BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mioma uteri, atau dikenal juga dengan fibromioma, fibroid, atau leiomioma merupakan tumor jinak yang struktur utamanya adalah otot polos rahim.1 Mioma merupakan tumor jinak organ genitalia yang paling sering ditemukan pada wanita usia reproduktif, menyebabkan morbiditas yang bermakna dan menurunkan kualitas hidup wanita yang terkena.2 Mioma uteri terjadi pada 20%-25% perempuan di usia reproduktif oleh faktor yang tidak diketahui dengan pasti.1 Di Amerika Serikat, mioma uteri menjadi indikasi histerektomi tersering.3 Studi prevalensi yang dilakukan di delapan negara pada tahun 2009 melaporkan kejadian mioma uteri sebanyak 4,5% pada wanita Inggris, 4,6% Perancis, 5,5% Kanada, 6,9% Amerika Serikat, 7% Brazil, 8% Jerman, 9% Korea, dan 9,8% di Italia. Prevalensi mioma uteri mengalami peningkatan hingga 14,1% pada kelompok umur 40 tahun ke atas. Rata-rata mioma uteri didiagnosis pada rentang usia 33,5 hingga 36,1 tahun.4 Walaupun penyebab mioma uteri tidak diketahui secara pasti, terdapat beberapa faktor risiko untuk terjadinya mioma uteri, yaitu usia (usia reproduktif lanjut), wanita dengan etnis Afrika-Amerika, wanita nuliparitas, dan wanita dengan obesitas. Abnormalitas sitogenetik telah dijumpai sekitar 40% dari jaringan mioma yang dilakukan pemeriksaan histopatologi. Estrogen dan progesteron dikenal sebagai promoter dari pertumbuhan tumor yang memainkan peran penting dalam berkembangnya mioma uteri. Beberapa faktor pertumbuhan seperti transforming growth factor, basic fibroblast growth factor, epidermal growth factor dan insulin-like growth factor-1, meningkat pada wanita dengan mioma uteri dan mungkin merupakan efektor dari estrogen dan progesteron.5 Walaupun seringkali asimtomatik, gejala yang mungkin ditimbulkan sangat bervariasi, seperti metroragia, nyeri, hingga infertilitas. Perdarahan hebat
yang disebabkan oleh mioma uteri merupakan indikasi utama histerektomi di Amerika Serikat.3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Mioma Uteri Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menopangnya sehingga dapat disebut sebagai leiomioma, fibromioma, atau fibroid. Mioma uteri merupakan suatu tumor jinak uterus yang berbatas tegas, terbentuk dari otot polos dan elemen jaringan penyambung fibrosa. Walaupun mioma uteri tidak mempunyai kapsul yang sesungguhnya, tetapi jaringannya dengan sangat mudah dibebaskan dari miometrium sekitarnya sehingga mudah dikupas (enukleasi).1,2
2.2 Prevalensi Mioma Uteri Mioma uteri merupakan tumor jinak yang paling sering pada wanita usia reproduktif dan merupakan indikasi histerektomi tersering di Amerika Serikat. Mioma uteri belum pernah ditemukan sebelum terjadinya menarche dan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih tumbuh, sebagian besar ditemukan pada wanita usia reproduksi sebanyak 20-25%. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20%-30% dari seluruh wanita.1,3 Studi prevalensi yang dilakukan di delapan negara pada tahun 2009 melaporkan kejadian mioma uteri sebanyak 4,5% pada wanita Inggris, 4,6% Perancis, 5,5% Kanada, 6,9% Amerika Serikat, 7% Brazil, 8% Jerman, 9% Korea, dan 9,8% di Italia. Prevalensi mioma uteri mengalami peningkatan hingga 14,1% pada kelompok umur 40 tahun ke atas. Rata-rata mioma uteri didiagnosis pada rentang usia 33,5 hingga 36,1 tahun. Adapun faktor risiko yang meningkatkan insidensi mioma uteri pada wanita adalah menarke yang dini, nuliparitas, usia (pada usia reproduktif lanjut), obesitas, wanita beretnis Afrika-Amerika, dan wanita yang mengonsumsi Tamoksifen.4,5
2.3 Faktor Risiko Mioma Uteri Adapun faktor risiko dari mioma uteri adalah sebagai berikut. 1. Menarke Ada beberapa penelitian yang mengatakan bahwa insidensi mioma uteri berhubungan dengan menarke yang dini, walaupun data yang didapatkan belum bermakna secara signifikan menurut statistik. Baru-baru ini, didaapatkan hubungan yang signifikan antara risiko mioma uteri dengan usia menarke wanita. Pada penelitian ini, dibandingkan wanita yang menarke pada usia 12 tahun dan wanita yang usia menarkenya 10 tahun, dan didapatkan peningkatan risiko relatif sebesar 1.24 pada wanita yang usia menarkenya 10 tahun. 