Lapkas Rehab Medik Dyana, Ana, Afri,devi.docx

  • Uploaded by: Aditya Rizal
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapkas Rehab Medik Dyana, Ana, Afri,devi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,000
  • Pages: 26
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium, costa dan sternum). Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut saraf, menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh. Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian 5 regio yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal.1 Tulang belakang merupakan suatu satu kesatuan yang kuat diikat oleh ligamen di depan dan dibelakang serta dilengkapi diskus intervertebralis yang mempunyai daya absorbsi tinggi terhadap tekanan atau trauma yang memberikan sifat fleksibel dan elastis. Semua trauma tulang belakang harus dianggap suatu trauma hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama dan transportasi ke rumah sakit harus diperlakukan dengan hatihati.2,3 Trauma medulla spinalis dapat terjadi bersamaan dengan trauma pada tulang belakang yaitu terjadinya fraktur pada tulang belakang, ligamentum longitudinalis posterior dan duramater bisa robek, bahkan dapat menusuk ke kanalis vertebralis serta arteri dan venavena yang mengalirkan darah ke medula spinalis dapat ikut terputus. Cedera medulla spinalis merupakan kelainan yang pada masa kini banyak memberikan tantangan karena perubahan dan pola trauma serta kemajuan di bidang penatalaksanaannya. Jika di masa lalu cedera tersebut lebih banyak disebabkan oleh jatuh dari ketinggian, pada masa kini penyebabnya lebih beraneka ragam seperti kecelakaan lalu lintas, jatuh dari tempat ketinggian dan kecelakaan olah raga. Pada masa lalu, kematian penderita dengan cedera medulla spinalis terutama disebabkan oleh terjadinya penyulit berupa infeksi saluran kemih, gagal ginjal, pneumoni / decubitus.4 Paraparese merupakan hilangnya fungsi motorik kedua tungkai. Pada saat ini, istilah paraparese umumnya dipakai untuk semua keadaan kelemahan kedua tungkai, baik yang parsial maupun komplit. Penyebab dari paraparese kebanyakan karena kompresi yang hebat sehingga dapat menghancurkan korpus vertebra yang menyebabkan kegagalan pada kolum vertebralis anterior dan pertengahan dalam mempertahankan posisinya. Bagian posterior korpus vertebra hancur sehingga fragmen tulang dan diskus dapat bergeser ke kanalis spinalis. Jika vertebra berkurang lebih dari 50%, gaya mekanik pada bagian depan korpus

vertebra akan menyebabkan terjadinya kolaps yang akhirnya dapat mengganggu fungsi neurologic.5 Kondisi tersebut di atas dapat membawa konsekuensi langsung maupun tidak langsung terhadap penderitanya. Konsekuensi langsung seperti gangguan dalam mobilitas (duduk, berdiri, berjalan dan lari), sedangkan yang tidak langsung dapat berupa gangguan terhadap pribadinya yaitu bagaimana penderita mempersepsi kecacatannya yang dapat menimbulkan reaksi kecewa, rendah diri dan merasa terisolir. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Vertebra adalah pilar yang berfungsi sebagai penyangga tubuh dan melindungi medulla spinalis. Pilar itu terdiri atas 33 ruas tulang belakang yang tersusun secara segmental yang terdiri atas 7 ruas tulang servikal (vertebra servikalis), 12 ruas tulang torakal (vertebra torakalis), 5 ruas tulang lumbal (vertebra lumbalis), 5 ruas tulang sakral yang menyatu (vertebra sakral), dan 4 ruas tulang ekor (vertebra koksigea).6

Gambar 1. Anatomi Tulang Belakang Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh karena adanya dua sendi di posterolateral dan diskus intervertebralis di anterior. Pada pandangan dari samping, pilar tulang belakang membentuk lengkungan atau lordosis di daerah servikal dan lumbal.

Keseluruhan vertebra maupun masing-masing tulang vertebra berikut diskus intervertebralisnya merupakan satu kesatuan yang kokoh dengan diskus yang memungkinkan gerakan antar korpus ruas tulang belakang. Lingkup gerak sendi pada vertebra servikal adalah yang terbesar. Vertebra torakal berlingkup gerak sedikit karena adanya tulang rusuk yang membentuk toraks, sedangkan vertebra lumbal mempunyai ruang lingkup gerak yang lebih besar dari torakal tetapi makin ke bawah lingkup geraknya semakin kecil.6 Secara umum, struktur tulang belakang tersusun atas dua yaitu : 1. Korpus vertebra beserta semua diskus intervetebra yang berada di antaranya. 2. Elemen posterior (kompleks ligamentum posterior) yang terdiri atas lamina, pedikel, prosesus spinosus, prosesus transversus dan pars artikularis, ligamentum-ligamentum supraspinosum dan intraspinosum, ligamentum flavum, serta kapsul sendi.6 Setiap ruas tulang belakang terdiri atas korpus di depan dan arkus neuralis di belakang yang di situ terdapat sepasang pedikel kanan dan kiri, sepasang lamina, 2 pedikel, 1 prosesus spinosus, serta 2 prosesus transversus. Beberapa ruas tulang belakang mempunyai bentuk khusus, misalnya tulang servikal pertama yang disebut atlas dan ruas servikal kedua yang disebut odontoid. Kanalis spinalis terbentuk antara korpus di bagian depan dan arkus neuralis di bagian belakang. Kanalis spinalis ini di daerah servikal berbentuk segitiga dan lebar, sedangkan di daerah torakal berbentuk bulat dan kecil. Bagian lain yang menyokong kekompakan ruas tulang belakang adalah komponen jaringan lunak yaitu ligamentum longitudinal anterior, ligamentum longitudinal posterior, ligamentum flavum, ligamentum interspinosus, dan ligamentum supraspinosus.6 Stabilitas tulang belakang disusun oleh dua komponen, yaitu komponen tulang dan komponen jaringan lunak yang membentuk satu struktur dengan tiga pilar. Pertama yaitu satu tiang atau kolom di depan yang terdiri atas korpus serta diskus intervertebralis. Kedua dan ketiga yaitu kolom di belakang kanan dan kiri yang terdiri atas rangkaian sendi intervertebralis lateralis. Tulang belakang dikatakan tidak stabil, bila kolom vertikal terputus pada lebih dari dua komponen. 6

