1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perkembangan sektor industri di Indonesia cukup pesat, hal ini didukung oleh keberadaan sumber daya alam yang melimpah sebagai bahan baku dan penggunaan alat-alat atau mesin modern akan mempermudah proses produksi maupun proses operasional. Namun, penggunaan mesin dan peralatan modern selain memiliki dampak positif diantaranya pertumbuhan perekonomian dan terbukanya lapangan pekerjaan baru dapat juga menimbulkan dampak negative yaitu pencemaran lingkungan dan kejadian kecelakaan kerja. Sumber daya manusia sebagai tenaga kerja tidak terlepas dari masalah keselamatan dan kesehatan selama berkerja. Hal ini dikarenakan, tenaga kerja langsung berhubungan dengan peralatan atau mesin-mesin produksi maupun operasional sehingga berisiko untuk mengalami kecelakaan maupun gangguan kesehatan pada saat berkerja. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disebut Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efesien dan produktif (Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per. 05/Men/1996).
1
2
Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja melalui SMK3 telah berkembang di berbagai negara baik melalui pedoman maupun standar. Untuk memberikan keseragaman
bagi
setiap
perusahaan
dalam
menerapkan
SMK3
sehingga
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja, peningkatan efisiensi, dan produktifitas perusahaan dapat terwujud maka perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah yang mengatur penerapan SMK3. Audit SMK3 adalah pemeriksaan secara sistematis dan independen terhadap pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan untuk mengukur suatu hasil kegiatan yang telah direncanakan dan dilaksanakan dalam penerapan SMK3 di perusahaan (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012). Program zero accident (kecelakaan nihil) ialah tanda penghargaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang diberikan pemerintah kepada manajemen perusahaan yang telah berhasil dalam melaksanakan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja sehingga mencapai nihil kecelakaan (zero accident). Penghargaan zero accident (kecelakaan nihil) diberikan dalam bentuk piagam dan plakat yang ditetapkan melaui Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia. Untuk memberikan motivasi dan dorongan bagi perusahaan-perusahaan serta berbagai pihak terkaityang telah berhasil menerapkan norma K3 di perusahaan/tempat kerja dan mencapai nihil kecelakaan kerjamaka perlu diberikan penghargaan (Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : Per-01/Men/I/2007).
3
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.5 Tahun 1996, pasal tiga berbunyi setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses produksi ataupun proses operasional yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran, dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan sistem tentang K3 (Permenakertrans No.5 Tahun 1996). Menurut data Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI tahun 2006, jumlah kasus kecelakaan kerja di Indonesia pada tahun 2003 sebanyak 105.846 kasus, tahun 2004 sebanyak 95.418 kasus, tahun 2005 sebanyak 96.081, dan tahun 2006 sebanyak 70.069 kasus. Jumlah tersebut menurun sebesar 37,12 persen dalam kurun waktu 4 tahun terakhir ini (BIKKB Riau, 2007). Pada tahun 2007 sebanyak 83.714 kasus dan tahun 2008 turun sebesar 55,82% dari tahun 2007 menjadi 36.986 kasus (Himakesja, 2009:1). Menurut data dari BPJS Ketenagakerjaan akhir tahun 2015 menunjukkan telah terjadi kecelakaan kerja sejumlah 105.182 kasus dengan korban meninggal dunia sebanyak 2.375 orang. Hal ini perlu mendapat perhatian yang serius baik dari perusahaan, pemerintah, dan pekerja (http://www.safetyshoe.com/tag/angka-kecelakaan-kerja-5-tahun-terakhir/). Upaya untuk menurunkan kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan tindakan pencegahan.Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan usaha secara teknis maupun non teknis.Usaha non teknis dilakukan dengan cara melakukan pengaturan secara administrasi yaitu dengan aturan pemberian sanki apabila ada pekerja yang melanggar aturan, sedangkan usaha teknis dilakukan dengan
4
pengamanan tempat, peralatan, lingkungan kerja dan perlindungan langsung terhadap pekerja dengan menggunakan alat pelindung diri. Sikap adalah sesuatu yang melekat pada keyakinan-keyakinan dan perasaanperasaan terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas (Notoadmojo, 2010). Alat pelindung diri selanjutnya disingkat APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja (PermenakerTrans No.08/Men/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri). Dan berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang K3. Perusahaan menyediakan semua alat pelindung diri yang diwajibkan pada tenaga kerja, disertai petunjuk yang diperlukan pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja. PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan didirikan pada tanggal 2 maret 1981 dengan kantor pusat di Tanjung Enim, (PP No. 42 Tahun 1980). PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan mempunyai luas area ± 42,5 Hektar atau 425.000 m3. PT. Bukit Asam setiap harinya memuat batubara yang berasal dari Muara Enim Sumatera Selatan lalu, dikirim melalui kereta babaranjang menuju PT. Bukit Asam Tarahan, Bandar Lampung dimana ada 12 rangkaian dan setiap rangkaian sekitar 44-60 gerbong batubara dengan volume 50 ton/gerbong (http://www.ptba.co.id/id/id/about).
5
Berdasarkan observasi awal di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan bahwa jumlah pegawai diperusahaan tersebut adalah 333 pekerja dimana jumlah pegawai pria 317 dan jumlah pegawai wanita 16. PT. Bukit Asam sudah menetapkan manajemen K3 yang didalamnya terdapat peraturan tentang pemakaian alat pelindung diri diantaranya ketersediaan alat pelindung diri di tempat kerja sudah memadai dan memenuhi standar tetapi masih ada pekerja yang belum atau tidak memakai alat pelindung diri pada saat berkerja hal tersebut akan menimbulkan potensi kecelakaan kerja pada saat berkerja dan pada tahun 2012 – 2013 PT. Bukit Asam mendapatkan “penghargaan kecelakaan nihil” dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia (Laporan Sanitasi Industri di PT. Bukit Asam tahun 2016). Proses operasional muat bongkar batubara di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan, Bandar Lampung dikelompokan menjadi 4 proses operasional. Adapun proses muat bongkar batubara digambarkan dalam skema 1 sebagai berikut :
6
Gambar 1 Proses muat bongkar batubara di PT. Bukit Asam Unit Pelabuhan Tarahan, Bandar Lampung
Gambar 2 Proses operasional yang berpotensi bahaya kecelakaan kerja diPT. Bukit Asam Unit Pelabuhan Tarahan, Bandar Lampung Proses operasional yang berpotensi bahaya kecelakaan kerja
Proses Operasional Pertama
Proses Operasional Kedua
Proses Operasional Ketiga
Proses Operasional Keempat
(Rotary Car Dumper)
(Belt Compayer)
(Primary Crusher)
(Stock Pille)
1. Paparan Kebisingan
1. Batubara yang menguap
1. Debu Dari Batubara 2. Paparan Kebisingan
1. Debu Dari Batubara
7
Alat pelindung diri yang disediakan oleh pihak perusahaan untuk setiap bagian
proses
operasional
diantaranya
masker,
safety
shoes,
kacamata
,earplug/earmuff dan safety helmet kepada setiap pekerja. PT. Bukit Asam telah menerapkan manajemen K3 yang didalamnya terdapat pengawasan dimana terdapat atasan yang mengawasi pekerja untuk menggunakan alat pelindung diri dan penyediaan alat pelindung diri baik secara kualitas yaitu alat pelindung diri yang digunakan dalam kondisi baik dan tidak rusak dan secara kuantitas yaitu jumlah alat pelindung diri telah disesuaikan dengan jumlah pekerja. Namun belum semua pekerja menggunakan alat pelindung diri saat melakukan aktifitas kerja. Hal ini akan berakibat negatif bagi pekerja apabila terjadi berkelanjutan, potensi terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja akan semakin besar. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin melakukan penelitian yang berkaitan dengan penggunaan alat pelindung diri terhadap potensi bahaya kecelakaan kerja di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan Bandar Lampung. Dalam
hal
ini
terdapat
peraturan
yang
mengatur
hal
tersebut,
yakni
PermennakerTrans Republik Indonesia Nomor Per.08/Men/VII/2010 Tentang Alat Pelindung Diri.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan observasi awal, PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. sudah menetapkan manajemen K3 yang didalamnya terdapat peraturan tentang pemakaian alat pelindung diri. Namun masih ada pekerja yang belum memakai alat pelindung diri (APD) secara maksimal dan terdapat pekerja yang sudah memakain alat
8
pelindung diri namun belum sesuai standar alat pelindung diri hal tersebut akan berpotensi bahaya kecelakaan kerja dimana diketahui pernah terjadinya kecelakaan kerja ringan pada saat bekerja sementara itu jika dilihat dari Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 1 Tahun 2007 dikatakan harus zero accident maka dari itu peneliti tertarik mengambil judul gambaran penggunaan alat pelindung diri (APD) di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan, Bandar Lampung pada tahun 2017. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Oleh Pekerja di Bagian Operasional Batubara di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan, Bandar Lampung tahun 2017.
2. Tujuan Khusus a. Mengetahui ketersediaan secara kualitas maupun kuantitas Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerja bagian operasional di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan, Bandar Lampung tahun 2017. b. Mengetahui peraturan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerja bagian operasional di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan, Bandar Lampung tahun 2017. c. Mengetahui pengetahuan pekerja terhadap penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerja bagian operasional di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan, Bandar Lampung tahun 2017.
9
d. Mengetahui umur, pendidikan, jenis kelamin, dan lama bekerja dibagian operasional di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan, Bandar Lampung tahun 2017. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi mahasiswa yaitu sebagai penerapan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan di Jurusan Kesehatan Lingkungan. 2. Bagi institusi pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan data dan informasi yang dapat digunakan dalam pengembangan ilmu pengetahuan khsususnya bidang Kesehatan Lingkungan. 3. Bagi perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kesehatan lingkungan kerja, dan sebagai bahan pertimbangan dalam memecahkan masalah penggunaan alat pelindung diri (APD) yang nantinya akan berpotensi bahaya kecelakaan kerja bagi pekerja di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk.Unit Pelabuhan Tarahan,Bandar Lampung.
