Laporan Bakteri Alt.docx

  • Uploaded by: regit
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Bakteri Alt.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,490
  • Pages: 28
LAPORAN BAKTERIOLOGI III UJI KUANTITATIF BAKTERI PADA MAKANAN DENGAN METODE ALT (ANGKA LEMPENG TOTAL)

DISUSUN OLEH : KELOMPOK III DEVRIYANTI OSKAR BAU FITRIYANTI DJAFAR MOH. ADHIAKSA DJAMALU REGITA CAHYANI SAURING SRI PUJI ASTUTIK ULTRI SALEHANDRI LANIO

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN STIKES BINA MANDIRI GORONTALO 2019

KATA PENGANTAR Assalamualaikum wr.wb Bismillahirohirohmanirrohim Syukur alhamdulillah atas segala rahmat dan karunia dari Allah swt, atas terselesainya laporan tentang “uji angka lempeng total”, penyusunan laporan ini merupakan tugas dari mata kuliah Bakteriologi III. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki laporan ini. penulis berharap semoga laporan ini bisa berguna bagi yang lain juga. Akhir kata penulis berharap semoga Laporan ini dapat bermanfaat untuk masyarakan maupun inpirasi terhadap pembaca.

Gorontalo, Maret 2019

Penulis

i

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1 1.2 Maksud dan Tujuan ........................................................................ 2 1.3 Manfaat Praktikum ......................................................................... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Mikroorganisme. ........................................................ 3 2.2 Pengendalian Mikroorganisme pada Makanan ............................ 3 2.3 Penyebab Pertumbuhan Mikroba pada Makanan ......................... 6 2.4 Uji Angka Lempeng Total ........................................................... 10 2.5 Teknik Perhitungan Angka Lempeng. ......................................... 11 2.6 Persyaratan Perhitungan Angka Lempeng. .................................. 12 2.7 Cara Pelaporan dan Perhitungan Koloni dalam SPC ................... 12 2.8 Keuntungan dan Kelemahan dari ALT. ....................................... 13 2.9 Definisih Media ............................................................................ 14 2.10 Media dalam uji kualitatif pada bahan makanan.......................... 14 2.11 Morfologi Makroskopik Koloni ................................................... 15 BAB III METODE PRAKTIKUM 3.1 Waktu dan Tempat ......................................................................... 17 3.2 Alat dan Bahan ............................................................................... 17 3.3 Prosedur Kerja ................................................................................ 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan ........................................................................... 19 4.2 Pembahasan .................................................................................... 20 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan .................................................................................... 23 5.2 Saran ............................................................................................... 23 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pengujian mutu suatu bahan pangan diperlukan berbagai uji yang mencakup uji fisik, uji kimia, uji mikrobiologi dan uji organoleptik. Uji mikrobiologi merupakan salah satu uji yang penting, karena selain dapat menduga daya tahan simpan suatu makanan, juga dapat digunakan sebagai indikator sanitasi makanan atau indicator keamanan makanan. Berbagai macam uji mikrobiologi dapat dilakukan terhadap pangan, meliputi uji kuantitatif mikroba untuk menentukan mutu dan daya sutu makanan, uji kualitatif mikroba untuk menentukan mutu dan daya tahan suatu makanan, uji kualitatif bakteri patogen untuk menentukan tingkat keamananya dan uji bakteri indikator untuk menentukan tingkat sanitasi makanan tersebut. Pengujian yang dilakukan terhadap setiap bahan pangantidak sama tergantung dari berbagai faktor seperti jenis dan komposisi bahan pangan, cara pengepakan dan penyimpanan, cara penanganan dankonsumsinya, kelompok konsumen dan berbagai faktor lainnya. Mikroba dapat dijumpai pada berbagai jenis bahan makanan, baik makanan yang berbentuk padat maupun makanan yang berbentuk cair. Untuk mengetahui jumlah bakteri yang terkandung 1 gram sampel bahan makanan padat atau 1 ml bahan makanan cair yang diperiksa, maka perlu dilakukan pengenceran sampel tersebut. Hasil pengenceran ini kemudian diinokulasikan pada medium lempeng dan diinkubasikan. Setelah masa inkubasi, jumlah koloni bakteri dihitung dengan memperhatikan faktor pengencerannya. Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada pada suatu sampel, umumnya dikenal dengan Angka Lempeng Total (ALT). Uji Angka Lempeng Total (ALT) dan lebih tepatnya ALT aerob mesofil atau anaerob mesofil menggunakan media padat dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat diamati secara visual berupa angka dalam koloni (cfu) per ml/gram atau koloni/100ml. Cara yang digunakan antara lain dengan cara tuang, cara tetes, dan cara sebar (BPOM, 2008).

1

Metode hitungan cawan didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup akan berkembang menjadi satu koloni. Jadi jumlah koloni yang muncul pada cawan merupakan suatu indeks bagi jumlah organisme yang dapat hidup yang terkandung dalam sampel. Dan mencawankan hasil pengenceran tersebut. Setelah inkubasi, jumlah koloni masing-masing cawan diamati. Untuk memenuhi persyaratan statistik, cawan yang dipilih untuk penghitungan koloni ialah yang mengandung antara 30 sampai 300 koloni. Karena jumlah mikroorganimse dalam sampel tidak diketahui sebelumnya, maka untuk memperoleh sekurang-kurangnya satu cawan yang mengandung koloni dalam jumlah yang memenuhi syarat tersebut maka harus dilakukan sederatan pengenceran dan pencawanan. 1.2 Tujuan Praktikum Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu untuk mengetahui Angka Lempeng Total (ALT) koloni bakteri yang terdapat dalam sampel bahan makanan 1.3 Manfaat Praktikum Adapun manfaat dilakukannya praktikum ini yaitu untuk mengetahui Angka Lempeng Total (ALT) koloni bakteri yang terdapat dalam sampel bahan makanan.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Mikroorganisme Mikroorganisme merupakan jasad hidup yang mempunyai ukuran sangat kecil (Kusnadi dalam Ali, 2008). Setiap sel tunggal mikroorganisme memiliki kemampuan untuk melangsungkan aktivitas kehidupan antara lain dapat dapat mengalami pertumbuhan, menghasilkan energi dan bereproduksi dengan sendirinya. Mikroorganisme memiliki fleksibilitas metabolisme yang tinggi karena mikroorganisme ini harus mempunyai kemampuan menyesuaikan diri yang besar sehingga apabila ada interaksi yang tinggi dengan lingkungan menyebabkan terjadinya konversi zat yang tinggi pula. Akan tetapi karena ukurannya yang kecil, maka tidak ada tempat untuk menyimpan enzim-enzim yang telah dihasilkan. Dengan demikian enzim yang tidak diperlukan tidak akan