2. Paritas Beberapa penelitian menunjukkan hubungan terbalik antara paritas dengan risiko terjadinya mioma uteri. Risiko relatif mioma uteri meningkat 1.5 kali pada wanita nulipara. Penjelasan terhadap hal ini adalah paritas mengurangi waktu paparan terhadap estrogen, di mana pada wanita nulipara atau penurunan fertilitas, mungkin berhubungan dengan siklus anovulasi yang ditandai dengan paparan estrogen yang lama. 3. Usia Peningkatan usia meningkatkan risiko untuk terkena mioma uteri pada seorang wanita. Peningkatan yang dapat terjadi berupa peningkatan massa tumor, peningkatan gejala akibat mioma uteri. Hal ini dikarenakan terjadi peningkatan hormon pada usia reproduktif lanjut. 4. Obesitas Beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara obesitas dan peningkatan insidensi leiomioma. Pada penelitian prospektif dari Great Britain, risiko mioma uteri diperkirakan meningkat 21% untuk setiap kenaikan berat
badan 10 kilogram. Hasil yang serupa ketika dilakukan analisa Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan risiko mioma uteri. 5. Faktor Makanan Peran penting makanan sebagai faktor risiko mioma uteri mendapatkan perhatianyang sangat minim. Pada suatu penelitian case-control di Italia, didapatkan hubungan sedang antara risiko mioma uteri dan konsumsi daging, sementara konsumsi sayur hijau semeberikan efek protektif. Sayangnya, tidak dicantumkan asupan kalori total dan tidak dicantumkan perkiraan jumlah lemak makanan pada kelompok kasus dan kontrol, walaupun mungkin diasumsikan asupan daging yang banyak berhubungan dengan kandungan lemak yang lebih banyak pada makanan. 6. Perbedaan Ras Mioma uteri terjadi lebih banyak pada wanita ras Afrika-Amerika, sesuai dengan penelitian sebelumnya, yang melaporkan mioma uteri terjadi 89.9% pada pasien ras Afrika-Amerika. Pada penelitian ini juga didapatkan total kasus ginekologi lebih tinggi pada wanita dengan ras Afrika-Amerika.5
2.4 Klasifikasi Mioma Uteri Mioma uteri berasal dari miometrium dan klasifikasinya dibuat berdasarkan lokasinya. 1. Mioma submukosa menempati lapisan di bawah endometrium dan menonjol ke dalam kavum uteri. Pengaruhnya pada vaskularisasi dan luas permukaan endometrium menyebabkan terjadinya perdarahan ireguler. Mioma jenis ini dapat bertangkai panjang sehingga dapat keluar melalui ostium serviks. Yang harus diperhatikan dalam menangani mioma bertangkai adalah kemungkianan terjadinya torsi dan nekrosis sehingga risiko infeksi sangatlah tinggi.
2. Mioma intramural atau interstitiel adalah mioma yang berkembang diantara miometrium. 3. Mioma subserosa adalah mioma yang tumbuh di bawah lapisan serosa uterus dan dapat bertumbuh ke arah luar dan juga bertangkai. Mioma subserosa dapat menjadi parasit omentum atau usus untuk vaskularisasi tambahan bagi pertumbuhannya.1 2.5 Patofisiologi Mioma Uteri 1. Teori Inisiasi Aspek paling penting dari etiologi mioma uteri adalah inisiator, di mana inisiator ini belum diketahui. Suatu teori mengatakan bahwa peningkatan kadar bestrogen dan progesteron berakibat pada peningkatan kecepatan mitosis yang berkontribusi pada pembentukan mioma dengan meningkatkan kemungkinan mutasi somatik. Beberapa mengatakan adanya abnormalitas bawaan pada miometrium wanita yang terkena mioma uteri, dimana berdasarkan pemeriksaan, terdapat peningkatan kadar ER (Estrogen Receptor) pada miometrium.5 Teori lainnya mengatakanbahwa patogenesis leiomioma mungkin mirip dengan
respon
terhadap
penyembuhan
luka
operasi
(pembentukan
keloid/hypertrophic scar). Terdapat luka potensial yaitu iskemia yang berhubungan dengan peningkatan produksi substansi vasokonstriksi ketika menstruasi. Penigkatan sekresi prostaglandin dan vasopresin oleh endometrium dijumpai pada pasien dengan dismenorea, dimana terjadi pas lebih dari 70% wanita 5 tahun setelah menarke. Setelah terjadi luka vaskular, basic Fibroblast Growth Factor (bFGF) penting untuk proliferasi otot polos, dan faktor ini juga ditemukan berlebihan pada leiomioma. Kesimpulan yang dapat diambil adalah luka yang berhubungan dengan menstruasi juga penting dijadikan sebagai faktor risiko untuk terjadinya mioma uteri pada wanita.5
