Laporan Analisis Fisik 5.docx

  • Uploaded by: sely mutia
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Analisis Fisik 5.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,249
  • Pages: 37
ANALISIS FISIK

ANALISIS FUNGSI KAWASAN DAN KEMAMPUAN LAHAN 1. Konsep Analisis Fungsi Kawasan a. Pengertian Kawasan Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.(Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no. 21/PRT/M/2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan rawan letusan Gunung Berapi dan Kawasan Rawan Gempa Bumi). Kawasan adalah suatu area di permukaan bumi yang relatif homogen dan berbeda dengan sekelilingnya berdasarkan kriteria tertentu. “geografi kawasan adalah bagian yang vital dan tidak terpisahkan dari pokok bahasan bagi pembaca pada umumnya merupakan geografi par excellence” (Wooldridge dan East 1958:141). Undang-undang Republik Indonesia Nomer 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa: “ Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya” Adanya variasi penyusunan lahan yang berupa batuan, tanah, kemiringan lereng dan penggunaan lahan menyebabkan terjadinya perbedaan sifat dan karakteristik lahan. Perbedaan ini mengakibatkan pada setiap lahan mempunyai daya dukung dan daya tampung yang berbeda. Artinya, setiap lahan mempunyai fungsi kawasan tersendiri dalam kelestarian lingkungan hidup. (Nugraha, dkk 2006:62). Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (BRLKT), Departemen Kehutanan (1986) membagi lahan berdasarkan karekteristik fisik DAS yang terdiri dari kemiringan lereng, jenis tanah, dan curah hujan harian rata-rata. Berdasarkan karekteristik tersebut maka ditentukan fungsi kawasannya dengan cara scoring. (Nugraha, dkk 2006:10). Dengan demikian, dapat dihasilkan kawasan lindung, kawasan penyangga, dan kawasan budidaya yang dapat dibedakan lagi menjadi budidaya tanaman tahunan dan budidaya tanaman semusim. Fungsi kawasan terbagi menjadi : a. Kawasan Fungsi Lindung (A) Kawasan fungsi lindung adalah suatu wilayah yang keadaan sumber daya alam air, flora dan fauna seperti hutan lindung, hutan suaka, hutan wisata, daerah sekitar sumber mata air, alur sungai, dan kawasan lindung lainnya sebagimana diatur dalam Kepres 32 Tahun 1990.Suatu satuan lahan ditetapkan sebagai kawasan fungsi lindung,

apabila besarnya skor kemampuan lahannya ≥175, atau memenuhi salah satu/beberapa syarat berikut : 1. Mempunyai kemiringan lahan lebih dari 40 %. 2. Jenis tanahnya sangat peka terhadap erosi (regosol, litosol, organosol,dan renzina) dengan kemiringan lapangan lebih dari 15 %. 3. Merupakan jalur pengaman aliran air/sungai yaitu sekurang-kurangnya 100meter di kiri-kanan sungai besar dan 50 meter kiri-kanan anak sungai. 4. Merupakan perlindungan mata air, yaitu sekurang-kurangnya radius 200meter di sekeliling mata air. 5. Merupakan

perlindungan

danau/waduk,

yaitu

50-100

meter

sekelilingdanau/waduk. 6. Mempunyai ketinggian 2.000 meter atau lebih di atasa permukaan laut. 7. Merupakan kawasan Taman Nasional yang lokasinya telah ditetapkan olehpemerintah. 8. Guna keperluan/kepentingan khusus dan ditetapkan sebagai kawasan lindung. b. Kawasan Fungsi Penyangga (B) Kawasan fungsi penyangga adalah suatu wilayah yang dapat berfungsi lindung dan berfungsi budidaya, letaknya diantara kawasan fungsi lindung dan kawasan fungsi budidaya seperti hutan produksi terbatas, perkebunan (tanaman keras), kebun campur dan lainnya yang sejenis. Suatu satuan lahan ditetapkan sebagai kawasan fungsi penyangga apabila besarnya nilai skor kemampuan lahan nya sebesar 125 -174 dan atau memenuhi kriteria umum sebagai berikut : 1. Keadaan fisik satuan lahan memungkinkan untuk dilakukan budidaya secara ekonomis. 2. Lokasinya secara ekonomis mudah dikembangkan sebagai kawasan penyangga. 3. Tidak merugikan dilihat dari segi ekologi/lingkungan hidup bila dikembangkan sebagai kawasan penyangga. c. Kawasan fungsi Budidaya 1. Kawasan fungsi Budidaya Tanaman Tahunan (C) Kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan adalah kawasan budidaya yang diusahakan dengan tanaman tahunan seperti Hutan Produksi Tetap, Hutan Tanaman Industri, Hutan Rakyat, Perkebunan (tanaman keras), dan tanaman buah - buahan. Suatu satuan lahan ditetapkan sebagai kawasan dengan fungsi budidaya tanaman tahunan apabila besarnya nilai skor kemampuan lahannya ≤ 124 serta

mempunyai tingkat kemiringan lahan 15 - 40% dan memenuhi kriteria umum seperti pada kawasan fungsi penyangga. 2. Kawasan Fungsi Budidaya Tanaman Semusim (D) Kawasan fungsi budidaya tanaman semusim adalah kawasan yang mempunyai fungsi budidaya dan diusahakan dengan tanaman semusim terutama tanaman pangan atau untuk pemukiman. Untuk memelihara kelestarian kawasan fungsi

budidaya

tanaman

semusim,

pemilihan

jenis

komoditi

harus

mempertimbangkan kesesuaian fisik terhadap komoditi yang akan dikembangkan. Untuk kawasan pemukiman, selain memiliki nilai kemampuan lahan maksimal 124 dan memenuhi kriteria tersebut diatas, secara mikro lahan nya mempunyai kemiringan tidak lebih dari 8%. Berdasarkan beberapa definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi kawasan merupakan permintaan lahan berdasarkan karekteristik fisiknya berupa lereng, jenis tanah, dan curah hujan harian rata-rata menjadi kawasn lindung, penyangga, budidaya tanaman tahunan dan budidaya tanaman semusim, dimana setiap kawasan mempunyai fungsi utama yang spesifik.

METODE ANALISIS

Data yang dibutuhkan dan Metode Menganalisis Untuk dasar pembagian kriteria fungsi kawasan diatur dalam SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan No. : 683/Kpts/Um/8/1981 tentang kriteria dan tata cara penetapan hutan lindung dan hutan produksi. Berikut ini pembagian kriteria penetapan fungsi kawasan: Tiga faktor yang dinilai sebagai penentu Fungsi Kawasan, yaitu :  Kelerengan lapangan  Jenis tanah menurut kepekaan terhadap erosi  Intensitas hujan harian rata – rata Peta Fungsi Kawasan didapatkan melalui pengolahan Peta Lereng + Peta Jenis Tanah + Peta Curah Hujan = Peta Fungsi Kawasan A. Cara Menghitung Kemiringan Lereng permukaan bumi. Dalam peta topografi simbol yang sering dijumpai adalah garis kontur yang membedakan jarak antar ketinggian. Kali ini saya akan membahas tentang salah satu cara menghitung derajat kemiringan lereng pada peta topografi. Jika diketahui di soal terdapat peta topografi sebagai berikut:

Jika jarak x dan y pada peta adalah 5 cm, Berapakah derajat kemiringan lerengnya? Untuk menjawab soal tersebut ada beberapa tahapan yaitu: 1. Karena belum ada skala peta maka kita cari dulu skalanya dengan rumus Ci (Contour Interval). Ci pada peta adalah 50 m Ci = 1/2.000 x penyebut skala 50 = 1/2.000 x penyebut skala penyebut skala = 2.000 x 50 penyebut skala = 100.000

jadi skala peta tersebut adalah 1 : 100.000 m, jadi kalo dalam cm menjadi 1 : 10.000.000 cm 2. Menentukan jarak di sebenarnya antara x dan y Jarak di peta adalah 5 cm berarti 5 x 10.000.000 cm = 50.000.000 cm = 500.000 m 3. Menentukan selisih tempat x dan y Di peta x = 900 m y = 800 m, jadi 900 -800 = 100 m 4. Menghitung derajat kemiringan lereng Kemiringan x-y = beda tinggi x-y/jarak di lapangan x 100 = 100/500.000 x 100 = 0,02 %