Gambar 2. Sendi dan Ligamen Kolumna Vertebra Medulla spinalis berjalan melalui tiap-tiap vertebra dan membawa saraf yang menyampaikan sensasi dan gerakan ke berbagai area tubuh. Semakin tinggi kerusakan saraf tulang belakang, maka semakin luas trauma yang diakibatkan. Misal, jika kerusakan saraf tulang belakang di daerah leher, hal ini dapat berpengaruh pada fungsi di bawahnya dan menyebabkan seseorang lumpuh pada kedua sisi mulai dari leher ke bawah dan tidak terdapat sensasi di bawah leher. Kerusakan yang lebih rendah pada tulang sakral mengakibatkan sedikit kehilangan fungsi.6

Gambar 3. Persarafan Tulang Belakang

Gambar 4. Gerakan Kolumna Vertebra

Gambar 5. Otot yang Memproduksi Gerakan dari Sendi Intervertebra Torakal dan Lumbal

2.2 Mekanisme Cedera Pada cedera tulang belakang, mekanisme cedera yang mungkin adalah: 1. Hiperekstensi (kombinasi distraksi dan ekstensi) Hiperekstensi jarang terjadi di daerah torakolumbal tetapi sering pada leher, pukulan pada muka atau dahi akan memaksa kepala ke belakang dan tanpa menyangga oksiput sehingga kepala membentur bagian atas punggung. Ligamen anterior dan diskus dapat rusak atau arkus saraf mungkin me ngalami fraktur. Cedera ini stabil karena tidak merusak ligamen posterior. 7 2. Fleksi Trauma ini terjadi akibat fleksi dan disertai kompresi pada vertebra. Vertebra akan mengalami tekanan dan remuk yang dapat merusak ligamen posterior. Jika ligamen posterior rusak maka sifat fraktur ini tidak stabil sebaliknya jika ligamentum posterior tidak rusak maka fraktur bersifat stabil. Pada daerah cervical, tipe subluksasi ini sering terlewatkan karena pada saat dilakukan pemeriksaan sinar-X vertebra telah kembali ke tempatnya.7 3. Fleksi dan kompresi digabungkan dengan distraksi posterior Kombinasi fleksi dengan kompresi anterior dan distraksi posterior dapat mengganggu kompleks vertebra pertengahan, di samping kompleks posterior. Fragmen tulang dan bahan diskus dapat bergeser ke dalam kanalis spinalis. Berbeda dengan fraktur kompresi murni, keadaan ini merupakan cedera tak stabil dengan risiko progresi yang tinggi. Fleksi lateral yang terlalu banyak dapat menyebabkan kompresi pada setengah corpus vertebra dan distraksi pada unsur lateral dan posterior pada sisi se baliknya. Jika permukaan dan pedikulus remuk, lesi bersifat tidak stabil.7 4. Pergeseran aksial (kompresi) Kekuatan vertikal yang mengenai segmen lurus pada spina servikal atau lumbal akan menimbulkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan mematahkan lempeng vertebra dan menyebabkan fraktur vertikal pada vertebra, dengan kekuatan yang lebih besar, bahan diskus didorong masuk ke dalam badan vertebral, menyebabkan fraktur remuk (burst fracture). Karena unsur posterior utuh, keadaan ini didefinisikan sebagai cedera stabil. Fragmen tulang dapat terdorong ke

belakang ke dalam kanalis spinalis dan inilah yang menjadikan fraktur ini berbahaya, kerusakan neurologik sering terjadi. 7 5. Rotasi-fleksi Cedera spina yang paling berbahaya adalah akibat kombinasi fleksi dan rotasi. Ligamen dan kapsul sendi teregang sampai batas kekuatannya, kemudian dapat robek, permukaan sendi dapat mengalami fraktur atau bagian atas dari satu vertebra dapat terpotong. Akibat dari mekanisme ini adalah pergeseran atau dislokasi ke depan pada vertebra di atas, dengan atau tanpa kerusakan tulang. Semua fraktur-dislokasi bersifat tak stabil dan terdapat banyak risiko munculnya kerusakan neurologik.7 6. Translasi Horizontal Kolumna vertebralis teriris dan segmen bagian atas atau bawah dapat bergeser ke anteroposterior atau ke lateral. Lesi bersifat tidak stabil dan sering terjadi kerusakan syaraf.7 2.3 Cedera Thorakolumbal Penyebab tersering cedera torakolumbal adalah jatuh dari ketinggian serta kecelakaan lalu lintas. Jatuh dari ketinggian dapat menimbulkan patah tulang vertebra tipe kompresi. Pada kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi dan tenaga besar sering didapatkan berbagai macam kombinasi gaya, yaitu fleksi, rotasi, maupun ekstensi sehingga tipe frakturnya adalah fraktur dislokasi.6 Terdapat dua tipe berdasarkan kestabilannya, yaitu: -