2. Teori Penemuan Genetik Analisis sitogenetik dari hasil pembelahan mioma uteri telah menghasilkan penemuan yang baru. Diperkirakan 40% mioma uteri memiliki abnormalitas kromosom non random. Abnormalitas ini dapat dibagi menjadi 6 subgrup sitogenik yang utama termasuk translokasi antara kromosom 12 dan 14, trisomi 12, penyusunan kembali lengan pendek kromosom 6 dan lengan panjang kromosom 10 dan delesi kromosom 3 dan 7. Penting untuk diketahui mayoritas mioma uteri memiliki kromosom yang normal.5,6 Pengaruh-pengaruh hormon dalam pertumbuhan dan perkembangan mioma: a. Estrogen Mioma uteri dijumpai setelah menarche. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. Selama fase sekretorik, siklus menstruasi dan kehamilan, jumlah reseptor estrogen di miometrium normal berkurang. Pada mioma reseptor estrogen dapat ditemukan sepanjang siklus menstruasi, tetapi ekskresi reseptor tersebut tertekan selama kehamilan.5,6 b. Progesteron Reseptor progesteron terdapat di miometrium dan mioma sepanjang siklus menstruasi dan kehamilan. Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan mioma
dengan
dua
cara
yaitu:
Mengaktifkan
17-Beta
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada mioma.5,6
c. Hormon Pertumbuhan Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, terlihat pada periode ini memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari mioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara hormon pertumbuhan dan estrogen.5,6
2.6 Gambaran Klinik Gejala klinik hanya terjadi pada 35%-50% penderita mioma. Hampir sebagian besar penderita tidak mengetahui bahwa terdapat kelainan di dalam uterusnya, terutama sekali pada penderita dengan obesitas. Keluhan penderita sangat tergantung pula dari lokasi atau jenis mioma yang diderita. Berbagai keluhan penderita dapat berupa: 1. Perdarahan Uterus Abnormal Perdarahan menjadi manifestasi klinik utama pada mioma dan hal ini terjadi pada 30% penderita. Bila terjadi secara kronis maka dapat terjadi anemia defisiensi zat besi dan bila berlangsung lama dan dalam umlah yang besar maka sulit untuk dikoreksi dengan suplementasi zat besi, perdarahan pada mioma submukosa seringkali diakibatkan oleh hambatan pasokan darah endometrium, tekanan, dan bendungan pembuluh darah di area tumor (terutama vena) atau ulserasi endometrium di atas tumor. Tumor bertangkai seringkali menyebabkan trombosis vena dan nekrosis endometrium akibat tarikan dan infeksi (vagina dan kavum uteri terhubung oleh tangkai yang keluar dari ostium serviks). Dismenorea dapat disebabkan oleh efek tekanan, kompresi, termasuk hipoksia lokal miometrium.1,6 2. Nyeri perut Mioma tidak menyebabkan nyeri dalam uterus kecuali apabila kemudian terjadi gangguan vaskuler. Nyeri lebih banyak terkait dengan proses degenerasi akibat oklusi pembuluh darah, infeksi, torsi tangkai mioma atau kontraksi uterus
sebagai upaya untuk mengeluarkan mioma subserosa dari kavum uteri. Gejala abdomen akut dapat terjadi bila torsi berlanjut dengan terjadinya infark atau degenerasi merah yang mengiritasi selaput peritoneum (seperti peritonitis). Mioma yang besar dapat menekan rektum sehingga menimbulkan sensasi untuk mengedan. Nyeri pinggang dapat terjadi pada penderita mioma yang menekan persyarafan yang berjalan di atas permukaan tulang pelvis.1,6 3. Efek Penekanan Walaupun mioma dihubungkan dengan adanya desakan tekan, tetapi tidaklah mudah untuk menghubungkan adanya penekanan organ dengan mioma. Mioma intramural sering dikaitkan dengan penekanan terhadap organ sekitar. Parasitik mioma dapat menyebabkan obstruksi saluran cerna perlekatannya dengan omentum menyebabkan strangulasi usus. Mioma serviks dapat menyebabkan sekret serosanguinea vaginal, perdarahan, dispareunia, dan infertilitas. Bila ukuran tumor lebih besar lagi, akan terjadi penekanan ureter, kandung kemih dan rektum. Semua efek penekanan ini dapat dikenali melalui pemeriksaan IVP, kontras saluran cerna, rontgen, dan MRI. Abortus spontan dapat disebabkan oleh penekanan langsung mioma terhadap kavum uteri.1,6 4. Degenerasi Bila terjadi perubahan pasokan darah selama pertumbuhannya, maka mioma dapat mengalami pertumbuhan sekunder atau degeneratif sebagai berikut. a. Degenerasi Jinak - Atrofi : ditandai dengan pengecilan tumor yang umumnya terjadi setelah persalinan atau menopause. - Hialin : terjadi pada mioma yang telah matang atau “tua” di mana bagian yang semula aktif tumbuh, kemudian terhenti akibat kehilangan
pasokan
nutrisi
dan
berubah
warnanya
menjadi
kekuningan, melunak atau melebur menjadi cairan gelatin sebagai tanda terjadinya degenerasi hialin.
