LAJU DIGESTI PADA IKAN
Oleh : Nama NIM Rombongan Kelompok Asisten
: Arlina Setyoningtyas : B1A017150 :V :5 : Ainani Priza Minhalina
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2019
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pemecahan zat makanan yang kompleks menjadi sederhana. Proses digesti memerlukan waktu yang lama dalam memecah makanan disebut dengan digesti. proses digesti akan berlangsung di dalam sistem pencernaan setelah ikan mengonsumsi pakan. Nutrisi dalam pakan tersebut
akan diabsorpsi oleh sistem
pencernaan untuk sistem biologis pada tubuh ikan. Proses digesti pada ikan akan dibantu oleh enzim-enzim pencernaaan yang dihasilkan oleh tubuh. Hasil proses digesti dapat berupa asam amino, asam lemak, dan monosakarida yang akan diabsorpsi oleh sel epitel intestine kemudian disebarluaskan ke seluruh tubuh oleh sistem sirkulasi (Kay, 1998). Laju kecepatan pemecahan makanan pada tubuh ikan dari molekul kompleks menjadi molekul sederhana disebut dengan laju digesti. Molekul sederhana yang dihasilkan selanjutnya akan diabsorpsi oleh tubuh ikan melalui sistem pencernaan. Proses digesti yang terjadi di dalam lambung dapat diukur kecepatannya dengan mengetahui laju pengosongan lambung (Subandiyah et al., 2010). Terdapat dua proses digesti yaitu digesti secara mekanik dan digesti secara kimiawi. Digesti secara mekanik yaitu dengan berperannya gigi dalam proses pemotongan dan penggerusan makanan, lalu dilanjutkan ke lambung dan usus yaitu dengan adanya gerakan-gerakan kontraksi otot. Digesti secara kimiawi diperankan oleh enzim yang membantu mencerna makanan menjadi molekul-molekul terkecil sehingga bisa diserap oleh usus untuk diedarkan melalui pembuluh darah ke seluruh tubuh untuk menghasilkan suatu energi (Fujaya, 2004). B. Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah melihat laju digesti atau pengosongan lambung pada ikan, dapat mengetahui bentuk lambung yang kosong dan berisi pakan, terampil dalam mengisolasi lambung ikan, dan dapat menghitung laju pengosongan lambung.
II. MATERI DAN CARA KERJA A. Materi Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah ikan lele (Clarias batrachus) dan pakan ikan (berbentuk pelet). Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah akuarium kaca, alat bedah, timbangan analitik, thermometer, dan hitter. B. Cara Kerja 1. Akuarium disiapkan dan diisi dengan air setinggi 25 cm, kemudian diberi aerasi pada akuarium yang akan dipakai. 2. Ikan ditebarkan dengan ukuran yang seragam pada akuarium yang telah disediakan dengan kepadatan 4-5 ekor per akuarium. 3. Ikan diberi pelet sebanyak 2.5% dari berat total tubuh dan ikan dibiarkan mengonsumsi pakan untuk waktu 15-20 menit. 4. Semua ikan pada salah satu akuarium diambil dan dilakukan pembedahan untuk mengambil lambung ikan, setelah lambung diambil dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot lambung. Bobot lambung yang diperoleh dinyatakan sebagai bobot lambung dalam keadaan ringan atau nol jam setelah makan. 5. 30 menit setelah pemberian pakan, ikan diambil pada salah satu akuarium yang lain dan dilakukan pembedahan pada bagian ventral untuk dapat mengambil lambung ikan serta penimbangan dilakukan untuk mengetahui bobot lambung. 6. Bobot lambung yang diperoleh selanjutnya dinyatakan dengan persentase bobot lambung pada waktu 30 menit setelah makan terhadap bobot lambung pada waktu kenyang. 7. Langkah 5 dan 6 dilakukan lagi untuk waktu pengambilan 60 menit pada akuarium yang lain. 8. Grafik diplotkan dalam hubungan antara lama pengamatan dengan persentase bobot lambung.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Tabel 3.1.1. Hasil Pengamatan Laju Digesti pada Ikan Lele X (0’) Bx (gr) Bx (%) 1,26 1,22 1,04 1,08 0,75 0,77 1,19 1,37 1,25 1,11
Kel 1 2 3 4 5
Y (30’) By (gr) By (%) 1,22 1,11 1,16 1,23 1,11 1,20 1,16 1,12 1,09 1,03
Z (60’) Bz (gr) Bz (%) 0,70 0,97 2,37 2,27 1,02 1,22 1,07 1,07 0,97 1,07
Perhitungan presentase bobot lambung ikan kelompok 5: =
B ×100 Bt
%Bx=
Bx 1,25 gram = × 100 =1,11 Bx t 13 gram
%By=
By 1,09 gram = × 100 =1,03 By t 106 gram
%Bz=
