LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI “PERANCANGAN PRIMER”
Dosen Jaga : Bawon Triatmoko, S. Farm., M. Sc., Apt DISUSUN OLEH : Kelompok : J7 Yolanda Riskawasianda Yuniavirsa (162210101041) Kintan Gemi Nastiti
(162210101043)
Desak Ayu Lestarini Dewi
(162210101044)
Heni Ratna Dila
(162210101050)
Nadifa Nada
(162210101126)
BAGIAN BIOLOGI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya haturkan atas kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan Rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat mengerjakan lapora praktikum ini tepat pada waktunya yang berjudul “Laporan Bioinformatika ”. Saya menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari harapan, oleh karena itu saran dan kritik yang konstruktif dari berbagai pihak sangat saya harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik untuk masa mendatang. Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat untuk semua. Jember, 23 Mei 2018
Penyusun
I
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 3 1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 3 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 4 1.3 Tujuan Praktikum ............................................................................................................. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 6 2.1 Bioinformatika ................................................................................................................. 6 2.2 Dogma Sentral .................................................................................................................. 7 2.3 Struktur Protein .............................................................................................................. 10 BAB III .................................................................................................................................... 13 METODE KERJA ................................................................................................................... 13 3.1
Alat dan Bahan .......................................................................................................... 13
3.2
Cara Kerja ................................................................................................................. 13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................. 26 4.1 Deskripsi Protein ............................................................................................................ 26 4.2 Analisis Sekuen Gen ...................................................................................................... 27 4.3 Struktur Primer Protein NFAT-2.................................................................................... 32 4.4 Struktur Sekunder NFAT-2 ........................................................................................... 32 4.5 Struktur Supersekunder (motif) NFAT-2 ....................................................................... 34 4.6 Struktur Kuartener NFAT-2 ........................................................................................... 36 4.7 Domain Protein NFAT-2 ................................................................................................ 37 4.7 Fungsi, Mekanisme dan Jalur Signaling NFAT-2 .......................................................... 39 4.8 Penyakit yang terkait dengan NFAT-2 (OMIM)............................................................ 40 BAB V ..................................................................................................................................... 56 KESIMPULAN DAN SARAN................................................................................................ 56 5.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 56 5.2 Saran ............................................................................................................................... 56 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 57
II
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bioinformatika adalah ilmu yang mempelajari penerapan teknik komputasional untuk mengelola dan menganalisis informasi biologis. Bidang ini mencakup penerapan metode-metode matematika, statistika, dan informatika untuk memecahkan masalah-masalah biologis, terutama dengan menggunakan sekuens DNA dan asam amino serta informasi yang berkaitan dengannya.Bioinformatika merupakan suatu bidang interdisipliner yang saling menunjang dengan disiplin ilmu lain. Bidang yang terkait dengan bioinformatika adalah biofisik, biologi komputasi, informatika medis, informatika kimiawi, genomik, proteomik, farmakogenomik dan farmakogenetik. Semua makhluk hidup memiliki materi genetik untuk mempertahankan kelangsungan struktur, sifat, fungsi dan aktivitas-aktivitas kimia dalam selnya. DNA merupakan salah satu jenis asam nukleat yang berperan sebagai materi genetic yang menurunkan sifat tertentu dari satu generasi ke generasi turunannya. Materi ini mengarahkan pembentukan protein dan RNA tertentu yang penting dalam sel makhluk hidup. DNA juga mengatur pertumbuhan dan pembelahan sel, termasuk informasi untuk diferensiasi sel sehingga terbentuk tumbuhan, hewan, manusia dan mikroorganisme lainnya. Begitu pentingnya DNA ini sehingga disebut sebagai molekul utama kehidupan. (Wirahadkusuma, 1985) DNA (deoxiribo nucleic acid) adalah molekul kimia yang merupakan materi genetik mahluk hidup dari sebagian besar organisme. Tiap kromosom adalah molekul DNA yang sangat panjang. Molekul penyusun DNA dinamakan nukleotida. Satu nukleotida terdiri terdiri dari satu molekul gula dan satu molekul fosfat yang terikat pada basa DNA, yakni timin, adenin, guanin, sitosin. (Brookes, 2005) Pekembangan dari biologi komputasi salah satunya adalah dapat mencari dan mengetahui DNA dari semua makhluk hidup yang bisa diakses melalui website. Salah satu website yang digunakan adalah NCBI yang memuat database yang dapat diakses secara umum, merangsang riset biologi terkomputasi,
mengembangkan software penganalisis data genome dan
menyebarkan informasi biomedical yang kesemuanya diharapkan mengarah pada pemahaman 3
yang lebih baiktentang proses molekuler yang mempengaruhi manusia dan kesehatannya. Adapun situsakses NCBI adalah : www.ncbi.nlm.nih.gov Bioinformatika merupakan kajian yang memadukan disiplin biologi molekul,matematika dan teknik informasi (TI). Ilmu ini didefinisikan sebagai aplikasi dari alat komputasi dan analisa untuk menangkap dan menginterpretasikan data-data biologi molekul. Biologi molekul sendiri juga merupakan bidang interdisipliner, mempelajari kehidupan dalam level molekul. Mula-mula bidang kajian ini muncul atas inisiatif paraahli biologi molekul dan ahli statistik, berdasarkan pola pikir bahwa semua gejala yangada di alam ini bisa dibuat secara artificial melalui simulasi dari data-data yang ada.Pada bidang Bioinformatika, data-data atau tindak-tanduk gejala genetika menjadi inti pembentukan simulasi. Pada saat ini, Bioinformatika ini mempunyai peranan yangsangat penting, diantaranya adalah untuk manajemen data-data biologi molekul,terutama sekuen DNA dan informasi genetika. Perangkat utama Bioinformatika adalah software dan didukung oleh kesediaan internet (Jordan, 1999). Sebagian besar ahli Biologi mengistilahkan Bioinformatika sebagai sarana menggunakan komputer untuk menyimpan, melihat atau mengambil data, menganalisa atau memprediksi komposisi atau struktur dari biomolekul. Ketika kemampuan komputer menjadi semakin tinggi maka proses yang dilakukan dalam Bioinformatika dapat ditambah dengan melakukan simulasi. Yang termasuk biomolekul diantaranya adalah materi genetik dari manusia asam nukleat dan produk dari gen manusia, yaitu protein. Hal-hal diataslah yang merupakan bahasan utama dari Bioinformatika "klasik", terutama berurusan dengan analisis sekuen (sequence analysis). Oleh karena itu, pada praktikum kali ini dilaksanakan untuk menelusuri identitas suatu gen berdasarkan sekuen gen nukleotida dan mengetahui informasi mengenai suatu gen. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana cara mahasiswa melakukan penelusuran bioinformatika di internet ? 2. Apakah mahasiswa dapat mengetahui fungsi dari bioinformatika ? 3. Apakah mahasiswa mampu menentukan sekuen DNA, sekuen gen, dan protein,serta jalur yang berperan dalam proses transduksi sinyal yang melibatkan suatu protein ?
4
1.3 Tujuan Praktikum 1. Mahasiswa mengetahui cara melakukan penelusuran bioinformatika di internet. 2. Mahasiswa dapat mengetahui fungsi bioinformatika. 3. Mahasiswa mampu menetukan sekuen DNA, sekuen gen, danprotein, serta jalur yang berperan dalam proses transduksi sinyal yang melibatkan suatu protein.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioinformatika Studi Bioinformatika mulai tumbuh sebagai akibat dari perkembangan berbagai metode sekuens baru yang menghasilka data yang sangat banyak. Hal tersebut, secara kebetulan, didukung pula oleh teknologi penyimpanan, manajemen, dan pertukaran data melalui komputer. Inovasi dalam pemetaan dan sekuensing memiliki peran penting dalam proses pengambilan data biologis. Penggunaan Yeast Artificial Chromosome (YAC), sangat membantu dalam konstruksi peta fisik genom kompleks secara lengkap (Touchmann & Green, 1998). Untuk mengklon fragmen-fragmen DNA besar (sekitar 150.000 pasangan basa) digunakan bacterial Artificial Chromosome (BAC). Kemungkinan, teknologi yang paling banyak kontribusinya adalah teknologi PCR. Walaupun tergolong tua (PCR ditemukan tahun 1985), meode ini sangat efektif, dan telah mengalami penyempurnaan selama bertahun-tahun (Riski, 2008). Perkembangan teknologi sekuensing dimulai dan semi-automatic sequencer yang pertama pada tahun 1987, dilanjutkan dengan Taq Cycle sequencing pada tahun 1990. Pelabelan Flourescen fragmen DNA dengan Sanger dideoxy Chain Termination Method, merupakan dasar bagi proyek sekuensing skala besar. Seluruh perkembangan tersebut sia-sia saja tanpa obyek yang diteliti, yang memiliki nilai komersil tinggi dan data yang berlimpah. Gampang ditebak, pasti Manusia melalui Human Genome Project. Selain perkembangan dalam bidang Genomik, Bioinformatika sangat dipengaruhi oleh perkembangan di bidang teknologi informasi dan komputer (Rizki,2008). Pada fase awal (sekitar tahun 80-an) perkembangan yang paling signifikan adalah kapasitas penyimpanan data. Dari hanya baeberapa puluh byte (1980), hingga mencapai Terabyte (1 terabyte=1 trilyun byte), setelah pembuatan database, selanjutnya dimulai perkembangan pemuatan perangkat lunak untuk mengolah data. Awalnya, metode yang digunakan hanya pencariaan kata kunci, dan kalimat pendek. Perkembangan selanjutnya berupa perangkat lunak dengan algoritma yang lebih kompleks, seperti penyandian nukleotida, menjadi asam-asam amino, kemudian membuat struktur proteinnya. Saat ini, perangkat lunak yang tersedia meliputi pembacaan sekuens nukleotida dari gel elektroforesis, prediksi kode protein, identifikasi primer, 6
perbandingan sekuens, analisis kekerabatan, pengenalan pola dan prediksi struktur. Dengan perkembangan seperti diatas, ternyata masih belum cukup. Kurangnya pemahaman terhadap sistem biologis dan organisasi molekular membua analisis sekuens masih mengalami kesulitan. Perbandingan sekuens antar spesies masih sulit akibat variabilitas DNA (Rizki, 2008). Usaha yang dilakukan saat ini, baru mencoba mempelajari teori-teori tersebut melalui proses inferensi, penyesuaian model, dan belajar dari contoh yang tersedia. Perkembangan perangkat keras komputer juga berperan sangat penting. Kecepatan prosesor, kapasitas RAM, dan kartu grafik merupakan salah satu pendorong majunya bioinformatika. Terakhir perkembangan bioinformatika sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan jaringan Internet. Mulai dari e-mail, FTP, Telnet (1980-an), Gopher, WAIS, hingga ditemukannya World Wide Web oleh Tim Berners-Lee pada tahun 1990, mendukung kemudahan transfer data yang cepat dan mudah. Saat ini, telah tersedia sekitar 400 database biologis yang dapat diakses melalui internet (Riszki, 2008). 2.2 Dogma Sentral Dogma sentral pada dasarnya merupakan suatu yang menggambarkan kerja DNA, yaitu informasi yang terkandung didalam DNA, yang selanjutnya digunakan untuk menghasilkan molekul RNA melalui transkripsi dan dari RNA ini akan dilanjutkan untuk menghasilkan suatu protein melalui proses translasi. Dalam pengertian lain disebutkan bahwa dogma central merupakan penjelasan dari suatu ekspresi gen dari DNA RNA Protein. Informasi yang terkandung didalam DNA, digunakan untuk menghasilkan molekul RNA melalui transkripsi dan dari RNA ini akan dilanjutkan untuk menghasilkan suatu protein melalui proses translasi, dengan informasi genetik ditransmisi dari satu generasi ke generasi selanjutnya melalui penyalinan dari DNA ke DNA. Modifikasi pada dogma sentral, diperlukan karena dari berbagai modus transkripsi virus dan replikasi genom. Modifikasi ini terjadi karena kesalahan yang diakibatkan adanya gangguan. Gangguan ini menyebabkan diantaranya RNA dapat mengalami transkripsi balik menghasilkan DNA serta RNA dapat mengalami replikasi genom menjadi RNA lagi.
