LAPORAN KASUS BRONKOPNEMONIA
Disusun Oleh : Clara Elitha 030.12.060
Pembimbing : dr. Lilly Zulkarnain,spA
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT TNI AL DR. MINTOHARDJO PERIODE 18 FEBRUARI 2019 – 26 APRIL 2019 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA
1
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN
Case dengan judul :
“BRONKOPNEMONIA”
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit TNI AL DR. Mintoharjo Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti periode 18 februari 2019 – 26 april 2019
Disusun oleh : CLARA ELITHA 030.12.060
Jakarta,03 Maret 2019 Mengetahui,
dr. Lilly Zulkarnain,spA
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan case yang berjudul “Bronkopnemonia” sebagai salah satu tugas di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit TNI AL DR. Mintoharjo. Dalam penyusunan case ini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada dr. Lilly Zulkarnain,spA sebagai narasumber dan pembimbing, sekalian yang telah ikut memberikan ide, masukan dan kritik dalam penyusunan case ini. Semoga case ini dapat berguna untuk masyarakat dan rekan–rekan dalam bidang kesehatan. Referat ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu diharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca.
Jakarta,
03 Maret 2019 Hormat saya
Clara Elitha
3
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSAL MINTOHARDJO
Dokter Pembimbing : dr. Lilly Zulkarnain,spA
Tanda tangan
:
Nama Mahasiswa
: Clara Elitha
NIM
: 030.12.060
I.
IDENTITAS PASIEN Nama
: An R
Suku Bangsa : Jawa
Umur
: 4 Tahun
Agama
: Islam
Pendidikan
: TK
Jenis Kelamin : Perempuan Alamat
: Jl. Teluk rantai,kelapa gading
ORANG TUA/ WALI AYAH Nama
: Tn. I
Agama
: Islam
Umur
: 38 Tahun
Pendidikan
: S2
Pekerjaan
: Buruh Pabrik
Suku Bangsa : Jawa Alamat
: Jl. Teluk rantai,kelapa gading
Gaji
: Rp. 7.000.000/bln
IBU Nama
: Ny. I
Agama
: Islam
Umur
: 38 Tahun
Pendidikan
: S1
Pekerjaan
: IRT
Suku bangsa : Jawa Alamat
: Jl. Teluk rantai,kelapa gading
Hubungan dengan orang tua : anak kandung
4
II.
ANAMNESIS
Dilakukan alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 08 Maret 2019 KELUHAN UTAMA Demam sejak 3 hari SMRS. KELUHAN TAMBAHAN Batuk berdahak dan pilek 3 hari SMRS ,sesak sejak 1hari SMRS RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT An.R 4thn BB : 13 kg TB : 95cm cm dibawa oleh orangtuanya ke POLI RSAL MTH dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS. Demam tinggi sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam naik turun sepanjang hari disertai batuk kering kemudian berdahak serta pilek. Demam tidak diikuti dengan berkeringat dan menggigil. Batuk lebih sering kambuh saat pasien tidur di malam hari. Dahak berwarna putih tidak bercampur darah Karena batuk bertambah parah, ibu pasien kemudian membawa pasien ke rumah sakit. Ibu pasien mengatakan anak terlihat sesak dan nafasnya terengah-engah serta kepala terangguk angguk saat di poli. Sesak terlihat terus menerus, tidak disertai suara “ngik” atau mengorok. Tidak ada nyeri dada dan tidur dengan 1 bantal,tidak ada penurunan berat badan. Riwayat sehabis beraktivitas disangkal. Riwayat muntah, BAB cair, kejang, dan penurunan kesadaran selama demam disangkal. Riwayat BAK dan BAB normal. Riwayat tersedak disangkal.
5
RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN KEHAMILAN Perawatan Antenatal
Rutin setiap bulan .
Penyakit Kehamilan
Tidak Ada
KELAHIRAN Tempat Kelahiran
Surabaya,Rumah sakit
Penolong Persalinan
Dokter
Cara Persalinan
Normal
Masa Gestasi
10 Bulan Berat Badan : 3250 gram Panjang Badan Lahir : 49 cm
Riwayat kelahiran
Lingkar kepala : tidak tahu Langsung menangis Apgar score : tidak tahu Kelainan bawaan : tidak ada
RIWAYAT PERKEMBANGAN Pertumbuhan gigi pertama
: 8 bulan
Psikomotor Tengkurap
:4
bulan
Duduk
:8
bulan
Berdiri
: 11
bulan
Bicara
: 24
bulan
Berjalan
: 15
bulan
Gangguan Perkembangan
: tidak ada gangguan perkembangan
Perkembangan pubertas
: masih di bawah umur
Kesan Perkembangan
: Tidak ada kesan perkembangan
6
RIWAYAT IMUNISASI VAKSIN
DASAR (umur)
ULANGAN (umur)
BCG
1 bulan
-
-
-
-
-
DPT/ DT
2 bulan
4 bulan
6 bulan
-
-
-
Polio
0 bulan
4 bulan
6 bulan
-
-
-
Campak
-
9 bulan
-
-
-
-
0 bulan
1 bulan
6 bulan
-
-
-
-
15 bulan
-
-
-
-
Hepatitis B MMR
Kesan : Imunisasi dasar pada pasien sudah lengkap, tidak booster karena orang tua tidak mengetahuinya. RIWAYAT MAKANAN Umur (Bulan)
ASI/ PASI
BUAH/
BUBUR
BISKUIT
SUSU
NASI TIM
0–2
ASI
-
-
2–4
ASI
-
-
4–6
ASI
-
-
6–8
ASI
√
√
√
8 – 10
PASI
√
-
√
10-12
PASI
√
-
√
Kesan: pasien mendapatkan ASI ekslusif, ASI dilanjutkan hingga 2 tahun dan dilanjutkan mendapatkan makanan pendamping asi.
