Kumpulan Landasan Ilmu Kel 8.docx

  • Uploaded by: Isnawati Djamal
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kumpulan Landasan Ilmu Kel 8.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,100
  • Pages: 21
MAKALAH LANDASAN ILMU PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

“Filsafat Pendidikan, Dasar filsafat dan Ilmu Pendidikan” Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Landasan Ilmu Pendidikan Teknologi Dan Kejuruan

Oleh: Kelompok: 1. 2. 3. 4. 5.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN (PTK) FAKULTAS TEKNIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2019

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah Subhaana Wa Ta’ala karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan Judul “Filsafat Pendidikan, Dasar filsafat dan Ilmu Pendiidkan”. Salawat dan salam selalu dilimpahkan Allah SWT kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang membawa umat manusia dari kehidupan jahiliyah menuju alam yang penuh dalam cahaya ilmu pengetahuan, aqidah yang baik dan berakhlak mulia. Makalah ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk melengkapi tugas dalam mata kuliah Landasan Ilmu PTK di Jurusan S2 Pendidikan Teknologi Dan Kejuruan Fakultas Teknik UNP. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kekurangan. Penulis berharap adanya masukan dan saran sehingga makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan. Semoga Allah SWT memberkati dan meridhoi kita semua.

Amin Ya Rabbal

‘Alamiin.

Padang, Maret 2019

Penulis

ii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ....................................................................................

ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................

iii

A. BAB I PENDAHULUAN ...................................................................

1

1. Latar Belakang ...............................................................................

1

2. Rumusan Masalah ..........................................................................

2

3. Tujuan ............................................................................................

2

B. BAB II PEMBAHASAN ....................................................................

3

1. Pengertian Filsafat Pendidikan ......................................................

3

2. Peranan Filsafat Pendidikan ...........................................................

4

3. Orientasi Scope Dan Peranan Pendidikan .....................................

8

4. Landasan Pendidikan Kejuruan......................................................

13

C. BAB III KESIMPULAN ...................................................................

17

Kesimpulan ..........................................................................................

17

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

18

iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi, baik potensi fisik, potensi cipta, rasa maupun karsanya agar dasar kependidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Karenanya pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan, organis, dinamis, guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan, melalui filsafat kependidikan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalahmasalah pendidikan. Filsafat pendidikan merupakan aplikasi dalam pendidikan. Ditinjau dari substansi atau isinya, ilmu pendidikan merupakan suatu sistem pengetahuan tentang pendidikan yang diperoleh melalui riset dan disajikan dalam bentuk konsep-konsep pendidikan. Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalahmasalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah yang lebih luas, dalam, serta kompleks, yang tidak dapat dibatasi pengalaman dan fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dijangkau oleh sains pendidikan. Disamping itu Sains dan teknologi telah menuntun manusia menuju peradaban yang lebih maju dan merupakan bagian tak terpisahkan dari kebudayaan masyarakat. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, penguasaan sains dan teknologi merupakan indikator signifikan dalam percepatan pertumbuhan pembangunan suatu

bangsa. Upaya

mengejar

ketertinggalan sains dan teknologi bangsa-bangsa yang sedang membangun terhadap bangsa-bangsa yang sudah maju bukanlah suatu hal yang mudah karena kondisinya dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya masyarakat setempat. Kemajuan teknologi yang tinggi dan perubahan sosial masyarakat yang sangat beragam terasa terhadap pendidikan diberbagai negara. Persaingan ekonomi dan social di berbagai negara menjadikan pendidikan sebagai sesuatu yang harus diperbaiki sebagai suatu kebutuhan masyarakat mencapai cita-cita 1

suatu negara. Dengan adanya perkembangan dan pola hidup manusia yang dinamis, maka setiap negara menganut aliran filsafat pendidikan sebagai arah dalam menentukan sistem pendidikan, tujuan pendidikan, kurikulum yang dipakai dan proses kegiatan belajar mengajar. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka makalah ini akan membahas Filsafat Pendidikan, Dasar filsafat dan Ilmu Pendiidkan.

