BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kata pektin berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengental atau menjadi padat. Pektin merupakan seyawa turunan polisakarida yang kompleks dengan berat molekul 105.000-125.000 g/mol (Kertesz,1951) yang banyak terkandung dalam sayuran dan buah-buahan di antaranya jeruk, apel, pisang,wortel, kacang dan bawang putih. Pektin secara umum terdapat di dalam dinding sel primer tanaman, khususnya di sela-sela antara selulosa dan hemiselulosa. Senyawa-senyawa pektin juga berfungsi sebagai bahan perekat antara dinding sel yang satu dengan yang lain. Bagian antara dua dinding sel yang berdekatan disebut lamella tengah (Winarno, 1992). Pektin memiliki kemampuan membentuk gel sehingga sangat penting dalam proses pembuatan berbagai produk makanan seperti selai, jeli, persiapan buah untuk yoghurt, jus buah dan produk lainnya. Penambahan pektin pada industri makanan bisa dilakukan pada pertengahan atau pada akhir proses. Selain itu juga pektin bisa digunakan sebagai bahan tambahan untuk kosmetik dan obatobatan. Saat ini pemanfaatan pektin sudah meluas yaitu sebagai bahan pengisi, komponen permen, serta sebagai stabilizer untuk jus buah dan minuman dari susu, juga sebagai sumber serat dalam makanan. Oleh karena itu, dilakukan pembuatan makalah mengenai pektin untuk mengetahui mengenai pektin, struktur molekul, komposisi kimia, sifat fisik dan sifat fisika pektin serta sumber pektin dan pemanfaatannya pada bahan pangan. 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4.
Agar mahasiswa mengetahui tentang pektin, Agar mahasiswa mengetahui struktur molekul dan komposisi kimia pektin, Agar mahasiswa mengetahui sifat fisik dan sifat kimia pektin, Agar mahasiswa mengetahui sumber pektin serta pengaplikasian dalam pangan.
BAB 2. PEMBAHASAN 2.1 Pektin Pektin adalah substansi alami yang terdapat pada sebagian besar tanaman pangan. Selain sebagai elemen struktural pada pertumbuhan jaringan dan komponen utama dari lamella tengah pada tanaman, pektin juga berperan sebagai perekat dan menjaga stabilitas jaringan dan sel.
Pektin merupakan senyawa
polisakarida dengan bobot molekul tinggi yang banyak terdapat pada tumbuhan. Pektin digunakan sebagai pembentuk gel dan pengental dalam pembuatan jelly, marmalade, makanan rendah kalori dan dalam bidang farmasi digunakan sebagai obat diare. Pektin umumnya terdapat pada dinding sel tanaman tingkat tinggi dan berkontribusi pada banyak fungsi sel dinding. Dinding sel menentukan ukuran dan bentuk sel dan menyebabkan integritas dan kekakuan jaringan tanaman. Selain itu, pektin memainkan peran dalam retensi transportasi dan air ion, menentukan ukuran pori dinding sel dan terlibat dalam mekanisme pertahanan terhadap infeksi patogen, luka, dan stress atau tekanan. Fungsi spesifik pektin di bagian yang berbeda dari dinding sel atau jaringan tanaman sangat dipengaruhi oleh jumlah dan sifat molekul pektin.
Gambar 1. Pektin pada jaringan tanaman Pektin merupakan polimer dari asam D-galakturonat yang dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik. Asam D-galakturonat memiliki struktur yang sama seperti struktur D-galaktosa, perbedaannya terletak pada gugus alkohol primer C6 yang memiliki gugus karboksilat seperti yang terlihat pada gambar 2.
Gambar 2. Senyawa Asam Pektinat atau Pektin Menurut Hoejgaard pektin merupakan asam poligalakturonat yang mengandung metil ester. Pektin merupakan pangan fungsional bernilai tinggi yang berguna secara luas dalam pembentukan gel dan bahan penstabil pada sari buah, bahan pembuatan jelly, jam dan marmalade. Konsentrasi pektin berpengaruh terhadap pembentukan gel dengan tingkat kekenyalan dan kekuatan tertentu Sahari. (M. A., A. Akbarian and M. Hamedi, 2002). Senyawa pektin adalah asam pektat, asam pektinat dan protopektin : 1. Asam Pektat Asam pektat adalah senyawa asam galakturonat yang bersifat koloid dan pada dasarnya bebas dari kandungan metil ester 2. Asam Pektinat Asam pektinat adalah asam poligalakturonat yang bersifat koloid dan mengandung sejumlah metil ester. Pektin merupakan asam pektinat dengan kandungan metil ester dan derajat netralisasi yang berbeda-beda (F.G. Winarno, 1986). 3. Protopektin Protopektin adalah substansi pektat yang tidak larut dalam air, terdapat dalam tanaman, jika dipisahkan secara hidrolisis akan menghasilkan asam pektinat.