7
JENIS MAKANAN
FREKUENSI DAN JUMLAHNYA
Nasi/ pengganti
3x/hari
Sayur
4x/minggu
Daging
2x/minggu
Ayam
2x/minggu
Telur
2x/minggu
Ikan
2x/minggu
Tahu
2x/minggu
Tempe
2x/minggu
Susu (merek/ takaran)
-
Kesan: Frekuensi dan jumlah makanannya bervariasi dan bergizi serta banyak protein.
RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA PENYAKIT
KETERANGAN
PENYAKIT
KETERANGAN
Diare
-
Rubella
-
Otitis
-
Parotitis
-
Radang Paru
-
Tuberculosis
-
Demam Tifoid
-
Kejang
-
Cacingan
-
Ginjal
-
Alergi
-
Demam Berdarah
-
8
Jantung
-
Kecelakaan
-
Darah
-
Operasi
-
RIWAYAT KELUARGA DATA CORAK PRODUKSI No
Tangg
Jenis
Hidup
al lahir Kelamin
Lahir
Abortus Mati
mati
Keterangan
(sebab)
(umur) 1.
12 thn
Laki-laki
Hidup
-
-
-
Hidup
2.
9 thn
Perempuan
Hidup
-
-
-
Hidup
3.
4 thn
Perempuan
Hidup
-
-
-
Pasien
AYAH/ WALI
IBU/ WALI
Perkawinan ke-
1
1
Umur saat menikah
25 Tahun
25 Tahun
Kosanguinitas
-
-
-
-
Keadaan kesehatan/ penyakit bila ada
RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA Riwayat HT (-) Riwayat jantung (-) Riwayat DM (-) Riwayat asma (-) Riwayat atopi (-) Tidak terdapat anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan pasien,keluarga pasien merokok (-).
9
SILSILAH KELUARGA
Keterangan: : Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
DATA PERUMAHAN Kepemilikan rumah: Rumah Pribadi Keadaan rumah: Pasien tingal bersama Ayah dan Ibu, dengan luas rumah 7x7 meter, beratap genteng dan berdinding tembok. Kamar tidur berjumlah 3 , kamar mandi berjumlah 2, terdapat dapur dan ruang makan, ruang tamu, serta teras yang berjumlah 1, ventilasi dan cahaya baik, sumber air PAM. Sampah dibuang ke tempat sampah. Keadaan lingkungan: Rumah berada di lingkungan yang tidak tpadat penduduk. Jarak antara rumah 2m, kondisi lingkungan baik. Aliran got terbuka, lancar tidak tersumbat
10
walaupun hujan lebat tidak pernah banjir dan tempat pembuangan sampah jauh dari rumah dan diangkut oleh petugas kebersihan setiap hari.
Kesan: Kondisi rumah baik, layak huni, kondisi lingkungan baik
III. PEMERIKSAAN FISIK Tanggal
: 08 Maret 2019
Pukul
: 16.00 WIB
PEMERIKSAAN UMUM Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda vital
:
Nadi
: 158x /menit
RR
: 40 x/menit
Saturasi
: 90% : 13 kg
Suhu
: 38,7 0C
TD
: 110/70 mmHg
TB
: 95 cm
Data Antropometri
: BB
Lingkar kepala
:-
Lingkar dada
:-
Lingkar lengan atas
:-
Status gizi
: BB/U : (13/16) X 100%= 81% TB/U : (95/120) X 100%= 100% BB/TB : (13/14) X 100% = 92%
Kesan
: Gizi baik
11
STATUS GENERALIS KEPALA Bentuk dan ukuran
: Normocephali
Rambut dan kulit kepala
: Warna rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut. kulit kepala bersih.
Mata
: Palpebra tidak tampak oedem, konjungtiva tidak pucat, kornea jernih, sklera putih tidak ikterik, pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+
Telinga
: Normotia, liang telinga lapang, tidak terdapat secret,serumen
Hidung
: terdapat sekret,tidak ada deviasi septum, ada nafas cuping,tidak terdapat darah.
Bibir
: Warna merah muda, lembab,sianosis(-)
Mulut
: Mukosa bukal merah muda, tidak ada gusi berdarah,oral hygiene baik.
Gigi-geligi
: tidak ada caries
Lidah
: Normoglotia, lidah tidak kotor.
Tonsil
: T1-T1 tampak tenang, kripta tidak melebar
Faring
: tidak hiperemis,arkus faring simeteris, uvula ditengah
LEHER
: trakea ditengah, tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid, tidak teraba kelenjar getah bening
THORAKS Dinding thoraks I : bentuk dada datar, simetris kanan dan kiri dalam keadaan statis dan dinamis. terdapat retraksi di intracosta dan supsternal.