- Kistik : setelah mengalami hialinisasi, hal tersebut berlanjut dengan cairnya gelatin sehingga mioma konsistensinya menjadi kistik. Adanya kompresi atau tekanan fisik pada bagian tersebut, dapat menyebabkan keluarnya cairan kista ke dalam kavum uteri, kavum peritoneum, atau retroperitoneum. - Kalsifikasi : disebut juga degenerasi kalkareus yang umumnya mengenai mioma subserosa yang sangat rentan terhadap defisit sirkulasi yang dapat menyebabkan pengendapan kalsium karbonat dan fosfat di dalam tumor. - Septik : defisit sirkulasi dapat menyebabkan mioma mengalami nekrosis di bagian tengah tumor yang berlanjut dengan infeksi yang ditandai dengan nyeri, kaku dinding perut, dan demam akut. - Kaneus : disebut juga degenerasi merah yang diakibatkan oleh trombosis yang diikuti dengan terjadinya bendungan vena dan perdarahan
sehingga
menyebabkan
perubahan
warna
mioma.
Degenerasi jenis ini, seringkali terjadi bersamaan dengan kehamilan karena kecepatan pasokan nutrisi bagi hipertrofi miometrium lebih diprioritaskan sehingga mioma mengalami defisit pasokan dan terjadi degenerasi aseptik dan infark. Degenerasi ini disertai rasa nyeri tetapi akan menghilang sendiri (self-limited). Terhadap kehamilannya sendiri, dapat terjadi partus prematurus atau koagulasi intravaskular diseminata. - Miksomatosa : disebut juga degenerasi lemak yang terjadi setelah proses degenerasi hialin dan kistik. Degenerasi ini sangat jarang dan umumnya asimtomatik. b. Degenerasi Ganas - Transformasi ke arah keganasan (menjadi miosarkoma) : terjadi pada 0,1%-0,5% penderita mioma uteri.1,6
2.7 Diagnosis Mioma Uteri Untuk menegakkan diagnosis mioma uteri adalah sebagai berikut6: a. Anamnesis 1. Keluhan utama yang dikemukakan : - Abdominal discomfort atau desakan pada perut bagian bawah. - Terdapat gangguan menstruasi : (1) Menorrhagia atau metromenorrhagia disertai gumpalan darah. (2) Dismenorrhagia - Keluhan sekunder berupa : (1) Sering mengalami abortus (2) Persalinan prematuritas (3) Infertilitas (4) keluhan akibat anemia b. Pemeriksaan Fisik 1. Palpasi abdomen - Teraba tumor bagian bawah abdomen, padat, dapat terfiksir. - Konsistensi padat atau padat kenyal 2. Pemeriksaan bimanual : - Teraba uterus membesar, mungkin berbenjol-benjol, dan terfiksasi c. Pemeriksaan Penunjang - Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri.
Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang kecil. Uterus atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. -
Histeroskopi digunakan untuk melihat adanya mioma uteri
submukosa, jika mioma kecil serta bertangkai. Mioma tersebut sekaligus dapat diangkat. -
MRI ( Magnetic Resonance Imaging ) sangat akurat dalam
menggambarkan jumlah, ukuran, dan likasi mioma tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma.6,7 2.8 Tatalaksana Mioma Uteri a. Terapi Konservatif Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan pengobatan, tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar dari kehamilan 10-12 munggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada tangkai, perlu diambil tindakan operasi.
b. Medikamentosa Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan mioma uteri secara menetap belum tersedia pada saat ini. Terapi medikamentosa masih merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti sementara dari operatif. Preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah analog GnRHa (Gonadotropin Realising Hormon Agonis), progesteron, danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin, antiprostaglandin, agen-agen lain seperti gossypol dan amantadine.
c. Operatif Pengobatan operatif meliputi miomektomi, histerektomi dan embolisasi arteri uterus. (1) Miomektomi, adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma mioma submukosa pada mioma geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina. (2) Histerektomi, adalah pengangkatan uterus, yang umumnya tindakan terpilih. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteri. (3) Embolisasi arteri uterus (Uterin Artery Embolization / UAE), adalah injeksi arteri uterina dengan butiran polyvinyl alkohol melalui kateter yang nantinya akan menghambat aliran darah ke mioma dan menyebabkan nekrosis. Nyeri setelah UAE lebih ringan daripada setelah pembedahan mioma dan pada UAE tidak dilakukan insisi serta waktu penyembuhannya yang cepat.8 d. Radiasi dengan radioterapi Radioterapi dilakukan untuk menghentikan perdarahan yang terjadi pada beberapa kasus.
