Lapkas Tifoid Dr Abidin.docx

  • Uploaded by: Clara Elitha Pane
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapkas Tifoid Dr Abidin.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,224
  • Pages: 33
LAPORAN KASUS DEMAM TIFOID

Disusun Oleh : Clara Elitha 030.12.060

Pembimbing : dr.Suarman Abidin,spA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT TNI AL DR. MINTOHARDJO PERIODE 18 FEBRUARI 2019 – 26 APRIL 2019 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

1

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

LEMBAR PENGESAHAN

Case dengan judul :

“DEMAM TIFOID”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit TNI AL DR. Mintoharjo Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti periode 18 februari 2019 – 26 april 2019

Disusun oleh : CLARA ELITHA 030.12.060

Jakarta, 26 Februari 2019 Mengetahui,

dr.Suarman Abidin,spA

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan case yang berjudul “Demam tifoid” sebagai salah satu tugas di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit TNI AL DR. Mintoharjo. Dalam penyusunan case ini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada dr.Suarman Abidin,spA sebagai narasumber dan pembimbing, sekalian yang telah ikut memberikan ide, masukan dan kritik dalam penyusunan case ini. Semoga case ini dapat berguna untuk masyarakat dan rekan–rekan dalam bidang kesehatan. Referat ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu diharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca.

Jakarta,

24 Februari 2019 Hormat saya

Clara Elitha

3

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSAL MINTOHARDJO

Dokter Pembimbing : dr.Suarman Abidin,spA

Tanda tangan

:

Nama Mahasiswa

: Clara Elitha

NIM

: 030.12.060

I.

IDENTITAS PASIEN Nama

: An U

Suku Bangsa : Jawa

Umur

: 8 Tahun

Agama

: Islam

Pendidikan

: SD

Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat

: KPBB,Karet Tengsin Tanah Abang

ORANG TUA/ WALI AYAH Nama

: Tn. D

Agama

: Islam

Umur

: 39 Tahun

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Buruh Pabrik

Suku Bangsa : Jawa Alamat

: KPBB,Karet Tengsin Tanah Abang

Gaji

: Rp. 3000.000/bln

IBU Nama

: Ny. L

Agama

: Islam

Umur

: 40 Tahun

Pendidikan

: D3

Pekerjaan

: Bidan

Suku bangsa : Jawa Alamat

: KPBB,Karet Tengsin Tanah Abang

Hubungan dengan orang tua : anak kandung

4

II.

ANAMNESIS

Dilakukan alloanamnesis dengan bapak pasien pada tanggal 14 Maret 2019 KELUHAN UTAMA Demam sejak 6 hari SMRS. KELUHAN TAMBAHAN Mual muntah dan nyeri perut sejak 5 hari SMRS RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT An.U 8thn BB : 26 kg TB : 128cm cm dibawa oleh orangtuanya ke IGD RSAL MTH rujukan dari RS KENARI dengan keluhan demam sejak 6 hari SMRS. Demam dikatakan naik turun,meningkat terutama pada malam hari,tidak begitu panas pada pagi dan siang hari. Anak telah diberi paracetamol turun setelah minum obat, namun kemudian naik lagi. Tidak terdapat ruam dan batuk pilek. Tidak ada riwayat berpergian ke daerah endemis malaria. Keluhan mual dan muntah dijumpai. Muntah dirasakan sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit dengan frekuensi 1-2 kali/hari dengan volume ±100 cc. Isi muntah berupa apa yang dimakan dan diminum. Nafsu makan menurun. Tidak terdapat penurunan berat badan. Mencret juga dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit dengan frekuensi 2-3 kali/hari. Volume mencret ±30-50 cc/kali mencret. Konsistensi air lebih banyak dibandingkan ampas. Mencret tidak disertai dengan darah dan lender. Buang air kecil (BAK) dalam batas normal. Nyeri perut sejak 5 hari SMRS. Nyeri dirasakan disekitar daerah uluhati. dan mengeluh sakit kepala. Riwayat makan makanan sembarangan diakui ketika disekolah.

5

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN KEHAMILAN Perawatan Antenatal

Rutin setiap bulan .

Penyakit Kehamilan

Tidak Ada

KELAHIRAN Tempat Kelahiran

RSAL Dr. Mintohardjo

Penolong Persalinan

Dokter

Cara Persalinan

SC (ketuban pecah dini)

Masa Gestasi

10 Bulan Berat Badan : 3500 gram Panjang Badan Lahir : 50 cm

Riwayat kelahiran

Lingkar kepala : tidak tahu Langsung menangis Kelainan bawaan : tidak ada

RIWAYAT PERKEMBANGAN Pertumbuhan gigi pertama

: 8 bulan

Psikomotor Tengkurap

:4

bulan

Duduk

:8

bulan

Berdiri

: 11

bulan

Bicara

: 24

bulan

Berjalan

: 15

bulan

Gangguan Perkembangan

: tidak ada gangguan perkembangan

Perkembangan pubertas

: masih di bawah umur

Kesan Perkembangan

: Tidak ada kesan perkembangan 6

RIWAYAT IMUNISASI VAKSIN

DASAR (umur)

ULANGAN (umur)

BCG

-

-

-

-

-

-

DPT/ DT

-

-

-

-

-

-

Polio

0 bulan

-

-

-

-

-

Campak

-

-

-

-

-

-

0 bulan

-

-

-

-

-

MMR

-

-

-

-

-

-

Tifoid

-

-

-

-

-

-

Hepatitis B

Kesan : Imunisasi hepatitis b dan polio dilakukan hanya saat setelah melahirkan di rumah sakit, orang tuanya mengaku tidak imunisasi lanjutan karena tidak menganut ajaran tersebut di agamanya. RIWAYAT MAKANAN Umur (Bulan)

ASI/ PASI

BUAH/

BUBUR

BISKUIT

SUSU

NASI TIM

0–2

ASI

-

-

2–4

ASI

-

-

4–6

ASI

-

-

6–8

ASI







8 – 10

PASI



-



10-12

PASI



-



7

Kesan: pasien mendapatkan ASI ekslusif, ASI dilanjutkan hingga 2 tahun dan dilanjutkan mendapatkan makanan pendamping asi.