disimpan

dalam

bentuk persediaan.enzim-enzim tertentu

yang

diperlukan untuk perngolahan bahan makanan akan diproduksi bila bahan makanan tersebut sudah ada. Mikroorganisme ini juga tidak memerlukan tembat yang besar, mudah ditumbuhkan dalam media buatan, dan tingkat pembiakannya relative cepat. Oleh karena aktivitasnya tersebut, maka setiap mikroorganisme memiliki peranan dalam kehidupan, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan. Sekilas, makna praktis dari mikroorganisme disadari tertutama karena kerugian yang ditimbulkannya pada manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Misalnya dalam bidang mikrobiologi kedokteran dan fitopatologi banyak ditemukan mikroorganisme yang pathogen yang menyebabkan penyakit dengan sifat-sifat kehidupannya yang khas. Walaupun di bidang lain mikroorganisme tampil merugikan, tetapi perannya yang menguntungkan jauh lebih menonjol. (Buckle, 2005) 2.2 Pengendalian mikroorganisme pada makanan Pengendalian mikroorganisme dalam bahan makanan pada prinsipnya bertujuan untuk membuat bahan makanan menjadi tahan lama, atau dengan perkataan lain bertujuan untuk pengawetan bahan makanan. Pengendalian mikroorganisme berarti mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang dapat

3

berarti membunuh atau menghambat pertumbuhan itu sendiri. Biasanya tindakan ini dilakukan dengan perlakuan fisik atau perlakuan kimia. Perlakuan fisik dapat dilakukan dengan cara perlakuan termal, perlakuan pengeringan dan perlakuan penyinaran (iradiasi). Perlakuan termal terdiri dari suhu rendah, yaitu pendinginan dan pembekuan, dan suhu tinggi/pemanasan yang dapat berupa pasteurisasi atau sterilisasi. Perlakuan pengeringan dapat dilakukan dengan cara pengeringan atau cara pengeringan beku. Perlakuan penyinaran dapat dilakukan dengan sinar ultraviolet dan ionisasi (sinar röntgen, sinar gamma, sinar elektron). Perlakuan kimia dapat dilakukan dengan cara penggaraman, curing, pengasaman, pengasapan dan pemberian bahan pengawet. (Fardiaz, 2002) 1. Perlakuan termal Suhu merupakan faktor ekstrinsik yang penting yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Dibandingkan dengan mahluk tingkat tinggi, mikroorganisme memiliki rentang pertumbuhan yang sangat lebar (kira-kira – 15 s/d 90 °C). Pada suhu rendah, pertumbuhannya akan berhenti, sedangkan pada suhu tinggi organisme ini akan mati. Pada kedua situasi di atas, terkait proses terjadinya metabolisme yang menyebabkan terjadinya kerusakan bahan makanan. Karena proses enzimatik juga bergantung pada suhu, maka perlakuan dengan suhu ekstrim akan menyebabkan pengawetan hampir seluruh bahan makanan. a) Suhu rendah Suhu rendah tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat perkembang mikroorganisme

biakannya.

Dengan

semakin

berkurang

demikian seiring

pertumbuhan

dengan

semakin

rendahnya suhu, dan akhirnya di bawah “suhu pertumbuhan minimum” perkembang biakannya akan berhenti. b) Suhu tinggi Pengendalian mikroorganisme melalui perlakuan suhu tinggi pada umumnya dilakukan dengan pasteurisasi atau sterilisasi. Pasteurisasi adalah pemanasan dengan suhu di bawah 100 °C dan tidak akan menyebabkan inaktivasi mikroba dan enzim secara sempurna. Dengan

4

demikian produk yang dipasteurisasi tidak akan bertahan lama bila tidak disertai perlakuan pendinginan atau faktor proses lainnya seperti perubahan aw dan pH. Sterilisasi adalah pemanasan yang dapat menyebabkan inaktivasi mikroba dan enzim sehingga produk dapat tahan lama. 2. Perlakuan pengeringan Pengeringan adalah identik dengan pengurangan aktivitas air. Pada a w kurang dari 0,70 pertumbuhan agen penyebab infeksi dan intoksikasi tidak perlu dikuatirkan lagi. Pada produk yang dikeringkan, mikroorganisme berada dalam keadaan “tidur” atau dengan perkataan lain berada dalam fase lag yang diperpanjang. Bila terjadi rekonstruksi (penyerapan air kembali) maka flora yang ada dalam bahan makanan dapat kembali beraktivitas. Secara umum pengeringan dibedakan menjadi pengeringan di bawah tekanan udara dan pengeringan vakum. Proses yang khusus adalah kombinasi antara pembekuan dan penghilangan air dengan atau tanpa vakum. Pengeringan dengan udara dilakukan dalam udara yang bergerak, dalam ruang pengeringan yang dipanaskan, dll. 3. Perlakuan penyinaran Dosis penyinaran diukur dengan satuan Gray (Gy). Penyinaran rendah bila dosisnya adalah kurang dari 1 kGy, medium bila < 1-10 kGy, dan tinggi bila lebih dari 10 kGy. Lingkup proses penyinaran (iradiasi) adalah untuk desinfeksi, pemanjangan shelf-life, dekontaminasi dan perbaikan kualitas produk. Keuntungan yang diperoleh adalah pengurangan seminimal mungkin bahan makanan

yang hilang akibat proses

pengawetan, dan penghematan energi serta keuntungan lainnya. Daging sapi yang mendapat perlakuan iradiasi akan menyebabkan pertumbuhan Psedomonas

dan

Enterobacteriaceae

sangat

terhambat

tanpa

menyebabkan perubahan organoleptik. Shelf life daging mentah yang dikemas vakum dapat diperpanjang. Pada daging babi, iradiasi dengan dosis antara 0,3 – 1,0 kGy dapat membuat inaktivasi Trichinella spiralis.