Tabel kemiringanlerengsertapengklasifikasiannya Kelas I II III IV V

Kelerengan (%) 0-8 8-15 15-25 25-40 >40

Klasifikasi Datar Landai Agak Curam Curam Sangat Curam

Nilai Skor 20 40 60 80 100

B. Jenis Tanah Menurut Kepekaannya Terhadap Erosi ( Dudal Soepratohardjo) Kelas I

II III

IV

V

Jenis Tanah Aluvial, Gleiosol, Planosol,Hidromorf Kelabu, LatrikTanah Latosol Brown Forest Soil(kambisol), Non Calcic Brown, Mediteran Andosol, Laterit, Grumusol, Podsolik Regosol, Litosol, Organosol, Rezina

B. Membuat Peta Curah Hujan

Klasifikasi Tidak Peka

Nilai Skor 15

Kurang Peka Agak Peka

30 45

Peka

60

Sangat Peka

75

Pengolahan data curah hujan dapat dilakukan dengan 3 cara :  Rata-Rata Aljabar  Rata-Rata Thiessen  Rata-Rata Isothiet 1. Rata-Rata Aljabar Rumus Rata-Rata Aljabar

R¯ = R1+R2+R3........+Rn n

Keterangan : R¯

= Rata-rata curah hujan wilayah yang akan kita cari

R1,R2,R3....Rn

= Jumlah curah hujan rata-rata masing-masing stasiun

n

= Jumlah stasiun atau jumlah data

2. Rata-Rata Thiessen (bangun poligon-poligon) Rumus Rata-Rata Thiessen R¯= R1a1 + R2a2 + R3a3 +........+Rnan a1 +a2 + a3..................+ an Keterangan : R¯

= Curah hujan rata-rata wilayah (mm/tahun)

R1,R2,R3.....Rn = Curah hujan masing-masing stasiun 1 sampai ke-n a1,a2,a3........an = Luas masing-masing poligon ke 1 sampai ke-n 3.Rata-Rata Isothiet Rumus Rata-Rata Isothiet (garis yang tidak kaku)

R¯= R1a1 + R2a2 + R3a3 +........+Rnan a1 +a2 + a3..................+ an

Keterangan : R¯

= Curah hujan rata-rata wilayah (mm/tahun)

R1,R2,R3.....Rn = Curah hujan masing-masing stasiun 1 sampai ke-n a1,a2,a3........an = Luas masing-masing poligon ke 1 sampai ke-n

Tabel Klasifikasi dan Nilai Skor Faktor Intensitas Hujan Harian Rata – Rata Kelas I II III IV V

Intensitas Hujan (mm/hari) Sangat Rendah (0- 13,6) Rendah (13,6-20,7) Sedang (20,7-27,7) Tinggi (27,7-34,8) Sangat Tinggi (>34,8)

Klasifikasi Nilai Skor 10 20 30 40 50

C. Nilai Skor Arahan Fungsi Kawasan No 1. 2. 3. 4.

Arahan Fungsi Pemanfaatan Lahan Kawasan fungsi lindung Kawasan fungsi penyangga Kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan Kawasan fungsi budidaya tanaman semusim&permukiman

FLOW CHART Analisis

Nilai skor >175 125-174 < 124 dengan lereng > 8 % <124 dengan lereng < 8 %

Peta Topografi Peta Curah Hujan Peta Tanah

Dari peta topografi analsis dan beri skor pada daerah berdasarkan klasifikasi kemiringannya

Dari peta curah hujan analisis dan beri skor daerah berdasarkan klasifikasi curah hujannya

Overlay ketiga peta ini dan jumlahkan skornya sehingga menghasilkan peta fungsi kawasan

Peta Fungsi Kawasan

Dari peta tanah analisis dan beri skor daerah berdasarkan klasifikasi tanahnya

BAB IV HASIL ANALISIS

1. Peta Curah Hujan, Peta Lereng dan Peta Tanah Kecamatan Batang Kapas dan sutera

Peta Curah Hujan Kecamatan Batang Kapas dan sutera

Peta Lereng Kecamatan Batang Kapas dan Sutera

Peta Tanah Kecamatan Batang Kapas dan Sutera

Peta Hasil Overlay

2. Data Analisis Fungsi Kawasan Kecamatan Lunang Dan Silaut a. Data Curah Hujan No 1 2

Curah Hujan Jenis Curah Hujan Kelas (mm/Hari) 21 -26 Sedang III 14-20 Rendah II Tabel Curah Hujan Kecamatan Lunang dan Silaut

Skor 30 20

Dari tabel diatas maka kita dapat menyimpullkan bahwa pada Kecamatan Lunang dan Silaut sama sama memiliki curah hujan sedang dengan besar 25,5 mm/hari dengan skor sebesar 30 b. Data Lereng NO

%

KELAS

Klasifikasi

Skor

1

28,4

IV

CURAM

80

2

24,2

III

AGAK CURAM

60

3

26,88

IV

CURAM

80

4

33,3

IV

CURAM

80

5

15

II

AGAK CURAM

40

6

14,28

II

LANDAI

40

7

30

IV

CURAM

80

8

50

V

SANGAT CURAM

100

9

20

II

LANDAI

40

10

50

V

SANGAT CURAM

100

11

9,5

I

DATAR

20

Tabel Klasifikasi Lahan Batang Kapas dan Sutera

Kenampakan alam pada Kecamatan Batang Kapas dan Sutera didominasi oleh bagian datar yaitu sekitar 9,5 %, bagian landai yaitu 34,28 %dan selebihnya pada bagian utara Kecamatan BatangKapasdanSuteramemiliki wilayah berbukit bukit.

c. Data Tanah

kode Bfq.1.1 Bfq.5.5 AF.1.2.1

hal 65 67 39

USDA CLASS tropopsamments tropaquepts tropaquepts

% 100 70 70

Ordo regosol latosol Andosol

kepekaan sangatpeka kurangpeka peka

skor 75 30 60

kedalaman sangatdalam sangatdalam dalam

Kelas V II IV

Had.1.2.3 Had.1.3.2 Had.1.3.3 Mad.2.2.3 Au.1.2 Mg.2.3.3 D.2.1.3 Mq.2.3.3

187 193 199 249 37 271 33 273

dystropepts dystropepts dystropepts dystropepts tropaquepts dystropepts troposaprists dystropepts

65 65 60 60 100 60 100 60

latosol latosol latosol latosol latosol Andosol organosol latosol

kurangpeka kurangpeka kurangpeka kurangpeka kurangpeka peka sangatpeka kurangpeka

30 30 30 30 30 60 75 30

dalam dalam dalam sangatdalam sangatdalam dalam ekstrimdalam sangatdalam

Pada Kecamatan Batang Kapas dan Sutera ini jenis tanah terbanyak adalah tanah Latosol dan Andosol dimana tanah jenis ini akan menjadi kawasan budidaya tanaman tahunan dan semusim.

