DATA EPIDEMIOLOGI
Nomor Registrasi
: 0003223
Nama
: Ny. MM
Usia
: 50thn
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Sentani / Kep. Mansiam-Supiori
Agama
: KP
Suku Bangsa
: Biak
Pendidikan
: SMP
Status Pekerjaan
: IRT
Status Pernikahan
: Sudah menikah
Tanggal Ke poli RSJ
: 06-09-2018
Tanggal Pemeriksaan
: 06-09-2018
Yang Mengantar
: Anak kandung
Pemberi Informasi
: pasien dan Anak kandung pasien
1
BAB I LAPORAN PSIKIATRI RIWAYAT PSIKIATRI Berdasarkan : - Autoanamnesa - Heteroanamnesa a. Keluhan Utama -
Autoanamnesis: Pasien mengeluh sakit kepala
b. Riwayat Penyakit Sekarang Autoanamenesis Pasien datang ke poli RSJ Abepura dengan keluhan utama sakit kepala sejak 2017, pasien merasa kepalanya membengkak kanan dan kiri, pasien merasa sakit kepalanya terjadi sejak pasien didorong oleh seorang perempuan dari belakang dan dilempar batu kejadian tersebut terjadi di Supiori. Pasien merasa ada yang berbisik ditelinga tapi tidak ada orang yang berbicara, menurut pasien suara tersebut menyuruh pasien untuk berjalan keluar rumah.
Heteroanamnesa Menurut anak pasien yang mengantar pasien selama ini tinggal sendiri 2016 sejak suami pasien meninggal dunia. Pasien mulai meneruskan pekerjaan suami yaitu memegang proyek, pada akhir 2016 proyek yang dipegang bermasalah dan bangkrut. Pasien mulai mengabari jika sakit kepala dan dirawat di RS Biak, menurut anak pasien sering mengatakan jika ada perempuan yang mendorong pasien dan mengakibatkan pasien merasa kepalanya bengkak kanan dan kiri. Pada tahun 2017
2
pasien mulai mengalami lupa- lupa dalam aktivitas sehari hari pasien berobat di poli saraf dan dilakukan CT Scan yang menurut dokter hasilnya terdapat jarak diotak bagian depan.bulan juli 2018 pasien dirujuk ke dok 2 untuk melakukan pemeriksaan penyakit dalam dan syaraf. namun menurut anak pasien dokter menyampaikan normal. Pada bulan agustus 2018 pasien mulai terlihat melakukan perubahan perilaku seperti suka duduk sendiri dan melamun, ketuk-ketuk tembok, bicara dengan tembok, dan bicara tidak nyambung sambil marah-marah jika ditanya. Pasien sering seperti menerawang saat tidur, pasien suka jalan-jalan keluar rumah, pasien memakai baju berlapis-lapis dan memasukkan baju-baju ke kantong plastik kemudian pergi dari rumah oleh karena itu keluarga kadang mengunci pasien didalam kamarnya.
c. Riwayat Penyakit Medis Dan Psikiatri Dahulu Anak
: Sejak kecil tidak pernah sakit berat
Dewasa
: Pasien tidak memiliki riwayat penyakit yang sama
Operasi
: Pasien mengaku tidak pernah di operasi
Trauma
: Pasien tidak memiliki riwayat trauma
d. Riwayat Penggunaan Zat Menurut pengantar pasien tidak memiliki riwayat meminum alkohol, tidak mempunyai riwayat merokok, tidak menggunakan zat adiktif lainnya, riwayat makan pinang (+).
e. Riwayat Keluarga Pada keluarga pasien tidak ada yang memiliki kondisi seperti pasien. Genogram :
3
Keterangan
:
Perempuan
:
Laki-laki
:
Pasien
:
Meninggal
:
Keturunan
:
f. Riwayat Pribadi 1. Masa kanak-kanak awal ( 0 sampai usia 3 tahun) Tidak ada data 2. Masa kanak-kanak pertengahan (usia 3 – 11 tahun) Tidak ada data 3. Masa kanak-kanak akhir (prapubertas sampai remaja)
4
-
Hubungan keluarga : pasien tinggal bersama ayah dan ibunya serta saudarasaudaranya di Supiori. Pasien memiliki hubungan baik dengan keluarganya
-
Hubungan sebaya : pasien memiliki beberapa teman saat SMP dan bergaul baik dengan temana sebaya
-
Riwayat sekolah : pasien tidak memiliki permasalahan berarti di masa sekolah SMP.