12
PARU I : bentuk dada datar, simetris kanan dan kiri dalam keadaan statis dan dinamis. terdapat retraksi di intracosta dan supsternal. P : Vocal fremitus sama teraba kuat pada kedua lapang paru. P: Sonor di seluruh lapang paru Batas paru kanan-hepar
: setinggi ICS V linea midklavikularis dextra
Batas paru kiri-gaster
: setinggi ICS VII linea axillaris anterior
A: Suara nafas bronkovesikuler, ronkhi basah halus nyaring +/+ Wheezing -/-
JANTUNG I : Ictus cordis terlihat pada linea midclavicularis sinistra setinggi ICS V P : Ictus cordis teraba pada linea midclavicularis sinistra setinggi ICS V P : Batas kanan jantung
: linea parasternalis dextra setinggi ICS III, IV, V
Batas kiri jantung
: linea midklavikularis sinistra setinggi ICS V
Batas atas jantung
: linea parasternalis sinistra setinggi ICS II
A: Bunyi jantung I-II irama reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop
ABDOMEN I : bentuk datar, simetris, tidak tampak pelebaran vena A : Bising usus terdengar 1-3x menit P : lemas, tidak teraba massa, nyeri tekan -,hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor kulit normal. P: timpani pada empat kuadaran abdomen, tidak ada shifting dullness, tidak ada nyeri ketok ANUS Tidak ada kelainan.
13
GENITAL Jenis kelamin perempuan. ANGGOTA GERAK Akral hangat, tidak terdapat oedem dan sianosis pada keempat ekstremitas, turgor kulit baik, CRT <2detik
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS Refleks fisiologis : Biceps +/+ , Triceps +/+ , Patella +/+ , Achilles +/+ Refleks patologis : Babbinski -/- , Chaddok -/- , Schaeffer -/- , Gordon -/Tanda rangsang meningeal (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Hematologi darah rutin: 08 Maret 2019 PEMERIKSAAN
HASIL
NILAI RUJUKAN
Leukosit
5.000/μL
5.000-10.000/μL
Eritrosit
4,25 juta /μL
4,2-5,4 juta/μL
Hemoglobin
10,3 g/dL
10,3-15,6 g/dL
Hematokrit
33 %
33-45%
Trombosit
234.000/μL
150.000-450.000/μL
LED
61 mm/jam
< 20mm/jam
HITUNG JENIS
HASIL
NILAI RUJUKAN
Basofil
0%
0-1%
Eosinofil
2%
0-5%
14
Neutrofil Batang
0%
2-6 %
Neutrofil Segmen
67%
50-70 %
limfosit
29%
20-40%
Monosit
2%
2-8 %
ANALISIS GAS DARAH
HASIL
NILAI RUJUKAN
pH
7.292 %
7.35-7.45 %
PCO2
27.1 mmHg
32-48 mmHg
PO2
55.5 mmHg
83-108 mmHg
HCO3 act
12.6 mmol/L
21-28 mmol/L
HCO3 std
14.7 mmol/L
BE (ecf)
-13.6 mmol/L
-2-3 mmol/L
SBE
-12.1 mmol/L
-3-3 mmol/L
ct CO2
13.4 mmol/L
23-27 mmol/L
An Gap
28.1 mmol/L
O2 SAT
83.0 %
95-98 %
O2 Ct
12.0
ml/dl
ELEKTROLIT
HASIL
NILAI RUJUKAN
Natrium (Na)
134 mmol/L
132-145 mmol/L
Kalium (K)
3,69 mmol/L
3.1-5.1 mmol/L
Clorida (C)
97 mmol/L
96-111 mmol/L
Kesan: Secara umum dari hasil pemeriksaan hematologi rutin didapatkan adanya leukosit normal dan didapatkan peningkatan LED 61mm/jam Netrofil batang 0%
dan
asidosis metabolik, penurunan pH 7,292%
PO2 55.5 mmHg PCO2 27.1 mmHg , HCO3 12.6 mmol/L, BE -13.6 mmol/L.
15
FOTO THORAKS : - Jantung besar dan bentuk normal - Corakan bronkovaskular normal - Bercak kesuraman minimal di paru kanan - Sinus costofrenikus dan diafragma baik - Kostae dan tulang baik. Kesan : Bronkopnemoni kanan
V. RESUME An.R 4thn BB : 13 kg TB : 95cm cm dibawa oleh orangtuanya ke POLI RSAL MTH dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS. Demam tinggi sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam naik turun sepanjang hari disertai batuk kering kemudian berdahak serta pilek. Batuk lebih sering kambuh saat pasien tidur di malam hari. Dahak berwarna putih. Karena batuk bertambah parah, ibu pasien kemudian membawa pasien ke rumah sakit. Ibu pasien mengatakan anak terlihat sesak dan nafasnya terengah-engah serta kepala
16
terangguk angguk saat di poli. Sesak terlihat terus menerus. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, status gizi baik, tekanan darah 110/70 mmhg, nadi 158x /menit suhu 38,7 0C rr 40 x/menit, 90%. Pada status generalis hidung terdapat sekret dan nafas cuping hidung ,terdapat retraksi intarcosta dan suprasternal, suara nafas bronkovesikuler, ronkhi basah halus nyaring +/+ . Secara umum dari hasil pemeriksaan hematologi rutin didapatkan adanya leukosit normal dan didapatkan peningkatan LED 61mm/jam Netrofil batang 0% dan
asidosis metabolik, penurunan pH 7,292% PO2
PCO2 27.1 mmHg , HCO3 12.6 mmol/L, BE -13.6
55.5
mmol/L.
dan
mmHg pada
foto thoraks terdapat bercak kesuraman minimal pada paru kanan kesan bronkopnemonia kanan.
VI. DIAGNOSIS
Bronkopnemonia
VII.DIAGNOSIS BANDING
Bronkiolitis
VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pewarnaan gram dan kultur sputum,kultur darah.