B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud filsafat pendidikan ? 2. Bagaimana Peranan filsafat pendidikan terhadap ilmu pendidikan? 3. Bagaimana Orientasi Scope Dan Peranan Pendidikan? 4. Bagaimana Landasan pendidikan kejuruan dalam filsafat pendidikan? C. Tujuan 1. Mahasiswa memahami filsafat Pendidikan 2. Mahasiswa memahami Peranan filsafat pendidikan terhadap ilmu pendidikan 3. Mahasiswa memahami Orientasi Scope Dan Peranan Pendidikan 4. Mahasiswa memahami Landasan pendidikan kejuruan dalam filsafat pendidikan

2

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Filsafat Pendidikan Sebelum menuju pada arti filsafat pendidikan maka terlebih dahulu dideskripsikan pengertian filsafat. Filsafat adalah disiplin yang mempelajari objek-objek kemanusiaan secara menyeluruh (komprehensif), merangkum, spekulatif rasional, dan mendalam sampai ke akarnya (radiks), sehingga diperoleh inti hakiki dari objek yang dipelajari (Hanurawan, 2012). Filsafat

pendidikan adalah cabang filsafat yang mempelajari hakekat pendidikan Filsafat pendidikan memandang kegiatan pendidikan sebagai objek yang perlu dikaji. Ada banyak defisini mengenai filsafat pendidikan pada tetapi akhirnya semua berpendapat dan mengajukan soal kaidah-kaidah berpikir filsafat dalam rangka menyelesaikan masalah-masalah yang ada dalam bidang pendidikan. Ajaran filsafat yang komprehensif itu telah menduduki status yang tinggi dalam kehidupan kebudayaan manusia, yakni sebagai ideologi suatu bangsa dan negara. Seluruh aspek kehidupan suatu bangsa, diilhami dan berpedoman ajaranajaran filsafat bangsa itu. Dengan demikian kehidupan sosial,politik, ekonomi, pendidikan dan kebudayaan, bahkan kesadaran atas nilai-nilai hukum dan moral bersumber atas ajaran fisafat itu. Eksistensi suatu bangsa adalah eksistensi dengan ideologi atau filsafat hidupnya, maka demi kelangsungan eksintesi itu ialah dengan mewariskan nilainilai ideologi itu kepada generasi selanjutya. Adalah realita bahwa jalan dan proses yang efektif untuk ini hanya melalui pendidikan. Setiap masyarakat, setiap bangsa melaksanakan aktivitas pendidikan secara prinsipal untuk membina kesadaran nilai-nilai filosofis nasional bangsa itu; baru sesudah itu untuk pendidikan aspek-aspek pengetahuan dan kecakapan-kecakapan lain. Kesadaran

3

moral dan sikap mental yang menjadi kriteria manusia ideal dalam sistem nilai suatu bangsa bersumber pada ajaran filsafat bangsa dan negara yang dianutnya. Filosofis dan ilmiah tak dapat dipisahkan. Sebab, pendidikan sebagai usaha membina dan mewariskan kebudayaan, mengembang satu kewajiban yang luas dan menentukan prestasi suatu bangsa; bahkan tingkat sosio-budaya mereka. Sehingga pendidikan bukanlah usaha da aktivitas spekulatif sematamata. Pendidikan harus ecara fundamental didasarkan atas asasasas filosofis dan ilmiah yang menjamin pencapaian tujuan yakni meningkatkan perkembangan sosiobudaya bahkan martabat bangsa, kewibawaan dan kejayaan negara. Bidang ilmu pendidikan dengan berbagai cabang-cabangnya merupakan landasan ilmiah bagi pelaksana pendidikan, yang terus berkembang secara dinamis, sedangkan filsafat pendidikan sesuai dengan perannya, merupakan landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijaksanaan dan pelaksanaan pendidikan. Kedua bidang diatas harus menjadi pengetahuan dasar bagi setiap pelaksana pendidikan, apakah ia guru ataukah sarjana pendidikan. Membekali mereka dengan pengetahuan dimaksud datas berarti memberikan dasar yang kuat bagi suksesnya profesi mereka.

B. Peranan Filsafat Pendidikan Proses pendidikan adalah proses perkembangan manusia yang secara alamiah menuju kedewasaan dan kematangan, sebab potensi manusia yang paling alamiah ialah bertumbuh menuju ke tingkat kedewasaan, kematangan. Potensi ini akan terwujud apabila prakondisi alamiah dan sosial manusia memungkinkan, misalnya iklim, makanan, kesehatan, keamanan, relatif sesuai dengan kebutuhan manusia. Adakah makna kedewasaan, kematangan diatas bersifat biologisjasmaniah, atau rokhaniah (pikir, rasa dan karsa) ataukah secara moral dalam arti bertanggung jawab, sadar-normatif. Persoalan ini sudah menyangkut scope dan pengertian tujuan pendidikan yang harus didasarkan pula atas sistem nilai dan 4