-
Perkembangan motorik dan kognitif : tidak ada kesulitan saat belajar.
-
Riwayat psikoseksual : Pasien sudah menikah.
-
Latar belakang keagamaan : pasien sering beribadah ke gereja.
4. Masa dewasa -
Riwayat pekerjaan : sebelumnya pasien ibu rumah tangga, kemudian melanjutkan pekerjaan suami
-
Riwayat pendidikan: pasien bersekolah sampai SMP
-
Aktivitas sosial : pasien dapat bersosialisasi dengan baik lingkungan tempat tinggal dan tidak ada masalah dengan orang lain
-
Seksualitas Dewasa Pasien sudah menikah, dan memiliki 6 orang anak yang semuanya telah menikah.
STATUS PSIKIATRIKUS a. Kesadaran
Compos Mentis
Pasien sadar penuh dan dapat menjawab setiap
pertanyaan
yang
diberikan
walaupun jawaban kadang tidak nyambun dengan pertanyaan.
5
b. Orientasi
Keadaan Umum
Tenang
Orang : Baik
Pasien
mampu
mengenali
orang
sekitarnya (anak dan dokter) Tempat :-
Paien mengatakan ini adalah Supiori
Waktu : -
Pasien tidak dapat menyebutkan hari, bulan dan tahun dengan tepat.
c. Penampilan
Cukup menggunakan
bersih, Pasien dengan postur agak tegap, tidak pakaian kurus, tidak gemuk,
sesuai usia pasien
baju berwarna
merah, rapi, celana kain panjang hitam dan memakai sendal
d. Roman
Tidak Sesuai
Ekspresi muka pasien terlihat datar/ tidak
muka e. Perilaku
ekspresif. Kontak : ada
Pasien
terhadap pemeriksa
mengadakan
kontak
dengan
melihat mata Rapport : tidak adekuat
Pasien mampu menjawab pertanyaan yang ditanyakan namun kadang tidak nyambung
/
dijawab
tidak
sesuai
pertanyaan Sikap
f. Atensi
terhadap Pasien selalu menjawab pertanyaan yang
pemeriksa : kooperatif
di ajukan penanya.
kurang
Pasien fokus mendengarkan pertanyaan yang diberikan tapi kadang jawaban pasien tidak sesuai
g. Bicara
Artikulasi : Jelas
Intonasi ucapan terdengar jelas
6
Kecepatan
h. Emosi
bicara
: Pasien berbicara dengan lambat, tampak
lambat
bingung-bingung saat akan menjawab.
Mood : depresif
Pasien menjawab pertanyaan dengan suasana perasaan pasien saat ditanya
Afek : datar dan serasi i. Persepsi
Ilusi : tidak ada Halusinasi : ada
Halusinasi mendengar (+), melihat (+), taktil: (-)
j. Pikiran
Bentuk : Non realistik
Pasien berpikir ada yang menyuruhnya pergi dari rumah.
