Langkah Langkah Dalam Proses Clinical Reasoning.docx

  • Uploaded by: Irmaya NS
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Langkah Langkah Dalam Proses Clinical Reasoning.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,055
  • Pages: 26
CLINICAL REASONING Disusun Guna Memenuhi Tugas Manajemen Asuhan keperawatan Dewasa SISTEM NEUROLOGI

Dosen Pembimbing: Ns.Susana Widyaningsih, S.Kep.,MNS

Disusun Oleh: IRMAYA NUR SOLIKAH 22020115130080 A.15 1

DEPARTEMEN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2018

LANGKAH LANGKAH DALAM PROSES CLINICAL REASONING

KASUS: Seorang wanita usia 40 tahun dirawat dengan diagnosa medis stroke non hemoragik. Hasil pengkajian perawat menunjukkan hemiplegia (ekstremitas dekstra), terpasang NGT, terpasang infus RL + neurobion 5000 mg, produksi urin melalui kateter per 24 jam (2500cc/jam) dan hasil pemeriksaan MSCT kepala infark pada genu dan krus anterior kapsula interna kiri. Klien mempunyai riwayat hipertensi dan tidak minum obat teratur. Saat ini kesadaran klien somnolen, bericara pelo (wajah merot kekiri). Klien mengatakan malu dengan kondisinya saat ini (gangguan citra tubuh). Aktivitas klien bedrest ditempat tidur. Selain itu, pasien juga masih belum memahami bagaimana perubahan kondisinya saat ini. LANGKAH LANGKAH: 1.

Pertimbangkan situasi klien: jelaskan fakta, konteks, maupun tentang kondisi personal a. Klien seorang wanita usia klien 40 tahun b. Klien dirawat dengan diagnosa medis stroke non hemoragik c. Klien mengalami hemiplegia (ekstremitas dekstra) d. Klien terpasang NGT e. Klien terpasang infus RL + neurobion 5000 mg f. Produksi urin klien melalui kateter per 24 jam (2500cc/24 jam) g. Hasil pemeriksaan MSCT kepala: infark pada genu dan krus anterior kapsula interna kiri. h. Klien mempunyai riwayat hipertensi dan tidak minum obat teratur. i. Kesadaran klien somnolen j. Klien bericara pelo (wajah merot kekiri) k. Klien mengatakan malu dengan kondisinya saat ini (gangguan citra tubuh) l. Klien bedrest di tempat tidur m. Klien belum memahami perubahan kondisinya saat ini

2.

Mengumpulkan informasi dan tanda-tanda khusus a. Mereview informasi saat ini dan mengumpulkan informasi baru

1) Stroke Non Hemoragik Stroke Non Hemoragik adalah stroke yang terjadi karena adanya sumbatan atau adanya penurunan aliran darah ke otak. Stroke non hemoragik atau stroke iskemik merupakan 88% dari seluruh kasus stroke. (Prakasita, 2015) 2) Hemiplegia Hemiplegia adalah kelumpuhan sebelah badan yang menyebabkan gangguan gerak pada penderitanya,. Hemiplegia merupakan karakteristik stroke yang muncul di tingkat hemicorpus yang berlawanan dengan lokasi lesi otak yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk bergerak. Hemiplegia merupakan penyebab kecacatan jangka panjang utama pada pasien stroke, sehingga hal ini dapat mempengaruhi seluruh aktivitas dari penderita. (Rizki, 2016) 3) MSCT MSCT merupakan inovasi dari CT Scan yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan informasi dan memberikan gambaran diagnostik yang lebih baik, terutama untuk pemeriksaan organ bergerak termasuk jantung, dengan kecepatan pemeriksaan yang cukup singkat dan menghasilkan gambar dengan resolusi yang baik dan lebih akurat. Bahkan untuk pemeriksaan Jantung, (Krakatau Media Hospital, 2011) 4) Pemasangan NGT Pemasangan selang nasogastrik meliputi penempatan selang plastik yang lentur melalui nasofaring klien ke dalam lambung. Selang mempunyai lumen pipa yang memungkinkan baik pembuangan sekresi lambung dari dan memasukkan larutan ke dalam lambung. Tujuan pemasangannya antara lain : mengeluarkan

cairan

dan

udara

dari

traktus

gastrointestinalis,

mencegah/memulihkan mual dan muntah, menentukan jumlah tekanan dan aktivitas motorik traktus gastrointestinali, mengatasi obstruksi mekanis dan perdarahan saluran cerna bagian atas, memberikan obat-obatan dan makanan langsung ke dalam saluran cerna dan mengambil spesimen cairan lambung untuk pemeriksaan laboratorium. Indikasi pemasangan NGT adalah pasien tidak sadar, pasien dengan masalah saluran cerna bagian atas (mis. Stenosis esofagus, tumor pada mulut, tumor pada faring atau tumor pada esofagus,

