Laporan Btp New.docx

  • Uploaded by: Ice Ayu Miranda
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Btp New.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,384
  • Pages: 61
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BUDIDAYA TERNAK PERAH

Disusun oleh : Nama NIM Kelompok Asisten

: Hendi Nursodik : 23020317120033 : 6A : Diani Pangestika Remasiani

DEPARTEMEN PERTANIAN PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2019

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Sapi perah adalah sapi yang bisa memproduksi susu dalam jumlah banyak

dibandingkan dengan sapi yang lain sehingga cocok digunakan dalam suatu kegiatan usaha. Sapi perah menghasilkan susu yang mengandung gizi bernilai tinggi dan dibutuhkan oleh masyarakat untuk menjaga pertumbuhan, kesehatan, dan kecerdasan manusia. Kualitas susu yang tinggi akan meningkatkan keuntungan, sehingga perlu adanya pemeliharaan ternak yang sesuai. Permintaan susu yang terus-menerus bertambah dan diikuti meningkatnya harga susu dunia marupakan peluang yang sangat baik untuk memberdayakan usaha agribisnis sapi perah. Pengembangan sapi perah memegang peranan penting dalam mencukupi kebutuhan susu. Pemeliharaan ternak sapi perah pada fase pedet dapat dilaksanakan dengan pemberian colostrum, pada saat fase dara pemeliharaan dapat dilakukan dengan pemberian pakan berupa konsentrat dan pakan hijauan yang cukup, pada saat fase laktasi harus memperhatikan kesehatan, kebersihan dan nutrisi pakan agar produksi dari sapi perah tidak terganggu, serta pada saat fase kering kandang pemeliharaan sapi perah dilakukan dengan meningkatkan pemberian pakan konsentrat agar kebutuhan nutrisi sapi perah terpenuhi. Melalui cara-cara pemeliharaan yang sesuai dan sesuai kaidah nantinya akan membantu meningkatkan produktivitas sapi perah berupa susu yang berkualitas.

1.2.

Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum Budidaya Ternak Perah adalah mengetahui ternak

sapi perah, anatomi ambing, fisilologi lingkungan kandang ternak sapi perah fisiologi ternak sapi perah, manajemen recording, manajemen pemerahan, manajemen pemberian pakan, manajemen dan evaluasi perkandangan, susu dan kualitas susu, penanganan dan pengolahan susu (pasteurisasi), melakukan analisis usaha sapi perah yang dihasilkan. 1.3.

Manfaat Praktikum Manfaat dari kegiatan praktikum Budidaya Ternak Perah adalah dapat

memahami semua aspek tentang ternak sapi perah sehingga produksi susu sapi perah dapat dimaksimalkan agar keuntungan semakin besar.

BAB II MATERI DAN METODE Praktikum Budidaya Ternak Perah dengan Acara Pengenalan Ternak Perah, Anatomi Ambing, dan Uji Kualitas Susu dilaksanakan pada tanggal 18 Maret 2019 pukul 16.00-20.00 di Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Perah Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang. Praktikum Budidaya Ternak Perah dengan materi, Fisiologi Lingkungan, Fisiologi Ternak, Manajemen Recording, Manajemen Pemerahan, Pemberian Pakan, Manajemen dan Evaluasi Perkandangan, Pasteurisasi, serta Analisis Usaha dilaksanakan pada tangggal 22-23 Maret 2019 pukul 18.00-17.00 di Teaching Farm Sapi Perah Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang. 2.1.

Materi Materi yang digunakan pada praktikum Budidaya Ternak Perah terdiri atas

gambar anatomi ambing, susu segar, susu basi, sapi pedet 2 ekor, dara 2 ekor, laktasi 2 ekor, air, gula, sirup, vanili. Alat yang digunakan adalah gelas ukur untuk tempat susu, laktodensimeter membaca skala dan suhu susu, gelas beker untuk tempat susu, lactoscan untuk menganalisis sampel susu, termometer klinis untuk mengukur suhu rektal sapi, thermohygrometer untuk mengukur suhu dan kelembaban kandang dan luar kandang, black globe untuk mengukur radiasi matahari, spatula untuk mengaduk susu, panci besar untuk tempat air, panci kecil

untuk tempat susu, kompor untuk memasak susu, dan alat tulis untuk mencatat semua hasil praktikum. 2.2.

Metode Metode yang digunakan pada praktikum Budidaya Ternak Perah meliputi

pengenalan ternak perah, anatomi ambing, pengukuran fisiologi lingkungan berupa suhu udara, kelembaban udara dan radiasi matahari. Pengukuran fisiologi ternak berupa suhu rektal, denyut nadi dan frekuensi pernapasan. Manajemen recording, manajemen pemerahan, manajemen pemberian pakan, manajemen dan evaluasi perkandangan, susu dan laktasi susu, penanganan dan pasteurisasi serta analisis usaha. 2.2.1.

Pengenalan Ternak Perah Metode yang digunakan adalah asisten pembimbing memberikan

pertanyaan tentang jenis-jenis sapi perah terutama PFH kemudian salah satu praktikan menjawab dan saling melengkapi jawaban kemudian dilanjutkan dengan disksi bersama. 2.2.2. Anatomi Ambing Metode yang digunakan yaitu dua praktikan menjelaskan dan menggambar interior dan eksterior anatomi ambing di papan tulis meliputi letak, fungsinya. Praktikan lain melengkapi penjelasan dan kemudian diperjelas lagi oleh asisten pembimbing praktikum.

2.2.3.

Fisiologi Lingkungan Metode yang digunakan dalam fisiologi lingkungan yaitu suhu dan

kelembaban luar dan dalam kandang diukur menggunakan thermohygrograf, radiasi matahari diukur dengan menggunakan black globe untuk radiasi matahari setiap 2 jam sekali selama 24 jam, kemudian dicatat datanya. 2.2.3.1. Suhu Lingkungan, metode yang digunakan dalam fisiologi lingkungan meliputi pengukuran suhu lingkungan, kelembaban dan radiasi matahari. 2.2.3.2. Kelembababan, pengukuran kelembaban terdiri dari kelembaban luar dan dalam kandang dilaksanakan setiap 2 jam sekali selama 24 jam menggunakan alat thermohygrometer yang diletakkan di dalam dan di luar kandang. Kelembaban yang ditunjukkan oleh alat kemudian dicatat. 2.2.3.3. Radiasi Matahari, perhitungan radiasi matahari dihitung melalui perkalian antara konstanta Stefann Boltzman dan suhu mutlak luar kandang dalam Kelvin yang dicatat setiap 2 jam sekali selama 24 jam. Rumus perhitungan untuk radiasi matahari adalah sebagai berikut : R = δT4 Keterangan: R= Radiasi matahari (kCal/m2/jam) δ = Konstanta Stefann Boltzman (4,903 x 10-8) T = Suhu mutlak dalam Kelvin (273 + oC)

2.2.4. Fisiologi Ternak Metode yang digunakan dalam fisiologi ternak meliputi pengukuran suhu rektal, denyut nadi dan frekuensi pernapasan masing-masing 2 kali setiap 2 jam sekali selama 24 jam. 2.2.4.1. Suhu Rektal, metode yang digunakan dalam pengukuran suhu tubuh pada sapi perah yaitu ujung termometer klinis dimasukkan ke dalam rektal sapi. Alat ditunggu hingga berbunyi dan hasil suhu rektal tertera , pengukuran dilakukan setiap 2 jam sekali selama 24 jam kemudian hasil suhu rektal dicatat. 2.2.4.2. Frekuensi Denyut Nadi, metode yang digunakan dalam pengukuran denyut nadi yaitu denyut nadi dirasakan pada pangkal ekor sapi selama 1 menit kemudian jumlah denyut nadi dicatat. Pengukuran dilakukan setiap 2 jam sekali selama 24 jam. 2.2.4.3. Frekuensi Napas, metode yang digunakan dalam pengukuran frekuensi pernapasan yaitu jumlah nafas sapi dihitung dalam 1 menit. Pengukuran dilakukan setiap 2 jam sekali selama 24 jam. 2.2.5. Manajemen Recording Metode yang dilakukan dalam Manajemen Recording adalah anggota KSTP (Kelompok Studi Ternak Perah) Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro diwawancarai tentang sapi perah meliputi identitas

ternak, pencatatan produksi, pencatatan penyaki atau kesehatan dan pencatatan reproduksi. Data-data yang dihasilkan kemudian dicatat. 2.2.6. Manajemen Pemerahan Metode yang digunakan dalam manajemen pemerahan yaitu dilakukan pada pagi hari pukul 05.00 WIB dan pada sore hari pukul 13.00 WIB, sebelum proses pemerahan hal yang harus dilakukan adalah pra pemerahan dengan memberikan pakan konsentrat dan sanitasi setelah itu dilakukan proses pemerahan sampai tuntas (apak) menggunakan mesin perah dan manual kemudian data hasil produksi susu dicatat. Pasca pemerahan dilakukan teat dipping dan diberi pakan hijauan-hijauan. 2.2.7.