Bz 0,97 gram = ×100 =1,07 Bz t 91 gram
Keterangan:
Bx = bobot lambung ikan dalam 0 menit Bxt = bobot total tubuh ikan dalam 0 menit By = bobot lambung ikan dalam 30 menit Byt = bobot total tubuh ikan dalam 30 menit Bz = bobot lambung ikan dalam 60 menit Bzt = bobot total tubuh ikan dalam 60 menit
Grafik 3.1.2 Hubungan antara Persentase Bobot Lambung Ikan Lele dengan Waktu Pengamatan
Presentase Bobot Lambung Ikan
2.5
2
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok 5
1.5
1
0.5
0 0'
B. Pembahasan
30'
60'
Berdasarkan hasil percobaan laju digesti kelompok 5 dalam 0 menit setelah pemberian pakan berat lambung ikan yaitu mencapai 1,25 gram dengan persentase bobot 1,11%. Setelah 30 menit pemberian pakan, bobot berkurang menjadi 1,09 gram dengan persentase bobot 1,03%, dan setelah 60 menit pemberian pakan terjadi penambahan bobot lambung yaitu menjadi 0,97 gram dengan persentase bobot 1,07%. Seharusnya semakin lama waktu pengukuran setelah diberi pakan, maka semakin kecil bobot lambung, karena molekul besar telah banyak yang didigesti menjadi molekul yang lebih kecil dan telah banyak diserap oleh usus (Yuwono, 2001). Persentase bobot ikan yang justru meningkat setelah 60 menit pemberian pakan menunjukkan ketidaksesuaian dengan referensi. Pengurangan bobot tersebut terjadi karena makanan yang tersimpan dalam lambung sudah dicerna dan siap diabsorpsi. Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencerna makanan maka semakin sedikit pula makanan yang tertampung dalam lambung karena sudah mengalami absorpsi. Kemampuan ikan dalam mendigesti makanannya dalam lambung bergantung pada jenis kelaminnya, karena pada masing-masing ikan jantan dan betina memiliki pasokan pakan yang berbeda (Sulistiono, 2001). Proses digesti ikan dimulai dari lambung (pada ikan yang mempunyai lambung) dan dilanjutkan di intestinum yang akan berakhir di lubang pembuangan bahan sisa. Proses digesti diawali dari makanan masuk ke mulut, dicerna secara mekanik dan dibantu oleh kelenjar saliva kemudian masuk ke faring, esofagus, dan tertampung dilambung untuk dicerna secara kimiawi dengan bantuan enzim-enzim pencernaan. Makanan yang telah menjadi molekulmolekul kecil kemudian masuk ke usus untuk proses penyerapan atau absorpsi yang sisanya menuju rektum dan ke anus untuk dibuang. Hasil digesti dapat berupa asam amino, asam lemak dan monosakarida akan diabsorpsi oleh epitel intestinum kemudian diedarkan keseluruh tubuh oleh sistem sirkulasi. (Gumisiriza et al., 2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi laju digesti adalah temperatur air, suhu lingkungan, musim, waktu siang dan malam, intensitas cahaya, ritme internal dan kualitas pakan yang dikonsumsi (Halver et al.,1989). Laju digesti dipengaruhi oleh zat kimia yang terdapat dalam perairan yaitu kandungan O2, CO2, H2S, pH dan alkalinitas. Laju pengosongan lambung dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu temperatur, ukuran ikan, pakan ikan, dan kualitas pakan ikan (Seyhan & Groove, 2003). Pemanfaatan pakan ada kaitannya dengan proses osmoregulasi ikan. Tingkat konsumsi pakan akan menurun pada kondisi media yang hipoosmotik dan hiperosmotik (Kursistiyanto, 2013). Laju digesti juga dipengaruhi oleh enzim pencernaan. Enzim pencernaan berfungsi sebagai katalisator biologi reaksi kimia didalam pencernaan ikan, enzim-enzim ini disekresikan dalam rongga pencernaan dan berasal dari sel-sel mukosa lambung, pilorik kaeka, pankreas dan mukosa usus (Halver & Hardy 2002). Laju digesti umumnya berkolerasi dengan laju metabolisme ikan. Karena semakin lama waktu maka isi lambung (BLR) semakin berkurang sehingga bobot tubuh ikan berkurang. Laju pengosongan lambung dipengaruhi juga oleh pakan yang dikonsumsi oleh ikan. Jika pakan ikan yang dicerna berasal dari pakan ikan yang nabati, maka laju pengosongan ikan akan tergantung pada seberapa besar ikan tersebut memakan pakan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, sebab pada makanan tersebut yang mengandung bahan ekstrak dari tumbuh-tumbuhan mengandung dinding sel yang mengandung selulosa sehingga ikan akan susah