pasien dengan kesulitan menelan, psien paska bedah mulut, faring atau esofagu, pasien yang mengalami hematemesis dan pasien IFO (Intoksikasi Fosfat Organik). Sedangkan kontraindikasinya adalah pada klien dengan obstruksi pada rongga hidung, nasopharynx dan klien dengan radang tenggorokan. (UMM, 2012) 5) Klien terpasang infus RL + neurobion 5000 mg Pemberian RL berfungsi untuk mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien. Sedangkan Neurobion adalah salah satu merek suplemen yang mengandung vitamin B kompleks atau vitamin neurotropik (nutrisi sel saraf) sehingga digunakan untuk melindungi dan menjaga kenormalan fungsi saraf. 6) Produksi urin klien melalui kateter per 24 jam (2500cc/jam) Pada pasien stroke mungkin mengalami inkontinensia urinaria sementara yang disebabkan karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, ketidakmampuan menggunakan urinal yang diakibatkan karena kerusakan pada kontrol motoric dan postural. Kadang-kadang pasien stroke, kandung kemih menjadi atonik, dengan kerusakan sensasi dalam respon terhadap pengisian kandung kemih. Kadang-kadang kemampuan kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang (Smeltzer & Brenda, 2001). 7) Kesadaran klien somnolen Keadaan pasien mengantuk yang dapat pulih jika dirangsang, tapi jika rangsangan itu berhenti pasien akan tidur kembali. Gcs : 9-7. 8) Klien bericara pelo (wajah merot kekiri) Stroke sering membuat komunikasi menjadi sulit. Ini karena beberapa bagian di otak bekerja secara bersamaan untuk memungkinkan kita berbicara dan memahami pembicaraan. Stroke yang merusak bagian penting ini menyebabkan gangguan ujaran. Disartria adalah kesulitan saat melakukan ujaran karena wajah, mulut, dan lidah atau rahang lemah. Afasia adalah masalah kebahasaan. b. Mengingat pengetahuan sebelumnya Menurut World Health Organization (WHO) stroke didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan oleh gangguan peredarah darah diotak yang terjadi

secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik lokal maupun global yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berfikir daya ingat, dan bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak. Stroke non hemoragik disebabkan karena adanya sumbatan pada pembuluh darah otak tertentu sehingga daerah otak yang diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut tidak mendapat pasokan energi dan oksigen, sehingga pada akhirnya jaringan sel-sel otak di daerah tersebut mati dan tidak berfungsi lagi. Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering/cenderung sebagai faktor penting trhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan hypertensi pembuluh darah. Jika aliran darah kesetiap bagian otak terhambat karena trombus dan embolus maka mulai terjadi kekurangan O2 kejaringan otak. Kekurangan selama 1 menit dapat menyebabkan nekrosis mikroskopis neuron-neuron area kemudian di sebut infark. Faktor risiko stroke hemoragicPenyakit jantung, Hipertensi, Diabetes melitus Patofisiologis Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.

Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadangkadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi

perdarahan

masif.

Oklusi

pada

pembuluh

darah

serebral oleh

embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial menyebabkan herniasi otak. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin, 2008). Manifestasi klinis stroke menurut Mansjoer (2014) adalah : a) Defisit Lapang Penglihatan Homonimus hemianopsia ( kehilangan setengah lapang penglihatan). Tidak menyadari orang atau obyek ditempat kehilangan, penglihatan, mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak. Kesulitan penglihatan perifer Kesulitan penglihatan pada malam hari, tidak menyadari obyek atau batas obyek. Diplopia (Penglihatan ganda) b) Defisit Motorik Hemiparese Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama. Paralisis wajah (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan) Ataksia Berjalan tidak mantap, tegak. Tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar berdiri yang luas.

Disartria Kesulitan membentuk dalam kata.

Disfagia (Kesulitan dalam menelan) c) Defisit Verbal Afasia Ekspresif Tidak mampu membentuk kata yang mampu dipahami, mungkin mampu bicara dalam respon kata tunggal. Afasia Reseptif Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mampu bicara tetapi tidak masuk akal. Afasia Global Kombinasi baik afasia ekspresif dan afasia reseptif d) Defisit Kognitif Pada penderita stroke akan kehilangan memori jangka pendek dan panjang, penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi, alasan abstrae buruk, perubahan penilaian. e) Defisit Emosional Penderita akan mengalami kehilangan kontrol diri, labilitas emosional, penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress, depresi, menarik diri, rasa takut, bermusuhan dan marah, perasaan isolasi. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita stroke menurut Tarwoto (2007) adalah sebagai berikut: a. Head CT Scan Tanpa kontras dapat membedakan stroke iskemik, perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid. Pemeriksaan ini sudah harus dilakukan sebelum terapi spesifik diberikan. b. Elektro Kardografi (EKG) Sangat perlu karena insiden penyakit jantung seperti: atrial fibrilasi, MCI (myocard infark) cukup tinggi pada pasien- pasien stroke

3.

