Kursus

  • Uploaded by: Prof. DR. H. Imam Suprayogo
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kursus as PDF for free.

More details

  • Words: 966
  • Pages: 4
Kursus, Ngaji, Sekolah, Dan Kuliah Bagikan 08 Mei 2009 jam 14:19 Diunggah melalui Facebook Seluler Beberapa istilah dalam judul tulisan ini memiliki makna yang serupa, tetapi sesungguhnya tidak persis sama. Semua istilah itu terkait dengan kegiatan yang berkenaan dengan pembelajaran. Namun, tempat, bentuk, sifat dan manajemennya berbeda-beda. Dan ternyata hasilnya juga berbeda-beda.Kursus adalah kegiatan yang terkait dengan ketrampilan. Maka, terdapat istilah kursus mengendara mobil, kursus komputer, kursus menjahit, kursus merangkai bunga, kursus kecantikan dan lain-lain. Berbeda dengan itu adalah mengaji. Istilah itu biasanya digunakan di kalangan madrasah diniyah, masjid, musholla, atau pesantren. Istilah mengaji biasanya menggambarkan kegiatan anak-anak belajar agama Islam.Perbedaan antara kursus dan mengaji bukan hanya terkait dengan bahan yang dipelajari, guru yang mengajar, tempat pelaksanakan aktivitas itu tetapi juga niat atau suasana batin yang dikembangkan. Seseorang mengikuti kursus agar yang bersangkutan memiliki ketrampilan dari bahan yang dikursuskan itu. Mengaji biasanya mempelajari pengetahuan yang terkait dengan agama. Cara dan jenis pengetahuan yang diberikan juga khas. Mengaji biasanya dilakukan dengan cara sorogan, bandongan, atau wekton.Orang mengaji biasanya selain berharap mendapatkan ilmu agama yang dipelajari, juga agar mendapatkan pahala. Dalam mengaji, masing-masing pihak -----baik guru atau murid, diliputi oleh suasana batin yang khas, yakni didorong oleh suasana ibadah. Oleh karena itu, kegiatan mengaji memang berbeda dengan kursus dan juga lainnya. Guru mengaji biasanya tidak mendapatkan imbalan. Mereka belajar dan mengajar dijalankan dengan ikhlas. Sebagai ibadah, imbalan diharapkan datang dari Allah swt. Suasana spiritual seperti itu, tampak bagaimana murid memperlakukan guru dan juga kepada kitab yang dipelajarinya.Orang mengaji, sekalipun menggunakan metode, sarana dan prasarana yang kadang sangat sederhana, tetapi hasilnya justru kelihatan. Anak-anak atau orang dewasa mengaji di musholla, masjid atau madrasah diniyah ternyata berhasil bisa mengaji. Berbagai doa, yang selalu dibaca dalam kegiatan spiritual seperti sholat, atau doa lainnya, biasanya dipelajari

dari kegiatan mengaji ini. Bahkan kemampuan membaca al Qur’an dan kitab-kitab lainnya, bagi bayak orang, mendapatkannya dari mengaji ini.Istilah lainnya adalah sekolah. Pada intinya antara kursus, mengaji dan sekolah adalah sama, yakni untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Hanya saja sekolah biasanya lebih formal. Sekolah biasanya dijalankan mengikuti aturan formal. Baik yang menyangkut guru,murid, tata usaha, admninistrasi, bahan pelajaran dan kelengkapan lainnya, semuanya diatur, dan bahkan akhir-akhir ini juga dibuat standart. Akhirnya muncul apa yang disebut dengan istilah standar pendidikan.Jika mengaji tidak terlalu hirau dengan peraturan dan bahkan juga biaya yang harus dikeluarkan, maka sekolah jutru sebaliknya. Karena semua diatur dan bersifat formal itu, maka akibatnya kadang biayanya pun menjadi mahal. Semua aturan itu harus terpenuhi. Jika tidak mampu, maka pemenuhannya bisa saja baru bersifat formal, lalu muncul istilah formalitas. Para siswa seolaholah telahmengikuti pendidikan, tetapi sesungguhnya belum mendapatkan apa-apa. Pendidikan sekolah, selain mengedepankan isi juga pemenuhan formalitasnya. Namun sering terjadi, formalitas sekolah lebih ditonjolkan daripada isinya. Jika motif mengaji adalah ikhlas beribadah, maka belajar di sekolah motif itu kurang bisa dirasakan. Yang dipentingkan dalam sekolah adalah terpenuhinya syarat-syarat formal dan kemudian mendapatkan ijazah formal itu. Sebagai akibatnya, di sekolah sering terjadi penyimpangan, termasuk juga penyimpangan dalam pelaksanakan ujian, dan bahkan juga ujian nasional.Sekalipun lebih tampak modern dan berbagai persyaratan terpenuhi,-----guru, sarana dan prasarana, lingkungan, metode, evaluasi dan lain-lain, ternyata sekolah formal belum tentu hasilnya lebih unggul. Anak mengaji di musholla, masjid, madrasah diniyah dan juga pesantren secara sederhana, tetapi tampak berhasil. Beberapa lama mereka mengaji, hasilnya nyata. Mereka mendapatkan ketrampilan dan pengetahuan yang diinginkan. Dengan system sorogan, wekton dan bandongan itu, para santri bisa memahami kitab dan sebagaimana yang diinginkan oleh guru atau kyainya. Berbeda dengan itu, ternyata anak-anak yang belajar di madrasah, atau di sekolahformal lainnya sekalipun telah dinyatakan lulus, belum tentu bisa mengaji atau menulis surat-surat pendek dalam al Qur’an.Masih ada istilah lagi lainnya terkait dengan belajar, yakni kuliah. Istilah itu digunakan di kalangan perguruan tinggi. Yang menonjol dari pembelajaran di perguruan tinggi, ------disebut dengan istilah kuliah, terletak pada siapa yang lebih bertanggung jawab. Jika mengaji di