2.9 Komplikasi Mioma Uteri Adapun komplikasi dari mioma uteri adalah sebagai berikut. a. Degenerasi ganas Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus
apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause. b. Torsi (putaran tangkai) Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi.6
BAB III LAPORAN KASUS 3.1 Status Ibu Hamil
ANAMNESA PRIBADI Nama
: Ny. IUS
Umur
: 49 tahun
Suku
: Batak
Alamat
: Dusun VI Sridadi Gg Puskesmas Sunggal
Agama
: Kristen Protestan
Pekerjaan
: Pegawai Negeri
Pendidikan
: D3
Status Pernikahan
: Menikah
Tanggal Masuk
: 26 Maret 2019
Jam Masuk
: 14.36 WIB
ANAMNESA PENYAKIT Ny. IUS, 49 tahun, P2A0, Batak, Kristen Protestan, D3, Pegawai Negeri menikah 1 kali pada usia 23 tahun dengan Tn. P, 52 tahun, Batak, Kristen Protestan, S1, Pegawai Negeri. Datang dengan keluhan : Keluhan Utama
:
Keluar darah dari kemaluan
Telaah
:
Hal ini dialami pasien sejak satu bulan
sebelum masuk rumah sakit dan memberat dalam satu minggu terakhir. Darah keluar berupa darah segar dan terkadang berupa flek. Pasien ganti doek 2-3 kali per hari. Os mengeluhkan bahwa lama haidnya memanjang sejak bulan Desember 2018 dimana haidnya berhenti setelah 10 hari. Lalu pada 5/1/2019 os haid dan tidak kunjung berhenti sampai 13/1/2019 dan baru berhenti setelah os rawat inap
dan mendapatkan injeksi transamin. Lalu pada 3/2/2019 os haid dan tidak berhenti hingga hari ini. Keluhan juga disertai dengan nyeri di perut bawah. Keluhan benjolan tidak dijumpai pada pasien. Perut membesar tidak dijumpai. Riwayat BAB dan BAK dalam batas normal. RPT
: tidak dijumpai
RPO
: tidak dijumpai
Riwayat pekerjaan, sosio ekonomi dan psikososial yaitu pegawai negeri, ekonomi menengah ke atas dan tidak ada riwayat gangguan psikososial.
RIWAYAT MENSTRUASI Menarche
: 12 tahun
Lama
: 7 hari
Siklus
: 28-30 hari
Volume
: ± 2-3 doek/hari
Nyeri
: tidak ada
Dismenorrhea
: tidak ada
Menopause
: os belum menopause
HPHT
: 03/02/19 (os masih berdarah sampai 27/03/19 saat pemeriksaan)
RIWAYAT MENIKAH Pasien menikah 1 kali pada usia 23 tahun
RIWAYAT PERSALINAN 1. 1992, ♀, aterm, PSP, bidan, BBL 2800 gram, anak sehat 2. 1998, ♂, aterm, PSP, bidan, BBL 2800 gram, anak sehat
RIWAYAT OPERASI Tidak ada
RIWAYAT KB Tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK VITAL SIGN Status Presens: Sensorium
: Compos mentis
Anemis : -
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Ikterik : -
Nadi
: 80 x/menit
Sianosis: -
Pernapasan
: 18 x/menit
Dyspnoe : -
Temperatur
: 37,30C
Oedema: -
Status Generalisata : Kepala
: Dalam batas normal
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), isokor, kanan = kiri
Leher
: Pembesaran KGB tidak dijumpai
Thorax
: Inspeksi
: Simetris fusiformis
Palpasi
: Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi
: Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi
: Jantung: S1(N) S2(N) S3(-) S4(-) reguler, murmur (-) Paru
: Suara pernafasan Suara tambahan
: vesikuler : (-)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT< 2 detik, clubbing finger (-), oedem pretibial(-/-) Mammae : tidak dilakukan pemeriksaan Anogenital : Pengeluaran pervaginam : Perineum : Jahitan
:
Status Lokalisata : Abdomen
: Soepel, peristaltik (+) dalam batas normal
Status Ginekologi: Inspekulo
:
VT
:
ST
:
PEMERIKSAAN USG TAS
Hasil pemeriksaan USG: Tampak gambaran hipoekoik depan serviks ukuran 42,5 x 46,1 mm. Vaskularisasi tinggi RI 0,78. Tampak gambaran hipoekoik di dinding posterior rahim ukuran 117,1 x 76,5 mm.