Memproses informasi yang ada a. Mengintepretasikan 1) Diagnosa medis stroke non hemoragik Stroke yang disebabkan karena adanya sumbatan pada pembuluh darah otak tertentu sehingga daerah otak yang diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut tidak mendapat pasokan energi dan oksigen, sehingga pada akhirnya jaringan selsel otak di daerah tersebut mati dan tidak berfungsi lagi. 2) Klien menunjukkan hemiplegia (ekstremitas dekstra) Hemiplegia adalah kelumpuhan atau otot-otot lengan tungkai berikut wajah pada salah satu sisi tubuh. Klien mengalami kelumpuhan pada ekstremitas kanan. Lokasi pada otak di mana stroke terjadi akan menentukan letak sisi tubuh yang mengalami lumpuh. Cedera pada sisi kiri otak akan menyebabkan hemiplegia kanan dan sebaliknya.Pada penderita stroke non hemoragik mengalami kelumpuhan tersebut biasanya disebabkan oleh lesi vaskuler di kapsula interna atau korteks motorik. Otak dan saraf tulang belakang terbagi menjadi dua bagian. Masing-masing bagian otak dan atau saraf tulang belakang hanya mengontrol separuh sisi tubuh saja. Masing-masing sisi otak mengontrol pergerakan dan sensasi bagian tubuh yang berlawanan. Maka dari itu, stroke pada korteks serebral sebelah kanan akan menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan kaki, tangan, atau wajah bagian kiri, dan tidak akan mempengaruhi kaki, tangan, dan wajah sebelah kanan. 3) Klien terpasang NGT Pemberian makanan pada penderita stroke disesuaikan dengan keadaan penderita, antara lain apakah kesadaran penderita menurun atau tidak, dan ada tidaknya gangguan fungsi menelan. Pada pasien stroke tersebut terjadi penurunan kesadaran yaitu somnolen namun tidak ada data mengenai gangguan fungsi menelan. Pada pasien stroke biasanya juga mngalami gangguan mengunyah, dan saluran cerna lain seperti tukak stres. Sekitar 30 - 40% pasien mengalami disfagia, dan sekitar 18% mengalami tukau stres pada penderita stroke iskemik, dan sekitar 48% pada penderita stroke hemoragik. Pada pasien dengan gangguan menelan atau penurunan kesadaran biasanya akan dipasang NGT (Naso Gastric Tube) dimana akan dimasukan selang yang

menghubungkan ke lambung. Selang ini berfungsi untuk memberikan asupan makanan lewat mulut. Selain itu bisa juga untuk memasukan obat obatan yang tidak ada suntiknya. Hal ini penting karena kebutuhan gizi pasien yang hanya dapat dipenuhi lewat saluran cerna dan tidak bisa dipenuhi lewat intravena atau infus. Selain itu pada pasien sulit menelan jika tidak menggunakan NGT takut tersedak sehingga makanan akan masuk ke saluran nafas (Aspirasi) dan meningkatkan resiko terjadinya penumonia aspirasi pada pasien. Makanan yang masuk juga akan melatih otot otot pencernaan dan akan melatih proses menelan pasien. Tujuan utama pemberian infus adalah memberikan cairan agar pasien tidak dehidrasi, selain itu memang benar ada kandungan gizi atau energi pada cairan infus, akan tetapi tidak seratus persen memenuhi kebutuhan pasien makanya perlu oral juga. Dengan makanan yang masuk, akan mengerjakan lambung, karena lambung yang kosong lama lama akan menyebabkan luka pada lambung, oleh karena itu perlunya asupan lewat oral.

4) Klien terpasang infus RL + neurobion 5000 mg Pemberian Ringer Laktat karena untuk mengembalikan keseimbangan air dan elektrolit pasien. Neurobion 5000 mg Neurobion adalah salah satu merek suplemen yang mengandung vitamin B kompleks yang terdiri dari vitamin B1, vitamin B6, dan vitamin B12. Vitamin B kompleks ini dikenal sebagai vitamin neurotropik (nutrisi sel saraf) sehingga digunakan untuk melindungi dan menjaga kenormalan fungsi saraf. Oleh sebab itu, obat ini digunakan untuk meredakan kebas dan kesemutan, serta berbagai kegunaan lainnya. Vitamin B1 atau tiamin adalah vitamin B yang memiliki peran utama sebagai koenzim pada proses dekarboksilasi asam alfa – keto dan berperan dalam proses metabolisme karbohidrat. Secara alami vitamin B1 banyak terdapat pada gandum, jamur, biji bunga matahari, kentang, jeruk, dan ati. Vitamin B6 atau piridoksin adalah vitamin B yang memiliki peran utama membantu dalam proses metabolisme protein dan asam empedu. Merupakan vitamin yang banyak terdapat pada zat makanan daging – dagingan, kacang – kacangan, dan pisang. Vitamin B12 atau kobalamin adalah vitamin B yang memiliki peran utama dalam sintesa asam nukleat yang berpengaruh pada pematangan sel dan pemeliharaan integritas

