Kumpulan Laporan Kegiatan Internship F1-f7 Pkm.docx

  • Uploaded by: Zainal Ulu Prima Saputra
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kumpulan Laporan Kegiatan Internship F1-f7 Pkm.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,379
  • Pages: 52
KUMPULAN LAPORAN KEGIATAN INTERNSHIP UKM/UKP

OLEH: dr. Zainal Ulu Prima Saputra

PEMBIMBING: dr. Andri Suharyono, M.KP

WAHANA: Puskesmas Bareng Kabupaten Jombang, Jawa Timur

Periode Oktober – Februari 2018 – 2019

LAPORAN KEGIATAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT Laporan F1. Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Topik : deteksi dini dan pencegahan penyakit HIV/AIDS

OLEH: dr. Zainal Ulu Prima Saputra

PEMBIMBING: dr. Andri Suharyono, M.KP

WAHANA: Puskesmas Bareng Kabupaten Jombang, Jawa Timur

Periode Oktober – Februari 2018 – 2019

LATAR BELAKANG

Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan memberikan prioritas kepada upaya peningkatan kesehatan,pencegahan penyakit dengan tidak mengabaikan upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan .untuk menunjang upaya kesehatan yang optimal maka upaya dibidang kesehatan gigi perlu mendapat perhatian (Depkes RI, 1994). Kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian serius dari tenaga kesehatan, baik dokter gigi maupun perawat gigi. Hal ini terlihat bahwa penyakit gigi dan mulut berada pada sepuluh besar penyakit terbanyak yang tersebar diberbagai wilayah. Penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita masyarakat Indonesia adalah penyakit jaringan penyangga dan karies gigi, penyakit tersebut akibat terabaikannya kebersihan gigi dan mulut (Depkes RI, 2004). Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa tingkat keparahan kerusakan gigi (indeks DMF-T) pada anak usia 12 tahun sebesar 1 (satu) gigi. Kenyatannya pengalaman karies perorangan rata-rata (DMFT = Decay Missing Filling-Teeth) adalah 4,85 yang berarti rata rata kerusakan gigi penduduk adalah 5 gigi per orang. (Depkes RI, 2000). Praktek kebersihan mulut oleh individu merupakan tindakan pencegahan yang paling utama dianjurkan, juga berarti individu tadi telah melakukan tindakan pencegahan yang sesungguhnya, praktek kebersihan mulut ini dapat dilakukan individu dengan cara menggosok gigi. Menggosok gigi berfungsi untuk menghilangkan dan mengganggu pembentukan plak dan debris, membersihkan sisa makanan yang menempel pada gigi, menstimulasi jaringan gigiva, menghilangkan bau mulut yang tidak diinginkan.(Depkes RI, 2004) Perilaku menggosok gigi pada anak harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari tanpa ada perasaan terpaksa. Kemampuan menggosok gigi secara baik dan benar merupakan faktor yang cukup

penting untuk perawatan kesehatan gigi dan mulut. Keberhasilan menggosok gigi juga dipengaruhi oleh faktor penggunaan alat, metode menggosok gigi, serta frekuensi dan waktu menggosok gigi yang tepat.(Houwink, 1994) PERMASALAHAN

Kesehatan gigi dan mulut sangat penting dan perlu diperhatikan sejak dini, karena masih banyaknya pengetahuan yang kurang mengenai penyakit gigi dan mulut. Masalah utama yang terhadi adalah karena cara menggosok

dan

merawat

gigi

yang kurang tepat,

sehingga

mengakibatkan kerusakan gigi yang terus-menerus. PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI

Melakukan intervensi secara pasif dan aktif secara bersamaan yakni dengan melakukan edukasi kesehatan dan pelatihan ketrampilan cara menggosok gigi yang baik dan enar kepada murid-murid di TK kemiri sewu.

PELAKSANAAN

Melakukan penyuluhan dan praktek bersama mengenai cara menggosok gigi yang baik dan benar untu menjaga kesehatan gigi dan mulut. Acara seperti ini rutin dilakukan tiap bulannya ke beberapa sekolah yang berbeda guna memenuhi cakupan yang ada. Target alam penyuluhan ini bukan hanya murid-murid di sekolahan namun juga guru serta orang tua yang mendampinginya.

MONITORING DAN EVALUASI

Monitoring dilakukan oleh para guru sekolahan yang bekerjasama dengan para kader dan evaluasi dengan tingkat kunjungan di poli pkm puskesmas pandaan untuk pemeriksaan gigi rutin.

Komentar / Umpan Balik :

Jombang, Februari 2019 Dokter Internsip,

Kepala Puskesmas Bareng,

Jombang, Februari 2019 Dokter Internsip,

dr. Zainal Ulu Prima Saputra

Kepala Puskesmas Bareng,

dr. Andri Suharyono, M.KP NIP. 1966. 1205. 2001. 12.1.001

KEGIATAN PENYULUHAN

LAPORAN KEGIATAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT Laporan F2. Upaya Kesehatan Lingkungan Topik : Upaya Peningkatan Angka Bebas Jentik untuk Pencegahan Demam Berdarah