II II II II II IV V II

3. Data Analisis Overlay Fungsi Kawasan TABEL OVERLAY SL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55

CH kelas II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II III II II III III III III III III II II III II II II II II II II II III

SKOR 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 30 20 20 20 20 20 20 20 20 20 30 20 20 30 30 30 30 30 30 20 20 30 20 20 20 20 20 20 20 20 30

J.TANAH kelas SKOR III 45 III 45 IV 60 III 45 I 15 V 75 V 75 IV 60 IV 60 IV 60 V 75 V 75 I 15 I 15 V 75 I 15 V 75 V 75 I 15 V 75 I 15 V 75 III 45 III 45 I 15 V 75 I 15 III 45 III 45 IV 60 IV 60 I 15 I 15 IV 60 IV 60 III 45 III 45 I 15 V 75 III 45 V 75 I 15 III 45 I 15 I 15 III 45 I 15 III 45 III 45 III 45 III 45 III 45 I 15 IV 60 III 45

LERENG kelas SKOR IV 80 V 100 V 100 I 20 I 20 I 20 II 40 II 40 I 20 II 40 I 20 IV 80 I 20 IV 80 I 20 I 20 II 40 V 100 II 40 I 20 II 40 II 40 I 20 II 40 II 40 I 20 I 20 I 20 II 40 II 20 III 60 III 60 II 40 II 40 II 40 II 40 III 60 I 20 I 20 I 20 II 40 II 40 II 40 II 40 II 40 I 20 I 20 III 60 V 100 IV 80 III 60 IV 80 IV 80 V 100 II 40

JUMLAH SKOR

FUNGSI

145 165 180 85 55 115 135 120 100 120 115 175 55 115 115 55 135 195 75 115 75 135 85 105 85 115 55 85 105 100 140 95 75 120 130 105 125 65 125 95 145 85 115 75 75 95 55 125 165 145 125 145 115 180 115

Kawasan fungsi penyangga Kawasan fungsi penyangga kawasan fungsi lindung kawasan fungsi budidaya tanaman semusim dan pemukiman kawasan fungsi budidaya tanaman semusim dan pemukiman kawasan fungsi budidaya tanaman semusim dan pemukiman Kawasan fungsi penyangga kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan kawasan fungsi budidaya tanaman semusim dan pemukiman kawasan fungsi budidaya tanaman semusim dan pemukiman kawasan fungsi budidaya tanaman semusim dan pemukiman kawasan fungsi lindung kawasan fungsi budidaya tanaman semusim dan pemukiman kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan kawasan fungsi budidaya tanaman semusim dan pemukiman Kawasan fungsi penyangga kawasan fungsi lindung kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan kawasan fungsi budidaya tanaman semusim dan pemukiman kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan Kawasan fungsi penyangga kawasan fungsi budidaya tanaman semusim dan pemukiman kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan kawasan fungsi budidaya tanaman semusim dan pemukiman kawasan fungsi budidaya tanaman semusim dan pemukiman kawasan fungsi budidaya tanaman semusim dan pemukiman kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan Kawasan fungsi penyangga kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan Kawasan fungsi penyangga kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan kawasan fungsi budidaya tanaman semusim dan pemukiman kawasan fungsi budidaya tanaman semusim dan pemukiman Kawasan fungsi penyangga kawasan fungsi budidaya tanaman semusim dan pemukiman Kawasan fungsi penyangga kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan kawasan fungsi budidaya tanaman semusim dan pemukiman kawasan fungsi budidaya tanaman semusim dan pemukiman Kawasan fungsi penyangga Kawasan fungsi penyangga Kawasan fungsi penyangga Kawasan fungsi penyangga Kawasan fungsi penyangga kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan kawasan fungsi lindung kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan

Pada Kecamatan Batang Kapas dan Sutera ini jenis tanah terbanyak adalah tanah Latosol dan Andosol dimana tanah jenis ini akan menjadi kawasan budidaya tanaman tahunan dan semusim.

Dari peta diatas maka dapat disimpulkan bahwa wilayah Batang Kapas dan Sutera memiliki empat jenis fungsi kawasan yaitu diantaranya: NO 1 2

FUNGSI KAWASAN Kawasan fungsi lindung Kawasan fungsi penyangga

LUAS PETA (CM) 73 747

SKALA

LUAS (KM)

1:50.000 1:50.000

36,5 373,5

3 4

Kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan Kawasan fungsi budidaya tanaman semusim&permukiman

1280

1:50.000

640

500

1:50.000

250

2. Analisis Satuan Lahan dan Kemampuan Lahan A. Metode Analisis Faktor- faktor klasifikasi pada kategori kelas adalah faktor pembatas yang bersifat permanen atau sulit untuk diubah. Adapun faktor tersebut adalah: a). Lereng Lereng untuk klasifikasi kemampuan lahan dibedakan atas tujuh kelas lereng, yaitu: l0

: datar ( 0-3%)

l1

: landai / berombak (3-8%)

l2

: agak miring / bergelombang (8-15%)

l3

: miring / berbukit (15- 30%)

l4

: agak curam (30-45%)

l5

: curam (45-65%)

l6

: sangat curam (>65%)

b). Tekstur Tanah Yang dimaksud tekstur disini adalah tekstur tanah atas, dimana pada tanah- tanah yang belum terganggu . tekstur tanah dapat dikelompokkan kedalam lima kelas, yaitu: t1

: halus, meliputi liat dan liat berdebu

t2

: agak halus, meliputi liat berpasir, lempung liat berdebu, lempung berliat, lempung liat berpasir

t3

: sedang, meliputi debu, lempung berdebu, dan lempung

t4

: agak kasar, meliputi lempung berpasir

t5

: kasar, meliputi pasir berlempung dan pasir

c). Permeabilitas Permeabilitas merupakan kemampuan tanah untuk melalukan air dan udara. Secara kuantitatif yang dimaksud dengan permeabilitas adalah kecepatan aliran air pada tanah jenuh persatuan waktu pada gradient hidrolik tertentu. Permeabilitas dapat dikelompokkan atas tujuh kelas, yaitu: p0

: sangat lambat ( <0,125cm/jam)

p1

: lambat (0,125- 0,5cm/jam)

p2

: agak lambat: ( 0,5- 2,0cm/jam)

p3

: sedang ( 2,0- 6,25cm/jam)

p4

: agak cepat (6,25- 12,5cm/jm)

p5

: cepat (12,5- 25,0cm/jam)

p6

: sangat cepat (>25,0 cm/jam)

d). Kedalam Solum Kedalaman solum merupakan ketebalan dari seluruh horizon A dan horizon B atau kedalan perakaran tanaman. Kedalaman solum dapat dikelompokkan kedalam empat kelas, yaitu: k0

: dalam (>90cm)

k1

: sedang (50-90cm)

k2

: dangkal (25-50cm)

k3

:sangat dangkal (<25cm)

e). Drainase Drainase menggambarkan tata air dalam tanah yang dapat dilihat dari warna profil tanah. Berdasarkan hal tersebut, drainase dapat dikelompokkan atas enam kelas, yaitu: d0

: baik, dimana tanah mempunyai peredaran udara yang baik, seluruh profil tanah dari lapisan atas sampai lapisan bawah berwarna seragam, tidak terdapat bercak- bercak.

d1

: agak baik, dimana tanah mempunyai peredaran udara yang baik. Tidak terdapat bercak- bercak berwarna kuning, coklat atau kelabu pada lapisan atas dan bawah.

d2

: agak buruk, lapisan tanah atas mempunyai peredaran udara yang baik, jadi pada lapisan ini tidak terdapat bercak, tapi seluruh lapisan bawah penuh dengan bercak.

d3

: buruk, tanah lapisan atas sedikit bercak dan lapisan tanah bawah penuh dengan

bercak. d4

: sangat buruk, seluruh lapisan tanah penuh dengan bercak.

d5

: sangat- sangat buruk, tanah selalu tergenang atau terendam air.

f). Erosi Penilaian erosi didasarkan pada gejala erosi yang telah terjadi. Erosi dapat dikelompokkan berdasarkan lima kelas, yaitu: e0

: tidak ada erosi

e1

: ringan, jika <25% tanah lapisan atas hilang

e2

: sedang, jika 25- 75% tanah lapisan atas hilang

e3

: berat, jika >75% tanah lapisan atas hilang dan <25% tanah lapisan bawah juga hilang

e4

: sangat berat, jika >25% tanah lapisan bawah hilang

g). Singkapan Batuan Penyebaran singkapan batuan dapat dikelompokkan menjadi lima kelas, yaitu: b0

: tidak ada (<2% luas areal)

b1

: sedikit (2- 10% luas areal), dimana pengolahan tanah dan penanaman tanaman agak terganggu

b2

: sedang (10- 50% luas areal), dimana pengolahan tanah dan penanaman tanaman terganggu

b3

: banyak (50- 90% luas areal), dimana pengolahan tanah dan penanaman tanaman sangat terganggu

b4

: sangat banyak, (>90% luas areal), dimana tanah sudah sama sekali tidak dapat digarap.

h). Ancaman Banjir Intensitas ancaman banjir dapat dikelompokkan menjadi lima kelas, yaitu: O0

: tidak pernah, dimana dalam periode 1 tahun tanah tidak pernah tertutup banjir untuk waktu lebih dari 24 jam.

