Dosen PJ
: drh. Min Rahminiwati MS, Ph.D
Hari, tanggal : Rabu, 14 Maret 2018 Kelompok
:4
Laporan Praktikum Farmakologi II Obat Sistem Saraf Otonom
Kelompok 4 Lena Indraswari
B04150044
…...
Elfha Pranata
B04150046
…...
Annisa Maqvira
B04150102
…...
Luluk Lailatul Hasanah
B04150100
…...
Yevi Pradina Lensi
B04150112
…...
Bagian Farmakologi dan Toksikologi Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor 2018
PENDAHULUAN
Latar Belakang Sistem saraf otonom adalah sistem saraf yang tidak dapat dikendalikan oleh kemauan kita melalui otak. Sistem saraf otonom mengendalikan beberapa organ tubuh, seperti jantung, pembuluh darah, ginjal, pupil mata, lambung dan usus. Sistem syaraf otonom mempunyai karakteristik yaitu kemampuannya mempengaruhi secara cepat. Sistem saraf ini dapat dipacu atau dihambat oleh senyawa obat. Sistem saraf otonom dibedakan menjadi dua sistem saraf parasimpatik dan simpatik. Sistem saraf simpatik mekanisme kerjanya menggunakan suatu zat kimia adrenalin sehingga disebut saraf adrenergik. Senyawa yang dapat memacu disebut senyawa parasimpatomimetik atau kolinergik sedangkan Senyawa yang menghambat disebut senyawa parasimpatolitik atau antikolinergik sedangkan yang dapat memacu saraf adrenergik disebut senyawa simpatomimetik (Tjay 2002). Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak. Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan (antagonis). Dua perangkat neuron dalam komponen otonom pada sistem saraf perifer adalah neuron aferen atau sensorik dan neuron eferen atau motorik. Neuron aferen mengirimkan impuls ke sistem saraf pusat, dimana impuls itu diinterprestasikan. Neuron eferen menerima impuls (informasi) dari otak dan meneruskan impuls ini melalui medulla spinalis ke sel-sel organ efektor. Jalur eferen dalam sistem saraf otonom dibagi menjadi dua cabang yaitu saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Dimana kedua sistem saraf ini bekerja pada organ-organ yang sama tetapi menghasilkan respon yang berlawanan agar tercapainya homeostatis (keseimbangan). Kerja obat-obat pada sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis dapat berupa respon yang merangsang atau menekan (Mycek 2001). Obat saraf otonom adalah obat yang dapat mempengaruhi penerusan impuls dalam sistem saraf otonom dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan, atau penguraian neurotransmiter atau mempengaruhi kerjanya atas reseptor khusus. Sistem saraf otonom atau sistem saraf tidak sadar mengatur kerja otot yang terdapat pada organ dan kelenjar. Contohnya fungsi vital seperti denyut jantung, salivasi dan pencernaan yang berlangsung terus-menerus diluar kesadaran baik waktu bangun maupun waktu tidur. Sistem saraf otonom dapat dibagi kedalam dua kelompok besar yang umumnya satu sama lain saling menyeimbangkan. Banyak obat yang dapat mempengaruhi organ otonom, tetapi obat otonom mempengaruhinya secara spesifik dan bekerja pada dosis kecil. Penggolongan obat-obatan syaraf otonom ini dibedakan berdasarkan berdasarkan apakah suatu obat tersebut “memacu” atau bahkan “menghambat” syaraf tersebut. Obat yang memacu disebut dengan “Agonis”, sedangkan yang menghambat dinamakan “Antagonis”. (Pearce, 2002). Tujuan Praktikan dapat mengetahui prinsip kerja dari obat sistem saraf otonom (simpatomemetik, parasimpatomemetik, parasimpatolitik) dan gejala klinis yang menyertainya.
