Dosen PJ
: drh. Huda Salahudin D, M.Si, Ph.D
Hari, tanggal : Rabu, 25 April 2018 Kelompok
:4
Laporan Praktikum Farmakologi II Diuretikum
Kelompok 4 Lena Indraswari
B04150044
…...
Elfha Pranata
B04150046
…...
Annisa Maqvira
B04150102
…...
Luluk Lailatul Hasanah
B04150100
…...
Yevi Pradina Lensi
B04150112
…...
Bagian Farmakologi dan Toksikologi Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor 2018
PENDAHULUAN Latar Belakang Air seni merupakan zat yang tidak berguna atau sampah sehingga harus dibuang oleh tubuh. Apabila pengeluaran air seni terhambat, maka akan menimbulkan banyak masalah di dalam tubuh, contohnya adalah penyakit darah tinggi. Kelancaran pengeluaran air seni akan mempengaruhi tekanan darah. Sebaliknya tekanan darah tinggi bisa dipengaruhi atau diobati dengan peningkatan pengeluaran air pada darah atau urin (diuretik). Salah satu cara menurunkan tekanan darah adalah menurunkan jumlah air yang ada dalam plasma darah. Dengan berkurangnya air maka tekanan darah akan menurun (Permadi, 2006) Diuretik merupakan obat-obatan yang dapat meningkatkan laju aliran urin. Golongan obat ini menghambat penyerapan ion natrium pada bagianbagian tertentu dari ginjal. Oleh karena itu, terdapat perbedaan tekanan osmotik yang menyebabkan air ikut tertarik, sehingga produksi urin semakin bertambah (Mycek et al 1997). Dengan kata lain diuretik ialah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis memiliki dua pengertian, ialah menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dan air (Katzung, 2007). Obat diuretik dapat pula digunakan untuk mengatasi hipertensi dan edema. Edema dapat terjadi pada penyakit gagal jantung kongesif, sindrom nefrotik dan edema premenstruasi. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel menjadi normal. Proses diuresis dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam glomeruli (gumpalan kapiler) yang terletak di bagian luar ginjal (cortex). Dinding glomeruli inilah yang bekerja sebagai saringan halus yang secara pasif dapat dilintasi air, garam dan glukosa. Ultrafiltrat yang diperoleh dari filtrasi dan mengandung banyak air serta elektrolit ditampung di wadah, yang mengelilingi setiap glomerulus seperti corong (kapsul Bowman) dan kemudian disalurkan ke pipa kecil. Di sini terjadi penarikan kembali secara aktif dari air dan komponen yang sangat penting bagi tubuh, seperti glukosa dan garam-garam antara lain ion Na+. Zat-zat ini dikembalikan pada darah melalui kapiler yang mengelilingi tubuli. Sisanya yang tak berguna seperti ”sampah” perombakan metabolisme-protein (ureum) untuk sebagian besar tidak diserap kembali. Akhirnya filtrat dari semua tubuli ditampung di suatu saluran pengumpul (ductus coligens), di mana terutama berlangsung penyerapan air kembali. Filtrat akhir disalurkan ke kandung kemih dan ditimbun sebagai urin.
TINJAUAN PUSTAKA Diuretikum Diuretikum adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan volume urine. Selain terjadi kenaikan volume urine, diuretikum juga memobilisasi ekskresi elektrolit. Fungsi utama diuretikum adalah untuk menanggulangi udema yaitu dengan mengubah keseimbangan cairan sedemikian ruoa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal. Diuretikum banyak juga digunakan untuk menanggulangi hipertensi, mempercepat pengeluaran racun, dan gagal jantung. Furosemid Furosemid (Lasix®) merupakan loop diuretic yang secara structural berhubungan dengan sulfonamid. Furosemide mengurangsi absorbs elektrolit di bagian ascendens loop of Henle, mengurangi reabsorbsi baik natrium maupun klorida dan meingkatkan ekskresi kalium di tubulus renalis distalis, dan secara langsung memengaruhi transport elektrolit di tubulus proksimalis. Furosemide meningkatkan ekskresi air, natrium, kalium, klorida, kalsium, magnesium hidrogen, amoniak, dan bikarbonat pada ginjal. Furosemide menyebabkan venodilatasi renal dan meningkatkan glomerular filtration rates (GFR). (Plumb 1999) Chlorothiazide Chlorothiazide (thiazide) berhubungan secara struktural berhubungan dengan sulfonamid. Diuretik ini bekerja pada transpor ion natrium melalui epitel tubulus renalis; mengubah metabolism sel tubulus. Titik tangkap kerja utama adalah pada segmen diluting korteks pada nefron. Obat ini meningkatkan ekskresi kalium, magnesium, fosfat, iodide, dan bromida dan mengurangi GFR. (Plumb 1999) Pituitrin Pituitrin diektraksi dari pituitary. Obat ini bekerja pada ginjal dan mengurangi eksresi urin. Obat ini digunakan untuk menaikkan tekanan darah pasien hipotensi. (Thwaites 1958). Kafein Kafein ditemukan pada kopi dan teh. Kafein bekerja diuretik dengan meningkatkan tekanan glomerular sehingga meningkatkan filtrasinya. Kafein juga menurunkan reabsorbsi ion natrium sehingga menurunkan reabsorbsi air (yang mengikuti natrium) dan meningkatkan output urin. (Chiras 2012).