asas-asas normatif suatu kebudayaan. Dengan demikaian masalah tersebut sudah merupakan bidang filsafat pendidikan. Sebab lebih dari pada hanya perkembangan teleologis secara alamiah itu, manusiapun mengandung potensipotensi human dengan martabat kemanusiaannya. Manusia dengan kodrat human dignity itu, memiliki kesadaran dri (self-existence), potensi pikir, rasa dan karsa. Bahkan manusia mempunyai dorongan untuk merealisasi potensi-potensi psikologis ini supayan berkembang sebagai satu self realization dan ideal self guna berfungsi dan bermanfaat bagi hidup pribadi dan sosialnya. Manusia melihat kenyataan, bahwa tidak semua manusia berkembang sebagaimana diharapkan. Lahirlah didalam pemikiran manusia problem-problem tentang kemungkinan –kemunkinan perkembangan potensi manusia itu. Apakah yang menentukan perkembangan dan realisasi potensi manusia itu. Manakah yang lebih menentukkan poensi yang kodrati, faktor-faktor alam sekitar, faktor luar, khususnya pendidikan. Thema problem ini memang klasik, karena memang sudah lama ada didalam konteks filsafat, psikologi, pendidikan, genetika dan sebagainya. Sesungguhnya adanya aktivitas dan lembaga-lembaga pendidikan merupakan jawaban manusia atas problema itu. Karena umat manusia berkesimpulan bahwa pendidikan itu mampu mewujudkan potensi manusia sebagai aktualias, maka pendidikan itu diselenggerakan. Timbulnya problem dan pikiran pemecahannya itu merupakan bidang pemikiran filsafat, dalam hal ini filsafat pendidikan ini berarti pelaksanaan dari pada ide-ide filsafat. Dengan perkataan lain ide filsafat yang memberi asas kepastian bagi nilai peranan pendidikan bagi pembinaan manusia, telah melahirkan

ilmu

penndidikan,

lembaga

pendidikan

dan

aktivitas

penyelenggeraan pendidiide kan. Jadi peranan filsafat pendidikan merupakan sumber pendorong adanya pendidikan.

5

Ide-ide filsafat pendidikan antara lain tersimpul di dalam pandangan : 1. Aliran empirisme (aliran optimisme) Aliran ini dimotori oleh John Locke.

Aliran empirisme mengutamakan perkembangan manusia dari segi empirik yang secara eksternal dapat diamati dan mengabaikan pembawaan sebagai sisi internal manusia. Dengan kata lain pengalaman adalah sumber pengetahuan, sedangkan pembawaaan yang berupa bakat tidak diakui. Manusia dilahirkan dalam keadaan kosong, sehingga pendidikan memiliki peran penting yang dapat menentukan keberadaan anak. Aliran ini melihat keberhasilan seseorang hanya dari pengalaman (pendidikan) yang diperolehnya, bukan dari kemampuan dasar yang merupakan pembawaan lahir. 2. Aliran nativisme (aliran pesimistik).Tokoh aliran ini adalah Arthur

Schoupenhauer. Aliran nativisme menyatakan bahwa

perkembangan

seseorang merupakan produk dari pembawaan yang berupa bakat. Bakat yang merupakan pembawaan seseorang akan menentukan nasibnya. Aliran ini merupakan kebalikan dari aliran empirisme. Orang yang “berbakat tidak baik” akan tetap tidak baik, sehingga tidak perlu dididik untuk menjadi baik. Orang yang “berbakat baik” akan tetap baik dan tidak perlu dididik, karena ia tidak mungkin akan terjerumus menjadi tidak baik. 3. Aliran naturalisme. Aliran ini dipelopori oleh J.J. Rousseau. Aliran naturalisme menyatakan bahwa semua anak yang dilahirkan pada dasarnya dalam keadaan baik. Anak menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk tumbuh dengan sendirinya. Pendidikan hendaknya diserahkan kepada alam. Dalam mendidik seorang anak hendaknya dikembalikan kepada alam agar pembawaan yang baik tersebut tidak dirusak oleh pendidik. 4. Aliran konvergensi. Aliran ini dipelopori oleh William Stern. Aliran ini menyatakan bahwa bakat, pembawaan dan lingkungan atau pengalamanlah 6