TINJAUAN PUSTAKA Mencit Mencit (Mus musculus) merupakan mamalia kecil yang nilai kemanfaatanya tinggi, di antaranya sebagai hewan dalam percobaan (penyakit, gizi dan makanan) pada manusia, hewan peliharaan, maupun pakan bagi hewan lain. Manfaat mencit yang tinggi mengakibatkan mencit harus selalu tersedia dalam jumlah banyak dengan produktivitas dan performa yang baik (Pradana 2012). Menurut Moriwaki et al. (1994) di dalam Pradana (2012) mencit (Mus musculus) merupakan hewan mamalia hasil domestikasi dari mencit liar yang paling umum digunakan sebagai hewan percobaan pada laboratorium, yaitu sekitar 40%-80%. Banyak keunggulan yang dimiliki oleh mencit sebagai hewan percobaan, yaitu memiliki kesamaan fisiologis dengan manusia, siklus hidup yang relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifatsifatnya tinggi dan mudah dalam penanganan. Pilokarpin Pilokarpin adalah komponen kolin ester miotik dan senyawa amonium kuartener bermuatan positif. Jika digunakan dengan dosis yang tepat, dapat meningkatkan sekresi dari kelenjar eksokrin. Pilokarpin dapat menstimulasi sekresi kelenjar keringat, saliva, lakrimal, gastris, pankreatis dan usus serta sel-sel pada saluran pernapasan. Ketika diaplikasikan secara topikal pada mata dengan dosis tertentu, pilokarpin dapat menyebabkan miosis, kekuatan menekan dari bagian akomodasi mata dan dapat menyebabkan kenaikan tekanan intraokular diikuti dengan transisi menurun yang lebih persisten. Rangsangan lembut dengan menggunakan kadar pilokarpin yang tepat terhadap otot-otot saluran pencernaan, khususnya usus, dapat meningkatkan pergerakan, kekuatan menekan dan tenesmus. Pilokarpin juga dapat meningkatkan kekuatan dari otot-otot bronkus. Kekuatan motilitas dari otot polos saluran urinasi, kandung kemih dan saluran empedu juga dapat meningkat. Terkadang pilokarpin dapat menyebabkan efek paradoksal pada sistem kardiovaskular. Hasil yang diharapkan akan muncul terhadap muskarinik agonis (agen yang mengaktivasi reseptor muskarinik asetilkolin) dari penggunaan pilokarpin adalah vasodepresi, akan tetapi pemberian pilokarpin dapat menyebabkan hipertensi setelah beberapa periode hipotensi terjadi (Figueroa et al. 2009). Atropin Atropine sulfate merupakan obat antimuskarinik yang digunakan untuk mengurangi salivasi dan sekresi bronkial dan untuk melindungi serta mencegah kejadian aritmia yang disebabkan oleh prosedur atau sifat-sifat obat anestesi, obat untuk mata, luka pada kornea dan iris dan obat penyakit parkinson. Atropin mencegah efek samping muskarinik dari antikolinesterase yang digunakan untuk mengembalikan pengaruh non-depolarisasi obat-obat neuro muskular blok. Atropin diabsorpsi secara sempurna oleh usus dan melewati membran konjungtiva baik setelah pemberian peroral, intramuskular, inhalasi dan pada pemberian secara intravena memberikan efek setelah 3-4 menit. distribusi atropin dapat dilakukan secara luas setelah diabsorpsi melalui sistem saraf pusat, usus, membran konjungtiva, plasenta, melewati susu walau dengan jumlah sedikit. Penyampaian pada sistem saraf pusat dapat ditempuh selama 30 menit sampai satu jam. Atropin dapat menghilang cepat dari darah setelah obat diberikan, dengan waktu paruh selama dua jam. Sekitar 60 % dari dosis yang diberikan akan diekskresikan di dalam urin tanpa diubah (Anwar 2006).