JENIS MAKANAN

FREKUENSI DAN JUMLAHNYA

Nasi/ pengganti

3x/hari

Sayur

5x/minggu

Daging

2x/minggu

Ayam

2x/minggu

Telur

3x/minggu

Ikan

2x/minggu

Tahu

4x/minggu

Tempe

3x/minggu

Susu (merek/ takaran)

-

Kesan: Frekuensi dan jumlah makanannya bervariasi dan bergizi serta banyak protein.

RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA PENYAKIT

KETERANGAN

PENYAKIT

KETERANGAN

Diare

-

Rubella

-

Otitis

-

Parotitis

-

Radang Paru

-

Tuberculosis

-

Demam Berdarah Demam Tifoid

-

8

Kejang

-

Cacingan

-

Ginjal

-

Alergi

-

Jantung

-

Kecelakaan

-

Darah

-

Operasi

-

RIWAYAT KELUARGA DATA CORAK PRODUKSI No

Tangg

Jenis

Hidup

al lahir Kelamin

Lahir

Abortus Mati

mati

Keterangan

(sebab)

(umur) 1.

8 thn

Laki-laki

Hidup

-

-

-

Pasien

2.

4 thn

Perempuan

Hidup

-

-

-

Hidup

AYAH/ WALI

IBU/ WALI

Perkawinan ke-

1

1

Umur saat menikah

32 Tahun

33 Tahun

Kosanguinitas

-

-

-

-

Keadaan kesehatan/ penyakit bila ada

RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA Riwayat HT (-) Riwayat jantung (-) Riwayat DM (-) Riwayat asma (-) Riwayat atopi (-) Tidak terdapat anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan pasien 9

SILSILAH KELUARGA

Keterangan: : Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

DATA PERUMAHAN Kepemilikan rumah: Rumah Pribadi Keadaan rumah: Pasien tingal bersama Ayah dan Ibu, dengan luas rumah 7x7 meter, beratap genteng dan berdinding tembok ber. Kamar tidur berjumlah 2 , kamar mandi berjumlah 1, terdapat dapur dan ruang makan, ruang tamu, serta teras yang berjumlah 1, ventilasi dan cahaya baik, sumber air PAM, peralatan makan dicuci menggunakan air PAM. Tidak selalu direndam air mendidih, sumber air minum merk Aqua, sampah dibuang ke tempat sampah.

10

Keadaan lingkungan: Rumah berada di lingkungan yang tidak terlalu padat penduduk. Jarak antara rumah 2m, kondisi lingkungan baik. Aliran got terbuka, lancar tidak tersumbat walaupun hujan lebat tidak pernah banjir dan tempat pembuangan sampah jauh dari rumah dan diangkut oleh petugas kebersihan setiap hari.

Kesan: Kondisi rumah baik, layak huni, kondisi lingkungan baik

III. PEMERIKSAAN FISIK Tanggal

: 14 Maret 2019

Pukul

: 16.00 WIB

PEMERIKSAAN UMUM Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda vital

: : 38,7 0C

Nadi

: 90x /menit

Suhu

RR

: 22 x/menit

TD

: 110/70 mmHg

Data Antropometri

: BB

TB

: 128cm

Lingkar kepala

:-

Lingkar dada

:-

Lingkar lengan atas

:-

Status gizi

: BB/U : (23/26) X 100%= 88%

: 26 kg

TB/U : (130/128) X 100%= 101% BB/TB : (23/25) X 100% = 92% Kesan

: Gizi baik

11

STATUS GENERALIS KEPALA Bentuk dan ukuran

: Normocephali

Rambut dan kulit kepala

: Warna rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut. kulit kepala bersih.

Mata

: Palpebra tidak tampak oedem, konjungtiva tidak pucat, kornea jernih, sklera putih tidak ikterik, pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+

Telinga

: Normotia, liang telinga lapang, membrane timpani utuh

Hidung

: tidak terdapat sekret,tidak ada deviasi septum, tidak ada nafas cuping,tidak terdapat darah.

Bibir

: Warna merah muda, lembab.

Mulut

: Mukosa bukal merah muda, tidak ada gusi berdarah,oral hygiene kurang.

Gigi-geligi

: gigi tetap, tidak ada caries

Lidah

: Normoglotia, lidah tampak kotor di bagian tengah tepi lidah hiperemis.

Tonsil

: T1-T1 tampak tenang, kripta tidak melebar

Faring

: tidak hiperemis,tidak arkus faring simeteris, uvula ditengah

LEHER

: trakea ditengah, tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid, tidak teraba kelenjar getah bening

THORAKS Dinding thoraks

12

I : bentuk dada datar, simetris kanan dan kiri dalam keadaan statis dan dinamis PARU I : Pergerakan dada simetris kanan dan kiri, tidak ada bagian yang tertinggal, tidak terdapat retraksi P : Vocal fremitus sama teraba sama kuat pada kedua lapang paru P: Sonor di seluruh lapang paru Batas paru kanan-hepar

: setinggi ICS V linea midklavikularis dextra

Batas paru kiri-gaster

: setinggi ICS VII linea axillaris anterior

A: Suara nafas vesikuler, ronkhi basah halus -/-. Wheezing -/-

JANTUNG I : Ictus cordis terlihat pada linea midclavicularis sinistra setinggi ICS V P : Ictus cordis teraba pada linea midclavicularis sinistra setinggi ICS V P : Batas kanan jantung

: linea parasternalis dextra setinggi ICS III, IV, V

Batas kiri jantung

: linea midklavikularis sinistra setinggi ICS V

Batas atas jantung

: linea parasternalis sinistra setinggi ICS II

A: Bunyi jantung I-II irama reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop

ABDOMEN I : bentuk datar, simetris, tidak tampak pelebaran vena A : Bising usus terdengar. P : lemas, tidak teraba massa, nyeri tekan pada epigastrium, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor kulit normal. P: timpani pada empat kuadaran abdomen, tidak ada shifting dullness, tidak ada nyeri ketok ANUS Tidak ada kelainan, kemerahn di sekitar anus. GENITAL

13

Jenis kelamin laki laki, testis sudah turun,belum sirkumsisi.