yang menentukan pembentukan pribadi seseorang. Pendidikan dijadikan sebagai penolong kepada anak untuk mengembangkan potensinya. Yang membatasi hasil pendidikan anak adalah pembawan dan lingkungannya. Aliran ini lebih realitis, sehingga banyak diikuti oleh pakar pendidikan. Gambaran masyarakat ideal adalah ide-ide filsafat yang telah melembaga dalam tata hidup masyarakat, telah bertumbuh sebagai sebagai bagian daripada sosiokultural mereka. Ajaran-ajaran filsafat yang telah berakar didalam sosio kultural yang sesuai dengan sosio-psikologis, atau kepribadian suatu bangsa inilah yang akan tumbuh sebagai realita, sebagai filsafat hidup. Dari uraian diatas jelaslah bahwa latar belakang ide-ide filsafat menetukan pendidikan sebab tujuan pendidikan bersumber pada filsafat atau ajaran filsafat adalah tujuan dan nilai-nilai didalam pendidikan. Sehingga pendidikan adalah proses membina pribadi-pribadi yang berwatak atas nilai-nilai filsafat itu secara konsekuen. Misalnya pendidikan nasional Indonesia, dasar dan tujuannya ialah filsafat pancasila, yang mana membina manusia pancasila. Prof. Baroudy menjelaskan definisi filsafat pendidikan sekaligus fungsinya bahwa filsafat pendidikan dipandang sebagai pembahasan yang sistematis masalahmasalah pendidikan secara filosofis, yaitu dengna menyelidiki persoalan-persoalan pendidikan dengna menjabarkannya baik sebgai bidang metafisika, epistemology, ethica, logika, estetika, maupun kombinasi semuanya itu. Dengan memahami asasasas dan nilai filosofis maka filasafat pendidikan menjadi norma pendidikan. Dengan demikian filasafat pendidikan merupakan asas normative didalam pendidikan, yaitu norma-norma filsafat yang sifatnya khusus berlaku di dalam dunia pendidikan. Prof Brubacher dalam buku “Modren Philosphies of education” menulis tentang fungsi filsafat pendidikan secara terinci, dan pokok pemikirannya tentang fungsi filsafat pendidikan, sebagai berikut: 1. Fungsi Spekulatif

7

Filsafat pendidikan berusaha mengerti keseluruhan persoalan pendidikan dan mencoba merumuskannya dalam satu gambaran pokok sebagai pelengkap bagi data-data yang telah ada dari segi ilmiah. 2. Fungsi Normatif Sebagai penentu arah, pedoman untuk apa pendidikan itu. Bagaimana filsafat pendidikan memberikan norma dan pertimbangan bagi kenyataan-kenyataan normatif dan kenyataan-kenyataan ilmiah yang pada akhirnya membentuk kebudayaan. 3. Fungsi Kritik Untuk memberi dasar bagi pengertian kritis-rasional dalam pertimbangan dan menafsirkan data-data ilmiah. Misalnya data pengukuran analisa evaluasi baik kepribadian maupun achievement (prestasi). Fungsi kritik berarti pula analisis dan komparatif atas sesuatu untuk mendapatkan kesimpulan 4. Fungsi Teori Bagi Praktek Teori adalah dasar bagi pelaksanaan/praktek pendidikan. Filsafat memberikan prinsip-prinsip umum bagi suatu praktek.

Semua ide, konsepsi, analisa dan

kesimpulan-kesimpulan filsafat pendidikan adalah berfungsi teori. Dan teori ini adalah dasar bagi pelaksanaan/praktek pendidikan. Filsafat memberikan prinsipprinsip umum bagi suatu praktek. 5. Fungsi Integratif Mengingat fungsi filsafat pendidikan sebagai asa kerohanian atau ronya pendidikan, maka fungi integratif filsafat pendidikan adalah wajar. Artinya, sebagai pemadu fungsional semua nilai dan asas normatif dalam ilmu pendidikan (ingat, ilmu kependidikan sebagai ilmu normatif).