LABORATORIUM 26 Maret 2019 JENIS PEMERIKSAAN
SATUAN
HASIL
RUJUKAN
Hemoglobin (HGB)
g/Dl
12,3
12-16
Eritrosit (RBC)
Juta/µL
4,26
4,10-5,10
Leukosit (WBC)
/µL
6.660
4.000-11.000
Hematokrit
%
37,8
36 – 47
Trombosit (PLT)
/µL
231.000
150.000-450.000
HEMATOLOGI Darah Lengkap
MCV
fL
88,7
81-99
MCH
Pg
28,9
27,0-31,0
MCHC
g/dL
32,5
31,0 – 37,0
RDW
%
15,4
11,0 – 15,5
MPV
Fl
11,4
9,2 – 12,0
PDW
%
13,8
9,6 – 15,2
Hitung jenis Neutrofil
%
62,2
50-70
Limfosit
%
26,9
20 – 40
Monosit
%
6,0
2–8
Eosinofil
%
4,40
1–3
Basofil
%
0,5
0–1
FAAL HEMOSTASIS Waktu Protombin Pasien
Detik
12,3
Kontrol
Detik
13,3
INR
0,83
APTT Pasien
Detik
23,9
Kontrol
Detik
13,3
KIMIA KLINIK
Metabolisme Karbohidrat Glukosa darah (sewaktu)
Mg/dL
152
Natrium
Mg/dL
140
136-155
Kalium
Mg/dL
3,8
3.5-5.5
ELEKTROLIT
IMUNOSEROLOGI HbsAg
Non-reaktif
Anti HIV
Non-reaktif
DIAGNOSA KERJA Perdarahan Uterus Abnormal (PUA) – L + Mioma Geburt
RENCANA TATALAKSANA TERAPI MEDIKAMENTOSA -
IVFD Ringer Laktat 20 tetes/menit
-
Inj. Asam Traneksamat 500 mg / 8 jam / IV
-
Asam mefenamat 3x500 mg
RENCANA TINDAKAN -
Awasi keadaan umum dan vital sign
-
Awasi perdarahan pervaginam
-
Persiapan operasi TAH (Total Abdominal Histerektomi)
LAPORAN HISTEREKTOMI Operasi dilakukan pada 29 Maret 2019 pukul 11.20 di Kamar Operasi Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara. Pasien dibaringkan di meja operasi dengan posisi litotomi. Di bawah spinal anestesi dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik mulai dari abdomen, pubis, vagina, dan kedua medial paha. Doek steril dipasang. Pertama dilakukan evaluasi mioma geburt melalui vagina dengan menggunakan SIMS spekulum dan oval klem. Mioma geburt tidak dapat dipelintir kesan tangkau berasal dari fundo-corporal. Diputuskan dilakukan TAH. Pasien diposisikan kembali ke posisi supine. Doek steril tanpa menutupi perut. Dilakukan kembali tindakan asepsis. Insisi pfanensteil dilakukan mulai dari kutis, subkutis, fasia otot. Deaver lalu dipasang. Peritoneum digunting ke atas dan bawah. Tampak uterus membesar sebesar kehamilan 12 minggu. Evaluasi kedua tuba dan ovarium besar baik. Tampak perlengketan di kavum douglas. Dilakukan klem gunting ikaat pada ligamentum Rotundum. Mesosalphinx ditembus tumpul klem gunting ikat pada keduanya untuk meninggalkan kedua ovarium. Plika blasius dibuka, kedua arteri uterina diklem gunting ikat. Dilakukan total histerektomi. Puncak vagina dijahit dengan X-figure dan digunting ke punctum ligamentum Rotundum. Dilakukan reperitonealisasi. Evaluasi perdarahan, terkontrol. Deaver lalu dikeluarkan. Lapisan dinding abdomen dijahit kembali lapis demi lapis.
RENCANA TATALAKSANA POST SC Terapi Medikamentosa - IVFD RL 20 gtt/menit - Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam/IV - Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV - Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam/IV
RencanaTindakan - Cek lab darah rutin 2 jam post operasi
HASIL LABORATORIUM 2 JAM POST OPERASI Hemoglobin
: 10,6 g/dL
Hematokrit
: 33,3 %
Leukosit
: 11.350 /mm3
Trombosit
: 212.000 /mm3 BAB IV FOLLOW UP PASIEN
4.1 Follow Up Pasien Tanggal
Follow up
28 Maret 2019
S
: Keluar darah dari kemaluan
O : SP : Sens
: CM
TD
: 120/80 mmHg
Nadi
: 70 x/ menit
Pernafasan : 22 x/menit Suhu SL : Abdomen
: 36,7oC : Soepel, peristaltik (+) Normal
P/V
: (+)
BAK
: (+) normal
A : PUA-L + Mioma geburt P : IVFD RL 20 gtt/menit Inj. Asam Traneksamat 500 mg/8 jam/IV
R/ Awasi perdarahan Susul hasil foto thorax, konsul ke interna, kardiologi, dan anestesi untuk persiapan dan penjadwalan operasi. 30 Maret 2019
S
: Nyeri luka operasi
O : SP : Sens
: CM
TD
: 120/80 mmHg
Nadi
: 82 x/ menit
Pernafasan : 20 x/menit : 36.4oC
Suhu SL: Abdomen
: Soepel, peristaltik (+) Normal
P/V
: (-)
L/O
: luka operasi tertutup verban