jaringan saraf. Vitamin ini banyak terdapat pada sereal, dan produk kedelai. Karena kerjan vitamin B kompleks memiliki manfaat yang sangat besar dalam proses pembentukan sel – sel tubuh, proses pembentukan sel darah merah, dan sebagai nutrisi bagi sel saraf. Selain sebagai nutrisi bagi sel saraf, vitamin B juga membantu dalam produksi neuro transmiter, yaitu zat yang menjadi perantara antar sel – sel saraf. Indikasi atau Kegunaan: 1) Gangguan pada sistem saraf tepi yang ditandai dengan kebas dan kesemuatan pada anggota gerak. 2) Penderita pegal – pegal otot. 3) Pengobatan berbagai kelainan akibat kekurangan vitamin B seperti penyakit beri-beri, gangguan saraf otak, sariawan, infeksi mata, hingga penurunan kesadaran. 4) Suplementasi pada pasien anemia atau kekurangan darah merah akibat defisisensi vitamin B, dengan keluhan lemas, pucat, pusing, dan lain-lain. Kontraindikasi 1) Neurobion tidak boleh digunakan oleh penderita yang diketahui memiliki riwayat hipersensitif atau alergi terhadap vitamin B kompleks atau komponen vitamin B1, vitamin B6, atau vitamin B12 dan komponen lain dari obat. 2) Tidak diperkenankan juga pada orang dengan gangguan pembekuan darah. Efek samping yang pernah dilaporkan terkait dengan penggunaannya yang berlebihan antara lain: Reaksi alergi Gatal kulit, bentol-bentol Bengkak kulit Sensasi rasa hangat Berkeringat berlebih Kebiruan Rasa lelah Mual, muntah Kulit mati rasa Urine berwarna oranye 5) Produksi urin klien melalui kateter per 24 jam (2500cc/jam) Pada pasien stroke produksi urin mengalami inkontinensia urine sementara, karena konfusi, ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik. 6) Hasil pemeriksaan MSCT kepala: infark pada genu dan krus anterior kapsula interna kiri. MSCT adalah generasi terbaru dari CT Scan yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan informasi dan memberikan gambaran diagnostik yang lebih baik, terutama untuk pemeriksaan organ bergerak termasuk jantung, dengan kecepatan pemeriksaan yang cukup singkat dan menghasilkan gambar dengan

resolusi yang baik dan lebih akurat. Bahkan untuk pemeriksaan Jantung, MSCT 128 Slices ini memiliki kemampuan dengan kecepatan pemeriksaan yang cukup cepat/ singkat untuk dapat menghasilkan gambar yang lebih akurat dan dengan resolusi yang lebih optimal. Indikasi Pemeriksaan MSCT Berbagai kelainan / gangguan dari beberapa jaringan maupun organ tubuh dapat dideteksi dengan pemeriksaan MSCT, dan sebagai penunjang diagnostik yang canggih, MSCT lebih sensitif pada indikasi kelainan-kelainan pada : 1) Jantung (misalnya : penyakit jantung koroner) 2) Angiografi (misalnya : malformasi vaskuler, penyempitan vaskuler) 3) Otak (misalnya : sumbatan vaskuler, perdarahan, tumor, infeksi) 4) Rongga dada (misalnya : tumor, infeksi, kelainan pada mediastinum) 5) Rongga perut (misalnya: kelainan pada usus, hati, limpa, pankreas, saluran empedu, ginjal) 6) Telinga, Hidung dan Tenggorokan (misalnya : kelainan pada tulang pendengaran, sinus paranasal, nasofaring, laring) 7) Ortopedi (misalnya: visualisasi patah tulang, pemeriksaan dinamik pada persendian) Kontra indikasi MSCT Secara umum tidak terdapat kontra indikasi pada pemeriksaan MSCT, kecuali pemeriksaan yang memerlukan kontras media yaitu bila pasien yang alergi kontras media, atau fungsi ginjal yang buruk, 7) Kesadaran klien somnolen Tingkat kesadaran (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2007) Kompos mentis. Definisi : Keadaan pasien sadar penuh, baik terhadap lingkungan maupun terhadap dirinya sendiri. Gcs : 15-14. Apatis. Definisi : Keadaan pasien dimana tampak acuh tak acuh dan segan terhadap lingkungannya. Gcs : 13-12. Delirium. Definisi : Keadaan pasien mengalami penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik serta siklus tidur bangun yang terganggu. Gcs : 11-10. Somnolen. Definisi : Keadaan pasien mengantuk yang dapat pulih jika dirangsang, tapi jika rangsangan itu berhenti pasien akan tidur kembali. Gcs : 97. Sopor (stupor). Definisi : Keadaan pasien mengantuk yang dalam. Gcs : 6-5.

Semi-koma (koma ringan). Definisi : keadaan pasien mengalami penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons rangsang terhadap rangsang verbal, serta tidak mampu untuk di bangunkan sama sekali, tapi respons terhadap nyeri tidak adekuat serta reflek (pupil & kornea) masih baik. Gcs : 4. Koma Definisi : keadaan pasien mengalami penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak terdapat respons pada rangsang nyeri serta tidak ada gerakan spontan. Gcs : 3 Pada pasien mengalami penurunan kesadaran dalam