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Hasil pemberian oleh beberapa sediaan diuretikum terhadap tikus No. 1. 2. 3. 3. 4.
Sediaan Kaffein Salyrgan Fasix Pituitrin 0,1% (ADH) Nacl 0,9%
5’ 0 ml 0,14 ml 0,9 ml 0 ml 0 ml
10’ 0 ml 0 ml 1,9 ml 0 ml 0 ml
30’ 0,05 ml 0 ml 3 ml 0 ml 0 ml
60’ 1,1 ml 0 ml 3,2 ml 0 ml 1,2 ml
Sediaan NaCl 0,9% (fisiologis) bertindak sebagai kontrol sehingga hasil menunjukkan urinasi normal pada tikus. Hasil praktikum menggunakan sediaan NaCl 0,9% menunjukkan bahwa tikus hanya melakukan urinasi pada menit ke-60 dengan volume 1,2 ml. Hasil praktikum menggunakan sediaan fasix terhadap mencit menunjukkan volume urin terus meningkat hingga menit ke-60, hal tersebut sesuai dengan pendapat Kabo (2008) yang menyatakan bahwa fasix adalah golongan obat furosemide yang merupakan merupakan obat diuretikum kuat. Mekanisme kerja fasix adalah membuang cairan berlebih dalam tubuh. Obat ini bekerja di loop menghambat NaCl dalam ansa henle asendens segmen tebal. Segmen ini mempunyai kapasitas yang besar untuk absorbsi NaCl sehingga obat yang bekerja pada tempat ini menyebabkan diuresis yang lebuh kuat daripada diuretik lain. Dalam dosis tinggi, obat ini dapat menginduksi perubahan komposisi elektrolit dalam endolimfe dan menyebabkan ketulian (Neal 2005). Pituitrin 0,1% (ADH) atau vasopressin merupakan hormon yang dilepas dari kelenjar hipofisis posterior (Neal 2005). Terdapat dua fungsi utama pituitrin 0,1% (ADH) yaitu mempertahankan air dalam tubuh dan pembuluh darah (Sumbono 2016). Hasil praktikum menggunakan sediaan Pituitrin 0,1% (ADH) menunjukkan tidak adanya urin yang dikeluarkan hingga menit ke-60, hal tersebut sesuai dengan pendapat Neal (2005), bahwa obat tersebut meningkatkan jumlah kanal air pada duktus koligens sehingga memungkinkan reabsorbsi air secara pasif (Neal 2005). Praktikum kali ini berkaitan dengan diuretik yaitu obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstra sel kembali menjadi normal. Terdapat 5 sediaan yang diuji pada praktikum ini, yaitu kaffein, salyrgan, farsix, pituitrin, dan NaCl fisiologis yang bertindak sebagai control. Pada menit ke30 terjadi urinasi pada tikus yang diberi sediaan kafein sebanyak 0,05 ml dan meningkat pada menit ke-60 yang diberi sediaan kaffein sebanyak 1,1 ml. Kaffein adalah sediaan yang memiliki efek terbesar kedua pada diuresis tikus. Mode of action dari sediaan ini adalah dengan
memblokade aksi dari adenosin pada reseptornya dan menstimulasi beberapa bagian dari autonomic nervous system sehingga diuresis dapat terjadi (Maughan 2003). Diuresis yang disebabkan oleh caffein tergantung dari masing-masing individu yang mengonsumsinya. Apabila tikus tersebut lebih sering diberikan caffein maka efek diuresisnya akan berkurang dibandingkan dengan tikus yang tidak pernah atau jarang diberikan caffein sebelumnya (Maughan 2003). Selain itu, menurut Zhang et al (2015), caffeine menghasilkan efek diuresis yang minor dan dapat dilawan dengan aktifitas fisik atau olahraga. Hal ini sesuai dengan hasil dari praktikum yang menunjukkan bahwa caffein 1% memang bertindak sebagai diuretikum, akan tetapi tidak bekerja seefektif sediaan furosemide. Onset