Lapkas Asma Dr Desi Word Bobby.docx

  • Uploaded by: Apheloe
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapkas Asma Dr Desi Word Bobby.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,760
  • Pages: 23
BAB I STATUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien Nama

: An. M.R.

Ruang Perawatan

: Pav. Badar

Umur

: 4 tahun 7 bulan

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Kemayoran

Masuk RS

: 24 Januari 2019

No. Kamar

:9

1.2 Anamnesis a. Keluhan Utama Sesak napas sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit. b. Keluhan Tambahan Batuk berdahak, pilek, demam, mual, muntah, nafsu makan menurun. c. Riwayat Penyakit Sekarang Os (orang sakit) datang dengan keluhan sesak napas sejak 5 jam SMRS (sebelum masuk rumah sakit). Napas semakin memberat, napas seperti engap-engapan. Sesak napas yang dirasakan disertai bunyi napas “ngik-ngik”. Sesak napas dikatakan lebih baik bila dalam keadaan duduk dan pasien merasakan sesak napas lebih berat dalam keadaan berbaring. Os sempat dibawa ke IGD RSIJ 2 jam yang lalu dan diberikan nebulizer (uap) dengan combivent, setelah dinebulizer keadaan Os membaik dan dipulangkan. Namun 2 jam kemudian sesaknya kembali muncul. Keluhan sesak disertai dengan batuk berdahak dan pilek sejak 1 hari SMRS. Os juga sering batuk berulang, batuknya sering, dahaknya sulit dikeluarkan, durasinya lama, dan memberat sesaat sebelum 1

sesak. Sesekali dahak dapat dikeluarkan dan diketahui dahak dan pilek dikatakan berwarna putih kekuningan dan sedikit lengket. Selain batuk pilek Os juga mengeluhkan demam sejak 2 hari yang lalu. Demamnya hilang timbul dan tidak tinggi mendadak melainkan hanya hangat. Saat diberikan paracetamol demam sempat hilang, namun saat malam hari demam kembali muncul. Orangtua Os menambahkan Os juga mengalami mual dan muntah sebanyak 2x sejak pagi hari tadi sekitar jam 10:00 SMRS. Muntah berisi makanan beserta lendir. Os juga mengeluhkan nafsu makan dan minumnya berkurang dari biasanya. d. Riwayat Penyakit Dahulu 

Os memiliki riwayat Asma.



Riwayat kejang demam disangkal.



Riwayat TB disangkal.

e. Riwayat Penyakit Keluarga 

Nenek memiliki riwayat asma

f. Riwayat Pengobatan Os sudah berobat ke IGD RSIJ 2 jam yang lalu, namun sesak kembali muncul. g. Riwayat Kehamilan Ibu Os rutin ANC ke dokter kandungan, dan ibu Os tidak pernah sakit saat hamil. h. Riwayat Persalinan 

Melahirkan

: Normal



BBL

: 3500 gram



PBL

: 50 cm



Keadaan

: Sehat, menangis, riw. kuning (-)

i. Pola Makan Kuantitas : Os biasanya makan 3xsehari dengan porsi normal, namun saat sakit Os makan tetap 3 kali sehari tetapi hanya 3 sendok makan. Kualitas : Os tetap makan 4 sehat 5 sempurna sepeti biasanya.

2

j. Riwayat Imunisasi

Kesan

: Imunisasi dasar lengkap sesuai usia, namun Imunisasi dasar

lanjutan tidak

k. Riwayat Tumbuh Kembang Tengkurap

: 4 bulan

Tumbuh gigi : 10 bulan Duduk

: 7 bulan

Bicara

: 12 bulan

Berdiri

: 11 bulan

Berjalan

: 12 bulan

Kesan

: Perkembangan sesuai usia.

l. Riwayat Alergi Os memiliki riwayat alergi terhadap debu..

m. Riwayat Psikososial  Tinggal bersama keluarga inti di rumah  Lingkungan rumah padat penduduk 3

1.3 Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Composmentis

GCS

: E = 4, V=5, M=6

Antropometri (Kurva CDC) BB :16kg TB : 105cm Status Gizi (Interpretasi menggunakan Kurva CDC) BB/U TB/U

= 17/20x100%= 85% : Gizi Baik = 115/115x100% = 100% : Gizi Baik

BB/TB = 17/20x100%= 85%: Gizi Baik Kesan : Gizi Baik

Tanda Vital Nadi

: 98 kali/menit

RR

: 28 kali/menit

Suhu

: 37ºC

Status Generalis -

Kepala

: Normocephal

-

Wajah

: Simetris kanan = kiri

-

Rambut

: Hitam, lurus, tidah mudah dicabut (tidak rontok).