7
Mekanisme Dogma sentral biologi terbagi atas 3 tahapan besar, yaitu replikasi, transkripsi, dan translasi. Ketiga tahap ini memungkinkan penyalinan materi genetik menjadi protein. a. Replikasi
Mekanisme terjadinya replikasi (a: strands, b: leading strand, c: lagging strand, d: helikase, e: primer, f: Fragmen Okazaki). Replikasi merupakan proses duplikasi DNA menjadi DNA dengan bantuan DNA polimerase. DNA memiliki struktur antiparalel. Beberapa jenis protein dan enzim yang terlibat
dalam
replikasi
DNA
adalah helikase, single
strand
DNA-binding
protein, primase, DNA polimerase, girase, dan ligase. Pada tahap awal, kompleks helikase-primase akan membuka rantai ganda DNA menjadi 2 rantai tunggal leading strand dan lagging strand. Namun, DNA merupakan struktur yang stabil sehingga memiliki kecenderungan untuk kembali ke struktur rantai ganda. single strand DNAbinding protein berperan untuk mencegah kedua rantai tunggal yang telah terpisah 8
kembali menyatu. Selanjutnya, DNA polimerase tidak dapat mulai bekerja bila tidak ada daerah RNA yang dikenalinya. Daerah primer RNA ini akan dibuat oleh primase. Ketika primase telahmemasang daerah primer yang dikenali DNA polimerase, maka DNA polimerase akan memulai sintesis DNA baru dengan arah 5'->3'. Karena DNA memiliki struktur antiparalel, maka pada rantai utama, pola sintesis rantai ganda akan berjalan dari arah 3'->5' (terjadi pada leading strand). Tidak seperti leading strand yang proses replikasi langsung dilakukan, pada lagging strand yang memiliki konformasi 5'->3', DNA polimerase tidak dapat langsung bekerja karena akan menghasilkan struktur DNA yang paralel. Oleh karena itu, diperlukan fragmen Okazaki. Fragmen ini akan diletakkan oleh primase pada jarak beberapa basa di depan sehingga replikasi dapat dilakukan dengan arah 5'->3'. Hal ini akan terus berulang, sehingga replikasi DNA berjalan secara setahap demi setahap. Enzim ligase berperan untuk menyambungkan fragmen Okazaki dengan hasil replikasi DNA. Fungsi utama dari replikasi adalah untuk menggantikan sel yang tua dengan sel yang baru dan segar. Selain itu, replikasi juga berperan dalam penurunan sifat dari orang tua ke anaknya. b. Transkripsi
Mekanisme terjadinya transkripsi Transkripsi merupakan proses perubahan DNA menjadi RNA dengan bantuan RNA polimerase. Transkripsi terjadi di nukleus dan hasil RNA akan dibawa menuju sitoplasma untuk tahap translasi. Perbedaan DNA dan RNA adalah keberadaan gugus basa Timin (T) pada DNA yang digantikan oleh gugus basa Urasil (U). Tiga tahapan utama transkripsi adalah: 9
Penempelan RNA polimerase pada DNA (Inisiasi) RNA polimerase akan menempel pada bagian DNA yang diikat oleh promotor. strand yang akan menjadi cetakan adalah rantai anti-sense sedangkan rantai sense tidak akan mengalamin proses transkripsi. Dari lokasi inilah transkripsi akan berlangsung dan cetakan RNA dibuat.
Elongasi Proses elongasi membutuhkan beberapa jenis faktor transkripsi. Pada proses ini akan terjadi pemanjangan hasil transkripsi DNA.
Terminasi Transkripsi akan berakhir bila RNA polimerase bertemu dengan terminator yang menyebabkan lepasnya RNA polimerase dari rantai anti-sense DNA.
c. Translasi Translasi merupakan proses sintesis RNA menjadi protein dengan bantuan ribosom. Pada eukariot, proses ini terjadi di retikulum endoplasma sedangkan pada prokariot proses ini terjadi di sitoplasma. Tidak semua RNA dapat disintesis menjadi protein, salah satu jenis RNA yang tidak dapat ditranslasi adalah mRNA. 2.3 Struktur Protein Protein yang tersusun dari rantai asam amino akan memiliki berbagai macam struktur yang khas pada masing-masing protein. Karena protein disusun oleh asam amino yang berbeda secara kimiawinya, maka suatu protein akan terangkai melalui ikatan peptida dan bahkan terkadang dihubungkan oleh ikatan sulfida. Selanjutnya protein bisa mengalami pelipatan-pelipatan membentuk struktur yang bermacam-macam. Adapun struktur protein meliputi struktur primer, struktur sekunder, struktur tersier, dan struktur kuartener (Gambar 2). Semua protein memiliki setidaknya dua tingkat struktur. Gugus asam amino yang membentuk protein semua membawa muatan listrik. Biaya mereka bertanggung jawab atas fakta bahwa beberapa bagian dari rantai protein menarik satu sama lain dan bagian lainnya saling tolak. Rantai asam amino, oleh karena itu, selalu mengambil semacam struktur tiga dimensi. Yang paling umum dari struktur ini dikenal sebagai helix alpha.
10
1. Struktur Primer Struktur primer merupakan struktur yang sederhana dengan urutan-urutan asam amino yang tersusun secara linear yang mirip seperti tatanan huruf dalam sebuah kata dan tidak terjadi percabangan rantai (Gambar 4). Struktur primer terbentuk melalui ikatan antara gugus α–amino dengan gugus α–karboksil (Gambar 3). Ikatan tersebut dinamakan ikatan peptida atau ikatan amida (Berg et al., 2006; Lodish et al., 2003). Struktur ini dapat menentukan urutan suatu asam amino dari suatu polipeptida (Voet & Judith, 2009).
Gambar 3. Reaksi pembentukan peptida melalui reaksi dehidrasi (Voet & Judith, 2009).
Gambar 4. Struktur primer dari protein (Campbell et al., 2009).
11
2. Struktur Sekunder Struktur
sekunder merupakan
kombinasi
antara
struktur
primer
yang
linear distabilkan oleh ikatan hidrogen antara gugus =CO dan =NH di sepanjang tulang belakang polipeptida. Salah satu contoh struktur sekunder adalah α-heliks dan βpleated. Struktur ini memiliki segmen-segmen dalam polipeptida yang terlilit atau terlipat secara berulang. (Campbell et al., 2009; Conn, 2008). 3. Struktur Tersier Pada struktur tersier sudah berbentuk gumpalan. Pada struktur ini terdapat empat macam ikatan, antara lain :
Ikatan ion (interaksi ionik), jika terdapat ion negatif (-) dari gugus karboksil dan
ion (+) dari NH3, maka akan ada akatan ion.
Ikatan hidrigen
Ikatan interaksi non polar (interaksi antara gugus-gugus non polar)
Ikatan sulfida (jika Sulfur bertemu dengan sulfur maka akan terbentuk ikatan
disulfida) Struktur tersier mudah larut didalam air. Karena gugus yang bersifat non polar akan bersembunyi didalam dan gugus yang bersifat polar berada di luar. Ikatan yang dibentuk oleh struktur tersier ini juga sangat lemah, mudah terputus. Sehingga menjadi ikatan sekunder dan tidak dapat larut didalam air (terjadi denaturasi) dan selanjutnya akan berakhir pada ikatan promer. 4. Struktur Quartener Adalah gabungan dari ikatan tersier, misalnya haemoglobin (larut didalam air). Ikatan quarterner juga ikatan yang tidak kuat. Pada ikatan ini juga memiliki kemungkinan untuk terjadi denaturasi. Terdapat ikatan denaturasi yang tetap (permanen) dan reprosible.
12
BAB III METODE KERJA 3.1
Alat dan Bahan a.
Alat
: - Seperangkat lengkap komputer dengan assesorisnya : - Koneksi internet
b. 3.2
Bahan
: - Gen EBP
Cara Kerja 1. Mencari Sekuen DNA, Sekuen Asam Amino, Struktur Protein dan Domain Fungsional Protein a. Dibuka situs www.genenames.org. Diperoleh tampilan seperti di bawah ini. Dimasukkan nama gen yang dicari.
b. Dimasukkan nama protein NFAT-2 dan didapatkan hasil sebagai berikut
13
c. Diklik Entrez Gene
14
d. Diklik link protein untuk memperoleh informasi lebih lanjut lalu discroll ke bawah dan didapatkan pathway dari protein NFAT-2
e. Dibuka link GenBank
15
16
f.
Diklik CDDsearch result
g. Hasil tampilan super family
h. Diklik link NCBI Sequence Viewer
17
i.
Tampilan OMIM
18
19
20
21
2. Mencari struktur sekunder suatu protein a. Dibuka situs www.pdb.org dan dicari protein NFAT-2
b. Dipilih satu hasil pencarian
c. Diperoleh struktur kuartener dari protein
d. Dibuka situs PDB sum di www.ebi.ac.uk/thornton-srv/databases/pdbsum 22
e. Hasil tampilan find pada pdb sum
f.
Diklik protein chain untuk memperoleh struktur sekunder
23
3. Mencari transduksi sinyal terkait dengan protein tertentu a. Dibuka situs http://cgap.nci.nih.gov/Pathways
b. Diklik pathway searcher
c. Diklik go
d. Diklik legend 24
25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Protein NFAT adalah salah satu protein yang penting sebagai faktor transkripsi. Protein NFAT mengarahkan program biologis spesifik dalam berbagai sel dan jaringan. Famili NFAT terdiri dari lima anggota yaitu NFAT5 (TonEBP) ditemukan di Drosophila sementara gen-gen yang mengkode empat protein NFAT yang diatur kalsium yaitu NFAT1–4 (juga dikenal sebagai NFATc1-c4). Kelima protein NFAT diklasifikasikan ke dalam satu famili berdasarkan urutan dan kesamaan struktural dari domain pengikatan DNA dimana tingkat kesamaan urutan adalah 60%–70% ketika NFAT1–4 dibandingkan di antara famili yang lain dan 40%–50% ketika NFAT1– 4 dibandingkan dengan NFAT5. NFAT adalah faktor transkripsi yang diatur oleh masuknya kalsium. Ketika terfosforilasi, hanya terbatas pada sitoplasma sel dan menjadi tidak aktif. Setelah aktivasi sel T, masuknya kalsium yang terjadi akan mengaktifkan kalsinurin fosfatase yang mengaktifkan NFAT dengan cara deposforilasi. Obat imunosupresif cyclosporin A dan tacrolimus dapat menghambat terjadinya proses ini. Konsekuensi dari respon kalsium yang berubah diamati pada sel SLE T adalah peningkatan translokasi nuklir NFATc2 (isoform NFAT utama dalam sel T) . Akibatnya, ekspresi gen yang diatur oleh NFAT diubah. Gen CD40LG (CD40L), molekul ko-stimulasi penting yang digunakan oleh sel T untuk menstimulasi produksi antibodi dan aktivasi sel dendritik, diekspresikan berlebihan dalam sel SLE T sebagai hasil dari aktivitas NFAT yang meningkat. Kerumitan defek regulasi gen sel SLE T diilustrasikan oleh fakta bahwa meskipun NFAT juga mempromosikan transkripsi IL2, produksi sitokin ini secara tak terduga menurun (lihat di bawah). Fenomena yang tampaknya paradoks ini terjadi karena dalam beberapa kasus, seperti halnya dengan promotor IL-2, NFAT harus berpasangan dengan faktor transkripsi lainnya (misalnya AP-1 dalam kasus IL-2) untuk menggunakan efeknya pada transkripsi. NFAT2 merupakan faktor transkripsi yang memainkan peran dalam ekspresi gen sitokin diinduksi dalam sel T, terutama dalam induksi IL-2 dan IL-4. Juga mengontrol ekspresi gen dalam sel jantung embrio. Bisa mengatur tidak hanya aktivasi dan proliferasi tetapi juga diferensiasi dan kematian yang diprogram dari sel limfoid dan nonlymphoid. Enam varian isoform sambatan telah diidentifikasi. Dinyatakan dalam timus, leukosit perifer sebagai T-sel dan limpa. Isoform A diekspresikan secara khusus dalam sel T efektor (timus dan leukosit perifer) sedangkan isoform B dan isoform C secara preferensi diekspresikan dalam sel T naif (limpa). Isoform B diekspresikan dalam sel T naif setelah paparan antigen 26
pertama dan isoform A diekspresikan dalam sel T efektor setelah paparan antigen kedua. Catatan: Deskripsi ini mungkin termasuk informasi dari UniProtKB.