OLEH: dr. Zainal Ulu Prima Saputra

PEMBIMBING: dr. Andri Suharyono, M.KP

WAHANA: Puskesmas Bareng Kabupaten Jombang, Jawa Timur

Periode Oktober – Februari 2018 – 2019

LATAR BELAKANG

Juru Pemantau Jentik (jumantik) merupakan warga masyarakat setempat yang dilatih untuk memeriksa keberadaan jentik di tempattempat penampungan air. Jumantik merupakan salah satu bentuk gerakan atau partisipasi aktif dari masyarakat dalam menanggulangi penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang sampai saat ini masih belum dapat diberantas tuntas. Dengan adanya jumantik yang aktif diharapkan dapat menurunkan angka kasus DBD melalui kegiatan pemeriksaan jentik yang berulang-ulang, pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), serta penyuluhan kepada masyarakat. Dengan adanya pemberdayaan masyarakat melalui jumantik, diharapkan masyarakat dapat secara bersama-sama mencegah dan menanggulangi penyakit DBD secara mandiri yakni dari, oleh, dan untuk masyarakat (Depkes RI, 2010: 3). Jumlah penderita penyakit DBD dari tahun ke tahun cenderung meningkat dan penyebarannya semakin luas. Berdasarkan data Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (P2B2), jumlah kasus DBD di Indonesia tahun 2010 ada 150.000 kasus. Pada tahun 2010 jumlah kematian akibat DBD di Indonesia sekitar 1.317 orang. Indonesia menduduki urutan tertinggi kasus DBD di Association of South East Asian Nations (ASEAN). Potensi penyebaran DBD di antara negara- 2 negara anggota ASEAN cukup tinggi karena banyak wisatawan keluar masuk dari satu negara ke negara lain (Kompas, 19 Februaru 2011)

PERMASALAHAN

Masih banyak orang masih belum memahami bahwa hal terpenting dalam pencegahan demam berdarah adalah memperhatikan kesehatan lingkungan sekitar yang ada, misalnya dengan mengendalikan pertumbuhan jentik sampai ke nilai nol.

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI

Cara yang paling mudah untuk mensosialisakan gerakan bebas jentik adalah evalusi seecara langsung dari rumah ke rumah dan mengajarkan masyarakat cara untuk menghitung jentik.

PELAKSANAAN

Diadakannya edukasi tentang cara menghitung jentik dan cara menajaga kesehatan lingkungan yang benar dengan kunjungan rumah secara langsung agar terhindar dari jentik dan mencegah timbulnya penyakit demam berdarah.

MONITORING DAN EVALUASI

Setelah dilakukan pelatihan maka warga masyarakat diberikan stiker untuk mengontrol jumlah jentik yang ada di rumah dan dilakukan evaluasi tiap bulan secara berkala oleh kader jumantik yang sudah dilatih oleh petugas puskesmas guna menanggulangi dan mencegah terjadinya penyakit demam berdarah dan meningkatkan adanya kesadaran terhadap kesehatan lingkungan sekitar.

Komentar / Umpan Balik :

Jombang, Februari 2019 Dokter Internsip,

dr. Zainal Ulu Prima Saputra

Kepala Puskesmas Bareng,

dr. Andri Suharyono, M.KP NIP. 1966. 1205. 2001. 12.1.001

KEGIATAN PENYULUHAN

LAPORAN KEGIATAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT Laporan F3. Upaya Kesehatan Ibu Dan Anak Serta Keluarga Berencana Topik : Pemeriksaan Dini Kanker Payudara

OLEH: dr. Zainal Ulu Prima Saputra

PEMBIMBING: dr. Andri Suharyono, M.KP

WAHANA: Puskesmas Bareng Kabupaten Jombang, Jawa Timur

Periode Oktober – Februari 2018 – 2019

LATAR BELAKANG

Juru Pemantau Jentik (jumantik) merupakan warga masyarakat setempat yang dilatih untuk memeriksa keberadaan jentik di tempattempat penampungan air. Jumantik merupakan salah satu bentuk gerakan atau partisipasi aktif dari masyarakat dalam menanggulangi penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang sampai saat ini masih belum dapat diberantas tuntas. Dengan adanya jumantik yang aktif diharapkan dapat menurunkan angka kasus DBD melalui kegiatan pemeriksaan jentik yang berulang-ulang, pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), serta penyuluhan kepada masyarakat. Dengan adanya pemberdayaan masyarakat melalui jumantik, diharapkan masyarakat dapat secara bersama-sama mencegah dan menanggulangi penyakit DBD secara mandiri yakni dari, oleh, dan untuk masyarakat (Depkes RI, 2010: 3). Jumlah penderita penyakit DBD dari tahun ke tahun cenderung meningkat dan penyebarannya semakin luas. Berdasarkan data Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (P2B2), jumlah kasus DBD di Indonesia tahun 2010 ada 150.000 kasus. Pada tahun 2010 jumlah kematian akibat DBD di Indonesia sekitar 1.317 orang. Indonesia menduduki urutan tertinggi kasus DBD di Association of South East Asian Nations (ASEAN). Potensi penyebaran DBD di antara negara- 2 negara anggota ASEAN cukup tinggi karena banyak wisatawan keluar masuk dari satu negara ke negara lain (Kompas, 19 Februaru 2011)

PERMASALAHAN

Masih banyak orang masih belum memahami bahwa hal terpenting dalam pencegahan demam berdarah adalah memperhatikan kesehatan lingkungan sekitar yang ada, misalnya dengan mengendalikan pertumbuhan jentik sampai ke nilai nol.

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI

Cara yang paling mudah untuk mensosialisakan gerakan bebas jentik adalah evalusi seecara langsung dari rumah ke rumah dan mengajarkan masyarakat cara untuk menghitung jentik.