pengkajian

menunjukkan somnolen karena penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat menurun ketika otak mengalami kekurangan oksigen (hipoksia); pada pasien stroke biasanya terjadi kekurangan aliran darah 8) Klien bericara pelo (wajah merot kekiri) Stroke sering membuat komunikasi menjadi sulit. Ini karena beberapa bagian di otak bekerja secara bersamaan untuk memungkinkan kita berbicara dan memahami pembicaraan. Stroke yang merusak bagian penting ini menyebabkan gangguan ujaran. Gangguan ujaran disebut afasia atau dysarthria. Disartria adalah kesulitan saat melakukan ujaran karena wajah, mulut, dan lidah atau rahang lemah. Afasia adalah masalah kebahasaan. 9) Klien mempunyai riwayat hipertensi dan tidak minum obat teratur Tekanan darah tinggi, juga dikenal sebagai hipertensi, merupakan faktor risiko yang paling penting untuk terjadinya stroke. Hal ini menyebabkan sekitar 50 persen dari stroke iskemik dan juga meningkatkan risiko stroke hemoragik. Kerusakan yang menyebabkan hipertensi terjadi dari waktu ke waktu dan sering hanya didiagnosis ketika kerusakan besar sudah terjadi pada pembuluh darah tubuh 10) Aktivitas klien bedrest ditempat tidur Klien dengan kesadaran somnolen memerlukan istirahat bedrest 11) Klien juga masih belum memahami bagaimana perubahan kondisinya saat ini Perlu adanya edukasi mengenai penyakit klien

b. Membuat hubungan

Defisiensi pengetahuan tentang penyakit

STROKE

MSCT

bericara pelo (wajah merot infus RL + neurobion 5000 mg

kekiri) Gangguan Citra tubuh

Klien mengalami stroke non hemoragik, kondisi klien

bedrest serta

menunjukkan hemiplegia (ekstremitas dekstra). Klien diperlukan perawatan yang optimal dari berbagai sisi kesehatan bahkan klien mengatakan malu dengan kondisinya saat ini (gangguan citra tubuh).

Klien saat ini mengalami stroke non hemoragik, dimasa lalu klien memiliki riwayat hipertensi dan tidak teratur dalam minum obat, dibahkan klien mengatakan malu dengan kondisinya saat ini (gangguan citra tubuh).

4.

Mengidentifikasi masalah atau pun issues: mensinteis fakta dan kesimpulan untuk membuat diagnosa masalah klien No.

Data

Etiologi

Masalah

1.

DO:

Aliran darah ke

Risiko

-

Penurunan

-

kesadaran, otak terhambat.

ketidakefektifan

kesadaran klien somnolen

perfusi jaringan

Hasil scan MSCT kepala infark

otak (00201)

pada genu dan krus anterior kapsula interna kiri 2.

DO: -

-

Gangguan Pasien

tidak

dapat neuromuskular

-

fisik

berhubungan

kaki kanan

dengan

Adanya

hemiplegia

gangguan

neuromuskular (00085)

DO: -

mobilitas

menggerakkan tangan dan

(ekstremitas dekstra)

3.

Hambatan

Gangguan

Hambatan

Pemeriksaan MSCT kepala neuromuskular

komunikasi verbal

infark pada genu dan krus

berhubungan

anterior kapsula interna kiri.

dengan

Berbicara pelo (wajah merot

neuromuskular

kekiri).

(00118)

Aktivitas

klien

bedrest ditempat tidur. Selain itu, pasien juga masih belum

gangguan

memahami

bagaimana

perubahan kondisinya saat ini. 4.

DS:

Klien

dengan

mengatakan

kondisinya

malu Perubahan

saat

fungsi Gangguan

ini tubuh

Citra

tubuh berhubungan

(gangguan citra tubuh).

dengan Perubahan fungsi tubuh

5.

DS : Pasien mengatakan sedikit

Kurangnya

Defisiensi

mengetahui tentang penyakitnya

paparan informasi

pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan Kurangnya paparan informasi

5.

Menetapkan tujuan: menguraikan apa yang diinginkan, outcome yang diharapkan, berdasarkan kerangka waktu tertentu No.

Masalah keperawatan

Tujuan

1.

Risiko ketidakefektifan perfusi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan

jaringan otak

selama 7 x 24 jam perfusi jaringan otak adekuat dengan kriteria hasil: Tissue Perfusion: Cerebral a. Kesadaran klien composmentis b. Hasil scan pada otak tidak terdapat lagi infark pada genu dan krus anterior kapsula interna kiri Neurological Status a. Komplikasi pada saraf spinal tidak bertambah b. Tekanan

darah

menjadi

mmHg c. RR menjadi 18 kali/menits d. HR menjadi 80 kali/menit

120/90

2.

Hambatan

mobilitas

berhubungan

dengan gangguan selama 3x24 jam diharapkan klien

neuromuskular

fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan

mampu moilitas fisik dengan outcome: 1. Mempertahankan

keutuhan

tubuh

secara optimal seperti tidak adanya kontraktur, footdrop 2. Mempertahankan

kekuatan/fungsi

tubuh secara optimal 3. Mempertahankan integritas kulit Perawatan Tirah Baring a. Klien tidak mengalami nyeri tekan pada bagian tubuh tertentu b. Tidak terjadi kontraktur sendi dan otot c. Kekuatan otot klien tidak mengalami penurunan

3.