-

Mata

: Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), cekung (-)

refleks cahaya (+/+). -

Hidung

: Pernapasan cuping hidung (-/-), darah (-/-), sekret (+/+)

-

Telinga

: Normotia, serumen (-/-).

-

Mulut

: Lembab (+), Stomatitis (-), Lidah Kotor (-), Perdarahan Gusi (-

), Bernapas melalui mulut (+) -

Tenggorokan

: Faring hiperemis (-), Tonsil (T1/T1), permukaan rata dan licin.

-

Leher

: Pembesaran KGB(-/-) Pembesaran kelenjar tiroid (-/-).

-

Thorax 4

Pulmo Inspeksi

: Normochest, Pergerakan dinding dada simetris, Takipneu, Retraksi dinding dada

Palpasi

: Vocal fremitus sama pada kedua lapang paru.

Perkusi

: Sonor pada kedua lapang paru.

Auskultasi

: vesikuler (-/-), Ronkhi (-/-), Wheezing (+/+) ekspirasi

Jantung: Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba

Perkusi

: Redup Batas Jantung Kanan : ICS parasternalis II Sinistra

Auskultasi

Batas Jantung Kiri

: ICS parasternalis IV Dextra

Batas Jantung Atas

: ICS Midclavicula V Sinistra

: BJ I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen: Inspeksi

: Datar (+), Distensi (-)

Auskultasi

: Bising usus (+)

Palpasi

: Supel (+), Nyeri Tekan (-), Hepatosplenomegali (-), splenomegali (-). Turgor kulit kembali cepat (+).

Perkusi

: Timpani pada seluruh kuadran abdomen (+)

Ekstremitas

Atas

Sianosis

:

Akral

:

Edema

:

-/-

CRT

:

<2s

Bawah

-/-

-/-

hangat

hangat

-/<2s

Kelenjar Inguinal : Tidak terdapat adanya pembesaran kelenjar. Anus dan Rectum : Tidak terdapat tanda-tanda peradangan dan tidak terdapat 5

adanya perdarahan. Genitalia

: Tidak terdapat tanda-tanda peradangan.

Kulit

: Tidak pucat, tidak sianosis.

Status Neurologis

: GCS: 15

Reflek Fisiologis

: Biceps +/+

Triceps +/+

Patella +/+

Achilles +/+

Reflek Patologis

: (-)

Rangsang Meningeal

: Kaku Kuduk (-)

Kernig Sign (-)

Lasegue sign (-)

Brudzinski 1 (-)

Brudzinski 2 (-)

1.4 Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Lab Darah Perifer Pemeriksaan

Hasil

Nilai normal

Hb

12.6

10.7 – 14.7 g/Dl

Leukosit

9.35

5.00 – 14.50 103/uL

Hematokrit

36

33 – 45%

Trombosit

243

184 – 488 103/uL

Eritrosit

4.82

3.80 – 5.80 103/uL

MCV/VER

72

69 – 93 fL

MCH/HER

22

22 – 34/pg

34

32 - 36 g/dL

MCHC/KHER

6

1.5 Resume Os (orang sakit) datang dengan keluhan sesak napas sejak 5 jam SMRS (sebelum masuk rumah sakit). Napas semakin memberat, napas seperti engap-engapan. Sesak napas yang dirasakan disertai bunyi napas “ngik-ngik”. Sesak napas dikatakan lebih baik bila dalam keadaan duduk dan pasien merasakan sesak napas lebih berat dalam keadaan berbaring. Os sempat dibawa ke IGD RSIJ 2 jam yang lalu dan diberikan nebulizer (uap) dengan combivent, setelah dinebulizer keadaan Os membaik dan dipulangkan. Namun 2 jam kemudian sesaknya kembali muncul. Keluhan sesak disertai dengan batuk berdahak dan pilek sejak 1 hari SMRS. Os juga sering batuk berulang, batuknya sering, dahaknya sulit dikeluarkan, durasinya lama, dan memberat sesaat sebelum sesak. Sesekali dahak dapat dikeluarkan dan diketahui dahak dan pilek dikatakan berwarna putih kekuningan dan sedikit lengket. Selain batuk pilek Os juga mengeluhkan demam sejak 2 hari yang lalu. Demamnya hilang timbul dan tidak tinggi mendadak melainkan hanya hangat. Saat diberikan paracetamol demam sempat hilang, namun saat malam hari demam kembali muncul. Orangtua Os menambahkan Os juga mengalami mual dan muntah sebanyak 2x sejak pagi hari tadi sekitar jam 10:00 SMRS. Muntah berisi makanan beserta lendir. Os juga mengeluhkan nafsu makan dan minumnya berkurang dari biasanya.