E. Ruang lingkup penelitian Dalam penelitian ini penulis membatasi Ruang Lingkup penelitian pada Penggunaan Alat Pelindung Diri yang meliputi ketersediaan, peraturan, pengetahuan, dan faktor manusia seperti umur, pendidikan, jenis kelamin, dan lama kerja pada pekerja bagian operasional di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan, Bandar Lampung Tahun 2017.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Alat Pelindung Diri Alat Pelindung Diri selanjutnya disingkat APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja (PermennakerTrans No. 08 Tahun 2010). Alat
Pelindung
Diri
(APD)
adalah
seperangkat
alat
keselamatan
yangdigunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya darikemungkinan
adanya
pemaparan
potensi
bahaya
lingkungan
kerja
terhadapkecelakaan dan penyakit akibat kerja. (Tarwaka, 2014) Manfaat dari penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), antara lain untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi bahaya/kecelakaan kerja dan mengurangi resiko penyakit akibat kecelakaan. Menurut Lampiran Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia No.PER.08/MEN/VII/2010 Tentang Alat Pelindung Diri yang menjelaskan fungsi dan jenis alat pelindung diri sebagai berikut : 1. Alat pelindung kepala a. Fungsi Alat pelindung kepala adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi kepala dari benturan, terantuk, kejatuhan atau terpukul benda tajam atau benda keras yang melayang atau meluncur di udara, terpapar
10
11
oleh radiasi panas, api, percikan bahan-bahan kimia, jasad renik (mikro organisme) dan suhu yang ekstrim. b. Jenis Jenis alat pelindung kepala terdiri dari helm pengaman (safety helmet), topi atau tudung kepala, penutup atau pengaman rambut, dan lain-lain. 2. Alat pelindung mata dan muka a. Fungsi Alat pelindung mata dan muka adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi mata dan muka dari paparan bahan kimia berbahaya, paparan partikel-partikel yang melayang di udara dan di badan air, percikan benda-benda kecil, panas, atau uap panas, radiasi gelombang elektromagnetik yang mengion maupun yang tidak mengion, pancaran cahaya, benturan atau pukulan benda keras atau benda tajam. b. Jenis Jenis alat pelindung mata dan muka terdiri dari kacamata pengaman (spectacles), goggles, tameng muka (face shield), masker selam, tameng muka dan kacamata pengaman dalam kesatuan (full face masker). 3. Alat pelindung telinga a. Fungsi Alat pelindung telinga adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi alat pendengaran terhadap kebisingan atau tekanan.
12
b. Jenis Jenis alat pelindung telinga terdiri dari sumbat telinga (ear plug) dan penutup telinga (ear muff). 4. Alat pelindung pernapasan beserta perlengkapannya a. Fungsi Alat pelindung pernapasan beserta perlengkapannya adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi organ pernapasan dengan cara menyalurkan udara bersih dan sehat dan/atau menyaring cemaran bahan kimia, mikro-organisme, partikel yang berupa debu, kabut (aerosol), uap, asap, gas/ fume, dan sebagainya. b. Jenis Jenis alat pelindung pernapasan dan perlengkapannya terdiri dari masker, respirator, katrit, kanister, Re-breather, Airline respirator, Continues Air Supply Machine=Air Hose Mask Respirator, tangki selam dan regulator (Self-Contained Underwater Breathing Apparatus /SCUBA), Self-Contained Breathing Apparatus (SCBA), dan emergency breathing apparatus. 5.
Alat pelindung tangan a. Fungsi Pelindung tangan (sarung tangan) adalah alat pelindung yang
berfungsi untuk melindungi tangan dan jari-jari tangan dari pajanan api, suhu panas, suhu dingin, radiasi elektromagnetik, radiasi mengion, arus listrik,
13
bahan kimia, benturan, pukulan dan tergores, terinfeksi zat patogen (virus, bakteri) dan jasad renik. b. Jenis Jenis pelindung tangan terdiri dari sarung tangan yang terbuat dari logam, kulit, kain kanvas, kain atau kain berpelapis, karet, dan sarung tangan yang tahan bahan kimia. 6. Alat pelindung kaki a. Fungsi Alat pelindung kaki berfungsi untuk melindungi kaki dari tertimpa atau berbenturan dengan benda-benda berat, tertusuk benda tajam, terkena cairan panas atau dingin, uap panas, terpajan suhu yang ekstrim, terkena bahan kimia berbahaya dan jasad renik, tergelincir. b. Jenis Jenis Pelindung kaki berupa sepatu keselamatan pada pekerjaan peleburan, pengecoran logam, industri, kontruksi bangunan, pekerjaan yang berpotensi bahaya peledakan, bahaya listrik, tempat kerja yang basah atau licin, bahan kimia dan jasad renik, dan/atau bahaya binatang dan lainlain. 7. Pakaian pelindung a. Fungsi Pakaian pelindung berfungsi untuk melindungi badan sebagian atau seluruh bagian badan dari bahaya temperatur panas atau dingin yang ekstrim, pajanan api dan benda-benda panas, percikan bahan-bahan kimia,
14
cairan dan logam panas, uap panas, benturan (impact) dengan mesin, peralatan dan bahan,tergores, radiasi, binatang, mikro-organisme patogen dari manusia, binatang, tumbuhan dan lingkungan seperti virus, bakteri dan jamur. b. Jenis Jenis pakaian pelindung terdiri dari rompi (Vests), celemek (Apron/Coveralls), Jacket, dan pakaian pelindung yang menutupi sebagian atau seluruh bagian badan. 8. Alat pelindung jatuh perorangan a. Fungsi Alat pelindung jatuh perorangan berfungsi membatasi gerak pekerja agar tidak masuk ke tempat yang mempunyai potensi jatuh atau menjaga pekerja berada pada posisi kerja yang diinginkan dalam keadaan miring maupun tergantung dan menahan serta membatasi pekerja jatuh sehingga tidak membentur lantai dasar. b. Jenis Jenis alat pelindung jatuh perorangan terdiri dari sabuk pengaman tubuh (harness), karabiner, tali koneksi (lanyard), tali pengaman (safety rope), alat penjepit tali (rope clamp), alat penurun (decender), alat penahan jatuh bergerak (mobile fall arrester), dan lain-lain.
15
9.
Pelampung a. Fungsi Pelampung berfungsi melindungi pengguna yang bekerja di atas air atau dipermukaan air agar terhindar dari bahaya tenggelam dan atau mengatur keterapungan (buoyancy) pengguna agar dapat berada pada posisi tenggelam (negative buoyant) atau melayang (neutral buoyant) di dalam air. b. Jenis Jenis pelampung terdiri dari jaket keselamatan (life jacket), rompi keselamatan (life vest), rompi pengatur keterapungan (Bouyancy Control Device).
B. Penggunaan Alat Pelindung Diri Peraturan yang mengatur penggunaan alat pelindung diri ini tertuang dalam pasal 14 Undang-undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, dimana setiap pengusaha atau pengurus perusahaan wajib menyediakan Alat Pelindung Diri secara cuma-cuma terhadap tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja. Berdasarkan peraturan tersebut secara tidak langsung setiap pekerja diwajibkan untuk memakai alat pelindung diri yang telah disediakan oleh perusahaan(http://learnmine.blogspot.co.id/2015/04/ketersediaan-alat-pelindungdiri.html).
16
C. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan upaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera, bebas dari kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran lingkungan dan penyakit akibat kerja.Keselamatan kerja merupakan keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Per-01/Men/I/2007). Sistem manajemen K3 adalah bagian dari sistem secara keseluruhan yang meliputi
struktur
organisasi,
pelaksanaan,
prosedur,
peraturan,
penerapan,
pengawasan dan proses sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan (Permenaker No. 5 Tahun 1996). 1. Penyebab Kecelakaan Kerja Menurut H. W. Heinrich dalam Notoatmodjo (2007), penyebab kecelakaan kerja yang sering ditemui adalah perilaku yang tidak aman sebesar 88%, kondisi lingkungan yang tidak aman sebesar 10%, atau kedua hal tersebut di atas terjadi secara bersamaan.Penyebab kecelakaan kerja di Indonesia adalah perilaku dan peralatan yang tidak aman (Prastyo, 2012). Kecelakaan kerja yang terjadi menurut Suma’mur (2009) disebabkan oleh dua faktor, yaitu : a. Faktor manusia itu sendiri yang merupakan penyebab kecelakaan meliputi
aturan
kerja,
kemampuan
pekerja
(usia,
masa
kerja/pengalaman, kurangnya kecakapan dan lambatnya mengambil
17
keputusan), disiplin kerja, perbuatan-perbuatan yang mendatangkan kecelakaan, ketidakcocokan fisik dan mental. Kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh pekerja dan karena sikap yang tidak wajar seperti terlalu berani, sembrono, tidak mengindahkan instruksi, kelalaian, melamun, tidak mau bekerja sama, dan kurang sabar. Kekurangan kecakapan untuk mengerjakan sesuatu karena tidak mendapat pelajaran mengenai pekerjaan.Kurang sehat fisik dan mental seperti adanya cacat, kelelahan dan penyakit.Diperkirakan 85% dari Universitas Sumatera Utara kecelakaan kerja yang terjadi disebabkan oleh faktor manusia. Hal ini dikarenakan pekerja itu sendiri (manusia) yang tidak memenuhi keselamatan seperti lengah, ceroboh, mengantuk, lelah dan sebagainya (Suma’mur,1996). b. Faktor mekanik dan lingkungan, letak mesin, tidak dilengkapi dengan alat pelindung, alat pelindung tidak pakai, alat-alat kerja yang telah rusak. Faktor mekanis dan lingkungan dapat pula dikelompokkan menurut keperluan dengan suatu maksud tertentu. Misalnya di perusahaan penyebab kecelakaan dapat disusun menurut kelompok pengolahan bahan, mesin penggerak dab pengangkat, terjatuh di lantai dan tertimpa benda jatuh, pemakaian alat atau perkakas yang dipegang dengan manual (tangan), menginjak atau terbentur barang, luka bakar oleh benda pijar dan transportasi. Kira-kira sepertiga dari kecelakaan yang menyebabkan kematian dikarenakan terjatuh, baik dari tempat yang tinggi maupun di tempat datar. Lingkungan kerja berpengaruh
18
besar terhadap moral pekerja. Faktor-faktor keadaan lingkungan kerja yang penting dalam kecelakaan kerja terdiri dari pemeliharaan rumah tangga (house keeping), kesalahan disini terletak pada rencana tempat kerja, cara menyimpan bahan baku dan alat kerja tidak pada tempatnya, lantai yang kotor dan licin. Ventilasi yang tidak sempurna sehingga ruangan kerja terdapat debu, keadaan lembab yang tinggi sehingga orang merasa tidak enak kerja. Pencahayaan yang tidak sempurna misalnya ruangan gelap, terdapat kesilauan dan tidak ada pencahayaan setempat (Suma’mur,1996). 2. Penyakit akibat kerja Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja yang berupa pajanan berbahaya seperti: infeksi kuman dan parasit. Menurut Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993 tertanggal 27 Februari 1993, Penyakit yang timbul akibat hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (pasal 1). 1. Golongan Fisik Ditimbulkan oleh suara yang menyebabkan pekak atau tuli seperti kebisingan yang tinggi pada daerah diatas ambang batas (85 dB untuk 8 jam kerja) ditempat kerja akan menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran, suhu dimana temperatur yang sangat tinggi akan menyebabkan heat stoke/exhaust, sedangkan temperature yang sangat rendah akan menimbulkan frostbite (luka dan kulit melepuh) dan
19
chilblain (rasa nyeri pada tangan dan kaki), Radiasi Elektromagnetik yang menyebabkan ganguan pada jaringan kulit (lapisan teratas, tengah dan bawaah), Tekanan Udara yang bertambah atau berkurang dari 1 atm akan menimbulkan penyakit dekompresi, Penerangan (illumination) yang tidak mencukupi standar akan menggangu penglihatan dan mata, cepat lelah ketika membaca dan menulis dan cepat rabun, Getaran (vibration) pengaruh dari suatu getaran terhadap tubuh akan mempengaruhi system syaraf sentral. Gejala yang timbul, tangan dan kaki kehilangan rasa dan juga gangguan terhadap pendengaran karena kebisingan (>85dB) dan Ventilasi pengaruh dari ventilasi yang jelek (buruk) akan menimbulkan penyakit berasal dari bahan-bahan kimia, debu dari bahan isolasi, asap dari pengelasan, dan lain-lain. Pekerja akan menderita penyakit infeksi saluran pernapasan, keracunan, bahan kimia berbahaya, alergi kulit, mata dan lain-lain. Tetmperatur ruangan yang bertambah panas akan mengakibatkan cepat letih/lelah (Suma’mur,1996). 2.