4.2 Analisis Sekuen Gen Sekuen DNA adalah sebuah seri huruf huruf mewakilkan struktur primer dari molekul DNA “starnd” nyata atau hipotesis. Huruf yang digunakan adalah A,C,G, dan T mewakili empat nukleotida yang merupaka sub unit dari untai DNA, dan biasanya ditelus jejer tanpa spasi. Sekuens ini disebut informasi genetic. Berikut merupakan sekuens gen dari NFAT-2.
Sekuen DNA adalah sebuah seri huruf huruf mewakilkan struktur primer dari molekul DNA “starnd” nyata atau hipotesis. Huruf yang digunakan adalah A,C,G, dan T mewakili empat nukleotida yang merupaka sub unit dari untai DNA, dan biasanya ditelus jejer tanpa spasi. Sekuens ini disebut informasi genetic. Berikut merupakan sekuens gen dari NFAT-2
27
LOCUS HSU08015 2743 bp PRI 08-JUL-1994 DEFINITION Human NF-ATc mRNA, complete cds. 28
mRNA
linear
ACCESSION VERSION KEYWORDS SOURCE ORGANISM
U08015 U08015.1 . Homo sapiens (human) Homo sapiens Eukaryota; Metazoa; Chordata; Craniata; Vertebrata; Euteleostomi; Mammalia; Eutheria; Euarchontoglires; Primates; Haplorrhini; Catarrhini; Hominidae; Homo. REFERENCE 1 (bases 1 to 2743) AUTHORS Northrop,J.P., Ho,S.N., Chen,L., Thomas,D.J., Timmerman,L.A., Nolan,G.P., Admon,A. and Crabtree,G.R. TITLE NF-AT components define a family of transcription factors targeted in T-cell activation JOURNAL Nature 369 (6480), 497-502 (1994) PUBMED 8202141 REFERENCE 2 (bases 1 to 2743) AUTHORS Ho,S.N. TITLE Direct Submission JOURNAL Submitted (24-MAR-1994) Steffan N. Ho, Department of Pathology, Stanford University, Howard Hughes Medical Institute, Beckman Center for Molecular and Genetic Medicine, Stanford, CA 94305, USA FEATURES Location/Qualifiers source 1..2743 /organism="Homo sapiens" /mol_type="mRNA" /db_xref="taxon:9606" /clone="clones 2.1, 1.9, 6/11 and 27" /cell_line="Jurkat T cell leukemia line" /cell_type="T-lymophocyte" /clone_lib="Jurkat cDNA lib of D. Thomas and human peripheral blood cDNA lib of A. Krensky" mRNA 1..2743 CDS 240..2390 /standard_name="T cell transcription factor NF-ATc" /note="cytosolic component of the nuclear factor of activated T cells" /codon_start=1 29
/product="NF-ATc" /protein_id="AAA19601.1" /translation="MPSTSFPVPSKFPLGPAAAVFGRGETLGPAPRAGGTMKSAEEEH YGYASSNVSPALPLPTAHSTLPAPCHNLQTSTPGIIPPADHPSGYGAALDGGPAGYFL SSGHTRPDGAPALESPRIEITSCLGLYHNNNQFFHDVEVEDVLPSSKRSPSTATLSLP SLEAYRDPSCLSPASSLSSRSCNSEASSYESNYSYPYASPQTSPWQSPCVSPKTTDPE EGFPRGLGACTLLGSPQHSPSTSPRASVTEESWLGARSSRPASPCNKRKYSLNGRQPP YSPHHSPTPSPHGSPRVSVTDDSWLGNTTQYTSSAIVAAINALTTDSSLDLGDGVPVK SRKTTLEQPPSVALKVEPVGEDLGSPPPPADFAPEDYSSFQHIRKGGFCDQYLAVPQH PYQWAKPKPLSPTSYMSPTLPALDWQLPSHSGPYELRIEVQPKSHHRAHYETEGSRGA VKASAGGHPIVQLHGYLENEPLMLQLFIGTADDRLLRPHAFYQVHRITGKTVSTTSHE AILSNTKVLEIPLLPENSMRAVIDCAGILKLRNSDIELRKGETDIGRKNTRVRLVFRV HVPQPSGRTLSLQVASNPIECSQRSAQELPLVEKQSTDSYPVVGGKKMVLSGHNFLQD SKVIFVEKAPDGHHVWEMEAKTDRDLCKPNSLVVEIPPFRNQRITSPVHVSFYVCNGK RKRSQYQRFTYLPANGNAIFLTVSREHERVGCFF" regulatory 2727..2732 /regulatory_class="polyA_signal_sequence" polyA_site 2743 /note="46 A residues" ORIGIN 1 gaattccgca gggcgcgggc accggggcgc gggcagggct cggagccacc gcgcaggtcc 61 tagggccgcg gccgggcccc gccacgcgcg cacacgcccc tcgatgactt tcctccgggg 121 cgcgcggcgc tgagcccggg gcgagggctg tcttcccgga gacccgaccc cggcagcgcg 181 gggcggccac ttctcctgtg cctccgcccg ctgctccact ccccgccgcc gccgcgcgga 241 tgccaagcac cagctttcca gtcccttcca agtttccact tggccctgcg gctgcggtct 301 tcgggagagg agaaactttg gggcccgcgc cgcgcgccgg cggcaccatg aagtcagcgg 361 aggaagaaca ctatggctat gcatcctcca acgtcagccc cgccctgccg ctccccacgg 30
421 cgcactccac ggcatcatcc 481 cgccggcgga gcgggctact 541 tcctctcctc cctcgcatcg 601 agataacctc gatgtggagg 661 tggaagacgt agtctgccca 721 gcctggaggc tcctcccgga 781 gctgcaactc gcgtcccccc 841 agacgtcgcc gaggagggct 901 ttccccgcgg ccctccacct 961 cgccccgcgc agacccgcgt 1021 ccccttgcaa tcaccccacc 1081 actcgcccac gactcgtggt 1141 tgggcaacac gcgctgacca 1201 ccgacagcag accaccctgg 1261 agcagccgcc ggcagccccc 1321 cgcccccggc aggaagggcg 1381 gcttctgcga aagcccaagc 1441 ccctgtcccc cagctgccgt 1501 cccactcagg caccgagccc 1561 actacgagac caccccatcg 1621 tgcagctgca attgggacgg 1681 cggacgaccg acagggaaga 1741 ccgtgtccac gagatcccac
cctgccggcc ccgtgccaca accttcagac ctccacaccg tcacccctcg gggtacggag cagctttgga cggtgggccc cggccacacc aggcctgatg gggcccctgc cctggagagt gtgcttgggc ctgtaccaca acaataacca gtttttccac cctccctagc tccaaacggt ccccctccac ggccacgctg ctacagagac ccctcgtgcc tgagcccggc cagcagcctg agaggcctcc tcctacgagt ccaactactc gtacccgtac atggcagtct ccctgcgtgt ctcccaagac cacggacccc gctgggggcc tgcacactgc tgggttcccc gcagcactcc cagcgtcact gaggagagct ggctgggtgc ccgctcctcc caagaggaag tacagcctca acggccggca gccgccctac gccgtccccg cacggctccc cgcgggtcag cgtgaccgac cacccagtac accagctcgg ccatcgtggc cgccatcaac cctggacctg ggagatggcg tccctgtcaa gtcccgcaag ctcagtggcg ctcaaggtgg agcccgtcgg ggaggacctg cgacttcgcg cccgaagact actcctcttt ccagcacatc ccagtacctg gcggtgccgc agcaccccta ccagtgggcg tacgtcctac atgagcccga ccctgcccgc cctggactgg cccgtatgag cttcggattg aggtgcagcc caagtcccac ggagggcagc cggggggccg tgaaggcgtc ggccggagga tggctacttg gagaatgagc cgctgatgct gcagcttttc cctgctgcgc ccgcacgcct tctaccaggt gcaccgcatc caccagccac gaggctatcc tctccaacac caaagtcctg
31
1801 tcctgccgga aaactcagaa 1861 actccgacat acacgggtac 1921 ggctggtgtt ctgcaggtgg 1981 cctccaaccc gtggagaagc 2041 agagcacgga ggccacaact 2101 tcctgcagga catgtctggg 2161 agatggaagc gttgagatcc 2221 cgccatttcg gtctgcaacg 2281 ggaagagaaa ggtaacgcca 2341 tctttctaac agacgcagaa 2401 acgacgtcgc gtcccgttag 2461 tgagaccgag gatgcatttt 2521 ccttgatccc acggttattt 2581 tgcttcttgc ccaaaaaact 2641 gagggggtcc gcaaataggt 2701 atagctattt
gaacagcatg cgagccgtca ttgactgtgc cggaatcctg tgaacttcgg aaaggagaga cggacatcgg gaggaagaac ccgcgttcac gtcccgcaac ccagcggccg cacgctgtcc catcgaatgc tcccagcgct cagctcagga gctgcctctg cagctatccg gtcgtgggcg ggaagaagat ggtcctgtct ctccaaggtc attttcgtgg agaaagcccc agatggccac gaaaactgac cgggacctgt gcaagccgaa ttctctggtg gaatcagagg ataaccagcc ccgttcacgt cagtttctac gcgaagccag taccagcgtt tcacctacct tcccgccaac cgtaagccgt gaacatgagc gcgtggggtg ctttttctaa cgtaaagcag cgtggcgtgt tgcacattta actgtgtgat ccatcgatgc cctgaaaagg aaaggaaaag ggaagcttcg tgttgggggt ggggggcggg ggttgcatac tcagatagtc gaatgtataa cagccaaggg gaaaacatgg ctcttctgct tggtgtgcat ttgcacccta aagctgctta cggtgaaaag tgcaggcacc tttaggaata aactttgctt tta
4.3 Struktur Primer Protein NFAT-2 Struktur Primer disebut juga struktur linier asam amino. Susunan tersebut merupakan rangkaian unik asam amino yang menentukan sifat dasar dari berbagai protein dan secara umum menentukan bentuk struktur sekunder dan tersier. 4.4 Struktur Sekunder NFAT-2 Struktur sekunder adalah struktur yang terbentuk karena kekuatan menarik diantara asam amon dalam rangkaian protein menyebabkan struktur utama membelit, melingkar, dan melipat terhadap dirinya sendiri. Bentuk-bentuk yang dapat dihasilkan seperti spiral, heliks, dan lemb 32
aran. Bentuk ini dinamakan struktur sekunder. Dalam kenyataannya struktur protein biasanya merupakan polipeptida yang terlipat-lipat dalam bentuk tiga dimensi dengan cabang-cabang rantai polipeptidanya.
Struktur sekunder adalah struktur yang terbentuk karena kekuatan menarik diantara asam amon dalam rangkaian protein menyebabkan struktur utama membelit, melingkar, dan melipat terhadap dirinya sendiri. Bentuk-bentuk yang dapat dihasilkan seperti spiral, heliks, dan lembaran. Dalam kenyataannya struktur protein biasanya merupakan polipeptida yang terlipat-lipat dalam bentuk tiga dimensi dengan cabang-cabang rantai polipeptidanya. Dalam struktur sekunder protein NFAT-2 terdapat 1 struktur helix dan 7 struktur strands. Faktor nuklir yang diaktifkan keluarga sel T (NFAT) merupakan faktor transkripsi yang mengatur ekspresi gen sitokin dengan mengikat ke daerah promotor / penambah gen responsifantigen, biasanya bekerja sama dengan pasangan pengikat DNA heterolog. Di sini telah dilaporkan struktur solusi dari kompleks biner yang terbentuk antara domain DNA-pengikat inti NFATC1 manusia dan situs DNA ARRE2 dari promotor interleukin-2. Struktur mengungkapkan bahwa pengikatan DNA menginduksi pelipatan unsur-unsur struktural kunci yang diperlukan untuk pengenalan urutan-spesifik dan pembentukan kontak protein-protein kooperatif. Orientasi domain pengikatan DNA NFAT yang diamati dalam kompleks NFATC1-DBD * / DNA biner berbeda dari yang terlihat di kompleks NFATC2 / AP-1 / DNA terner, yang menunjukkan bahwa domain reorientasi pada pembentukan kompleks transkripsional kooperatif.