C. Orientasi Scope Dan Peranan Pendidikan Peranan pendidikan di dalam kehidupan manusia, lebih-lebih dalam zaman modern ini diakui sebagai satu kekuatan yang menentukan prestasi dan produktivitas seseorang. Tidak ada satu fungsi dan jabatan di dalam masyarakat 8

tanpa melalui proses pendidikan. Seluruh aspek kehidupan memerlukan proses pendidikan dalam arti demikian, terutama berlangsung di dalam dan oleh lembagalembaga pendidikan formal (sekolah, universitas). Akan tetapi scope pendidikan lebih dari pada hanya pendidikan formal itu. Didalam masyarakat keseluruhan terjadi pula proses pendidikan, di mana antar hubungan dan interaksi sosial mempengaruhi perkembangan kepribadian manusia. Proses pendidikan yang berlangsung di dalam kehidupan sosial yang disebut pendidikan formal ini, bahkan berlangsung sepanjang kehidupan manusia. Meskipun

pengaruh

pendidikan

informal

ini

tak

terukur

dalam

perkembangan pribadi, tapi tetap diakui adanya. Secara sederhana misalnya, orang yang tak pernah mengalami pendidikan formal, mereka yang buta huruf, namun mereka tetap dapat hidup dan melaksanakan fungsi-fungsi sosial yang sederhana. Alam dan lingkungan sosial serta kondisi dan kebutuhan hidup telah mendidik mereka. Akan tetapi, yang paling diharapkan ialah pendidikan formal yang relatif baik, dilengkapi dengan suasana pendidikan informal yang relatif baik pula, ini ternyata dari usaha Pemerintah, pendidikan dan para orang tua untuk membina masyarakat keseluruhan sebagai satu kehidupan yang sehat lahir dan batin. Sebab krisis apa pun yang terjadi di dalam masyarakat akan berpengaruh negatif bagi manusia, terutama anak-anak, generasi muda. Scope dan peranan pendidikan dalam arti luas seperti dimaksud diatas, menurut Prof. Richey dalam buku “Planning for Teaching, an Introduction to Education,” antara lain sebagai berikut : Istilah “pendidikan” berkenaan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat terutama membawa warga masyarakat yang baru (generasi muda) bagi penunaian kewajiban dan tanggungjawabnya di dalam masyarakat. Jadi pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas dari pada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja. Pendidikan adalah suatu aktivitas sosial yang essensial yang memungkinkan masyarakat tetap ada dan berkembang. Di dalam masyarakat yang komplesk/modern, fungsi pendidikan ini mengalami

9

proses spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan formal, yang tetap berhubungan dengan proses pendidikan informal diluar sekolah (18:489). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan formal selalu berhubungan dengan pendidikan informal. Paling tidak berhubungan tersebut adalah hubungan yang wajar, yakni bahwa pendidikan disekolah adalah untuk mempersiapkan tenaga-tenaga yang mampu memangku suatu fungsi sosial di dalam masyarakat. Hubungan itu dapat lebih ideal yakni pendidikan formal harus mampu meningkatkan dan memajukan masyarakat baik dalam arti keterampilan, berpikir, maupun mental. Prof. Lodge dalam buku “Philosophy of Educatiaon” mengemukakan ruang lingkup dan peranan pendidikan yaitu : The word “Education” is used, sometimes in a wider, sometimes in a narrower, sense. In the wider sense, all experience is said to be educative. ....... The child educates his parents, the pupil educates his teacher, the dog educates his master. Everything we say, think, or do, educates us, no lese than what is said or done to us other beings, animate or innimate. In this wider sense, life is education and education is life (14:23). Perkataan “Pendidikan” dipakai kadang-kadang dalam pegertian yang lebih luas, kadang-kadang dalam arti yang lebih sempit. Dalam pengertian yang lebih luas, semua pengalaman dapat dikatakan sebagai pendidikan. ........Seseorang anak mendidik orang tuanya, seperti pula halnya seorang murid mendidik gurunya, bahkan seekor anjing mendidik tuannya. Segala sesuatu yang kita katakan, pikirkan atau kerjakan mendidik kita, tak berbeda dari pada apa yang dikatakan atau dilakukan sesuatu kepada kita, baik dari benda-benda hidup maupun benda-benda mati. Dalam pengertian benda-benda yang lebih luas ini, hidup adalah pendidikan, dan pendidikan adalah hidup. Selanjutnya dalam pengertian yang lebih sempit Prof. Lodge menulis antara lain : In the narrower sense “Education” is restricted to that function of the community which consists in passing on its traditions, its background, and its outlook, to the members of the rising generation.