PELAKSANAAN

Diadakannya edukasi tentang cara menghitung jentik dan cara menajaga kesehatan lingkungan yang benar dengan kunjungan rumah secara langsung agar terhindar dari jentik dan mencegah timbulnya penyakit demam berdarah.

MONITORING DAN EVALUASI

Setelah dilakukan pelatihan maka warga masyarakat diberikan stiker untuk mengontrol jumlah jentik yang ada di rumah dan dilakukan evaluasi tiap bulan secara berkala oleh kader jumantik yang sudah dilatih oleh petugas puskesmas guna menanggulangi dan mencegah terjadinya penyakit demam berdarah dan meningkatkan adanya kesadaran terhadap kesehatan lingkungan sekitar.

Komentar / Umpan Balik :

Jombang, Februari 2019 Dokter Internsip,

dr. Zainal Ulu Prima Saputra

Kepala Puskesmas Bareng,

dr. Andri Suharyono, M.KP NIP. 1966. 1205. 2001. 12.1.001

KEGIATAN PENYULUHAN

LAPORAN KEGIATAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT Laporan F4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat Topik : Peran Posyandu Balita dalam Upaya Perbaikan Gizi

OLEH: dr. Zainal Ulu Prima Saputra

PEMBIMBING: dr. Andri Suharyono, M.KP

WAHANA: Puskesmas Bareng Kabupaten Jombang, Jawa Timur

Periode Oktober – Februari 2018 – 2019

LATAR BELAKANG

Menurut Menkes, gizi buruk yang terjadi di Indonesia bukan hanya gizi kurang saja tapi juga gizi lebih. Maka itu, memperkuat posyandu di seluruh Indonesia merupakan kunci sukses dalam upaya perbaikan gizi. Tujuan Posyandu sangat mulia yakni fokus melayani ibu dan anak serta mensejahterakan kesehatan masyarakat dengan program dan pelayanan terpadu. 

Menurunkan angka kematian ibu dan anak



Meningkatkan pelayanan kesehatan anak

dan ibu demi

mencengahnya kematian anak dan ibu 

Mewujudkan keluarga kecil sehat sejahtera



Meningkatkan rasa peduli masyarakat akan pentingnya kesehatan Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting

dari pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal (Depkes RI, 2004). PERMASALAHAN

Masih Banyaknya ibu-ibu yang tidak membawa anak-anak mereka untuk mengikuti kegiatan posyandu secara rutin tiap bulannya dikarenakan alasan kerja atau dengan alas an apabila anak mereka ikut posyandu dan mendapaat imunisasi, maka anak mereka akan menjadi sakit.

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI

Intervensi yang diberikan adalah dengan mengadakan penyuluhan yang

PELAKSANAAN

Telah diadakan penyuluhan tentang pentingnya kunjungan posyandu

diadakan saat program posyandu Balita di Desa Kemiri Sewu.

bagi status gizi balita. Selain kegiatan penimbangan, penyuluh juga memberikan informasi-informasi makanan sehat guna menjaga status gizi balita agar tetap terjaga.

MONITORING DAN EVALUASI

Monitoring dilakukan dengan melihat hasil KMS balita tiap bulannya dan evaluasi tiap bulan dengan melihat jumlah kunjungan yang ada.

Komentar / Umpan Balik :

Jombang, Februari 2019 Dokter Internsip,

dr. Zainal Ulu Prima Saputra

Kepala Puskesmas Bareng,

dr. Andri Suharyono, M.KP NIP. 1966. 1205. 2001. 12.1.001

KEGIATAN PENYULUHAN

LAPORAN KEGIATAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT Laporan F5. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular Topik : Peran Posyandu Lansia dalam Pengendalian Penyakit Tidak Menular dalam Program Posbindu PTM

OLEH: dr. Zainal Ulu Prima Saputra

PEMBIMBING: dr. Andri Suharyono, M.KP

WAHANA: Puskesmas Bareng Kabupaten Jombang, Jawa Timur

Periode Oktober – Februari 2018 – 2019

LATAR BELAKANG

Program pengendalian PTM merupakan salah satu cara untuk mendeteksi din berbagai factor resiko PTM, seperti merokok, obesitas, rendahnya aktifitas fisik, diet yang tdak seimbang dan lainnya. Dengan adanya deteksi dini tersebut, masyarakat dihrapkan dapat berusaha untuk mengendalikan factor resiko tersebut. Kegiatan monitoring dan deteksi dini fator resiko PTM serta tindak lanjutnya dapat dilakukan oleh masyarakat melalui kegiatan posbindu PTM (Kemenkes, 2014). Penyakit tidak menular (PTM) diperkirakan sebagai penyebab 58 juta kematian pada tahun 2005 (WHO), dan 80% kematian tersebut terjadi di Negara-negara yang berpendapatan rendah dan menengah akibat penyakit jantung dan pembuluh darah (30%), penyakit pernafasan kronik dan penyakit kronik lainnya (16%), kanker (13%), cedera (9%) dan Diabetes mellitus (2%). PTM seperti kardiovaskuler, stroke, kanker, diabetes mellitus, penyakit paru kronik onstruktif dan cedera terutama di negra berkembang telah mengalami peningkatan kejadian dengan cepat yang berdampak pula pada peningkatan angka kematian dan kecacatan (Kepmenkes, 2010). Agar upaya tersebut dapat berjalan secara optimal, diperlukan partisipasi masyarakay sehingga dikembangkanlah suatu model pengendalian PTM yang berbasis masyarakat yakni posbindu PTM. Posbindu PTM merupakan bentuk peran serta masyarakat dalam upaya