33
4.5 Struktur Supersekunder (motif) NFAT-2 Struktur Supersekunder (motif) terjadi karena interaksi asam amino yang berakibat pada pembentukan struktur protein. Kombinasi dari struktur beta dan alfa heliks menghasilkan motif atau protein yang tersusun dalam dua atau tiga (protein oligomerik) dengan susunan alfa-beta-alfa atau beta-alfa-beta. Struktur Supersekunder (motif) terjadi karena interaksi asam amino yang berakibat pada pembentukan struktur protein. Kombinasi dari struktur beta dan alfa heliks menghasilkan motif atau protein yang tersusun dalam dua atau tiga (protein oligomerik) dengan susunan alfa-beta-alfa atau beta-alfa-beta. Terdapat tiga struktur supersekunder dari protein NFAT-2, yaitu antara lain :
17 Beta turns
8 Gamma turns
3 Beta hairpins
34
35
4.6 Struktur Kuartener NFAT-2 Struktur kuarterner adalah gambaran dari pengaturan sub-unit atau promoter protein dalam ruang. Struktur ini memiliki dua atau lebih dari sub-unit protein dengan struktur tersier yang akan membentuk protein kompleks yang fungsional. Struktur kuartener pada protein NFAT2 didapatkan sruktur seperti gambar dibawah ini.
36
SOLUTION NMR STRUCTURE OF THE CORE NFATC1/DNA COMPLEX, 18 STRUCTURES 4.7 Domain Protein NFAT-2 Domain merupakan salah satu unit dari protein yang independent secara structural yang memiliki karakteristik berupa protein globular kecil. Domain bertanggung jawab terhadap aktifitas protein dan biasanya memiliki fungsi yang spesifik. Pembagian domain menurut fungsinya: DNA binding domains, RNA binding domains, ligan domains, dan oligomerization domains. Source
: Homo sapiens
Protein
: NFAT-2
Jumlah Domain
:3
RHD-n_NFAT
N-terminal sub-domain dari domain homologi Rel (RHD) bagian faktor nuklir dari protein T-sel yang diaktifkan (NFAT) Protein yang mengandung domain homologi Rel (RHD) adalah faktor transkripsi metazoan. RHD terdiri dari dua subdomain struktural; model ini mencirikan sub-domain RHD N37
terminal family NFAT terhadap faktor-faktor transkripsi. Kompleks transkripsi NFAT adalah target kalsineurin, calcium dependent phosphatase, dan mengaktifkan gen yang terutama terlibat dalam interaksi dengan sel. Setelah defosforilasi sinyal lokalisasi nuklir, NFAT memasuki nukleus dan bertindak sebagai faktor transkripsi; ekspornya dari nukleus dipicu oleh fosforilasi melalui kinase ekspor. NFAT memainkan peran penting dalam memediasi respon imun, dan ditemukan dalam sel T, Sel B, sel NK, sel mast, dan monosit. NFATs juga ditemukan di
berbagai
jenis
sel
non-
hematopoietik, di mana mereka memainkan peran dalam pengembangan. IPT super family
Lipatan
serupa dengan imunoglobulin, Plexin, Faktor
transkripsi
(IPT).
IPT
juga
dikenal
sebagai
domain
Transkripsi Fact ImmunoGlobin (TIG). Mereka hadir dalam faktor transkripsi intraseluler, reseptor permukaan sel (seperti plexin dan scatter factor receptors) serta siklodekstrin glikosiltransferase dan enzim serupa. Meskipun mereka terlibat dalam pengikatan DNA dalam faktor transkripsi, fungsi mereka pada protein lain tidak diketahui. Dalam faktor-faktor transkripsi ini, IPT membentuk homo- atau heterodimer dengan pengecualian faktor nuklir faktor transkripsi aktif Tcells (NFAT) yang terutama monomer. Atrophin-1 super Atrophin-1 adalah produk protein dari gen dentatorubralfamily
pallidoluysian atrophy (DRPLA). DRPLA OMIM: 125370 adalah
gangguan
neurodegeneratif
progresif.
Hal
ini
disebabkan oleh ekspansi pengulangan CAG pada gen DRPLA pada kromosom 12p. Hal ini menghasilkan daerah polyglutamine diperpanjang di atrophin-1, yang diduga memberi toksisitas terhadap protein, mungkin melalui mengubah interaksinya dengan protein lain. Perluasan 38
ulangan CAG juga merupakan cacat yang mendasarinya pada enam gangguan neurodegeneratif lainnya, termasuk penyakit Huntington. Salah satu interaksi pengulangan polyglutamine yang dianggap patogen adalah dengan pengulangan glutamin pendek dalam koaktivator transkripsi CREB mengikat protein, CBP. Interaksi ini menarik CBP menjauh dari lokasi nuklirnya. Hal ini mengganggu transkripsi yang dimediasi CBP dan menyebabkan sitotoksisitas.
4.7 Fungsi, Mekanisme dan Jalur Signaling NFAT-2 Fosforilasi dan defosforilasi adalah kunci untuk mengontrol fungsi NFAT dengan menyamarkan dan membuka sinyal lokalisasi nuklir, seperti yang ditunjukkan oleh tingginya jumlah situs fosforilasi di domain peraturan NFAT. Protein NFAT memiliki kapasitas pengikatan DNA yang lemah. Oleh karena itu, untuk mengikat DNA secara efektif, protein NFAT harus bekerja sama dengan faktor transkripsi penduduk nuklir lainnya yang secara umum disebut sebagai NFATn. NFAT ini memungkinkan integrasi dan deteksi kebetulan sinyal kalsium dengan jalur pensinyalan lainnya seperti ras-MAPK atau PKC. Selain itu, integrasi sinyal ini terlibat dalam ekspresi gen spesifik jaringan selama pengembangan. Layar sekuens ncRNA yang diidentifikasi dalam proyek sekuens EST dan ditemukan 'ncRNA represor dari faktor nuklear dari sel T yang diaktifkan yang disebut NRON. Kelas yang paling dikenal dari situs pengikatan untuk NFAT adalah pembentukan komplek kooperatif dengan AP-1 atau protein bZIP lainnya untuk membentuk NFAT komposit situs AP-1 yang terlibat dalam transkripsi gen dalam sel imun dan pengikatan ke situs-situs konvensional. Protein keluarga-rel. Promotor dan enhancer NFATdependent cenderung memiliki 3-5 situs pengikatan NFAT, yang menunjukkan bahwa urutan yang lebih tinggi, interaksi sinergis antara protein yang relevan dalam kompleks kooperatif diperlukan untuk transkripsi yang efektif. Aktivasi limfosit T adalah peristiwa penting untuk respon yang efisien dari sistem kekebalan tubuh. Ini membutuhkan keterlibatan reseptor sel-T (TCR) serta molekul-molekul perangsang seperti CD28. Keterlibatan reseptor ini melalui interaksi dengan antigen asing yang terkait dengan molekul kompleks histokompatibilitas utama dan reseptor counter-CD28 B7.1 / 39
B7.2, masing-masing, menghasilkan serangkaian sinyal kaskade. Kaskade ini terdiri dari susunan protein-tirosin kinase, fosfatase, protein pengikat GTP dan protein adaptor yang mengatur fungsi generik dan khusus, yang mengarah ke proliferasi sel T, produksi sitokin dan diferensiasi ke dalam sel efektor.
4.8 Penyakit yang terkait dengan NFAT-2 (OMIM) NFAT memainkan peran dalam regulasi peradangan penyakit radang usus (IBD). Dalam gen yang mengkodekan LRRK2 (leucine-rich repeat kinase 2). Kinase LRRK2 merupakan inhibitor untuk berbagai NFATc2, sehingga pada tikus yang kekurangan LRRK2, peningkatan aktivasi NFATc2 ditemukan di makrofag. [11] Hal ini menyebabkan peningkatan sitokin tergantung NFAT yang memicu serangan kolitis yang parah. NFAT juga memainkan peran dalam Rheumatoid Arthritis (RA), penyakit autoimun yang memiliki komponen pro-inflamasi yang kuat. TNF-α, sitokin pro-inflamasi, mengaktifkan jalur calcineurin-NFAT di makrofag. Selain itu, menghambat jalur mTOR mengurangi peradangan sendi dan erosi, sehingga interaksi yang diketahui antara jalur mTOR dan NFAT menyajikan kunci untuk proses inflamasi RA. Selain itu 40
juga NFAT terlibat dalam jalur signaling untuk transformasi sel dan tumorigenesis. Sinyal jalur calcineurin / NFAT untuk defosforilasi NFAT oleh calcineurin aktif. Ini mengatur ekspresi beberapa gen, termasuk protein yang membantu proliferasi, pertumbuhan, diferensiasi, migrasi, dan kelangsungan hidup, semua proses yang umumnya diregulasi dalam sel kanker. Penelitian telah menunjukkan bahwa beberapa bentuk NFAT, seperti isoform panjang NFATc2 bertindak sebagai gen penekan tumor sedangkan fungsi isoform pendek NFATc1 berfungsi sebagai onkogen. NFATc1 telah ditemukan di banyak limfoma sel B agresif. Selain itu, mengobati tikus dengan inhibitor kalsineurin yang menonaktifkan jalur kalsineurin / NFAT telah ditemukan untuk menginduksi kematian sel pada sel kanker dan menghambat perkembangan siklus sel. Faktor NFAT adalah target terapi yang menjanjikan untuk penyakit ini. Secara khusus, faktor transkripsi NFAT terlibat dalam kanker payudara, lebih khusus dalam proses motilitas sel berdasarkan pembentukan metastasis. Memang NFAT1 (NFATC2) dan NFAT5 bersifat pro-invasif dan pro-migrasi pada karsinoma payudara dan NFAT3 (NFATc4) adalah penghambat sel motilitas. NFAT1 mengatur ekspresi TWEAKR dan ligan yang TWEAK dengan Lipocalin 2 untuk meningkatkan invasi sel kanker payudara dan NFAT3 menghambat ekspresi Lipocalin 2 untuk menumpulkan sel yang berinvasi. ▼ Deskripsi Respon imun dari antigen yang spesifik diprakarsai oleh interaksi reseptor antigen T-sel (TCR) dengan peptida antigenik yang terikat pada protein kompleks histokompatibilitas utama pada permukaan sel presenting antigen. Li et al. (1995) mencatat bahwa peristiwa intraseluler yang terjadi setelah keterlibatan TCR mengarah pada aktivasi transkripsi gen yang terlibat dalam fungsi limfosit T. Analisis promotor interleukin-2 (IL2; 147680), yang diaktifkan cepat setelah stimulasi TCR, menunjukkan 2 daerah homolog yang mengikat kompleks yang diinduksi pada stimulasi TCR dan induksi yang dihambat oleh agen imunosupresan siklosporin A dan FK506. Kompleks pengikatan DNA ini ditunjuk sebagai faktor nuklir sel T yang diaktifkan (NFAT). Studi selanjutnya menunjukkan bahwa kompleks NFAT terdiri dari setidaknya 2 komponen: komponen cytosolic yang sudah ada sebelumnya (NFATP, NFAT1, atau NFATC2; 600490) yang mentranslokasi ke nukleus setelah stimulasi TCR dan komponen nuklir yang diinduksi. Homodimer atau heterodimer protein keluarga FOS (164810) dan JUN (165160) juga bergabung membentuk NFAT. Faktor transkripsi umum yang terlibat dalam ekspresi gen IL2 termasuk OCT1 (164175), AP1 (165160), dan NFKB (164011). Untuk ulasan, lihat Horsley dan Pavlath (2002). 41