1.6 Assessment Dyspneu, Batuk, pilek, febris, nausea, vomitus

1.7 Diagnosis -

Diagnosis Banding

: Asma Bronchiale ISPA Bronkopneumia Bronkhitis

-

Diagnosis Klinis

: Asma Bronchiale

-

Diagnosis Gizi

: Gizi Baik

-

Diagnosis Imunisasi

: Imunisasi dasar lengkap sesuai usia

-

Diagnosis Perkembangan : Pertumbuhan dan perkembangan Sesuai Usia 7

1.8 Terapi IGD: -

Combivent nebulizer + 2 cc NaCl

Bangsal: -

IVFD RL 16 tpm

-

Puyer batuk: Ambroxol 1/4 tab, tremenza ¼ tab, Salbutamol 0,2 mg, theopilin 20 mg  No. XV 3x1 bks

-

Nebulizer 2x/hari : Combivent 1 amp& NaCl 2cc

-

Dexamethason 3x2.5mg iv

-

Cefadroxil oral 2x1 cth

1.9 Follow Up Tgl

S

O

A/P

- Demam (-), Sesak KU: Tampak sakit ringan (+) namun sudah N : 98 x/menit 25/01/

mulai berkurang, RR :20 x/menit

2019

A : Asma Bronchiale P:

Batuk (+), Pilek S : 36,3ºC (+),

BAK

dan Pem. Fisik :

BAB tidak ada - Mata : konjungtiva anemis (-/keluhan.

Nafsu

makan membaik -

) sklera (-/-) - Hidung : sekret (-/-) - Bibir : kering - Abdomen : dbn - Paru : Retraksi (+), Vesikuler (-/-), Ronkhi (-/-), Wheezing (+/+)

- IVFD RL 16 tpm - Combivent 1 amp & NaCl 2cc - P.batuk

oral

3x1bks - Cefadroxil

oral

2x1 cth. - Dexamethasone iv 3x2,5mg

- Jantung : dbn Abdomen : BU (+), Nyeri tekan epigastrium (-)

8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai oleh mengi dan batuk berulang dengan karakteristik: 1. Timbul secara episodik 2. Cenderung pada malam/dini hari (nokturnal) 3. Bersifat musiman 4. Timbul setelah aktivitas fisik, serta 5. Terdapat riwayat asma dan atopi lain pada pasien dan atau keluarganya Eksaserbasi (serangan) asma merupakan episode perburukan gejala-gejala asma seecara progresif yang umumnya ditandai dengan distress pernapasan. Dapat timbul gejala sesak napas, batuk, mengi dada terasa tertekan, atau berbagai kombinasi gejala tersebut.

2.2 EPIDEMIOLOGI. Asma merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak di negara maju.Sejak dua dekade terakhir, dilaporkan bahwa prevalens asma menìngkat pada anak maupun dewasa. Berdasarkan data US Centers for Disease Control and Pervention (CDC) Asthma Surveillance Survey (tahun 2001 – 2003) prevalensi asma sebesar 6,7% pada dewasa dan 8,5% pada anak – anak. Sebelum pubertas, prevalens asma lebih tinggi pada laki laki daripada perempuan (3:1). Prevalensi menjadi seimbang pada masa remaja.(kapsel, respiratori anak)

2.3 ETIOLOGI Serangan akut umumnya timbul akibat pajanan terhadap faktor pencetus, seperti infeksi virus atau alergen. Selain itu asma dapat pula dicetuskan oleh cuaca dingin, kegiatan jasmani, gastroesofageal refluks dan ketidakstabilan emosi (psikis).