BAK : (+) via kateter, UOP 50 cc/jam BAB : (-), flatus (+) A : Post TAH a/i Multiple Mioma Uteri + H1 P : IVFD RL 20 gtt/i Inj. Ceftriaxone 1 gram/12 jam/IV Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam/IV R/ Terapi lanjut, pantau perdarahan pervaginam 31 Maret 2019
S
: Nyeri luka post operasi berkurang
O : SP : Sens
: CM
TD
: 130/80 mmHg
Nadi
: 86 x/ menit
Pernafasan : 20 x/menit : 36.4oC
Suhu
SL: Abdomen
: Soepel, peristaltik (+) Normal
P/V
: (-)
L/O
: tertutup verban, kesan kering
BAK : (+) via kateter, UOP 40 cc/jam BAB : (-), flatus (+) A : Post TAH a/i Multiple Mioma Uteri + H2 P : Asam mefenamat tab 3 x 500 mg Cefadroxil tab 2 x 500 mg Vitamin B. Kompleks 2 x 1 R/ Aff infus, Aff kateter, Terapi oral
1 April 2019
S
: Nyeri luka post operasi berkurang
O : SP : Sens
: CM
TD
: 120/70 mmHg
Nadi
: 80 x/ menit
Pernafasan : 18 x/menit : 36.6oC
Suhu
SL: Abdomen
: Soepel, peristaltik (+) Normal
P/V
: (-)
L/O
: tertutup verban, kesan kering
BAK : (+) via kateter, UOP 50 cc/jam BAB : (+), flatus (+) A : Post TAH a/i Multiple Mioma Uteri + H3 P : Asam mefenamat tab 3 x 500 mg Cefadroxil tab 2 x 500 mg Vitamin B. Kompleks 2 x 1 R/ PBJ
BAB V DISKUSI KASUS TEORI
KASUS
Untuk menegakkan diagnosis mioma uteri Ny. IUS, 49 tahun, P2A0, Batak, adalah sebagai berikut:
Kristen
Protestan,
D3,
Pegawai
a. Anamnesis
Negeri menikah 1 kali pada usia 23
1. Keluhan utama yang dikemukakan :
tahun dengan Tn. P, 52 tahun, Batak,
-
Abdominal
discomfort
atau Kristen
desakan pada perut bagian bawah.
Menorrhagia
metromenorrhagia
disertai
S1,
Pegawai
Negeri. Datang dengan keluhan :
- Terdapat gangguan menstruasi : (1)
Protestan,
Keluhan Utama : Keluar darah dari
atau kemaluan gumpalan Telaah : Hal ini dialami pasien sejak
darah.
satu bulan sebelum masuk rumah (2) Dismenorrhagia
sakit dan memberat
- Keluhan sekunder berupa :
dalam satu
minggu terakhir. Darah keluar berupa
(1) Sering mengalami abortus
darah segar dan terkadang berupa
(2) Persalinan prematuritas
flek. Pasien ganti doek 2-3 kali per
(3) Infertilitas
hari. Os mengeluhkan bahwa lama
(4) keluhan akibat anemia
haidnya memanjang sejak bulan
b. Pemeriksaan Fisik
Desember
2018
dimana
haidnya
1. Palpasi abdomen
berhenti setelah 10 hari. Lalu pada
- Teraba tumor bagian bawah 5/1/2019 os haid dan tidak kunjung abdomen, padat, dapat terfiksir.
berhenti sampai 13/1/2019 dan baru
- Konsistensi padat atau padat berhenti setelah os rawat inap dan kenyal
mendapatkan injeksi transamin. Lalu
2. Pemeriksaan bimanual :
pada 3/2/2019 os haid dan tidak
- Teraba uterus membesar, mungkin berhenti hingga hari ini. Keluhan juga berbenjol-benjol, dan terfiksasi
disertai
dengan
c. Pemeriksaan Penunjang
bawah.
Keluhan
-
Pemeriksaan
ultrasonografi
dengan dijumpai
pada
nyeri
di
perut
benjolan
tidak
pasien.
Perut
(USG) membesar tidak dijumpai.
Riwayat
transabdominal dan transvaginal BAB dan BAK dalam batas normal. bermanfaat
dalam
adanya
menetapkan RPO: tidak dijumpai
mioma
Ultrasonografi
uteri. RPT: transamin injeksi transvaginal
terutama bermanfaat pada uterus Is, tolong masukkan pemfisnya ya yang kecil. Uterus atau massa yang :v paling
besar
baik
melalui
diobservasi ultrasonografi Hasil pemeriksaan USG: Tampak
transabdominal. secara
Mioma
khas
gambaran
uteri gambaran hipoekoik depan serviks
menghasilkan ukuran 42,5 x 46,1 mm. Vaskularisasi
ultrasonografi
mendemonstrasikan
yang tinggi RI 0,78. Tampak gambaran
irregularitas hipoekoik di dinding posterior rahim
kontur maupun pembesaran uterus. -
Histeroskopi
digunakan
untuk melihat adanya mioma uteri submukosa, jika mioma kecil serta bertangkai.
Mioma
tersebut
sekaligus dapat diangkat. -
MRI ( Magnetic Resonance
Imaging ) sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan likasi mioma tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak
sebagai
massa
gelap
berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma.
ukuran 117,1 x 76,5 mm.