5

4. Perlakuan kimia Perlakuan yang biasa dilakukan antara lain dengan pemberian garam. Penggaraman ini bertujuan untuk menurunkan aktivitas air dan garam sendiri tidak memiliki pengaruh antimikroba secara langsung. Perlakuan yang lain adalah dengan curing, yaitu perlakuan dengan menggunakan garam dapur dan garam nitrit (natrium nitrit atau kalium nitrit). Perlakuan ini dapat menghambat pertumbuhan dan produksi toxin oleh Clostridium botulinum. Efek utamanya adalah menentukan panjangnya fase lag. Faktor yang mempengaruhi efektivitas nitrit antara lain pH, oksigen, komponen pangan lainnya (konsentrasi garam), pemanasan dan iradiasi. Pengasapan juga merupakan salah satu cara pengendalian mikroorganisme dalam bahan makanan dengan menggunakan metode pengasapan dingin, pengasapan hangat dan pengasapan panas. Pengasaman dan penggunaan bahan pengawet juga lazim dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan yang tidak merugikan kesehatan selama diberikan dengan dosis yang tepat untuk tujuan menghambat pertumbuhan mikroorganisme. (Fardiaz, 2002) 2.3 Penyebab Pertumbuhan Mikroba pada Makanan 1. Faktor intrinsik meliputi : a) pH pH menentukan macam mikroba yang tumbuh dalam makanan, dan setiap mikroba masing-masing mempunyai pH optimum, pH minimum dan pH maksimum untuk pertumbuhannya. Bakteri paling baik tumbuh pada pH netral, beberapa suka suasana asam, sedikit asam atau basa. Berdasarkan pH minimum, optimum dan maksimum untuk pertumbuhannya, mikroba digolongkan ke dalam: Mikroba asidofilik: pH antara 2,0-5,0, Mikroba mesofilik: pH antara 5,5- 8,0, Mikroba alkalifilik: pH antara 8,4- 9,5 Mikroorganisme fermentatif memperlihatkan rentang nilai pH yang lebih tinggi dibandingkan dengan mikroorganisme yang menggunakan jalur respirasi. Pada mikroorganisme fermentatif , produksi produk fermentatif yang bersifat asam dan akumulasinya mengakibatkan gangguan keseimbangan pH dan pembatasan pertumbuhan.Sejumlah

6

mikroorganisme

meningkatkan

mekanisme

kompensasi

untuk

mencegah efek toksik dari akumulasi produk yang bersifat asam dan berkonsentrasi tinggi tersebut. Contoh mekanisme tersebut, dengan menginduksi jalur metabolik baru untuk tujuan produksi produk netral butanol dari butirat oleh Clostridium acetobutylicum dan butanediol dari asetat oleh Klebsiella aerogenes. (Sonjaya, 2010) b) aktivitas air (activity of water, aw) Pertumbuhan mikroba tidak pernah terjadi tanpa adanya air. Air dalam substrat yang dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroba biasanya dinyatakan dengan “water activity” (aw). aw dibedakan dengan RH, aw digunakan untuk larutan atau bahan makanan, dan RH untuk udara atau ruangan. Bakteri perlu air lebih banyak dari kapang dan khamir, serta tumbuh baik pada aw mendekati satu yaitu pada konsentrasi gula atau garam yang rendah. aw optimum dan batas terendah untuk tumbuh tergantung dari macam bakteri, makanan, suhu, pH, adanya oksigen, CO2 dan senyawa-senyawa penghambat. Pada umumnya kapang membutuhkan aw lebih sedikit daripada khamir dan bakteri. Setiap kapang mempunyai aw minimum untuk tumbuh, dan untuk mencegah pertumbuhan kapang sebaiknya aw diturunkan hingga dibawah 0,62. Khamir membutuhkan air yang lebih sedikit dibandingkan bakteri, tetapi lebih banyak daripada kapang. Umumnya batas aw terendah untuk khamir sekitar 0,88– 0,94 c) Kandungan nutrient Bakteri Autotrofik (litotrof), untuk pertumbuhannya hanya membutuhkan air, garam anorganik dan karbon dioksida. Kelompok ini mensintesis karbon dioksida menjadi sebagian besar metabolit organik esensial. Bakteri heterotrofik (organotrof) membutuhkan karbon organik untuk pertumbuhannya d) Bahan antimikroba dan struktur bahan makanan. Beberapa

unsur

dalam

bahan

makanan

mempunyai

sifat

antimikroba. Susu sapi mengandung laktoferin, konglutinin, lisozim,

7

laktenin dan sistem laktoperoksidase. Bahan antimikroba dalam telur adalah

lisozim,

laktoperoksidase

konalbumin, terdiri

dari

ovomukoid, laktoperoksidase,

avidin.