pengendalian

factor

resiko

secara

mandiri

dan

berkesinambungan, sehingga pencegahan factor resiko PTM dapat dilakukan sejak dini dan kejadian PTM di masyarakat dapat ditekan (Kepmenkes, 2012). Posbindu (Pos Pembinaan Terpadu) merupakan suatu program pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di suatu kelompok masyarakat factor resiko tertentu di masyarakat. Kegiatan posbindu ini tidak hanya meliputi pelayanan pemeriksaan kesehatan saja, tetapi juga melibatkan masyarakat dalam upaya pencegahan dan penemuan

dini factor resiko di masyarakat. Salah satu kegiatan posbindu yang diadakan adalah posyandu lansia yang dilakukan tiap bulan sekali. Posbindu dapat dibentuk di tiap desa/ kelurahan dengan pelaksanaan kegiatan yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi desa / kelurahan setempat. PERMASALAHAN Di daerah puskesmas pandaan kesadaran diri masyarakat khususnya lansia untuk memeriksakan diri di pusat pelayanan kesehatan setempat secara rutin masih sangat rendah. Hal ini dikarenakan masih kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai deteksi dini penyakit tidak menular yang menjadi masalah utama pada para lansia. Sehingga Puskesmas Pandaan mengadakan program Posbindu PTM guna mendeteksi secara dini penyakit tidak menular serta menanggulangi adanya faktor-faktor penyebab terjadinya penyakit tidak menular. PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI

Intervensi kegiatan ini menggunakan metode penyuluhan langsung dengan pendekatan kelompok. Penyuluhan ditujukan kepada kader dan peserta posyandu usila yang merupakan bagian dari kegiatan Posbindu PTM.

PELAKSANAAN

Penyuluhan dilakukan dengan pemberian materi hipertensi yang memakan waktu ± 15 menit. Setelah penyuluhan selesai, para lansia diberikan kesempatan untuk bertanya kepada penyuluh mengeni materi yang telah diberikan diikuti dengan pemeriksaan tekanan darah, lingkar perut dan berat badan serta pengobatan dasar untuk para lansia.

MONITORING DAN EVALUASI

Setelah melakukan pemeriksaan dan penyuluhan diperoleh data penyakit tidak menular pada lansia dan selanjutnya akan diberikan rujukan ke Puskesmas Pandaan untuk mengobati dan mencegah penyakit lainnya timbul dalam hal ini yang dimaksud adalah komplikasi yang lebih serius.

Komentar / Umpan Balik :

Jombang, Februari 2019 Dokter Internsip,

dr. Zainal Ulu Prima Saputra

Kepala Puskesmas Bareng,

dr. Andri Suharyono, M.KP NIP. 1966. 1205. 2001. 12.1.001

KEGIATAN PENYULUHAN

LAPORAN KEGIATAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT Laporan F6. Upaya Pengobatan Dasar Topik : Herpes Zoster

OLEH: dr. Zainal Ulu Prima Saputra

PEMBIMBING: dr. Andri Suharyono, M.KP

WAHANA: Puskesmas Bareng Kabupaten Jombang, Jawa Timur

Periode Oktober – Februari 2018 – 2019

LATAR BELAKANG

Herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela zoster.1,2 Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut

saraf

sensorik

dan

nervus

kranialis.3,4

Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 1,35 per 1000 orang per tahun. Lebih dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia di bawah 20 tahun. Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa neuralgia beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya kelainan kulit.3 Adakalanya sebelum timbul kelainan kulit didahului gejala prodromal seperti demam, pusing dan malaise. Kelainan kulit tersebut mula-mula berupa eritema kemudian berkembang menjadi papula dan vesikula yang dengan cepat membesar dan menyatu sehingga terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih, setelah beberapa

hari menjadi keruh dan dapat pula bercampur darah. Jika absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapat menjadi krusta. Komplikasi herpes zoster dapat terjadi seperti Neuralgia pasca herpetic, Sindrom Ramshayhunt, kelainan pada mata, Infeksi sekunder dan Paralisis Motorik. Tujuan Penatalaksanaan dari herpes Zoster adalah untuk mencegah infesksi sekundern NPH dan mengatasi nyeri akut akibat virus Zooster ini. PERMASALAHAN Identitas pasien Nama : Tn B. Usia : 34 tahun Jenis Kelamin : Laki - Laki Alamat : NTT (pekerja pabrik)

Anamnesis : Keluhan Utama : Timbul melenting diatas mata kiri. RPS : Mulai Timbul sejak 2 hari yang lalu semakin banyak dan hanya pada bagian atas mata kiri, terasa sangat nyeri. Badan tidak panas. RPD : R. Sosial : Penderita merupakan seorang pekerja pabrik.

Pemeriksaan Fisik : Keadaan Umum : Compos Mentis, GCS E4V5M6, kesan gizi normal Status Generalis : TD

: 120/80 mmHg

Nadi

: 90 x/menit

Respirasi : 23 x / menit

Temp.