Pemberian Pakan Pemberian pakan sapi perah dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pagi dan

sore. Metode pemberian pakan yaitu jumlah pakan yang akan diberikan ke sapi pada pagi hari ditimbang menggunakan timbangan kemudian sisa pakan pada sore harinya juga ditimbang. Pakan pada sore hari ditimbang kemudian sisa pakan pada pagi hari selanjutnya juga ditimbang. Pengukuran jumlah pakan yang dikonsumsi yaitu selisih jumlah pakan yang diberikan dengan jumlah sisa pakan yang dikonsumsi kemudian dihitung dan dicatat hasilnya. 2.2.8.

Manajemen dan Evaluasi Perkandangan

Metode yang digunakan dalam manajeman dan evaluasi perkandangan adalah kandang sapi perah diukur meliputi panjang kandang, lebar kandang, tinggi atap, panjang palung, lebar palung, kedalaman palung, tinggi palung, panjang selokan, lebar selokan, kedalaman selokan, panjang stall, lebar stall, tinggi stall dan luas kamar susu dengan menggunakan alat ukur berupa meteran. Aspek-aspek tersebut dianalisis apakah sudah sesuai dengan standar atau belum. 2.2.9. Susu dan Kualitas Susu Metode yang dilakukan dalam Susu dan Kualitas Susu yaitu berat jenis susu dihitung, uji alkohol 70 % diamati perubahannya, dan analisis kandungan susu dengan menggunakan lactoscan. 2.2.9.1. Berat Jenis Susu, susu dimasukan ke dalam tabung yang besar atau gelas beker, susu diaduk hingga homogen, laktodensimeter dicelupkan perlahan-lahan dan diamkan hingga stabil, angka skala dan suhu dibaca yang ditunjukan oleh laktodensimeter. Berat jenis susu sebenarnya dihitung dengan rumus : Berat jenis = berat jenis terukur – (27,5 – T) ×0,0002 Keterangan : T = Suhu pada laktodensimeter (˚C) 2.2.9.2. Uji Alkohol 70 %, sampel susu sapi segar dan basi disiapkan, susu dituangkan kedalam gelas beker sebanyak 10 ml, alcohol 70 % ditambahkan sebanyak 10 ml ke dalam gelas beker, susu digojok hingga homogen, susu diamati perubahan yang terjadi.

2.2.9.3. Analisis Kandungan Susu dengan Lactoscan, sampel susu dimasukan kedalam gelas sebanyak 20 ml, lactoscan dihidupkan dengan dialiri listrik, sampel diletakan di tempat analisis, Susu dianalisis sesuai yang ada di menu utama layer, sampel dianalisis dengan perintah yang ada di menu utama untuk menganalisis, dan data bisa langsung dilihat dilayar serta di print. 2.2.10. Penanganan dan Pengolahan Susu (Pasteurisasi) Metode yang digunakan yaitu panci yang diisi susu dimasukkan ke dalam air yang dipanaskan pada panci yang lebih besar. Air dipanaskan dengan api yang sedang pada suhu 65 – 70 ˚C selama 30 menit dan diaduk secara terus menerus. Panci yang berisi susu diangkat dan didinginkan, kemudian vanili, gula cair dan perasa ditambahkan sesuai selera lalu susu dikemas. 2.2.11. Analisis Usaha Metode yang digunakan dalam materi analisis usaha yaitu wawancara langsung kepada anggota KSTP, kemudian menghitung BEP (Break Even Point), ROI (Return of Investment), dan PP (Payback Periode). Rumus-rumus utuk menghitung aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut : Biaya Tetap Harga jual Per Unit - biaya variabel per unit

BEP unit (Q)

=

BEP Harga (Q)

Biaya Tetap Biaya Variabel per unit = 1Harga jual per unit

B/C Ratio

=

Total pendapatan (per tahun) Total biaya (per tahun)

ROI

=

EAT x 100% Investasi

PP

=

investasi EAT+ Penyusutan

x 1 tahun

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1.

Sapi Perah dan Anatomi Ambing

3.1.1.

Sapi Perah

Sumber : Data Primer praktikum Budidaya Ternak Perah, 2019.

Sumber : Akoso, 2012.

Ilustrasi 1. Sapi Perah Sapi perah adalah sapi yang dipelihara secara khusus dengan tujuan menghasilkan susu. Sapi yang sering dipelihara di Indonesia adalah sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH) yang merupakan hasil persilangan antara sapi Friesian Holstein (FH) asli Belanda dengan sapi lokal yang ada di Indonesia dan sudah dapat hidup di iklim tropis. Ciri-ciri sapi PFH adalah warna putih dengan belang hitam atau hitam dengan belang putih, ekor bewarna putih dan kepalanya sempit. Hal ini sesuai dengan pendapat Santosa (2013) yang menyatakan bahwa

PFH memiliki ciri-ciri kulit bewarna belang hitam dan putih, ekor bewarna putih, warna putih berbentuk segitiga di dahi, dan kepalanya panjang serta sempit. Produksi susu sapi PFH relatif tinggi namun masih lebih rendah dibandingkan dengan sapi FH. Hal ini sesuai dengan pendapat Octaviani (2010) yang menyatakan bahwa keunggulan sapi PFH yang ada di Indonesia yaitu produksi susu yang tinggi namun tetap lebih rendah dibandingkan FH asli Belanda.. 3.2.

Anatomi Ambing Ambing adalah bagian tubuh yang menjadi karakteristik khusus pada

semua mamalia dan merupakan bagian tubuh yang berfungsi menghasilkan susu. Hal ini sesuai dengan pendapat Sasongko dkk. (2012) yang menyatakan bahwa ambing adalah bagian yang mengeluarkan susu melalui proses pemerahan. Kondisi ambing yang bebas dari penyakit atau sehat akan menghasilkan produksi susu tinggi baik jumlah maupun kandungan gizinya. Hal ini sesuai dengan pendapat pendapat Yulianto dan Saparinto (2014) yang menyatakan bahwa ciriciri yang memperlihatkan bahwa ambing dalam keadaan baik adalah tidak cacat, besar dan keempat puting susu dalam kondisi baik.

3.2.1.