ANGGOTA GERAK Akral hangat, tidak terdapat oedem dan sianosis pada keempat ekstremitas, turgor kulit baik, CRT <2detik PEMERIKSAAN NEUROLOGIS Refleks fisiologis : Biceps +/+ , Triceps +/+ , Patella +/+ , Achilles +/+ Refleks patologis : Babbinski -/- , Chaddok -/- , Schaeffer -/- , Gordon -/Tanda rangsang meningeal (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Hematologi darah rutin: 13 Maret 2019 PEMERIKSAAN

HASIL

NILAI RUJUKAN

Leukosit

4.000/μL

5.000-10.000/μL

Eritrosit

4,5 juta /μL

4,2-5,4 juta/μL

Hemoglobin

11,9 g/dL

10,8-15,6 g/dL

Hematokrit

34 %

33-45%

Trombosit

429.000/μL

150.000-450.000/μL

LED

19 mm/jam

< 20mm/jam

Hitung Jenis Basofil

0%

0-1%

Eosinofil

2%

1-3%

14

Neutrofil Batang

3%

2-6 %

Neutrofil Segmen

70%

50-70 %

Limfosit

15 %

20-40 %

Monosit

8%

2-8 %

Widal 13/03/2019 Typhi H

-

Paratyphi H-A

-

Paratyphi H-B

1/320

Paratyphi H-C

-

Typhi O

1/320

Paratyphi O-A

1/160

Paratyphi O-B

1/320

Paratyphi O-C

1/320

Kesan: Secara umum dari hasil pemeriksaan hematologi rutin didapatkan adanya gambaran leukopenia dan p e m e r i k s a a n w i d a l d i d a p a t k a n h a s i l positif pada serologi Salmonella typhi O 1/320, Paratyphi O-A 1/160, Paratyphi O-B 1/320,Paratyphi

O-C

1/320

dan

Salmonella

paratyphi H-B sebesar 1 / 3 2 0 . V. RESUME An.U 8thn BB : 26 kg TB : 128cm cm dibawa oleh orangtuanya ke IGD RSAL MTH rujukan dari RS KENARI dengan keluhan demam sejak 6 hari SMRS. Demam dikatakan naik turun,meningkat terutama pada malam hari,tidak begitu panas pada pagi dan siang hari. Anak telah diberi paracetamol turun setelah minum obat, namun kemudian naik lagi. Mual muntah dirasakan sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit dengan frekuensi 1-2 kali/hari dengan volume ±100 cc. Isi muntah berupa apa yang dimakan dan diminum. Nafsu makan dan menurun.Mencret juga dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit dengan frekuensi 2-3 kali/hari. Volume mencret ±30-50 cc/kali mencret. Konsistensi air lebih banyak dibandingkan ampas. Nyeri perut sejak 5 hari SMRS. Nyeri

15

dirasakan disekitar daerah uluhati dan mengeluh sakit kepala. Riwayat makan makanan sembarangan diakui ketika disekolah.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, status gizi baik. Pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg; suhu 38,7

o

C; nadi 90x/menit regular; RR: 22x/menit. Pada status

generalis lidah tampak kotor dibagian tengah tepi lidah hiperemis dan nyeri tekan epigastrium. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan gambaran leukopenia dan p e m e r i k s a a n w i d a l d i d a p a t k a n

h a s i l positif pada

serologi Salmonella typhi O 1/320, Paratyphi O-A 1/160, Paratyphi O-B 1/320,Paratyphi O-C 1/320 dan Salmonella paratyphi H-B sebesar 1 / 3 2 0 .

VI. DIAGNOSIS Demam Tifoid VII.DIAGNOSIS BANDING VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG -

Tes Widal

-

Gall Kultur

-

Test Tubex

-

Uji Typhidot : deteksi IgM dan IgG

IX. PROGNOSIS Ad vitam

: ad bonam

Ad functionam

: ad bonam

Ad sanationam

: dubia ad bonam

X. PENATALAKSANAAN Medikamentosa :  Istirahat total  Observasi tanda-tanda vital.  Infus RL 20 tpm  Inj Ceftriaxon 1x2gr  Paracetamol 3x 2cth

16



Diet lunak, rendah serat, tidak merangsang, tinggi kalori, tinggi protein



Imunisasi tifoid

XI.

RESUME TINDAK LANJUT An.U 8thn BB : 26 kg TB : 128cm cm dibawa oleh orangtuanya ke IGD

RSAL MTH rujukan dari RS KENARI dengan keluhan demam sejak 6 hari SMRS. Demam dikatakan naik turun,meningkat terutama pada malam hari,tidak begitu panas pada pagi dan siang hari. Anak telah diberi paracetamol turun setelah minum obat, namun kemudian naik lagi. Mual muntah dirasakan sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit dengan frekuensi 12 kali/hari dengan volume ±100 cc. Isi muntah berupa apa yang dimakan dan diminum. Nafsu makan dan menurun.Mencret juga dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit dengan frekuensi 2-3 kali/hari. Volume mencret ±30-50 cc/kali mencret. Konsistensi air lebih banyak dibandingkan ampas. Nyeri perut sejak 5 hari SMRS. Nyeri dirasakan disekitar daerah uluhati dan mengeluh sakit kepala. Riwayat makan makanan sembarangan diakui ketika disekolah. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, status gizi baik. Pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg; suhu 38,7

o

C; nadi 90x/menit regular; RR: 22x/menit. Pada status

generalis lidah tampak kotor dibagian tengah tepi lidah hiperemis dan nyeri tekan epigastrium. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan gambaran leukopenia dan p e m e r i k s a a n w i d a l d i d a p a t k a n h a s i l positif pada serologi Salmonella typhi O 1/320, Paratyphi O-A 1/160, Paratyphi O-B 1/320,Paratyphi