10

..........In the narrower sense, education becomes, in practice identical with “schooling,” i.e. formal instruction under controlled conditions, (14-13). Dalam pengertian yang lebih sempit, “Pendidikan” dibatasi pada fungsi tertentu di dalam masyarakat yang terdiri atas penyerahan adat-istiadat (tradisi) dengan latarbelakang sosialnya, pandangan hidup masyarakat generasi berikutnya. .........Dalam pengertian yang lebih sempit ini, pendidikan berarti dalam prakteknya, identik dengan sekolah,” yaitu pengajaran formal dalam kondisi-kondisi yang diatur. Disamping pembedaan arti pendidikan seperti di uraikan diatas, ada pula ahli-ahli yang membedakan pengertian pendidikan (education) dengan pengajaran (instruction, teaching). Istilah yang pertama dianggap sebagai lebih luas, dan meliputi pengajaran. Sebaliknya menurut mereka ini, pengajaran hanya sebagian saja dari pada pengertian pendidikan. Dengan perkataan lain, scope pengertian pendidikan, lebih luas dari pada pengertian pengajaran. Dasar pengertian ini terutama bersumber pada anggapan bahwa mendidik itu terutama membina aspekaspek kepribadian (sikap, mental, moral-budipekerti, kesadaran sosial, nasionalisme dan sebagainya). Sedangkan mengajar, terutama memberikan ilmu tertentu kepada anak didik. Dengan demikian nampaknya nilai pendidikan berbeda dengan nilai pengajaran. Bila dianalisa lebih lanjut, sebenarnya tiap-tiap aktivitas seseorang untuk mendidik, tentulah ada wujud atau materi yang dididikkan. Materi yang dididikkan ini dapat dianggap sebagai ilmu (pengetahuan). Sebaliknya, setiap ilmu, sebagai bahan (materi) mengandung nilai didik. Yang menjadi pertanyaan ialah seberapa jauh kedua materi –ilmu itu- jika benar-benar berbeda dapat membina aspek kepibadian anak didik. Pada hakikatnya, letak perbedaan nila pendidikan atau efek pedagogis suatu materi ilmu dapat tergantung pada tujuan yang hendak dicapai daripada proses ilmu praktisnya, atau nilai ilmiah yang bersifat atau aspek-aspek kepribadiannya yang hendak dipandang sebagai tujuan.

11

Juga di dalam tiap-tiap materi ilmu yang diajarkan, selalu mengandung nilainilai baik nilai formal, nilai material maupun nilai praktis. Nilai formal ialah nilainilai yang membina atau membentuk kepribadian. Nilai material ialah pengetahuan atau penguasaan atas materi ilmu itu sendiri, baik berupa teori-teori, asas-asas maupun seluk beluk ilmu itu. Dan nilai praktis adalah nilai guna atau aspek praktis daripada pengetahuan yang dipelajari itu didalam kehidupan, baik dari segi sendiri maupun bagi orang lain. Dengan demikian, tiap ilmu itu ada yang lebih berat (dominan) salah satu dari ketiga nilai tersebut. Dari uraian ini, maka nilai pedagogis suatu ilmu ada didalam ilmu itu sendiri. Dan bukan didalam proses mendidik atau mengajar. Analisa ini barangkali sejalan dengan pepatah kita : seperti padi, makin berisi makin nunduk. Demikian pula seseorang yang banyak dan dalam ilmunya, akan makin bijaksana. Pada pihak lain, mereka yang menganggap proses mendidik berbeda dengan mengajar suatu ilmu, akan member pengaruh tertentu bagi anak didik. Cara-cara yang lebih pedagogis (bersifat mendidik) jauh lebih baik, karena itu ideal, dibandingkan dengan cara-cara yang hanya bersifat mengajar (instruction). Metode mengajar ini meskipun ada teorinya (metodik, diktatik, metodologi) namun cenderung merupakan “seni”, itu sebabnya ada yang menyatakan “teaching is in art”, seperti yang dikatakan oleh Gilbert Highet. Ini berarti menjadi pendidik (educator, pedagog) lebih banyak ditentukan oleh sifat bawaan, meskipun ilmu/teori tentu bersumber dari teori yang baik, meskipun teori yang baik (dikuasai) belum tentu melahirkan praktek yang baik. Bagaimana kesimpulan kita tentang pembedaan teknis mungkin ada juga yang menganggap perbedaan prinsipil kedua istilah itu. Bagi kita, tindakan yang bijaksana ialah tujuan daripada pendidikan, pengajaran tentang sutau ilmu itu diarahkan untuk membina kepribadian anak agar mampu menunaikan kewajiban hidupnya baik bagi pribadi, sosial maupun bagi nilai-nilai yang berlaku (moral). Dengan demikian pendidikan atau pengajaran itu sebagai proses akan ditentukan oleh tujuan yang hendak dicapai. Juga jika dalam arti luas semua antar hubungan 12

