga memicu timbulnya kandidasis. Keadaan hiperglikemia pada penderita DM juga dapat menyebabkan kandidasis, karena terjadinya disfungsi aliran saliva, adanya kehilangan cairan dari tubuh dalam jumlah yang banyak, sehingga aliran saliva berkurang. Selain itu, keadaan hiperglikemia dapat mengakibatkan viskositas saliva menjadi kental dan tingginya kadar glukosa dimana glukosa merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman dan jamur. Adanya gangguan metabolisme pada penderita DM dapat menimbulkan malnutrisi. Nutrisi yang buruk sudah jelas menurunkan resistensi terhadap infeksi .

Pada penderita DM yang memakai gigi tiruan, dapat menimbulkan kandidasis. Hal ini disebabkan karena basis gigi tiruan yang melekat pada mukosa penderita mengakibatkan kadar oksigen berkurang dan pH pada rongga mulut menurun, menjadikan rongga mulut dalam keadaan asam sehingga lebih mudah terkena infeksi jamur.

Penegakan diagnosis Dalam menegakkan diagnosis kandidiasis, maka dapat dibantu dengan adanya pemeriksaan penunjang, antara lain : 1. Pemeriksaan langsung Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 10 % atau dengan pewarnaan gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa semu 2. Pemeriksaan biakan Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa Sabouraud, dapat pula agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol ) untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan dalam suhu kamar atau lemari suhu 37 0

C, koloni tumbuh setelah 24-48 jam, berupa yeast like colony. Identifikasi

Candida albicans dilakukan dengan membiakkan tumbuhan tersebut pada corn meal agar.

BAB III ANALISIS KASUS Pasien ny. Misyati binti H.Ahmad Marzuki, 61 tahun, dikonsulkan ke Poli Gigi dan Mulut RSMH Palembang karena mengeluh terdapat plak berwarna putih yang melapisi lidah sejak ± 1 bulan SMRS. Pasien kesulitan untuk membersihkan plak tersebut. Pasien mengeluh terdapat rasa terbakar pada lidah dan daya pengecapan dirasakan berkurang. Pasien dirawat di bagian penyakit dalam dengan diagnosis Ganggren pedis dextra, HHD kompensata, Hipertensi stage 2, dan Diabetes Melitus tipe 2 normoweight uncontrolled. Keluhan lain pada gigi tidak ada. Pasien belum pernah melakukan pengobatan untuk keluhan ini sebelumnya. Pasien tidak pernah melakukan perawatan gigi sebelumnya. Pasien suka makan permen dan menyikat gigi 1-2x sehari pada pagi hari saat mandi pagi dan kadang-kadang pada malam hari sebelum tidur. Pasien juga punya kebiasaan mengunyah pada satu sisi yaitu pada sisi kanan. Saat datang ke Poli Gigi dan Mulut, pasien tampak kompos mentis, berat badan 65 kg, dan tinggi badan 155 cm. Nadi pasien 84x/menit, isi dan tegangan cukup, tekanan darah 130/80 mmHg, pernafasan 18x/menit, dan suhu 36,70C. Pada pemeriksaan ekstra oral, tidak terdapat kelainan. Pada pemeriksaan intraoral, erdapat plak berwarna putih yang pada dorsum dan lateral lidah, terdapat kalkulus di semua regio anterior dan posterior rahang atas dan rahang bawah dan terdapat missing teeth pada 46 dan 47. Pada status lokalis ditemukan adanya karies pada gigi 15 dan 12 dan radiks pada gigi 16, 14, 24,25, dan 28. Kelainan gigi dan mulut yang lain tidak ditemukan. Rencana terapi yang diberikan pada pasien ini adalah pro radiologi berupa pemeriksaan x-ray panoramik. Pada pasien diberikan dental health education mencakup edukasi dalam pemilihan makanan misalnya menghindari makanan yang terlalu manis seperti permen, dan menjaga kebersihan mulut dengan cara menggosok gigi dengan cara yang benar minimal dua kali sehari. Pasien juga direncanakan untuk ditatalaksana pro ekstraksi, pro konservasi, pro scalling dan pro swab lidah jika KU memungkinkan dan gula darah dalam keadaan stabil.

DAFTAR PUSTAKA Sihombing, Juminah. 2009. Karakteristik Penderita Karies Gigi yang Berobat di Rumah Sakit umum dr. Pingardi Medan tahun 2007. Medan: Universitas Sumatera Utara.

diakses melalui http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20092/4 /Chapter %20II.pdf Kaban S. Pengembangan Model Pengendalian Kejadian Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 Di Kota Sibolga Tahun 2005. Tesis. Medan: Percetakan USU. 2005: 8 Daliemunthe SH. Hubungan Timbal Balik Antara Periodontitis dengan Diabetes Melitus. Dentika Dent J 2003; 8(2): 120-25 Vernino AR. Etiologi Penyakit Periodontal. Dalam: ed. Amaliya, Juwono L. Silabus Periodonti. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004: 13 Boedi S. Aspek klinis dan penetapam diagnosis kandidasis mulut. Majalah ilmiah Kedokteran Gigi FKG Usakti. Juni 2001; 16 (44): 86-95 Southerland JH, Taylor GW, Offenbacher S. Diabetes periodontal infection: making the connection. Clinical Diabetes. 2005; 23 (4): 171-178

Related Documents

Laporan Case Dm.doc
November 2019 5
Laporan Case Neoplasma.docx
November 2019 21
Case
November 2019 51
Case
May 2020 48