Isi : Waham (-) Thought Insertion (-) Thought Broadcasting () Thought Withdrawal (-)
k. Memori & Konsentrasi : kurang Saat fungsi
baik
kognitif
ditanya
pasien
tidak
mampu
menjawab pertanyaan hitungan dengan tepat
Memori:kurang Baik
Saat ditanya pasien tidak dapat mengingat kejadian saat ini maupun masa lalu dengan baik
7
l. Tilikan
Tilikan III
Pasien menyadari dirinya sakit namun menyalakan orang lain atau penyebab eksternal atau faktor organik sebagai penyebabnya
FORMULASI DIAGNOSIS Berdasarkan autoanamnesis dan heteroanamnesa diperoleh 1.Pasien wanita berusia 50 tahun, sudah menikah dan memiliki 6 orang anak 2.Penampilan rapi 3.Riwayat stresor : setelah suami meninggal proyek yang diteruskan pasien mengalami bangkrut. 4. Pasien Kooperatif, kontak mata adekuat, pembicaraan pasien koheren, mood pasien depresif, afek pasien datar dan serasi 5. Terdapat halusinasi auditorik 6. Keluhan pertama kali muncul 2 tahun yang lalu tepatnya setelah muncul masalah ekonomi. pasien mengeluh sakit kepala dan merasa kepala membengkak kanan dan kiri, pasien merasa sakit kepalanya terjadi sejak pasien didorong oleh seorang perempuan dari belakang dan dilempar batu. Pasien merasa saat ini ada Supiori. merasa ada yang berbisik ditelinga menyuruh pasien untuk berjalan keluar rumah.tapi tidak ada orang yang berbicara. pasien mulai mengalami lupalupa dalam aktivitas sehari hari. Terjadi perubahan perilaku seperti ketuk-ketuk tembok, bicara dengan tembok dan bicara tidak nyambung sambil marahmarah, pasien suka jalan-jalan keluar rumah dengan tujuan kerumah anaknya, pasien memakai baju berlapis-lapis dan memasukkan baju-baju ke kantong plastik kemudian pergi dari rumah oleh karena itu keluarga kadang mengunci
8
pasien didalam kamarnya. Riwayat berobat di poli saraf dan penyakit dalam dilakukan CT Scan yang menurut dokter hasilnya terdapat jarak diotak bagian depan. Pada kasus ini ditemukan beberapa kriteria dalam penegakan diagnosa depresi berat dengan gejala psikotik diantaranya:
afek depresif,
hilanggnya minat/kegembiraan,
Perhatian berkurang,
Nafsu makan berkurang.
Pasien susah tidur
tidak mampu melaporkan banyak gejala secara rinci.
Pasien tidak mampu melakuakan aktivitas sosial dan aktivitas pekerjaan hari-hari
adanya halusinasi auditorik Jadi jika dilihat maka menurut PPDGJ III diagnosa pasien ini adalah F32.3 Episode
Depresi Berat dengan Gejala Psikotik. Diagnosis Banding : skizofrenia a. Diagnosis multiaxial Axis I
: (F32.3) Depresif berat dengan gejala psikotik
Axis II
: (F60.1) Gangguan Kepribadian Skizoid (sedikit aktivitas yang
memberikan kesenangan, afek datar dan tidak peduli) Axis III
: Kausa eksternal dari mortalitas
Axis IV
: masalah perekonomian
Axis V
: GAF = 60-51
9
RENCANA TERAPI Terapi Farmakologis Persidal (resperidon) 20 mg 1-0-1 Trihexypenidyl 2 mg 1-0-1 Fridep (sertraline) 50 mg 0-0-1 Merlopam 2 mg 0-1/2-1 • Psikoterapi & Edukasi Psikoterapi yang diberikan pasien adalah psikoterapi suportif, psikoterapi reedukatif, dan terapi kognitif-perilaku. 1.
Psikoterapi suportif bertujuan untuk memperkuat mekanisme defens (pertahanan) pasien terhadap stres.
2. Psikoterapi reedukatif bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan pasien terhadap penyakitnya
serta
mengembangkan
kemampuannya
untuk
menunjang
penyembuhan dirinya. Selain itu juga meningkatkan pengetahuan keluarga untuk mendukung kesembuhan pasien. Peningkatan pengetahuan dilakukan dengan edukasi baik terhadap pasien maupun keluarga. 3. Psikoterapi rekonstruktif bertujuan untuk dicapainya tilikan akan konflik-konflik nirsadar dengan usaha untuk mecapai perubahan struktur luas kepribadian. Psikoterapi
Edukasi 1. Menyarankan kepada keluarga untuk pentingnya dukungan kepada pasien, jangan membatasi aktivitas pasien secara wajar, ajak pasien bergembira, kurangi hal-hal yang dapat meningkatkan stresor.