Cedera stabil : jika bagian yang terkena tekanan hanya bagian medulla spinalis anterior, komponen vertebral tidak bergeser dengan pergerakan normal, ligamen posterior tidak rusak sehingga medulla spinalis tidak terganggu, fraktur kompresi dan burst fraktur adalah contoh cedera stabil.

-

Cedera tidak stabil : cedera yang dapat bergeser dengan gerakan normal karena ligamen posteriornya rusak atau robek. Fraktur medulla spinalis disebut tidak stabil jika kehilangan integritas dari ligamen posterior. Menentukan stabil atau tidaknya fraktur membutuhkan pemeriksaan radiografi. Pemeriksaan radiografi minimal ada 4 posisi yaitu anteroposterior, lateral, oblik kanan dan kiri. Dalam menilai stabilitas vertebra, ada tiga unsur yamg harus dipertimbangkan yaitu kompleks posterior (kolumna posterior), kompleks media dan kompleks anterior (kolumna anterior).6 Pembagian kolumna vertebralis adalah sebagai berikut :

1. kolumna anterior yang terbentuk dari ligament longitudinal dan 2/3 bagian anterior dari corpus vertebra, diskus dan annulus vertebralis. 2. kolumna media yang terbentuk dari 1/3 bagian posterior dari corpus vertebralis, diskus dan annulus vertebralis. 3. kolumna posterior yang terbentuk dari pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus tulang posterior, ligamen interspinosa dan supraspinosa.6 Berdasarkan mekanisme cederanya, dapat dibagi menjadi: 1.

Fraktur kompresi (Wedge fractures) Adanya kompresi pada bagian depan corpus vertebralis yang tertekan dan membentuk patahan irisan. Fraktur kompresi adalah fraktur tersering yang mempengaruhi kolumna vertebra. Fraktur ini dapat disebabkan oleh kecelakaan jatuh dari ketinggian dengan posisi terduduk ataupun mendapat pukulan di kepala, osteoporosis dan adanya metastase kanker dari tempat lain ke vertebra kemudian membuat bagian vertebra tersebut menjadi lemah dan akhirnya mudah mengalami fraktur kompresi. Vertebra dengan fraktur kompresi akan menjadi lebih pendek ukurannya daripada ukuran vertebra sebenarnya.

2.

Fraktur remuk (Burst fractures) Fraktur yang terjadi ketika ada penekanan corpus vertebralis secara langsung, dan tulang menjadi hancur. Fragmen tulang berpotensi masuk ke kanalis spinalis. Terminologi fraktur ini adalah menyebarnya tepi korpus vertebralis kearah luar yang disebabkan adanya kecelakaan yang lebih berat dibanding fraktur kompresi. Tepi tulang yang menyebar atau melebar itu akan memudahkan medulla spinalis untuk cedera dan ada fragmen tulang yang mengarah ke medulla spinalis dan dapat menekan medulla spinalis dan menyebabkan paralisis atau gangguan syaraf parsial. Tipe burst fracture sering terjadi pada thoraco lumbar junction dan terjadi paralysis pada kaki dan gangguan defekasi ataupun miksi. Diagnosis burst fracture ditegakkan dengan x-rays dan CT scan untuk mengetahui letak fraktur dan menentukan apakah fraktur tersebut merupakan fraktur kompresi, burst fracture atau fraktur dislokasi. Biasanya dengan scan MRI, fraktur ini akan lebih jelas mengevaluasi trauma jaringan lunak, kerusakan ligamen dan adanya perdarahan.

3. Fraktur dislokasi Terjadi ketika ada segmen vertebra berpindah dari tempatnya karena kompresi, rotasi atau tekanan. Ketiga kolumna mengalami kerusakan sehingga sangat tidak stabil, cedera ini sangat berbahaya. Terapi tergantung apakah ada atau tidaknya

korda atau akar syaraf yang rusak. Kerusakan akan terjadi pada ketiga bagian kolumna vertebralis dengan kombinasi mekanisme kecelakaan yang terjadi yaitu adanya kompresi, penekanan, rotasi dan proses pengelupasan. Pengelupasan komponen akan terjadi dari posterior ke anterior dengan kerusakan parah pada ligamentum posterior, fraktur lamina, penekanan sendi facet dan akhirnya kompresi korpus vertebra anterior. Namun dapat juga terjadi dari bagian anterior ke posterior. kolumna vertebralis. Pada mekanisme rotasi akan terjadi fraktur pada prosesus transversus dan bagian bawah costa. Fraktur akan melewati lamina dan seringnya akan menyebabkan dural tears dan keluarnya serabut syaraf. 4.