untuk mencerna, sedangkan pada pakan ikan yang berasal dari pakan ikan hewani proses pencernaannya akan mudah (Lagler, 1977). Sifat fisiologis ikan lebih efektif dalam memanfaatkan protein sebagai sumber energy dibandingkan karbohidrat. Pencernaan karbohidrat pada ikan relatif rendah karena ketersediaan dan aktivitas enzim amylase dalam saluran pencernaan ikan yang rendah dibandingkan dengan hewan terrestrial dan manusia. Di dalam saluran pencernaan ikan terdapat berbagai jenis bakteri, banyak diantara bakteri tersebut yang berperan sebagai jasad patogen. ditingkatkan. Salah satu upaya adalah dengan meningkatkan ketersediaan amilase dalam saluran pencernaan ikan melalui pemberian probiotik (Rusdani et al., 2016). Sistem pencernaan pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dimulai dari mulut, rongga mulut, faring, oesophagus, lambung, pylorus, usus, rectum, dan anus. Struktur anatomi mulut ikan lele erat kaitannya dengan caranya mendapatkan makanan. Sungut yang terdapat disekitar mulut lele yang berperan sebagai alat peraba atau pendeteksi makanan dan terdapat pada ikan yang aktif
mencari makan pada malam hari (nocturnal). Rongga mulut ikan lele diselaputi oleh sel-sel penghasil lendir yang mempermudah jalannya makanan ke segmen berikutnya. Rongga mulut ikan lele juga terdapat organ pengecap yang berfungsi untuk menyeleksi makanan. Faring pada ikan berfungsi untuk menyaring makanan yang masuk, karena insang mengarah pada faring maka material bukan makanan akan dibuang melalui celah insang (Djuhanda, 1984). Organ penting yang berperan dalam saluran pencernaan adalah usus karena sangat berkaitan dengan aktivitas enzim pencernaan di dalam tubuh ikan. Enzim-enzim pencernaan memiliki peranan penting dalam proses pencernaan nutrien pakan. Ketersediaan enzim pencernaan akan memengaruhi efektivitas enzim dalam mencerna pakan yang diberikan, dan selanjutnya berpengaruh pada pertumbuhan (Putri et al., 2016). Meningkatknya penyerapan pakan disebabkan adanya keseimbangan Mikroba pada saluran pencernaan. Aktivitas bakteri dalam pencernaan akan berubah dengan cepat apabila ada mikroba yang masuk melalui pakan atau air yang menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan bakteri yang sudah ada dalam saluran pencernaan dengan bakteri yang masuk (Sukoco et al., 2016). Kehadiran enzim dalam pakan dapat membantu dan mempercepat proses pencernaan, sehingga nutrien dapat cukup tersedia untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup kultivan. Enzim merupakan protein yang memiliki aktivitas katalisis untuk menurunkan energi aktivasi suatu reaksi sehingga konversi substrat menjadi produk dapat berlangsung lebih cepat. Salah satu enzim yang mempunyai peran penting dalam kehidupan adalah protease, yaitu enzim proteolitik yang bekerja memecah protein menjadi asam amino (Khodijah et al., 2015). Enzim pencernaan dalam studi gizi banyak digunakan ketika peneliti bertujuan untuk mengevaluasi kompetensi pencernaan ikan di seluruh ontogeninya untuk menyesuaikan makanan kapasitas pencernaannya. Hal ini juga biasa digunakan untuk menilai dampak dari jenis makanan tertentu atau nutrisi pada fungsi dan / atau pematangan organ pencernaan. Peran utama dari sistem pencernaan adalah mengurangi makanan menjadi sangat sederhana molekul (molekul yang dapat diserap usus) yang diangkut melintasi epitel usus ke dalam tingkat pencernaan (Gisbert et al., 2018). IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa laju digesti adalah laju kecepatan pemecahan makanan pada tubuh ikan dari molekul kompleks menjadi molekul sederhana. Proses digesti yang terjadi di dalam lambung dapat diukur kecepatannya dengan mengetahui laju pengosongan lambung Persentase bobot lambung ikan dalam 0 menit yaitu 1,11%, dalam 30 menit yaitu 1,03%, dan 1,07% untuk bobot lambung dalam 60 menit setelah pemberian pakan 2.5% dari biomassa. Laju digesti dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain umur, jenis kelamin, status reproduksi, makanan dalam usus, stress fisiologis, aktivitas, musim, ukuran tubuh dan temperatur lingkungan.