Pemeriksaan serologi
C-reaktif Protein (CRP)
IX. PROGNOSIS
Ad vitam
: ad bonam
Ad functionam
: ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
X. PENATALAKSANAAN Medikamentosa : Observasi tanda-tanda vital. O2 2L/menit 17
Infus RL 14 tpm Ceftriaxon 1x1,5mg/Taxegram(cefotaxim)2x500mg Dexametason 3x2mg puyer (Salbutamol 0,65 /Ambroxol 6,5) 3x1 Paracetamol 3x 150mg
XI.
RESUME TINDAK LANJUT An.R 4thn BB : 13 kg TB : 95cm cm dibawa oleh orangtuanya ke POLI
RSAL MTH dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS. Demam tinggi sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam naik turun sepanjang hari disertai batuk kering kemudian berdahak serta pilek. Batuk lebih sering kambuh saat pasien tidur di malam hari. Dahak berwarna putih. Karena batuk bertambah parah, ibu pasien kemudian membawa pasien ke rumah sakit. Ibu pasien mengatakan anak terlihat sesak dan nafasnya terengah-engah serta kepala terangguk angguk saat di poli. Sesak terlihat terus menerus. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, status gizi baik, tekanan darah 110/70 mmhg, nadi 140x /menit suhu 38,7 0C rr 40 x/menit, 90%. Pada status generalis hidung terdapat sekret dan nafas cuping hidung ,terdapat retraksi intarcosta, Suara nafas bronkovesikuler, ronkhi basah halus nyaring +/+ Secara umum dari hasil pemeriksaan hematologi rutin didapatkan adanya leukosit normal dan didapatkan peningkatan LED 61mm/jam Netrofil batang 0% dan asidosis metabolik, penurunan pH 7,292%
PO2
55.5
PCO2 27.1 mmHg , HCO3 12.6 mmol/L, BE -13.6
mmol/L.
dan
mmHg pada
foto thoraks terdapat bercak kesuraman minimal pada paru kanan kesan bronkopnemonia kanan. Tatalaksana awal pada pasien ini adalah Observasi tanda-tanda vital
pemasangan
O2
2L/menit,Infus
RL
14
1x1,5mg/Taxegram(cefotaxim)2x500mg,Dexametason
tpm,
Ceftriaxon
3x2mg,Salbutamol
0,65 /Ambroxol 6,5 puyer (3x1),Paracetamol 3x 150mg.
18
Pada hari kedua secara klinis masih demam namun sudah menurun dan batuk berdahak dan sesak. TD : 100/70 Suhu 37,4 oC Nadi: 132 x/mnt, RR: 33x/mnt saturasi 99% terpasang oksigen. Pada pemeriksaan fisik tidak ada retraksi dada,tidak ada nafas cuping hidung namun ronki basah halus masih terdengar. Kemudian terapi dilanjutkan dengana tambahan nebulizer + ventolin 2x1. Pada hari ketiga perawatan pasien demam sudah turun, batuk dan sesak berkurang. TD : 110/70 suhu 36.4oC, N: 108 x/mnt, RR: 26x/mnt saturasi 97% Pada pemeriksaan fisik tidak ada retraksi dada,tidak ada nafas cuping hidung,tidak ada ronki. 02 di berikan jika perlu dan terapi lain dilanjutkan. Pada hari keempat perawatan pasien demam (-) batuk berkurang dan sesak(-).TD : 110/75 Suhu 37,6 oC Nadi: 110 x/mnt, RR: 24x/mnt saturasi 98% . Pada pemeriksaan fisik tidak ada retraksi dada,tidak ada ronki. kemudian pasien di perbolehkan pulang dengan obat pulang sporetik 2x50mg, salbutamol kapsul 3x2mg ,pct 3x150mg.
19
Tanggal
10/03/2019
Pada hari kedua secara klinis
Pada hari keempat demam (-) batuk berkurang dan sesak(-).
dan sesak.
Pada hari ketiga perawatan pasien demam sudah turun, batuk dan sesak berkurang.
KU : tampak sakit sedang
KU : baik
KU : baik
Kes : CM TD : 100/70 Suhu Kes : CM
Kes : CM
Perawatan
S
masih demam namun sudah menurun dan batuk berdahak
O
11/03/2019
09/03/2019
o
37,4 C Nadi: 132 x/mnt, RR: TV 33x/mnt
saturasi
99% TD
:
110/70
suhu
o
C Nadi: 110 x/mnt, RR:
36.4oC, N: 108 x/mnt, 24x/mnt saturasi 98%
terpasang oksigen. Mata:
TD : 110/75 Suhu 37,6
konjungtiva
tidak RR: 26x/mnt saturasi Mata: konjungtiva tidak
pucat, kornea jernih, sklera 97%
pucat,
kornea jernih,
putih tidak ikterik Telinga: Mata: konjungtiva tidak sklera putih tidak ikterik normotia Hidung : tdk ada pucat,
kornea jernih, Telinga:
normotia
secret nafas cuping hidung (-) sklera putih tidak ikterik Hidung : tdk ada secret Mulut: merah muda, Leher: Telinga:
normotia nafas cuping hidung (-)
KGB tidak teraba. Thoraks: Hidung : tdk ada secret Mulut:
merah
muda,
retraksi (-) BJ I-II reg, rSN nafas cuping hidung (-) Leher:
KGB
tidak
bronkovesikuler
Wh-/- Mulut:
merah
muda, teraba. Thoraks: retraksi
Rh+/+
Leher:
KGB
tidak (-) BJ I-II reg, rSN
Abdomen: BU terdengar ,NT
teraba. Thoraks: retraksi bronkovesikuler , Wh-/-
epigastrium tidak ada
(-) BJ I-II reg, rSN Rh-/-
Ekstremitas:
,
akral
hangat, bronkovesikuler , Wh-/- Abdomen: BU terdengar
tidak oedem
Rh-/-
,NT epigastrium tidak
Lab:
Abdomen: BU terdengar
ada
Tidak diperiksa
,NT epigastrium tidak
Ekstremitas:
ada
hangat, tidak oedem
Ekstremitas:
akral
akral Lab:
hangat, tidak oedem
Tidak diperiksa
Lab: Tidak diperiksa bronkopnemonia
bronkopnemonia
bronkopnemonia
A
20
P
Observasi tanda-tanda
vital
• Pasien
Observasi tandatanda vital
pemasangan
O2
2L/menit,
pemasangan
di
perbolehkan pulang dengan
O2
2L/menit k/p
obat
pulang
infus RL 14 tpm,
infus RL 14 tpm,
sporetik
Ceftriaxon
Ceftriaxon
2x50mg,
1x1,5mg/Taxegram(cef
1x1,5mg/Taxegra
salbutamol
otaxim)2x500mg
m(cefotaxim)2x50
kapsul
Dexametason 3x2mg,
0mg
,pct 3x150mg.