Cedera pisau lipat (Seat belt fractures) Sering terjadi pada kecelakaan mobil dengan kekuatan tinggi dan tiba-tiba

mengerem sehingga membuat vertebra dalam keadaan fleksi, dislokasi fraktur sering terjadi pada thoracolumbar junction. Kombinasi fleksi dan distraksi dapat menyebabkan tulang belakang pertengahan membentuk pisau lipat dengan poros yang bertumpu pada bagian kolumna anterior vertebralis. Pada cedera sabuk pengaman, tubuh penderita terlempar kedepan melawan tahanan tali pengikat. Korpus vertebra kemungkinan dapat hancur selanjutnya kolumna posterior dan media akan rusak sehingga fraktur ini termasuk jenis fraktur tidak stabil. 2.4 Cedera Medula Spinalis  Antara Vertebra Th I dan Th X Segmen korda lumbal pertama pada orang dewasa berada pada tingkat vertebra T10. Akibatnya, transeksi korda pada tingkat itu akan menghindarkan korda toraks tetapi mengisolasikan seluruh korda, lumbal dan sakral, disertai paralisis tungkai bawah dan visera. Akar toraks bagian bawah juga dapat mengalami transeksi tetapi tak banyak pengaruhnya.  Di Bawah Vertebra Th X Korda membentuk suatu tonjolan kecil (konus medularis) di antara vertebra T I dan LI, dan meruncing pada ruang di antara vertebra LI dan L2. Akar saraf L2 sampai S4 muncul dari konus medularis dan beraturan turun dalam suatu kelompok (cauda equina) untuk muncul pada tingkat yang berurutan pada spina lumbosakral. Karena itu, cedera spinal di atas vertebra T10 menyebabkan transeksi korda, cedera di antara vertebra T10 dan LI dapat menyebabkan lesi korda dan lesi akar saraf, dan cedera di bawah vertebra Ll hanya menyebabkan lesi akar saraf. Akar sakral mempersarafi:

(1) sensasi dalam daerah "pelana", suatu jalur di sepanjang bagian belakang paha dan tungkai bawah, dan dua pertiga sebelah luar telapak kaki (2) tenaga motorik pada otot yang mengendalikan pergelangan kaki dan kaki (3) refleks anal dan penis, respons plantar dan refleks pergelangan kaki (4) pengendalian kencing. Akar lumbal mempersarafi: (1) sensasi pada seluruh tungkai bawah selain bagian yang dipasok oleh segmen sakral (2) tenaga motorik pada otot yang mengendalikan pinggul dan lutut (3) refleks kremaster dan refleks lutut. Bila cedera tulang berada pada sambungan torakolumbal, penting untuk membedakan antara transeksi korda tanpa kerusakan akar saraf dan transeksi korda dengan kerusakan akar saraf. Pasien tanpa kerusakan akar saraf jauh lebih baik.  Lesi Korda Lengkap Paralisis lengkap dan tidak ada sensasi di bawah tingkat cedera menunjukkan transeksi korda. Selama stadium syok spinal, bila tidak ada refleks anal (tidak lebih dari 24 jam pertama) diagnosis tidak dapat ditegakkan dan jika refleks anal pulih kembali dan defisit saraf terus berlanjut, lesi korda bersifat lengkap. Setiap lesi korda lengkap yang berlangsung lebih dari 72 jam tidak akan sembuh.  Lesi Korda Tidak Lengkap Adanya sisa sensasi apapun di bagian distal cedera (uji menusukkan peniti di daerah perianal) menunjukkan lesi tak lengkap sehingga prognosis baik. Penyembuhan dapat berlanjut sampai 6 bulan setelah cedera. Penyembuhan paling sering terjadi pada sindroma korda centra. Di bawah vertebra Th X, diskrepansi antara tingkat neurologik dan tingkat rangka adalah akibat transeksi akar yang turun dari segmen yang lebih tinggi dari lesi korda. Sindrom Anterior cord

Deskripsi Lesi yang mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensitivitas terhadap nyeri, temperature namun fungsi

Brown-

propioseptif masih normal Proposeptif ipsilateral normal, motorik hilang dan kehilangan

Sequard Central cord

sensitivitas nyeri dan temperatur pada sisi kontralateral Khusus pada regio sentral, anggota gerak atas lebih lemah dibanding anggota gerak bawah

Dorsal cord

Lesi terjadi pada bagian sensori terutama mempengaruhi

(posterior

propioseptif

cord) Conus

Cedera pada sacral cord dan nervus lumbar dengan kanalis

medullaris

neuralis ; arefleks pada vesika urinaria, pencernaan dan

Cauda

anggota gerak bawah Cedera pada daerah lumbosacral dengan kanalis neuralis yang

equina

mengakibatkan arefleksia vesika urinaria, pencernaan dan anggota gerak bawah Tabel 2. Incomplete Cord Syndromes