Golongan kimiawi Bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang
terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut. Cara masuk tubuh dapat melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan, kulit dan mukosa dan dapat menimbulkan iritasi, alergi,
korosif,
Asphyxia,
keracunan
sistemik,
kanker,
kerusakan/kelainan janin, pneumoconiosis, efek bius (narkose), Pengaruh genetic ( Suma’mur,1996 ).
20
3. Golongan biologis Penyebabnya ialah virus, bakteri, jamur, serangga, parasit, cacing dan binatang. Lingkungan kerja yang tidak bersih dan makanan yang dikonsumsi
tidak
sehat
akan
menyebabkan
penyakit
tersebut
(Suma’mur,1996 ). 4. Golongan fisiologis Biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja atau cara kerja desain tempat kerja, beban kerja dan malposisi sewaktu bekerja (Myalgia, backache atau cedera punggung) dan penyakit yang ditimbulkan ialah kelelahan fisik, nyeri otot, deformitas tulang, perubahan bentuk, dislokasi ( Suma’mur,1996 ). 5. Golongan psikososial / Mental Psikologi Lingkungan kerja yang mengakibatkan stress, monotoni kerja, tuntutan pekerjaan, hubungan kerja yang kurang baik, upah tidak sesuai, tempat kerja yang terpencil dan jaminan masa depan yang meragukan dan akan mengakibatkan stress( Suma’mur,1996 ). 3. Pencegahan Kecelakaan Kerja Suatu
pencegahan
kecelakaan
kerja
yang
efektif
memerlukan
pelaksanaan pekerjaan dengan baik oleh setiap orang ditempat kerja. Semua pekerja harus mengetahui bahaya dari bahan dan peralatan yang mereka tangani, semua bahaya dari operasi perusahaan serta cara pengendaliannya. Untuk itu diperlukan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan pekerja mengenai keselamatan dan kesehatan kerja atau dijadikan satu paket dengan
21
pelatihan lain.Pencegahan kecelakaan berdasarkan pengetahuan tentang sebab kecelakaan. Sebab disuatu perusahaan diketahui dengan mengadakan analisa kecelakaan. Pencegahan ditujukan kepada lingkungan, mesin, alat kerja, perkakas kerja, dan manusia (Suma’mur,1996). Menurut Julian B. Olishifski (1985) dalam Gempur Santoso (2004) bahwa aktivitas pencegahan kecelakaan dalam keselamatan kerja professional dapat dilakukan dengan memperkecil (menekan) kejadian yang membahayakan, memberikan alat pengaman, memberikan pendidikan (training), dan Memberikan alat pelindung diri. Pencegahan kecelakaan akibat penyakit diantaranya dengan cara: a. Penelitian resiko (Risk evaluation) Merupakan suatu proses untuk menentukan pengendalian terhadap tingkat resiko keccelakaan ataupun penyakit akibat kerja yang timbulkan oleh linkungan kerja ataupun pekerjaan.Pelaksanaan Risk Evaluation meliputi : Studi pengembangan, resiko dalam operasi, perubahan dalam organisasi / karyawan, kebersihan dan kesehatan. b.
Analisa potensi-potensi bahaya Sumber
bahaya
yang
teridentifikasi
harus
dinilai
untuk
menentukan tingkat resiko yang merupakan tolak ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja, untuk selanjutnya dilakukan tindakan pengendalian terhadap potensi bahaya tersebut.
22
c.
Standar-standar dan Prosedur Operasi (SOP) Harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk inventarisasi,
identifikasi pemahaman peraturan perundangan dan persyaratan lainnya yang berkaitan dengan keelamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan kegiatan Perusahaan / perkantoran yang bersangkutan. d.
Inspeksi dan tindakan lanjutannya Tujuanya untuk menemukan secara dini segala yang bisa
membahayakan karyawan, proses dan lingkungan.Inspeksi dilakukan untuk mengobservasi potensi-potensi bahaya yang ada yaitu Potensi bahaya fisik yang meliputi Getaran, pencahayaan, bising, radiasi, suhu / iklim kerja, Potensi bahaya kimia yang meliputi: Pelarut, asbestos, silica, mineral oil, mercuri, Potensi bahaya biologi yang meliputi: Debu organik, jamur, serangga, protozoa, bakteri, virus, Potensi bahaya ergonomis yang meliputi: Desain lokasi kerja yang buruk, tata ruang kerja yang buruk, ketidak serasian jam kerja dan istrahat dan Pelatihan-pelatihan seperti Pelaksanaan pelatihan mencakup persyaratan dan HSE yang telah dilaksanakan, dan rencana pelatihan ditetapkan setiap tahun. D. Pengetahuan Pengetahuan adalah apa yang diketahui tentang suatu objek tertentu setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui dan penglihatan dan pendengaran. Pengetahuan sebagai alat jaminan yang sangat penting untuk
23
terbentuknya tindakan seseorang dari pengalaman danpenelitian terbukti bahwa perilaku didasarkan atas pengetahuan akan lebih langgeng dibandingkan dengan tanpa didasari pengetahuan. Pengetahuan adalah hasil dari perilaku manusia yang terjadi setelah penginderaan dari objek tertentu (Notoadmojo,2010). Menurut Notoatmodjo (2010) Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu : 1. Tahu (know) Diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan- pertanyaan. 2. Memahami (comprehension) Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. 3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. 4. Analisa (analisys)
24
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen- komponen pengetahuan yang dimiliki. 6.
Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. E. Umur Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Semisal, umur manusia dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung. Umur harus mendapat perhatian karena akan mempengaruhi kondisi fisik, mental, kemampuan kerja, dan tanggung jawab seseorang. Umur pekerja juga diatur oleh Undang-Undang Perburuhan yaitu Undang-Undang No.1 tahun 1951.Umum mengetahui bahwa beberapa kapasitas fisik, seperti penglihatan, pendengaran dan kecepatan reaksi, menurun sesudah usia 30 tahun atau lebih. Sebaliknya mereka lebih berhati-hati, lebih dapat dipercaya dan lebih menyadari akan bahaya dari pada tenaga kerja usia muda. Efek menjadi tua terhadap terjadinya kecelakaan masih terus ditelaah. Namun begitu terdapat kecenderungan bahwa beberapa jenis kecelakaan kerja seperti terjatuh lebih sering terjadi pada tenaga kerja usia 30 tahun atau lebih
25
dari pada tenaga kerja berusia sedang atau muda. Pada umur 22 juga angka beratnya kecelakaan rata-rata lebih meningkat mengikuti pertambahan usia (Suma’mur,1989). Menurut Depkes RI (2009) ketegori umur masa remaja akhir 17-25 tahun, masa dewasa akhir 36-45 tahun, masa lansia <50 tahun. F. Jenis Kelamin Jenis kelamin para pekerja merupakan hal yang perlu mendapat perhatian secara wajar dengan demikian perlakuan terhadap mereka pun dapat disesuaikan sedemikian rupa sehingga mereka menjadi anggota organisasi yang bertanggung jawab terhadap pekerjaannya (Siagian, 2002).Jenis pekerjaan antara pria dan wanita sangatlah berbeda. Pembagian kerja secara sosial antara pria dan wanita menyebabkan perbedaan terjadinya paparan yang diterima orang, sehingga penyakit yang
dialami
berbeda
pula
(http://www.safetyshoe.com/tag/makalah-faktor-
penyebab-kecelakaan-kerja/). G. Pendidikan Latar belakang pendidikan seseorang dapat mempengaruhi tindakan seseorang dalam bekerja. Orang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi cenderung berfikir lebih panjang atau dalam memandanag sesuatu pekerjaan akan melihat dari berbagai segi. Misalnya dari segi keamanan alat atau dari segi keamanan diri. Lain halnya dengan orang yang berpendidikan lebih rendah, cenderung akan berfikir lebih pendek atau bisa di katakan ceroboh dalam bertindak. Misalnya ketika kita melakukan pekerjaan yang sangat beresiko terhadap kecelakaan kerja tetapi kita tidak memakai peralatan safety dengan benar. Hal ini yang tentunya akan menimbulkan kecelakaan (http://yulpan-paisal.blogspot.co.id/2012/05/makalah-k3-tentang-sebab-sebab.html).
26
H. Lama Kerja/Masa Kerja Lama kerja adalah lamanya seseorang bekerja secara baik pada umumnya 6 – 8 jam sehari. Sisanya (16-18 jam)dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga dan masyarakat,istirahat, tidur dan lain-lain. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan produktivitas serta kecenderungan timbulnya kelelahan, penyakit dan kecelakaan.Dalam seminggu,seseorang biasanya dapat bekerja dengan baik selama 40 – 50 jam. Lebih dari itu, terlihat kecenderungan tumbuhnya hal – hal yang negatif.Makin lama kerja seseorang, makin besar kemungkinan terjadinya hal – hal yang tak diingini (Suma’mur, 1996). Pengalaman (masa kerja) biasanya dikaitkan dengan waktu mulai bekerja dimanapengalaman kerja juga ikut menentukan kinerja seseorang. Semakin lama masakerja maka kecakapan akan lebih baik karena sudah menyesuaikan diri denganpekerjaannya.Masa kerja adalah sesuatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja disuatu tempat. Masa kerja dapat mempengaruhi kinerja baik positif maupun negatif. Memberi pengaruh positif pada kinerja bila dengan semakin lamanya masa kerja personal semakin berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya. Sebaliknya, akan memberi pengaruh negatif apabila dengan semakin lamanya masa kerja akan timbul kebiasaan pada tenaga kerja. Hal ini biasanya terkait dengan pekerjaan yang bersifat monoton atau berulang-ulang. Masa kerja dikategorikan menjadi tiga yaitu: 1. Masa Kerja baru : < 6 tahun 2. Masa Kerja sedang : 6 – 10 tahun 3. Masa Kerja lama : < 10 tahun (MA. Tulus,1992).