O-C

1/320

dan

Salmonella

paratyphi

H-B

sebesar 1 / 3 2 0 . T a t a l a k s a n a a w a l p a s i e n d i b e r i k a n i n f u s RL 20tpm, Ceftriaxon 1x1,5gr, pct 2x 2cth. Pada hari kedua secara klinis pasien tampak sedikit aktif dan demam sudah menurun,tidak ada mual maupun muntah, TD : 100/70 Suhu 37,2 oC Nadi: 100 x/mnt, RR: 20x/mnt, kemudian terapi di lanjutkan.

17

Pada hari ketiga perawatan pasien KU sudah tampak lebih baik TD : 120/80 suhu 36.6oC, N: 86 x/mnt, RR: 20x/mnt. pasien meminta pulang paksa, lau di beri obat pulang Cefadroxil 3x1 pct 3x1 dan dianjurkan untuk kontrol kembali ke poli anak. FOLLOW UP Tanggal Perawatan

15/03/2019

16/03/2019

sudah tidak demam lagi sudah S

Sudah tidak ada keluhan

tidak ada mual maupun muntah namun masih batuk KU : tampak sakit sedang

KU : baik

Kes : CM TV: TD : 100/70 Suhu Kes : CM O

37,2

o

C Nadi: 100 x/mnt, RR: TV TD : 120/80 suhu 36.6oC, N: 86 x/mnt, RR:

20x/mnt,

Mata: konjungtiva tidak pucat, 20x/mnt. kornea jernih, sklera putih tidak Mata: konjungtiva tidak pucat, kornea jernih, ikterik Telinga: normotia Hidung : sklera putih tidak ikterik Telinga: normotia tdk ada secret Mulut: merah muda, Hidung : tdk ada secret Mulut: merah muda, kering,lidah bagian hiperemis

tampak

tengah

kotor

dengan

di kering,lidah tidak tampak kotor Leher: KGB tepi tidak teraba

Leher: KGB tidak Thoraks: BJ I-II reg, SN Ves , tidak ada

teraba. Thoraks: BJ I-II reg, SN Wh,tdk ada Rh Ves , tidak ada Wh,tdk ada Rh

Abdomen: BU terdengar ,NT epigastrium tidak

Abdomen: BU terdengar ,NT

ada

epigastrium tidak ada

Ekstremitas: akral hangat, tidak oedem

Ekstremitas: akral hangat, tidak Lab: oedem

Tidak diperiksa

Lab: Terlampir Demam Tifoid

Demam Tifoid

A

18

• P

infus

RL

20tpm,

Ceftriaxon 1x1,5gr,

pct

2x



Pasien meminta pulang paksa



Cefadroxil 3x1 pct 3x1



Kontrol ke poli anak

2cth

XII.

ANALISA KASUS

Demam typhoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan bahkan asimptomatis. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi, namun gejala yang timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam (1) demam, (2) gangguan saluran pencernaan, (3) gangguan kesadaran. Gejala klinis dari demam tifoid adalah demam naik secara bertahap pada minggu pertama lalu menetap (kontinyu) atau remiten pada minggu kedua.Demam terutama sore / malam hari, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare perasaan tidak enak di perut, batuk dan epitaksis. Pada minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, coated tongue (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus,gangguan mental berupa somnolen, sopor, koma, delirium, atau psikosis. Roseolae jarang ditemukan di Indonesia.1 Pada pasien ini di tegakkan diagnosa demam typhoid tanpa komplikasi. Diagnosa ditegakkan berdasarkan Anamnesis: 

Pasien demam 6 hari yang remitten. Demam menjelang sore hari dan demam turun pagi harinya.



Demam disertai dengan gangguan pencernaan berupa Mual muntah dirasakan sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit dengan frekuensi 1-2 kali/hari dengan volume ±100 cc. Isi muntah berupa apa yang dimakan dan diminum. Nafsu makan menurun.

19



Mencret juga dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit dengan frekuensi 2-3 kali/hari. Volume mencret ±30-50 cc/kali mencret. Konsistensi air lebih banyak dibandingkan ampas.



Pasien juga sakit kepala dan sering jajan makanan dan minumam di luar rumah, yang tidak jelas kebersihannya

Pada pasien ini pemerikasaan fisiknya ditemukan : 

Pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg; suhu 38,7 o C; nadi 90x/menit regular; RR: 22x/menit.



Pada lidah pasien ditemukan kotor pada tengahnya dan hiperemis pada pinggirnya.



nyeri tekan di regio epigastrium(+) Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan gambaran leukopenia

terjadinya leukopenia akibat depresi sumsum tulang oleh endotoksin dan mediator endogen yang ada. 2Diperkirakan kejadian leukopenia 25%, namun banyak laporan bahwa dewasa ini hitung leukosit kebanyakan dalam batas normal atau leukositosis ringan. dan p e m e r i k s a a n w i d a l d i d a p a t k a n h a s i l positif pada serologi Salmonella typhi O 1/320, Paratyphi O-A 1/160, Paratyphi O-B 1/320,Paratyphi O-C 1/320 dan Salmonella paratyphi H-B sebesar 1 / 3 2 0 . deteksi titer antibodi terhadap S.typhi, S.paratyphiyakni aglutinin O (dari tubuh kuman) dan aglutinin H (flagela kuman). Titer antibodi O >1 : 320 atau antibodi H > 1 : 640 menguatkan diagnosis pada gambaran klinis yang khas. 3 Tatalaksana

awal

pasien

di

berikan

infus

RL

2 0 t p m , C e f t r i a x o n 1 x 1 , 5 g r , p c t 2 x 2 c t h , Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ke 3. Sefalosporin termasuk golongan betalaktam spektrum luas yang bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel mikroba. Pemberian ceftriaxone menurut penelitian Acharya G dkk11 melaporkan bahwa pasien demam tifoid menunjukkan respons klinis yang baik dengan pemberian seftriakson sekali sehari. Lama demam turun rata-rata empat hari, semua hasil biakan menjadi negatif pada hari keempat, dan tidak ditemukan