9

2.4 FAKTOR RESIKO Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik (atopi) , hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan atau predisposisi asma untuk berkembang dan menyebabkan terjadinya eksaserbasi serta menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, dan status sosioekonomi keluarga. Faktor pejamu: Asma adalah penyakit yang diturunkan telah terbukti dari berbagai penelitian. Predisposisi genetik untuk berkembangnya asma memberikan bakat atau kecenderungan untuk terjadinya asma. Fenotip yang berkaitan dengan asma, dikaitkan dengan ukuran subjektif (gejala) dan objektif (hipereaktiviti bronkus, kadar IgE serum) dan atau keduanya. Karena kompleksnya gambaran klinis asma, maka dasar genetik asma dipelajari dan diteliti melalui fenotip-fenotip perantara yang dapat diukur secara objektif seperti hipereaktiviti bronkus, alergik atau atopi, walau disadari kondisi tersebut tidak khusus untuk asma. Banyak gen terlibat dalam patogenesis asma, dan beberapa kromosom telah diidentifikasi berpotensi menimbulkan asma, antara`lain CD28, IGPB5, CCR4, CD22, IL9R, NOS1, reseptor agonis beta2, GSTP1. Faktor

lingkungan:

Alergen

dan

sensitisasi

bahan

lingkungan

kerja

dipertimbangkan adalah penyebab utama asma, dengan pengertian faktor lingkungan tersebut pada awalnya mensensitisasi jalan napas dan mempertahankan kondisi asma tetap aktif dengan mencetuskan serangan asma atau menyebabkan menetapnya gejala.

2.5 PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten. Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma nonalergik, asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin.

10

INFLAMASI AKUT Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat. -

Reaksi Asma Tipe Cepat: Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed mediator seperti histamin, protease dan newly generated mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi.

-

Reaksi Fase Lambat : Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag.

INFLAMASI KRONIK Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut ialah limfosit T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos bronkus. - Limfosit T : Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtipe Th2). Limfosit T ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas dengan mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4,IL-5, IL-13 dan GM-CSF. Interleukin-4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan bersama-sama IL-13 menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-5 serta GM-CSF berperan pada maturasi, aktivasi serta memperpanjang ketahanan hidup eosinofil. - Epitel: Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan a.l 15-HETE, PGE2 pada penderita asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran markers seperti molekul adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau khemokin. Epitel pada asma sebagian mengalami sheeding. Mekanisme terjadinya masih diperdebatkan tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi plasma, eosinophil granule protein, oxygen free-radical, TNF-alfa, mast-cell proteolytic enzym dan metaloprotease sel epitel. - EOSINOFIL : Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakteristik untuk asma tetapi tidak spesifik. Eosinofil yang ditemukan pada saluran napas penderita asma adalah dalam keadaan teraktivasi. Eosinofil berperan sebagai efektor dan mensintesis sejumlah sitokin antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GM-CSF, TNF-alfa serta mediator lipid antara lain LTC4 dan PAF. Sebaliknya IL-3, IL-5 dan GM-CSF meningkatkan maturasi, aktivasi dan memperpanjang ketahanan hidup eosinofil. Eosinofil yang mengandung granul protein ialah eosinophil cationic protein (ECP), major basic protein (MBP), eosinophil peroxidase (EPO) dan eosinophil derived neurotoxin (EDN) yang toksik terhadap epitel saluran napas. 11

- Sel Mast : Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan afiniti yang tinggi. Cross-linking reseptor IgE dengan “factors” pada sel mast mengaktifkan sel mast. Terjadi degranulasi sel mast yang mengeluarkan preformed mediator seperti histamin dan protease serta newly generated mediators antara lain prostaglandin D2 dan leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan sitokin antara lain TNF-alfa, IL-3, IL-4, IL-5 dan GM-CSF.

- Makrofag: Merupakan sel terbanyak didapatkan pada organ pernapasan, baik pada orang normal maupun penderita asma, didapatkan di alveoli dan seluruh percabangan bronkus. Makrofag dapat menghasilkan berbagai mediator antara lain leukotrin, PAF serta sejumlah sitokin. Selain berperan dalam proses inflamasi, makrofag juga berperan pada regulasi airway remodeling. Peran tersebut melalui a.l sekresi growthpromoting factors untuk fibroblast, sitokin, PDGF dan TGF-.