Eksterior Ambing Berdasarkan Prakatikum Budidaya Ternak Perah materi Eksterior Ambing

diperoleh hasil sebagai berikut : 1 2 3 4

Sumber : Data Primer praktikum Sumber : Akoso, 2012 Budidaya Ternak Perah 2019 Ilustrasi 2. Anatomi Eksterior Ambing Keterangan : 1. Membane 2. Medial Suspensiory Ligament 3. Lateral Suspensiory Ligament 4. Outer Wall Berdasarkan Ilustrasi 2. dapat diketahui bahwa bagian eksterior ambing terdiri dari Outerwall, Vine Membrane, Medial Suspensory Ligament, Lateral Suspensory Ligament dan puting. Ambing sapi terdiri atas empat kuartir dan masing-masing kuartirnya memiliki satu buah puting. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurdana dkk. (2015) yang menyatakan bahwa masing-masing kuartir pada ambing memiliki puting berbentuk silindris dan pada ujungnya tumpul. Kuartir ambing tediri dari pembatas sehingga ketika satu kuartir terkena penyakit maka kuartir lain rentan tekena penyakit juga. Hal ini sesuai pendapat Pratama

dkk. (2016) pembatas pada kuartir ambing akan terkena penyakit maka pembatas yang lain juga akan terkena penyakit. Outerwall yaitu bagian ambing paking luar dan berguna untuk melindungi ambing dari serangan dari luar. Kuartir kanan dan kiri pada ambing dibatasi oleh medial suspensory ligament serta kuartir depan dan belakang dibatasi oleh vine membrane. Hal ini sesuai dengan pendapat Sangbara (2011) yang menyatakan bahwa medial suspensory ligament merupakan membran yang tebal dan memiliki fungsi sebagai pemisah antara kuartir kanan dengan kuartir kiri. Lateral suspensory ligament merupakan bagian eksterior pada ambing yang berperan sebagai penyokong agar ambing tetap melekat pada abdomen. Hal ini sesuai dengan pendapat Reece dkk. (2015) yang menyatakan bahwa ligamentum suspensorial lateral memiliki fungsi untuk melekatkan ambing pada abdomen.

3.2.2.

Intetrior Ambing Berdasarkan Prakatikum Budidaya Ternak Perah materi Interior Ambing

diperoleh hasil sebagai berikut : 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Sumber : data Primer praktikum Sumber : Haerah, 2015 Budidaya Ternak Perah, 2019 Ilustrasi 3. Anatomi Interior Ambing Keterangan : 1. Milk Duct 2. Alveolus 3. Lobulus 4. Lobus 5. Gland Sistern 6. Annular Fold 7. Teat Sistern 8. Teat Meatus 9. Streak Canal Berdasarkan Ilustrasi 3. terdapat anatomi interior ambing yang terdiri dari bagian Alveolus, Lobulus, Lobus, Milk duct, Gland cistern, Annular fold, Teat cistern dan Streak canal. Alveolus yaitu sel sekretori yang berguna untuk mensekresi prekusor susu berupa lemak, protein dan laktosa untuk menghasilkan susu. Hal ini sesuai dengan pendapat Rusdiana dan Sejati (2009) yang menyatakan bahwa didalam ambing terdapat kumpulan alveoli yang berfungsi

menghasilkan susu atau tempat sintesis susu. Lobulus yaitu bagian berkumpulnya beberapa alveolus sedangkan bagian lobus merupakan gabungan dari beberapa lobulus. Hal ini sesuai dengan pendapat Taofik dan Hadison (2009) yang menyatakan bahwa ambing berisi sekumpulan alveolus sebagai organ terkecil berfungsi memproduksi susu kemudian beberapa alveolus bergabung membentuk lobulus dan di bungkus oleh satu jaringan ikat yang disebut lobus. Susu yang telah melalui proses sintesis, susu akan dikumpulkan kemudian disalurkan menuju milk duct yang berfungsi untuk mengalirkan susu hasil sintesis menuju gland cistern. Hal ini sesuai dengan pendapat Taofik dan Dapison (2009) yang menyatakan bahwa milk ductus berfungsi menyalurkan susu ke sinus lacriferus dan gland cystern sebagai tempat pengumpulan susu sebelum di keluarkan melalui puting. Gland cistern yaitu bagian dari ambing yang berfungsi sebagai tempat pengumpulan susu hasil sintesis pada ambing. Annular fold merupakan bagian yang berperan sebagai bagian penahan susu dalam ambing terhadap tekanan yang timbul akibat akmulasi susu di dalam gland cistern serta mencegah bakteri agar tidak masuk ke dalam ambing ketika proses pemerahan susu. Teat cistern berfungsi sebagai saluran keluarnya susu melalui streak canal. Hal ini sesuai pendapat Purwatiningsih (2016) yang menyatakan bahwa streak canal merupakan bagian pada ujung puting tempat keluarnya susu dan perangkat pertahanan mekanis yang sangat penting dalam saluran ujung puting susu.

3.2.

Manajemen Pemeliharaan

Manajemen pemeliharaan sapi perah meliputi aspek pemerahan, pemberian pakan, recording, dan pekandangan. Pemeliharaan sapi fase pedet dapat dilakukan dengan pemberian colostrum. Pemeliharaan sapi fase dara dapat dilakukan dengan pemberian pakan konsentrat dan hijauan yang cukup serta harus diawasi agar tidak kegemukan yang menyebabkan pertumbuhan yang terhambat. Hal ini sesuai dengan pendapat Wiratama (2010) yang menyatakan bahwa pemeliharaan sapi fase dara dilakukan dengan pemberian pakan dan konsentrat yang cukup dan harus selau diawasi agar tidak terlalu gemuk yang menyebabkan pertumbuhan

sapi

terhambat.

Pemeliharaan

fase

laktasi

harus

lebih

memperhatikan kesehatan, kebersihan dan nutrisi pakan, pemeliharaan fase kering kandang dilakukan dengan peningkatan konsentrat lebih ditingkatkan agar kebutuhan nutrisinya terpenuhi. Melalui cara-cara pemeliharaan tersebut akan membantu meningkatkan produktivitas susu. Hal ini sesuai dengan pendapat Anggraeni dan Mariana (2016) yang menyatakan bahwa manajemen pemeliharaan pada suatu peternakan sapi perah merupakan hal terpenting untuk meningkatkan produktivitas ternak. 3.2.1.

Manajemen Pemerahan Pemerahan merupakan suatu tindakan mengeluarkan susu dari ambing.

Pemerahan sapi peranakan Friesian Holstein dilakukan dua kali sehari yaitu pukul 05.00 WIB dan pukul 13.00 WIB. Hal ini sesuai dengan pendapat pendapat Rusdiana dan Wahyuning (2009) yang menyatakan bahwa pemerahaan susu sapi yang efisien yaitu dua kali dalam sehari, namun apabila sapi perah memiliki

kemampuan produksi tinggi maka disarankan pemerahan sebanyak tiga kali sehari. Pemerahan sapi harus mempertimbangkan aspek-aspek yaitu pra pemerahan, pelaksanaan pemerahan dan pasca pemerahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Mahardhika dkk. (2012) yang menyatakan bahwa terdapat tiga tahap pemerahan yaitu pra pemerahan, pelaksanaan pemerahan dan pasca pemerahan. Bagian dari pra pemerahan yaitu memandikan sapi, membersihkan kandang, mempersiapkan peralatan yang digunakan. Pelaksanaan pemerahan terdiri dari mengusap ambing dengan air hangat, memerah ambing sampai tuntas (apak) dan membersihkan puting setelah pemerahan. Pasca pemerahan terdiri atas teat dipping, penyaringan, dan pendinginan susu. Hal ini sesusi dengan pendapat Nurhadi (2012) yang menyatakan bahwa pasca pemerahan akan dilakukan teat dipping, penyaringan dan pendingingan serta pemanasan susu. Pemerahan dilakukan secara manual dengan tangan atau menggunakan mesin. Keuntungan pemerahan manual adalah bisa menghemat biaya sedangkan kekurangannya adalah pemerahan relatif lambat. Keuntungan penggunaan mesin perah yaitu proses pemerahan cepat dan tidak tercecar sedangkan kekurangannya harga mesin mahal. Hal ini sesuai dengan pendapat Riswara dkk. (2015) yang menyatakan bahwa keuntungan menggunakan mesin perah adalah susu yang diperah tidak tercecer, waktu pemerahan relatif cepat sedangkan kekurangannya adalah alat mesin perah yang harganya mahal.

3.2.2.