20

kekambuhan. Hasil laboratorium menunjukkan kadar hemoglobin dan hitung leukosit normal, serta tidak ditemukan gangguan fungsi hati dan ginjal4 Pada hari kedua secara klinis pasien tampak sedikit aktif dan demam sudah menurun,tidak ada mual maupun muntah, TD : 100/70 Suhu 37,2 oC Nadi: 100 x/mnt, RR: 20x/mnt, kemudian terapi di lanjutkan. Pada hari ketiga perawatan pasien KU sudah tampak lebih baik TD : 120/80 suhu 36.6oC, N: 86 x/mnt, RR: 20x/mnt. pasien meminta pulang paksa, lau di beri obat pulang Cefadroxil 3x1 pct 3x1 dan dianjurkan untuk kontrol kembali ke poli anak.

PEMBAHASAN DEMAM TIFOID

Definisi dan Epidemiologi Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar yang tidak hanya di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia.Virus dan bakteri adalah factor utama dalam menyebabkan penyakit infeksi.Penyakit infeksi bakteri yang sering menyebabkan penyakit pada manusia adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yaitu demam tifoid.1 Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typhoid fever.2 Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella Typhi yang ditularkan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi.3 Penyakit ini merupakan masalah kesehatan yang penting di dunia, terkait dengan angka morbiditas dan mortalitas yang ditimbulkan penyakit ini terutama pada negara berkembang. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam tifoid diseluruh dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu kematian tiap tahunnya.WHO mencatat Indonesia sebagai salah satu negara endemik untuk demam tifoid.Di Indonesia, kasus demam tifoid ditemukan 350-810 kasus per 100.000 penduduk setiap tahun. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2013

21

menunjukkan bahwa prevalensi demam tifoid sebesar 1,6% dan Profil KesehatanIndonesia tahun 2015 menyatakan demam tifoid atau paratifoid menempati urutan ke 3 dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2015 yaitu sebanyak 41.3,4

Etiologi Penyebab demam tifoid adalah bakteri dari Genus Salmonella. Salmonella memiliki dua spesies yaitu Salmonella enterica dan Salmonella bongori. Salmonella enterica termasuk S. typhi dan S.paratyphi A. Bakteri ini berbentuk

batang, Gram-negatif, tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagela.Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 66oC) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan klorinasi.5,9

Gejala klinis Demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan bahkan asimtomatik. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi namun gejala yang timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam (1) demam, (2) gangguan saluran pencernaan, dan (3) gangguan kesadaran. Timbulnya gejala klinis biasanya bertahap dengan manifestasi demam dan gejala konstitusional seperti nyeri kepala, malaise, anoreksia, letargi, nyeri dan kekakuan abdomen, pembesaran hati dan limpa, serta gangguan status mental.5 Gambaran klinis demam tifoid pada anak tidak khas karena tanda dan gejala klinisnya ringan bahkan asimtomatik. Akibatnya sering terjadi kesulitan dalam menegakkan diagnosis bila hanya berdasarkan gejala klinis. Oleh karena itu untuk menegakkan diagnosis demam tifoid perlu ditunjang pemeriksaan laboratorium yang diandalkan. Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid meliputi pemeriksaan darah tepi, serologis, dan bakteriologis.5 Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 10 sampai 14 hari.Gejalagejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai berat, dari

22

asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian.Gejala klinis dari demam tifoid adalah demam naik secara bertahap pada minggu pertama lalu

menetap (kontinyu)

atau remiten pada

minggu

kedua.Demam terutama sore / malam hari, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare perasaan tidak enak di perut, batuk dan epitaksis. Pada minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, coated tongue (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus,gangguan mental berupa somnolen, sopor, koma, delirium, atau psikosis. Roseolae jarang ditemukan di Indonesia.5

Minggu ketiga pasien akan tampak toksik dan berat badan menurun secara signifikan. Pasien bisa jatuh ke typhoid state, yaitu kondisi yang ditandai dengan apatis, bingung, hingga psikosis. Pasien yang bertahan sampai minggu ke empat biasanya akan kembali membaik selama beberapa hari, namun komplikasi mungkin masih dapat terjadi.6,7 Fase Relaps yaitu keadaan berulangnya gejala penyakit tifus abdominalis, akan tetapi berlangsung lebih ringan dan lebih singkat. Terjadi dalam minggu kedua setelah suhu badan normal kembali. Terjadinya sukar diterangkan, seperti halnya keadaan kekebalan dalam, yaitu tidak pernah menjadi sakit walaupun mendapat infeksi yang cukup berat. Menurut teori, relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti. Mungkin pula terjadi pada waktu penyembuhan tukak, terjadi invasi basil bersamaan dengan pembentukan jaringan jaringan fibroblast. 6,7

Patofisiologi HCL (asam lambung) dalam lambung berperan sebagai penghambat masuknya Salmonella spp dan lain-lain bakteri usus. Jika Salmonella spp masuk bersamasama cairan, maka terjadi pengenceran HCL yang mengurangi daya hambat terhadap mikroorganisme penyebab penyakit yang masuk. Daya hambat HCL ini akan menurun pada waktu terjadi pengosongan lambung, sehingga Salmonella