Penatalaksanaan Mioma Uteri adalah: a. Terapi Konservatif Penderita dengan mioma kecil dan tanpa
gejala
pengobatan,
tidak tetapi
memerlukan harus
diawasi
perkembangan tumornya. Jika mioma lebih
besar
dari
kehamilan
10-12
munggu, tumor yang berkembang cepat, RENCANA TATALAKSANA terjadi torsi pada tangkai, perlu diambil TERAPI MEDIKAMENTOSA tindakan operasi.
-
IVFD
Ringer
Laktat
20
tetes/menit b. Medikamentosa
-
Terapi yang dapat memperkecil
mg / 8 jam / IV
volume atau menghentikan pertumbuhan
-
Inj. Asam Traneksamat 500
Asam mefenamat 3x500 mg
mioma uteri secara menetap belum tersedia
pada
saat
ini.
Terapi RENCANA TINDAKAN medikamentosa masih merupakan terapi - Awasi keadaan umum dan tambahan atau terapi pengganti vital sign sementara dari operatif. Preparat yang selalu digunakan untuk
terapi
medikamentosa adalah
analog GnRHa (Gonadotropin Realising Hormon Agonis), progesteron, danazol, gestrinon,
tamoksifen,
goserelin,
antiprostaglandin, agen-agen lain seperti gossypol dan amantadine.
c. Operatif Pengobatan
operatif
meliputi
-
Awasi perdarahan pervaginam
-
Persiapan operasi TAH (Total Abdominal Histerektomi)
miomektomi,
histerektomi
dan
embolisasi arteri uterus. (1)
Miomektomi,
adalah
pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma mioma submukosa pada mioma geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina. (2)
Histerektomi,
adalah
pengangkatan uterus, yang umumnya tindakan terpilih. Histerektomi total umumnya
dilakukan
dengan
alasan
mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteri. (3)
Embolisasi arteri uterus
(Uterin Artery Embolization / UAE), adalah injeksi arteri uterina dengan butiran polyvinyl alkohol melalui kateter yang nantinya akan menghambat aliran darah ke mioma dan menyebabkan nekrosis. Nyeri setelah UAE lebih ringan daripada setelah pembedahan mioma dan pada UAE tidak dilakukan insisi serta waktu penyembuhannya yang cepat. d. Radiasi dengan radioterapi Radioterapi
dilakukan
untuk
menghentikan perdarahan yang terjadi pada beberapa kasus.
Pada kasus seorang perempuan berusia 49 tahun, datang ke RS USU Medan dengan keluhan keluar darah dari kemaluan. Hal ini dialami pasien sejak satu bulan sebelum masuk rumah sakit dan memberat dalam satu minggu terakhir. Darah keluar berupa darah segar dan terkadang berupa flek. Pasien ganti doek 2-3 kali per hari. Os mengeluhkan bahwa lama haidnya memanjang sejak bulan Desember 2018 dimana haidnya berhenti setelah 10 hari. Lalu pada 5/1/2019 os haid dan tidak kunjung berhenti sampai 13/1/2019 dan baru berhenti setelah os rawat inap dan mendapatkan injeksi transamin. Lalu pada 3/2/2019 os haid dan tidak berhenti hingga hari ini. Keluhan juga disertai dengan nyeri di perut bawah. Keluhan benjolan tidak dijumpai pada pasien. Perut membesar tidak dijumpai. Riwayat BAB dan BAK dalam batas normal. Pasien ini didiagnosa dengan PUA-L + Mioma Geburt. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik ginekologis, dan USG transabdominal. Kemudian pasien ini dilakukan total abdominal histerektomi.
DAFTAR PUSTAKA 1. Sarwono. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011. p274-7. 2. Sparic R, Mirkovic L, Malvasi A, Tinelli A. Epidemiology of Uterine Myoma: A Review. International J of Fertility and Sterility. 2016 Jan-Mar; 9(4): 42435. 3. Zimmermann A, Bernuit D, Gerlinger C, Schaefers M, Geppert K. Prevalence, Symptoms, and Management of Uterine Fibroids: An International Internetbased Survey of 21,746 Women. BMC Women Health. 2012 Mar 26; 12(6): 1-10. 4. Pasinggi S, Wagey F, Rarung M. Prevalensi Mioma Uteri Berdasarkan Umur di RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado. e-Clin J. 2015 Apr- Jan; 3(1): 1-5. 5. Flake G P, Andersen J, Dixon D. Etiology and Pathogenesis of Uterine Leiomyomas: A Review. Environmental Health Perspectives. 2003 June. 111(8): 1039-49. 6. Kurniasari T. Karakteristik Mioma Uteri di RSUD dr. Moewardi Surakarta Periode Januari 2009 - Januari 2010 [skripsi]. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret; 2010. 7. Goodwin SC, Spies TB. Uterin fibroid embolization. N Engl J Med. 2009 Dec 3. 361: 2292-94. 8. Parker W. Managing Uterine Fibroids: Alternatives to Hysterectomy [Internet]. Medscape. 2012 July 20 [cited 3 April 2019]. Available from: https://www.medscape.com/viewarticle/767576