Salbutamol
0,65
(3x1),
Dexametason 3x2mg,
/Ambroxol 6,5 puyer
0,65 6,5
Paracetamol 3x 150mg.
/Ambroxol
Nebulizer
puyer (3x1),
2x1
Salbutamol
+ventolin
3x2mg
Paracetamol
3x
150mg.
•
Nebulizer +ventolin 2x1
XII.
ANALISA KASUS
An.R 4thn BB : 13 kg TB : 95cm dibawa oleh orangtuanya ke POLI RSAL MTH dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS. Demam tinggi sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam naik turun sepanjang hari disertai batuk kering kemudian berdahak serta pilek. Batuk lebih sering kambuh saat pasien tidur di malam hari. Dahak berwarna putih. Karena batuk bertambah parah, ibu pasien kemudian membawa pasien ke rumah sakit. Ibu pasien mengatakan anak terlihat sesak dan nafasnya terengah-engah serta kepala terangguk angguk saat di poli. Sesak terlihat terus menerus. Pada pasien ini, keluhan sesak napas didahului oleh batuk yang disertai dengan demam sehingga dipikirkan adanya suatu infeksi. Dalam kasus ini, masalah utama pasien sehingga pasien dirawat adalah sesak nafas.
21
Sesak nafas terjadi karena berbagai hal, diantaranya adalah adanya gangguan mekanik terhadap proses ventilasi (obstruksi aliran nafas, gangguan pengembangan paru, dan dinding dada/ diafragma), kelemahan pompa nafas, peningkatan respiratory drive (hipoksemia dan asidosis metabolik), ventilasi inadekuat (destruksi kapiler/ emfisema dan obstruksi pembuluh darah besar/ emboli paru), dan disfungsi psikologik (somatisasi, ansietas, dan depresi).1 Berbagai macam kemungkinan etiologi dari sesak nafas di atas dapat disimpulkan karena adanya gangguan dari satu atau beberapa organ, misalnya akibat jantung, paru-paru, hati, dan ginjal. Namun setiap organ tersebut memiliki beberapa perbedaan mengenai keadaan sesak nafas. Jantung dapat menimbulkan sesak nafas pada penderitanya yang bisa diikuti dengan keadaan sianotik maupun asianotik, dan biasanya sesak nafas karena jantung akan semakin berat dirasakan karena adanya aktivitas yang semakin berat menjadi faktor resiko. Sesak nafas yang ditimbulkan karena jantung dapat diikuti dengan adanya bunyi jantung tambahan (murmur ataupun gallop).2 Sesak nafas karena paru-paru disebabkan karena berbagai macam hal, diantaranya karena adanya obstruksi pada jalan nafas dan adanya faktor-faktor tertentu yang menyebabkan paru-paru/alveoli gagal mengembang dengan sempurna
(kekurangan
surfaktan
atau
adanya
desakan
dari
rongga
abdomen/jantung). Sesak nafas pada paru paru tidak tergantung pada berat ringannya aktivitas seseorang dan terkadang sesak nafas yang berat akibat paruparu bisa menimbulkan seseorang menjadi sianotik. Sesak nafas yang ditimbulkan karena paru dapat diikuti dengan adanya bunyi nafas tambahan, seperti ronkhi (basah/kering) ataupun wheezing. Berbeda dengan sesak nafas yang timbul akibat hati ataupun ginjal, sesak nafas yang timbul akibat kedua organ ini merupakan komplikasi yang timbul akibat adanya gangguan metabolisme (asidosis metabolik) yang berakibat ke paru sehingga timbul sesak nafas.2 Pada pasien ini tidak ditemukan adanya bunyi jantung tambahan (murmur/gallop), tidak pula ditemukan adanya asidosis metabolik (asites pada abdomen) ataupun gangguan pada ginjal (edema pada tungkai/palpebra). Pada
22
pasien ini ditemukan adanya bunyi nafas tambahan, ronkhi halus nyaring yang ditemukan pada seluruh lapang paru-paru penderita. Alasan diagnosis bronkopneumonia dapat ditegakkan karena pada pasien ditemukan 4 dari 5 gejala berdasarkan kriteria diagnosis sesuai dengan teori Bradley et al., 2011 yaitu didapatkan sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada, Ronkhi basah sedang nyaring (crackles), Foto thorax menunjukkan gambaran bercak kesuraman.