2.5 Penegakan Diagnosis Diagnosis klinik adanya fraktur thorakolumbal didapatkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Kecurigaan yang tinggi akan adanya cedera pada vertebra pada pasien trauma sangat penting sampai kita mengetahui secara tepat bagaimana mekanisme cedera pasien tersebut. Setiap pasien dengan cedera tumpul diatas klavikula, cedera kepala atau menurunnya kesadaran, harus dicurigai adanya cedera cervical sebelum curiga lainnya. Dan setiap pasien yang jatuh dari ketinggian atau dengan mekanisme

kecelakaan

high-speed

deceleration

harus

dicurigai

ada

cedera

thoracolumbal. Selain itu patut dicurigai pula adanya cedera medulla spinalis, jika pasien datang dengan nyeri pada leher, tulang belakang dan gejala neurologis pada tungkai. Pemeriksaan klinik pada punggung hampir selalu menunjukkan tanda-tanda fraktur yang tak stabil namun fraktur remuk yang disertai paraplegia umunya bersifat stabil. Sifat dan tingkat lesi tulang dapat diperlihatkan dengan sinar-X, sedangkan sifat dan tingkat lesi saraf dengan CT atau MRI. Pemeriksaan neurologik harus dilakukan dengan amat cermat. Tanpa informasi yang rinci, diagnosis dan prognosis yang tepat tidak mungkin ditentukan. Pemeriksaan rektum juga harus dilakukan. Pemeriksaan tentang tanda-tanda shock juga sangat penting. a. Anamnesa Menurut World Health Organization berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah : -

Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena

-

Paraplegia

-

Paralisis sensorik motorik total

-

Kehilangan kontrol kandung kemih (retensi urin, distensi kandung kemih)

-

Penurunan fungsi pernapasan

-

Gagal nafas

b. Pemeriksaan Fisik Klasifikasi trauma medula spinalis komplet atau inkomplet serta level trauma dapat diketahui melalui pemeriksaan motorik dan sensorik. Pemeriksaan motorik dilakukan secara cepat dengan meminta pasien menggenggam tangan pemeriksa dan melakukan dorsofleksi. Fungsi autonom dinilai dengan melihat ada tidaknya retensi urin, priapismus, atau hilang tidaknya tonus sfingter ani. Temperatur kulit yang hangat dan adanya flushing menunjukkan hilangnya tonus vaskuler simpatis di bawah level trauma. Pada pasien dengan kelumpuhan pada kedua tungkai (paraplegi) atau keempat ekstermitas (tetraplegi) yang pertama kali kita pikirkan adalah apakah tipe kelumpuhan itu Upper motor neuron (UMN) atau Lower motor neuron (LMN). Untuk menentukan tipe kelumpuhan ini kita tetapkan dengan pemeriksaan neurologis reflex fisiologis, reflex patologis, tonus otot . Pemeriksaan neurologis lain pada trauma medulla spinalis yaitu dengan menggunakan skala Frankel, 5-titik skala kerusakan, telah banyak digunakan untuk menentukan keparahan dari trauma medulla spinalis (Tabel 1). Pasien diklasifikasikan sebagai lengkap (Kelas A), sensorik saja (kelas B), motorik berfungsi (Kelas C), motorik berfungsi (kelas D), atau tidak ada defisit neurologis atau pemulihan lengkap (kelas E). Skala Frankel A B C D E

Lengkap Hanya Sensorik Motorik Berfungsi Motorik Berfungsi Pemulihan

Tidak ada fungsi motorik atau sensorik dibawah tingkat lesi Tidak ada fungsi motorik, tetapi beberapa sensasi diamankan dibawah tingkat lesi Beberapa fungsi motorik tanpa aplikasi praktis Fungsi motorik berguna dibawah tingkat lesi Fungsi motorik dan sensorik normal, mungkin memiliki kelainan reflex

Tabel 1. Skala Frankle untuk cedera tulang belakang yang mengklasifikasikan sejauh mana tingkat neurologis/ membagi lima tingkatan sesuai fungsi defisit.

Pemeriksaan neurologis lain yang digunakan yaitu Amerika Asosiasi Cedera Spinal (ASIA) / International Spinal Cord Masyarakat (ISCoS) atau skala standar neurologis (AIS).

A B C D E

ASIA Impairment Scale Tidak ada fungsi motorik dan sensorik sampai S4-S5 Fungsi sensorik masih baik tapi motorik terganggu sampai segmen sakral S4-S5 Fungsi motorik terganggu dibawah level tapi otot-otot motorik utama masih mempunyai kekuatan <3 Fungsi motorik terganggu dibawah level, kekuatan otot-otot motorik utama >3 Fungsi motorik dan sensorik normal

Lesi Kompleks Tidak Kompleks Tidak Kompleks Tidak Kompleks Normal

c. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan: 1. Roentgenography: pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat tulang vertebra, untuk melihat adanya fraktur ataupun pergeeseran pada vertebra. 2. Computerized Tomography : pemeriksaan ini sifatnya membuat gambar vertebra 2 dimensi . Pemeriksaan vertebra dilakukan dengan melihat irisan-irisan yang dihasilkan CT scan. 3. Magnetic Resonance Imaging: pemeriksaan ini menggunakan gelombang frekuensi radio untuk memberikan informasi detail mengenai jaringan lunak di daerah vertebra. Gambaran yang akan dihasilkan adalah gambaran 3 dimensi . MRI sering digunakan untuk mengetahui kerusakan jaringan lunak pada ligament dan discus intervertebralis dan menilai cedera medulla spinalis. 2.6 Penatalaksanaan Pertolongan pertama dan penanganan darurat trauma spinal terdiri atas: penilaian kesadaran, jalan nafas, pernafasan, sirkulasi, kemungkinan adanya perdarahan dan segera mengirim penderita ke unit trauma spinal ( jika ada). Selanjutnya dilakukan pemeriksaan klinik secara teliti meliputi pemeriksaan neurologis fungsi motorik, sensorik dan reflek untuk mengetahui kemungkinan adanya fraktur pada vertebra. Terapi pada fraktur vertebra diawali dengan mengatasi nyeri dan stabilisasi untuk mencegah kerusakan yang lebih parah lagi, semuanya tergantung dari tipe fraktur. 1.