Airway remodeling (AR)/rernodeling saluran respiratori pada asma adalah ìstilah kolektif yang menggambarkan adanya perubahan dalam struktur sel dan janngan saluran respiratori penyandang asma. Definisi AR juga berkembang seiring pemahanian yang makin baik tentang patogenesis asma. Bento dan Hersheman tahun l998 mendeftnisikan AR sebagai “suatu perubahari struktur saturan respiratori karena influks sel-se1 inflamasi dan mediator yang dilepaskanriya merangsang sikius kerusakan-perbaikan dalarn dinding saluran tersebut”. Definisi ini masih mencerminkan AR sebagal akibat dari inflamasì. Pada remodeling saluran respiratori, terjadi serangkaìan proses yang menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respiratori melalul proses 12

dediferensiasi, rnìgrasi, diferensiasi, clan rnaturasi struktur sel. Kombinasi antara kerusakan sel epitel, perbaikan epitel yang berlanjut. ketidakseimbangan Matrix Mealloproteinase (MMP) dan Tissue inhibitor of Mealloproteinase (TEMP), produksi berlebih faktor perturnbuhan profibrotik/transforming growth factors (TGF-β), dan proliferasi serta diferensiasi fibroblas rnenjadi rniolîbroblas diyakinì merupakan proses yang pentìng dalam remodeling. Selanjutrìya, miofibroblas yang teraktìvasi akan rnemproduksi faktor –faktor pertumbuhan kernokin, dan sitokin yang meriyebabkan proliferasì sel sel otot polos saluran respiratori dan meningkatkan permeabilicas mikrovaskular, menarnbah vaskularisasi, neovaskularisasi, dan jaringan saraf. Peningkatan deposisi matriks molekul termasuk kompleks proteoglikan pada dinding saluran respiratori dapat diarnati padapasien yang meninggal akibat asma. Hal tersebut secara langsung berhubungan dengan lamanya penyakit. Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saturan respiratori serta sel goblet dan kelenjar submukosa terjadi pada bronkus pasien asma, terutama yang kronik dan berat. Secara keseluruhan, saluran respiratori pasien asma mernperlihatkan perubahan struktur saluran respiratori yang bervariasi dan dapat menyebabkan penebalan dinding saluran respiratori. Selarna ini, asma diyakini merupakan obstruksi saluran respiratori yang bersifat reversibel. Pada sebagian besar pasien pemberian terapi inhalasi kortikosteroìd dapat menyebabkan reversibilitas menyeluruh pada pengukuran dengan spirometri. Narnun, beberapa pasien asma dapat mengalami obstruksi saluran respiratori residual, meskipun pasien tidak menunjukkan gejala klinis. Hal ini mencerminkan adanya remodeling saluran respiratori. Remodeling juga merupakan hal penting pada patogenesis hiperreaktivias saluran respiratori yang nonspesífik, terutama pada pasien yang sembuh dalam waktu lama (lebih

13

dari 1 sampai 2 tahun) atau yang tidak sembuh sempurna setelah terapi inhalasi kortikosteroid.

Konsekuensi kilnis remodeling saluran respiratori Perubahan struktural saluran respiratori pada airway remodeling membawa konsekuensi tersendiri pada pasien asma: 1. Efek terhadap inflamasi saluran respiratori Remodeling saturan respiratori dianggap sebagai proses tersendiri yang terpisah dari proses inflamasi. Proses tersebut juga dapat berperan dalam perkembangan dan persistensi inflamasi saluran respiratori. Komponen ECM (Extracellularis Matrix) seperti fibronektin dapat berinteraksi dengari sel inflamasi, rnernpengaruhi aktivasi sel, pelepasan mediator dan kemokin. Pergerakan sel dendritik, yang merupakan APC (Antigen Presenting Cell) utama saluran respiratori dapat terganggu oleh perubahan dalam ECM sehingga respons ìmun bertambah. 2. Efek terhadap obstruksi saluran respiratori Obstruksi saluran respiratori dulu dianggap bersifat reversibel. Tapi penelitian maupun

membuktikan bahwa banyak pasien asma yang simtomatik asimtomatik

memiliki

obstruksi

saluran

respiratori

yang 14

irreversibel. Suatu penelitian epidemiologic selama 15 tahun menemukan bahwa nilai FEV1 pada pasien asma menurun 50ml/tahun. Irreversibilitas dan penurunan fungsi paru tersebut diduga disebabkan karena perubahan struktural saluran respiratori akibat remodeling. Chetta dkk menemukan bahwa AR sangat erat kaitannya dengan derajat beratnya asma dan penurunan FEV 1. 3. Efek terhadap hiperreaktivitas bronkus Hiperreakrivitas bronkus merupakan abnormalitas fungsional utama pada asma. Penebalan dinding saluran respiratorik otot polos, dan ECM teIah dibuktjkan berkaitan dengan BHR (Bronkus Hiper Responsif). Deposisi kolagen subepitel akan meningkatkan kekakuan lapisan dalam dinding saluran respiratori, sehingga mengakibatkan jumlah lipatan mukosa berkurang. Hal ini menyebabkan penyempitan lumen menjadi Iebìh nyata.