O1

: kadang- kadang, banjir menutupi tanah >25 jam dan tidak teratur dalam periode kurang dari 1 tahun

O2

: selama 1 bulan lebih tanah tertutup banjir >24 jam

O3

: selama 2-5 bulan dalam 1 tahun tanah selalu tertutup banjir >24 jam

O4

: selama >6 bulan tanah selalu tertutup banjir >24 jam

Untuk memperjelas uraian- uraian diatas, maka dapat dilihat pada table berikut: Kelas Kemampuan Lahan Kriteria Tekstur Tanah

I

II

t2/t3

t1/t4

III t1/t4

IV t1/t4

V t1/t4

VI t1/t4

VII t1/t4

VIII t5

Kelerengan (%) Drainase

l0

l1

/l2

l3

l3

l4

l5

l6

d0/d1

d2

d3

d4

d5

d4

d4

d4

k0

k1

k2

k2

k3

k3

k3

e1

e1

e2

e2

e3

e4

e4

b2

b2

b2

b3

O3

O3

O3

O3

Kedalaman k0 Solum Keadaan Erosi e0

Singkapan b0 b0 b0 b1 Batuan Ancaman O0 O1 O2 O3 Banjir Sumber: Arsyad 1990 (dalam Dedi Hermon, Hal:147) Kelas

kemampuan

lahan

menurut

USDA

dibedakan

atas

delapan

kemampuanlahan.Intensitas dan pemilihan penggunaan lahan semakin menurun dengan semakin besarnyaangka kelas. Berikut ini diuraikan kelas Kemapuan Lahan, diantaranya : 1. Kelas I Lahan yang termasuk kelas ini sesuai untuk berbagai penggunaan ( pertanian, padangpengembala, hutan dan hutan cagar alam ). Lahan ini hanya mempunyai sedikit kendala dalampenggunaannya. Ciri-cirinya bertopografi datar/agak datar, bahaya erosi ringan, kedalamanefektifnya dalam, drainase baik dan sedang. Lahan mudah diolah. 2. Kelas II Lahan

memiliki

kendala

yang

mengurangi

pilihan

penggunaannya

atau

memerlukantindakan konservasi sedang. Lahan kelas ini membutuhkan pengelolaan tanah secara hati-hatitermasuk tindakan konservasi tanah untuk mencegah kemerosotan tanah. Tanah kelas ini dapatdigunakan untuk tanaman semusim, padang rumpur, padang penggembala, hutan produksi, hutanlindung dan cagar alam. 3. Kelas III Lahan yang memiliki kendala yang berat sehingga mengurangi pilihan penggunaan lahanatau memerlukan tindakan konservasi khusus atau keduanya. Tanah kelas ini digunakan untuktanaman semusim, padang penggembala, hutan produksi, hutan lindung dan suaka marga satwa. 4. Kelas IV Lahan yang memiliki kedalaman yang sangat berat sehingga membatasi pilihan penggunaan atau memerlukan tindakan pengelolaan yang sangat hati-hati atau keduanya. Tanahini dapat digunakan untuk tanaman semusim, tanaman pertanian, padang pengembala, hutanproduksi, hutan indung dan suaka alam. 5. Kelas V

Lahan kelas V memiliki sedikit bahaya erosi tetapi memiliki pembatas lain yang sulitdihilangkan sehingga penggunaannya sangat terbatas yaituuntuk padang rumput, padangpengembala, hutan produksi atau suaka. 6. Kelas VI Lahan kelas ini memiliki penghambat yang berat sehingga tanah-tanah kelas ini tidaksesuai untuk pertaniaan. Penggunaan tanah ini terbatas hanya untuk padang rumput atau padangpengembala, hutan produksi, hutan lindung atau cagar alam. 7. Kelas VII Lahan kelas ini memiliki batas yang berat sehingga tidak sesuai untuk pertanian danpenggunaannya sangat terbatas untuk padang rumput, hutan produksi dan suaka alam. 8. Kelas VIII Lahan kelas ini memiliki pembatas untuk menghalangi penggunaan tanah bagi produksitanaman secara komersial dan hanya untuk pariwisata dan suaka alam. B. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam analisis ini adalah : a.

Kertas minyak

b. Alat tulis Bahan-bahan yang digunakan dalam analisis ini adalah : a. Peta Satuan lahan skala 1: 50.000 b. Peta Satuan Lahan dan buku paduan PUSLITANAH c. Peta dasar Satuan Lahan Lembar Padang 0715 dan lembar Solok 0815 skala 1 : 250.000 C. Langkah Kerja 1. Dari hasil peta satuan lahan (Fungsi Kawasan) di overlay dengan peta satuan lahan dan tanah dari PUSLITANAH. 2. Kemudian untuk menentukan kelas kemampuan lahan gunakan faktor-fakor pembatas lahan yang bersifat permanen atau sulit untuk diubah. Adapun faktor tersebut adalah lereng, tekstur tanah, permeabilitas, kedalaman solum, drainase, dan erosi. 3. Untuk menentukan kelas kemampuan laham, gunakan nilai tertinggi yang ada pada kolom kemampuan lahan tersebut.

D. Hasil Analisis

No

Kriteria

1 2 3 4 5 6 7

Lereng Kedalaman Solum Tanah Tekstur Tanah Drainase Erosi Singkapan Batuan Ancaman Banjir Nilai Terbesar

3)