23

spp lebih mudah masuk ke dalam usus penderita. Salmonella spp kemudian memasuki folikel-folikel limfe yang terdapat di dalam lapisan mukosa atau submukosa usus, bereplikasi dengan cepat untuk menghasilkan lebih banyak Salmonella spp. 8 Setelah itu, Salmonella spp memasuki saluran limfe dan akhirnya mencapai aliran darah. Dengan demikian terjadilah bakteremia pada penderita. Dengan melewati kapiler-kapiler yang terdapat dalam dinding empedu atau secara tidak langsung melalui kapiler-kapiler hati dan kanalikuli empedu, maka bakteria dapat mencapai empedu yang larut disana. Melalui empedu yang infektif terjadilah invasi ke dalam usus untuk kedua kalinya yang lebih berat daripada invasi tahap pertama. Invasi tahap kedua ini menimbulkan lesi yang luas pada jaringan limfe usus kecil sehingga gejala-gejala klinik menjadi jelas. Demam tifoid merupakan salah satu bekteremia yang disertai oleh infeksi menyeluruh dan toksemia yang dalam. Berbagai macam organ mengalami kelainan, contohnya sistem hematopoietik yang membentuk darah, terutama jaringan limfoid usus kecil, kelenjar limfe abdomen, limpa dan sumsum tulang. 8 Pada awal minggu kedua dari penyakit demam tifoid terjadi nekrosis superfisial yang disebabkan oleh toksin bakteri atau yang lebih utama disebabkan oleh sumbatan pembuluh-pembuluh darah kecil oleh hiperplasia sel limfoid (disebut sel tifoid). Mukosa yang nekrotik kemudian membentuk kerak, yang dalam minggu ketiga akan lepas sehingga terbentuk ulkus yang berbentuk bulat atau lonjong tak teratur dengan sumbu panjang ulkus sejajar dengan sumbu usus. Pada umumnya ulkus tidak dalam meskipun tidak jarang jika submukosa terkena, dasar ulkus dapat mencapai dinding otot dari usus bahkan dapat mencapai membran serosa. 8 Pada waktu kerak lepas dari mukosa yang nekrotik dan terbentuk ulkus, maka perdarahan yang hebat dapat terjadi atau juga perforasi dari usus. Kedua komplikasi tersebut yaitu perdarahan hebat dan perforasi merupakan penyebab yang paling sering menimbulkan kematian pada penderita demam tifoid. Meskipun demikian, beratnya penyakit demam tifoid tidak selalu sesuai dengan beratnya ulserasi. Toksemia yang hebat akan menimbulkan demam tifoid yang

24

berat sedangkan terjadinya perdarahan usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Sedangkan perdarahan usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Pada serangan demam tifoid yang ringan dapat terjadi baik perdarahan maupun perforasi. 8 Pada stadium akhir dari demam tifoid, ginjal kadang-kadang masih tetap mengandung kuman Salmonella spp sehingga terjadi bakteriuria. Maka penderita merupakan urinary karier penyakit tersebut. 8

25

Kuman masuk bersama makanan & minuman yang terkontaminasi

Dimusnahkan dilambung oleh HCL

Lolos dan masuk ke usus Bila respon imunitas humukral mucosa (IgA) Berkembang Biak

Nembus sel, epitel terutama sel M

Menembus sampai lamina propira Berkembang biak & difagosit oleh sel’fagosit terutama makrofag

Kuman hidup dan berkembang biak

Dibawah ke plaque peyeri ileum distal

Masuk ke sirkulasi darah

Tejadi bakterima I (asymptomatik) Menyebar keseluruh organ Relikuloendotelial tubuh hati & splen

Diogran RE S.Typhi akan meninggalkan sel” fagosit

Masuk kekantung empedu

Berkembang biak di luar sel

Berkembang biak

Diorgan RE S.Typhi akan meninggalkan sel” fagosit

Ekskresi B’sama cairannya empedu secara intermitten kedalam lumen usus

Masuk lagi ke sirkulasi darah Sebagian dikeluarkan lewat feces

Sirkulasi darah Bakterima kedua tanda” dan gejala penyakit infeksi sistem karena Proses berulang Makrofag yang telah teraktivasi & hiperaktif saat fagosit, terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi

Sebagian menembus lumrn usus

Gejala reaksi inflamasi sistemik deman, malaise, mialgya, sakit kepala, sakit perut, instabilita, vascular, ganggua mental & gangguan koagulasi Perforasi

peritonitis

nyeri tekan

26

Pemeriksaan Penunjang Dari pemeriksaan laboratorium, ditemukan leukopenia, limfositosis relatif, monositosis, eosinofilia, dan trombositopenia ringan.Terjadinya leukopenia akibat depresi sumsum tulang oleh endotoksin dan mediator

endogen

yang

ada.Diperkirakan kejadian leukopenia 25%, namun banyak laporan bahwa dewasa ini hitung leukosit kebanyakan dalam batas normal atau leukositosis ringan.Kejadian trombositopenia sehubungan dengan produksi yang menurun dan destruksi yang meningkat oleh sel-sel RES. Sedangkan anemia juga disebabkan produksi hemoglobin yang menurun serta kejadian perdarahan intestinal yang tidak nyata (occultbleeding). Perlu diwaspadai bila terjadi penurunan hemoglobin secara akut pada minggu 3-4, yang biasanya disebabkan oleh perdarahan hebat dalam abdomen.9 Pada pemeriksaan penunjang, Uji Widal : deteksi titer antibodi terhadap S.typhi, S.paratyphiyakni aglutinin O (dari tubuh kuman) dan aglutinin H (flagela kuman). Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, puncak pada minggu keempat, dan tetap tinggi dalam beberapa minggu dengan peningkatan aglutinin O terlebih dahulu baru diikuti aglutinin H. aglutinin O menetap 4-6 bulan sedangkan aglutinin H menetap 9-12 bulan. Titer antibodi O >1 : 320 atau antibodi H > 1 : 640 menguatkan diagnosis pada gambaran klinis yang khas.Peningkatan titer uji Widal >4 kali lipat setelah satu minggu memastikan diagnosis. Uji Tubex : Tes TUBEX merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit. Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes TUBEX ini, beberapa penelitian pendahuluan menyimpulkan bahwa tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada uji Widal. Penelitian oleh Lim dkk (2002) mendapatkan hasil sensitivitas 100% dan spesifisitas 100%.10 Penelitian lain mendapatkan