Sistem

tiosianat

dan

peroksidase. Ketiga komponen ini diperlukan untuk efek antimikroba. Susu kambing mengandung lebih banyak lisozim dibandingkan susu sapi. Meskipun demikian kandungan lisozim susu lebih rendah bila dibandingkan dengan putih telur. Laktoferin adalah protein penangkap Fe dalam susu dan dapat disamakan dengan konalbumin putih telur. Lisozim yang terdapat dalam telur menyebabkan lisis lapisan peptidoglikan dinding sel bakteri. Kandung lisozim dalam telur adalah 3,5 %. Struktur bahan makanan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme misalnya lemak karkas dan kulit pada karkas unggas dan karkas babi dapat melindungi daging dari kontaminasi mikroorganisme. Kerabang telur yang mempunyai pori-pori sebesar 25-40 µm dapat mempersulit masuknya mikroorganisne ke dalam telur walau tidak dapat mencegah tetap masuknya mikroorganisme. Mikroorganisme akan ditahan oleh lapisan membran dalam yang mencegah masuknya mikroorganisme ke albumen. Daging giling atau daging yang sudah dipotong menjadi bagian lebih kecil akan lebih memberi kemudahan bagi mikroorganisme untuk berkembang biak dibandingkan dengan pada daging karkas. 2. Faktor ekstrinsik Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah suhu penyimpanan dan faktor luar lainnya yang pada prinsipnya berhubungan dengan pengaruh atmosferik seperti : a) Kelembaban, Kelembaban lingkungan (relative humidity, RH) penting bagi bahan makanan dan pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan bahan makanan. Ruang penyimpanan yang memiliki RH rendah akan menyebabkan bahan makanan yang tidak dikemas mengalami kekeringan pada permukaannya dan dengan demikian mengubah nilai

8

aktivitas airnya.Produk bahan makanan yang kering ini bila dibawa ke lingkungan yang lembab (RH tinggi) akan menyerap kelembaban sehingga permukaannya dapat ditumbuhi jamur. Hal yang sama akan terjadi bila bahan makanan yang telah didinginkan dibawa ke lingkungan yang lebih hangat. Hal ini akan menyebabkan kondensasi air di bagian permukaannya. Proses ini penting untuk diperhatikan pada pengepakan produk yang dapat membusuk, karena biasanya ruang pengepakan lebih hangat dibandingkan dengan ruang pendingin, sehingga akan terbentuk lapisan tipis air kondensasi. Hal ini akan menyebabkan peningkatan aktivitas air yang pada gilirannya dapat mempermudah pertumbuhan mikroorganisme. b) Suhu Suhu adalah salah satu faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi pertumbuhan dan kehidupan mikroorganisme. Berdasarkan suhu optimum pertumbuhannya : 

Psikrotropik: 14-20 C, tetapi dapat tumbuh lambat pada suhu refrigerator

(4

C).

Contoh

pada

makanan

kaleng

adalah Clostridium botulinum tipe E dan strain non-proteolitik tipe B dan F. 

Mesofilik: 30-37 C Merupakan suhu normal gudang Contoh : Clostridium botulinum



Termofilik: 45-60 C.

Bakteri termofilik tidak memproduksi

toksin selama pertumbuhannya pada makanan. Contoh bakteri :Bacillus stearothermophilus c) Cahaya dan pengaruh sinar ultraviolet. Adanya cahaya dan sinar ultra violet dapat mempengaruhi pertumbuhan

mikroorganisme

dan

kerusakan

toxin

yang

dihasilkannya, misalnya pada Aspergillus ochraceus. Pada umumnya mikroorganisme rusak akibat cahaya, terutama pada mikroba yang tidak mempunyai pigmen fotosintetik. Sinar dapat merusak beberapa vitamin terutama riboflavin, vitamin A, vitamin C, warna bahan pangan dan juga mengubah flavor susu karena terjadinya oksidasi

9

lemak dan perubahan protein yang dikatalisis sinar. Bahan yang sensitif terhadap sinar dapat dilindungi dengan cara pengepakan menggunakan bahan yang tidak tembus sinar. d) Udara Ketika makanan terbuka dan terkena udara maka diperkirakan akan terjadi kontaminasi bakteri yang ada di udara sehingga jumlah bakteri akan bertambah. (Soewolo, 2005) 2.4 Uji Angka Lempeng Total Angka lempeng total adalah angka yang menunjukkan jumlah bakteri mesofil dalam tiap-tiap 1 ml atau 1 gram sampel makanan yang diperiksa. Prinsip dari ALT adalah menghitung pertumbuhan koloni bakteri aerob mesofil setelah sampel makanan ditanam pada lempeng media yang sesuai dengan cara tuang kemudian dieramkan selama 24-48 jam pada suhu 3537°C (Joko Wibowo Ristanto, 2009). Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada pada suatu sampel, umumnya dikenal dengan Angka Lempeng Total (ALT). Uji Angka Lempeng Total (ALT) dan lebih tepatnya ALT aerob mesofil atau anaerob mesofil menggunakan media padat dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat diamati secara visual berupa angka dalam koloni(cfu) per ml/g atau koloni/100ml. Cara yang digunakan antara lain dengan cara tuang, cara tetes dan cara sebar (BPOM, 2008). Prinsip pengujian Angka Lempeng Total menurut Metode Analisis Mikrobiologi (MA PPOM 61/MIK/06) yaitu pertumbuhan koloni bakteri aerob mesofil setelah cuplikan diinokulasikan pada media lempeng agar dengan cara tuang dan diinkubasi pada suhu yang sesuai. Pada pengujan Angka Lempeng Total digunakan PDF (Pepton Dilution Fluid) sebagai pengencer sampel dan menggunakan PCA (Plate Count Agar) sebagai media padatnya. Digunakan juga pereaksi khusus Tri Phenyl tetrazalim Chlotide 0,5 % (TTC). Prosedur

pengujian

Angka

Lempeng

Total

menurut

Metode

Analisis Mikrobiologi (MA PPOM 61/MIK/06) yaitu dengan cara aseptik ditimbang 25 gram atau dipipet 25 ml sampel ke dalam kantong stomacher