▼ Kloning dan Ekspresi Northrop dkk. (1994) memurnikan NFATC dari timus sapi dan menggunakan urutan protein yang ditentukan untuk mengisolasi klon cDNA manusia. NFATC cDNA mengkode protein dari 716 asam amino dengan massa prediksi 77.870 Da. Ekspresi cDNA full-length mengaktifkan promotor IL2 dalam limfosit non-T. Mereka menggunakan tes transfeksi transien untuk menunjukkan bahwa NFATC cDNA yang terkondisi hanya mengkode asam amino 1 sampai 418 yang bertindak sebagai dominan negatif, khususnya memblokir aktivasi promotor IL2 di limfosit T. Ini menyarankan kepada mereka bahwa NFATC diperlukan untuk ekspresi gen IL2. Komponen sitosol NFAT dimurnikan secara biokimia oleh Li et al. (1995). Para penulis melaporkan kloning cDNA parsial dari homolog tikus komponen sitosol dari kompleks transkripsi NFAT (disebut oleh penulis sebagai NFATC) dan homolog manusia dari bentuk tikus yang sudah ada sebelumnya (NFATP). Park et al. (1996) mengisolasi dan mencirikan isoform dari manusia yang lain, yang disebut NFATC-beta oleh mereka, dari garis sel Raji B. (Mereka mengacu pada isoform yang dikloning oleh Northrop dkk. (1994) sebagai NFATC-alpha.) Urutan asam amino 827 NFATC-beta yang diprediksi berbeda dari NFATC-alpha pada residu N-terminal 29 pertama dan mengandung wilayah tambahan dari 142 residu di ujung C. Analisis southern blot menggunakan probe yang mencakup wilayah umum dari kedua isoform menunjukkan 2 mRNA spesies 2,7 dan 4,5 kb, sedangkan probe spesifik NFATC-beta mendeteksi hanya mRNA yang lebih besar, yang secara istimewa diekspresikan dalam limpa. Dengan analisis Northern blot, Masuda et al. (1995) mendeteksi ekspresi variabel transkrip NFATC1 sekitar 5.2 dan 2.9 kb di hampir semua jaringan yang diperiksa. Ekspresi tertinggi terdapat pada otot, thymus, dan leukosit, dan ekspresi yang sedang terdapat pada limpa, prostat, testis, ovarium, usus kecil, usus besar, jantung, plasenta, paru-paru, dan pankreas. NFATC1 tidak terdeteksi di otak, hati, atau ginjal. ▼ Fungsi Gen Park et al. (1996) menemukan bahwa ekspresi sementara NFATC-beta mengaktifkan gen reporter yang digerakkan oleh IL2 NFAT, tetapi tidak mengikat elemen kappa-3 (sebuah situs pengikatan NFAT) pada tumor necrosis factor (TNF) yang tidak mengaktifkan transkripsi dari promotor TNF-alpha. Park et al. (1996) menyarankan bahwa anggota atau isoform yang berbeda dari famili gen NFAT dapat mengatur ekspresi yang diinduksi dari gen sitokin yang berbeda. Famili NFAT sebagai faktor transkripsi dapat mengatur ekspresi gen sitokin dengan mengikat ke daerah promotor / penambah gen responsif-antigen, biasanya bekerja sama dengan mitra pengikat DNA heterolog. Dengan spektroskopi resonansi magnetik nuklir,
42
Zhou et al. (1998) menentukan solusi dari struktur kompleks biner yang terbentuk antara ikatan pada domain DNA dari NFATC1 manusia dan dupleks oligonukleotida 12-bp yang berisi situs DNA ARRE2 dari promotor IL2. Struktur yang mengungkapkan bahwa pengikatan DNA dapat menginduksi pelipatan unsur-unsur struktural yang diperlukan untuk pengenalan urutan-spesifik dan pembentukan kontak protein-protein kooperatif. Aktivasi protein NFAT dikendalikan oleh calcineurin phosphatase yang bergantung pada calmodulin. Aramburu dkk. (1998) mengidentifikasi sekuens yang diawetkan singkat dalam protein NFATC1 (residu 114-126) yang menargetkan calcineurin ke NFAT. Mutasi residu tunggal dalam urutan ini merusak depforilasi yang diperantarai calcineurin dan translokasi nuklir NFATC2. Peptida yang menghambat kemampuan kalsineurin untuk mengikat dan menhancurkan protein NFAT, tanpa mempengaruhi aktivitas fosfatase kalsineurin terhadap substrat lainnya. Ketika diekspresikan intraseluler, peptida yang sesuai menghambat depforilasi NFAT, translokasi nuklir, dan ekspresi yang dimediasi NFAT sebagai respons terhadap rangsangan. Dengan demikian, gangguan interaksi docking-substrat dari enzim yang mengarahkan kalsineurin ke NFAT secara efektif dapat memblokir fungsi-fungsi yang bergantung pada NFAT. Semsarian dkk. (1999) dan Musaro dkk. (1999) secara independen menunjukkan bahwa IGF1 (147440) merangsang hipertrofi otot skelet dan beralih ke metabolisme glikolitik dengan mengaktifkan kalsineurin dan menginduksi translokasi nuklir faktor transkripsi NFATC1. Musaro dkk. (1999) menunjukkan bahwa IGF1 atau kalsineurin secara aktif menginduksi ekspresi faktor transkripsi GATA2 (137295), yang terakumulasi dalam subset nuklei miosit, di mana ia berhubungan dengan kalsineurin dan isoform dephosphorylated tertentu dari NFATC1. Pahwa dkk. (1989) menggambarkan seorang anak dengan imunodefisiensi gabungan yang parah dengan jumlah sel T yang bersirkulasi normal dan proliferasi T-limfosit yang buruk ke mitogen, yang dikoreksi in vitro dan in vivo oleh IL2 rekombinan. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa limfosit T pasien rusak pada ekspresi IL2, IL3, IL4, dan IL5 mRNA, menunjukkan penurunan transkripsi gen yang sesuai. Ekspresi oleh limfosit T dari sitokin lain seperti granulocyte / makrofage colony-stimulating factor (CSF2; 138960) dan interleukin-6 (IL6; 147620), keduanya bukan T-limfosit-terbatas, tidak terpengaruh (Chatila et al. ., 1990). Castigli dkk. (1993) menunjukkan bahwa limfosit T pasien memiliki kelainan pada aktivitas pengikatan NFAT, menunjukkan bahwa defek utama pada kompleks ini dapat mendasari defisiensi limfokin multipel pada pasien ini. Helicobacter pylori vacuolating cytotoxin VacA menginduksi vakuolisasi sel dalam sel epitel. 43
Gebert et al. (2003) menemukan bahwa VacA secara efisien dapat memblokir proliferasi sel T dengan menginduksi penangkapan siklus sel G1 / S. VacA mengganggu jalur reseptor T / IL2 pada tingkat kalsium fosfatase tergantung pada kalsium calmodulin. Ketika translokasi nuklir NFAT dibatalkan, akan menghasilkan downregulation dari transkripsi IL2. Sebagian VacA dapat menirukan aktivitas obat imunosupresif FK506 dengan kemungkinan menginduksi penekanan kekebalan lokal, serta menjelaskan kronisitas yang luar biasa dari infeksi Helicobacter pylori. Ikeda dkk. (2004) mencetuskan tikus transgenik yang mengekspresikan c-Jun dominan negatif dan secara khusus dalam garis keturunan osteoklas dan menemukan bahwa mereka mengembangkan osteopetrosis berat karena gangguan osteoklastogenesis. Blokade pensinyalan c-Jun juga secara nyata menghambat diferensiasi osteoklas yang tereduksi RANKL secara in vitro. Ekspresi yang berlebih dari NFATC2 atau NFATC1 mendorong diferensiasi sel prekursor osteoklas menjadi sel-sel osteoklas tartrateresistant acid phosphatase-positive (TRAP-positif) multinuklear bahkan tanpa adanya RANKL. Aktivitas osteoklastogenik NFAT ini dibatalkan oleh overekspresi c-Juni dominan negatif. Ikeda dkk. (2004) menyimpulkan bahwa pensinyalan c-Jun bekerja sama dengan NFAT sangat penting untuk diferensiasi osteoklas yang diatur RANKL. Koga dkk. (2005) menemukan bahwa overekspresi Nfatc1 merangsang osterix (OSX, atau SP7; 606633) - aktivasi independen dari promotor Col1a1 (120150) pada tikus. Tes pergeseran mobilitas elektroforetik mendeteksi kompleks antara Nfat dan Osx yang mengikat DNA yang mengandung ikatan SP1 (189906). Koga dkk. (2005) menyimpulkan bahwa NFAT dan OSX secara kooperatif mengendalikan pembentukan tulang osteoblastik. Arron dkk. (2006) melaporkan bahwa 2 gen, DSCR1 (RCAN1; 602917) dan DYRK1A (600855), yang terdapat dalam pasien Down sindrom (190685) titik kritis kromosom manusia 21 bertindak secara sinergis untuk mencegah hunian nuklir faktor transkripsi NFATc, yang merupakan regulator dari perkembangan vertebrata. Arron dkk. (2006) menggunakan pemodelan matematika untuk memprediksi bahwa autoregulasi dalam jalur menonjolkan efek trisomi DSCR1 dan DYRK1A, yang menyebabkan kegagalan untuk mengaktifkan gen target NFATc dalam kondisi tertentu. Pengamatan penulis dari tikus yang kalkin dan defisien-urin, Dscr1- dan Dyrk1a-tikus yang diekspresikan berlebih, model tikus dari Down sindrom, dan trisomi manusia 21 konsisten dengan prediksi ini. Arron dkk. (2006) menyarankan bahwa peningkatan 1,5 kali lipat dalam dosis DSCR1 dan DYRK1A secara kooperatif mendestabilisasi rangkaian peraturan, yang mengarah ke aktivitas NFATc yang berkurang dan banyak fitur Down sindrom. Arron dkk. (2006) menyimpulkan secara umum bahwa pengamatan mereka menunjukkan bahwa destabilisasi dari sirkuit peraturan dapat mendasari penyakit manusia. Huang et al. (2008) menemukan bahwa Homer2 (604799) dan Homer3 (604800), anggota keluarga Homer protein perancah sitoplasma, adalah regulator negatif aktivasi sel T. Ini dicapai melalui pengikatan 44
NFAT dan bersaing dengan calcineurin (lihat 114105). Pengikatan Homer-NFAT juga diantagonis oleh aktin-threonin kinase AKT (AKT1; 164730) aktif, sehingga meningkatkan pensinyalan TCR melalui depfosforilasi yang tergantung kalsineurin dari NFAT. Hal ini berhubungan dengan perubahan ekspresi sitokin dan peningkatan populasi sel T memori-memori pada tikus yang kekurangan Homer, yang juga mengembangkan patologi mirip-autoimun. Huang et al. (2008) menyimpulkan bahwa hasil mereka menunjukkan cara lebih lanjut di mana sinyal-sinyal costimulatory diatur untuk mengontrol reaktivitasdiri. Horsley dkk. (2008) menunjukkan bahwa Nfatc1 diekspresikan secara eksklusif pada sel-sel induk folikel tikus, dan menggunakan pendekatan gain-dan loss-of-function, mereka menunjukkan bahwa Nfatc1 menghambat aktivasi sel induk. Mediasi NFATc1 yang terlibat represi transkripsi Cdk4 (123829), sebuah gen yang diperlukan untuk perkembangan melalui fase G1 / S dari siklus sel. Ekspresi Nfatc1 diaktifkan oleh pensinyalan BMP (lihat BMP1; 112264). Wu et al. (2010) melaporkan bahwa penekanan genetik dan farmakologis dari fungsi calcineurin (601302) / NFAT meningkatkan pembentukan tumor pada kulit tikus dan pada xenografts, pada tikus yang dikompromikan dengan imun, dari ekspresi H-ras (V12) keratinosit manusia primer, atau sel karsinoma sel skuamosa keratinosit yang diturunkan. Penghambatan Calcineurin / NFAT melawan p53 (191170) - penuaan sel kanker independen, sehingga meningkatkan potensi tumorigenik. ATF3 (603148), anggota dari keluarga AP1 yang 'diperbesar', secara selektif diinduksi oleh penghambatan kalsineurin / NFAT, keduanya dalam kondisi eksperimental dan pada tumor yang terjadi secara klinis, dan peningkatan ekspresi ekspresi ATF3 untuk menekan penuaan yang bergantung pada p53 dan meningkatkan potensi tumorigenik. Jadi, Wu et al. (2010) menyimpulkan bahwa pensinyalan kalsineurin / NFAT yang utuh sangat diperlukan untuk mekanisme p53 dan penuaan yang terkait melindungi terhadap perkembangan kanker skuamosa kulit. Menggunakan pendekatan genomik integratif, Lee et al. (2010) mengidentifikasi DSCR1 (RCAN1) sebagai respon gen cedera yang tergantung NFAT di sel otot polos tikus (SMC). Induksi DSCR1 menghambat pensinyalan kalsineurin / NFAT melalui mekanisme umpan balik negatif. DSCR1 overexpression dilemahkan NFAT aktivitas transkripsi dan COX2 (PTGS2; 600262) ekspresi protein, sedangkan knockdown dari endogen DSCR1 meningkatkan aktivitas transkripsi NFAT. Lee et al. (2010) menyimpulkan bahwa DSCR1 adalah gen awal NFAT-dependent, injury-inducible, yang dapat berfungsi untuk secara negatif mengatur perpindahan phenotypic SMC. Menggunakan RT-PCR real-time, Youn et al. (2012) menemukan bahwa Jmjd5 (611917) ekspresi menurun selama diferensiasi osteoklas pada sel tikus RAW264. Knockdown dari Jmjd5 mempercepat pematangan osteoklas. Jmjd5 berinteraksi langsung dengan faktor transkripsi osteoklastogenik Nfatc1 dan menurunkan aktivitas transkripsionalnya. Uji in vitro mengungkapkan bahwa Jmjd5 menurunkan regulasi Nfatc1 dengan menginduksi hidroksilasi dari 45