27

sensitivitas sebesar 78% dan spesifisitas sebesar 89%.11 Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal, dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di negara berkembang.9 Ada 4 interpretasi hasil : Skala 2-3 adalah Negatif Borderline. Tidak menunjukkan infeksi demam tifoid. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang 3-5 hari kemudian.Skala 4-5 adalah Positif.Menunjukkan infeksi demam tifoid.Skala > 6 adalah positif. Indikasi kuat infeksi demam tifoid.12 Uji Typhidot : deteksi IgM dan IgG pada protein membran luar S.typhi. Hasil positif diperoleh 2-3 hari setelah infeksi dan spesifik mengidentifikasi IgM dan IgG terhadap S.typhi.Sensitivitas 98% spesifisitas 76,6%. Uji IgM Dipstick : deteksi khusus IgM spesifik S.typhi pada spesimen serum atau darah dengan menggunakan strip yang mengandung antigen lipopolisakarida S.typhi dan anti IgM sebagai kontrol. Sensitivitas 65-77% spesifisitas 95-100%.Akurasi diperoleh bila pemeriksaan dilakukan 1 minggu setelah timbul gejala. Kultur Darah : hasil positif memastikan demam tifoid namun hasil negatif tidak menyingkirkan.13 Kultur (Gall culture/ Biakan empedu) Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam Typhoid/ paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negatif, belum tentu bukan Demam Tifoid/ Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu- 1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi. Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/ carrier digunakan urin dan tinja. Metode lain untuk identifikasi bakteri S. typhi yang akurat adalah mendeteksi DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri S. typhi dalam darah dengan teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain

28

reaction (PCR) melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S. typhi . 13 Tatalaksana Manajemen suportif sangat penting pada demam tifoid, selain pengobatan utama dalam bentuk antibiotik. Pemberian rehidrasi oral atau parenteral, penggunaan antipiretik, nutrisi yang adekuat dan transfusi darah jika ada indikasi adalah manajemen yang membantu meningkatkan kualitas hidup anak dengan demam tifoid. Pemilihan antibiotika lini pertama untuk pengobatan demam tifoid pada anak-anak di negara berkembang didasarkan pada faktor kemanjuran, ketersediaan dan biaya.14Pilihan terapi antibiotik pada demam tifoid adalah golongan dari Fluoroquinolone, seperti ofloxacin, ciprofloxacin, levofloxacin atau gatifloxacin. Masalah pengobatan demam tifoid saat ini adalah resistensi terhadap beberapa obat antibiotik yang umum digunakan untuk demam tifoid atau yang disebut dengan Multi Drug Resistance (MDR). WHO telah memberikan rekomendasi pengobatan antibiotik untuk demam tifoid, yang dibagi atas pengobatan demam tifoid yang tidak rumit, baik sebagai terapi primer atau alternatif dan terapi untuk demam tifoid berat atau dengan komplikasi. 14

Tabel 1. Pengobatan Tifoid menurut WHO. Chloramphenicol masih merupakan pilihan pertama obat demam tifoid pada anak-anak, meski menurut WHO obat tersebut dimasukkan sebagai obat

29

alternatif atau lini kedua karena obat lini pertama adalah fluoroquinolone, terutama untuk pengobatan demam tifoid pada orang dewasa. Pemberian obat cephalosporin generasi ketiga seperti ceftriaxone atau cefotaxime ditunjukkan pada kasus obat resisten chloramphenicol dan obat antibiotik untuk demam tifoid lainnya.Untuk beberapa kasus yang resisten terhadap fluoroquinolone, obat ceftriaxone dianggap masih sensitif dan membawa hasil yang baik bila digunakan sebagai terapi alternatif, bersama dengan azithromycin dan cefixime. Pemberian ceftriaxone menurut penelitian Acharya G dkk11 melaporkan bahwa pasien demam tifoid menunjukkan respons klinis yang baik dengan pemberian seftriakson sekali sehari. Lama demam turun rata-rata empat hari, semua hasil biakan menjadi negatif pada hari keempat, dan tidak ditemukan kekambuhan. Hasil laboratorium menunjukkan kadar hemoglobin dan hitung leukosit normal, serta tidak ditemukan gangguan fungsi hati dan ginjal17 Pemberian ceftriaxone harus diberikan selama 14 hari, karena jika diberikan selama 7 hari, kemungkinan kambuh meningkat dalam 4 minggu setelah terapi ceftriaxone dihentikan.10,15

Prognosis dan Komplikasi Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas <1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya >10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, hepatitis tifosa, syok septic meningitis, endokarditis, dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.5 Komplikasi terjadi pada 10%-15% kasus yang menderita penyakit lebih dari 2 minggu. Komplikasi yang sering terjadi adalah perforasi saluran cerna (10%) dan ensefalopati tifoid (10-40%). Oleh karena itu, pemeriksaan diagnostik baru memegang peran penting untuk mengetahui insidens kasus demam tifoid di suatu negara dan program jadwal imunisasi disesuaikan dengan prevalens penyakit di negara masing-masing. 16