dan antar aksi didalam masyarakat berarti mengandung nilai pendidikan, mengapa suatu pengajaran (formal) dianggap kurang nilai didiknya. Dari defenisi pendidikan diatas, sekurang-kurangnya tiap pribadi manusia terlibat dengan pengaruh pendidikan dalam arti yang lebih luas. Sebab, tiap manusia kenyataannya sekaligus adalah warga masyarakat. Bahakan menurut Lodge, “hidup adalah pendidikan, dan pendidikan adalah hidup.” Dengan demikian scope pendidikan meliputi seluruh umat manusia, sepanjang sejarah adanya manusia, sepanjang hidup manusia. Jadi pendidikan informal ini tidak terbatas, seperti pula pengaruhnya tak terukur. Sebaliknya, pendidikan dalam arti yang lebih sempit, pendidikan formal, hanya menyangkut pribadi yang secara sukarela mengikutinya. Walaupun kenyataannya dalam masyarakat modern, tiap-tiap warga negara dikenai kewajiban belajar (compulsory education) untuk tingkat-tingkat tertentu. Prinsip kewajiban belaja warganegara merupakan perwujudan urgensi pendidikan bagi kepentingan warganegara, berdasarkan nilai-nilai yang berlaku dalam negara itu. Sehingga demi kepentingan warganegara, yang berarti membina kesejahteraan hidup bersama didalam negara, maka pendidikan merupakan tanggungjawab dan kewajiban negara. Meskipun pada pokoknya kebijaksanaan negara demikian (compulsory education), berdasarkan filsafat negara tertentu, penyelenggaraan pendidikan tidaklah monopoli oleh negara, kecuali negara-negara yang menganut faham komunisme.

D. Landasan Pendidikan Kejuruan 1. Landasan Yuridis Landasan yaitu pendidikan Indonesia adalah seperangkat konsep peraturan perundang-undangan yang menjadi titik tolak sistem pendidikan Indonesia, yang menurut Undang-Undang Dasar 1945. a. UUD

1945

mengamanatkan

penyelenggaraan

sistem

kepada

pendidikan

13

pemerintah

nasional

untuk

melalui

usaha

meningkatkan

keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan Undang-Undang. b. UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 15, menjelaskan bahwa SMK merupakan “pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama dalam bidang pekerjaan tertentu”. Dan Pasal 38 yang menyatakan bahwa kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan pemerintah melalui BSNP. c. Kepmendikbud No. 323/U/1997 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda di SMK. d. PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. e. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. f. Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Kelulusan. g. Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan. h. Permendiknas No. 22 dan No. 23 tentang Standar Isi dan Standar Kelulusan. i. Ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di SMK.

2. Landasan Filosofi Dalam pendidikan kejuruan ada dua aliran filsafat yang sesuai dengan keberadaanya, yaitu eksistensialisme dan esensialisme.Eksistensialisme berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus mengembangkan eksistensi manusia untuk bertahan hidup, bukan merampasnya. Sedangkan esensialisme berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus mengaitkan dirinya dengan sistem-sistem yang lain seperti ekonomi, politik, sosial, ketenaga kerjaan serta religi dan moral. Filosofi memandang pendidikan kejuruan sebagai pihak yang harus bertanggungjawab atas penyiapan orang untuk bekerja atau mandiri, maka menuntut adanya jenis pendidikan yang dapat menyediakan berbagai alternatif 14

pilihan itu, dan untuk hal tersebut yang paling tepat adalah pendidikan kejuruan

itu

sendiri.

Oemar

Hamalik

(1990)