Braces & Orthotics

Ada tiga hal yang dilakukan yakni,

a. mempertahankan kesejajaran vertebra (alignment) b. imobilisasi vertebra dalam masa penyembuhan c. mengatasi rasa nyeri yang dirasakan dengan membatasi pergerakan. Fraktur yang sifatnya stabil membutuhkan stabilisasi, sebagai contoh; brace rigid collar (Miami J) untuk fraktur cervical, cervical-thoracic brace (Minerva) untuk fraktur pada punggung bagian atas, thoracolumbar-sacral orthosis (TLSO) untuk fraktur punggung bagian bawah, dalam waktu 8 sampai 12 minggu brace akan terputus, umumnya fraktur pada leher yang sifatnya tidak stabil ataupun mengalami dislokasi memerlukan traksi, halo ring dan vest brace untuk mengembalikan kesejajaran. 2. Pemasangan alat dan proses penyatuan (fusion). Teknik ini adalah teknik pembedahan yang dipakai untuk fraktur tidak stabil. Fusion adalah proses penggabungan dua vertebra dengan adanya bone graft dibantu dengan alatalat seperti plat, rods, hooks dan pedicle screws. Hasil dari bone graft adalah penyatuan vertebra dibagian atas dan bawah dari bagian yang disambung. Penyatuan ini memerlukan waktu beberapa bulan atau lebih lama lagi untuk menghasilkan penyatuan yang solid Pengelolaan penderita dengan paralisis meliputi : a. Pengelolaan kandung kemih dengan pemberian cairan yang cukup, kateterisasi dan evakuasi kandung kemih dalam 2 minggu b. Pengelolaan saluran pencernaan dengan pemberian laksansia setiap dua hari c. Monitoring cairan masuk dan cairan yang keluar dari tubuh d. Nutrsi dengan diet tinggi protein secara intravena e. Cegah dekubitus f. Fisioterapi untuk mencegah kontraktur

BAB III LAPORAN KASUS 3.1 Anamnesa Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis, pada autoanamnesis dapat diperoleh data sebagai berikut : A. Identitas Pasien -

Nama

: Tn. JD

-

Umur

: 22 tahun

-

Jenis Kelamin

: Laki-laki

-

Agama

: Kristen Protestan

-

Pekerjaan

: Swasta

-

Alamat

: Sarmi

-

Status

: Belum menikah

-

Tanggal MRS

: 06 Februari 2019

-

No DM

: 443971

B. Keluhan Utama Pasien mengeluhkan lumpuh di kedua tungkai dan tidak bisa merasakan BAK. C. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang diantar keluarga dengan keluhan tidak bisa kencing sejak 2 minggu SMRS. .Perut menjadi kencang dibagian bawah dan terasa nyeri. BAK berwarna kecoklatan, terasa nyeri saat BAK. Pasien mengatakan 2 bulan yang lalu pasien tertimpa longsoran tanah dari arah belakang. Pasien kemudian terkelungkup ke depan dengan posisi timbunan tanah menimpa punggung korban. Pasien mengatakan timbunan tanah tersebut menutup seluruh badan pasien. Setelah kejadian pasien langsung ditolong teman sekerjanya. Pasien tidak ada pingsan. Pasien kemudian dibawa kerumah, lalu di pijat oleh dukun kampung. Pasien tidak langsung dibawa berobat ke Puskesmas, hanya diberikan minuman rebusan daun-daunan dan digosokan minyak tradisional dipunggungnya. 1 hari sesudah kejadian pasien mengatakan kakinya tidak bisa digerakan pasien hanya mampu berbaring ditempat tidur dan apabila mencoba posisi duduk pasien kesakitan. Pasien juga mengatakan kakinya tidak bisa merasakan rangsangan misalnya panas/dingin ataupun dicubit di bagian lutut kebawah kaki kiri dan kanan. Frekuensi BAB dan BAK berkurang, pasien BAB hari ketiga setelah kejadian. BAB sedikit, berwarna coklat. Saat datang pasien belum ada BAB. Mual muntah disangkal.

Makan dan minum tidak ada keluhan. Riwayat trauma sebelumnya yang lain disangkal. Kejang (-), demam (+) 3 hari SMRS. Tidak disertai menggigil dan berkeringat. D. Riwayat Penyakit Dahulu - Riwayat Sakit Serupa - Riwayat Trauma

: Disangkal :

- Riwayat Hipertensi : Disangkal - Riwayat Diabetes : Disangkal - Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal - Riwayat Asma : Disangkal E. Riwayat Penyakit Keluarga - Riwayat Sakit Serupa : Disangkal - Riwayat Trauma : Disangkal - Riwayat Hipertensi : Disangkal - Riwayat Diabetes : Disangkal - Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal - Riwayat Asma : Disangkal F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi - Riwayat Merokok : Disangkal - Riwayat Minum alkohol : Disangkal 3.2 Pemeriksaan Fisik A. Status Generalis Keadaan umum tampak sakit sedang, compos mentis E 4V5M6, gizi kesan cukup.