DAFTAR REFERENSI
Djuhanda, T., 1984. Analisa Struktur Vertebratae Jilid I. Bandung: Americo. Fujaya, Y., 2002. Fisiologi Ikan. Makassar: Direktorat Jenderal Pendidikan Nasional. Gisbert, E., Nolasco, H., & Solovyev, M. (2018). Towards the standardization of brush border purification and intestinal alkaline phosphatase quantification in fish with notes on other digestive enzymes. Journal of Aquaqulture, 102-108. Gumisiriza, R. et al., 2009 Putri, I. W., Setiawati, M., & Jusadi, D., 2016. Enzim pencernaan dan kinerja pertumbuhan ikan mas, Cyprinus carpio Linnaeus, 1758) yang diberi pakan dengan penambahan tepung kunyit Curcuma longa Linn. Jurnal Iktiologi Indonesia, 11-20. . Enhancement of Anaerobic Digestion of Nile Perch Fish Processing Wastewater. Journal of Biotecnology, 8(2), pp. 328-333. Halver, J. A.1989. Fish Nutrition. New York: Academy Press. Halver, J. E. & Hardy, R. W., 2002. Fish Nutrition. United States : Academic Press. Kay, I. 1998. Introduction to Animal Physiology. New York: Bios Scientific Publiher Limited. Khodijah, D., Rachmawati, D., & Pinandoyo., 2015. Performa Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus). Journal of Aquaculture Management and Technology, 35-43. Kursistiyanto, N., 2013. Penambahan Vitamin C Pada Pakan dan Pengaruhnya Terhadap Respon Osmotik, Effisiensi Pakan Dan Pertumbuhan Ikan Nila Gesit (Preochromis sp.) Pada Media Dengan Osmolaritas Berbeda. Jurnal Saintek Perikanan, 8(2), pp. 66-75. Lagler, K. F., 1977. Ichtiology. New York : Jhon Wiley and sons. Rusdani, M. M., Amir, S., Waspodo, S., & Abidin, Z., 2016. Pengaruh Pemberian Probiotik Bacillus Spp. Melalui Pakan Terhadap Kelangsungan Hidup dan Laju Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis Niloticus. Jurnal Biologi Tropis, 34-40. Seyhan, K & Groove, D.J., 2003. A New Approach in Modelling Gastric Emptying in Fish. Turk J Vet Anim Sci, 27, pp. 1043-1047. Subandiyah S, Hirnawati R, Rohmy S, dan Atmaja., 2010. Pemeliharaan Larva Ikan hias Pelangi Asal Danau Kurumoi Umur 7 Hari dengan Pakan Alami, Seminar Nasional Biologi. Yogyakarta: UGM. Sukoco, F. A., Rahardja, B. S., & Manan, A., 2016. Pengaruh Pemberian Probiotik Berbeda Dalam Sistem AkuaponikK Terhadap FCR (Feed Convention Ratio) dan Biomassa ikan lel (Clarias sp.). Journal of Aquaculture and Fish Health , 24-31.
Sulistiono, Delismawati Lubis, Ridwan Affandi & Seiichi Watanabe., 2001. Pengamatan Isi Lambung Beberapa Jenis Ikan Buntal (Tetraodon reticularis, T. fluviatilis, T. Lunaris) di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. Jurnal Iktiologi Indonesia, 1(1), pp. 27-33. Yuwono, E., 2001. Fisiologi Hewan I. Purwokerto: Fakultas Biologi Unsoed.