10

steril. Setelah itu ditambahkan 225 ml PDF, dan dihomogenkan dengan stomacher selama 30 detik sehingga diperoleh suspensi dengan pengenceran 10-1. Disiapkan 5 tabung atau lebih yang masing-masing telah diisi dengan 9 ml PDF. Hasil dari homogenisasi pada penyiapan sampel yang merupakan pengenceran 10-1 dipipet sebanyak 1 ml kedalam tabung PDF pertama, dikocok homogeny hingga diperoleh pengenceran 10-2. Dibuat pengenceran selanjutnya hingga 10-6 atau sesuai dengan pengenceran yang diperlukan. Dari setiap pengenceran. dipipet 1ml kedalam cawan petri dan dibuat duplo, ke dalam setiap cawan dituangkan 15-20 ml media PDA yang sudah ditambahkan 1%TTC suhu 45°C. Cawan petri segera digoyang dan diputar sedemikian rupa hingga suspense tersebar merata. Untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer dibuat uji kontrol (blangko). Pada satu cawan diisi 1 ml pengencer dan media agar, pada cawan yang lain diisi media. Setelah media memadat, cawan diinkubasi suhu 35-37°C selama 24-46 jam dengan posisi dibalik. Setelah itu jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung. (Thayib, 2009) 2.5 Teknik Perhitungan Angka Lempeng Uji angka lempeng total dapat dilakukan dengan dua teknik, yaitu teknik cawan tuang (pour plate) dan teknik sebaran (spread plate). Pada prinsipnya dilakukan pengenceran terhadap sediaan yang diperiksa kemudian dilakukan penanaman pada media lempeng agar. Jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada lempeng agar dihitung setelah inkubasi pada suhu dan waktu yang sesuai. Perhitungan dilakukan terhadap petri dengan jumlah koloni bakteri antara 30-300. Angka lempeng total dinyatakan sebagai jumlah koloni bakteri hasil perhitungan dikalikan faktor pengenceran. (Sopandi, 2014) Jika sel jasad renik yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar, maka sel jasad renik tersebut akan berkembang biak membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dapat dihitung dengan menggunakan mata tanpa mikroskop. Metoda hitungan cawan merupakan cara yang paling sensitive untuk menentukan jumlah jaasad renik karena beberapa hal yaitu : 1. Hanya sel yang masih hidup yang dapat dihitung. 2. Beberapa jenis jasad renik dapat dihitung satu kali.

11

3. Dapat digunakan untuk isolasi dan identitas jasad renik karena koloni yang terbentuk mungkin berasal dari jasad renik yang menetap menampakkan pertumbuhan yang spesifik. (Sopandi, 2014) 2.6 Persyaratan Perhitungan Angka Lempeng Total Adanya jumlah angka lempeng total yang ditemukan pada suatu sampel dapat dijadikan acuan bahwa sampel tersebut masih layak untuk dikonsumsi atau tidak. Adapun untuk batas persyaratan perhitungan dari angka lempeng total adalah : 1. Mikroba yang dapat dihitung 30-300 koloni 2. <30 koloni, dianggap cemaran 3. >300 koloni, spreader atau tak terhingga sehingga tak dapat dihitung 4. Jumlah bakteri adalah jumlah koloni x factor pengenceran 5. Perbandingan jumlah bakteri dari pengenceran berturut-turut antara pengenceran yang akhir dengan pengenceran yang sebelumnya 6. Jika sama atau kurang dari 2 maka hasilnya dirata-rata. Jika lebih dari 2 digunakan pengenceran sebelumnya. (Budiyanto,2002) 2.7 Cara Pelaporan dan Perhitungan Koloni dalam SPC Dalam SPC ditentukan cara pelaporan dan perhitungan koloni sebagai berikut : 1. Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari 2 angka yaitu angka pertama ( satuan ) dan angka kedua ( desimal ). Jika angka yang ketiga sama dengan atau lebih besar dari 5, harus dibulatkan satu angka lebih tinggi dari angka kedua. Sebagai contoh, 1,7 x 103 atau 2,0 x 106 kolono/gram. 2. Jika pada semua pengenceran dihasilkan kurang dari 30 koloni pada cawan petri, bearti pengenceran yang dilakukan terlalu tinggi. Oleh karena itu, jumlah koloni pada pengenceran yang terendah yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai kurang ari 30 dikalikan dengan besarnya pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan didalam tanda kurung. 3. Jika pada semua pengenceran dihasilkan lebih dari 300 koloni pada cawan petri, berarti pengenceran yang dilakukan terlalu rendah. Oleh karena itu, jumlah koloni pada pengenceran yang tertinggi yang dihitung. Hasilnya

12

dilaporkan sebagai lebih dari 300 dikalikan dengan factor pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan didalam tanda kurung. 4. Jika pada cawan dari dua tingkat pengenceran dihasilkan koloni dengan jumlah antara 30 dan 300, dan perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah dari kedua pengenceran tersebut lebih kecil atau sama dengan dua,

dilaporkan

rata-rata

dari

kedua

nilai

tersebut

dengan

memperhitungkan factor pengencerannya. Jika perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah lebih besar dari 2, yang dilaporkan hanya hasil yang terkecil. 5. Jika digunakan dua cawan petri ( duplo ) per pengenceran, data yang diambil haru dari kedua cawan ersebut, tidak boleh diambil salah satu. Oleh karena itu, harus dipilih tingkat pengenceran yang menghasilkan kedua cawan duplo dengan koloni diantara 30 dan 300 (Fardiaz, 2002). 2.8 Keuntungan Dan Kelemahan dari ALT Keuntungan dari metode pertumbuhan agar atau metode uji Angka Lempeng Total adalah dapat mengetahui jumlah mikroba yang dominan. Keuntungan lainnya dapat diketahui adanya mikroba jenis lain yang terdapat dalam contoh. Adapun kelemahan dari metode ini adalah : 1. Kemungkinan terjadinya koloni yang berasal lebih dari satu sel mikroba, seperti pada mikroba yang berpasangan, rantai atau kelompok sel. 2. Kemungkinan ini akan memperkecil jumlah sel mikroba yang sebenarnya. Kemungkinan adanya jenis mikroba yang tidak dapat tumbuh karena penggunaan jenis media agar, suhu, pH, atau kandungan oksigen selama masa inkubasi. 3. Kemungkinan ada jenis mikroba tertentu yang tumbuh menyebar di seluruh permukaan media agar sehingga menghalangi mikroba lain. Hal ini akan mengakibatkan mikroba lain tersebut tidak terhitung. 4. Penghitungan dilakukan pada media agar yang jumlah populasi mikrobanya antara 30 – 300 koloni. Bila jumlah populasi kurang dari 30 koloni akan menghasilkan penghitungan yang kurang teliti secara statistik,