10
2. Berdiskusi terhadap pentingnya pasien untuk teratur minum obat dan kontrol selain itu kembali menyibukan diri seperti aktivitas dulu, kembali melakukan hal-hal yang menyenangkan, jangan menyimpan emosi, bila mungkin bisa kontrol ke psikiater.
PROGNOSIS a. Ad vitam
: dubia at bonam
b. Ad fungsionam
: dubia at malam
c. Ad sanationam
: dubia at bonam
11
BAB II PEMBAHASAN 2.1
DEPRESI Menurut Sadock (2007) depresi merupakan suatu gangguan mood. Mood adalah suatu
perasaan yang meresap dan menetap yang dialami secara internal dan yang mempengaruhi perilaku seseorang dan persepsinya terhadap dunia.1 Menurut Kaplan dkk (2010) mood adalah suatu emosi yang meresap dan dipertahankan, yang dialami secara subjektif dan di laporkan oleh pasien dan terlihat oleh orang lain.1 Menurut Depkes RI (2007) gangguan depresif merupakan gangguan medik serius menyangkut kerja otak, bukan sekedar perasaan murung atau sedih dalam beberapa hari. Gangguan ini menetap selama beberapa waktu dan mengganggu fungsi keseharian seseorang.4 2.2
ETIOLOGI Kaplan (2010) menyebutkan bahwa faktor penyebab dapat dibuat secara buatan dibagi
menjadi faktor biologis, faktor genetika dan faktor psikososial. Perbedaan tersebut adalah buatan karena kemungkinan bahwa ketiga bidang tersebut berinteraksi diantara mereka sendiri.1 Berikut faktor penyebab depresi meliputi: a. Faktor Biologis Norepinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmitter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Disamping norepinefrin, serotonin, dan dopamin, buktibukti mengarahkan pada disregulasi asetil- kolin dalam gangguan mood. 1
12
Aktivitas dopamine mungkin berkurang pada depresi. Penemuan subtype baru reseptor dopamine dan meningkatnya pengertian fungsi regulasi presinaptik dan pascasinaptik dopamine memperkaya hubungan antara dopamine dan gangguan mood. Dua teori terbaru tentang dopamine dan depresi adalah jalur dopamine.1 Aktivitas serotonin berkurang pada depresi. Serotonin bertanggung jawab untuk kontrol regulasi afek, agresi, tidur, dan nafsu makan. Pada penelitian ditemukan beberapa pasien yang bunuh diri memiliki kosentrasi metabolit serotonim didalam cairan serebrospinalis yang rendah. 1 b. Faktor Genetik Genetik merupakan factor penting dalam perkembangan gangguan mood, tetapi jalur penurunan sangat kompleks. Tidak hanya sulit untuk mengabikan efek psikososial, tetapi juga factor nongenetik kemungkinan juga berperan sebagai penyebab berkembangnya gangguan mood setidak – tidaknya pada beberapa orang.3 Penelitian menunjukkan anak biologis dari orangtua yang terkena gangguan mood beresiko mengalami gangguan mood walaupun anak tersebut dibesarkan oleh keluarga angkat. Penelitian pada anak kembar monozigot lebih besar mengalami gangguan depresi daripada anak kembar dizigot.3 c. Faktor Psikososial Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan, suatu pengamatan klinis yang telah lama direplikasi bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood dari pada episode selanjutnya, hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien dengan gangguan depresi berat.1
13
2.3
KLASIFIKASI Menurut PPDGJ-III dan DSM-5, Episode depresif dibedakan menjadi beberapa bagian
sebagai berikut; 2 F32.0 Episode depresif ringan .00 tanpa gejala somatik .01 dengan gejala somatic F32.1 Episode depresif sedang .00 tanpa gejala somatic .01 dengan gejala somatic F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik 2 2.4
DIAGNOSIS Menurut PPDGJ-III dan DSM-V mendiagnosa seseorang dengan episode depresif
dapat dilakukan dengan melihat gejala – gejala sebagai berikut;2 a. Gejala Utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat) : -
Afek depresif
-
Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
-
Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.2
-
14
b. Gejala lainnya -