3,2
Bronkhopneumonia merupakan salah satu bagian
dari penyakit Pneumonia. Bronchopneumonia (penumonia lobularis) adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah dari parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, 2
virus, jamur, dan benda asing. Bronkhopneumonia adalah peradangan paru, biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen
membentuk
bercak-
bercak
konsolidasi
di
lobulus
yang
bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer.
2
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan risiko kematian yang tinggi. Sedangkan di Amerika, pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak dibawah umur 2 tahun. Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang 1
maupun yang sudah maju. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E. Coli, Pseudomonas sp., atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh
23
infeksi Streptococus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylococcus aureus. Sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumonia dan paling sering pada usia 4bulan-5 tahun Chlamydia Pneumonia sedangkan virusAdenovirus,Virus Influenza,Virus Parainflueza,Rhinovirus.1 Khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400 C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif 4,2 Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, status gizi baik, tekanan darah 110/70 mmhg, nadi 140x /menit suhu 38,7 0C rr 40 x/menit, 96% (terpasang oksigen). Pada status generalis hidung terdapat sekret dan nafas cuping hidung ,terdapat retraksi intarcosta, Suara nafas bronkovesikuler, ronkhi basah halus nyaring +/+ . Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagianbagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. 5 Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua. Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head bobbing”, yang dapat diamati
24
dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegak lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada “head bobbing”,
adanya
kerusakan
sistem
saraf
pusat
dapat
dicurigai.5
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi. 5 Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris. Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring. Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 2002000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka. 5 Secara umum dari hasil pemeriksaan hematologi rutin didapatkan adanya leukosit normal dan didapatkan peningkatan LED 61mm/jam Netrofil batang 0% dan asidosis metabolik, penurunan pH 7,292% PO2 55.5 mmHg PCO2 27.1 mmHg , HCO3 12.6 mmol/L, BE -13.6 mmol/L. Pada foto thoraks terdapat bercak kesuraman minimal pada paru kanan kesan bronkopnemonia kanan. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat jumlah leukosit normal. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000/mm3 dengan neutrofil yang predominan. dan Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia (Pao2<50-
25
60mmHg, SaO2 <90% PaO2 <60 mmHg)
pada stadium lanjut dapat terjadi
asidosis metabolik. Asidosis metabolic ringan dapat menyertai hipoksia yang mengakibatkan akumulasi asam laktat dan asam asam organic lain dalam cairan ekstraseluler. Penurunan PaCO2 (hipokapnia) menyebabkan dua efek yang bertentangan dalam persamaan asam basa.17 Dalam jangka pendek terjadi peningkatan pH dan penurunan HCO3 plasma akibat dari dapar jaringan, sedangkan dalam jangka panjang, (setelah 6-72 jam) ekskresi asam oleh ginjal akan dihambat, yang mengakibatkan penurunan konsentrasi HCO3 plasma dan pH darah 7,8 Gambaran
radiologis
mempunyai
bentuk
difus
bilateral
dengan
peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah.
5
Sedangkan pada bronkiolitis gambaran khas ditemukan adanya penebalan peribronkial dan sering terdapat atelektasis subsegmental.1 Tatalaksana awal pada pasien ini adalah Observasi tanda-tanda vital pemasangan
O2
2L/menit,
Infus
RL
14
tpm,
Ceftriaxon
1x1,5mg/Taxegram(cefotaxim)2x500mg,Dexametason 3x2mg,Salbutamol 0,65 /Ambroxol 6,5 puyer (3x1),Paracetamol 3x 150mg. Menurut WHO Berdasarkan 9
pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan: 1.
Bronkopneumonia sangat berat: bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.
2.
Bronkopneumonia berat: bila dijumpai retraksi tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.
3.
Bronkopneumonia: bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat yakni >60 x/menit pada anak usia kurang dari dua bulan; >50 x/menit pada anak usia 2 bulan-1 tahun; >40 x/menit pada anak usia 1-5
26
tahun.
4.
Bukan bronkopneumonia: hanya batuk tanpa adanya gejala dan tanda seperti di atas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotik.
Diagnosis pasti dilakukan dengan.