Pektin terdapat dalam semua tanaman namun isi dan komposisi bervariasi tergantung pada spesies, varietas, kematangan tanaman, bagian tanaman, jaringan, dan kondisi pertumbuhan. Pektin pada buah jeruk banyak terdapat pada bagian albedo yang membentuk spons putih pada kulitnya,. Yang dikenal memiliki tingkat tinggi pectin, umumnya, 60 - 70 persen dari serat makanan dalam buah jeruk adalah pektin. Sumber-sumber lain dari pektin termasuk pisang, bit, kubis, wortel. 2.2 Struktur Molekul dan Komposisi Kimia Pektin Pektin tersusun atas molekul asam galakturonat yang berikatan dengan ikatan α- (1-4)-glikosida sehingga membentuk asam poligalakturonat. Gugus karboksil sebagian teresterifikasi dengan methanol dan sebagian gugus alkohol sekunder terastilasi. Gambar di bawah ini menunjukkan struktur kimia unit asam α- galakturonat.
Gambar 3. Struktur Kimia Asam α-Galakturonat Pektin merupakan asam poligalakturonat yang mengandung metil ester. Pektin diekstraksi secara komersial dari kulit buah jeruk dan apel dalam kondisi asam.
Masing-masing
cincin
merupakan
suatu
molekul
dari
asam
poligalakturonat, dan ada 300 – 1000 cincin seperti itu dalam suatu tipikal molekul pektin, yang dihubungkan dengan suatu rantai linier.
Gambar 4. Struktur Kimia Asam Poligalakturonat
Berdasarkan kandungan metoksilnya, pektin dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu pektin berkadar metoksil tinggi (HMP), dan pektin berkadar metoksil rendah (LMP). Pektin bermetoksil tinggi mempunyai kandungan metoksil minimal 7%, sedangkan pektin bermetoksil rendah mempunyai kandungan pektin maksimal 7%. Gambar di bawah ini merupakan rumus molekul dari pektin bermetoksil tinggi dan pektin bermetoksil rendah (IPPA, 2002).
Gambar 5. Rumus molekul pektin bermetoksil tinggi (atas) dan pektin bermetoksil rendah (rendah) Pektin terdiri dari monomer asam galakturonat yang berbentuk suatu rantai molekul panjang. Rantai utama ini diselingi oleh kelompok rhamnosa dengan rantai cabang menyusun gula netral (arabinosa, galaktosa). Kelompok karboksil (kelompok asam) dari asam galakturonat dapat diesterifikasi atau diamidasi (IPPA, 2002). Selain asam D-galakturonat sebagai komponen utama, pektin juga memiliki D-galaktosa, L-arabinosa, dan L-rhamnosa dalam jumlah yang bervariasi. Komposisi kimia pektin sangat bervariasi tergantung pada sumber dan kondisi yang dipakai dalam isolasinya.
Gambar 6. Struktur Fungsional Pektin Tabel 1. Standar Mutu Pektin Berdasarkan Standar Mutu International Pectin Producers Association Faktor Mutu Kekuatan gel Kandungan metoksil : Pektin metoksil tinggi Pektin metoksil rendah Kadar asam galakturonat Kadar air Kadar abu Derajat esterifikasi : Pektin ester tinggi Pektin ester rendah Bilangan Asetil Berat Ekivalen
Kandungan Min 150 grade >7,12 % 2,5-7,12% Min 35% Maks 12% Maks 10% Min 50% Maks 50% 0,15-0,45% 600-800 mg
Pektin merupakan polisakarida diperoleh dari buah-buahan dan biasanya digunakan dalam pembuatan jeli dan sebagai bahan tambahan untuk pengental dalam makanan. Pektin ialah polimer linier dari asam D-galakturonat yang berikatan dengan ikatan 1,4-α-glikosidik. Asam D-galakturonat memiliki sturktur yang sama seperti struktur D-galaktosa, perbedaannya terletak pada gugus alkohol primer C6 yang memiliki gugus karboksilat (Hart, et al., 2003). Sebagian gugus karboksilat pada polimer pektin mengalami esterifikasi dengan metil menjadi
gugus metoksil dan biasanya mengandung sekitar 8,0-11,0% gugus metoksil (Ranganna, 2000). Struktur molekul pektin dapat dilihat pada gambar 7.