Manajemen Pemberian Pakan

Pemberian pakan yang dilakukan kepada sapi di teaching farm sebanyak dua kali yaitu jam 06.00 WIB dan jam 16.00 WIB berupa konsentrat dan hijauan agar produksi tinggi dan tetap terjaga kualitasnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Suhendra (2015) yang menyatakan bahwa pemberian konsentrat dan hijauan yang berserat kasar yang cukup dapat menjaga kualitas dan penampilan susu. Pemberian pakan menjadi faktor penting yang menentukan berhasilnya peternakan sapi perah. Peternak sapi perah perlu mengetahui tentang nilai gizi bahan pakan yang biasa digunakan sapi perah. Pemberian pakan yang tidak cukup menyebabkan sapi akan memobilisasi cadangan makanan dalam tubuh untuk produksi susu dan akan kehilangan berat badan. Hal ini sesuai dengan pendapat Laryska dan Purbajati (2013) yang menyatakan bahwa pemberian pakan tidak cukup maka sapi akan memobilisasi cadangan makanan dalam tubuh untuk produksi susu dan menyebabkan bobot sapi turun. 3.2.3.

Manajemen Recording Recording merupakan segala hal yang menyaangkut pencatatan riwayat

setiap ternak yang menunjukan pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini sesuai dengan pendapat Prahanisa (2011) yang menyatakan bahwa recording diperlukan untuk keperluan pencatatan riwayat setiap sapi guna melakukan tindakan yang jelas sesuai riwayat sapi tersebut ketika ada permasalahan dikemudian hari.. Recording di teaching farm meliputi identifikasi ternak, pencatatan produksi, pencatatan penyakit, dan pencatatan produksi dan sudah termasuk belum baik. Menurut Hakim (2010) pencatatan atau recording dapat dikatakan sudah baik

apabila meliputi aspek peternaknya, aspek organisasi dan semua kejadian yang dialami dalam usaha peternakan dan performans ternak yang bersangkutan. 3.2.4.

Manajemen Perkandangan Berdasarkan praktikum Budidaya Ternak Perah Materi Manajemen

Perkandangan diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 1. Hasil Pengukuran Kandang Ukuran Parameter Panjang Kandang (m) 11,04 m Lebar Kandang (m) 8,35 m Tinggi Kandang (m) 4,33 m Panjang palung (m) 9,22 m Lebar palung (cm) 54 cm Kedalaman palung (cm) 50 cm Tinggi palung (cm) 64 cm Panjang selokan (m) 9,2 m Lebar selokan (cm) 30 cm Kedalaman selokan (cm) 9 cm Lebar stall (cm) 200 cm Panjang stall (cm) 163 cm Tinggi stall (cm) 140 cm 2 Luas Kamar susu (m ) 106,045 m2 Sumber : Data Primer Praktikum Budidaya Ternak Perah, 2019.

Model Kandang

Ilustrasi 4. Model Kandang Bedasarkan ilustrasi 4. model kandang ternak sapi perah di teaching farm merupakan semi terbuka. Kandang semi terbuka memiliki ventilasi untuk tempat masuk dankeluarnya udara agar berjalan dengan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Anugerah dkk. (2016) yang menyatakan bahwa model kandang semi terbuka biasanya terdapat ventilasi sebagai tempat keluar dan masuknya udara agar berjalan baik. Kandang semi terbuka cocok untuk peternakan sapi perah karena memiliki ventilasi, penyinaran, dan temperatur kandang yang terjaga sehingga mendukung produktivitas sapi terutama susu. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurdana dkk.(2015) yang menyatakan bahwa kelebihan kandang semi terbuka adalah memiliki ventilasi, penyinaran cukup, dan temperatur terjaga sehingga bisa meningkatkan produksi susu. Posisi penempatan sapi perah di teaching farm yaitu dua deret dan saling membelakangi antar satu sapi dengan sapi yang lain atau tail to tail. Hal ini sesuai dengan pendapat Albiantono (2016)

yang menyatakan bahwa posisi antara dua deretan sapi bisa saling berhadapan atau saling membelakangi satu sama lain (tail to tail). Palung Kandang

Ilustrasi 5. Palung Kandang Berdasarkan ilustrasi 5. diketahui palung pada kandang sapi perah berbentuk cekung dan berbahan cor semen agar bertahan atau awet lebih lama. Panjang panjang 9,22 m, lebar 54 cm, dan kedalaman 54 cm. Bentuk palung yang cekung bertujuan agar memudahkan ternak untuk mengambil pakan dan memudahkan pembersihan sisa pakan oleh pekerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Siregar (2016) yang menyatakan bahwa tempat pakan dan minum ternak pada palung akan lebih baik jika dibuat dengan bentuk cekung. Hal ini didukung juga oleh Soetarno (1993) yang menyatakan bahwa dalam perancangan kandang perlu memperhatikan kemudahan pekerja untuk melakukan pekerjaannya ketika membersihkan kandang.

Atap Kandang

Ilustrasi 6. Atap Kandang Berdasarkan Ilustrasi 6. atap yang digunakan di teaching farm adalah atap pelana yang terdiri dari dua atap yang dipasang miring di sebelah kanan dan kiri. Atap berbahan asbes yang daya tahannya lebih lama jika dibandingkan dengan bahan atap lain. Asbes memiliki daya serap panas lebih tinggi sehingga dalam pemasangannya perlu memperhatikan ketinggiaannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Putra (2009) yang menyatakan bahwa pemasangan kandang yang atapnya berbahan asbes perlu ketinggian yang lebih dibandingkan jenis lain karena tingkat daya serap panasnya yang lebih tinggiuntuk melindungi ternak sapi perah dari pancaran langsung sinar matahari pada siang hari dan ketika hujan berlangsung. Hal ini sesuai dengan pendapat Anugerah dkk. (2016) yang menyatakan bahwa atap pada kandang adalah untuk melindungi ternak sapi dari terik matahari dan hujan..

Lantai Kandang

Ilustrasi 7. Lantai Kandang Berdasarkan Ilustrasi 7. bahan lantai yang digunakan di teaching farm Fakultas Peternakan dan Pertanian adalah semen agar tidak licin dan dibuat agak miring agar urin mengalir ke arah selokan dan tidak tergenang. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Baba (2015) yang menyatakan sebaiknya kandang sapi perah memiliki tempat berpijak tidak kasar, tidak licin, dan agak miring untuk untuk pengaliran air serta juga tidak terlalu becek. Pijakan sapi

sebaiknya ada

karet untuk mengurangi kemungkinan luka kaki sapi dan juga untuk menjaga ambing agar tidak langsung menyentuh lantai. Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso (2009) yang menyatakan bahwa karet lantai kandang sapi perah berfungsi mengurangi luka pada kaki sapi dan kemungkinan terjadinya mastitis putting.

Dinding Kandang

Ilustrasi 8. Dinding Kandang Berdasarkan Ilustrasi 8. dinding kandang terbuat dari semen dan termasuk tipe dinding terbuka pada segala sisi yang merupakan karakteristik dari kandang semi terbuka. Kelebihan dari dinding yang terbuat dari semen yaitu bisa bertahan lebih lama dan dinding terbuka membuat sirkulasi udara di dalam kandang baik serta sinar matahari dapat masuk ke dalam kandang. Hal ini sesuai dengan pendapat Mauladi (2009) yang menyatakan bahwa kandang sapi perah terbuat dari semen agar awet dan dinding terbuka agar sirkulasi udra serta sinar matahari bisa masuk ke dalam kandang. Pendapat ini didukung oleh Anugerah dkk.(2016) yang menyatakan bahwa kandang dengan dinding terbuka mempunyai dinding yang tidak memiliki penyekat sehingga masuknya udara ke dalam kandang lancar. 3.3.