2.6 KLASIFIKASI Asma diklasifikasikan berdasarkan derajat penyakitnya (aspek kronis) dan derajat serangannya (aspek akut). Berdasarkan serangannya terdapat tiga kelompok yaitu serangan asma ringan, sedang dan berat.

15

16

2.7 TATALAKSANA Tujuan tatalaksana asma adalah untuk mencapai dan mempertahankan kendali asma serta menjamin tercapainya tumbuh kembang anak secara optimal. Obat asma dapat di bagi menjadi dua: -

Kelompok besar, yaitu obat (pereda) dan obat pengendali (controller). Ada yang menyebut obat pereda sebagai obat pelega atau obat serangan. Obat ini digunakan untuk meredakan serangan atau jalan asma bila sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan gejala tidak ada lagi, maka pemakaian obat ini dihentikan.

17

-

Kelompok kedua adalah obat pengendali, yang digunakan untuk mencegah serangan asma. Obat ini untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu inflamasi respiratori kronik, sehingga tidak timbul serangan atau gejala asma. Pemakaian obat ini secara terus menerus dalam jangka waktu yang relatif lama, bergantung

pada

kekerapan

gejala asma

dan

responnya

terhadap

pengobatan/penanggulangan. Obat pengendali asma terdiri dari steroid anti H inflamasi inhalasi atau sistemik, nileukotrien, kombinasi steroid–agonis β2 kerja panjang, teofilin. Pada umumnya obat asma diberikan secara inhalasi. Ada perbedaan teknik inhalasi sesuai dengan golongan umur dan kemampuan anak, sehingga pemilihan alat inhalasi harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing anak. Pemilihan alat inhalasi sebaiknya juga mempertimbangkan efikasi Obat, keamanan, kenyamanan penggunaan,dan biaya. Inhalasi dosis terukur/Metered Dose Inhaler (sesuai usia, namun pemilihannya sesuai dengan kemampuan.

18

Obat pengendali asma

Steroid inhalasi Steroid inhalasi dapat menekan inflamasi saluran respiratori dan berperan penting dalam tata laksana asma jangka panjang. Steroid inhalasi merupakan obat pengendali asma yang paling efektif . Pemberian steroid inhalasi setara dosis budesonid 100H200 µg per hari dapat menurunkan angka kekambuhan asma dan memperbaiki fungsi parupada pasien asma.

Agonis β2 kerja panjang(Long acting ß2 Cagonist, LABA) Sebagai pengendali asma, agonis β2 kerja panjang tidak digunakantunggal melainkan selalu bersama steroid inhalasi. Kombinasi agonis β2 kerja panjang dengan steroid terbukti memperbaiki fungsi paru dan menurunkan angka kekambuhan asma. Preparat kombinasi steroid H agonis β2 kerja panjang pada anak asma yang berusia di atas 5 tahun, diberikan bila steroid inhalasi dosis rendah tidak menghasilkan perbaikan.

Antileukotrien Antileukotrien terdiri dari antagonis reseptor cysteinyl3 leukotrien(1((CysLT1) (sepertimontelukast, pranlukast, dan zafirlukast, serta inhibitor 5Hlipoxygenase seperti zileuton. Studi klinik menunjukkan antileukotrien memiliki efek bronkodilatasi kecil dan bervariasi, mengurangi gejala termasuk batuk, memperbaiki fungsi paru, dan mengurangi inflamasi jalan napas dan mengurangi eksaserbasi.