: 36,3 oC

Kepala dan Leher : Anemis (-), Icterus (-), Cyanosis (-), Dyspneu (-), Bull Neck (-) Thorax Cor I : ictus cordis tidak tampak P : Ictus cordis tidak teraba P : Batas jantung normal A : dalam batas normal, murmur (-), gallop (-) Pulmo I: bentuk dada simetris, sela iga normal, retraksi (-) P : pergerakan nafas simetris P : Timpani A : Vesikuler, ronki (-), wheezing (-)

Abdomen I : Flat simetris A: Bising Usus Normal P: Supel, nyeri tekan tidak ditemukan, massa (-) P: Timpani di seluruh lapangan abdomen

Extrimitas : Oedema (-), deformitas (-)

Status Lokalis : Regio Orbita Sinistra Didapatkan macula eritematosa. papul, vesikel bergerombol dengan skuama, Status Lokalis : Orbita Sinistra

mata kiri susah dibuka, oedem, keluar air mata

Diagnosis : Herpes Zoster Oftalmikus Sinistra PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI

Intervensi yang diberikan yaitu secara farmakologis dan non

PELAKSANAAN

Terapi Non Farmakologis :

farmakologis berupa edukasi

1. Istirahat dirumah 2. Menjelaskan komplikasi yang ditimbulkan virus herpes ini terhadap mata pasien.

Terapi Farmakologis : Tab Acyclovir 5 x 800 (7-10 hari) Tab. Asam Mefenamat 3 x 500mg Rujuk ke poli mata MONITORING DAN EVALUASI

Setelah mendapat diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dokter dapat memantau kondisi pasien dan efek obat yang diberikan pada pasien. Serta menganjurkan pasien untuk melakukan kontrol begitu obat habis

Komentar / Umpan Balik :

Jombang, Februari 2019 Dokter Internsip,

dr. Zainal Ulu Prima Saputra

Kepala Puskesmas Bareng,

dr. Andri Suharyono, M.KP NIP. 1966. 1205. 2001. 12.1.001

DOKUMENTASI PEMERIKSAAN

LAPORAN KEGIATAN INTERNSHIP F.7 Mini Project

OLEH: dr. Zainal Ulu Prima Saputra

PEMBIMBING: dr. Andri Suharyono, M.KP

WAHANA: Puskesmas Bareng Kabupaten Jombang, Jawa Timur

Periode Oktober – Februari 2018 – 2019

LAPORAN MINI PROJECT

UPAYA PENINGKATAN PENGETAHUAN PASIEN PROLANIS TENTANG PENYAKIT DIABETES MELITUS MELALUI PROGRAM PENYULUHAN DAN PEMERIKSAAN GULA DARAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BARENG KABUPATEN JOMBANG

Diajukan guna melengkapi tugas dokter internship periode Oktober 2018-Februari 2019 dipuskesmas bareng kecamatan bareng kabupaten jombang

Disusun oleh: dr. Zainal Ulu Prima Saputra Dokter Internship Puskesmas Bareng, Jombang

Pendamping: dr. Andri Suharyono, M.KP NIP. 1966. 1205. 2001. 12.1.001

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Diabetes adalah salah satu penyakit yang paling sering diderita dan penyakit kronik yang serius di Indonesia saat ini. Setengah dari jumlah kasus Diabetes Mellitus (DM) tidak terdiagnosa karena pada umumnya diabetes tidak disertai gejala sampai terjadinya komplikasi. Prevalensi penyakit diabetes meningkat karena terjadi perubahan gaya hidup, kenaikan jumlah kalori yang dimakan, kurangnya aktivitas fisik, dan meningkatnya jumlah populasi manusia usia lanjut (Ndraha, 2014). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (2003) diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133 juta jiwa. Dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar 7,2%, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat penyandang diabetes sejumlah 8,2 juta di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya, berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural (PERKENI, 2011).

Diabetes merupakan penyakit kronik yang dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan berbagai komplikasi baik makrovaskular maupun mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular meliputi penyakit sumbatan otak (stroke) dan penyakit jantung koroner, sedangkan komplikasi mikrovaskular meliputi kerusakan ginjal, kebutaan, gangguan saraf tepi, dan kaki diabetes. Komplikasi ini akan memberikan dampak terhadap kualitas hidup pasien, harapan hidup pasien dan tentunya peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar (PERKENI, 2011). Salah satu komplikasi DM yang merupakan penyebab utama penderita harus dirawat dengan waktu perawatan yang lama adalah kaki diabetes. Bahkan, 70 % di antaranya memerlukan tindakan pembedahan dan lebih dari 40 % di antaranya berakhir dengan amputasi. Sampai saat ini, masalah kaki diabetes masih kurang mendapat perhatian sehingga masih muncul konsep dasar yang kurang tepat pada pengelolaan penyakit ini. Akibatnya, banyak penderita yang penyakitnya berkembang menjadi komplikasi, harus diamputasi kakinya dan meninggal dunia karena infeksi berat (Hastuti, 2008). Antisipasi untuk mencegah dan menanggulangi timbulnya komplikasi pada pederita DM harus sudah dimulai dari sekarang, salah satunya adalah dengan memberikan penyuluhan kesehatan pada penderita DM. Penyuluhan kesehatan pada penderita DM merupakan suatu hal yang amat penting dalam mencegah komplikasi atau setidaknya menghambat perkembangan penyakit ke arah yang lebih berat. Penyuluhan tersebut dapat meliputi beberapa hal, antara lain tentang DM, pengetahuan mengenai pengaturan diet, latihan fisik atau senam kaki, minum obat dan juga pengetahuan tentang komplikasi, pencegahan maupun perawatanny. Dalam hal ini diperlukan kerjasama yang baik antara penderita DM dan keluarganya dengan para pengelola/ penyuluh yang dapat terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, dan tenaga lain. Oleh karena itu pada program mini project ini, kami akan melakukan penyuluhan kesehatan terhadap pasien diabetes melalui program Pojok Gizi (POZI) dan Perawatan Kaki Diabetes (PAKIDES) sebagai upaya peningkatan perilaku hidup sehat pada pasien DM.