1 VI

Had 1.3.3 (1) 2 VIII

3 II

IV I II VII IV I

IV I II VII IV I

VI

VIII

KODE TANAH Bfq.5.5 (4) 3 4 IV II

3 IV

1 II

2 IV

III I I IV IV I

III I IV I IV IV

III I IV I IV IV

III I IV I IV IV

I

IV

IV

Af.1.2.2 (5) 2 3 II IV III III I I I I I I IV IV III III IV IV

4 VI III I I I IV III VI

1 II

Bfq.1.1 (2) 2 II

3 VI

IV I II VII IV I

III VIII III I IV II

III VIII III I IV II

VII

VIII

VIII

1 II

KODE TANAH Bfq.5.5 (4) 2 3 4 IV IV II

5 II

6 IV

III I I IV IV I

III I IV I IV IV

III I IV I IV IV

III I IV I IV IV

III I IV I IV IV

III I IV I IV IV

III I IV I IV IV

I

IV

IV

IV

IV

IV

IV

3 IV

III VIII III I IV II

III I I IV IV I

III I I IV IV I

VIII

I

I

4 VI III I I I IV III VI

1 IV

Had.1.2.3 (6) 2 3 II II

4 II

1 II

Bfq.1.1 (7) 2 IV

3 II

1 VI

2 VIII

III I I II IV I

III I I II IV I

III I I II IV I

III I I II IV I

III VIII III I IV II

III VIII III I IV II

III VIII III I IV II

III VIII III I IV II

III VIII III I IV II

III VIII III I IV II

IV

IV

IV

IV

VIII

VIII

VIII

VIII

VIII

VIII

5 II

6 VIII

1 II

2 IV

3 11

Af.1.2.2 (5) 2 3 II IV III III I I I I I I IV IV III III IV IV

5 II

6 IV

III I IV I IV IV

III I IV I IV IV

III I IV I IV IV

IV

IV

IV

IV

1 II III I I I IV III IV

1 IV

Had.1.2.3 (6) 2 3 II II

4 II

1 II

Bfq.1.1 (7) 2 IV

3 II

1 VI

2 VIII

III I I II IV I

III I I II IV I

III I I II IV I

III I I II IV I

III VIII III I IV II

III VIII III I IV II

III VIII III I IV II

III VIII III I IV II

III VIII III I IV II

III VIII III I IV II

III VIII III I IV II

III VIII III I IV II

III VIII III I IV II

III I IV I IV IV

III I IV I IV IV

IV

IV

IV

IV

VIII

VIII

VIII

VIII

VIII

VIII

VIII

VIII

VIII

IV

IV

D.2.1.3 (11) 1 2 II IV

Bfq.1.1 (10) 1 IV

2 II

III VIII III I IV II

III VIII III I IV II

III I IV I IV IV

III I IV I IV IV

VIII

VIII

IV

IV

Au 1.2.2 (12) 1 II

IV I IV II IV III IV

Af.1.2.2 (5) 2 3 II IV III III I I I I I I IV IV III III IV IV

1 VIII

Mad 2.2.3 (3) 2 II

Bfq.1.1 (8) 3 4 IV II

1 II III I I I IV III IV

4 VI III I I I IV III VI

Bfq.1.1 (8) 3 4 IV II

Had.1.2.3 (6 2 II

III I I II IV I

III I I II IV I

IV

IV

5 II

6 VIII

1 II

III VIII III I IV II

III VIII III I IV II

III VIII III I IV II

III I IV I IV IV

VIII

VIII

VIII

IV

Bfq.5.5 (9) 4 5 II IV

6 IV

7 IV

8 VII

Bfq.1.1 (10) 1 IV

III I IV I IV IV

III I IV I IV IV

III I IV I IV IV

III I IV I IV IV

III I IV I IV IV

III I IV I IV IV

III VIII III I IV II

IV

IV

IV

IV

IV

VII

VIII

1 IV

2 II

Had.1.2.3 (13) 3 II

4 II

5 IV

1 IV

2 VI

3 VI

Mad.2.2.3 (14) 4 5 VIII IV

6 IV

7 VI

8 IV

1 IV

Mad.2.2.3 (16) 2 3 VI VII

4 IV

III I I II IV I

III I I II IV I

III I I II IV I

III I I II IV I

III I I IV IV I

IV I I II V I

IV I I II V I

IV I I II V I

IV I I II V I

IV I I II V I

IV I I II V I

IV I I II V I

IV I I II V I

IV I I II V I

IV I I II V I

IV I I II V I

IV I I II V I

IV

IV

IV

IV

IV

V

V

VI

VIII

V

V

VI

IV

IV

VI

VII

V

Dan dari hasil analisis yang telah dilakuan di Kecamatan Batang Kapas dan Sutera ialah bahwa kelas kemampuan lahan yang ada berada pada kelas kemampuan lahan IV, V, VI, VII, dan VIII.

3.Analisis Kawasan Rawan Bencana Banjir Metode yang digunakan yaitu metode skoring. Metode skoring adalah suatu metode pemberian skor atau nilai terhadap masing - masing value parameter untuk menentukan tingkat kemampuannya. penilaian ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Sedangakan metode pembobotan atau disebut juga weighting adalah suatu metode yang digunakan apabila setiap karakter memiliki peranan berbeda atau jika memiliki beberapa parameter untuk mementukan kemampuan lahan atau sejenisnya.

1 IV

I

I

I

Tabel Kriteria Tingkat Rawan Banjir (Paimin) N

TIPE-TIPE

BOBOT

KLASIFIKASI

KATEGORI

SKOR

O A.

ALAMI 55% 1.

Bentuk lahan

10 a. Pegunungan dan perbukitan

Sangatrendah

1

% b. Kipas dan lahar c. Dataran, teras

2

Meandering

2

d. Dataran aluvial

Rendah

e. Lembah alluvial, jalur kelokan

Sedang

5%a.

3

Tinggi

4

Sangattinggi

5

1- 1,1

Sangat Rendah

1

=

b.

1,2 – 1,4

Rendah

panjang/jarak sungai

c.

1,5 – 1,6

Sedang

2

sesuai

d.

1,7 – 2,0

Tinggi

3

e.

>2

Sangat tinggi

4

Sinusitas

(P)

belokan

:

jarak lurus

5 3

Pembendungan oleh 10 a. Tidak ada.

Sangat rendah

percabangan sungai / % b. Anak cabang sungai induk.

Rendah

air pasang

c. Cabang sungai induk. d. Sungai induk / bottle neck.

1

2 Sedang

e. Pasang air laut.

3 4

Tinggi 5 Sangat tinggi 4

Drainase (% lereng 30

a. Sangat

lahan kiri – kanan %

Lancar

sungai)

(>15) b. Lancar (815)

Rendah

1

Agak Rendah

2

Sedang

3

Agak Tinggi

4

Tinggi

5

c. Agak Lancar (5-

8) d. Agak Terhambat (2-5) e. Terhambat (<2)

B. MMANAJEMEN (45%) 1

Bangunan air

45 %

a. Waduk + tunggul Sangatrendah tinggi dan baik b. Waduk c. Tanggul

Rendah Sedang

/sudetan

/banjir kanal d. Tanggul buruk

1

2 3

Tinggi Sangattinggi

e. Tanpa bangunan /

4 5

pengurangan dimensi sungai Sumber :Paimin (2006)

Pengklasifikasian tingkat bahaya banjir dilakukan pada hasil akhir aplikasi model pada data atribut SIG. Dari persamaan diatas, maka interval tingkat bahaya banjir dapat di lihat pada table ( Paimin). Peta yang dibutuhkan untuk Rawan Banjir -

Peta Sungai

-

Peta Geologi

-

Peta Lereng

Untuk menetukan zona RBB tersebut, maka langkah kerjanya adalah: 1. Buatlah kriteria zona RBB a. Jumlahkanlah nilai skoring tertinggi dikali dengan persentasenya, yaitu: ( 30% x 5 + 10% x 5 + 10% x 5 + 5% x 5 = 2,75)

b. Hasil penjumlahan skor tersebut dibagi 3, untuk mendapatkan zona rendah sedang dan tinggi untuk RBB c. Hasilnya adalah : 0 – 91

= Rendah ( Zona I)

0,92 – 1,81

= Sedang ( Zona II)

1,82 – 2,75

= Tinggi ( Zona III)

2. Sesuaikanlah jumlah skoring pada setiap satuan lahan kemudian kelompokkanlah sesuai dengan Zona untuk RBB yang telah dibuat. SL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

Bentuk lahan Nilai Skor 3 x 30% 0.9 5x30% 1.5 1x30% 0.3 1x30% 0.3 3 x 30% 0.9 1x30% 0.3 1x30% 0.3 5x30% 1.5 3 x 30% 0.9 3 x 30% 0.9 5x30% 1.5 5x30% 1.5 5x30% 1.5 3 x 30% 0.9 1x30% 0.3 5x30% 1.5 3 x 30% 0.9 3 x 30% 0.9 1x30% 0.3 5x30% 1.5 5x30% 1.5

Lereng Kiri Nilai Skor 5 X 10% 0.5 5 X 10% 0.5 1x10% 0.1 1x10% 0.1 1x10% 0.1 3x10% 0.3 3x10% 0.3 1x10% 0.1 1x10% 0.1 1x10% 0.1 3x10% 0.3 1x10% 0.1 3x10% 0.3 3x10% 0.3 3x10% 0.3 3x10% 0.3 3x10% 0.3 3x10% 0.3 3x10% 0.3 3x10% 0.3 3x10% 0.3

pembendungan Nilai Skor 4 X 10% 0.4 4 X 10% 0.4 2x10% 0.2 3x10% 0.3 4x10% 0.4 3x10% 0.3 4x10% 0.4 3x10% 0.3 0 0 4x10% 0.4 3x10% 0.3 0 0 0 0 4x10% 0.4 4x10% 0.4 4x10% 0.4 4x10% 0.4 2x10% 0.2 0 0 4x10% 0.4 3x10% 0.3