HASIL DAN PEMBAHASAN Praktikum mengenai obat sistem saraf otonom ini menggunakan hewan coba mencit sebanyak dua ekor serta menggunakan sediaan obat yang bekerja pada sistem saraf otonom yaitu pilokarpin dan atropin. Rute pemberian obat dilakukan dengan cara subcutan. Dosis diberikan secara bertingkat setiap 10 menit sekali dengan dosis terkecil adalah 0,01 ml. Tabel 1. Mencit dengan perlakuan sediaan pilokarpin No. Menit Dosis Aktivitas Reflek Salivasi/ (ml) tubuh defekasi/ urinasi 1. 0 0,01 + + defekasi
Rambut
Frek. Napas
Frek. Jantung
Konvulsi
-
128
104
-
2.
10
0,02
+
+
-
-
128
112
-
3.
20
0,04
+
+
-
120
108
-
4.
30
0,08
+
+
-
116
100
-
5.
40
0,16
+
+
Urinasi dan defekasi Urinasi dan defekasi Defekasi
-
96
88
-
6.
50
0,32
+
+
Defekasi
-
92
88
-
Keterangan : + (ada) ; - (tidak ada) Frekuensi napas sebelum perlakuan 132 /menit. Frekuensi jantung sebelum perlakuan 116 /menit. Pilokarpin adalah suatu amin tersier yang stabil terhadap hidrolisis oleh asetil kolinesterase. Pilokarpin termasuk obat yang lebih lemah dibandingkan asetilkolin dan turunannya. Aktivitas utama pilokarpin adalah muskarinik dan digunakan untuk ophthalmologi. Pilokarpin termasuk pemacu sekresi kelenjar yang terkuat pada kelenjar keringat, kelenjar saliva, dan kelenjar air mata. Pilokarpin dapan masuk ke SSP dan menimbulkan gangguan SSP. Pilokarpin termasuk obat ester kolin (kolinergik kerja langsung) golongan alkaloid alamiah (Rahardjo 2004). Hasil percobaan menunjukkan bahwa pilokarpin meningkatkan kontraksi usus, Pilokarpin bekerja parasimpatomimetik, sehingga meningkatkan pengaruh system saraf parasimpatis. Mencit diberiakan pilocarpin menggunakan jarum suntik secara subkutan agar efek yang ditimbulkan cepat. Policarpin adalah obat kolinergik yang merangsang saraf parasimpatik yang dimana efeknya akan menyebabkan denyut jantung semakin turun dan mengaktifkan kelenjar-kelenjar pada tubuh salah satunya kelenjar air liur. Hal tersebut dapat memicu terjadinya hipersalivasi sehingga air liur yang dikeluarkan mencit lebih banyak. Pemberian obat secara subkutan memberikan efek yang lebih cepat jika dibandingkan dengan pemberian secaraperoral. (Rahardjo 2004). Mencit diberikan sediaan pilokarpin pada menit ke 0 secara subkutan, efek yang ditimbulkan pada 10 menit pertama setelah pemberian pilocarpin yaitu tidak terjadi salivasi tetapi mencit melakukan defekasi. Pada menit ke 20, mencit urinasi, defekasi dan salivasi. Dari menit 30 hingga 50 mencit mengalami defekasi. Frekuensi napas dan frekuensi jantung terus menurun setelah pemberian pilokarpin dengan dosis bertingkat setiap 10 menit serta tidak ditemukan adanya konvulsi setelah pemberian sediaan pilokarpin.
Tabel 2. Mencit dengan perlakuan sediaan atropin No. Menit Dosis Aktivitas Reflek Salivasi/ (ml) tubuh defekasi/ urinasi 1. 0 0,01 + + defekasi
Rambut
Frek. Napas
Frek. Jantung
Konvulsi
-
156
104
-
2.
10
0,02
+
+
-
-
128
112
-
3.
20
0,04
+
+
-
+
140
144
-
4.
30
0,08
+
+
-
+
144
148
-
5.