27
I. Kerangka Teori Faktor-faktor Penyebab Kecelakaan Akibat Kerja Faktor Lingkungan : a. Lingkungan kerja yang tidak baik b. Pengaturan ruangan kerja yang tidak baik c. Perencanaan yang tidak sesuai prosedur - Ketersediaan APD - Peraturan - Peralatan Kurang Mendukung
Faktor Mekanik : a. Perawatan mesin dan perkakas kerja b. Letak alat-alat kerja ( Mesin )
Penggunaan APD
Faktor Manusia : a. Kurangnya kemampuan,pengalaman dan kurangnya kecakapan dan lambat dalam pengambilan keputusan (pengetahuan K3). b. Lamanya Bekerja. c. Pendidikan Pekerja d. Jenis Kelamin pada pekerja e. Perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan kecelakaan kerja - Tidak menggunakan APD - Lalai - Tidak Disiplin
( Sumber : Suma’mur P.K, M.Sc , 2009)
Kejadian Kecelakaan Kerja
28
J. Kerangka Konsep
Faktor Lingkungan : 1. Ketersediaan APD 2. Peraturan
Penggunaan Alat Pelindung Diri Faktor Manusia :
( APD )
1. Pengetahuan 2. Umur 3. Pendidikan 4. Jenis Kelamin 5. Lama Bekerja 6. Tidak Menggunakan APD 7. Lalai 8. Tidak Disiplin
( Sumber : Suma’mur P.K, M.Sc , 2009)
29
K. Definisi Operasional Tabel 1 Definisi Operasional
No.
Variabel
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
1.
Ketersediaan APD
2.
Hasil Ukur
Skala Ukur Ordinal
Banyaknya jumlah APD yang disediakan oleh perusahaan disesuaikan dengan jumlah pekerja saat melakukan pekerjaannya. a. Kualitas APD b. Kuantitas APD
Observasi
Checklist
Hasil Uji normalitas : Skewness/SE Skewness : -1,097/0,274 maka distribusi tidak normal sehingga cut of point pada median = 1.00, ≥1.00 ketersediaan APD baik (1) ≤1.00 ketersediaan APD kurang baik (0)
Peraturan
Ketentuan yang dibuat oleh pihak perusahaan untuk mengatur pekerja dalam penggunaan APD.
Wawancara
Quisioner
Hasil Uji normalitas : Ordinal Skewness/SE Skewness : -4,119/0,274 maka distribusi tidak normal sehingga cut of point pada median = 1.00, ≥1.00 Ada Peraturan Penggunaan APD (1) ≤1.00 Tidak Ada Peraturan Penggunaan APD (0)
3.
Pengawasan
Kegiatan atasan untuk mengawasi pekerja dalam melaksanakan pekerjaan
Wawancara
Quisioner
Hasil Uji normalitas : Skewness/SE Skewness : -8,775/0,274 maka distribusi tidak normal sehingga cut of point pada median = 1.00, ≥1.00 Ada Pengawasan Penggunaan APD (1) ≤1.00 Tidak Ada Pengawasan Penggunaan APD (0)
Ordinal
4.
Pengetahuan
Tingkat pengetahuan pekerja dalam hal APD
Wawancara
Quisioner
Hasil Uji normalitas : Skewness/SE Skewness : -6080/0,274 maka distribusi tidak normal sehingga cut of point pada median = 1.00,
Ordinal
30
5.
Umur
Umur pekerja dibagian operasional
Wawancara
Quisioner
6.
Pendidikan
Tingkat pendidikan pekerja
Wawancara
Quisioner
7.
Jenis Kelamin Lama Kerja
Jenis Kelamin pada pekerja Lama pekerja yang bekerja di perusahaan tersebut
Wawancara
Quisioner
Wawancara
Quisioner
Penggunaan APD
Pemakaian APD oleh pekerja pada saat melakukan pekerjaan meliputi :
Observasi
Checklist
8.
9.
≥1.00 pengetahuan baik (1) ≤1.00 pengetahuan kurang baik (0) - 20-35 tahun Interval - 36-50 tahun - ≥51 tahun Hasil Uji normalitas : Skewness/SE Skewness : 0,445/0,274 maka distribusi normal sehingga cut of point pada median = 2.00, >=2.00 Usia Remaja Akhir dan Usia Dewasa Akhir (1) <=2.00 Usia Lansia (0) - SMP Ordinal - SMA/SLTA - D3/D4 - S1 Hasil Uji normalitas : Skewness/SE Skewness : 0,445/0,274 maka distribusi normal sehingga cut of point pada median = 2.00, >=2.00 Tamat SMA/SLTA,Tamat D3/D4 dan Tamat S1 (1) <=2.00 Tamat SMP (0) - Laki-laki Nominal - Perempuan - < 10 tahun Interval - > 10 tahun Hasil Uji normalitas : Skewness/SE Skewness : 0,445/0,274 maka distribusi normal sehingga cut of point pada median = 2.00, >=2.00 bekerja lebih dari 10 tahun(1) <=2.00 bekerja kurang dari 10 tahun(0) Ordinal Hasil Uji normalitas : Skewness/SE Skewness : -1,936/0,274 maka
31
10.
Penyebab Kecelakaan Kerja
a. Penggunaan safety helmet b. Penggunaan masker c. Penggunaan sarung tangan d. Penggunaan safety shoes e. Penggunaan pakaian kerja safety f. Penggunaan earplug/earmuff g. Penggunaan kacamata safety Suatu perbuatanObservasi perbuatan yang mengakibatkan kecelakaan kerja a. Tidak menggunaka n APD b. Lalai dalam bekerja c. Tidak disiplin
distribusi tidak normal sehingga cut of point pada median = 1.00, ≥1.00 Penggunaan APD baik jika 5 point terpenuhi (1) ≤1.00 Penggunaan APD kurang baik jika 5 point tidak terpenuhi (0)
Checklist
- Ya - Tidak
Nominal
32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif, yaitu suatu metodologi penelitian dilakukan untuk menggambarkan penggunaan alat pelindung diri pada pekerja di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan, Bandar Lampung tahun 2017.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian ini dilakukan di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan, Bandar Lampung 2. Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei - Juni tahun 2017
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian terdapat 333 pegawai yang terdiri dari 317 pegawai laki-laki dan 16 pegawai perempuan dibagian operasional di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan, Bandar Lampung. 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini dilakukan secara random. Menurut Notoadmojo (2010) pengertian sampel
adalah sebagian yang diambil dari
keseluruhan objek penelitian yang dianggap mewakili seluruh populasi maka dari itu pada penelitian ini tingkat kesalahannya adalah 10% (0,1) maka dari itu 32
33
terdapat 333 pekerja dibagian operasional namum peneliti mengambil sampel 77 pegawai dibagian operasional di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan, Bandar Lampung. Untuk menentukan sampel dalam penelitian ini digunakan rumus menurut Notoadmojo, dengan rumus sebagai berikut :
n=
333 1+333 ( 0,1 𝑥 0,1 )
n= n=
333 1+3,33 333 4,33
n = 76,9 dibulatkan 77 sampel.
Untuk menentukan besar jumlah sampel yang diambil untuk tiap-tiap bagian operasional di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan, Bandar Lampung sebagai berikut :
34
Sampel I :
Jumlah orang per satuan kerja x jumlah sampel jumlah populasi
=
=
70 x 77 333 5390 333
= 16 sampel Sampel II :
Jumlah orang per satuan kerja x jumlah sampel jumlah populasi
=
=
75 x 77 333 5775 333
= 17 sampel Sampel III :
Jumlah orang per satuan kerja x jumlah sampel jumlah populasi
=
=
65 x 77 333 5005 333
= 15 sampel Sampel IV :
Jumlah orang per satuan kerja x jumlah sampel jumlah populasi
=
=
52 x 77 333 4004 333
35
= 12 sampel Sampel V :
Jumlah orang per satuan kerja x jumlah sampel jumlah populasi
=
=
48 x 77 333 3696 333
= 11 sampel Sampel VI :
Jumlah orang per satuan kerja x jumlah sampel jumlah populasi
=
=
25 x 77 333 1925 333
= 6 sampel Untuk menentukan pengambilan sampel penulis menggunakan teknik random sampling menurut Notoadmojo (2010), teknik random sampling yang digunakan yaitu pengambilan sampel secara acak sederhana dimana setiap anggota dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel. Pada penelitian ini penulis menggunakan cara mengundi anggota populasi dan dengan teknik pengambilan sampel proporsional random sampling. D. Jenis dan Sumber data 1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari lapangan dengan cara pengamatan langsung terhadap responden melalui wawancara yaitu:
36
a. Dengan menggunakan kuisioner yang berisi tentang : Nama, umur, pendidikan, lama bekerja, pengatahuan pemakaian alat pelindung diri, kenyamanan alat pelindung diridan Peraturan penggunaan alat pelindung diri. b. Dengan
cara
pengamatan
langsung
melalui
observasi
dengan
menggunakan checklist yaitu tentang: Jumlah alat pelindung diri, ketersediaan alat pelindung diri, Kondisi alat pelindung diri, pengawasan penggunaan alat pelindung diriyang digunakan oleh pekerja. 2. Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari pihak di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan, Bandar Lampung seperti (sejarah berdirinya, struktur organisasi, jumlah tenaga kerja, alat pelindung diri, dan daftar kecelakaan kerja) dan teori-teori yang mengemukakan tentang alat pelindung diri.
E. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan cara data yang terkumpul dari hasil kuisioner dan checklist diolah dengan bantuan program computer yaitu SPSS dengan melalui tahapan editing dimana data yang diperoleh dikoreksi dan diperbaiki sehingga data akan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, lalu dengan coding yaitu pemberian kode pada obyek-obyek yang akan diteliti, lalu entry dimana data yang telah ada dimasukan kedalam aplikasi, cleaning dimana data dapat diperiksa kembali dan yang terakhir tahapan tabulating yaitu memasukan data-data pada table dari hasil checklist. Data yang telah diolah dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi
37
untuk melihat faktor yang mempengaruhi penggunaan alat pelindung diri di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan, Bandar Lampung. Analisis data dilakukan dengan cara analisis univariate atau analisis deskriptif dimana analisis ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskrifsikan karakteristik setiap variabel yang berhubungan dengan penggunaan alat pelindung diri pada pekerja di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan, Bandar Lampung.
38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran umum PT. Bukit Asam Unit Pelabuhan Tarahan Bandar Lampung 1. Sejarah PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit PelabuhanTarahan merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pertambangan batubara. PT. Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan dimulai sejak tahun 1919 dengan menggunakan metode penambangan terbuka (open pit mining ), selanjutnya pada tahun 1923 mulai beroperasi dengan metode penambangan bawah tanah (underground mining) dan pada tahun 1981 disahkan menjadi PT. Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk dengankantorpusat di Tanjung Enim. PT. Tambang Batubara Bukit Asam Unit Pelabuhan Tarahan mempunyai luas area ± 42,5 Ha atau 425.000 m3. PT. Bukit Asam mengangkut batubara dari Tanjung Enim Sumatera Selatan ke Tarahan Bandar Lampung bekerja sama dengan pihak PT. KAI dengan menggunakan kereta api rangkaian panjang (KA Babaranjang) dengan jarak tempuh ±420 Km. Rata-rata setiap harinya ada 12 rangkaian babaranjang dan setiap rangkaian sekitar 44-60 gerbong batubara dengan volume 50 ton/gerbong. Peralatan utama yang dipergunakan untuk aktifitas bongkar muat batubara di Pelabuhan Tarahan yaitu Rotary Car Dumper (RCD), Belt Conveyer, Stacker Reclaimer,dan Ship Loader.