Konsentrasi dan perhatian berkurang
-
Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
-
Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
-
Pandangan masadepan yang suram dan pesimistis
-
Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
-
Tidur terganggu
-
Nafsu makan berkurang.2
c. Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang – kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosa, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat. 2
d. Kategori diagnosa episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1) dan berat (F32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya diklasifikasikan di bawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33.-)2 Berikut pedoman diagnostik untuk episode depresif berat tanpa gejala psikosis dengan gejala psikotik ; a. Depresi berat tanpa gejala psikotik, -
Semua tiga gejala utama depresi harus ada
-
Ditambah sekurang-kurangnya empat dari gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat. 2
15
-
Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya yang secara rinci.2
-
Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu. 2
-
Sangat tidak mungkin pasien akan mampu merumuskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali padaa taraf yang sangat terbatas. 2
b. Depresi berat dengan gejala psikotik, -
Episode depresif berat yang memenuhi kriteria dari depresif berat tanpa gejala psikotik.2
-
Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. 2
-
Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek (mood congruent).2
16
2.5
TATALAKSANA
a. Psikoterapi Psikoterapi merupakan terapi yang digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik atau pola perilaku maladaptif. Terapi dilakukan dengan jalan pembentukan hubungan profesional antara terapis dengan penderita. 3 Psikoterapi pada penderita gangguan depresif dapat diberikan secara individu, kelompok, atau pasangan disesuaikan dengan gangguan psikologik yang mendasarinya. Psikoterapi dilakukan dengan memberikan kehangatan, empati, pengertian dan optimisme. Dalam pengambilan keputusan untuk melakukan psikoterapi sangat dipengaruhi oleh penilaian dari dokter atau penderitanya.3 b. Farmakoterapi Farmakoterapi atau terapi obat merupakan komponen penting dalam pengobatan gangguan depresif. Saat merencanakan intervensi pengobatan, penting untuk menekankan kepada penderita bahwa ada beberapa fase pengobatan sesuai dengan perjalanan gangguan depresif: 4 - Fase akut bertujuan untuk meredakan gejala - Fase kelanjutan untuk mencegah relaps - Fase pemeliharaan/rumatan untuk mencegah rekuren Pertimbangan untuk pemilihan obat ada di tangan dokter yang akan membicarakannya pada penderita. Konseling diperkuat oleh apoteker. Pertimbangan tersebut meliputi : 4 - Efek samping dan respon tubuh terhadap obat
17
- Penyakit dan terapi lain yang dialami penderita - Kerja obat dalam tubuh ketika dibarengi obat lain. Beberapa orang memerlukan terapi rumatan antidepresan, terutama mereka yang seringkali mengalami pengulangan gejala episode gangguan depresif atau gangguan depresif mayor. 3 Antidepresan baru terlihat efeknya dalam 4 sampai 12 minggu, sebelum ia mengurangi atau menghapus gejala-gejala gangguan depresif meski hasilnya dirasakan sudah membuat perbaikan dalam 2 sampai 3 minggu. Selama masa ini efek samping akan terasa.4 Penggolongan Antidepresan 1. Antidepresan Klasik (Trisiklik & Tetrasiklik) Mekanisme kerja
: Obat–obat ini menghambat resorpsi dari serotonin dan
noradrenalin dari sela sinaps di ujung-ujung saraf. - Imipramin Dosis lazim
: 25-50 mg 3x sehari. Dosis maksimum 250-300 mg sehari.
Kontra Indikasi
: Infark miokard akut
- Klomipramin Dosis lazim
: 10 mg. Dosis maksimum 250 mg sehari.
Kontra Indikasi
:Infark miokard, pemberian bersamaan dengan MAO, gagal jantung, kerusakan hati yang berat, glaukoma sudut sempit.