Hambatan

komunikasi

berhubungan

verbal Setelah dilakukan tindakan keperawatan

dengan gangguan selama 2x24 jam diharapkan klien

neuromuskular

mampu berkomunikasi verbal dengan outcome: 1. Mampu

menggunakan

metode

komunikasi yang efektif baik verbal maupun non veral 2. Terhindar dari tanda – tanda frustasi 3. Mampu

mengkomunikasikan

kebutuhan dasar 4. Mampu mengekspresikan diri dan memahami orang lain 4.

Gangguan

Citra

tubuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan

berhubungan dengan Perubahan selama 2x24 jam diharapkan klien tidak fungsi tubuh

mengalami gangguan citra tubuh dengan kriteria hasil:

Body Image a. Klien percaya diri dengan dirinya yang sekarang b. Klien menerima perubahan dalam dirinya c. Klien mampu menceritakan apa yang sedang dialami 5.

Defisiensi pengetahuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan tentang

penyakit selama 1x24 jam diharapkan klien

berhubungan dengan Kurangnya

mengetahuhi informasi tentang penyakit

paparan informasi

yang dideritanya dengan outcome: 1.

Klien mengetahui tentang penyakitnya, tanda dan gejala, kemungkinan penyebab

2.

Klien mengetahui tentang program pengobatan dan alternatif pengobantan

3.

Klien mengetahui gaya hidup untuk mencegah komplikasi

6.

Mengambil tindakan: memilih tindakan berdasarkan berbagai alternatif tujuan yang ada No. Masalah

Rencana tindakan

keperawatan 1.

Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak

1. Kaji dan evaluasi perubahan perfusi jaringan : tingkat kesadaran, tensi, pernafasan. 2. Observasi dan minta klien melaporkan sensasi yang tidak biasa/baru dirasakan berbeda misalnya kesemutan,

kebas,

penurunan

kemampuan

mengerakkan jari, nyeri yang tidak hilang. 3. Observasi dan minta klien melaporkan akibat penurunan perfusi serebral : gangguan mental (cemas, binggung), pingsan, reaksi pupil terhadap

cahaya, penglihatan kabur, nyeri kepala, gerakan bola mata) 4. Anjurkan untuk bed rest 5. Kolaborasi dengan dokter untuk penanganan medis dan pemeriksaan Thrombolytic Therapy Management 1.

Verifikasi identitas klien

2.

Kaji riwayat penyakit dan pengobatan

3.

Jelaskan semua prosedur kepada klien

4.

Siapkan terapi trombolitik

5.

Siapkan agen trombolitik

6. Kelola agen trombolitik sesuai prosedur 7.

Kelola medikasi tambahan

8.

Monitor tanda-tanda vital (TD, HR, RR)

9.

Amati tanda-tanda perdarahan

10. Kelola tes radiologi tambahan 2.

Hambatan fisik dengan

mobilitas

berhubungan gangguan

neuromuskular

1. Kaji

kemampuan

fungsional

dan

beratnya

kelainan. 2. Balikkan dan ubah posisi tiap 2 jam. 3. Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan bantal. 4. Lakukan latihan rentang gerak aktif atau pasif untuk semua ekstremitas setiap 2 jam sampai 4 jam. 5. Konsulkan dengan dokter dan bagian terapi Perawatan Tirah Baring a. Pemberian posisi sesuai dengan body alignment b. Memasang papan kaki c. Memposisikan tangan dan jari sedikit fleksi d. Mengubah posisi sedikitnya setiap 2 jam sekali e. Memberikan latihan rentang gerak penuh 4 atau 5 kali dalam sehari

3.

Hambatan komunikasi verbal

berhubungan

1. Kolaborasikan dengan praktis bicara untuk mengevaluasi pasien dan merancang rencana.

dengan

gangguan

neuromuskular

2. Ciptakan suatu atmosfir penerimaan dan privasi. 3. Buat semua upaya untuk memahami komunikasi pasien, mendengar dengan penuh perhatian, ulangi pesan

pasien

kembali

pada

pasien

untuk

memastikan pengertian, abaikan ketidaktepatan penggunaan kata, jangan memperbaiki kesalahan, jangan pura-pura mengerti bila tidak mengerti, minta pasien untuk mengulang. 4. Ajarkan pasien tehnik untuk memperbaiki wicara, instruksikan bicara lambat dan dalam kalimat pendek pada awalnya, tanyakan pertanyaan yang dapat dijawabnya ya atau tidak. 5. Gunakan strategi untuk memperbaiki pemahaman pasien, dapatkan pengetahuan pasien sebelum bicara padanya, panggil dengan menyebutkan nama pasien, lakukan pola bicara yang konsisten, gunakan

sentuhan

dan

perilaku

untuk

berkomunikasi dengan tenang 4.

Gangguan Citra tubuh NIC label : Body Image Enhancement berhubungan dengan Perubahan tubuh

fungsi

1. Monitor frekuensi kalimat yang mengkritik diri sendiri 2. Bantu klien untuk mengenali tindakan yang akan meningkatkan penampilannya 3. Fasilitasi hubungan klien dengan individu yang mengalami perubahan citra tubuh yang serupa 4. Identifikasi dukungan kelompok yang tersedia untuk klien NIC label : Self Esteem Enhancement 1. Anjurkan klien untuk menilai kekuatan pribadinya 2. Anjurkan kontak mata dalam berkomunikasi dengan orang lain

3. Fasilitasi lingkungan dan aktifitas yang akan meningkatkan harga diri klien 4. Monitor tingkat harga diri klien dari waktu ke waktu dengan tepat 5.