domain C-terminal Nfatc1, menargetkan Nfatc1 untuk interaksi dengan E3 ubiquitin ligase Vhl (608537) dan degradasi yang diperantarai oleh proteasome. ▼ Pemetaan Melalui penggunaan panel pemetaan manusia / Hamster Cina dan tikus hibrid / tikus, Li et al. (1995) memetakan gen NFATC1 manusia dan tikus ke kromosom 18. Dengan analisis panel hibrida radiasi kromosom 18, gen NFATC1 manusia terlokalisasi pada 18q terminus, terkait erat dengan STS marker D18S497. Tikus Nfatc tikus sublocalized ke kromosom band 18E4 oleh hibridisasi fluoresensi in situ. ▼ Model Hewan Sedangkan tikus yang kekurangan Nfatc1 mengalami gangguan proliferatif dan respons Th2, tikus-tikus kecil defisien Nfatc2 memiliki respon yang sedikit ditingkatkan dengan karakteristik Th2-like. Dengan chimerisasi hati janin di inang Rag2 (179616) tidak stabil, Peng et al. (2001) menghasilkan tikus yang limfositnya kurang dalam faktor transkripsi. Analisis fungsional menunjukkan bahwa tikus Double Knockout (DKO) memiliki respon proliferatif yang wajar dan ekspresi penanda aktivasi tetapi tidak mampu memproduksi berbagai macam sitokin, Namun mampu memproduksi sedikit IL5 (147850), dan mengekspresikan ligan CD40 (CD40LG). ; 300386) dan ligan CD95 (CD95L; 134638) atau sitotoksisitas alogenik. Analisis serum imunoglobulin mengungkapkan jumlah IgG1 dan IgE secara signifikan, isotipe biasanya terkait dengan respon imun Th2, pada tikus DKO. Hasilnya menunjukkan bahwa NFATC1 dan NFATC2 sangat penting untuk pemeliharaan homeostasis dan diferensiasi sel B, tetapi dapat dibuang untuk aktivitas inflamasi sel-T, yang diukur dengan limfoproliferasi dan ekspresi penanda aktivasi. Chang et al. (2004) menunjukkan bahwa inisiasi morfogenesis katup jantung pada tikus membutuhkan Cnb1 (601302), Nfatc2, Nfatc3 (602698), dan Nfatc4 (602699) untuk menekan ekspresi Vegf (192240) pada miokard yang mendasari lokasi pembentukan katup prospektif. Represi Vegf pada embrio tikus hari ke 9 (E9) sangat penting untuk sel-sel endokardial untuk berubah menjadi sel-sel mesenkimal. Kemudian, pada E11, pensinyalan Cnb1 / Nfatc1 dilakukan dalam endocardium, berdekatan dengan situs aksi NFAT myocard sebelumnya, untuk mengarahkan perpanjangan dan perbaikan valvular. Chang et al. (2004) menyimpulkan bahwa fungsi pensinyalan NFAT berurutan dari miokardium ke endokardium dalam bidang morfogenetik valvular untuk menginisiasi dan mengabadikan pembentukan katup embrionik. Mereka menemukan bahwa mekanisme ini juga beroperasi di ikan zebra, menunjukkan peran yang diawetkan untuk pensinyalan kalsineurin / NFAT dalam morfogenesis katup jantung vertebrata. Winslow dkk. (2006) menemukan bahwa tikus yang mengekspresikan varian Nfatc1 nuklear konstitutif (Nfatc1-nuc) membentuk massa tulang yang abnormal tinggi. Tikus Nfatc1-nuc memiliki 46
pertumbuhan berlebih dan memiliki osteoblas yang besar, peningkatan proliferasi osteoblas, dan perubahan terkoordinasi dalam ekspresi komponen pensinyalan dari Wnt. Sebaliknya, tikus yang mengalami defisien Nfatc1 yang menunjukkan cacat pada pembentukan tulang tengkorak dan mengganggu perkembangan osteoklas. Tikus Nfatc1-nuc telah meningkatkan osteoklastogenesis meskipun tingkat normal Rankl dan Opg (TNFRSF11B; 602643), menunjukkan bahwa mekanisme NFAT-regulated dapat mempengaruhi peningkatan osteoklastogenesis secara in vivo. Winslow dkk. (2006) menemukan bahwa pensinyalan kalsineurin / Nfatc dalam osteoblas mengendalikan ekspresi dari chemoattractants dan menarik prekursor osteoklas monositik, sehingga menggabungkan pembentukan tulang dan resorpsi tulang. Heit et al. (2006) menunjukkan bahwa tikus dengan delesi spesifik sel beta dari subunit regulator calcineurin phosphatase Cnb1 mengembangkan bahwa diabetes dapat tergantung berdasarkan usia yang ditandai oleh penurunan proliferasi sel beta dan massa, mengurangi kandungan insulin pankreas, dan hipoinsulinemia. Selain itu, sel beta yang tidak memiliki Cnb1 memiliki ekspresi yang berkurang dari regulator proliferasi sel beta yang sudah ada. Ekspresi kondisional dari Nfatc1 aktif dalam sel beta Cnb1 dapat mencegah dari efek yang ditimbulkan serta dapat mencegah diabetes. Dengan menghasilkan Dtx1 - / - tikus, Hsiao dkk. (2009) menetapkan bahwa Dtx1 penting dalam anergi sel-T dan bahwa itu adalah target Nfat. Analisis imunoblot menunjukkan peningkatan regulasi Dtx1 pada sel T anergik. Analisis mutasi dengan penghapusan bagian N-atau C-terminal dari Dtx1 menunjukkan bahwa aktivasi sel-T dihambat oleh Dtx1 baik dalam mekanisme E3-dependent dan E3-independent. Tikus yang kekurangan Dtx1 dapat meningkatkan aktivasi sel-T dan penyakit autoimun sistemik. Hsiao dkk. (2009) menyimpulkan bahwa DTX1 berkontribusi terhadap toleransi sel-T. Penyakit yang terkait dengan NFAT-2 NFAT berperan dalam regulasi peradangan penyakit radang usus (IBD). Dalam gen yang mengkodekan LRRK2 (leucine-rich repeat kinase 2). Kinase LRRK2 merupakan inhibitor untuk berbagai NFATc2, sehingga pada tikus yang kekurangan LRRK2, peningkatan aktivasi NFATc2 ditemukan di makrofag. [11] Hal ini menyebabkan peningkatan sitokin tergantung NFAT yang memicu serangan kolitis yang parah. NFAT juga berperan dalam Rheumatoid Arthritis (RA), penyakit autoimun yang memiliki komponen pro-inflamasi yang kuat. TNF-α, sitokin pro-inflamasi, mengaktifkan jalur calcineurin-NFAT di makrofag. Selain itu, menghambat jalur mTOR mengurangi peradangan sendi dan erosi, sehingga interaksi yang diketahui antara jalur mTOR dan NFAT menyajikan kunci untuk proses inflamasi RA. Selain itu juga NFAT terlibat dalam jalur signaling untuk transformasi sel dan tumorigenesis. Sinyal jalur calcineurin / NFAT untuk defosforilasi NFAT oleh calcineurin aktif. Ini mengatur ekspresi beberapa gen, termasuk protein yang membantu proliferasi, pertumbuhan, diferensiasi, migrasi, dan kelangsungan hidup, semua proses yang umumnya diregulasi dalam sel kanker. Penelitian telah menunjukkan bahwa beberapa 47
bentuk NFAT, seperti isoform panjang NFATc2 bertindak sebagai gen penekan tumor sedangkan fungsi isoform pendek NFATc1 berfungsi sebagai onkogen. NFATc1 telah ditemukan di banyak limfoma sel B agresif. Selain itu, mengobati tikus dengan inhibitor kalsineurin yang menonaktifkan jalur kalsineurin / NFAT telah ditemukan untuk menginduksi kematian sel pada sel kanker dan menghambat perkembangan siklus sel. Faktor NFAT adalah target terapi yang menjanjikan untuk penyakit ini. Secara khusus, faktor transkripsi NFAT terlibat dalam kanker payudara, lebih khusus dalam proses motilitas sel berdasarkan pembentukan metastasis. Memang NFAT1 (NFATC2) dan NFAT5 bersifat proinvasif dan pro-migrasi pada karsinoma payudara dan NFAT3 (NFATc4) adalah penghambat sel motilitas. NFAT1 mengatur ekspresi TWEAKR dan ligan yang TWEAK dengan Lipocalin 2 untuk meningkatkan invasi sel kanker payudara dan NFAT3 menghambat ekspresi Lipocalin 2 untuk menumpulkan sel yang berinvasi. ▼ Deskripsi Respon imun dari antigen yang spesifik diprakarsai oleh interaksi reseptor antigen T-sel (TCR) dengan peptida antigenik yang terikat pada protein kompleks histokompatibilitas utama pada permukaan sel presenting antigen. Li et al. (1995) mencatat bahwa peristiwa intraseluler yang terjadi setelah keterlibatan TCR mengarah pada aktivasi transkripsi gen yang terlibat dalam fungsi limfosit T. Analisis promotor interleukin-2 (IL2; 147680), yang diaktifkan cepat setelah stimulasi TCR, menunjukkan 2 daerah homolog yang mengikat kompleks yang diinduksi pada stimulasi TCR dan induksi yang dihambat oleh agen imunosupresan siklosporin A dan FK506. Kompleks pengikatan DNA ini ditunjuk sebagai faktor nuklir sel T yang diaktifkan (NFAT). Studi selanjutnya menunjukkan bahwa kompleks NFAT terdiri dari setidaknya 2 komponen: komponen cytosolic yang sudah ada sebelumnya (NFATP, NFAT1, atau NFATC2; 600490) yang mentranslokasi ke nukleus setelah stimulasi TCR dan komponen nuklir yang diinduksi. Homodimer atau heterodimer protein keluarga FOS (164810) dan JUN (165160) juga bergabung membentuk NFAT. Faktor transkripsi umum yang terlibat dalam ekspresi gen IL2 termasuk OCT1 (164175), AP1 (165160), dan NFKB (164011). Untuk ulasan, lihat Horsley dan Pavlath (2002). ▼ Kloning dan Ekspresi Northrop dkk. (1994) memurnikan NFATC dari timus sapi dan menggunakan urutan protein yang ditentukan untuk mengisolasi klon cDNA manusia. NFATC cDNA mengkode protein dari 716 asam amino dengan massa prediksi 77.870 Da. Ekspresi cDNA full-length mengaktifkan promotor IL2 dalam limfosit non-T. Mereka menggunakan tes transfeksi transien untuk menunjukkan bahwa NFATC cDNA 48