Gambar 7. Rumus bangun pektin 2.3 Sifat Fisik dan Sifat Kimia Pektin Pektin merupakan zat yang berbentuk serbuk bewarna putih kekuningan, tidak berbau dan memiliki rasa
seperti lendir. Pektin kering yang telah
dimurnikan berupa kristal yang bewarna putih dengan kelarutan yang berbedabeda sesuai dengan kandungan metoksilnya, penyebarannya dalam pelarut dan berat molekunya. Pektin yang mempunyai kadar metoksil tinggi larut dalam air dingin, sedangkan pektin dengan kadar metoksil rendah larut dalam alkali dan asam oksalat. Umunya kelarutan pektin meningkat dengan menigkatnya kandungan metil ester atau dengan menurunnya berat molekul. Selain itu, pH, temperatur, konsentrasi garam dan kandungan gula juga mempengaruhi kelarutan pektin (Vina Fitriani, 2003). Sifat-sifat fisik pektin seperti kelarutan, viskositas dan kemampuan dalam membentuk gel tergantung pada karakterisitik kimia yang dimiliki pektin seperti berat molekul, dan kandungan senyawa-senyawa kimia lainnya termasuk dalam bagian molekul pektin. Sifat-sifat di dalam larutan juga dipengaruhi oleh kondisi larutan itu sendiri seperti pH dan bahan-bahan terlarutnya misalnya kation-kation. Pektin tidak larut dalam pelarut organik, tetapi larut dalam air dan pelarut organik polar seperti formamida dan mettil sulfoksida. Kelarutan pektin dalam air ditentukan oleh sejumlah gugus metoksil, penyebarannya dalam pelarut serta bobot molekunya. Pektin bersifat asam dan koloidnya bermuatan negatif karena adanya gugus karboksil bebas. Larutan satu persen pektin yang tidak ternetralisasi akan memebrikan pH 2,7-3,0. Larutan pektin stabil pada pH 2-4. Pada pH 2-4,
viskositas dan kekuatan gelnya menurun disebabkan oleh depolimerisasi pada pektin. Sedangkan pada kondisi basa, pektin dapat mengalami sponifikasi dan degradasi melalui reaksi β-eliminasi (Vina Fitriani, 2003). Pada kondisi asam, ikatan glikosidik gugus metil ester dari pektin cendrung terhidrolisa menjadi asam galakturonat. Selama perlakuan dengan asam pada suhu rendah, kecepatan hidrolisanya akan lebih lambat dibandingkan dengan kecepatan deesterifikasi sehingga dimungkinkan pembuatan pektin berester rendah dengan sedikit perusakan pada rantainya. Pektin dapat terhidrolisa oleh asam, basa dan enzim. Pemanasan dapat menyebabkan degradasi senyawa pektin. Degradasi senyawa pektin juga disebabkan oleh bahan oksida seperti khlorin dioksida, bromin, permanganat dan asam askorbat. Kecepatan degradasinya tergantung pada suhu, pH dan konsentrasi bahan oksidan. Larutan pektin lebih cepat mengalami degradasi dibandingkan tepung pektin. Berdasarkan kadar metoksilnya pektin dibedakan atas dua macam yaitu pektin bermetoksil tinggi yang mengandung 7-12 metil ester dan pektin bermetoksil rendah yang mengandung 3-7 metil estes. Pektin bermetoksil rendah adalah asam pektinant yang sebagian besra gugus karboksilnya bebas tidak teresterkan. Pektin bermetoksil rendah ini dapat membentuk gel dengan adanya kation polivalen serta tidak memerlukan gula dan asam. Penggunaan asam dalam ekstraksi pektin adalah untuk menghidrolisis protopektin menjadi pektin yang larut dalam air ataupun membebaskan pektin dari ikatan dengan senyawa lain, misalnya selulosa. Protopektin merupakan makromolekul dengan berat molekul tinggi, terbentuk dari rantai molekul pektin satu sama lain atau dengan polimer lain. Protopektin tidak larut karena dalam bentuk garam kalsium-magnesium pektinat. Proses pelarutan protopektin menjadi pektin dapat terjadi karena adanya penggantian ion kalsium dan magnesium oleh ion hidrogen atau karena putusnya ikatan antara pektin dengan selulosa Semakin tinggi konsentrasi ion hidrogen (pH) maka semakin rendah kemampuan untuk mengganti ion kalisum dan magnesium ataupun memutus ikatan dengan selulosa akan semakin tinggi pula dan pektin yang larut akan bertambah.