Defisiensi pengetahuan

NIC: Pengetahuan penyakit tentang

penyakit berhubungan

1. Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya 2.

Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan

dengan Kurangnya

gejala), identifikasi kemungkinan penyebab.

paparan informasi

Jelaskan kondisi tentangklien 3.

Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif pengobantan

4.

Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan untuk mencegah komplikasi

5.

Diskusikan tentang terapi dan pilihannya

6.

Eksplorasi kemungkinan sumber yang bisa digunakan/ mendukung

7.

Instruksikan kapan harus ke pelayanan

8.

Tanyakan kembali pengetahuan klien tentang penyakit, prosedur perawatan dan pengobatan

7.

Mengevaluasi: mengevaluasi efektifitas hasil dan tindakan No 1

Tindakan 1. Kaji dan evaluasi perubahan perfusi jaringan : tingkat kesadaran, tensi, pernafasan.

Evaluasi - Tingkat

kesadaran

composmentis - Tensi normal (berkisar 90/60 mmHg hingga dari 140/90 mmHg) - Pernafasan 12-20x permenit

2. Observasi dan minta klien melaporkan

Klien mampu mengungkapkan

sensasi yang tidak biasa/baru dirasakan

apa yang tengah dirasakan pada

berbeda misalnya kesemutan, kebas,

dirinya

penurunan kemampuan mengerakkan jari, nyeri yang tidak hilang.

Klien mampu mengungkapkan

3. Observasi dan minta klien melaporkan

Apakah ada gangguan mental

akibat penurunan perfusi serebral :

(cemas, bingung) pingsan, reaksi

gangguan mental (cemas, binggung),

pupil

pingsan, reaksi pupil terhadap cahaya,

penglihatan kabur, nyeri kepala,

penglihatan

gerakan bola mata) dalam dirinya

kabur,

nyeri

kepala,

gerakan bola mata)

nyaman Dokter

dengan

dokter

untuk

penanganan medis dan pemeriksaan 2

6. Kaji

kemampuan

cahaya,

Klien dapat bed rest dengan

4. Anjurkan untuk bed rest

5. Kolaborasi

terhadap

fungsional

mampu

penanganan

memberikan medis

dan

pemeriksaan dengan tepat.

dan Tercatat hasil dari kemampuan

beratnya kelainan.

fungsional dan beratnya kelainan klien

7. Pertahankan

kesejajaran

tubuh Klien mampu mempertahankan

(gunakan papan tempat tidur, matras kesejajaran tubuh dengan nyaman udara atau papan baku sesuai indikasi) 8. Balikkan dan ubah posisi tiap 2 jam.

Posisi klien mampu berubah tiap 2 jam

9. Tinggikan

ekstremitas

yang sakit Ekstremitas

dengan bantal.

mmapu

terasa

nyaman

10. Lakukan latihan rentang gerak aktif Klien mampu melakukan latihan atau pasif untuk semua ekstremitas rentang gerak aktif atau pasif setiap 2 jam sampai 4 jam.

untuk semua ekstremitas setiap 2 jam sampai 4 jam.

11. Berikan dorongan tangan, jari-jari dan Perawat latihan kaki.

memberikan

latihan

dengan baik dan klien mampu melakukannya

12. Bantu pasien dengan menggunakan Perawat membantu klien dengan alat penyokong sesuai indikasi.

baik

dan

melakukannya

klien

mampu

13. Berikan dorongan kepada pasien untuk Klien mampu semangat untuk melakukan aktivitas kebutuhan sehari- melakukan aktivitas kebutuhan hari.

sehari-hari.

14. Konsulkan dengan dokter dan bagian Dokter dan bagian terapi mampu terapi

memberikan

tindakan

optimal

untuk klien 3

15. Kolaborasikan dengan praktis bicara Praktisi untuk

mengevaluasi

pasien

dan memberikan

merancang rencana.

bicara tindakan

mampu optimal

untuk klien

16. Ciptakan suatu atmosfir penerimaan Tercipta suasana nyaman dan privasi. 17. Buat semua upaya untuk memahami Tercipta suasana nyaman dan komunikasi pasien, mendengar dengan saling memahami penuh perhatian, ulangi pesan pasien kembali

pada

memastikan

pasien

untuk

pengertian,

ketidaktepatan

abaikan

penggunaan

kata,

jangan memperbaiki kesalahan, jangan pura-pura mengerti bila tidak mengerti, minta pasien untuk mengulang. 18. Ajarkan

pasien

memperbaiki

tehnik

wicara,

untuk Tercipta suasana nyaman dan

instruksikan saling memahami

bicara lambat dan dalam kalimat pendek

pada

awalnya,

tanyakan

pertanyaan yang dapat dijawabnya ya atau tidak. 19. Gunakan strategi untuk memperbaiki Tercipta suasana nyaman dan pemahaman

pasien,

dapatkan saling memahami

pengetahuan pasien sebelum bicara padanya, panggil dengan menyebutkan nama pasien, lakukan pola bicara yang konsisten,

gunakan

sentuhan

dan

perilaku untuk berkomunikasi dengan tenang 4 20. Monitor frekuensi kalimat yang mengkritik diri sendiri 21. Bantu klien untuk mengenali tindakan