 Tanda Vital -

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

-

Nadi

: 84x/menit

-

Respirasi

: 24x/menit

-

Suhu Badan

: 36,9ºC

-

SpO2

: 98%

 Kulit Warna hitam, pucat (-), ikterik (-)  Kepala Bentuk kepala mesochepal, kedudukan kepala simetris  Mata Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung (+/+), pupil isokor (3mm/3mm).  Hidung Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)

 Telinga Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)  Mulut Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-)  Leher Simetris, JVP tidak meningkat, kelenjar getah bening tidak membesar  Thorax Dalam batas normal  Abdomen Dalam batas normal. B. Status Neurologis Kesadaran

: GCS E4V5M6

Fungsi Luhur

: normal

Fungsi Vegetatif

: inkontinensia urin dan alvi

Fungsi Sensorik

: menurun di level T11

Fungsi Motorik dan Reflek Kekuatan

Tonus

R.Fisiologis

R.patologis

5

5

N

N

+2

+2

-

-

1

1





+1

+1

-

-

3.3. Pemeriksaan Penunjang - Laboratorium Darah Pemeriksaan Hasil HGB 9,8 g/dL RBC 3,34 x 106 u/L HCT 26,8 % WBC 12,31 x 103/uL PLT 216 x 103/uL PT 14,0” detik APTT 34,4” detik - Rontgen Lumbosacral : belum dilakukan 3.6 Daftar Masalah - Masalah Medis : 1. Paraparese Inferior

2. Spinal Cord Injury 3. Retensio Urine Problem Rehabilitasi Medik N o 1 2

Problem Rehabilitasi Medik Speech Terapi Okupasi Terapi

3

Sosiomedik

4 5

Ortesa-protesa Psikologi

6

Fisioterapi

Pencapaian (-) Keterbatasan melakukan kegiatan sehari-hari karena paraparese Memerlukan bantuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari Penggunaan alat bantu untuk mobilisasi Pasien merasa tertekan dan depresi karena sakit yang di derita Kelemahan tungkai

3.5 Diagnosa - Retensio urine - Paraparese et causa spinal cord injury vertebra thorakal XI-L I Asia A 3.5 Penatalaksanaan a. Terapi Medikamentosa : -

IVFD NaCl 0,9%/8 jam

-

Inj Ranitidin 2x1/iv

-

Inj Kalnex 2x1/iv

-

Inj antrain 3x1/iv

-

Cefixime 3x1/p.o

b. Terapi Rehabilitasi Medik : -

Infra Red : Posisi pasien tidur tengkurap dan nyaman. Sebelumnya pasien dijelaskan terlebih dahulu

tentang manfaat dan efek yang akan dirasakan dengan toleransi hangat. Anggota tubuh yang akan diterapi bebas dari pakaian dan dalam keadaan bersih. Arahkan lampu infra merah dibagian yang akan diterapi. Atur waktu 10 – 15 menit dengan jarak 35 – 45 cm. Tanyakan kepada pasien efek yang dirasakan pada bagaian yang diterapi.

c. Reduksi sensoris dengan sikat d. ROM exercise  Bridging atau mengangkat pantat  Latihan duduk pasif dengan bantuan tempat tidur e. TLSO korset (thoraco lumbal sacrum orthosist)

3.7 Impairment, Disabilitas , dan Handicap : Paraparese inferior a. Impairment : penurunan fungsi anggota gerak bawah b. Disabilitas : keterbatasan aktivitas sehari-hari c. Handicap

3.8 Planning Edukasi untuk home exercise dan ketaatan untuk melakukan terapi. 3.9 Prognosis

-

Quo Ad vitam Quo Ad fungtionam Quo Ad sanationam

: Bonam : dubia at malam : Bonam

BAB IV PEMBAHASAN Berdasarkan teori trauma medulla spinalis Trauma medula spinalis adalah cedera pada tulang belakang baik langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan lesi di medula spinalis sehingga menimbulkan gangguan neurologis, dapat menyebabkan kecacatan menetap