37
39
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan memiliki 3 jetty(dermaga) yaitu jetty I, jetty II, dan jetty III. Dermaga pelabuhan tarahan memiliki kedalaman laut 17 m dan mampu disandari kapal berkapasitas 80.000 DWT. Batubara dari PT. Bukit Asam digunakan sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan PLTU Suralaya di Provinsi Banten, ekspor ke beberapa Negara di Asia dan Eropa seperti : India, China, Jepang, Taiwan, Pakistan, Vietnam, Spanyol, Jerman, Inggris, Kroasia, Belanda dan Italy. Selain di ekspor, batubara di pelabuhan Tarahan juga dikirim ke beberapa perusahaan local di Lampung, yaitu : PT. Tunas Baru Lampung, PT. Nestle Bandar Lampung, CV. Sinar Laut Bandar Lampung, PT. Indra Brothers, PT. Golden Sari, PT. Sein Indah Indonesia, Kopkarbara, PT. Utama Wira Karya, Briket Bukit Asam dan PT. Sumber Indah Perkasa. Rencana strategis PT Bukit Asam Unit Pelabuhan Tarahan untuk kedepan sudah menargetkan pengiriman 25 juta ton pertahun pada tahun 2015. Jika hal ini terealisasi dengan baik, maka rencana untuk produksi 50 juta ton/tahun akan tercapai untuk menuju PT Bukit Asam unit pelabuhan Tarahan Emas ditahun 2020. 2. Sumber Daya Jumlah pegawai PT. Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan Bandar Lampung bahwa pada bulan Maret tahun 2017 adalah 333 orang yang terdiri dari 16 pegawai perempuan dan 317 pegawai laki-laki.
40
3. Proses Operasional a. Batubara dari tambang batubara Tanjung Enim Sumatera Selatan diangkut dengan Kereta Api Babaranjang (Kereta Api Batubara Rangkaian Panjang) ke Pelabuhan Batubara Tarahan Lampung dengan jarak tempuh kurang lebih 420 km. Setiap rangkaian kereta api babaranjang terdiri dari 45-60 gerbong yang masing-masing gerbong berisi 50 ton batubara. b. Setibanya di Pelabuhan Batubara Tarahan, rangkaian kereta api ini menuju ke RCD (Rotary Car Dumper) I-IV yaitu alat penumpahan gerbong, dimana gerbong- gerbong yang bermuatan batubara satu persatu akan dibalikkan guna menumpahkan isinya. Operasi penumpahan batubara di RCD dilakukan secara otomatis. c. Dari RCD I-IV batubara diangkut dengan ban berjalan (Belt Conveyor) ke mesin penghancur batubara pertama (Primary Crusher) dimana batubara akan dipecahkan menjadi bongkahan-bongkahan yang lebih kecil. d. Selanjutnya batubara akan dibawa dengan menggunakan ban berjalan ketempat penimbunan batubara yang disebut Stock Pile. PT. Bukit Asam memiliki 4 Stock Pile dengan kapasitas stock batubara sebagai berikut : Stock Pile I 60.000 ton, Stock Pile II ± 250.000 ton, Stock Pile III ± 250.000 ton, Stock Pile IV ± 250.000 ton.
41
e. Penimbunan batubara pada Stock Pile I, II, III, IV untuk memenuhi kebutuhan domestik di wilayah Lampung, juga untuk memenuhi kebutuhan batubara PLTU Suralaya dan kegiatan ekspor. f. Pemuatan batubara dari tempat penimbunan (Stock Pile) kedalam kapal dilakukan dengan mendorong
mempergunakan
Bulldozer
yang
batubara dari tempat penimbunan kedalam sumur
pengambilan (Reclaim Pit) untuk selanjutnya dibawa ke mesin penghancur batubara kedua (Secondary Crusher), dimana bongkahan batubara akan dipecahkan lagi sampai butirannya sesuai
dengan
spesifikasi
ukuran
yang dikehendaki
oleh
pemesan.Untuk pengambilan batubara dari Stock Pile tidak menggunakan Bulldozer tetapi menggunakan StackerReclaimer (SR). g. Batubara yang sudah dipecah di secondary crusher kemudian diangkut dengan ban berjalan kemesin pemuat kapal dan selanjutnya akan
memuatkannnya kedalam kapal,
kapasitas
pemuat kapal ini adalah 5000 ton batubara/jam. h. Pada stock pile I, II, III, dan IV masing-masing terdapat saluran drainase untuk mengalirkan limbah cair batubara ke Kolam Pengendapan Lumpur (KPL) dan Bak Kontrol (BK) untuk di treatment sebelum limbah dibuang kelaut.
41
42
B. Hasil Penelitian Hasil yang didapat dari penelitian yang telah dilaksanakan meliputi pengamatan dan pengambilan sampel dengan jumlah responden 77 pekerja dibagian Operasional PT. Bukit Asam Persero Tbk Unit Pelabuhan Tarahan, Bandar Lampung maka diperoleh data hasil penelitian sebagai berikut : Tabel 1 Pembagian Pekerja Menurut Golongan Umur Di PT.Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan Bandar Lampung Tahun 2017 No.
Golongan Umur
Frekuensi
Persentase (%)
1
20-35 Tahun
40
51.9
2
36-50 Tahun
16
20.8
3
> 51 Tahun
21
27.3
77
100
Jumlah
Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa dari 77 responden di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan Bandar Lampung golongan umur pekerja 20-35 Tahun memiliki persentasi yang cukup tinggi yaitu 51,3% (40 responden). Menurut Suma’mur (2009) beberapa kapasitas fisik (penglihatan, pendengaran, dan daya tahan tubuh manusia) akan menurun sesudah usia 30 tahun, pada usia 30 tahun akan mengalami penurunan daya tahan tubuh atau kesehatannya, sedangkan menurut ILO (International Labour Organitation) tahun 1989 potensi bahaya kecelakaan kerja disebabkan salah satunya ialah faktor umur dimana golongan usia tua (≥ 45 tahun) mempunyai kecenderungan yang lebih tinggi untuk mengalami kecelakaan akibat kerja, sedangkan golongan usia muda (≥ 20 Tahun) kecenderungan mempunyai reaksi dan kegesitan yang lebih tinggi
43
sehingga peka terhadap lingkungan kerja disekitarnya, namun umur golongan muda pun sering mengalami kasus kecelakaan akibat kerja hal ini terjadi karena kecerobohan dan sikap serta kebiasaan bekerja ataupun penggunaan APD yang kurang baik.
Tabel 2 Distribusi Pekerja Menurut Tingkat Pendidikan Di PT.Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan Bandar Lampung Tahun 2017 No.
Tingkat Pendidikan
Frekuensi
Persentase (%)
1
Tamat SMP
7
9.1
2
Tamat SMA/SLTA
54
70.1
3
Tamat D3/D4
10
13.0
4
Tamat S1
6
7.8
77
100
Jumlah
Berdasarkan tabel 2 dilihat bahwa dari 77 responden tingkat pendidikan pekerja di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan Bandar Lampung, tingkat pendidikan yang tertinggi ialah Tamat SMA/SLTA dengan 70,1% (54 responden). Tingkat pendidikan berpengaruh dalam pola pikir seseorang dalam menjalani pekerjaan, jika dilihat dari data hasil penelitian diketahui bawah pekerja yang tamat SMA/SLTA cukup tinggi dimana hal tersebut akan mempengaruhi tingkat penyerapan terhadap pelatihan dalam melaksanakan pekerjaan dan keselamatan kerja namun jika tingkat pendidikan pekerja rendah akan bekerja sesuai dengan mengandalkan fisik dan lingkungan tanpa
44
mengandalkan pola pikir sebelum melakukan atau mengambil keputusan saat bekerja dilapangan. Tabel 3 Distribusi Pekerja Menurut Lama Bekerja Di PT.Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan Bandar Lampung Tahun 2017 No.
Lama Bekerja
Frekuensi
Persentase (%)
1
> 10 Tahun
56
72.7
2
< 10 Tahun
21
27.3
77
100
Jumlah
Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa persentase tertinggi pekerja di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan Bandar Lampung pekerja dengan lama bekerja > 10 Tahun cukup tinggi dengan persentase 72,7% (56 responden) dari 77 responden. Menurut Suma’mur (1989) semakin lama kerja seseorang maka kecakapan akan lebih baik karena sudah menyesuaikan diri dengan pekerjaannya. Seiring dengan bertambahnya usia dan lama kerja maka kewaspadaan terhadap kecelakaan akibat kecelakaan kerja akan bertambah baik. Tabel 4 Distribusi Pekerja Menurut Jenis Kelamin Di PT.Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan Bandar Lampung Tahun 2017 No.
Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase (%)
1
Laki- Laki
73
94.8
2
Perempuan
4
5.2
77
100
Jumlah
45
Berdasarkan tabel 4 terlihat bahwa jenis kelamin pekerja di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan Bandar Lampung kebanyakan ialah laki-laki dari 77 responden ada 73 orang berjenis kelamin laki-laki dengan persentase 94,8%. Pembagian kerja secara sosial antara pria dan wanita menyebabkan perbedaan terjadinya paparan yang diterima orang, sehingga potensi bahaya kecelakaan kerja yang dialami berbeda pula.
Tabel 5 Distribusi dan Frekuensi Pekerja Menurut Pengetahuan Tentang APD PT.Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan Bandar Lampung Tahun 2017 No.
Pengetahuan
Frekuensi
Persentase (%)
1
Baik
75
97.4
2
Kurang Baik
2
2.6
Jumlah
77
100
Berdasarkan tabel 5 terlihat bahwa pengetahuan pekerja di PT. Bukit Asam Persero Tbk Unit Pelabuhan Tarahan Bandar Lampung tentang APD yang berisi pengertian K3, APD, fungsi APD, dan jenis APD dapat dikategorikan baik dengan persentase 97,4% (75 responden).
46
Tabel 6 Distribusi dan Frekuensi Pekerja Tentang Ada/Tidaknya Pengawasan Terhadap Penggunaan APD PT.Bukit Asam Persero Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan Bandar Lampung Tahun 2017 No.
Pengawasan
Frekuensi
Persentase (%)
1
Baik (Ada)
76
98.7
2
Kurang Baik (Tidak Ada)
1
1.3
77
100
Jumlah
Berdasarkan tabel 6 terlihat bahwa pengawasan di PT. Bukit Asam Persero Tbk Unit Pelabuhan Tarahan Bandar Lampung tentang APD sudah baik dimana dari 77 responden hasil persentasenya 98,7% (76 responden).
Tabel 7 Distribusi dan Frekuensi Pekerja Tentang Ada/Tidaknya Peraturan Terhadap Penggunaan APD PT.Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan Bandar Lampung Tahun 2017 No.