30

Di Indonesia saat ini telah tersedia 2 jenis vaksin tifoid, yaitu: 1) Vaksin Vi kapsuler poli- sakarida. Vaksin ini mengandung polisakarida Vi dari kapsul bakteri Salmonella. Vaksin dapat mencapai level protektif setelah 2–3 minggu pemberian, dan dapat diberikan pada usia ≥2 tahun. Vaksin diberikan secara intramuskular (IM) di deltoid. Kontra indikasi vaksin, yaitu pada keadaan hipersensitif terhadap vaksin, ibu hamil, dan anak <2 tahun. Bila keadaan sedang demam, pemberian vaksin sebaiknya ditunda, dan untuk ibu menyusui perlu dikonsultasikan lebih lanjut ke dokter; 2) Vaksin kombinasi Vi kapsuler polisakarida dan hepatitis A inaktif, Vaksin kombinasi Vi kapsuler polisa- karida dan hepatitis A inaktif (double). Kelebihan vaksin ini lebih praktis dalam pemberian vaksin tifoid dan hepatitis A. Tidak ada perbedaan efektivitas pemberian vaksin secara bersamaan dengan pemberian vaksin tifoid dan hepatitis A secara terpisah. Vaksin dapat mencapai level protektif setelah 2–3 minggu pemberian. Vaksin ini dapat diberikan pada usia 16 tahun ke atas. Vaksin diberikan secara intramuskular di deltoid. Kontra indikasi vaksin, yaitu pada keadaan hipersensitif terhadap komponen vaksin, ibu hamil, dan ibu menyusui Vaksinasi ulangan diberikan setiap 3 tahun16. Keputusan Kementerian Kesehatan RI No 364 tahun 2006 tentang pedoman pengendalian demam tifoid, menjelaskan bahwa beberapa keadaan kehidupan manusia yang sangat berperan pada penularan demam tifoid antara lain adalah higiene perorangan yang rendah, higiene makanan dan minuman yang rendah, kebersihan lingkungan yang kurang, tidak memadainya penyediaan air bersih, jamban yang ada tidak memenuhi syarat, tidak diobatinya pasien atau karier demam tifoid secara sempurna, serta program imunisasi untuk demam tifoid masih belum membudaya.16 Perjalanan utama penularan demamtifoid adalah melalui air minum atau makan-makanan yang terkontaminasi oleh Salmonella typhi. Pencegahan didasarkan pada akses terhadap air bersih dan mempromosikan praktik penanganan makanan yang aman. Pendidikan kesehatan sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan mendorong perubahan perilaku.1

31

DAFTAR PUSTAKA

1. Suwandi JF & Sandika J. Sensitivitas Salmonella thypi Penyebab Demam Tifoid terhadap Beberapa Antibiotik. Majority. Februari 2017; 6(1): 41-45. 2. Rahma V, Hanif M & Efrida. Gambaran Hasil Uji Widal Berdasarkan Lama Demam pada Pasien Suspek Demam Tifoid. Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(3): 687-691. 3. World Health Organization. Immuniza-tion, vaccines, and biological (updated: 13 April 2015). Diunduh di: http://www.who.int/immunization/diseases/typhoid/en/. (Diakses 24 Oktober 2017). 4. Nelwan RHH. Tata Laksana Terkini Demam Tifoid. CDK-192. 2012; 39(4): 247-150. 5. Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi & pediatri tropis. Ed. 2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h. 338-345. 6. Widodo D, Demam Tifoid. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Kelima. Jakarta : Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam: 2009. Hal : 2797-805. 7. Matsumoto Y, Ikemoto A, Wakai Y, Ikeda F, Tawara S, Matsumoto K. Mechanism of Therapeutic Effectiveness of Cefixime against Typhoid Fever. Antimicrob Agents Chemother 2011; 45: 2450–2454. 8. Tirta Swarga. Demam Tifoid. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia. 2008 9. Bhutta ZA, Khan IA, Shadmani M. Failure of short-course ceftriaxone chemotherapy for multidrug-resistant typhoid fever in children: a randomized controlled trial in Pakistan. Antimicrob Agents Chemother 2013;44:450-2 10. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Rekomendasi Asuhan Nutrisi Pediatrik. 2011: 05-06. 11. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics Update. Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : 2003. h. 2-20.

32

12. Kliegman R M, Stanton B M, St. Geme J W, Schor N F. Nelson Textbook of Pediatrics ed 20th Edition. Philadelphia: Elsevier; 2016. 13. Wibisono E, Susilo A, Nainggolan L. Dalam : Buku Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Keempat. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius: 2014. Hal : 721-23. 14. Frenck RW Jr, Mansour A, Nakhla I, Sultan Y, Putnam S, Wierzba T, Morsy M, Knirsch C. Short-course azithromycin for the treatment of uncomplicated typhoid fever in children and adolescents. Clin Infect Dis 2012;38:951-7 15. Wain J, Bay PV, Vinh H, Duong NM, Diep TS, Walsh AL, Parry CM, Hasserjian RP, Ho VA, Hien TT, Farrar J, White NJ, Day NP. Quantitation of bacteria in bone marrow from patients with typhoid fever; relationship between counts andclinical features. Vaccine 2011; 39: 1571-6. 16. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Kementerian Kesehatan RI No. 364 Tahun2006 tentang Pedoman Pengendalian DemamTifoid. 17. Retnosari S, Tumbelaka AR, Akib AP, Hadinegoro SRS. Clinical and laboratory features of typhoid fever in childhood. Paediatr Indones 2001;4:149-54.

33

Related Documents

Lapkas Tifoid Dr Abidin.docx
November 2019 19
Lapkas Dr Retno - Ga.docx
December 2019 35
Tifoid Kehamilan.pptx
December 2019 15
Demam Tifoid
June 2020 23
Demam+tifoid
October 2019 31

More Documents from "Elwiz Hutapea"

Lapkas Tifoid Dr Abidin.docx
November 2019 19
May 2020 19
La Prueba Escrita
May 2020 32
May 2020 30
June 2020 24