Frekuensi

kalimat

mengkritik diri sendiri berkurang Klien dapat mengenali tindakan

yang akan meningkatkan

yang

penampilannya

penampilannya

22. Identifikasi dukungan kelompok yang tersedia untuk klien 23. Anjurkan klien untuk menilai kekuatan pribadinya 24. Anjurkan kontak mata dalam berkomunikasi dengan orang lain 25. Fasilitasi lingkungan dan aktifitas

yang

akan

Dukungan

meningkatkan

kelompok

yang

tersedia untuk klien Klien dapat menilai kekuatan pribadinya Klien

kontak

mata

dalam

berkomunikasi dengan orang lain Harga diri klien meningkat

yang akan meningkatkan harga diri klien 26. Monitor tingkat harga diri klien dari waktu ke waktu dengan tepat 5

27. Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya 28. Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala), identifikasi

Tingkat harga diri klien dari waktu ke waktu terpantau Klien mengetahui tentang penyakitnya Klien mengetahui tentang penyakitnya

kemungkinan penyebab. Jelaskan kondisi tentangklien 29. Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif pengobantan 30. Diskusikan perubahan gaya hidup

Klien mengetahui tentang pengobatan penyakitnya Klien mengetahui tentang

yang mungkin digunakan

perubahan gaya hidup yang

untuk mencegah komplikasi

mungkin digunakan untuk mencegah komplikasi

31. Diskusikan tentang terapi dan pilihannya

Klien mengetahui tentang terapi

32. Eksplorasi kemungkinan sumber yang bisa digunakan/ mendukung

Terdapat sumber yang bisa digunakan/ mendukung

33. Instruksikan kapan harus ke pelayanan Klien mengetahui tentang kapan harus ke pelayanan

8.

34. Tanyakan kembali pengetahuan klien

Klien mengetahui tentang tentang

tentang penyakit, prosedur perawatan

penyakit, prosedur perawatan dan

dan pengobatan

pengobatan

Merefleksikan proses dan pembelajaran baru: merenungkan apa yang telah dipelajari dan bisa melakukan hal yang berbeda a) Langkah dalam mengerjakan sistematis sehingga proses berpikir lebih terarah b) Meningkatkan kemampuan kerja sama karena setiap langkah berkesinambungan c) Lebih mudah memahami terhadap fokus masalah pada suatu kasus d) Melatih kemampuan berpikir kritis sesuai dengan clinical setting e) Masih kesulitan dalam mengerjakan langkah 2 & 3 sehingga terkadang jawaban tumpang tindih maupun tertukar f) Waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan relatif lama g) Sebaiknya metode pembelajaran ini dipaparkan sejak semester sebelumnya terutama untuk studi kasus

DAFTAR PUSTAKA Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi ke empat. FKUI : Jakarta. 2007. Bulechek, G. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC).6th Edition. Missouri: Elseiver Mosby. Herdman.T.H. & Kamitsuru, S. (2014). NANDA International Nursing Diagnoses : Definition & Classification, 2015-2017. Oxford: Wiley-Blackwell. Krakatau Media Hospital. (2011). MRI dan MSCT. Diakses pada 14 Maret 2018 melalui http://www.krakataumedika.com/fasilitas-dan-pelayanan/mri-dan-msct/ Medikus. 2018. Neurobion : Kegunaan, Dosis, Efek Samping. Diakses pada13 Maret 2018 dari http:// Neurobion : Kegunaan, Dosis, Efek Samping - Mediskus Moorhead, S. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC): Measurement of Health Outcomes. 5th Edition. Missouri: Elsevier Saunder. Prakasita, M. (2015). Hubungan Antara Lama Pembacaan Ct Scan. Terhadap Outcome Penderita. Stroke Non Hemoragik. Diakses pada 14 Maret 2018 melalui http://eprints.undip.ac.id/46789/3/Masayu_Prakasita_22010111140160_Lap.KTI_Bab 2.pdf Rizki, FA. (2016). Bab I Pendahuluan Watermark. Diakses pada 14 Maret 2018 melalui http://scholar.unand.ac.id/3065/2/BAB_1_Pendahuluan_watermark.PDF Smeltzer, Suzanne C & Brenda, Bare G. (2001). Buku ajar keperawatan medical bedah. Ed. 8. Jakarta: EGC. UMM. (2012). Prosedur Pemasangan Ngt (Naso Gastric Tube). Diakses pada 14 Maret 2018 melalui s1-keperawatan.umm.ac.id/files/file/skill%20lab%20skenario%203(1).docx

http://www.krakataumedika.com/fasilitas-dan-pelayanan/mri-dan-msct/

Related Documents

Langkah-langkah
May 2020 45
Langkah
May 2020 38
Langkah
June 2020 37
Langkah
December 2019 67
Langkah
May 2020 27

More Documents from ""