Peraturan
Frekuensi
Persentase (%)
1
Baik (Ada)
73
95
2
Kurang Baik (Tidak Ada)
4
5
77
100
Jumlah
Berdasarkan tabel 7 terlihat bahwa peraturan di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan Bandar Lampung tentang penggunaan APD , penerapan penggunaan APD dan sanksi yang diberikan jika pekerja melanggar
47
peraturan penggunaan APD cukup baik dimana dari 77 responden persentasenya ada 95% (73 responden ). Tabel 8 Distribusi dan Frekuensi Pekerja Menurut Penggunaan APD PT.Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan Bandar Lampung Tahun 2017 No.
Penggunaan
Frekuensi
Persentase (%)
1
Baik
77
100
2
Kurang Baik
0
0
77
100
Jumlah
Berdasarkan tabel 8 terlihat bahwa pekerja di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan Bandar Lampung 100% (77 Responden) sudah memakai APD berdasarkan kesadaran diri sendiri dan APD yang digunakan nyaman dan aman ketika dipakai, namun terdapat karyawan menjawab bahwa APD yang digunakan biasa saja ketika dipakai maka. Tabel 9 Distribusi Jenis-Jenis APD dengan jumlah APD dan jumlah pekerja di PT.Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan Bandar Lampung Tahun 2017 No 1
2
Unit Satuan Kerja K3
RCD I,II,III,IV
Jenis APD -
Kacamata Sarung tangan Ear Plug/Ear Muff Safety Shoes Safety Helmet Masker Rompi Kacamata Sarung tangan Ear Plug/Ear Muff Safety Shoes
Jumlah APD 15 16 15 15 16 16 15 11 15 8 15
Jumlah pekerja 16 16 16 16 16 16 16 15 15 15 15
Kualitas APD Baik Buruk
48
3
Bengkel
4
Tunnel
5
Perawatan mesin dan listrik
6
Pompa Air
-
Safety Helmet Masker Rompi Kacamata Sarung tangan Ear Plug/Ear Muff Safety Shoes Safety Helmet Masker Rompi Kacamata Sarung tangan Ear Plug/Ear Muff Safety Shoes Safety Helmet Masker Rompi Kacamata Sarung tangan Ear Plug/Ear Muff Safety Shoes Safety Helmet Masker Rompi Kacamata Sarung tangan Ear Plug/Ear Muff Safety Shoes Safety Helmet Masker Rompi
15 11 13 6 10 4 10 10 8 10 16 17 9 17 16 16 15 10 11 9 11 11 11 10 6 6 2 6 6 5 5
15 15 15 11 11 11 11 11 11 11 17 17 17 17 17 17 17 12 12 12 12 12 12 12 6 6 6 6 6 6 6
Berdasarkan tabel 9 diatas diketahui penyediaan APD pada unit satuan kerja RCD I, II, III dan IV masih kurang dimana APD berupa earplug/earmuff, belum sesuai antara jumlah APD dengan jumlah pekerja yang ada namun kualitas APD sudah baik. Ketersediaan APD di bengkel masih kurang baik dimana APD berupa earplug/earmuff dan kacamata dan masker belum sesuai antara jumlah APD dengan jumlah pekerja yang ada namun kualitas APD sudah baik.
49
Untuk di tunnel, perawatan mesin dan listrik, serta pompa air APD yang belum sesuai dengan jumlah pekerja dan jumlah APD ialah earplug/earmuff. Hanya dibagian K3 yang penyediaan APD sudah cukup baik da hampir semua jumlah APD sesuai dengan jumlah pekerja yang ada dengan kondisi atau kualitas APD yang baik.
C. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada pekerja di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan Bandar Lampung Tahun 2017 maka diperoleh gambaran Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan pembahasan sebagai berikut : 1. Ketersediaan alat pelindung diri Ketersediaan Alat Pelindung Diri merupakan kewajiban dari suatu perusahaan, hal ini diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja yang terdapat pada pasal 14 poin c yang berbunyi “ Pengurus diwajibkan menyediakan secara cuma-cuma semua alat pelindung diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai,pengawas atau ahli keselamatan kerja”.
50
a. Ketersediaan APD dibagian K3 Tabel 10. Matriks Pengendalian Risiko Potensi Bahaya di bagian K3 Unit Satuan Kerja K3
Kegiatan
-
-
Potensi Bahaya
Melakukan perawatan peralatan dan perlengkapan K3 dan kesiapan tanggap darurat secara rutin Mengontrol ataupun mengidentifikasi apabila terjadi atau terdapat temuan dilapangan
Risiko
-
Debu yang ada di sekitar lapangan
-
Percikan api pada saat melakukan perawatan perlengkapan K3 dan tanggap darurat
-
Terpapar debu batubara maupun peralatan K3 Kerusakan mata dan gangguan kesehatan lainnya
Pengendalian
-
Menggunakan APD sesuai dengan pekerjaannya pada saat melakukan perawatan peralatan maupun pengontrolan,pengawasan dilapangan
Ketersediaan Alat Pelindung Diri sudah disesuaikan dengan faktor risiko dibagian K3 dimana karyawan bekerja mengontrol ataupun mengidentifikasi apabila terjadi atau terdapat temuan dilapangan maka karyawan K3 langsung terjun kelapangan dimana sudah disediakannya masker, safety helmet , safety shoes , rompi dan lainnya. Hal tersebut sudah sesuai dengan PermenakerTrans No. 08 Tahun 2010 tentang Alat Pelindung diri. Upaya dari perusahaan sudah cukup baik dimana telah disediakannya Alat Pelindung Diri sesuai dengan jumlah pekerjanya.
51
b. Ketersediaan APD dibagian RCD Tabel 11. Matriks Pengendalian Risiko Potensi Bahaya di bagian RCD Unit Satuan Kerja RCD
Kegiatan
-
Potensi Bahaya
Penumpahan batubara dari gerbong kereta ke mesin penghancur batubara
- Debu dari tumpahan gerbong kereta yang dapat masuk kedalam ruangan lalu terpapar oleh pekerja - Kebisingan dari alat yang digunakan yaitu penumpahan batubara dengan RCD yang menimbulkan kebisingan
Risiko
Terpapar debu dan dapat berdampak pada gangguan kesehatan yakni penyakit paru-paru Gangguan kesehatan pada telinga akibat kebisingan akan dapat menyebabkan ketulian permanen
Pengendalian
-
Menggunakan APD Masker
-
Menggunakan APD Earplug/Earmuff sesuai dengan standar
-
Perlunya pengawasan dari atasan terhadap pemakaian APD
Ketersediaan Alat Pelindung Diri sudah disesuaikan dengan faktor risiko dibagian RCD yaitu debu yang dihasilkan dari batubara maka sudah disediakan masker, kebisingan yang ada dilapangan yang disebabkan dari tumpahan batubara ke RCD sudah disediakan pelindung telinga, untuk melindungi kaki dari benda tajam maupun genangan air sudah disediakan sepatu safety dan sudah disediakan juga rompi untuk melindungi tubuh. Upaya dari perusahaan sudah cukup baik dimana telah disediakannya Alat Pelindung Diri sesuai dengan jumlah pekerjanya. Jika dilihat dari potensi bahaya kecelakaan kerja yakni kebisingan dampak yang dapat ditimbulkan ialah gangguan kesehatan pada telinga jika terpapar atau mengalami pajanan kebisingan dalam
52
jangka waktu lama aka dapat menyebabkan ketulian permanen dan juga gangguan pernapasan akibat debu yang akan menyebabkan penyakit pernapasan yakni paru-paru dan jika terpapar dalam kurun waktu yang lama maka akan berdampak akut bagi pekerja yang terpapar debu tersebut. Menurut teori Suma’mur (1987) kebisingan mempengaruhi konsentrasi dan dapat menyebakan terjadinya kecelakaan kerja. kebisingan yang lebih dari 85 dB(A) dapat mempengaruhi daya dengar, pencegahan terhadap kebisingan harus dimulai sejak perencanaan mesin dn dilanjutkan dengan memasang bahan-bahan yang menyerap kebisingan. alat-alat pelindung diri juga dapat dipergunakan. Berdasarkan teori Keselamatan dan Kesehatan Kerja karangan Tarwaka (2008) dikatakan bahwa jenis-jenis APD telinga ada 2 yaitu earplug (sumbat telinga) dan earmuff (tutup telinga). Pada umumnya earplug memiliki diameter saluran telinga antara 5-11 mm, earplug dapat terbuat dari kapas, plastic, karet alami dan bahan sintetis. Untuk earplug yang terbuat dari kapas dan spons hanya dapat digunakan untuk sekali pakai (disposable) sedangkan yang terbuat dari bahan karet dan plastic yang dicetak dapat digunakan berulang kali (non disposable) dan alat ini dapat mengurangi suara sampai 20 dB(A). Earmuff (tutup telinga) berfungsi untuk menyerap suara frekuensi tinggi, alat ini dapat mengurangi intensitas suara sampai 30 dB(A) dan juga dapat melindungi bagian luar telinga dari benturan benda keras atau percikan bahan kimia.
53
c. Ketersediaan APD dibagian Perawatan Mesin dan Listrik Tabel 12. Matriks Pengendalian Risiko Potensi Bahaya di bagian Perawatan Mesin dan Listrik Unit Satuan Kerja Perawatan Mesin dan Listrik
Kegiatan
Potensi Bahaya
Melakukan perawatan mesin dan listrik apabila terjadi mesin yang tidak berfungsi dan perawatan listrik atau jaringan listrik disekitar peralatan dan mesin di lapangan
Jika terdapat benda yang jatuh seperti saat melakukan perawatan di belt conveyor ada batubara yang jatuh lalu mengenai bagian kepala pegawai Pekerjaan yang menimbulkan bising yang dihasilkan dari mesin maupun alatnya
-
Tangan terluka saat memukul ataupun melakukan pekerjaannya dibagian mesin dan listrik
-
Debu dari batubara saat dilapangan
Risiko
Pengendalian
-
Cidera dibagian kepala
-
Gangguan kesehatan pada telinga akibat kebisingan dapat menyebabkan ketulian Cidera tangan (tangan terluka,tergores,terk elupas, dan lainnya)
-
-
-
Gangguan pernapasan akibat debu yang akan menyebabkan penyakit pernapasan yakni paru-paru -
Pemakaian APD kepala (Safety Helmet) Pemakaian APD telinga (Earplug/Earmuff) Pemakaian APD tangan (sarung tangan sesuai jenisnya dan pekerjaannya) Perlunya pengawasan dari atasan terhadap pemakaian APD Pemakaian APD hidung dan mulut (Masker)
Ketersediaan Alat Pelindung Diri sudah disesuaikan dengan faktor resiko dibagian perawatan mesin dan listrik yaitu debu oleh batubara maka sudah disediakan masker, genangan air ataupun oli
54
mesin serta benda tajam yang ada di lapangan sudah disediakan safety shoes ataupun sepatu boot, dan sudah disediakan safety helmet jika ada benda yang jatuh seperti saat melakukan perawatan di belt conveyor misalnya ada batubara yang jatuh lalu mengenai bagian kepala pegawai , serta sudah disediakan penutup telinga jika ada pekerjaan yang menimbulkan bising yang dihasilkan dari mesin maupun alatnya dan sudah juga disediakan sarung tangan pada saat berkerja agar tangan tidak terluka saat memukul ataupun melakukan pekerjaannya dibagian mesin dan listrik. Hal tersebut sudah sesuai dengan PermenakerTrans No. 08 Tahun 2010 tentang Alat Pelindung diri. Upaya dari perusahaan sudah cukup baik dimana telah disediakannya Alat Pelindung Diri sesuai dengan jumlah pekerjanya. Namun perlu diperhatikan juga potensi bahaya kecelakaan kerja yang ditimbulkan yakni kebisingan dampaknya ialah gangguan kesehatan pada telinga jika terpapar atau mengalami pajanan kebisingan dalam jangka waktu lama aka dapat menyebabkan ketulian permanen dan juga gangguan pernapasan akibat debu yang akan menyebabkan penyakit pernapasan yakni paru-paru dan jika terpapar dalam kurun waktu yang lama maka akan berdampak akut bagi pekerja yang terpapar debu tersebut.