atau kematian. Cedera medulla spinalis dapat menyebabkan infeksi saluran kemih, gagal ginjal, pneumoni / decubitus. Pasien dalam kasus ini, berdasarkan anamnesa di dapatkan bahwa keluhan utamanya adalah Pasien mengeluhkan lumpuh di kedua tungkai dan tidak bisa merasakan BAK. Pasien datang diantar keluarga dengan keluhan tidak bisa kencing sejak 2 minggu SMRS. .Perut menjadi kencang dibagian bawah dan terasa nyeri. BAK berwarna kecoklatan, terasa nyeri saat BAK. Pasien mengatakan 2 bulan yang lalu pasien tertimpa longsoran tanah dari arah belakang. Pasien kemudian terkelungkup ke depan dengan posisi timbunan tanah menimpa punggung korban. Pasien mengatakan timbunan tanah tersebut menutup seluruh badan pasien 1 hari sesudah kejadian pasien mengatakan kakinya tidak bisa digerakan pasien hanya mampu berbaring ditempat tidur dan apabila mencoba posisi duduk pasien kesakitan. Pasien juga mengatakan kakinya tidak bisa merasakan rangsangan misalnya panas/dingin ataupun dicubit di bagian lutut kebawah kaki kiri dan kanan. Frekuensi BAB dan BAK berkurang, pasien BAB hari ketiga setelah kejadian. BAB sedikit, berwarna coklat. Saat datang pasien belum ada BAB. Pertolongan pertama dan penanganan darurat trauma spinal terdiri atas: penilaian kesadaran, jalan nafas, pernafasan, sirkulasi, kemungkinan adanya perdarahan dan segera mengirim penderita ke unit trauma spinal ( jika ada). Selanjutnya dilakukan pemeriksaan klinik secara teliti meliputi pemeriksaan neurologis fungsi motorik, sensorik dan reflek untuk mengetahui kemungkinan adanya fraktur pada vertebra. Pasien dalam kasus ini tidak dibawa ke rumah sakit. Setelah kejadian pasien langsung ditolong teman sekerjanya. Pasien tidak ada pingsan. Pasien kemudian dibawa kerumah, lalu di pijat oleh dukun kampung. Pasien tidak langsung dibawa berobat ke Puskesmas, hanya diberikan minuman rebusan daundaunan dan digosokan minyak tradisional dipunggungnya. 1 bulan setelah kejadian pasien berobat ke rumah sakit. Setelah dirumah sakit pasien di terapi medikamentosa dan non medikamentosa. Fraktur yang sifatnya stabil membutuhkan stabilisasi, sebagai contoh; brace rigid collar (Miami J) untuk fraktur cervical, cervical-thoracic brace (Minerva) untuk fraktur pada punggung bagian atas, thoracolumbar-sacral orthosis (TLSO) untuk fraktur punggung bagian bawah, dalam waktu 8 sampai 12 minggu brace akan terputus, umumnya fraktur pada leher yang sifatnya tidak stabil ataupun mengalami dislokasi memerlukan traksi, halo ring dan vest brace untuk mengembalikan kesejajaran. Pasien dalam kasus ini diterapi dengan Infra red, Reduksi sensoris dengan sikat, ROM exercise (Bridging atau mengangkat pantat, Latihan duduk

pasif dengan bantuan tempat tidur), penggunaan TLSO korset (thoraco lumbal sacrum orthosist). Pada tatalaksana kasus ini sudah sesuai dengan teori.

BAB V KESIMPULAN

Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian 5 regio yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal. Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut saraf, menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh. Pada cedera tulang belakang, mekanisme cedera yang mungkin adalah: Hiperekstensi (kombinasi distraksi dan ekstensi), fleksi, fleksi dan kompresi digabungkan dengan distraksi posterior, kompresi, rotasi-fleksi, translasi horizontal. Penyebab tersering cedera torakolumbal adalah jatuh dari ketinggian serta kecelakaan lalu lintas. Jatuh dari ketinggian dapat menimbulkan patah tulang vertebra tipe kompresi. Pada kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi dan tenaga besar sering didapatkan berbagai macam kombinasi gaya, yaitu fleksi, rotasi, maupun ekstensi sehingga tipe frakturnya adalah fraktur dislokasi. Terdapat dua tipe berdasarkan kestabilannya, yaitu: cedera stabil, cedera tidak stabil. Berdasarkan mekanisme cederanya, dapat dibagi menjadi: Fraktur kompresi (Wedge fractures), Fraktur remuk (Burst Fracture), fraktur dislokasi, Seat Belt Fracture. Diagnosis klinik adanya fraktur thorakolumbal didapatkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pertolongan pertama dan penanganan darurat trauma spinal terdiri atas: penilaian kesadaran, jalan nafas, pernafasan, sirkulasi, kemungkinan adanya perdarahan. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan neurologis fungsi motorik, sensorik dan reflek untuk mengetahui kemungkinan adanya fraktur pada vertebra.2 Terapi pada fraktur vertebra diawali dengan mengatasi nyeri dan stabilisasi untuk mencegah kerusakan yang lebih parah lagi, semuanya tergantung dari tipe fraktur : Braces & Orthotics, Pemasangan alat dan prosoes penyatuan (fusion), Vertebroplasty & Kyphoplasty.

DAFTAR PUSTAKA 1.

Moore K. Essential Clinical Anatomy. Second Edition. Baltimore: Williams and Wilkins. 2002

2.

Rasjad C. Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Lamumpatue. 2003

3.

Roper S. Spine Fracture In: Dept Neurosurgery University of Florida. (Last updated : 2003; accesd : 14 april 2012). Available from http:www.neurosurgery.ufl.edu/Patients

4.

Harna. Trauma Medulla Spinalis. (Last updated: 2008; accesed: 14 April 2012). Available

from

:

http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/17/trauma-medula-

spinalis/ 5.

Satyanegara. 1998. Ilmu Bedah Saraf. Edisi ke-3. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

6.

Jong, W.D, Samsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 2005; 870-874.

7.

Apley,A.Graham. Apley’s System O Orthopaedic And Fracture.Seventh Edition. London: Butterworth Scientific. 2000; 658-665.

Related Documents

Dyana
April 2020 2
Rehab Complaint
October 2019 18
Ana
November 2019 80
Rehab Medik.docx
May 2020 6

More Documents from "Ririn Andriani Ibrahim"