0,55 - 1,28 >1,28 - 2,02 >2,02 - 2,76

Meandering sinusitas nilai sungai Nilai Skor 18/12,5 2X5 0.1 23,5/11,3 4x5 0.2 11/9,6 1x5 0.05 45,5/37 2X5 0.1 10,5/8,5 2X5 0.1 4,5/3 3x5 0.15 (9)/(7) 2X5 0.1 12/9,7 2X5 0.1 0 0x5 0 17,5/8,8 4x5 0.2 0,7/0,5 2X5 0.1 3,5/2,9 2X5 0.1 (3)/(2) 3x5 0.15 3,2/3 1x5 0.05 15,5/13,5 1x5 0.05 4/2,5 3x5 0.15 1/0,5 4x5 0.2 1/0,9 1x5 0.05 0 0x5 0 6/5,4 1x5 0.05 1,5/1 3x5 0.15

Jumlah

Klasifikasi

1.9 2.6 0.65 0.8 1.5 1.05 1.1 2 1 1.6 2.2 1.7 1.95 1.65 1.05 2.35 1.8 1.45 0.6 2.25 2.25

Sedang Tinggi Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah Sedang Rendah Sedang Tinggi Sedang Sedang Sedang Rendah Tinggi Sedang Sedang Rendah Tinggi Tinggi

Rendah Sedang Tinggi

4. Kawasan Rawan Bencana Longsor Penetapan kawasan rawan bencana longsor dilakukan melalui identifikasi dan inventarisasi karakteristik (ciri-ciri) fisik alami yang merupakan faktor-faktor pendorong yang menyebabkan terjadinya longsor. Secara umum terdapat 14 (empat belas) faktor pendorong yang dapat menyebabkan terjadinya longsor sebagai berikut: 1. curah hujan yang tinggi 2. lereng yang terjal 3. lapisan tanah yang kurang padat dan tebal 4. jenis batuan (litologi) yang kurang kuat 5. jenis tanaman dan pola tanam yang tidak mendukung penguatan lereng

6. getaran yang kuat (peralatan berat, mesin pabrik, kendaraan bermotor) 7. susutnya muka air danau/bendungan 8. beban tambahan seperti konstruksi bangunan dan kendaraan angkutan 9. terjadinya pengikisan tanah atau erosi 10. adanya material timbunan pada tebing 11. bekas longsoran lama yang tidak segera ditangani 12. adanya bidang diskontinuitas 13. penggundulan hutan 14. daerah pembuangan sampah. Uraian lebih rinci dapat dilihat pada penjelasan tentang longsor dan faktorfaktorpenyebabnya yang disajikan pada bagian akhir pedoman ini. Keempat belas faktortersebut lebih lanjut dijadikan dasar perumusan kriteria (makro) dalam penetapankawasan rawan bencana longsor sebagai berikut: a. kondisi kemiringan lereng dari 15% hingga 70%; b. tingkat curah hujan rata-rata tinggi (di atas 2500 mm per tahun); c. kondisi tanah, lereng tersusun oleh tanah penutup tebal (lebih dari 2 meter); d. struktur batuan tersusun dengan bidang diskontinuitas atau struktur retakan; e. daerah yang dilalui struktur patahan (sesar); f. adanya gerakan tanah; dan/atau g. jenis tutupan lahan/vegetasi (jenis tumbuhan, bentuk tajuk, dan sifat perakaran).

a. Zona Tipe A Zona berpotensi longsor pada daerah lereng gunung, lereng pegunungan, lereng bukit, lereng perbukitan, dan tebing sungai dengan kemiringan lereng lebih dari 40%, dengan ketinggian di atas 2000 meter di atas permukaan laut. b. Zona Tipe B Zona berpotensi longsor pada daerah kaki gunung, kaki pegunungan, kaki bukit, kaki perbukitan, dan tebing sungai dengan kemiringan lereng berkisar antara 21% sampai dengan 40%, dengan ketinggian 500 meter sampai dengan 2000 meter di atas permukaan laut. c. Zona Tipe C Zona berpotensi longsor pada daerah dataran tinggi, dataran rendah, dataran, tebing sungai, atau lembah sungai dengan kemiringan lereng berkisar antara 0% sampai dengan 20%, dengan ketinggian 0 sampai dengan 500 meter di atas permukaan laut.

Kriteria dan indikator tingkat kerawanan untuk zona berpotensi longsor tipe A (daerah lereng bukit, lereng perbukitan, lereng gunung, lereng pegunungan dan tebing sungai, dengan kemiringan 40%)

Kriteria Fisik

No

Indikator

Bobot Indikator (%)

Sensitivitas Tingkat Kerawanan

Veriver

Tinggi

1

Kemiringan Lereng

30%

Sedang Rendah -

2

Kondisi Tanah

15%

Tinggi -

Lereng relatif cembung dengan kemiringan lebih curam dari (di atas) 40% Lereng relatif landai dengan kemiringan antara 36% - 40% Lereng dengan kemiringan 30% 35% Lereng tersusun dari tanah penutup tebal (>2m), bersifat gembur dan mudah lolos air, misalnya tanah-tanah residual, yang umumnya menumpang diatas batuan dasarnya (misal andesit, breksi andesit, tuf, napal, dan batu lempung) yang lebih kompak (padat) dan kedap. Lereng tersusun oleh tanah penutup tebal (>2m), bersifat gembur dan mudah lolos air, misalnya tanah tanah residual atau tanah koluvial, yang didalamnya terdapat bidang kontras antara tanah dengan kepadatan lebih rendah dan

Bobot Penilaian

Nilai Bobot Tertimbang Tingkat Kerawanan Longsor

3

0,90

2

0,60

1

0,30

3

0,45

permeabilitas lebih tinggi yang menumpang di atas tanah dengan kepadatan lebih tinggi dan permeabilitas lebih rendah. -

3

Batuan Penyusun Lereng

20%

Tinggi

-

Rendah

Sedang

-

4

Curah Hujan

15%

Tinggi -

Lereng yang tersusun oleh batuan dengan bidang diskontinuitas atau struktur retakan/ sesar pada batuan tersebut. Lereng yang tersusun oleh perlapisan batuan miring kearah luar lereng (perlapisan batuan miring searah kemiringan lereng), misalnya perlapisan batu lempung, batu lanau, serpih, napak dan tuf. Lereng tersusun dari batuan dengan bidang diskontinuitas atau ada struktur retakan/sesar, tapi perlapisan tidak miring kearah luar lereng. Lereng tidak tersusun dari batuan dengan bidang diskontinuitas atau ada struktur retakan/sesar. Curah hujan yang tinggi (dapat mencapai 100 mm/hari atau 70 mm/jam) dengan curah hujan tahunan lebih dari 2500 mm. Curah hujan kurang dari 70 mm/jam, tetapi berlangsung

3

0,60

2

0,40

1

0,20

3

0,60

Rendah

Sedang

-

5

Tata Air Lereng

7%

Tinggi

Sedang

Rendah

6

Kegempaan

3%

Tinggi Sedang Rendah

-

7

Vegetasi

10%

Tinggi

terus menerus selama lebih dari dua jam hingga beberapa hari. Curah hujan sedang (berkisar 30 - 70 mm/jam), berlangsung tidak lebih dari 2 jam dan hujan tidak setiap hari (100 - 2500 mm). Curah hujan rendah (kurang dari 30 mm/jam), berlangsung tidak lebih dari 1 jam dan hujan tidak setiap hari (kurang dari 1000 mm). Sering muncul rembesan rembesan air atau mata air pada lereng, terutama ada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan tanah yang permeable. Jarang muncul rembesan rembesan air atau mata air pada lereng atau bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan tanah yang permeable. Tidak terdapat rembesan rembesan air atau mata air pada lereng atau bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan tanah yang permeable. Lereng pada daerah rawan gempa sering pula rawan terhadap gerakan tanah. Frekuensi gempa jarang terjadi (1-2 kali pertahun). Lereng tidak termasuk daerah rawan gempa. Alang-alang, rumputrumputan, tumbuhan semak, tumbuhan

2

0,40

1

0,20

3

0,21

2

0,14

1

0,07

3

0,09

2

0,06

1

0,03

3

0,03

Sedang -

Rendah

perdu. Tumbuhan berdaun jarum seperti cemara, pinus. Tumbuhan berakar tunjang yang perakarannya menyebar seperti jati, kemiri, kosambi, laban, dlingsem, mindi, johar, bungur, banyan, mahoni, renghas, sonokeling, trengguli, tayuman, asam jawa dan pilang.