Terapi yang diberikan pada pasien O2, terapi cairan, antipiretik, dan
antibiotik. O2 diberikan sebesar 2 lt/menit. Berdasarkan pedoman pelayanan medis World Health Organization (WHO), pasien dengan saturasi oksigen <92% pada saat bernapas dengan udara ruangan harus diberikan oksigen dengan kanul nasal atau sungkup untuk mempertahankan saturasi oksigen >92%,frekuensi nafas 60x/menit atau lebih, merintih setiap kali bernafas untuk bayi muda, dan adanya head nodding (anggukan kepala) gagal jantung,anemia berat,syok septik,penyakit saraf aku,tanda darurat. Pemberian O2 melalui nasal pronge yaitu 1-2l/menit atau 0,5l/menit untuk bayi muda. Pemberian O2 melalui kateter nasal yaitu 1-6L/menit untuk memberikan konsentrasi O2 24-44%.Pemberian O2 melalui sungkup biasa yaitu 5-8 l/menit untuk memberikan konsentrasi oksigen 40-60%.Serta pemberian O2 melalui sungkup reservoir yaitu 6-10 l/menit untk memberikan konsentrasi oksigen 60-99%agar tidak terjadi penumpukan CO2. Oksigen diberikan untuk mengatasi hipoksemia, menurunkan usaha untuk bernapas, dan mengurangi kerja miokardium. Pada kasus ini saturasi oksigen pasien hanya 90% ditambah dengan adanya tanda-tanda distress pernapasan yaitu nafas cuping hidung, retraksi dinding dada bagian bawah. Terapi cairan yang diberikan pada pasien ini yaitu infus RL sebanyak 14 tetes/ menit. RINGER LAKTAT merupakan larutan infus untuk memelihara keseimbangan atau mengganti elektrolit dan cairan tubuh. Terapi cairan diberikan sebagai pengganti kebutuhan kalori yang tidak bisa 10
didapatkan oleh pasien bronkopneumonia secara oral. Pemberian Ceftriaxon 1x1,5mg/Taxegram(cefotaxim)2x500mg sudah tepat. Antibiotik yang direkomendasikan antibiotik spektrum luas seperti kombinasi betalaktam/klavulanat dengan aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ketiga Ceftriaxone dan Cefotaxime dan cefixime merupakan antibiotik
27
sefalosoprin generasi ketiga dengan aktivitas yang lebih luas terhadap bakteri gram negatif, juga aktif terhadap kokus gram positif.4 Meskipun Ceftriaxone memiliki aktivitasnya lebih rendah terhadap organisme gram positif tetapi keberhasilan yang lebih tinggi terhadap organisme resisten. Dosis ceftriaxone yaitu 50- 100 mg/kgBB/hari.,sefotaksim dosis dewasa : 1-2g/6-12 jam dan dosis anak 50-200mg/kg/h dalam 4-6 dosis. 11,12 Sedangkan untuk mengatasi demamnya pasien diberikan antipiretik parasetamol yang diberikan selama pasien demam. Dosis yang digunakan adalah 10-15 5
mg/kgBB/kali pemberian. Dapat diulang pemberiannya setiap 4-6 jam. Salbutamol merupakan suatu obat agonis beta- 2 adrenegik yang selektif terutama pada otot bronkus. Salbutamol menghambat pelepasan mediator dari pulmonary mast cell.
1
Dosis salbutamol 0,05-0,1mg/kgBB setiap 6-8 jam Oral : 1
mg/kgBB/dosis (<1thn), 2 mg/kgBB/dosis (1-4thn) per hari atau per 6-8 jam. Ambroksol merupakan mukolitik, bekerja untuk mengencerkan dahak/sekret pada saluran pernafasan dan dengan reflek batuk, diharapkan mukus/sekret dapat 1
dikeluarkan.dosis Ambroxol 1,2-1,6 mg/kgBB/2 dosis/oral Kemudian pada hari ke2 di berikan nebulizer. Terapi nebulisasi bertujuan untuk memberikan kelembapan pada membrane mukosa dan mengurangi sesak akibat penyempitan jalan nafas atau bronkospasme akibat hipersekresi mucus namun jika humidifikasi tidak adekuat dapat menyebabkan sepsis staphylococcus. Pemberian Dexametason disini berfungsi sebagai anti inflamasi nya. Idientifikasi kuman penyebab pneumonia. Identifikasi kuman penyebab 1
dapat dilakukan melalui: a. Kultur sputum/bilasan cairan lambung b. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus c. Deteksi antigen bakteri
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain inhalasi langsung
28
dari udara; aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring; 5,6
perluasan langsung dari tempat lain; dan penyebaran secara hematogen. CRP adalah suatu protein fase akut yang disisntesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin, terutama IL-6, IL-1 da TNF. Meskipun fungsi pastinya belum diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel rusak, secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeki virus dan bakteri, atau infeksi superfisial atau profunda. Uji serologik untuk mendateksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik, namun bakteri atipik sepert Mycoplasma dan chlamydia tampak peningkatan antibodi IgM dan IgG.5,6 Bronkhopneumonia dalam perjalanan penyakitnya akan menjalani beberapa 13
stadium, yaitu: 1. Stadium kongesti (4-12 jam pertama). Mengacu pada peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler. Ini terjadi akibat pelepasan mediator peradangan dari sel mast. Mediator tersebut mencakup histamin dan prostagladin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen bekerjasama dengan histamin dan prostagladin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini menyebabkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitial sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus, yang meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. • Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya).
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan 29
pada perabaan seperti hepar. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit netrofil, eksudat, dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.
• Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari). Lobus masih tetap padat dan warna merah berubah menjadi pucat kelabu terjadi karena sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis pneumococcus, kapiler tidak lagi kongestif.
• Stadium resolusi (7-11 hari).
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan dan eksudasi lisis. Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang. Proses kerusakan yang terjadi dapat di batasi dengan pemberian antibiotik sedini mungkin agar sistem bronkopulmonal yang tidak terkena dapat diselamatkan.