masjid, musholla, atau diniyah atau sekolah, tanggung jawab itu berada pada pendidik atau para guru, maka sebaliknya adalah kuliah di perguruan tinggi. Para mahasiswa, karena dianggap lebih dewasa, maka tanggung jawab itu lebih diberikan kepada mereka. Para guru tugasnya hanyalah melakukan pembimbingan, penunjuk arah, memberikan garis-garis besar bahan yang harus dipelajari, sedangkan detail-detail untuk mengembangkan keahlian diserahkan sepenuhnya kepada mahasiswa yang bersangkutan.Sebagai lembaga pendidikan formal, perguruan tinggi juga harus memenuhi standar yang ditetapkan. Semua hal diukur dari standar, siapa yang boleh mengajar, bahan ajar, sarana dan prasarana, termasuk berapa kali masuk kuliah, semua terukur secara jelas. Hanya sayangnya, kadang ukuran atau standar itu, lagi-lagi hanya dipenuhi dari ketentuan formalnya. Misalnya, jika keharusan masuk kuliah itu 16 kali dalam satu semester, maka kemudian diringkas dan hanya dilaksanakan sebanyak dua hari, yaitu sabtu minggu, danbeberapa bulan standar itu telah terpenuhi, lalu dilakukan ujian ------secara formal pula, lalu lulus dan akhirnya diwisuda.Sebagai hasilnya, berbeda dengan kursus dan ngaji. Jika seseorang kursus komputer setelah dinyatakan lulus benar-benar bisa menggunakan komputer, anak mengaji di musholla atau pesantren bisa mengaji, maka anehnya belum tentu mahasiswa lulus kuliah bisa menguasai bidangnya. Sehingga, seringkali terlihat aneh. Seseorang sudah dinyatakan lulus dan diwisuda dan berhak menggunakan gelar, ternyata ijazah dan gelarnya belum menggambarkan kemampuan yang disandangnya. Lulusan manajemen seringkali melakukan kesalahanmismanagemen, seorang lulusan perguruan tinggi agama Islam belum berani menjadi imam sholat, dan begitu juga mahasiswa pertanian belum bisa memahami dunia pertanian dan seterusnya.Memperhatikan beraneka ragam jenis dan pusat-pusat pendidikan secara singkat tersebut, rasanya memang menarik. Belum tentu jenispendidikan yang memiliki sarana dan prasarana lengkap dan mahal, selalu hasilnya maksimal. Selain itu, ternyata peraturan – peraturan formal yang diberlakukan, belum tentu dijalani sepenuhnya. Maka terjadilah formalitas pendidikan. Sebaliknya, ternyata adalembaga pendidikan yang berjalan seadanya. Namun karena dijalani atas dasar motivasi yang tulus, ikhlas dan sungguh-sungguh ,ternyata banyak membawa hasil. Kegiatan mengaji di masjid-masjid dan juga di madrasah diniyah yang diselenggarakan oleh masyarakat, jika dilihat dari bentuk dan keadaannya tidak seberapa, tetapi karena

didorong oleh niat yang tulus dan ikhlas tersebut, maka hasilnya justru bisa dirasakan. Wallahu a’lam.

Related Documents

Kursus
June 2020 25
Kursus
July 2020 24
Kerja Kursus
May 2020 27
Portfolio Kursus
June 2020 6
Program Kursus
May 2020 16
Kursus Krs1
June 2020 9

More Documents from ""