yang terkondisi hanya mengkode asam amino 1 sampai 418 yang bertindak sebagai dominan negatif, khususnya memblokir aktivasi promotor IL2 di limfosit T. Ini menyarankan kepada mereka bahwa NFATC diperlukan untuk ekspresi gen IL2. Komponen sitosol NFAT dimurnikan secara biokimia oleh Li et al. (1995). Para penulis melaporkan kloning cDNA parsial dari homolog tikus komponen sitosol dari kompleks transkripsi NFAT (disebut oleh penulis sebagai NFATC) dan homolog manusia dari bentuk tikus yang sudah ada sebelumnya (NFATP). Park et al. (1996) mengisolasi dan mencirikan isoform dari manusia yang lain, yang disebut NFATC-beta oleh mereka, dari garis sel Raji B. (Mereka mengacu pada isoform yang dikloning oleh Northrop dkk. (1994) sebagai NFATC-alpha.) Urutan asam amino 827 NFATC-beta yang diprediksi berbeda dari NFATC-alpha pada residu N-terminal 29 pertama dan mengandung wilayah tambahan dari 142 residu di ujung C. Analisis southern blot menggunakan probe yang mencakup wilayah umum dari kedua isoform menunjukkan 2 mRNA spesies 2,7 dan 4,5 kb, sedangkan probe spesifik NFATC-beta mendeteksi hanya mRNA yang lebih besar, yang secara istimewa diekspresikan dalam limpa. Dengan analisis Northern blot, Masuda et al. (1995) mendeteksi ekspresi variabel transkrip NFATC1 sekitar 5.2 dan 2.9 kb di hampir semua jaringan yang diperiksa. Ekspresi tertinggi terdapat pada otot, thymus, dan leukosit, dan ekspresi yang sedang terdapat pada limpa, prostat, testis, ovarium, usus kecil, usus besar, jantung, plasenta, paru-paru, dan pankreas. NFATC1 tidak terdeteksi di otak, hati, atau ginjal. ▼ Fungsi Gen Park et al. (1996) menemukan bahwa ekspresi sementara NFATC-beta mengaktifkan gen reporter yang digerakkan oleh IL2 NFAT, tetapi tidak mengikat elemen kappa-3 (sebuah situs pengikatan NFAT) pada tumor necrosis factor (TNF) yang tidak mengaktifkan transkripsi dari promotor TNF-alpha. Park et al. (1996) menyarankan bahwa anggota atau isoform yang berbeda dari famili gen NFAT dapat mengatur ekspresi yang diinduksi dari gen sitokin yang berbeda. Famili NFAT sebagai faktor transkripsi dapat mengatur ekspresi gen sitokin dengan mengikat ke daerah promotor / penambah gen responsif-antigen, biasanya bekerja sama dengan mitra pengikat DNA heterolog. Dengan spektroskopi resonansi magnetik nuklir, Zhou et al. (1998) menentukan solusi dari struktur kompleks biner yang terbentuk antara ikatan pada domain DNA dari NFATC1 manusia dan dupleks oligonukleotida 12-bp yang berisi situs DNA ARRE2 dari promotor IL2. Struktur yang mengungkapkan bahwa pengikatan DNA dapat menginduksi pelipatan unsur-unsur struktural yang diperlukan untuk pengenalan urutan-spesifik dan pembentukan kontak protein-protein kooperatif. Aktivasi protein NFAT dikendalikan oleh calcineurin phosphatase yang bergantung pada calmodulin. 49
Aramburu dkk. (1998) mengidentifikasi sekuens yang diawetkan singkat dalam protein NFATC1 (residu 114-126) yang menargetkan calcineurin ke NFAT. Mutasi residu tunggal dalam urutan ini merusak depforilasi yang diperantarai calcineurin dan translokasi nuklir NFATC2. Peptida yang menghambat kemampuan kalsineurin untuk mengikat dan menhancurkan protein NFAT, tanpa mempengaruhi aktivitas fosfatase kalsineurin terhadap substrat lainnya. Ketika diekspresikan intraseluler, peptida yang sesuai menghambat depforilasi NFAT, translokasi nuklir, dan ekspresi yang dimediasi NFAT sebagai respons terhadap rangsangan. Dengan demikian, gangguan interaksi docking-substrat dari enzim yang mengarahkan kalsineurin ke NFAT secara efektif dapat memblokir fungsi-fungsi yang bergantung pada NFAT. Semsarian dkk. (1999) dan Musaro dkk. (1999) secara independen menunjukkan bahwa IGF1 (147440) merangsang hipertrofi otot skelet dan beralih ke metabolisme glikolitik dengan mengaktifkan kalsineurin dan menginduksi translokasi nuklir faktor transkripsi NFATC1. Musaro dkk. (1999) menunjukkan bahwa IGF1 atau kalsineurin secara aktif menginduksi ekspresi faktor transkripsi GATA2 (137295), yang terakumulasi dalam subset nuklei miosit, di mana ia berhubungan dengan kalsineurin dan isoform dephosphorylated tertentu dari NFATC1. Pahwa dkk. (1989) menggambarkan seorang anak dengan imunodefisiensi gabungan yang parah dengan jumlah sel T yang bersirkulasi normal dan proliferasi T-limfosit yang buruk ke mitogen, yang dikoreksi in vitro dan in vivo oleh IL2 rekombinan. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa limfosit T pasien rusak pada ekspresi IL2, IL3, IL4, dan IL5 mRNA, menunjukkan penurunan transkripsi gen yang sesuai. Ekspresi oleh limfosit T dari sitokin lain seperti granulocyte / makrofage colony-stimulating factor (CSF2; 138960) dan interleukin-6 (IL6; 147620), keduanya bukan T-limfosit-terbatas, tidak terpengaruh (Chatila et al. ., 1990). Castigli dkk. (1993) menunjukkan bahwa limfosit T pasien memiliki kelainan pada aktivitas pengikatan NFAT, menunjukkan bahwa defek utama pada kompleks ini dapat mendasari defisiensi limfokin multipel pada pasien ini. Helicobacter pylori vacuolating cytotoxin VacA menginduksi vakuolisasi sel dalam sel epitel. Gebert et al. (2003) menemukan bahwa VacA secara efisien dapat memblokir proliferasi sel T dengan menginduksi penangkapan siklus sel G1 / S. VacA mengganggu jalur reseptor T / IL2 pada tingkat kalsium fosfatase tergantung pada kalsium calmodulin. Ketika translokasi nuklir NFAT dibatalkan, akan menghasilkan downregulation dari transkripsi IL2. Sebagian VacA dapat menirukan aktivitas obat imunosupresif FK506 dengan kemungkinan menginduksi penekanan kekebalan lokal, serta menjelaskan kronisitas yang luar biasa dari infeksi Helicobacter pylori. 50
Ikeda dkk. (2004) mencetuskan tikus transgenik yang mengekspresikan c-Jun dominan negatif dan secara khusus dalam garis keturunan osteoklas dan menemukan bahwa mereka mengembangkan osteopetrosis berat karena gangguan osteoklastogenesis. Blokade pensinyalan c-Jun juga secara nyata menghambat diferensiasi osteoklas yang tereduksi RANKL secara in vitro. Ekspresi yang berlebih dari NFATC2 atau NFATC1 mendorong diferensiasi sel prekursor osteoklas menjadi sel-sel osteoklas tartrateresistant acid phosphatase-positive (TRAP-positif) multinuklear bahkan tanpa adanya RANKL. Aktivitas osteoklastogenik NFAT ini dibatalkan oleh overekspresi c-Juni dominan negatif. Ikeda dkk. (2004) menyimpulkan bahwa pensinyalan c-Jun bekerja sama dengan NFAT sangat penting untuk diferensiasi osteoklas yang diatur RANKL. Koga dkk. (2005) menemukan bahwa overekspresi Nfatc1 merangsang osterix (OSX, atau SP7; 606633) - aktivasi independen dari promotor Col1a1 (120150) pada tikus. Tes pergeseran mobilitas elektroforetik mendeteksi kompleks antara Nfat dan Osx yang mengikat DNA yang mengandung ikatan SP1 (189906). Koga dkk. (2005) menyimpulkan bahwa NFAT dan OSX secara kooperatif mengendalikan pembentukan tulang osteoblastik. Arron dkk. (2006) melaporkan bahwa 2 gen, DSCR1 (RCAN1; 602917) dan DYRK1A (600855), yang terdapat dalam pasien Down sindrom (190685) titik kritis kromosom manusia 21 bertindak secara sinergis untuk mencegah hunian nuklir faktor transkripsi NFATc, yang merupakan regulator dari perkembangan vertebrata. Arron dkk. (2006) menggunakan pemodelan matematika untuk memprediksi bahwa autoregulasi dalam jalur menonjolkan efek trisomi DSCR1 dan DYRK1A, yang menyebabkan kegagalan untuk mengaktifkan gen target NFATc dalam kondisi tertentu. Pengamatan penulis dari tikus yang kalkin dan defisien-urin, Dscr1- dan Dyrk1a-tikus yang diekspresikan berlebih, model tikus dari Down sindrom, dan trisomi manusia 21 konsisten dengan prediksi ini. Arron dkk. (2006) menyarankan bahwa peningkatan 1,5 kali lipat dalam dosis DSCR1 dan DYRK1A secara kooperatif mendestabilisasi rangkaian peraturan, yang mengarah ke aktivitas NFATc yang berkurang dan banyak fitur Down sindrom. Arron dkk. (2006) menyimpulkan secara umum bahwa pengamatan mereka menunjukkan bahwa destabilisasi dari sirkuit peraturan dapat mendasari penyakit manusia. Huang et al. (2008) menemukan bahwa Homer2 (604799) dan Homer3 (604800), anggota keluarga Homer protein perancah sitoplasma, adalah regulator negatif aktivasi sel T. Ini dicapai melalui pengikatan NFAT dan bersaing dengan calcineurin (lihat 114105). Pengikatan Homer-NFAT juga diantagonis oleh aktin-threonin kinase AKT (AKT1; 164730) aktif, sehingga meningkatkan pensinyalan TCR melalui depfosforilasi yang tergantung kalsineurin dari NFAT. Hal ini berhubungan dengan perubahan ekspresi sitokin dan peningkatan populasi sel T memori-memori pada tikus yang kekurangan Homer, yang juga mengembangkan patologi mirip-autoimun. Huang et al. (2008) menyimpulkan bahwa hasil mereka
51
menunjukkan cara lebih lanjut di mana sinyal-sinyal costimulatory diatur untuk mengontrol reaktivitasdiri. Horsley dkk. (2008) menunjukkan bahwa Nfatc1 diekspresikan secara eksklusif pada sel-sel induk folikel tikus, dan menggunakan pendekatan gain-dan loss-of-function, mereka menunjukkan bahwa Nfatc1 menghambat aktivasi sel induk. Mediasi NFATc1 yang terlibat represi transkripsi Cdk4 (123829), sebuah gen yang diperlukan untuk perkembangan melalui fase G1 / S dari siklus sel. Ekspresi Nfatc1 diaktifkan oleh pensinyalan BMP (lihat BMP1; 112264). Wu et al. (2010) melaporkan bahwa penekanan genetik dan farmakologis dari fungsi calcineurin (601302) / NFAT meningkatkan pembentukan tumor pada kulit tikus dan pada xenografts, pada tikus yang dikompromikan dengan imun, dari ekspresi H-ras (V12) keratinosit manusia primer, atau sel karsinoma sel skuamosa keratinosit yang diturunkan. Penghambatan Calcineurin / NFAT melawan p53 (191170) - penuaan sel kanker independen, sehingga meningkatkan potensi tumorigenik. ATF3 (603148), anggota dari keluarga AP1 yang 'diperbesar', secara selektif diinduksi oleh penghambatan kalsineurin / NFAT, keduanya dalam kondisi eksperimental dan pada tumor yang terjadi secara klinis, dan peningkatan ekspresi ekspresi ATF3 untuk menekan penuaan yang bergantung pada p53 dan meningkatkan potensi tumorigenik. Jadi, Wu et al. (2010) menyimpulkan bahwa pensinyalan kalsineurin / NFAT yang utuh sangat diperlukan untuk mekanisme p53 dan penuaan yang terkait melindungi terhadap perkembangan kanker skuamosa kulit. Menggunakan pendekatan genomik integratif, Lee et al. (2010) mengidentifikasi DSCR1 (RCAN1) sebagai respon gen cedera yang tergantung NFAT di sel otot polos tikus (SMC). Induksi DSCR1 menghambat pensinyalan kalsineurin / NFAT melalui mekanisme umpan balik negatif. DSCR1 overexpression dilemahkan NFAT aktivitas transkripsi dan COX2 (PTGS2; 600262) ekspresi protein, sedangkan knockdown dari endogen DSCR1 meningkatkan aktivitas transkripsi NFAT. Lee et al. (2010) menyimpulkan bahwa DSCR1 adalah gen awal NFAT-dependent, injury-inducible, yang dapat berfungsi untuk secara negatif mengatur perpindahan phenotypic SMC. Menggunakan RT-PCR real-time, Youn et al. (2012) menemukan bahwa Jmjd5 (611917) ekspresi menurun selama diferensiasi osteoklas pada sel tikus RAW264. Knockdown dari Jmjd5 mempercepat pematangan osteoklas. Jmjd5 berinteraksi langsung dengan faktor transkripsi osteoklastogenik Nfatc1 dan menurunkan aktivitas transkripsionalnya. Uji in vitro mengungkapkan bahwa Jmjd5 menurunkan regulasi Nfatc1 dengan menginduksi hidroksilasi dari domain C-terminal Nfatc1, menargetkan Nfatc1 untuk interaksi dengan E3 ubiquitin ligase Vhl (608537) dan degradasi yang diperantarai oleh proteasome. ▼ Pemetaan