2.4 Sumber Pektin Kandungan pektin dalam tanaman sangat bervariasi, baik berdasarkan jenis tanamannya maupun dari bagian-bagian jaringannya. Bagian kulit dan albedo buah jeruk lebih banyak mengandung pektin daripada jaringan parenkimnya (Winarno, 1997). Tabel 2 berikut ini adalah perbandingan banyak pektin yang terkandung pada beberapa sumber pektin. Tabel 2. Perbandingan Kandungan Pektin pada Beberapa Bahan Bahan Anggur Apel Apriokat Jeruk Kulit Jeruk Kulit Kakao Pisang Wortel Sumber : Baker, 1997
Kandungan Pektin (%) 0,07 – 0,08 0,14 – 0,96 0,42 – 1,32 0,25 – 0,76 10 – 30 6 – 30 0,58 – 0,89 0,72 – 1,01
2.5 Ekstraksi Pektin Ekstraksi pektin dapat dilakukan secara biokimia dan kimia. Secara kimia pektin dapat diekstraksi dari jaringan tanaman dengan pemanasan dalam asam encer sedangkan ekstraksi secara biokimia dengan menggunakan enzim, dimana enzim-enzim ini berperan pada degradasi hidrolitik dari subtansi pektin yang terdiri dari pektin metilesterase dan pektin poligalakturonase (Kirk dan Othmar, 1967). Ekstraksi pektin secara kimia dapat dilakukan dengan cara mengekstraksi dari berbagai kulit buah-buahan segar dengan pemanasan pada suhu 90-95°C selama satu jam dalam asam encer pada pH 4,5 menggunakan asam yang sesuai seperti asam klorida. Pektin dalam filtrat diendapkan dengan menggunakan etanol 96% (Ranganna, 2000). Lamanya waktu ekstraksi yang dilakukan mempengaruhi berat pektin yang didapat, semakin lama waktu ekstraksi yang dilakukan maka semakin besar pula berat pektin yang diperoleh dan kenaikan berat pektin sejalan dengan peningkatan
suhu pada proses ekstraksi dilakukan. Pencucian pektin dengan alkohol menghasilkan jumlah pektin yang tidak terlalu jauh dengan pencucian tanpa menggunakan alkohol, namun pektin yang dihasilkan memberikan warna yang lebih baik yaitu putih kekuningan (Akhmalludin dan Kurniawan, 2005). Pektin yang lebih mudah larut dalam air dapat diperoleh dengan memodifikasi pH dan suhu pada metode ekstraksi. Pektin yang diperoleh dengan cara ini memiliki rantai lebih pendek dan tidak bercabang sehingga akan lebih mudah larut dibandingkan pektin yang memiliki rantai yang lebih panjang (Wong, et al., 2008). 2.6 Aplikasi Pektin pada Bahan Pangan Pektin digunakan secara luas sebagai komponen fungsional pada industri makanan karena kemampuannya membentuk gel encer dan menstabilkan protein. Penambahan pektin pada makanan akan mempengaruhi proses metabolisme dan pencernaan khususnya pada adsorpsi glukosa dan kolesterol (Baker, 1994). Dalam industri makanan dan minuman, pektin dapat digunakan sebagai bahan pemberi tekstur yang baik pada roti dan keju, bahan pengental dan stabilizer pada minuman sari buah. Selain itu pektin juga berperan sebagai bahan pokok pembuatan jeli, jam, dan marmalade. Pektin memiliki potensi yang baik dalam bidang farmasi. Towle dan Christensen (1973) menyatakan bahwa sejak dahulu pektin digunakan dalam penyembuhan diare dan menurunkan kandungan kolesterol darah. Pektin melalui pembuluh darah dapat memperpendek waktu koagulasi darah yang berguna untuk mengendalikan pendarahan. Salah satu penggunaan pektin yaitu dalam pembuatan selai atau sering disebut juga “jam” merupakan makanan semi padat yang berbahan dasar bubur buah dicampur dengan 35 – 45 bagian gula dan dipanaskan sampai kandungan gulanya berkisar antara 50 – 65%. Berikut adalah diagram pengolahan selai atau “jam”.