Fisiologi Lingkungan Lingkungan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh langsung pada

kehidupan ternak terutama bagi produktivitas susunya. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi ternak yaitu suhu lingkungan, kelembaban udara dan radiasi

matahari. Hal ini sesuai dengan pendapat Kurniawan (2016) yang menyatakan bahwa sapi perah yang berada di iklim tropis senantiasa harus beradaptasi terhadap cekaman panas yang dihasilkan lingkungan berupa suhu udara, kelembaban udara dan radiasi matahari. Ternak sapi perah yang banyak di Indonesia sebagai penghasil susu yaitu sapi peranakan perah FH. Hal ini sesuai pendapat Aisyah (2012) yang menyatakan bahwa sapi perah PFH memiliki kemampuan tinggi dalam memproduksi susu. Produksi susu sapi perah PFH akan optimal jika suhu lingkungan sesuai dan tidak terlalu tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Matondang dkk. (2012) yang menyatakan bahwa sapi perah PFH dapat menghasilkan susu maksimal pada suhu lingkungan 17-22oC dan kelembaban udara 55% yang mana setiap terjadi perubahan suhu yang semakin tinggi maka produksi susu akan turun karena sapi PFH sangat peka terhadap perubahan lingkungan disekitarnya. 3.3.1.

Suhu Udara Berdasarkan Praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan data suhu

udara sebagai berikut :

40 35 Suhu (°C)

30 25

Dala m

20

Colu mn1

15 10 5

0 18.0020.0022.0000.0002.0004.0006.0008.0010.0012.0014.0016.0018.00 Waktu

Ilustrasi 9. Grafik Suhu Udara Dalam dan Luar Kandang Berdasarkan Ilustrasi 9. dapat diketahui bahwa rata-tara suhu dalam kandang sebesar 27,9 °C dan suhu luar kandang sebesar 27,2 °C. Suhu dalam dan luar kandang di teaching farm termasuk dalam kategori baik untuk beternak sapi perah. Hal ini sesuai dengan pendapat Yulianto dan Saparinto (2011) yang menyatakan bahwa sapi perah dapat berproduksi secara optimal dengan suhu lingkungan sekitar 23 – 28 °C. Suhu lingkungan yang terlau rendah dan tinggi akan membuat sapi terkena cekaman panas dan berdampak pada produksi susu tidak maksimal. Hal ini sesuai pendapat Suherman (2013) yang menyatakan bahwa suhu lingkungan disekitar kandang sapi perah akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi pakan dan kemudian berdampak pada produksi susu yang dihasilkan.

3.3.2.

Kelembaban Udara Berdasarkan Praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan data

kelembaban udara sebagai berikut : 120

Kelembapan (%)

100 80 60 40

Kelembapan Dalam

20

Column1

0 18.0020.0022.0000.0002.0004.0006.0008.0010.0012.0014.0016.0018.00 Waktu

Ilustrasi 10. Kelembaban Luar dan Dalam Kandang Berdasarkan

Ilustrasi 10. rata-rata kelembaban dalam kandang yaitu

84,3% dan kelembaban luar kandang bawah yaitu 85,3 % dan tergolong kelembaban yang masih ideal bagi sapi perah untuk hidup dan memproduksi susu. Hal ini juga didukung pendapat Tjatur dan Ihsan (2011) yang menyatakan bahwa kelembaban sapi perah yang idela untuk hidup dan memproduksi susu berkisar antara

65-90%. Kelembaban yang terlalu tinggi dari angka ideal akan

menyebabkan sapi perah mengalami beban panas. Hal ini juga didukung oleh pendapat Amir (2010) yang menyatakan bahwa kelembaban dan suhu yang relatif tinggi maka sapi perah akan mengalami cekaman panas, sehingga sapi akan

mengurangi konsumsi pakan untuk mengeluarkan panas yang berlebih dari tubuhnya. 3.3.3.

Radiasi Matahari Berdasarkan Praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan data

kelembaban udara sebagai berikut :

600

Radiasi Matahari

500 400 300 200

Column2

100 0 18.0020.0022.0000.0002.0004.0006.0008.0010.0012.0014.0016.0018.00 waktu Ilustrasi 11. Radiasi Matahari Berdasarkan Ilustrasi 11. nilai radiasi matahari yang diperoleh adalah

410,0 kkal/m2/jam dan termasuk masih ideal. Hal ini sesuai dengan pendapat Purwanto (1993) yang menyatakan bahwa angka radiasi maksimal untuk beternak sapi perah yaitu 480 kkal/m2/jam dan akan mengalami cekaman panas. Radiasi matahari tertinggi terjadi pada tanggal 23 Maret 2019 pukul 12.00 yaitu sebesar 424,83 kkal/m2/jam. Radiasi matahari akan terus naik dan mencapai puncaknya pada pukul 12.00 –14.00 WIB. Hal ini sesuai pendapat Suherman dkk. (2015) yang menyatakan bahwa radiasi matahari akan terus meningkat dan mencapai

puncaknya antara pukul 12.00 –14.00 WIB bersamaan dengan meningkatnya respon fisiologis sapi perah. Radiasi matahari adalah salah satu penyebab cekaman panas pada sapi perah selain suhu udara dan kelembaban. Hal ini sesuai dengan pendapat Amir dkk. (2017) yang menyatakan bahwa penyebab cekaman panas pada sapi perah yaitu radiasi matahari, kelembaban, dan suhu udara. 3.4.

Fisiologi Ternak Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh data sebagai

berikut : Tabel 2. Fisiologi Ternak Variabel Suhu Rektal Frekuensi Napas Frekuensi Nadi

Pedet

Dara

Laktasi

38,4 48 68

38,1 46 65

45,1 50 60

Kering Kandang 37,7 56 65

3.4.1. Suhu Rektal Berdasarkan tabel diatas sapi pedet memilki suhu rektal 38,4 oC, dara 38,1 o

C, laktasi 45,1 oC, dan kering kandang 37,7 oC. Hal ini menunjukkan suhu rektal

pedet, dara, dan kering kandang tergolong normal sedangkan fase laktasi tidak normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Schutz dkk.(2009) yang menyatakan bahwa standar normal suhu rektal sapi perah berkisar antara 38,2– 39,1 oC. Suhu rektal sapi dipengaruhi oleh suhu lingkungan, aktivitas makan dan minum. Hal ini sesuai dengan pendapat Naiddan dkk. (2010) yang menyatakan suhu rektal dapat dipengaruhi oleh suhu lingkungan, aktivitas seperti makan dan minum.

3.4.2. Frekuensi Napas Berdasarkan tabel diatas frekuensi napas pedet 48 per menit, dara 46 per menit, laktasi 50 per menit, dan kering kandang 56 per menit. Suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan peningkatan frekuensi napas. Frekuensi napas keempat sapi tersebut diatas normal karena sapi normalnya bernapas 10-30 kali per menit. Menurut Hadziq (2010) yang menyatakan bahwa frekuensi napas sapi normalnya berada pada kisaran 10 – 30 kali per menit. Frekuensi napas sapi dapat dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan ketakutan. Hal ini sesuai dengan pendapat Naiddin dkk.(2010) yang menyatakan frekuensi napas sapi dipengaruhi keadaan ternak seperti ternak ketakutan atau panik dan suhu lingkungan. 3.4.3.

Frekuensi Denyut Nadi Berdasarkan tabel diatas frekuensi denyut nadi pedet 68 per menit, dara

65 per menit, laktasi 60 per menit, dan kering kandang 65 per menit. Pedet, dara, dan kering kandang, serta kering kandang termasuk mempunyai frekuensi denyut nadi yang normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Utomo dkk.(2009) yang menyatakan bahwa denyut nadi sapi normal berkisar 60 – 70 kali per menit. Denyut nadi dipengaruhi umur ternak, kondisi ternak, dan lingkungan kandang. Hal ini sesuai dengan pendapat Naiddan dkk.(2010) yang menyatakan frekuensi denyut nadi ternak muda lebih tinggi dibanding ternak tua, dan denyut nadi juga

dapat dipengaruhi oleh keadaan ternak seperti panik atau tenang dan keadaan lingkungan seperti suhu dan kelembaban.

3.5.