13

namun bila lebih dari 300 koloni akan menghasilkan hal yang sama karena terjadi persaingan diantara koloni. 5. Penghitungan populasi mikroba dapat dilakukan setelah masa inkubasi yang umumnya membutuhkan waktu 24 jam atau lebih (Buckle, 2005). 2.9 Definisi Media Media pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan mikrorganisme untuk pertumbuhannya. Ikroorganisme memanfaatkan nutri media berupa molekulmolekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel. Dengan media pertumbuhan dapat dilakukan isolate mikroorganisme menjadi kultur murni dan juga memanipulasi komposisi media pertumbuhannya. Mikroorganisme dapat ditumbuhkan dan dikembangkan pada suatu substrat yang disebut medium. Medium yang dilakukan untuk menumbuhkan dan mengembangbiakkan mikroorganisme tersebut harus sesuai susunannya dengan kebutuhan jenis-jenis mikroorganisme yang bersangkutan. Beberapa mikroorganisme dapat hidup baik pada mediaum yang sangat sederana yang hanya mengandung garam anorganik ditambah sumber karbon organic seperti gula. Sedangkan mikroorganisme lainnya emerlukan suatu medium yang sangat kompleks lainnya (Jawetz, 2007). 2.10 Media dalam uji kualitatif pada bahan makanan Nutrient Agar (NA) merupakan suatu media yang berbentuk padat, yang merupakan perpaduan antara bahan alamiah dan senyawa-senyawa kimia. Nutrient Agar (NA) merupakan suatu media yang mengandung sumber nitrogen dalam jumlah cukup yang dapat digunakan untuk budidaya bakteri dan untuk penghitungan mikroorganisme dalam air, limbah, kotoran dan bahan lainnya. Komposisi Nutrient Agar (NA) terdiri dari ekstrak daging sapi 3 gram, peptone 5 gram dan agar 15 gram. Formula ini tergolong relatif simpel untuk menyediakan nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan oleh sejumlah besar mikroorganisme. Media Nutrient Agar (NA) merupakan suatu media berwarna coklat muda yang memiliki konsistensi yang padat dimana media ini berasal dari sintetik dan memiliki kegunaan sebagai media untuk menumbuhkan bakteri Di Indonesia sendiri, Nutrient Agar (NA) sudah

14

banyak dipakai oleh industri khususnya industri produk susu dan juga di pengolahan air dan limbah pabrik. Tidak semua bakteri dapat dibiakkan pada media ini karena media ini hanya mengisolasi bakteri antraks dan stafilokokus. 2.11 Morfologi Makroskopik Koloni Morfologi bakteri secara makroskopis yaitu berdasarkan pengamatan pada plate agar, bentuk koloni, ukuran, margin, elevasi, warna, permukaan, konsistensi Beberapa koloni mungkin akan berwarna, ada yang berbentuk lingkaran, sementara ada yang bentuknya tidak teratur. Karakteristik koloni (bentuk, ukuran, margin, elevasi, warna, permukaan, konsistensi) yang diistilahkan sebagai “morfologi koloni”. Morfologi koloni adalah cara para ilmuwan dapat mengidentifikasi bakteri secara makroskopis. 1. Ukuran: a) Bentuk titik b) Kecil c) Moderat atau sedang d) Besar 2. Pigmentasi (warna koloni) a) Putih b) Kuning c) Merah d) Ungu e) Dan lain-lain 3. Form (Bentuk koloni) a) Sirkuler : Bulat, bertepi b) Ireguler : tidak beraturan, bertepi c) Rhizoid : bentuk sseperti akar, pertumbuhan menyebar 4. Margin a) Entire : Tepian rata b) Lobate : tepian berlekuk c) Undulate : tepian bergelombang

15

d) Serrate : Tepian bergerigi e) Filamentous : tepian seperti benang-benang 5. Elevasi (ketinggian pertumbuhan koloni bakteri) a) Flat : ketinggian tidak terukur, nyaris rata dengan medium b) Raised : ketinggian nyata terlihat, namun rata pada seluruh permukaan c) Convex : bentuk cembung seperti tetesan air d) Umbonate : bentuk cembung dibagian tengah lebih menonjol