52
Melalui penggunaan panel pemetaan manusia / Hamster Cina dan tikus hibrid / tikus, Li et al. (1995) memetakan gen NFATC1 manusia dan tikus ke kromosom 18. Dengan analisis panel hibrida radiasi kromosom 18, gen NFATC1 manusia terlokalisasi pada 18q terminus, terkait erat dengan STS marker D18S497. Tikus Nfatc tikus sublocalized ke kromosom band 18E4 oleh hibridisasi fluoresensi in situ. ▼ Model Hewan Sedangkan tikus yang kekurangan Nfatc1 mengalami gangguan proliferatif dan respons Th2, tikus-tikus kecil defisien Nfatc2 memiliki respon yang sedikit ditingkatkan dengan karakteristik Th2-like. Dengan chimerisasi hati janin di inang Rag2 (179616) tidak stabil, Peng et al. (2001) menghasilkan tikus yang limfositnya kurang dalam faktor transkripsi. Analisis fungsional menunjukkan bahwa tikus Double Knockout (DKO) memiliki respon proliferatif yang wajar dan ekspresi penanda aktivasi tetapi tidak mampu memproduksi berbagai macam sitokin, Namun mampu memproduksi sedikit IL5 (147850), dan mengekspresikan ligan CD40 (CD40LG). ; 300386) dan ligan CD95 (CD95L; 134638) atau sitotoksisitas alogenik. Analisis serum imunoglobulin mengungkapkan jumlah IgG1 dan IgE secara signifikan, isotipe biasanya terkait dengan respon imun Th2, pada tikus DKO. Hasilnya menunjukkan bahwa NFATC1 dan NFATC2 sangat penting untuk pemeliharaan homeostasis dan diferensiasi sel B, tetapi dapat dibuang untuk aktivitas inflamasi sel-T, yang diukur dengan limfoproliferasi dan ekspresi penanda aktivasi. Chang et al. (2004) menunjukkan bahwa inisiasi morfogenesis katup jantung pada tikus membutuhkan Cnb1 (601302), Nfatc2, Nfatc3 (602698), dan Nfatc4 (602699) untuk menekan ekspresi Vegf (192240) pada miokard yang mendasari lokasi pembentukan katup prospektif. Represi Vegf pada embrio tikus hari ke 9 (E9) sangat penting untuk sel-sel endokardial untuk berubah menjadi sel-sel mesenkimal. Kemudian, pada E11, pensinyalan Cnb1 / Nfatc1 dilakukan dalam endocardium, berdekatan dengan situs aksi NFAT myocard sebelumnya, untuk mengarahkan perpanjangan dan perbaikan valvular. Chang et al. (2004) menyimpulkan bahwa fungsi pensinyalan NFAT berurutan dari miokardium ke endokardium dalam bidang morfogenetik valvular untuk menginisiasi dan mengabadikan pembentukan katup embrionik. Mereka menemukan bahwa mekanisme ini juga beroperasi di ikan zebra, menunjukkan peran yang diawetkan untuk pensinyalan kalsineurin / NFAT dalam morfogenesis katup jantung vertebrata. Winslow dkk. (2006) menemukan bahwa tikus yang mengekspresikan varian Nfatc1 nuklear konstitutif (Nfatc1-nuc) membentuk massa tulang yang abnormal tinggi. Tikus Nfatc1-nuc memiliki pertumbuhan berlebih dan memiliki osteoblas yang besar, peningkatan proliferasi osteoblas, dan perubahan terkoordinasi dalam ekspresi komponen pensinyalan dari Wnt. Sebaliknya, tikus yang mengalami defisien Nfatc1 yang menunjukkan cacat pada pembentukan tulang tengkorak dan mengganggu perkembangan osteoklas. Tikus Nfatc1-nuc telah meningkatkan osteoklastogenesis meskipun 53
tingkat normal Rankl dan Opg (TNFRSF11B; 602643), menunjukkan bahwa mekanisme NFAT-regulated dapat mempengaruhi peningkatan osteoklastogenesis secara in vivo. Winslow dkk. (2006) menemukan bahwa pensinyalan kalsineurin / Nfatc dalam osteoblas mengendalikan ekspresi dari chemoattractants dan menarik prekursor osteoklas monositik, sehingga menggabungkan pembentukan tulang dan resorpsi tulang. Heit et al. (2006) menunjukkan bahwa tikus dengan delesi spesifik sel beta dari subunit regulator calcineurin phosphatase Cnb1 mengembangkan bahwa diabetes dapat tergantung berdasarkan usia yang ditandai oleh penurunan proliferasi sel beta dan massa, mengurangi kandungan insulin pankreas, dan hipoinsulinemia. Selain itu, sel beta yang tidak memiliki Cnb1 memiliki ekspresi yang berkurang dari regulator proliferasi sel beta yang sudah ada. Ekspresi kondisional dari Nfatc1 aktif dalam sel beta Cnb1 dapat mencegah dari efek yang ditimbulkan serta dapat mencegah diabetes. Dengan menghasilkan Dtx1 - / - tikus, Hsiao dkk. (2009) menetapkan bahwa Dtx1 penting dalam anergi sel-T dan bahwa itu adalah target Nfat. Analisis imunoblot menunjukkan peningkatan regulasi Dtx1 pada sel T anergik. Analisis mutasi dengan penghapusan bagian N-atau C-terminal dari Dtx1 menunjukkan bahwa aktivasi sel-T dihambat oleh Dtx1 baik dalam mekanisme E3-dependent dan E3-independent. Tikus yang kekurangan Dtx1 dapat meningkatkan aktivasi sel-T dan penyakit autoimun sistemik. Hsiao dkk. (2009) menyimpulkan bahwa DTX1 berkontribusi terhadap toleransi sel-T. Penyakit yang terkait dengan NFAT-2 NFAT berperan dalam regulasi peradangan penyakit radang usus (IBD). Dalam gen yang mengkodekan LRRK2 (leucine-rich repeat kinase 2). Kinase LRRK2 merupakan inhibitor untuk berbagai NFATc2, sehingga pada tikus yang kekurangan LRRK2, peningkatan aktivasi NFATc2 ditemukan di makrofag. [11] Hal ini menyebabkan peningkatan sitokin tergantung NFAT yang memicu serangan kolitis yang parah. NFAT juga berperan dalam Rheumatoid Arthritis (RA), penyakit autoimun yang memiliki komponen pro-inflamasi yang kuat. TNF-α, sitokin pro-inflamasi, mengaktifkan jalur calcineurin-NFAT di makrofag. Selain itu, menghambat jalur mTOR mengurangi peradangan sendi dan erosi, sehingga interaksi yang diketahui antara jalur mTOR dan NFAT menyajikan kunci untuk proses inflamasi RA. Selain itu juga NFAT terlibat dalam jalur signaling untuk transformasi sel dan tumorigenesis. Sinyal jalur calcineurin / NFAT untuk defosforilasi NFAT oleh calcineurin aktif. Ini mengatur ekspresi beberapa gen, termasuk protein yang membantu proliferasi, pertumbuhan, diferensiasi, migrasi, dan kelangsungan hidup, semua proses yang umumnya diregulasi dalam sel kanker. Penelitian telah menunjukkan bahwa beberapa bentuk NFAT, seperti isoform panjang NFATc2 bertindak sebagai gen penekan tumor sedangkan fungsi isoform pendek NFATc1 berfungsi sebagai onkogen. NFATc1 telah ditemukan di banyak limfoma sel B agresif. Selain itu, mengobati tikus dengan inhibitor kalsineurin yang menonaktifkan jalur kalsineurin /
54
NFAT telah ditemukan untuk menginduksi kematian sel pada sel kanker dan menghambat perkembangan siklus sel. Faktor NFAT adalah target terapi yang menjanjikan untuk penyakit ini. Secara khusus, faktor transkripsi NFAT terlibat dalam kanker payudara, lebih khusus dalam proses motilitas sel berdasarkan pembentukan metastasis. Memang NFAT1 (NFATC2) dan NFAT5 bersifat proinvasif dan pro-migrasi pada karsinoma payudara dan NFAT3 (NFATc4) adalah penghambat sel motilitas. NFAT1 mengatur ekspresi TWEAKR dan ligan yang TWEAK dengan Lipocalin 2 untuk meningkatkan invasi sel kanker payudara dan NFAT3 menghambat ekspresi Lipocalin 2 untuk menumpulkan sel yang berinvasi.
55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Bioinformatika adalah ilmu yang mempelajari penerapan teknik komputasional untuk mengelola dan menganalisis informasi biologis. Bioinformatika merupakan kajian yang memadukan disiplin ilmu biologi molekul, matematika dan teknik informasi. Bioinformatika berperan dalam bidang klinis dalam bentuk informasi klinis, identifikasi mutasi gen-gen penyebab penyakit, terapi gen, dan pengobatan individual sesuai profil genetik setiap pasien. Sarana utama bioinformatika adalah berbagai perangkat lunak yang didukung oleh basis data yang tersedia pada world wide web. Protein NFAT-2 merupakan salah satu protein dari famili NFAT yang termasuk dalam tipe protein yang berikatan dengan DNA dan sebagai faktor transkripsi. Letak protein ini dalam kromosom manusia pada 18q23 dimana komponen selulernya terletakpada sitoplasma, sitosol, nukleus, nukleoplasma, kromatin nukleardan badan kromatin. Fungsi molekulerdari NFAT-2 yaitu DNA mengikat aktivitas faktor transkripsi; FK506 mengikat; pengikatan protein kinase p38 aktif-mitogen; pengikatan protein; aktivitas faktor transkripsi, RNA polimerase II penambah distal sekuens spesifik-spesifik. Proses Biologis: jalur pensinyalan kalsineurin-NFAT; Jalur sinyal reseptor Fc-epsilon; regulasi negatif jalur pensinyalan Wnt; regulasi transkripsi positif dari promotor RNA polimerase II; regulasi transkripsi positif, DNA-templated; transkripsi dari promotor RNA polimerase II; Wnt jalur sinyal reseptor, jalur kalsium modulasi. 5.2 Saran Pada paraktikum kali ini, mahasiswa diharapkan mampu menggali informasi mengenai protein NFAT-2 dan dapat mencari informasi lebih dari gen tersebut sesuai bioinformatika. Dapat dilakukan penelusuran identitas gen berdasarkan sekuen nukleotida menggunakan gen bank database.
56
DAFTAR PUSTAKA
Crabtree GR, Olson EN (April 2002). "NFAT signaling: choreographing the social lives of cells". Cell. 109 Suppl (2): S67–79. doi:10.1016/S0092-8674(02)00699-2. PMID 11983154 Pan, M.-G.; Xiong, Y.; Chen, F. (2013-05-01). "NFAT Gene Family in Inflammation and Cancer". Current Molecular Medicine. 13 (4): 543–554. doi:10.2174/1566524011313040007.
57