Susu Susu adalah salah satu produk dari ternak perah sapi yang mengandung

zat gizi bernilai tinggi yang dibutuhkan bagi kehidupan masyarakat dari segala lapisan umur untuk menjaga pertumbuhan, kesehatan, dan kecerdasan berpikir. Hal ini sesuai dengan pendapat Rusdiana dan Sejati (2009) yang menyatakan bahwa susu sapi mengandung nilai gizi yang sangat tinggi dan bermanffat untuk menjaga pertumbuhan, kesehatan, dan kecerdasan. Susu sapi merupakan hasil pangan yang berasal dari sekresi kelenjar ambing sapi yang mengandung protein, lemak, laktosa, mineral dan vitamin. Hal ini sesuai dengan pendapat Gustiani (2009) yang menyatakan bahwa susu merupakan bahan pangan yang berasal dari sekresi kelenjar ambing pada hewan mamalia (sapi, kambing, kerbau, dan kuda) serta mengandung protein, lemak, laktosa, mineral, dan vitamin. 3.5.1.

Produksi Susu Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh data sebagai

berikut : Tabel 3. Produksi Susu Nomor Sapi

Tanggal pemerahan

10

23/03/2019

6

23/03/2019

Waktu Pemerahan Pagi Sore Total Pagi

Produksi Susu (liter) 1.545 1,3 2,845 1,51

Sore Total Rata-rata Sumber : Data Primer Praktikum Budidaya Ternak Perah, 2019.

1,13 2,64 2,74

Berdasarkan tebel diatas dapat diketahui bahwa rata-rata produksi susu kambing nomor 10 dan 6 pada pemerahan pagi dan sore hari adalah 2,74 liter, produksi tersebut belum ideal. Menurut Muatip (2009) produksi PFH yang diternakan di Indonesia berkisar 10-12 liter per ekor dalam sehari. Tingkat produksi dapat dipengaruhi oleh jumlah pakan, jumlah air minum, umur sapi, interval pemerahan, dan luas kandang. Hal ini sesuai dengan pendapat Pasaribu dkk. (2015) yang menyatakan bahwa jumlah pakan, jumlah air minum, umur ternak, interval pemerahan, dan luas kandang dapat mempengaruhi tingkat produksi susu sapi perah. 3.5.2.

Kualitas Susu Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh data sebagai

berikut : Tabel 4. Hasil Analisis Kualitas Susu Nomor Sapi 6 10 3 Berat Jenis Susu (g/m ) 1,0247 1,0247 Kandungan Lemak (%) 5,04 5,04 Kandungan Protein (%) 2,99 2,99 Kandungan Laktosa (%) 4,52 4,52 Uji Alkohol Tidak menggumpal Tidak Menggumpal Sumber : Data Primer Praktikum Budidaya Ternak Perah, 2019. Variabel

Berdasarkan tabel diatas diketahui sapi nomor 6 memilki berat jenis 1,0247 g/m3, lemak 5,04 %, protein 2,99 %, dan laktosa 4,52 % serta dalam pengamatan uji alkohol susu sapi tidak menggumpal. Sapi nomor 10 memilki

berat jenis 1,0247 g/m3, lemak 5,04 %, protein 2,99 %, dan laktosa 4,52 % serta dalam. Berat jenis susu sapi nomor 6 dan sapi nomor 10 termasuk tidak ideal. Menurut Utami (2014) sapi perah memiliki berat jenis yang baik apabila berat jenisnya minimal 1,028 g/ml. Berat jenis susu dipengaruhi gizi konsentrat, dan suhu. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudono dkk. (2008) yang menyatakan bahwa berat jenis susu dapat mempengaruhi kualitas susu sedangkan berat jenis susu biasanya dipengaruhi oleh bahan penyusun susu dan suhu.

3.5.3.

Penanganan dan Pengolahan Susu Susu adalah memiliki kandungan nutrisi tinggi sehingga menyebabkan

mikroba mudah tumbuh dan berkembang, oleh karena itu penanganannya harus sesuai standar. Teknik penanganan susu yang baik antara lain menggunakan air yang telah mengalami penyaringan, sanititasi kandang yang baik, penggunaan milk can serta penggunaan antiseptic. Hal ini sesuai dengan pendapat Suwito dan Andriani (2012) yang menyatakan bahwa penanganan susu terdiri dari menggunakan air yang telah mengalami penyaringan, sanitasi yang baik, penggunaan milk can, dan penggunaan antiseptic. Pasteurisasi dilakukan untuk menjaga masa simpan susu dengan cara memanaskan susu agar bakteri di dalam susu berkurang. Hal ini sesuai dengan pendapat Budiyono (2009) yang menyatakan bahwa

pasteurisasi adalah mengolah susu segar dengan cara

memanaskan dengan suhu dan waktu tertentu kemudian segera dikemas untuk mencegah masuknya bakteri. Pasteurisasi

bertujuan

untuk

menonaktifkan

enzim-enzim

dan

memperpanjang daya simpan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sabil (2015) yang menyatakan bahwa pasteuirsasi dilakukan agar menonaktifkan enzim-enzim yang ada di susu dan juga memperpanjang daya simpan susu. Pasteurisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu Low Temperature Long Time (LTLT) dengan suhu 63 oC selama 30 menit dan High Temperature Short Time (HTST) dengan suhu 72 oC selama 15 detik. Pasteurisasi dilanjutkan dengan proses pendinginan pada suhu 4 oC sehingga menambah daya simpan susu. Cara pastuerisasi berpengarah terhadap kandungan gizi dan aroma dari susu. Susu hasil HTST dinilai lebih efektif kaena lebih sedikit menimbulkan kerusakan pada kandungan gizi dan karakteristik. Hal ini sesuai dengan pendapat Budiyono (2009) yang menyatakan bahwa produk susu hasil HTST lebih disarankan dengan alasan lebih efektif dan tidak menimbulkan banyak kerusakan gizi serta karakteristik dari susu. 3.6.

Analisis Usaha Berdasarkan Praktikm yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai

berikut : Tabel 5. Analisis Usaha di KSTP Fakultas Peternakan dan Pertanian No Jenis Biaya Nominal(Rp) Pengeluaran 1 Biaya Produksi 52.932.832 Pemasukan 1 2 Total Penerimaan 96.768.000

Pendapatan BEP Unit Susu Murni Susu Olahan BEP Harga Susu Murni Susu Olahan B/C Ratio ROI PP

-970.353.166

0,00009068 1,8281 % 9 bulan 9 hari

Pembahasan umum analisis ekonomi pemeliharaan sapi perah di FPP, evaluasi + minimal 2 sitasi.

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

4.1.

Simpulan

4.2.

Saran Saran yang diberikan pada praktikum Budidaya Ternak Perah adalah

kegiatan di kandang dilakukan sesuai dengan waktu yang ditentukan pada saat praktikum. Pemberian pakan sebaiknya disesuaikan dengan fase sapi tersebut agar tidak banyak yang terbuang.