2

0,02

1

0,01

Jumlah 100% Bobot Sumber : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NO.22/PRT/M/2007

0,96–2,88 (1,00–3,00)

Keterangan: Penilaian terhadap bobot tertimbang setiap indikator berdasarkan aspek fisik alami dilakukan melalui perkalian antara bobot indikator dengan bobot penilaian. Penilaian terhadap tingkat kerawanan ZonaBerpotensi Longsor Tipe A berdasarkan aspek fisik alami dilakukan melalui penjumlahan nilai bobottertimbang dari 7 (tujuh) indikator pada aspek fisik alami. Kriteria tingkat kerawanan Zona Berpotensi Longsor Tipe A berdasarkan aspek fisik alami melalui pengkelasan bobot tertimbang: 1) Zona Berpontensi Longsor Tipe A dengan tingkat kerawanan Tinggi : total nilai bobot tertimbang 2,40 – 3,00 2) Zona Berpontensi Longsor Tipe A dengan tingkat kerawanan Sedang : total nilai bobot tertimbang 1,70 – 2,39 3) Zona Berpontensi Longsor Tipe A dengan tingkat kerawanan Rendah : total nilai bobot tertimbang 1,00 -1,69 Penilaian bobot tertimbang setiap indikator berdasarkan aspek aktifitas manusia dilakukan melalui perkalian antara bobot indikator dengan bobot penilaian. Penilaian terhadap tingkat kerawanan ZonaBerpotensi Longsor Tipe A berdasarkan aspek aktifitas manusia dilakukan melalui penjumlahan nilaibobot tertimbang dari 7 (tujuh) indikator pada aspek keaktifan manusia.

Kriteria tingkat kerawanan Zona Berpotensi Longsor Tipe A berdasarkan aspek keaktifan manusia melalui pengkelasan bobot tertimbang: 1) Zona Berpontensi Longsor Tipe A dengan tingkat kerawanan Tinggi : total nilai bobot tertimbang 2,40 – 3,00 2) Zona Berpontensi Longsor Tipe A dengan tingkat kerawanan Sedang : total nilai bobot tertimbang 1,70 – 2,39 3) Zona Berpontensi Longsor Tipe A dengan tingkat kerawanan Rendah : total nilai bobot tertimbang 1,00 – 1,69 Tingkat Kerawanan Zona Berpotensi Longsor Tipe A = Tingkat Kerawanan Zona Berpotensi Longsor Tipe A berdasarkan aspek fisik alami dan aspek aktifitas manusia = (Total nilai bobot tertimbang berdasarkan aspek fisik alami) + (Total nilai bobot tertimbang berdasarkan aspek aktifitas manusia) : Tinggi bila hasilnya 2,40 - 3,00; Sedang bila hasilnya 1,70 - 2,39; Rendah bila hasilnya 1,00 1,69. Kriteria dan indikator tingkat kerawanan untuk zona berpotensi longsor tipe B (daerah kaki bukit, kaki perbukitan, kaki gunung, dan kaki pegunungan dan tebing sungai, dengan kemiringan lereng 16% - 40%) Kriteria

No

Indikator

Bobot Indikator (%)

Sensitivitas Tingkat Kerawanan

Veriver

Tinggi 1

Kemiringan Lereng

30%

Sedang Rendah -

2

Kondisi Tanah

15%

Tinggi

Lereng relatif landai dengan kemiringan sekitar 36% - 40%. Lereng dengan kemiringan landai (31% 35%). Lereng dengan kemiringan kurang dari 21% - 30%. Kondisi tanah/batuan penyusun lereng: umumnya merupakan lereng yang tersusun oleh tanah lempung yang mudah mengembang apabila jenuh air

Bobot Penilaian

Nilai Bobot Tertimbang Tingkat Kerawanan Longsor

3

0,90

2

0,60

1

0,30

3

0,45

Sedang

Rendah

Tinggi -

3

Batuan Penyusun Lereng

Rendah 20% Sedang

-

Tinggi

4

Curah Hujan

-

15% Rendah

Sedang

(montmorillonite) dan terdapat bidang kontras dengan batuan dibawahnya Lereng tersusun oleh jenis tanah lempung yang mudah mengembang, tapi tidak ada bidang kontras dengan batuan di bawahnya. Lereng tersusun oleh jenis tanah liat dan berpasir yang mudah, namun terdapat bidang kontras dengan batuan di bawahnya. Lereng yang tersusun oleh batuan dan terlihat banyak struktur retakan. Lereng tersusun oleh batuan dan terlihat ada struktur retakan, tetapi lapisan batuan tidak miring ke arah luar lereng. Lereng tersusun oleh batuan dan tanah namun tidak ada struktur retakan/sesar pada batuan. Curah hujan yang tinggi (dapat mencapai 70 mm/jam) dengan curah hujan tahunan lebih dari 2500 mm. Curah hujan kurang dari 70 mm/jam, tetapi berlangsung terus menerus selama lebih dari dua jam hingga beberapa hari. Curah hujan sedang (berkisar 30 - 70 mm/jam), berlangsung tidak lebih dari 2 jam dan hujan tidak setiap hari (100 - 2500 mm). Curah hujan rendah (kurang dari 30 mm/jam), berlangsung

2

0,30

1

0,15

3

0,60

2

0,40

1

0,20

3

0,60

2

0,40

1

0,20

Tinggi

5

Tata Air Lereng

7%

Sedang

Rendah

Tinggi 6

Kegempaan

3%

-

Sedang Rendah

-

Tinggi Sedang 7

Vegetasi

10%

Rendah

Jumlah 100% Bobot Keterangan:

tidak lebih dari 1 jam dan hujan tidak setiap hari (kurang dari 1000 mm). Sering muncul rembesan rembesan air atau mata air pada lereng, terutama ada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan tanah yang permeable. Jarang muncul rembesan rembesan air atau mata air pada lereng atau bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan tanah yang permeable. Tidak terdapat rembesan air atau mata air pada lereng atau bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan tanah yang permeable. Kawasan gempa. Frekuensi gempa jarang terjadi (1-2 kali pertahun). Lereng tidak termasuk daerah rawan gempa. Alang-alang, rumputrumputan, tumbuhan semak, tumbuhan perdu. Tumbuhan berdaun jarum seperti cemara, pinus. Tumbuhan berakar tunjang yang perakarannya menyebar seperti jati, kemiri, kosambi, laban, dlingsem, mindi, johar, bungur, banyan, mahoni, renghas, sonokeling, trengguli, tayuman, asam jawa dan pilang.

3

0,21

2

0,14

1

0,07

3

0,09

2

0,06

1

0,03

3

0,03

2

0,02

1

0,01

0,96–2,88 (1,00–3,00)

Penilaian terhadap bobot tertimbang setiap indikator berdasarkan aspek fisik alami dilakukan melalui perkalian antara bobot indikator dengan bobot penilaian. Penilaian terhadap tingkat kerawanan Zona Berpotensi Longsor Tipe B berdasarkan aspek fisik alami dilakukan melalui penjumlahan nilai bobot tertimbang dari 7 (tujuh) indikator pada aspek fisik alami. Kriteria tingkat kerawanan Zona Berpotensi Longsor Tipe B berdasarkan aspek fisik alami melalui pengkelasan bobot tertimbang: 1) Zona Berpontensi Longsor Tipe B dengan tingkat kerawanan Tinggi : total nilai bobot tertimbang 2,40 – 3,00 2) Zona Berpontensi Longsor Tipe B dengan tingkat kerawanan Sedang : total nilai bobot tertimbang 1,70 – 2,39 3) Zona Berpontensi Longsor Tipe B dengan tingkat kerawanan Rendah : total nilai bobot tertimbang 1,00 – 1,69 Penilaian terhadap bobot tertimbang setiap indikator berdasarkan aspek aktifitas manusia dilakukan melalui perkalian antara bobot indikator dan bobot penilaian. Penilaian terhadap tingkat kerawanan Zona Berpotensi Longsor Tipe B berdasarkan aspek aktifitas manusia dilakukan melalui penjumlahan nilai bobot tertimbang dari 7 (tujuh) indikator pada aspek keaktifan manusia. Kriteria tingkat kerawanan Zona Berpotensi Longsor Tipe B berdasarkan aspek keaktifan manusia melalui pengkelasan bobot tertimbang : 1) Zona Berpontensi Longsor Tipe B dengan tingkat kerawanan Tinggi : total nilai bobot tertimbang 2,40 – 3,00 2) Zona Berpontensi Longsor Tipe B dengan tingkat kerawanan Sedang : total nilai bobot tertimbang 1,70 – 2,39 3) Zona Berpontensi Longsor Tipe B dengan tingkat kerawanan Rendah : total nilai bobot tertimbang 1,00 – 1,69 Tingkat Kerawanan Zona Berpotensi Longsor Tipe B = Tingkat Kerawanan Zona Berpotensi Longsor Tipe B berdasarkan aspek fisik alami dan aspek aktifitas manusia = (Total nilai bobot tertimbang berdasarkan aspek fisik alami) + (Total nilai bobot tertimbang berdasarkan aspek aktifitas manusia): Tinggi bila hasilnya 2,40 - 3,00; Sedang bila hasilnya 1,70 - 2,39; Rendah bila hasilnya 1,00 1,69.