- Amitriptilin Dosis lazim
: 25 mg. Dosis maksimum 150-300 mg sehari.
Kontra Indikasi
:Penderita koma, diskrasia darah, gangguan depresif sumsum tulang, kerusakan hati, penggunaan bersama dengan MAO.
- Lithium karbonat
18
Dosis lazim
: 400-1200 mg. dosis tunggal pada pagi hari atau sebelum tidur malam.
Kontra Indikasi
: kehamilan, laktasi, gagal ginjal, hati dan jantung. 4
2. Antidepresan Generasi ke-2 Mekanisme kerja : o SSRI ( Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor ) : Obat-obat ini menghambat resorpsi dari serotonin. o NaSA ( Noradrenalin and Serotonin Antidepressants ): Obat-obat ini tidak berkhasiat selektif, menghambat re-uptake dari serotonin dan noradrenalin. Terdapat beberapa indikasi bahwa obat-obat ini lebih efektif daripada SSRI. 4
- Fluoxetin Dosis lazim
: 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80 mg/hari dalam dosis tunggal atau terbagi.
Kontra Indikasi
: hipersensitif terhadap fluoxetin, gagal ginjal yang berat, penggunaan bersama MAO.
- Sertralin Dosis lazim
: 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200 mg/hr.
Kontra Indikasi
: Hipersensitif terhadap sertralin.
- Citalopram Dosis lazim
: 20 mg/hari, maksimum 60 mg /hari.
Kontra indikasi
: hipersensitif terhadap obat ini.
- Fluvoxamine Dosis lazim
: 50mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya pada malam hari,
19
maksimum dosis 300 mg. - Mianserin Dosis lazim
: 30-40 mg malam hari, dosis maksimum 90 mg/ hari
Kontra Indikasi
: mania, gangguan fungsi hati.
- Mirtazapin Dosis lazim
: 15-45 mg / hari menjelang tidur.
Kontra Indikasi
: Hipersensitif terhadap mitrazapin.
- Venlafaxine Dosis lazim
: 75 mg/hari. Dosis maximal 150-250 mg 1x/hari.
Kontra Indikasi
: penggunaan bersama MAO, hamil dan laktasi, anak < 18 tahun. 4
3. Antidepresan MAO. Inhibitor Monoamin Oksidase (Monoamine Oxidase Inhibitor, MAOI) - Moclobemid Dosis lazim
: 300 mg/ hari terbagi dalam 2-3 dosis dapat dinaikkan sampai dengan 600 mg/ hari .
- Kontra Indikasi
: hipersensitif terhadap moclobemid. 4
c. Electro Convulsive Therapy ( ECT ) ECT adalah terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak. Pengobatan dengan ECT dilakukan sebanyak 5 – 7 kali. Metode terapi semacam ini sering digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai risiko bunuh diri yang besar dan respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik. Pada penderita dengan risiko bunuh diri, ECT menjadi sangat penting karena ECT akan menurunkan risiko bunuh diri dan dengan ECT lama rawat di rumah sakit menjadi lebih pendek. Terapi ini biasanya sangat efektif dan bisa segera meringankan depresi. 3 20
Pada keadaan tertentu tidak dianjurkan ECT, bahkan pada beberapa kondisi tindakan ECT merupakan kontra indikasi. ECT tidak dianjurkan pada keadaan : - Usia yang masih terlalu muda ( kurang dari 15 tahun ) - Masih sekolah atau kuliah - Mempunyai riwayat kejang - Psikosis kronik - Kondisi fisik kurang baik - Wanita hamil dan menyusui. 3
21