55
d. Penyediaan APD dibagian Tunnel Tabel 13. Matriks Pengendalian Risiko Potensi Bahaya di bagian Tunnel Unit Satuan Kerja Tunnel
Kegiatan
-
Potensi Bahaya
Melakukan perawatan mesin dan alat bagian bawah tanah serta pengontrolan batubara yang sudah dipecahkan menjadi bagian yang lebih kecil untuk selanjutnya diangkut menuju tempat timbunan -
Kebisingan yang berasal dari peralatan mesin belt conveyor Debu yang berasal dari pecahan batubara da batubara yang dibawa jalan dengan belt conveyor menuju tempat timbunan batubara Jalanan yang turun dan basah dapat menjadi licin
Risiko
-
-
Gangguan kesehatan pada telinga jika terpapar atau mengalami pajanan kebisingan dalam jangka waktu lama akan dapat menyebabkan ketulian permanen Gangguan pernapasan akibat debu yang akan menyebabkan penyakit pernapasan yakni paru-paru
Pengendalian
Pemakaian APD telinga (Earplug/Earmuff) Pemakaian APD hidung dan mulut (Masker) Pemakaian APD kaki (Safety Shoes/Safety Boot)
- Pekerja dapat terjatuh da terpeleset akibat jalan yang menurun dan basah
Penyediaan Alat Pelindung Diri sudah disesuaikan dengan faktor risiko dibagian Tunnel yaitu debu yang dihasilkan dari batubara maka sudah disediakan masker, kebisingan yang ada dilapangan yang disebabkan dari Belt Conveyor yang sedang beroperasi sudah disediakan pelindung telinga, untuk melindungi kaki dari benda tajam maupun genangan air sudah disediakan safety shoes, sudah disediakan safety helmet jika ada batubara yang jatuh yang berasal dari belt compayer dan sudah disediakan juga rompi untuk melindungi tubuh.
56
Upaya dari perusahaan sudah cukup baik dimana telah disediakannya Alat Pelindung Diri sesuai dengan jumlah pekerjanya, namun perlu adanya penambahan penutup telinga yang baik dan sesuai standar agar mengurangi potensi bahaya dari kebisingan. Hal tersebut sudah sesuai dengan PermenakerTrans No. 08 Tahun 2010 tentang Alat Pelindung diri. Upaya dari perusahaan sudah cukup baik dimana telah disediakannya Alat Pelindung Diri sesuai dengan jumlah pekerjanya.
Pada bagian tunnel sangat besar potensi bahaya kecelakaan kerja yakni kebisingan dampak yang dapat ditimbulkan ialah gangguan kesehatan pada telinga jika terpapar atau mengalami pajanan kebisingan dalam jangka waktu lama aka dapat menyebabkan ketulian permanen dan juga gangguan pernapasan akibat debu yang akan menyebabkan penyakit pernapasan yakni paru-paru dan jika terpapar dalam kurun waktu yang lama maka akan berdampak akut bagi pekerja yang terpapar.
57
e. Ketersediaan APD dibagian Bengkel Tabel 14. Matriks Pengendalian Risiko Potensi Bahaya di bagian Bengkel Unit Satuan Kerja Bengkel
Kegiatan
-
Melakukan perawatan peralatan operasional
Potensi Bahaya
-
-
Jalan yang licin yang berasal dari tumpahan oli bekas pelumas alat Tangan terluka saat memukul ataupun melakukan pekerjaannya dibagian bengkel
-
Cidera mata
-
Kebisingan dari alat maupun peralatan yang ada di bengkel
Risiko
-
Terjatuh atau terpeleset
-
Tangan dapat terkelupas,bahkan dapat terputus jarinya
-
-
Akibat las alat yang ada dibengkel percikan api dapat menyebabkan gangguan pada mata
Pengendalian
- Membersihkan bengkel atau tempat kerja apabila terdapat oli bekas - Memakai APD sarung tangan sesuai jenis dan pekerjaannya
- Memakai kacamata las yang sesuai dengan ketentuan
Gangguan kesehatan pada telinga jika terpapar atau mengalami pajanan kebisingan dalam jangka waktu lama akan dapat menyebabkan ketulian permanen
Pemakaian APD telinga (Earplug/Earmuff)
Ketersediaan Alat Pelindung Diri sudah disesuaikan dengan faktor risiko dibagian Bengkel yaitu debu yang dihasilkan dari batubara ataupun bahan kimia yang ada di bengkel maka sudah disediakan masker, kebisingan yang ada dilapangan yang disebabkan dari pukulan alat alat bengkel sudah disediakan pelindung telinga, untuk melindungi kaki dari benda tajam maupun genangan air sudah disediakan sepatu safety, sudah disediakan sarung tangan untuk
58
melindungi tangan dan jari jari dari pukulan dan tergores akibat pekerjaan dibengkel, sudah disediakan helm safety jika ada alat ataupun material bengkel yang jatuh sudah disediakan juga rompi untuk melindungi tubuh. Upaya dari perusahaan sudah cukup baik dimana telah disediakannya Alat Pelindung Diri sesuai dengan jumlah pekerjanya. Hal tersebut sudah sesuai dengan PerMeNakerTrans No. 08 Tahun 2010 tentang Alat Pelindung diri. Upaya dari perusahaan sudah cukup baik dimana telah disediakannya Alat Pelindung Diri sesuai dengan jumlah pekerjanya. Namun, jika dilihat dari potensi bahaya kecelakaan kerja yakni kebisingan dampak yang dapat ditimbulkan ialah gangguan kesehatan pada telinga jika terpapar atau mengalami pajanan kebisingan dalam jangka waktu lama aka dapat menyebabkan ketulian permanen. Menurut teori Suma’mur (1987) kebisingan mempengaruhi konsentrasi dan dapat menyebakan terjadinya kecelakaan kerja. kebisingan yang lebih dari 85 dB(A) dapat mempengaruhi daya dengar, pencegahan terhadap kebisingan harus dimulai sejak perencanaan mesin dn dilanjutkan dengan memasang bahan-bahan yang menyerap kebisingan. alat-alat pelindung diri juga dapat dipergunakan. Berdasarkan teori Keselamatan dan Kesehatan Kerja karangan Tarwaka (2008) dikatakan bahwa jenis-jenis APD telinga ada 2 yaitu earplug (sumbat telinga) dan earmuff (tutup telinga). Pada umumnya earplug memiliki diameter saluran telinga antara 5-11 mm, earplug dapat terbuat dari kapas, plastic, karet alami dan bahan
59
sintetis. Untuk earplug yang terbuat dari kapas dan spons hanya dapat digunakan untuk sekali pakai (disposable) sedangkan yang terbuat dari bahan karet dan plastic yang dicetak dapat digunakan berulang kali (non disposable) dan alat ini dapat mengurangi suara sampai 20 dB(A). Earmuff (tutup telinga) berfungsi untuk menyerap suara frekuensi tinggi, alat ini dapat mengurangi intensitas suara sampai 30 dB(A) dan jugad dapat melindungi bagian luar telinga dari benturan benda keras atau percikan bahan kimia. Jika dilihat dari tabel diatas tidak hanya APD untuk telinga yang penyediaannya belum sesuai dengan jumlah pekerjanya adapun APD lain yaitu kacamata. Pada unit satuan kerja bengkel jumlah pekerja belum sesuai dengan jumlah APD yang sudah disediakan hal ini akan berpotensi bahaya kecelakaan kerja dimana APD kacamata cukup penting untuk menghindari bahaya kecelakaan kerja pada saat dilingkungan kerja, adapun dampak yang ditimbulkan jika pemakaian atau penyediaan APD belum sesuai ialah kerusakan pada retina akibat cahaya dengan intensitas yang tinggi, kornea pada mata yang rusak akibat tidak memakai kacamata akan mengakibatkan katarak da kerabunan pada mata dan jika dibiarkan dalam waktu paparan yang cukup lama maka akan mengakibatkan kerusakan mata yang cukup parah. Berdasarkan teori Tarwaka (2008) dalam buku Keselamatan dan Kesehatan Kerja, APD mata digunakan untuk melindungi mata dari percikan bahan kimia korosif, debu da partikel kecil yang
60
melayang diudara yang nantinya akan menyebakan iritasi pada mata adapun jenis APD kacamata yaitu kacamata (spectacles) ialah alat yag berfungsi untuk melindungi mata dari partikel debu dan kacamata goggles yang berfungsi melindungi mata dari gas,uap,dan percikan larutan kimia. Goggles biasanya terbuat dari plastik transparan dengan lensa berlapis kobalt untuk melindungi bahaya radiasi gelombang elektromagnetik. f. Ketersediaan APD dibagian Pompa Air Tabel 15. Matriks Pengendalian Risiko Potensi Bahaya di bagian Pompa Air Unit Satuan Kerja Pompa Air -
Kegiatan
Potensi Bahaya
Melakukan perawatan apabila pompa air tida berfungsi dan air tidak mengalir keseluruh bagian operasional
Kebisingan akibat alat pompa air
Risiko
-
Gangguan kesehatan pada telinga jika terpapar atau mengalami pajanan kebisingan dalam jangka waktu lama akan dapat menyebabkan ketulian permanen
Pengendalian
Pemakaian APD telinga (Earplug/Earmuff)
Ketersediaan Alat Pelindung Diri sudah disesuaikan dengan faktor risiko dibagian Pompa Air yaitu debu yang dihasilkan dari batubara maka sudah disediakan masker, kebisingan yang ada dilapangan yang disebabkan dari pompa air sudah disediakan pelindung telinga, untuk melindungi kaki dari benda tajam maupun genangan air sudah disediakan sepatu safety dan sudah disediakan
61
juga rompi untuk melindungi tubuh. Upaya dari perusahaan sudah cukup baik dimana telah disediakannya Alat Pelindung Diri sesuai dengan jumlah pekerjanya. Hal tersebut sudah sesuai dengan PerMeNakerTrans No. 08 Tahun 2010 tentang Alat Pelindung diri. Berdasarkan teori Tarwaka (2008) dalam buku Keselamatan dan Kesehatan Kerja, adapun syarat atau kriteria APD yang baik untuk dipakai diantaranya :
1. Alat Pelindung Mata, Mata harus terlindung dari panas, sinar yang menyilaukan dan juga dari debu.
Gambar 3. Kacamata Debu
Gambar 4. Kacamata Las Listrik
2. Alat Pelindung Kepala, Topi atau helm adalah alat pelindung kepala bila bekerja pada bagian yang berputar, misalnya bor atau waktu sedang mengelas, hal ini untuk menjaga rambut terlilit oleh putaran bor atau rambut terkena percikan api.