Kriteria dan indikator tingkat kerawanan untuk zona berpotensi longsor tipe C (dataran tinggi, dataran rendah, dataran, tebing sungai, lembah sungai; kemiringan lereng 0% sampai dengan 20%) Kriteria

No

Indikator

1

Kemiringa n Lereng

Bobot Indikator (%)

30%

Sensitivitas Tingkat Kerawanan

Veriver

Tinggi

-

Kemiringan lereng 16% - 20%

3

0,90

Sedang

-

Kemiringan lereng 9% - 15%

2

0,60

Rendah

-

Kemiringan lereng 0% - 8% Lereng yang tersusun oleh batuan dan terlihat banyak struktur retakan, lapisan batuan miring ke arah luar lereng. Tebing sungai tersusun oleh batuan yang mudah tererosi aliran sungai dan terdapat retakan/kekar pada batuan. Lereng tersusun oleh batuan dan terlihat ada struktur retakan tetapi lapisan batuan tidak miring ke arah luar lereng. Tebing sungai tersusun oleh batuan yang mudah tererosi aliran sungai, namun tidak terdapat retakan/kekar pada batuan.

1

0,30

3

0,45

2

0,30

1

0,15

2

0,40

1

0,20

3

0,60

Tinggi

-

2

Kondisi Tanah

15% Sedang

-

Rendah

Rendah 3

Batuan Penyusun Lereng

20% Sedang

4

Curah

15%

Bobot Penilaia n

Nilai Bobot Tertimbang Tingkat Kerawanan Longsor

Tinggi

-

Lereng tersusun oleh batuan dan tanah, namun tidak ada struktur retakan/kekar pada batuan. Lereng tersusun oleh batuan dan terlihat ada struktur retakan, tetapi lapisan batuan tidak miring ke arah luar lereng. Lereng tersusun oleh batuan dan tanah namun tidak ada struktur retakan / kekar pada batuan. Curah hujan mencapai 70 mm/jam atau 100 mm/hari.

Hujan

Rendah

Sedang

Tinggi

5

Tata Air Lereng

7%

Sedang

Rendah

Tinggi 6

Kegempaa n

3%

Sedang

-

Rendah

-

Tinggi Sedang 7

Vegetasi

10%

-

Rendah

Curah hujan tahunan mencapai lebih dari 2500 mm, sehingga debit sungai dapat meningkat dan mengerosi kaki tebing sungai. Curah hujan sedang (berkisar 30 - 70mm/ jam), berlangsung tidak lebih dari 2 jam dan hujan tidak setiap hari (100 2500 mm). Curah hujan rendah (kurang dari 30 mm/jam), berlangsung tidak lebih dari 1 jam dan hujan tidak setiap hari (
2

0,40

1

0,20

3

0,21

2

0,14

1

0,07

3

0,09

2

0,06

1

0,03

3

0,03

2

0,02

1

0,01

tayuman, asam jawa dan pilang. Jumlah 100% Bobot Sumber : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NO.22/PRT/M/2007

0,96–2,88 (1,00–3,00)

Keterangan: Penilaian terhadap bobot tertimbang setiap indikator berdasarkan aspek fisik alami dilakukan melalui perkalian antara bobot indikator dengan bobot penilaian. Penilaian terhadap tingkat kerawanan ZonaBerpotensi Longsor Tipe C berdasarkan aspek fisik alami dilakukan melalui penjumlahan nilai bobottertimbang dari 7 (tujuh) indikator pada aspek fisik alami. Kriteria tingkat kerawanan Zona Berpotensi Longsor Tipe C berdasarkan aspek fisik alami melalui pengkelasan bobot tertimbang: 1) Zona Berpontensi Longsor Tipe C dengan tingkat kerawanan Tinggi : total nilai bobot tertimbang 2,40 – 3,00 2) Zona Berpontensi Longsor Tipe Cdengan tingkat kerawanan Sedang : total nilai bobot tertimbang 1,70 – 2,39 3) Zona Berpontensi Longsor Tipe C dengan tingkat kerawanan Rendah : total nilai bobot tertimbang 1,00 -1,69 Penilaian terhadap bobot tertimbang setiap indikator berdasarkan aspek aktifitas manusia dilakukan melalui perkalian antara bobot indikator dan bobot penilaian. Penilaian terhadap tingkat kerawanan Zona Berpotensi Longsor Tipe C berdasarkan aspek aktifitas manusia dilakukan melalui penjumlahan nilai bobot tertimbang dari 7 (tujuh) indikator pada aspek keaktifan manusia. Kriteria tingkat kerawanan Zona Berpotensi Longsor Tipe C berdasarkan aspek keaktifan manusia melalui pengkelasan bobot tertimbang: 1) Zona Berpontensi Longsor Tipe C dengan tingkat kerawanan Tinggi : total nilai bobot tertimbang 2,40 – 3,00 2) Zona Berpontensi Longsor Tipe C dengan tingkat kerawanan Sedang : total nilai bobot tertimbang 1,70 – 2,39 3) Zona Berpontensi Longsor Tipe C dengan tingkat kerawanan Rendah : total nilai bobot tertimbang 1,00 -1,69 Tingkat Kerawanan Zona Berpotensi Longsor Tipe C = Tingkat Kerawanan Zona Berpotensi Longsor Tipe C berdasarkan aspek fisik alami dan aspek aktifitas manusia = (Total nilai

bobot tertimbang berdasarkan aspek fisik alami) + (Total nilai bobot tertimbang berdasarkan aspek aktifitas manusia) : Tinggi bila hasilnya 2,40 - 3,00; Sedang bila hasilnya 1,70 - 2,39;dan Rendah bila hasilnya 1,00 - 1,69.

Peta yang dibutuhkan untuk membuat Rawan Longsor -

Peta Geologi

-

Peta Lereng

-

Peta Vegetasi

Langkah untuk membuat peta vegetasi : 1. Siapkan bahan dan alat yang dibutuhkan. 2. Salin peta administrasi kecamatan Koto Besar Kab. Dharmasraya. 3. Kita deliniasi vegetasi rapat, vegetasi renggang maupun pemukiman dengan citra yang telah kita print. 4. Setelah dapat hasil dari deliniasi vegetasi, kita dapat overlay dengan peta geologi dan lereng. Untuk Kecamatan Lunang Dan Silaut ini tingkat rawan bencana longsor, yaitu rendah. Hal ini terjadi karena daerah ini juga didominasi oleh vegetasi yang rapat.

ANALISIS WILAYAH

LAPORAN ANALISA FUNGSI KAWASAN DAN KEMAMPUAN LAHAN KECAMATAN LUNANG DAN SILAUT, KABUPATEN PESISIR SELATAN

OLEH:

MAYA KUMALA SARI 15045023

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2018

Related Documents


More Documents from "Muhammad Rifqi"