16

BAB III METODE PRAKTIKUM 3.1 Waktu dan Tempat Praktikum Pelaksanaan praktikum bakteriologi III dilaksanakan pada hari jumat dan sabtu, tanggal 15 dan 16 maret 2019. Bertempat dilaboratorium Kimia & Mikrobiologi STIKES Bina Mandiri Gorontalo. 3.2 Alat Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini ialah autoklaf, inkubator, coloni conter, tabung reaksi, pipet tetes, cawan petri, erlenmeyer, dan vortex. 3.3 Bahan Adapun bahan yang digunakan pada praktikum kali ini ialah sampel bahan makanan, NaCl fisiologis, dan nutrient agar (NA). 3.4 Prosedur Kerja 3.4.1 Hari Pertama (Pembuatan suspensi sampel makanan dan penanaman koloni) 1. Tandailah 5 cawan petri dengan nama sampel makanan yang akan diuji dan pengencerannya (10-1, 10-2, 10-3, 10-4, dan kontrol). 2. Cairkan media NA pada hot plate. 3. Timbang 1 gr sampel makanan yang telah dihaluskan. 4. Tambahkan NaCl fisiologis 90 ml. 5. Siapkan 5 tabung reaksi. 3 tabung reaksi dimasukkan NaCl fisiologis 9 ml, 1 tabung reaksi dibiarkan kosong, dan 1 tabung reaksi sebagai konrol. 6. Pindahkan 1 ml sampel dari beaker gelas yang berisi 90 ml ke tabung 10-1. 7. Setelah itu pindahkan 1 ml sampel dari tabung 10-1 ke tabung 10-2. Begitupun seterusnya sampai pada tabung 10-4. 8. Kemudian ke 5 tabung tersebut dimasukkan pada cawan petri masing-masing. 9. Tambahkan masing-masing cawan petri media NA secukupnya. 10. Inkubasi seluruh lempeng dengan posisi terbalik 24 jam.

17

3.4.2 Hari Kedua (Pembacaan koloni pada media NA) 1. Keluarkan media NA yang sudah diinkubasi selama 24 jam pada inkubator 2. Hitung jumlah koloni bakteri pada media NA mengggunakan koloni conter.

18

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berdasarkan hasil praktikum Bakteriologi tentang Angka Lempeng Total Makanan dari tahu goreng yaitu sebagai berikut : Sampel

Gambar

Hasil

Didapatkan hasil dari pengenceran 10-1 yaitu jumlah koloni sebanyak 25 Pengenceran 10-1

Didapatkan hasil dari pengenceran 10-2 Tahu goreng

yaitu jumlah koloni sebanyak 15

Pengenceran 10-2

Didapatkan hasil dari control yaitu terdapat koloni.

Control Tabel 4.1 Hasil Praktikum ALT Makanan Dari Tahu Goreng

19

4.2 Pembahasan Uji mikrobiologis suatu sediaan merupakan salah satu uji yang sangat penting untuk mengetahui kualitas suatu sediaan. Makanan berasal dari alam yaitu dari hewan, tumbuhan, mineral ataupun sediaan galeniknya. Oleh karena didalam pengadaannya bahan-bahan tersebut mengalami proses pengangkutan dan penyimpanan dalam waktu yang cukup lama. Sehingga dalam proses tersebut dapat terjadi pertumbuhan mikroba didalamnya. Untuk mengetahui bahwa bahan baku, bahan tambahan maupun sediaan jadi tidak mengalami perubahan sifat serta bebas dari kontaminan mikroba, maka diperlukan uji mikrobiologis, meliputi pengujian angka lempeng total (ALT), dan uji cemaran bakteri / kapang. Jika telah dilakukan uji-uji tersebut, dan tidak ditemukan bakteri dan kapang yang sesuai standar SNI, maka produk tersebut layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Penentuan ALT (Angka Lempeng Total) merupakan metode kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada pada suatu sampel (BPOM, 2008). Berdasarkan data dan analisis data dapat diketahui bahwa sampel makanan yang digunakan untuk perhitungan ALT koloni bakteri ini adalah kue mari. Sampel makanan tersebut termasuk pada kelompok gorengan, yang merupakan makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain dengan proses pemanasan dan pencetakan. Akan tetapi. Dalam percobaan tentang perhitungan jumlah mikroba digunakan metode total plate count (TPC). metode ini merupakan analisis untuk menguji cemaran mikroba dengan menggunakan metode pengenceran dan metode cawan tuang. Metode cawan tuang adalah metode per plate. Metode ini dilakukan dengan mengencerkan sumber isolate yang telah diketahui beratnya ke dalam 9 ml larutan garam fisiologis, larutan yang digunakan sekitar 1 ml suspense ke dalam cawan petri steril, dilanjutkan dengan menuangkan media penyubur media untuk makanan mikroba.(dwidjoseputro. 2005) Sampel yang digunakan pada percobaan ini dibuat dalam berbagai tingkat pengenceran yaitu , dan dengan tujuan memperkecil konsentrasi pengawet yang digunakan oleh sediaan tersebut dan untuk memudahkan perhitungan

20

jumlah koloni bakteri yang tumbuh. Dari hasil percobaan yang dilakukan didapatkan hasil dengan perhitungan menggunakan digital coloni counter didapatkan hasil yang berbeda-beda dari tiap-tiap cawan petri dengan pengenceran yang berbeda namun dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pengenceran yang dilakukan maka semakin sedikit mikroba yang tumbuh dalam media. Dapat kita lihat pada pengenceran 10-1(24jam) didapatkan pehitungan koloni sebanyak 25 koloni, pada pengenceran 102

(24jam) didapatkan hasil perhitungan sebanyak 15 koloni. Bakteri sendiri dapat tumbuh dan berkembang biak seiring dengan waktu.

Ini dapat dilihat dari jumlah koloni maupun jamur di masing-masing pengenceran pada waktu 24 jam. Kemampuan reproduksi bakteri dengan cara membelah diri dan ditunjang dengan media penumbuh akan membantu pertumbuhan bakteri. Dilakukan pengenceran sampai berfungsi untuk mengurangi jumlah mikroba. Dan dapat melihat perbedaan mikroba yang tumbuh atau baerkembang dari pengenceran 10-1 dan 10-2. Bertujuan untuk memperkecil jumlah mikroba yang tersuspensi dalam cairan sehingga untuk membantu perhitungan jumlah mikroba. Dalam melakukan percobaan dilakukan beberapa perlakuan yaitu memanaskan pinggiran cawan petri agar bakteri yang telah diinginkan tidak tumbuh dan mencegah terjadinya kontaminasi. Dihomogenkan larutan dengan vortex agar tidak terjadi dua fase dan larutan tercampur merata. Ditimbang sampel agar sesuai dengan takaran. Terdapat factor kesalahan dalam melakukan percobaan ini yaitu kurang teliti dalam menghitung, jumlah mikroba sehigga hasil yang didapatkan tidak tepat, kurang aseptiknya praktikan dalam bekerja sehingga dalam cawan petri control media dan control pelarut terdapat bakteri sehingga bukan tidak mungkin bakteri yang ada pada sampel tidak murni berasal dari sampel itu sendiri tapi bias disebabkan dari media, pelarut, ataupun kesalahan praktikan yang tidak aseptic. Pengenceran yang dilakukan pun hanya sampai 102