1.2

Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang muncul adalah sebagai berikut :



Bagaimanakah tingkat pengetahuan dan perilaku pasien DM di wilayah kerja Puskesmas Kassi Kassi terhadap penyakit DM?



Apakah dengan program Penyuluhan tentang DM dapat meningkatkan pengetahuan dan perilaku sehat pasien DM di wilayah kerja Puskesmas Kassi Kassi?

1.3

Tujuan 

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan perilaku pasien DM di wilayah kerja Puskesmas Kassi Kassi mengenai penyakit DM



Untuk mengetahui apakah dengan program penyuluhan tentang DM dapat meningkatkan pengetahuan dan perilaku sehat pasien DM di wilayah kerja Puskesmas Kassi Kassi

1.4

Manfaat Program ini diharapkan dapat menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan perilaku sehat pasien DM di wilayah kerja Puskesmas Kassi Kassi. Sebagai upaya pencegahan komplikasi pada pasien DM sehingga meningkatkan kualitas dan harapan hidup pasien DM di wilayah kerja Puskesmas Kassi Kassi. Program ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk program selanjutnya, khususnya dalam rangka peningkatan pengetahuan dan perilaku sehat pasien DM.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengertian Diabetes Mellitus Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) (2002) DM merupakan kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang dapat dilatarbelakangi oleh kerusakan sel beta pankreas dan resistensi insulin. Pada WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes mellitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin (PERKENI, 2011).

2.2

Etiologi Menurut etiologinya diabetes mellitus dapat dibagi menjadi 2: 1. Diabetes Mellitus Tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)

Diabetes mellitus Tipe 1 terjadi karena sel-sel beta pada pankreas telah mengalami kerusakan, sehingga pankreas sangat sedikit atau tidak sama sekali memproduksi insulin. Kerusakan sel beta pankreas dapat disebabkan oleh adanya peradangan pada sel beta pankreas (insulitis). Insulitis dapat disebabkan macam-macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie, rubella, CMV (Cytomegalovirus), herpes, dan lain-lain. Hal ini mengakibatkan tubuh sedikit memproduksi atau sama sekali tidak menghasilkan insulin, sehingga penderita DM Tipe 1 bergantung pada insulin dari luar, yaitu melalui suntikan/injeksi insulin secara teratur agar pasien tetap sehat. Secara global DM Tipe 1 tidak begitu umum, hanya kira-kira 10-20 % dari semua penderita DM yang menderita DM Tipe 1. DM Tipe 1 ini biasanya bermula pada saat kanak-kanak dan puncaknya pada masa remaja. Biasanya penderita DM Tipe 1 mempunyai berat badan yang kurus (PERKENI, 2011). 2. Diabetes Mellitus Tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) DM Tipe 2 atau DM Tidak Tergantung Insulin adalah DM yang paling sering dijumpai. DM Tipe 2 terjadi karena kombinasi dari “kecacatan dalam produksi insulin” dan “resistensi terhadap insulin”. Pankreas masih bisa menghasilkan insulin, tetapi kualitasnya buruk, tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk memasukkan glukosa ke dalam darah. Akibatnya, glukosa dalam darah meningkat. Pasien biasanya tidak memerlukan tambahan suntikan insulin dalam pengobatannya, tetapi memerlukan obat yang bekerja memperbaiki fungsi insulin dan menurunkan kadar gula dalam darah. DM Tipe 2 biasanya didiagnosa setelah berusia 40 tahun, dan 75 % individu dengan DM Tipe 2 adalah obesitas atau dengan riwayat obesitas. Penyakit DM Tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa yang berusia menengah atau lanjut. Di Indonesia, sekitar 95 % kasus DM adalah DM Tipe 2, yang cenderung disebabkan oleh faktor gaya hidup yang tidak sehat (PERKENI, 2011).

2.3

Faktor Resiko Faktor risiko diabetes dapat dibagi menjadi : (PERKENI, 2011) 1. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi : - Ras dan etnik - Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes)

- Umur, risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Usia > 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM. - Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG). - Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. - Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi lahir dengan BB normal. 2. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi; - Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2). - Kurangnya aktivitas fisik. - Hipertensi (> 140/90 mmHg). - Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL) 3. Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes : - Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin - Penderita sindrom metabolic - Memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya - Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK, PAD (Peripheral Arterial Diseases)

2.4

Diagnosis Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler (PERKENI, 2011). 1. Diagnosis diabetes melitus

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini. - Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. - Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. - Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. 

Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.



Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM.



Ketiga dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan.

2. Kriteria diabetes mellitus Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil, dapat dilihat pada table di bawah ini. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).

GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5.6 – 6.9 mmol/L). Kriteria Diagnostic Diabetes Mellitus

*Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011 

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994): 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan

karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan diperiksa kadar glukosa darah puasa diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

2.5

Pengelolaan Diabetes Mellitus 1. Edukasi Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju

perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi (Ndraha, 2014). Promosi perilaku sehat merupakan faktor penting pada kegiatan pelayanan kesehatan. Untuk mendapatkan hasil pengelolaan diabetes yang optimal dibutuhkan perubahan perilaku. Perlu dilakukan edukasi bagi pasien dan keluarga untuk pengetahuan dan peningkatan motivasi. Hal tersebut dapat terlaksana dengan baik melalui dukungan tim penyuluh yang terdiri dari dokter, ahli diet, perawat, dan tenaga kesehatan lain (Ndraha, 2014). Tujuan perubahan perilaku adalah agar penyandang diabetes dapat menjalani pola hidup sehat. Perilaku yang diharapkan adalah: -

Mengikuti pola makan sehat

-

Meningkatkan kegiatan jasmani

- Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara aman, teratur - Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan memanfaatkan data yang ada - Melakukan perawatan kaki secara berkala - Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut dengan tepat - Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana,dan mau bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak keluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang diabetes. - Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.

 Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi diabetes adalah: - Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari terjadinya kecemasan - Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal-hal yang sederhana - Melakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan melakukan simulasi

- Mendiskusikan program pengobatan secara terbuka, perhatikan keinginan pasien. Berikan penjelasan secara sederhana dan lengkap tentang program pengobatan yang diperlukan oleh pasien dan diskusikan hasil pemeriksaan laboratorium - Melakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat diterima - Memberikan motivasi dengan memberikan penghargaan - Melibatkan keluarga/ pendamping dalam proses edukasi - Memperhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat pendidikan pasien dan keluarganya - Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara holistic (Ndraha, 2014).

2. Pengaturan Diet Pengaturan diet pada penderita DM sangatlah penting. Adapun tujuan pengaturan diet adalah - Memberikan makanan sesuai kebutuhan - Mempertahankan kadar gula darah sampai normal/ mendekati normal - Mempertahankan berat badan menjadi normal - Mencegah terjadinya kadar gula darah terlalu rendah yang dapat menyebabkan pingsan - Mengurangi/ mencegah komplikasi  Syarat diet yang baik bagi penderita diabetes antara lain: - Kebutuhan energi ditentukan dengan memperhitungkan kebutuhan untuk metabolism basal sebesar 25-30 kkal/kg BB normal, ditambah kebutuhan untuk aktivitas fisik dan keadaan khusus, misalnya kehamilan atau lakatasi dan adanya komplikasi. - Kebutuhan protein 10-15% dari kebutuhan energy total. Kebutuhan lemak 20-25% dari kebutuhan energy total ( <10% dari lemak jenuh, 10% dari lemak tidak jenuh ganda, sisanya dari lemak tidak jenuh tunggal). - Kolesterol makanan dibatasi maksimal 300 mg/hari. - Kebutuhan Karbohidrat 60 -70% dari kebutuhan energi total. - Penggunaan gula murni tidak diperbolehkan, bila kadar gula darah sudah terkendali diperbolehkan mengkonsumsi gula murni sampai 5 % dari kebutuhan energi total.

- Serat dianjurkan 25 gr / hari (Hiswani. 2006)

3. Latihan Jasmani Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan (PERKENI, 2011).

4. Terapi Farmakologis Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. Terdiri dari : 

Obat hipoglikemik oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan: - Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea dan glinid - Penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion - Penghambat glukoneogenesis (metformin) - Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa 

Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan: - Penurunan berat badan yang cepat - Hiperglikemia berat yang disertai ketosis - Ketoasidosis diabetic - Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik - Hiperglikemia dengan asidosis laktat

- Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal - Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke) - Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan - Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat - Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO 

Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:

- Insulin kerja cepat (rapid acting insulin) - Insulin kerja pendek (short acting insulin) - Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin) - Insulin kerja panjang (long acting insulin) 

Terapi Kombinasi Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk

kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan kombinasi tiga OHO. (lihat bagan 2 tentang algoritma pengelolaan DM tipe2). Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak

terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja (PERKENI, 2011).

2.6

Pengaturan Diet pada Pasien Diabetes

Kebutuhan Kalori Kebutuhan kalori sesuai untuk mencapai dan mepertahankan berat badan ideal komposisi energi adalah 60 – 70% dari karbohidrat, 10 - 15% dari protein dan 20 – 25% dari lemak. Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan orang dengan diabetes. Diantaranya adalah dengan memperhitungkan berdasarkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kg BB ideal, ditambah dan dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur, aktifikasi, kehamilan/laktasi, adanya komplikasi dan berat badan. Sedangkan cara yang lebih gampang lagi adalah dengan pegangan kasar, yaitu untuk pasien kurus 2300 – 2500 kalori, normal 1700 – 2100 kalori dan gemuk 1300 - 1500 kalori (Hiswani. 2006). Tabel Kebutuhan Kalori Pasien Diabetes

Perhitungan Berat Badan Idaman. Dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sebagai berikut : Berat badan idaman = 90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg. Bagi pria dengan tinggi badan dibawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, atau bagi mereka yang berumur lebih dari 40 tahun, rumus dimodifikasi menjadi. Berat badan ideal = (TB dalam cm – 100) x 1 kg. Sedangkan menurut Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu bera badan (kg) TB2 sebagai berikut : Berat ideal : BMI 21 untuk wanita, BMI 22,5 untuk pria.