DAFTAR PUSTAKA Aisyah, S. 2012. Analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada usaha ternak sapi perah rakyat di Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang.Economics Development Analysis Journal. 1 (1): 35 – 41. Anggraini, A. dan E. Mariana. 2016. Evaluasi sspek teknis pemeliharaan sapi perah menuju Good Dairy Farming Practices pada peternakan sapi perah rakyat Pondok Ranggon. J. Agripet. 16 (2) : 90-96. Anugerah, P., H. Sufiaso, M. Archdan A.P. Dedy. 2016. Konsep bangunan sehat pada kandang sapi studi kasus UPTPT dan HMT Kota Batu. J. Arsitektur. 4 (4): 34 – 55. Arifin, M. 2015. Kiat-Kiat Jitu Menggemukkan Sapi secara Maksimal. PT Agromedia Pustaka, Jakarta. Baba, S. 2015. Hambatan pelaksanaan teknologi IB sapi di Kabupaten Barru. J. Medika Veterinaria. 4 (2): 32 – 65. Budiyono, H. 2009. Analisis daya simpan produk susu pasteurisasi berdasarkan kualitas bahan baku mutu susu. J. Paradigma. 10 (2): 198 – 211. Hadziq, A. 2011. Status fisiologis dan performa pedet perakan friesian holstein prasapih yang diinokulasi bakteri pencerna serat dengan pakan bersuplemen kobalt. Institut Pertanian Bogor, Bogor.(Skripsi). Matondang, R. H., C. Thalib dan T. Herawati. 2012. Prospek pengembangan sapi perah di luar Pulau Jawa mendukung swasembada susu di Indonesia. J. Wartazoa. 22 (4): 161 – 168. Mauladi, A. H. 2009. Suhu tubuh, frekuensi jantung dan napas Induk sapi friesian holstein bunting yang divaksin dengan vaksin avian influenza H5N1.IPB Repository, Bogor. (Skripsi). Naiddin, M., Dartosukarno, M. Arifin dan A. Purnomoadi. 2010. Respon fisiologis dan profil darah sapi peranakan ongole (po) yang diberi pakan ampas teh dalam level yang berbeda. Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Kampus Tembalang Semarang. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.217 –223. Nurhadi, M. 2012. Dimensi sosiologi dalam upaya meningkatkan kualitas susu sapi perah (Studi Kasus Di Kud Jatinom, Kabupaten Klaten). J. Sosiologi. 25 (2): 1-7.

Nurdana, F., Makin, M. dan Firman, A. 2015. Hubungan antara penerapan good dairy farming practice dengan tingkat pendapatan peternak pada peternakan sapi perah rakyat. J. Penelitian danPengembangan Peternakan. 4 (3): 29 – 63. Octaviani, T. T. 2010. Kinerja reproduksi sapi perah peranakan Friesian Holstein (PFH) di kecamatan musuk Boyolali. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi. Pratama, R.S.P. 2016. Hubungan Anatara Prevalensi Mastitis dengan Produksi dan pH Susu padaSapi Perah di Desa Sumogawe, Kabupaten Semarang. Program Sarjana, Universitas Diponegoro, Semarang. (Skripsi). Putra, A. 2009. Potensi penerapan produksi bersih pada usaha peternakan sapi perah (studi kasus pemerahan susu sapi moeria Kudus Jawa Tengah). Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro, Semarang. (Tesis). Purwatiningsih, T. I, dan K. W. Kia. 2018. Identifikasi dan recording dipeternakan biara novisiat claretian bentulu, timor tengah selatan. J. Pengabdian masyarakat peternakan. 3 (1): 42-56. Purwatiningsih, T. I. 2016 Pengaruh celup puting menggunakan ekstrak buah mengkudu matang terhadap jumlah sel somatik sapi perah Mastitis Subklinis. Journal of Animal Science.1 (3):32-33. Rusdiana, S dan W. K. Sejati. 2009. Upaya pengembangan agribisnis sapi perah dan peningkatan produksi susu melalui pemberdayaan koperasi susu. J. Forum Penelitian Agro Ekonomi. 27 (1): 43 – 51. Sangbara, Y. 2011. Pengaruh Periode Laktasi terhadap Produksi Susu Pada Sapi Perah Fries Holland di Kabupaten Enrekang. Program Sarjana Universitas Hasanuddin, Makasar. (Skripsi). Santosa, S. I., A. Setiadi, dan R. Wulandari. 2013. Analisi potensi pengembangan peternakan sapi perah dengan paradigm agribisnis di kecamatan musuk kabupaten boyolali. J. Buletin Peternakan. 37(2): 125-135. Siregar, S.B. 2013. Sapi Perah, Jenis, Teknik Pemeliharan, dan Analisa Usaha. P.T Penebar Swadaya, Jakarta. Schutz, K.E., Rogers A.R., Cox N.R., Tucker C.B. 2009. Dairy cows prefer shade that offers greater protection against solar radiation in summer: shade use, behavior, and body temperature. Appl Anim Behav Sci. 116 (7):28-34. Taofik, A. dan Dapison. 2009. Hubungan Antara Lingkar Perut dan Volume Ambing dengan Kemampuan Produksi Susu Kambing Peranakan Ettawa. J. Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. 11 (2) : 59-74.

Utomo, B., Miranti, D dan C. Intan. 2009. Kajian termoregulasi sapi perah periode laktasi dengan introduksi teknologi peningkatan kualitas pakan. J. Veteriner. 2 (1): 43 – 49. Wiratama, M. A. 2010. Pengaruh penggunaan fermented mother liquor dalam urea molases blok terhadap kecernaan nutrien ransum sapi peranakan friesian holstein dara. Universitas Sebelas Maret Surakarta. (Skripsi). Yulianto, P. dan C. Saparinto.2014. Beternak Sapi Limousin. Penebar Swadaya, Jakarta.

LAMPIRAN Lampiran 1. Data Fisiologi Lingkungan Data Suhu Lingkungan Lingkungan

Waktu

Dalam Kandang

18.00 20.00 22.00 00.00 02.00 04.00 06.00 08.00 10.00 12.00 14.00 16.00

Rata-rata

Luar Kandang

Rata-rata

18.00 20.00 22.00 00.00 02.00 04.00 06.00 08.00 10.00 12.00 14.00 16.00

Suhu udara (˚C) 28,6 28,4 26,9 26,3 25,9 24,9 25,8 26,7 28,8 34,5 30 28,1

Fisiologi Lingkungan Kelembaban Radiasi matahari (%) (kCal) 80 84 89 92 89 93 94 92 83 58 74 83

27,9

84,3

28,4 27,4 25 26,1 24,8 24,6 23,8 27,4 29,3 32,3 29,5 27,9

83 88 95 99 98 99 99 84 72 51 69 87

407,34 407,34 413,27 397,143 397,87 386,66 384,07 392,143 424,83 476,68 429,88 402,46

27,2

85,3

410,0

Lampiran 2. Data Fisiologi Ternak Fase Sapi

: Pedet Nomor Sapi Waktu Fisiologi Ternak Suhu Rektal (˚C) Frekuensi Napas (kali/menit) Frekuensi Denyut Nadi (kali/menit) 1 18.00 20.00 22.00 00.00 02.00 04.00 06.00 08.00 10.00 12.00 14.00 16.00

39 38,75 38,8 38,4 33,45 33,5 34,45 39,3 38,8 39,2 38,5 38,6

39,5 32 27 28,5 30,5 27,5 33 55 55,5 32 66,5 56,5 67,5 34 36

78,5 72,5 77,5 71 76,5 76,5 83,5 65,5 66 Rata-rata 37,6 36,0 71,4

2 18.00 20.00 22.00 00.00 02.00 04.00 06.00 08.00 10.00 12.00 14.00 16.00 39,85 39,9 39,6 39,65 34,65 39,4 39,55 39,4 39,4 40,05 39,3 39,5

53,5 54 53 53 64 38,5 52,5 45,5 38,5 53 102,5 82 63,5

26 74,5 68,5 87,5 76 82 53,5 53,5 81,5 63 61,5 Rata-rata 39,2 59,6 63,8

Lampiran 2. (Lanjutan) Fase Sapi

: Dara

Nomor Sapi

Waktu

Suhu Rektal (˚C)

Fisiologi Ternak Frekuensi Frekuensi Napas Denyut Nadi (kali/menit) (kali/menit)

39,6 39,45 39,1

18.00 20.00 22.00 00.00 02.00 04.00 06.00 08.00 10.00 12.00 14.00 16.00

1

Rata-rata 18.00 20.00 22.00 00.00 02.00 04.00 06.00 08.00 10.00 12.00 14.00 16.00

2

Rata-rata

53 57 35,5 67 46 52 25 22 56 62 41,5 73,5

59 65,5 59 79 53 58,5 55 83 69 60 75,5 35

39,170833

49,2083

62,625

38,2 38,25 37,85 38,35 38,2 37,8 37,6 38,6 38,55 38,5 38,45 35

41 42,5 54 40 40,5 34 38,5 51 41,5 37,5 31 49

63 72,5 68 50,5 61 68,5 56 82,5 68 70,5 81,5 76,5

37,945833

41,7083

68,2083

39,3 39,2 39,1 38,85 38,55 39,3 39,2 39,25 39,15

Lampiran 2. (Lanjutan) Fase Sapi

: Laktasi

Nomor Sapi

Waktu

Suhu Rektal (˚C)