dalam

http://ismailmajid.wordpress.com/2012/10/08/landasan-filosofi-dan-yuridis pendidikan-teknologi-kejuruan secara tegas memberikan gambaran tentang falsafah pendidikan kejuruan dapat dirangkum ke dalam enam hal yaitu: a. Pendidikan kejuruan akan efisien apabila disediakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi nyata dimana lulusan akan bekerja. b. Latihan kejuruan akan efektif apabila diberikan tugas atau program seusai dengan apa yang dikerjakan kelak. Demikian pula fasilitas atau peralatan beserta proses kerja dan operasionalnya dibuat sama dengan kondisi nyata nantinya. c. Pendidikan kejuruan akan efektif bilmana latihan dan tugas yang diberikan secara langsung dan spesifik (dalam arti mengerjakan benda kerja sesungguhnya, bukan sekedar tiruan). d. Pendidikan kejuruan akan efektif bilamana dalam latihan kerja atau dalam pengerjaan tugas sudah dibiasakan pada kondisi nyata nantinya. e. Pendidikan kejuran akan efektif bilamana program-program yang disediakan adalah banyak dan bervariasi meliputi semua profesi serta mampu dimanfaatkan atau ditempuh oleh peserta didik. f. Latihan kejuruan akan efektif apabila diberikan secara berulang kali hingga diperoleh penguasaan yang memadai bagi peserta didik. g. Pendidikan kejuruan akan efektif bila para guru dan instrukturnya berpengalaman dan mampu mentransfer kepada peserta didik. h. Pendidikan kejuruan akan efektif bilamana mampu memberikan bekal kemampuan minimal yang dibutuhkan dunia kerja (sebagai standar minimal profesi), sehingga mudah adaptif dan mudah pengembangannya. i. Pendidikan kejuruan akan efektif apabila memperhatikan kondisi pasar kerja.

15

j. Proses pemantapan belajar dan latihan peserta didik dalam pendidikan kejuruan akan efektif apabila diberikan secara proporsional. k. Sumber data yang dipergunakan untuk menentukan program pendidikan didasarkan atas pengalaman nyata pekerjaan di lapangan. l. Pendidikan kejuruan memberikan program tertentu yang mendasar sebagai dasar

kejuruannya

serta

program

lain

sebagai

pengayaan

atau

pengembangannnya. m. Pendidikan kejuruan akan efisien apabila sebagai lembaga pendidikan yang menyiapkan SDM untuk memenuhi kebutuhan dunia kerja tertentu dan dalam waktu tertentu. n. Pendidikan

kejuruan

dapat

dirasakan

manfaatnya

secara

sosial

kemasyarakatan termasuk memperhatikan hubungan kemanusiaan dan hubungan dengan masyarakat luar dunia pendidikan. o. Administrasi pendidikan kejuruan akan efisien apabila bersifat fleksibel dan tidak bersifat kaku. p. Walaupun pendidikan kejuruan telah diusahakan dengan biaya investasi semaksimal mungkin, namun apabila sampai dalam batas minimal tersebut tidak efektif, maka lebih baik penyelenggaraan pendidikan kejuruan dibatalkan. Berdasarkan falsafah pendidikan kejuruan yang diuraikan di atas, khususnya dari Charles Prosser dapat diasumsikan bahwa 16 butir falsafah tersebut

juga

sekaligus

kriteria

dasar

yang

sagat

esensial

dalam

penyelenggaraan pendidikan kejuruan. Maksudnya dalah pendidikan kejuruan akan dikatakan dengan klasifikasi baik apabila mampu memenuhi 16 kriteria falsafah pendidikan kejuruan tersebut.

16

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Pendidikan bertujuan menyiapakan pribadi dalam kesimbangan, kesatuan, organis, harmonis, dinamis guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Pandangan filsafat pendidikan sama dengan perananannya merupakan landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijaksanaan pelaksanaan pendidikan. Ilmu filosofis merupakan landasan yang berdasarkan atas filsafat. Antara filsafat dengan pendidikan memiliki keterkaitan yang sangat erat, dimana filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan masyarakat sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra tersebut. Pengalaman pendidikan dalam menuntut perubahan dan perkembangan anak akan behubungan dan berkenalan dengan realita.

17

DAFTAR PUSTAKA

Alfian Erwinsyah. 2015. Memahami Mengenai Teknologi Pendidikan dan Teknologi Pembelajaran. Jurnal Manajemen Pendidikan Islam. Vol.3 No.1. ISSN 2338-6673

Hanurawan, F. 2012. Filsafat Ilmu Psikologi. Malang: BKP Universitas Negeri Malang Imam Barnadid.1990. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset. Saifullah, Ali. 1981. Antara Filsafat dan Pendidikan-Pengantar Filsafat Pendidikan. Surabaya :Usaha Nasional

18

Related Documents


More Documents from "Om Arkan"

Makalah Chapter.docx
November 2019 4
4 Transmisi Budaya.docx
November 2019 14
Listening.docx
April 2020 15
Tata Naskah Rsud.docx
November 2019 18