40
0,16
+
+
-
+
148
144
-
Keterangan : + (ada) ; - (tidak ada) Frekuensi napas sebelum perlakuan 128 /menit. Frekuensi jantung sebelum perlakuan 96 /menit. Atropin merupakan golongan antagonis muskarinik yang menyekat efek dari persarafan parasimpatis, oleh karena itu sering disebut sebagai parasimpatolitik. Antagonis reseptor muskarinik menyekat efek asetilkolin dengan memblok ikatan ACh dan reseptor kolinergik muskarinik pada neuroefektor yang terdapat pada otot polos, otot jantung dan sel kelenjar di ganglia perifer dan juga pada sistem saraf pusat. Mekanisme kerja atropin yaitu berkompetisi dengan asetilkolin (juga agonis muskarinik lainnya) untuk berikatan dengan reseptor muskarinik (Sukohar 2014). Hasil praktikum menunjukkan frekuensi napas meningkat ketika pemberian atropin pada menit ke 0 kemudian menurun setelah pemberian pada menit ke 10 dan stabil meningkat pada menit selanjutnya. Frekuensi jantung cenderung meningkat setelah pemberian atropin. Aktivitas tubuh dan reflek pada mencit cenderung berfungsi dengan baik. Pada menit ke 0 terdapat aktivitas defekasi tetapi tidak ada aktivitas urinasi dan salivasi, rambut mencit berdiri setelah pemberian atropin pada menit ke 20 dan tidak ditemukan adanya konvulsi. Menurut Sukohar (2014), atropin merupakan obat yang bekerja secara simpatis yang dapat menyebabkan dilatasi pupil mata, meningkatkan denyut jantung (takikardi), meningkatkan frekuensi napas, menurunkan aktivitas gastrointestinal, mengurangi tonus normal dan kontraksi ureter serta kandung kemih, dan antispasmodik ringan pada kandung empedu. Pemberian atropin pada dosis yang tinggi dapat menyebabkan efek konvulsi. Seharusnya setelah pemberian dosis yang semakin bertingkat terjadi konvulsi pada mencit, hal tersebut dapat terjadi karena dosis yang diberikan belum mencapai dosis yang dapat menimbulkan konvulsi. SIMPULAN Policarpin adalah obat kolinergik yang merangsang saraf parasimpatik yang dimana efeknya akan menyebabkan denyut jantung semakin turun dan mengaktifkan kelenjar-kelenjar pada tubuh salah satunya kelenjar air liur, dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa pilokarpin yang diberikan dapat meningkatkan kontraksi usus, Pilokarpin bekerja secara parasimpatomimetik, sehingga meningkatkan pengaruh system saraf parasimpatis. Sedangkan Atropin merupakan obat yang bekerja secara simpatis yang dapat menyebabkan dilatasi pupil mata, meningkatkan denyut jantung (takikardi), meningkatkan frekuensi napas, menurunkan aktivitas gastrointestinal, mengurangi tonus normal dan kontraksi ureter serta kandung kemih, dan antispasmodik ringan pada kandung empedu, dari hasil praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa pemberian atropin dapat meningkatkan frekuensi denyut jantung.
DAFTAR PUSTAKA Anwar H. 2006. Gambaran klinis pada kucing setelah pemberian atropine sulfate, suatu bahan medikasi preanestetik [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Figueroa KW, Griffin MT, Ehlert FJ. 2009. Selectivity of Agonists For The Active State of M1 to M4 Muscarinic Receptor Subtype. J Pharmacol. 328(1): 331-42. Mycek, Mary. J. dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2. Jakarta (ID): Widya Medika Rahardjo R. 2004. Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi 2. Jakarta (ID): EGC. Pearce, Evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Umum. Pradana A. 2012. Perfoma mencit (Mus musculus) jantan lepas sapih umur 21-39 hari dengan pemberian cacing tanah (Lumbricus rubellus) sebagai pakan tambahan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sukohar A. 2014. Buku Ajar Farmakologi: Neufarmakologi Asetilkolin dan Nore Efrinefrin. Lampung (ID): Universitas Negeri Lampung Press. Tjay HT dan Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Umum.