1

18.00 20.00 22.00 00.00 02.00 04.00 06.00 08.00 10.00 12.00 14.00 16.00

38,55 208,85 37,4 38,3 38,35 37,5 38,3 38,3 38,4 38,6 37,85 38,35 52,39583333

Rata-rata 18.00 20.00 22.00 00.00 02.00 04.00 06.00 08.00 10.00 12.00 14.00 16.00

2

Rata-rata

Fisiologi Ternak Frekuensi Napas (kali/menit) 58,5 72 42,5 46 54 50 47,5 52,5 58,5 63 53,5 44 53,5

Frekuensi Denyut Nadi (kali/menit) 61 78 53 51,5 55 68 69 58,5 46 59 55,5 51,5 58,8333

38 37,9 38,4 37,5 37,5 37,75 38 37,8 38,55 38,6 38,45 38,55

54 56 58,5 54,5 39 33 39,5 44,5 46,5 70,5 30 42,5

65 56 53,5 52,5 56 52,5 55 71 56,5 66,5 76,5 76,5

38,08333333

47,375

61,4583

Lampiran 2. (Lanjutan) Fase Sapi

: Kering Kandang

Nomor Sapi

Waktu

Suhu Rektal (˚C)

1

18.00 20.00 22.00 00.00 02.00 04.00 06.00 08.00 10.00 12.00 14.00 16.00

38,45 38,35 37,95 37,45 37,7 37,6 37,05 37,85 38,15 38,25 37,25 38,15 37,85 28,7 38,6 37,7 38,4 38,5 38,75 38,55 38,25 38,55 38,9 38,7 38,25 37,6542

Rata-rata 18.00 20.00 22.00 00.00 02.00 04.00 06.00 08.00 10.00 12.00 14.00 16.00

2

Rata-rata

Fisiologi Ternak Frekuensi Frekuensi Napas Denyut Nadi (kali/menit) (kali/menit) 69 71 68 66,5 70 70,5 57 46 61 61,5 46,5 70 49 58,5 42 73,5 70 71 66 80 41,5 65,5 52 73 57,6667 67,25 66,5 69 59 61 55 52,5 62 55 52 62 46,5 62 44,5 65 53,5 77,5 59,5 60,5 70,5 63,5 47 60 35 66,5 54,25 62,875

Lampiran 3. Analisis Ekonomi Investasi dan Penyusutan Jenis Investasi Kandang Tempat pengolahan limbah Dll.

Jumlah (Unit) 2

Harga (Rp)

Umur (Tahun)

Nilai Awal (Rp)

Penyusutan (Rp/unit)

Penyusutan (Rp)

Jumlah Jenis Investasi

Nilai Akhir (Rp)

Kandang Tempat pengolahan limbah Dll. Jumlah Jumlah Investasi

=

Jumlah Penyusutan =

Jumlah (Unit)

Lampiran 3. (Lanjutan)

Macam Biaya A. Biaya Tetap Gaji Karyawan Penyusutan Total Biaya Tetap B. Biaya Variabel A B C Total Biaya Variabel C.Total Biaya Produksi 1 tahun

Jumlah

Total Biaya Produksi (per tahun) = =

Harga (Rp)

Jumlah (Rp)

Lampiran 3. (Lanjutan) Penerimaan (1 x Periode Produksi)

= Jumlah Produksi x Harga Jual Per Unit = =

Penerimaan/Tahun

= =

Pendapatan

= Penerimaan = =

EBIT

= Pendapatan =

Bunga Hutang (1,025%) Mengacu Bank BRI

= =

EBT

= Pendapatan - Bunga = =

UUD No. 36 tahun 2008 (Pajak 15%)

= 15% x =

EAT

= EBT - Pajak = =

Biaya Produksi

Kesimpulan Jadi, EAT dapat diperoleh dari perhitungan pendapatan sebelum diberi pajak dikurangi dengan pajak sehingga diperoleh sebesar Rp.

Lampiran 3. (Lanjutan) Harga Pokok Produksi =

Total Biaya Produksi Jumlah Produksi

= = =

Selisih Harga = Harga Jual

Harga Pokok Produksi

= = Metode Penentuan Harga Pokok Produksi : Full Costing Kesimpulan: Jadi, selisih harga didapatkan dari harga jual dikurangi harga pokok produksi sebesar Rp.

Lampiran 3. (Lanjutan) Neraca Keuangan Aktiva Aktiva Lancar Kas Total AktivaLancar

Pasiva Hutang Total Hutang Lancar

Aktiva Tetap Kandang Tempat Pengolahan limbah Peralatan Penyusutan Total AktivaTetap

Total Hutang Modal

Total Aktiva

Total Pasiva

Modal= Total Aktiva

Total Hutang

Lampiran 3. (Lanjutan) Perhitungan Return on Investment (ROI) Return on Investment (ROI) =

EAT x Investasi

100%

= = Kesimpulan: Jadi, perusahaan tersebut baik, karena jumlah ROI melebihi dari suku bunga di bank sebesar

Lampiran 3. (Lanjutan) Perhitungan Break Event Point (BEP) Break Event Point (BEP) Unit BEP (Q) =

Biaya Tetap Harga Jual (per unit) - Biaya Variabel (per unit)

= = Kesimpulan: Jadi, titik impas setiap unit adalah sebesar

Break Event Point (BEP) Harga

BEP (P) =

Biaya Tetap Biaya Variabel (per unit) 1Harga Jual (per unit)

= = Kesimpulan: Jadi, titik impas setiap harga sebesar

Lampiran 3. (Lanjutan) Perhitungan B/C Ratio dan Payback Period (PP) R/C Ratio Total Penerimaan (per tahun) R/C Ratio =

Total Biaya (per tahum)

= = Kesimpulan: Jadi, perusahaan ini layak untuk dilanjutkan karena memiliki hasil R/C ratio diatas 1.

Payback Period (PP) Payback Period =

investasi cashflow

× 1 tahun

= = Keterangan: Cashflow MA

= EAT + Penyusutan + Bunga (1-Pajak) = =

Kesimpulan: Jadi, perusahaan ini membutuhkan 0,99 tahun (9 bulan 9 hari) mengembalikan biaya investasi awal.

untuk

Lampiran 4. Denah Perkandangan p

U

Laboratorium Kimia

Kandang

Kandang

Sapi Pedet

Pedet Sapi

dan Dara

Potong

Kandang Sapi

Parkiran

Kandang Sapi Potong

Laktasi dan Kering Kandang

Gudan g

PKM

Kamar Susu

Lampiran 5. Layout Kandang Kandang Atas Ruang steril

Stall sapi

Stall sapi

Pintu depan Kamar obat

Palung Stall Stall sapi sapi Selokan

Stall sapi

Pintu Belaka ng

Lantai kandang

Stall sapi

Selokan Stall Stall sapi sapi

Stall sapi

Stall sapi

Stall sapi

Stall sapi

Tempat air

Palung Kandang Bawah

Stall kosong

Stall kosong

Pintu depan

Palung Stall Stall kosong pedet Selokan

Stall pedet

Lantai kandang

Stall kosong

Selokan Stall Stall Stall kosong kosong kosong Palung

Stall pedet Pintu Belakang Sapi Simental

Tempat air

Lampiran 6. Dokumentasi

Uji Lactoscan

Uji Alkohol 70%

Uji Lactoscan

Uji Lactoscan

Uji Lactoscan

Uji Lactoscan

Related Documents

Laporan Btp New.docx
November 2019 12
Sst Btp
December 2019 25
4 Btp Gio
August 2019 20
4 Btp Lun
August 2019 19

More Documents from ""