dari caffein adalah 15 hingga 45 menit sehingga hasil praktikum dimana efek caffein terlihat pada menit ke 30 dan meningkat setelah 60 menit sesuai dengan literature tersebut. Sediaan yang kedua adalah salyrgan yang merupakan diuretikum yang cukup tinggi efektifitasnya. Salyrgan adalah mercurial diuretic yang disebut juga mersalyl. Selain itu salyrgan juga merupakan diuretikum yang sangat poten dan tidak memiliki toksisitas yang tinggi, serta memiliki durasi yang cukup panjang. Akan tetapi, penggunaannya sudah jarang karena penemuan dari diuretikum lain yang tidak mengandung merkuri (Edwards 1928). Hasil praktikum menggunakan salyrgan pada menit ke-5 mengalami urinasi sedangkan pada menit selanjutnya sampai menit terakhir yaitu menit ke-60 tidak lagi menunjukkan urinasi. Hasil yang diperoleh pada praktikum ini tidak sesuai dengan literatur, yaitu karena salyrgan merupakan diuretikum yang efektif. Hal ini mungkin disebabkan oleh carakerja, dosis, atau metabolisme dari tikus tersebut. Kemungkinan adanya kesalahan pada cara kerja praktikan yang mengakibatkan adanya kesalahan hasil pada praktikum ini. Selain itu mungkin pula dosis yang diberikan belum cukup untuk memperlihatkan efek dari sediaan ini. Alasan lain adalah karena metabolisme tikus yang lama sehingga sediaan belum bisa dilihat efeknya dalam waktu 60 menit atau bahkan karena ada kelainan pada ginjal maupun traktus urinarius dari tikus yang diinjeksikan dengan sediaan ini. SIMPULAN Diuretikum adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan volume urine. Selain terjadi kenaikan volume urine, diuretikum juga memobilisasi ekskresi elektrolit. Fasix merupakan obat diuretikum kuat sedangkan caffein 1% memang bertindak sebagai diuretikum, akan tetapi tidak bekerja seefektif fasix. Pituitrin meningkatkan jumlah kanal air pada duktus koligens sehingga memungkinkan reabsorbsi air secara pasif. Salyrgan yang merupakan diuretikum yang cukup tinggi efektifitasnya.
DAFTAR PUSTAKA Agnew H. 1928. Salyrgan as a Diuretic. Can Med Assoc J. 1928 Jan; 18(1): 45-48. Chiras DD. 2012. Human Biology Seventh Edition. Sudbury: Jones & Bartlet Learning. Kabo P. 2008. Mengungkap Pengobatan Penyakit Jantung Koroner. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Katzung
BG. 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi X. Jakarta: Penerbit Salemba
Medika. Maughan RJ, Griffin J. 2003. Caffeine ingestion and fluid balance: a review. J Hum Nutr Diet. Vol 16(6):411-20. Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. 1997. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi Kedua. Penerbit Widya Medika : Jakarta Neal MJ. 2005. At A Giance Farmakologi Medis. Jakarta (ID): Erlangga. Permadi A. 2006. Tanaman obat Pelancar Air Seni. Depok (ID : Penebar Swadaya. Plumb DC. 1999. Veterinary Drug Handbook Third Edition. Minnesota: PharmaVet Publishing. Sumbono A. 2016. Biokimia Pangan Dasar. Yogyakarta (ID): Deepublish. Thwaites J. 1958. Modern Medical Discoveries. New York: E. P. Dutton & Co., Inc. Zhang Y, Coca A, Casa DJ, Antonio J, Green JM, Bishop PA. 2015. Caffeine and diuresis during rest and exercise: A meta-analysis. J Sci Med Sport. 18(5):569-74.