BAB III PEMBAHASAN Dari hasil pemeriksaan pada pasien Ny.MM ditemukan adanya gejala-gejala seperti gangguan mood terdepresi (sedih) disertai dengan kehilangan minat selama 2 tahun. Selain itu juga terdapat gangguan tidur, menurunnya kemampuan untuk berpikir dan mengingat serta berkonsentrasi. Gejala tersebut juga disertai dengan adanya halusinasi auditorik berupa perintah untuk keluar rumah. Semua gejala yang ditemukan tersebut menyebabkan pasien saat ini memiliki gangguan dalam fungsi sosial. Sehingga dari semua hasil pemeriksaan tersebut pada pasien dapat ditegakkan diagnosis gangguan atau episode depresif berat dengan gejala psikotik berdasarkan kriteria DSM-IV-TR.2 Diagnosis banding seperti skizofrenia dapat disingkirkan jika merujuk pada kriteria masingmasing penyakit tersebut. Kriteria DSM-IV-TR penurunan fungsi yang bermakna dalam bidang pekerjaan, hubungan interpersonal dan fungsi kehidupan pribadi; pernah menglami gejala psikotik aktif dalam bentuk khas selama periode tersebut; dan tidak ditemui gejala-gejala yang sesuai dengan skizoafektif, gangguan mood mayor, autism atau gangguan organik. Pada kasus ini, kejadian berlangsung lebih dari enam bulan dengan tidak ditemukannya penurunan fungsi yang cukup bermakna, tidak pernah mengalami psikotik aktif dalam bentuk yang khas dan juga disertai dengan gangguan mood mayor. Sehingga diagnosis banding skizofrenia dapat disingkirkan. Pada pasien ini diberikan terapi berupa antipsikotik atipikal berupa risperidone, antidepresan yaitu fridep dan juga obat anti-kolinergik yaitu trihexyphenidil. Obat antipsikotik atipikal ini mempunyai afinitas tinggi terhadap reseptor serotonin (5HT2) dan aktivitas menengah
22
terhadap reseptor dopamin (D2), α1 dan α2 adrenergik, serta histamin. Dengan demikian obat ini efektif baik untuk gejala positif ( halusinasi), maupun gejala negatif (upaya pasien yang menarik diri dari lingkungan). Risperidon dimetabolisme di hati dan diekskresi di urin. Dengan demikian perlu dilakukan pengawasan terhadap fungsi hati. Secara umum risperidon ditoleransi dengan baik. Efek samping sedasi, otonomik, dan ekstrapiramidal sangat minimal dibandingkan obat antipsikosis tipikal. Dosis anjurannya adalah 2-6 mg/hari. Pada pasien ini diberikan dosis 2x2 mg/hari sebagai initial dose. Tablet trihexyphenidyl diberikan jika efek ekstrapiramidal muncul. Gejala tersebut seperti distonia akut, akatisia dan sindrom parkinsonisme (tremor,bradikinesia,rigiditas). Obat ini tergolong obat antikolinergik sehingga efek terhadap gejala ektrapiramidal.Pada pasien ini sudah tepat untuk pengobatan gejala psikotiknya dengan diberikan antipsikotik untuk menghilangkan gejala positif dan negatif yang ada pada pasien. Setraline merupakan merupakan golongan SSRI (selective serotonin reuptake inhibitors). Setraline memiliki mekanisme kerja mempengaruhi kimiawi pada otak yang mungkin menjadi tidak seimbang sehingga dapat menyebabkan gejala depresi, panik, cemas atau obsesifkompulsif. Setraline digunakan untuk menmgobati gangguan depresif mayor, bulimia nervosa, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panic dan gangguan disforik premenstruasi. Setraline ini biasa digunakan bersamaan dengan obat lain seperti olanzapine, atau merlopan yang merupakan antipsikotik atipikal. Kombinasi ini biasa digunakan untuk depresi akibat gangguan bipolar (depresi manik) atau depresi yang telah diberi dua obat lainnya namun tidak berhasil mengatasi gejala.
23
DAFTAR PUSTAKA 1. Kaplan HI, BJ Sadock, JA Grebb. Sinopsis Psikiatri. Jilid 1. Jakarta: Bina Rupa Aksara. 2012 2. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-V. Jakarta : IKJ FK Unika Atma Jaya. 2013 3. Puri BK, dkk. Buku Ajar Psikiatri edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2011 4. Muchid, Abdul. Pharmaceutical care untuk penderita gangguan depresif. Jakarta: Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Depkes RI. 2007
24