karena kesalahan praktikan yang kurang berkonsenterasi dalam bekerja. Perhitungan ALT bakteri ini memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan

yang tentunya perlu diatasi dan dipertimbangkan saat pelaksanaan uji

21

sehingga dampak dari kekurangan yang ada dapat diminimalisir. Menurut Buckle (1987), keuntungan dari metode pertumbuhan agar atau metode uji Angka Lempeng Total adalah dapat mengetahui jumlah mikroba yang dominan. Adapun kelemahan dari metode ini adalah: 1. Kemungkinan terjadinya koloni yang berasal lebih dari satu sel mikroba, seperti pada mikroba yang berpasangan, rantai atau kelompok sel. 2. Kemungkinan ini akan memperkecil jumlah sel mikroba yang sebenarnya. 3. Kemungkinan adanya jenis mikroba yang tidak dapat tumbuh karena penggunaan jenis media agar, suhu, pH, atau kandungan oksigen selama masa inkubasi. 4. Koloni dari beberapa mikroorganisme terutama dari contoh bahan pangan, kadang-kadang menyebar di permukaan media agar, sehingga menutupi pertumbuhan dan perhitungan jenis mikroba lainnya . 5. Penghitungan dilakukan pada media agar yang jumlah populasi mikrobanya antara 30–300 koloni. Bila jumlah populasi kurang dari 30 koloni akan menghasilkan penghitungan yang kurang teliti secara statistik, namun bila lebih dari 300 koloni akan menghasilkan hal yang sama karena terjadi persaingan diantara koloni. 6. Penghitungan populasi mikroba hanya dapat dilakukan setelah masa inkubasi yang umumnya membutuhkan waktu 24 jam atau lebih. Berdasarkan pernyataan diatas dapat diketahui bahwa secara statistik perhitungan ALT koloni bakteri pada praktikum ini kurang teliti karena jumlah populasi kurang dari 30 koloni.

22

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Uji mikrobiologis suatu sediaan merupakan salah satu uji yang sangat penting untuk mengetahui kualitas suatu makanan, Penentuan ALT (Angka Lempeng Total) merupakan metode kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada pada suatu sampel. Berdasarkan data dan analisis data dapat diketahui bahwa sampel makanan yang digunakan untuk perhitungan ALT koloni bakteri ini adalah tahu goreng. Metode ini merupakan analisis untuk menguji cemaran mikroba dengan menggunakan metode pengenceran dan metode cawan tuang. Berdasarkan pernyataan diatas dapat diketahui bahwa secara statistik perhitungan ALT koloni bakteri pada praktikum ini pada pengenceran 101

(24jam) didapatkan

pehitungan koloni

sebanyak 25

koloni, pada

pengenceran 10-2 (24jam) didapatkan hasil perhitungan sebanyak 15 koloni 5.2 Saran Adapun saran untuk praktikan agar kiranya bagi praktikan yang melakukan praktikum supaya memahami adanya koloni dalam media yang ditanam supaya praktikum yang dilakukan dapat berjalan dengan lancar.

23

DAFTAR PUSTAKA Basoeki, Soedjono. 2004. Anatomi dan Fisiologi Manusia Buku Penuntun Kegiatan Laboratorium. Malang: Institut Keguruan dan Ilmu Kependidikan FMIPA Murusan Biologi BPOM. (2008). Pengujian Mikrobiologi Pangan. Jakarta: Pusat Pengujian Obat Dan Makanan Badan Pengawasan Obat Dan Makanan Republik Indonesia. Buckle, K.A.,2005. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press.Jakarta Budiyanto, M.A.K., (2002), Dasar-dasar Ilmu Gizi, Malang: UMM Press. Hal. 149. Fardiaz, S.,2002. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Jawetz, E, J. melnick, et al., 2005. Jakarta: EGC Jawetz, melnick & Adelberg Mikrobiologi Kedokteran. Jawetz., et al. 2007. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, & Adelberg, Ed.23, Translation of Jawetz, Melnick, and Adelberg’s Medical Microbiology, 23thEd. Alih bahasa oleh Hartanto, H., et al. Jakarta: EGC Joko Wibowo, D. dan Ristanto. 2009. Petunjuk Khusus Deteksi Mikroba Pangan. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Soewolo, Basoeki Soedjono danTiti Yudani. 2005. Fisiologi Manusia. Malang: Universitas Negeri Malang. Sonjaya, H. 2010. Bahan Ajar Fisiologi Ternak Dasar. Fakuiltas PeternakanYogjakarta:ANDI Yogyakarta Sopandi,T dan Wardah. 2014.Mikrobiologi Pangan Teori dan Praktik. Maya(ed). Universitas Hasanuddin. Makassar. Thayib, S dan Abu Amar. 2009. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Teknologi Indonesia.

LAMPIRAN

Alat dan Sampel

Sampel yang Telah Dihaluskan

Proses Melarutkan Sampel dengan Menggunakan NaCl Fisiologis

Proses Penimbangan Sampel

Proses Pemindahan Suspensi Sampel

Hasil lempeng yang telah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC

Related Documents

Bakteri
May 2020 39
Infeksi Bakteri
October 2019 77
Penyakit Bakteri
June 2020 34
Bakteri Tangan.docx
June 2020 22

More Documents from "Eva"