19

Teofilin Sebagai obat pengendali asma teofilin lepas lambat dapat diberikan sebagai preparat tunggal atau diberikan sebagai kombinasi dengan steroid inhalasi pada anak usia di atas 5 tahun. Kombinasi steroid inhalasi dan teofilin lepas lambat akan memperbaiki kendali asma dan dapat menurunkan dosis steroid inhalasi pada anak dengan asma persisten. Preparat teofilin lepas lambat lebih dianjurkan untuk pengendalian asma karena kemampuan absorbsi dan bioavaibilitas yang lebih baik. Eliminasi teofilin lepas lambat bervariasi antar individu sehingga pada penggunaan jangka lama kadar teofilin dalam plasma perlu dimonitor. Efek samping teofilin lepas lambat bisa berupa mual, muntah, anoreksia, sakit kepala, palpitasi, takikardi, aritmia, nyeri perut, dan diare. Efek samping teofilin lepas lambat terutama timbul pada pemberian dosis tinggi, di atas10mg/kgBB/hari.

Anti-imunoglobulinE(Anti-IgE) AntiHIgE (omalizumab) adalah antibodi monoklonal yang mampu mengurangi kadar IgE bebas dalam serum. Pada orang dewasa dan anak di atas usia 5 tahun, omalizumab dapat diberikan pada pasien asma yang telah mendapat steroid inhalasi dosis tinggi dan agonis β2 kerja panjang namun masih sering mengalami eksaserbasi dan terbukti asma karena alergi. Omalizuma b diberikan secara injeksi subkutan setiap dua sampai empat minggu. Reaksi anafilaksis dapat terjadi dini ketika pemberian dosis pertama, tapi juga dapat terjadi setelah pemberian selama satu tahun. Karena adanya risiko anafilaksis, omalizuma b seharusnya dibawah pengawasan dokter spesialis.

Obat pelega (reliever) asma Agonis β2 kerja pendek (SABA) Pemberian SABA peroral : efek bronkodilatasi dicapai setelah 30 menit, efek puncak dalam 2 – 4 jam dan lama kerja hingga 5 jam. Pemberian inhalasi : Awitan kerja cepat, efek puncak dalam 10 menit dan lama kerja 4 hingga 6 jam. Efek samping SABA adalah tremo, sakit kepala, agitasi, palpasi, takikardia.

20

Methyl-Xanthine Merupakan aminofilin intravena, hanya diberikan izin pada serangan asma berat yang kurang/tidak dengan pemberian kombinasi SABA , antikolinergik, serta steroid.Efek samping mual, muntah,sakit kepala,

Ipratropim Bromida Awitan kerja 15 menit, efek puncak dalam 1-3 jam dan lama kerja 3 – 4 jam.Efek samping kekeringan di mulut.Kombinasi SABA dan ipratropium bromide memberikan efek yang lebih baik.

Kortikosteroid Sistemik Diberikan apabila terapi inisial SABA gagal mencapai perbaikan klinis atau serangan asma. Metilprednisolon memiki kemamampuan penetrasi jaringan paru lebih baik, efek inflamasi embesar, serta mineralokortikoid minimal.

2.8 DIAGNOSIS BANDING Termasuk ke kelompok obstruksi jalan napas perifer yaitu : Bronkiolitis, Aspirasi benda asing, Pneumonia aspirasi, Fibrosis stenosis.

2.9 KOMPLIKASI Pneumothorax, Pneumomediastinum, Gagal napas

2.10 PREVENSI DAN KONTROL LINGKUNGAN -

Identifikasi segera bayi dari ibu dan ayah yang memiliki riwayat atopi

-

Beri ASI eksklusif selama 6 bulan

-

Hindarkan makanan ibu menyusui yang beresiko alergi

-

Jika perlu Susu formula berikan yang hipoalergenik

-

Pengendalian lingkungan: hindari asap rokok, asap obat nyamuk, perabotan rumah tangga yang berpotensi menyimpan debu dll

2.11 PROGNOSIS

21

Mortalitas akibat asma lebih rendah pada anak – anak dibandingkan dewasa (0,3 kematian/100.000 anak vs 1,9 kematian/100.000 dewasa) .Prognosis jangka panjang asma anak pada umumnya baik.

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief,Tumelaka. Pemeriksaan Klinis pada Bayi dan Anak , Edisi 3, Sagung Seto, Jakarta: 2014 2. Chris tanto, et al., (2014), Kapita Selekta Kedokteran. Ed IV. Jakarta : Media Aeskulapius 3. Pudjadi, Hegar. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Ikatan Dokter Anak Indonesia, IDAI: 2009 4. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). (2008). Buku Ajar Respirologi anak, edisi pertama. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia 5. PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia)., 2003. Asma. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia.

23

Related Documents


More Documents from "Rahma Maharsi"