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain: 1. Jenis Kelamin

Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria, untuk ini dapat dipakai angka 25 kal/kg BB untuk wanita dan angka 30 kal/kg BB untuk pria. 2. Umur Pada bayi dan anak-anak kebutuhan kalori adalah jauh lebih tinggi daripada orang dewasa, dalam tahun pertama bisa mencapai 112 kg/kg BB. Umur 1 tahun membutuhkan lebih kurang 1000 kalori dan selanjutnya pada anak-anak lebih daripada 1 tahun mendapat tambahan 100 kalori untuk tiap tahunnya. Penurunan kebutuhan kalori diatas 40 tahun harus dikurangi 5% untuk tiap dekade antara 40 dan 59 tahun, sedangkan antara 60 dan 69 tahun dikurangi 10%, diatas 70 tahun dikurangi 20%. 3. Aktifitas Fisik atau Pekerjaan. Jenis aktifitas yang berbeda membutuhkan kalori yang berbeda pula. Jenis aktifitas dikelompokan sebagai berikut : - Keadaan istirahat : kebutuhan kalori basal ditambah 10%. - Ringan : pegawai kantor, pegawai toko, guru, ahli hukum, ibu rumah tangga, dll kebutuhan harus ditambah 20% dari kebutuhan basal - Sedang : pegawai di insdustri ringan, mahasiswa, militer yang sedang tidak perang, kebutuhan dinaikkan menjadi 30% dari basal - Berat : petani, militer dalam keadaan latihan, penari, atlit, kebutuhan ditambah 40% - Sangat berat : tukang beca, tukang gali, pandai besi, kebutuhan harus ditambah 50% dari basal. 4. Kehamilan/Laktasi Pada permulaan kehamilan diperlukan tambahan 150 kalori/hari dan pada trimester II dan III 350 kalori/hari. Pada waktu laktasi diperlukan tambahan sebanyak 550 kalori/hari. 5. Adanya komplikasi Infeksi,Trauma atau operasi yang menyebabkan kenaikan suhu memerlukan tambahan kalori sebesar 13% untuk tiap kenaikkan 1 derajat celcius. 6. Berat Badan Bila kegemukan/terlalu kurus, dikurangi/ditambah sekitar 20-30% bergantung kepada tingkat/kekurusannya.

Berikut ini makanan yang dianjurkan, dibatasi dan dihindari :

BAB 3 METODE

3.1

Jenis Program

Jenis program yang akan dilaksanakan pada mini project ini antara lain : 1.

Rangkaian kegiatan bulanan Senam Prolanis

2.

Pemeriksaan gula darah kepada pasien diabetes

3.

Penyuluhan kesehatan dilakukan dengan metode ceramah interaktif.

4.

Penyuluhan kesehatan berisi pengertian diabetes, gejala, komplikasi, pengelolaan secara umum, dan pengaturan gizi

3.2

Tempat dan Waktu

Kegiatan ini dilaksanakan di pekarangan UGD Puskesmas Kassi Kassi pada bulan Februari 2017

3.3

Sasaran Sasaran pada program ini adalah pasien diabetes di wilayah kerja Puskesmas Kassi

Kassi Kota Makassar dengan kriteria sebagai berikut : 1. Pasien prolanis yang melakukan kunjungan ke Puskesmas Kassi Kassi 2. Pasien Prolanis yang belum pernah mendapatkan penyuluhan tentang diabetes melitus Jumlah sasaran ditentukan sebanyak 10 pasien yang merupakan pasien prolanis yang melakukan kunjungan. Pasien DM tersebut kemudian d minta pencatatan identitasnya.

3.4.

Penyuluhan Diabetes Pada penyuluhan kesehatan diabetes ini digunakan metode ceramah outdoor serta

pembagian Buku Sehat DM. Alat yang diperlukan :

 Microphone  Meja dan kursi 3.5

Hasil dan Evaluasi Kegiatan

Hasil kegiatan program ini selanjutnya ditampilkan dalam bentuk data deskriptif dan laporan kegiatan. Sedangkan evaluasi kegiatan program ini dilakukan dengan penilaian beberapa indikator, yaitu: jumlah kehadiran peserta >50% dari total undangan dan peningkatan nilai post test sebesar >20% dari nilai pre test.

DAFTAR PUSTAKA

PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011 Ndraha S. 2014. Diabetes Melitus Tipe 2 Dan Tatalaksana Terkini. MEDICINUS, Vol. 27, No.2, Hal. 9 – 16 Hastuti, R. 2008. Faktor-faktor Resiko Ulkus Diabetika pada Penderita Diabetes Mellitus (Studi Kasus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta). Naskah Publikasi Tesis S-2 Magister Epidemiologi. Hiswani. 2006. Peranan Gizi dalam Diabetes Mellitus. Naskah Publikasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Flora et al. 2012. Pelatihan Senam Kaki pada Penderita Diabetes Mellitus Dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Diabetes pada Kaki (Diabetes Foot). Jurnal Pengabdian Sriwijaya, Vol.6, Hal. 7 – 15

LAMPIRAN

Komentar / Umpan Balik :

Jombang, Februari 2019 Dokter Internsip,

dr. Zainal Ulu Prima Saputra

Kepala Puskesmas Bareng,

dr. Andri Suharyono, M.KP NIP. 1966. 1205. 2001. 12.1.001

Related Documents


More Documents from "Syed Badriz"