Gambar 8. Skema pembuatan selai/ jam Pada dasarnya semua jenis buah-buahan yang matang dapat diolah menjadi selai. Namun secara komersial perlu diperhatikan selera konsumen sebelum mengolah buah menjadi selai untuk tujuan komersial, karena tidak semua buah, setelah diolah, mempunyai rasa yang disukai. Beberapa tahun belakangan banyak kreasi yang dilakukan sebagai daya tarik produk sehingga ada berbagai jenis produk selai di pasaran. Berbagai tingkat konsistensi produk dapat dibuat, dari yang kekentalan rendah (sangat halus dioleskan di atas roti) sampai yang sangat kental. Demikian pula, ada yang menambahkan potongan buah segar ke dalam selai. Warna selai juga bisa beragam sesuai dengan warna buah yang diolah.
BAB 3. PENUTUP 3.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pektin merupakan senyawa polisakarida yang terdapat pada sebagian besar tanaman pangan. 2. Pektin tersusun atas molekul asam galakturonat yang berikatan dengan ikatan α- (1-4)-glikosida sehingga membentuk asam poligalakturonat. 3. Pektin berbentuk serbuk bewarna putih kekuningan, tidak berbau dan memiliki rasa seperti lendir. Pektin kering yang telah dimurnikan berupa kristal yang bewarna putih dengan kelarutan yang berbeda-beda sesuai dengan kandungan metoksilnya, penyebarannya dalam pelarut dan berat molekunya. 4. Pektin digunakan secara luas sebagai komponen fungsional pada industri makanan karena kemampuannya membentuk gel encer dan menstabilkan protein. 3.2 Saran Sebaiknya dilakukan praktikum pembuatan selai atau produk pangan lain yang memanfaatkan pektin dalam pembuatannya agar mahasiswa lebih mengetahui serta memahami pengaplikasian pektin dalam bahan pangan.
DAFTAR PUSTAKA
Akhmalludin dan Kurniawan, A. 2005. Pembuatan Pektin Dari Kulit Cokelat Dengan Cara Ekstraksi. Semarang: Universitas Diponegoro press. E. S., Guichard, A, Issanchou., Descovieres and P. Etievant. 1991. Pectin concentrat ion, molekular weight and degree of esterification, Influence on volatile composition and sensory caracteristic of strawberry jam, J. Food Science 56:1621. Fitriani, Vina. 2003. Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin dari Kulit Jeruk Lemon (Citrus medica var Lemon). Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hart et al,. 2003. Kimia Organik (terjemahan Achmadi S), Edisi 11, Jakarta: Erlangga, 199, 205, 206, 263. IPPA (International Pectins Procedures Association). 2002. What is http://www.ippa.info/history_of_pektin.htm
Pectin
K.C Chang,. and A. Miyamoto, Gelling characteristics ofpektin from sunflower head residue, Dalam Sahari. M. A., A. Akbarian and M. Hamedi, 2002, Effect of variety and acid washing method on extraction yield and quality of sunflower head pectin, J. Food Chemistry 83: 43– 47, 1992. Kirk, R.E. dan Othmer, D.F. 1967. Encyclopedia of Chemical Engineering Technology. New York: John Wiley and Sons Inc. Ranganna, S. 2000. Handbook of Analysis And Quality Control for Fruit and Vegetable Products. New Delhi: Tata McGraw - Hill Publishing. Halaman 105 Towle, G. A. dan Christensen. 1973. Pectin. Dalam R. L. Whistler (ed.) Industri Gum, pp. 429. New York: Academic Press. Winarno, F. G, 1986. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Wong, W.W., Abbas F.M.A., Liong, M.T., Azhar, M.E. 2008. Modification of Durian Rind Pectin for Improving Biosorbent Ability. International Food Research Journal 15 (3), 363-365