13 Pada pasien didapatkan keluhan berupa batuk, nafas cuping hidung dan retraksi intercostals sehingga diagnosis banding dari pasien adalah Bronkiolitis. Bronkiolitis adalah penyakit infeksi respiratorik akut (IRA)-bawah yang ditandai dengan adanya inflamasi pada bronkiolus umumnya infeksi tersebut disebabkan oleh virus. Secara klinis ditandai dengan episode pertama wheezing setelah sebelumnya muncul gejala awal infeksi respiratori atas seperti pilek ringan, batuk kuat dan demam . Diagnosis banding bronkiolitis dapat disingkirkan karena pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan gejala khas obstruksi saluran respiratori bawah yaitu gejala ekspirasi memanjang hingga wheezing.11 Pada pasien didapatkan keluhan berupa batuk sehingga diagnosis banding dari pasien adalah Bronkhitis, bronkhitis adalah proses inflamasi selintas akibat virus maupun bakteri yang mengenai trakea, bronkus utama menengah yang bermanifestasi sebagai batuk. Bronkitis akibat virus biasanya bersifat akut mengikuti gejala-gejala infeksi respiratori seperti rhinitis dan faringitis12 . Batuk
30
biasanya muncul 3-4 hari setelah rhinitis. Batuk bersifat kering dan keras. Pada bronkhitis akibat bakteri biasanya terjadi pada anak diatas 5 tahun atau remaja, invasi bakteri ke bronkus dapat merupakan infeksi sekunder setelah terjadi kerusakan mukosa oleh infeksi virus sebelumnya . Diagnosis banding bronkhitis dapat disingkirkan karena pasien mengalami batuk kronis dengan riwayat rhinitis dan faringitis disangkal. Prognosis pada kasus bronkopneumonia pada pasien ini baik, umumnya penderita bahkan dapat sembuh spontan dalam 2-3 minggu dengan pemberian antibiotika yang adekuat. Pada pasien, berdasarkan gambaran klinis selama perawatan mula membaik. Keluhan juga telah berkurang secara berangsur-angsur. Hal ini ditandai dengan batuk yang sudah mulai menghilang, demikian pula dengan retraksi yang berkurang serta pernapasan cuping hidung sudah mulai menghilang. Namun perlu diperhatikan adanya kemungkinan lain sesak pada pasien yang diduga memiliki penyakit jantung bawaan. Prognosis penderita ini baik karena pada pasien ini telah dilakukan pengobatan yang adekuat serta belum ada tanda-tanda yang mengarah pada komplikasi. Manajemen non farmakologi berupa edukasi pada keluarga pasien tentang penyakit bronkopneumonia dan adanya faktor predisposisi riwayat prematur, memberikan dukungan pada keluarga untuk meningkatkan status gizi pasien supaya daya tahan tubuh pasien bertambah. 12 Intervensi terhadap faktor internal dan eksternal penting untuk dilakukan. Edukasi kepada ibu dan anggota keluarga pasien yang tinggal 1 rumah mengenai penyakit pasien berupa bronkopneumonia erat kaitannya dengan kebersihan udara sekitar. Keluarga diharapkan memahami pentingnya memberi perhatian pada pasien bila pasie mengalami batuk pilek. Evaluasi follow up diperoleh hasil sebagai berikut: Pertama, keluhan sesak pasien berkurang. Ditandai respiratoy rate pasien berkurang, dan retraksi dada serta nafas cuping hidung pasien hilang.12 Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran secara hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi. Komplikasi
31
pada
anak
meliputi
empiema,
perikarditis,
pneumotoraks,atau
infeksi
ektrapulmoner seperti meningtis purulenta. Empiema merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri.1
32
DAFTAR PUSTAKA 1. Rahajoe NN, Supriyatno B, dan Setyanto DB. Buku ajar respirologi anak. Edisi ke- 1. Jakarta: IDAI; 2010. 2. Price SA. Pathophysiology: clinical concepts of disease processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Edisi ke-4. Jakarta : EGC; 1994. hlm. 127-32. 3. Dahlan Z. Ilmu penyakit dalam. Edisi ke-2. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000. hlm. 263-74. 4. Bradley JS, Byington CL, Shah SS, Alverson B, Carter ER, Harrison C, et al. The management of community-acquired pneumonia in infants and children older than 3 months of age : clinical practice guidelines by the pediatric infectious diseases society and the infectious diseases society of America. Clin Infect Dis. 2011; 53 (7):617-30. 5. Bennett NJ. Pediatric pneumonia [Internet]. c2013 [cited 2013 Feb 17]. Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/967822-
overview# aw2aab6b2b5aa. 6. Latief A. Gangguan keseimbangan asam basa Dalam: Trihono PP, Purnamawati S, Syarif DR, Hegar B, Gunardi H, Oswari H, dkk. Hot topics in pediatrics, penyunting. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLV Jakarta. BL FKUI 2001. h. 146-61 7. Krapf R, Beeler I, Hertner D, Hulter HN, Chronic respiratory alkalosis, the effect of sustained hyperventilation on renal regulation of acid-hase equilibrium N Engl J Med 1991; 324:1394-401. 8. Gardner WN. The patophysiology of hyperventilation 140 Vol. 4, No. 3, Desember 2002 disorders. Chest 1996; 109:516-34 9. Hudoyo A. Bronkopneumoni [internet]. [Disitasi 2014 Sep 17]. Tersedia dari:http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/13/a0c5c46942a77a3619e1 c23c169.pdf 10. Hegar, Badriul. Pedoman pelayanan medis. Jakarta: IDAI; 2010. 11. Ikatan Dokter Anak Indonesia.Panduan pelayanan medis ilmu kesehatan anak.Jakarta: IDAI; 2012. hlm.333-47.
33
12. Nelson. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15. Jakarta: EGC; 2011. hlm. 310-18. 13. Mason RJ, Broaddus VC, Martin T, King TE, Schraugnagel D, Murray JF, et al. Murray and Nadel’s text book of respiratology medicine volume
1. Edisi ke-1. Netherland: Elseiver Saunders; 2005.
34