Gambar 5. Safety Helmet
62
Syarat Helm 1) Tahan benturan 2) Meredam kejutan 3) Anti air dan tidak mudah terbakar mudah disesuaikan
3. Alat pelindung telinga, Untuk melindungi telinga dari gemuruhnya mesin yang sangat bising juga penahan bising dari letupan-letupan.
Gambar 7. Earmuff
Gambar 6. Earplugg
4. Alat
pelindung
hidung,
Adalah
alat
pelindung
hidung
dari
kemungkinan terhisapnya gas-gas beracun.
Gambar 8. Masker
5. Alat Pelindung Tangan, Alat ini terbuat dari berbagai macam bahan disesuaikan dengan kebutuhannya, antara lain:
63
1)
Sarung tangan kain, digunakan untuk memperkuat pegangan supaya tidak meleset.
2) Sarung tangan asbes, digunakan terutama untuk melindungin tangan terhadap bahaya panas. 3) Sarung tangan kulit, digunakan untuk melindungi tangan dari benda tajam pada saat mengangkat suatu barang. 4) Sarung tangan karet, digunakan pada waktu pekerjaan pelapisan logam, seperti vernikel, vercrhoom dsb. Hal ini untuk mencegah tangan dari bahaya pembakaran asam atau kepedasan cairan.
Gambar 8. Sarung Tangan
6. Alat Pelindung Kaki, untuk menghindarkan tusukan benda tajam atau terbakar oleh zat kimia. Terdapat dua jenis sepatu yaitu pengaman yang bentuknya seperti halnya sepatu biasa hanya dibagian ujungnya dilapisi dengan baja dan sepatu karet digunakan untuk menginjak permukaan yang licin, sehingga pekerja tidak terpeleset dan jatuh. 7. Alat Pelindung Badan, Alat ini terbuat dari kulit sehingga memungkinkan pakaian biasa atau badan terhindar dari percikan api, terutama pada waktu menempa dan mengelas. Lengan baju jangan digulung, sebab lengan baju yang panjang akan melindungi tangan dari sinar api.
64
Adapun syarat da criteria APD yang baik menurut OSHA (Occupational Safety & Health Administration) ialah : 1. Kacamata masih ada tali atau karet yang terpasang dengan baik dan tidak kendur 2. Sarung tangan tidak terdapat lubang dan menutupi tangan serta berbahan tebal 3. ear plug/ear muff masih dapat berfungsi meredam suara bising 4. safety shoes menutupi kaki sampai mata kaki, tahan terhadap benda tajam dan melindungi kaki dari panas.
2. Pengetahuan Pekerja terhadap Penggunaan APD Pengetahuan pekerja tentang Alat Pelindung Diri diharapkan dapat membuat pekerja mengerti dan sadar akan kepentingan penggunaan Alat Pelindung Diri agar nantinya mengurangi potensi bahaya bahaya kecelakaan kerja. Berdasarkan data hasil penelitian tabel 5 terlihat bahwa pengetahuan pekerja di PT. Bukit Asam Persero Tbk Unit Pelabuhan Tarahan Bandar Lampung tentang APD yang berisi pengertian K3, pengertian APD, fungsi APD, dan jenis APD dengan kategori baik dimana memiliki persentase 97,4% (75 responden). Banyaknya pekerja yang memiliki pengetahuan yang baik tentang pengertian K3, pengertian APD, fungsi APD, dan jenis APD diharapkan dapat menjadikan pekerja lebih sadar akan tujuan penggunaan Alat Pelindung Diri. Pembinaan terhadap pengetahuan pekerja tentang APD sebaiknya dilakukan secara berkala dengan cara pelatihan ataupun simulasi ditempat kerja tentang penggunaan APD dan potensi bahaya yang akan terjadi apabila tidak menggunakan APD. Hal tersebut diharapkan
65
dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pekerja tentang pentingnya penggunaan APD dengan benar sesuai dengan APD yang sudah disediakan. 3. Peraturan Penggunaan APD Peraturan penggunaan Alat Pelindung Diri di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan Bandar Lampung berdasarkan data hasil penelitian pada tabel 7 terlihat bahwa Ada/Tidaknya peraturan di PT. Bukit Asam Persero Tbk Unit Pelabuhan Tarahan tentang APD yang berisi Ada/Tidak peraturan penggunaan APD, diterapkan atau tidak diterapkan peraturan penggunaan APD dan sanksi yang diberikan jika pekerja melanggar peraturan penggunaan APD dengan kategori baik memiliki persentase 95% (73 responden). Hal tersebut menunjukan bahwa banyak pekerja sudah merasa terikat dengan peraturan yang ada tentang penggunaan Alat Pelindung Diri. Kedisiplinan penggunaan Alat Pelindung Diri sebaiknya terus ditingkatkan, hal ini perlu mendapatkan dorongan dari berbagai pihak terkait. Dapat juga dilakukan dengan memberikan sanksi bagi pekerja yang tidak taat ataupun sesuai dalam penggunaan Alat Pelindung Diri. Peraturan penggunaan Alat Pelindung Diri harus merujuk atau disesuaikan dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu Undang- Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang ada di pasar 13 berbunyi “ Barang siapa yang akan memasuki suatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk keselematan kerja dan memakai alat-alat pelindung diri yang diwajibkan”.
66
4. Faktor Manusia dalam Penggunaan APD Faktor manusia sangat penting peranannya dalam penggunaan Alat Pelindung Diri, karena faktor manusia itu sendiri merupakan salah satu hal yang dapat menyebakan kecelakaan kerja meliputi aturan kerja, kemampuan pekerja (usia, masa kerja/pengalaman, kurangnya kecakapan dan lambatnya mengambil keputusan), disiplin kerja, perbuatan-perbuatan yang mendatangkan kecelakaan, ketidakcocokan fisik dan mental. Kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh pekerja dan karena sikap yang tidak wajar seperti terlalu berani, sembrono, tidak mengindahkan instruksi, kelalaian, melamun, tidak mau bekerja sama, dan kurang sabar, kekurangan kecakapan untuk mengerjakan sesuatu karena tidak mendapat pelajaran mengenai pekerjaan. Berdasarkan data hasil penelitian bahwa pekerja dengan golongan umur 20-35 Tahun memliki persentase yang cukup tinggi yaitu 51,3% (40 responden), potensi bahaya kecelakaan kerja disebabkan salah satunya ialah faktor umur dimana golongan usia tua ( ≥45 tahun) mempunyai kecenderungan yang lebih tinggi untuk mengalami kecelakaan akibat kerja, sedangkan golongan usia muda (≥20 Tahun) kecenderungan mempunyai reaksi dan kegesitan yang lebih tinggi sehingga peka terhadap lingkungan kerja disekitarnya, namun umur golongan muda pun sering mengalami kasus kecelakaan akibat kerja hal ini terjadi karena kecerobohan dan sikap serta kebiasaan bekerja ataupun penggunaan APD yang kurang baik.
67
Untuk tingkat pendidikan pekerja rata-rata tamat SMA/SLTA 69,2% (54 responden). Tingkat pendidikan akan berpengaruh dalam pola pikir
seseorang
mempengaruhi
dalam tingkat
menjalani penyerapan
pekerjaan, terhadap
hal
tersebut
pelatihan
akan dalam
melaksanakan pekerjaan dan keselamatan kerja namun jika tingkat pendidikan pekerja rendah akan bekerja sesuai dengan mengandalkan fisik dan lingkungan tanpa mengandalkan pola pikir sebelum melakukan atau mengambil keputusan saat bekerja dilapangan. Berdasarkan lama bekerjanya diketahui bahwa persentase tertinggi pekerja bagian Operasional PT. Bukit Asam Persero Tbk Unit Pelabuhan Tarahan Bandar Lampung pekerja dengan lama bekerja > 10 tahun cukup tinggi dengan persentase 72,7% (56 responden). Semakin lama kerja seseorang maka kecakapan akan lebih baik karena sudah menyesuaikan diri dengan pekerjaannya. Seiring dengan bertambahnya usia dan lama kerja maka kewaspadaan terhadap kecelakaan akibat kecelakaan kerja akan bertambah baik. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa pekerja laki-laki di PT. Bukit Asam Persero Tbk Unit Pelabuhan Tarahan Bandar Lampung ada 73 orang dengan persentase 94,8%. Pembagian kerja secara sosial antara pria dan wanita menyebabkan perbedaan terjadinya paparan yang diterima orang, sehingga potensi bahaya kecelakaan kerja yang dialami berbeda pula.
68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dari pembahasan dan hasil penelitian di PT. Bukit Asam Persero Tbk Unit Pelabuhan Tarahan Bandar Lampung Tahun 2017, disimpulkan bahwa penggunaan APD di PT. Bukit Asam Persero Tbk Unit Pelabuhan Tarahan dengan rincian sebagai berikut : 1. Penyediaan Alat Pelindung Diri di PT. Bukit Asam sudah baik dilihat dari kualitas APD namun perlu adanya penambahan alat pelindung telinga (Ear plug/Ear Muff) dan kacamata khususnya dibagian RCD II, III, IV, Tunnel , Bengkel, dan Pompa Air agar jumlah APD yang dipakai nantinya sama dengan jumlah pekerjanya. 2. Peraturan tentang penggunaan APD sudah ada dan sudah diterapkan hanya kebiasaan pegawai yang memakai APD ketika ada pengawasan. 3. Pengetahuan dalam penggunaan APD oleh pekerja sudah baik dimana berdasarkan hasil penelitian pengetahuan pekerja memiliki persentase 97,4 % yang diantaranya mengetahui apa itu APD, APD serta fungsi dari masing-masing jenis APD. Namun masih saja terdapat pekerja yang belum atau tida memakai APD secara maksimal. 4. Dari hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata pegawai berumur 20-35 tahun, sementara tingkat pendidikan pegawai yaitu SLTA, berdasarkan lama bekerjanya diketahui pegawai bekerja sudah cukup lama yaitu > 10 tahun dan berdasarkan jenis kelamin rata-rata pegawai PT. Bukit Asam ialah laki-laki.
69
B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas peneliti memberikan saran sebagai berikut : 1. Perlu adanya penambahan Alat Pelindung Diri Ear plug / Earmuff pada pekerja bagian RCD, Tunnel, Bengkel, Perawatan Mesin dan Listrik dan Pompa Air dan penambahan kacamata safety dibagian Bengkel dan RCD sesuai dengan pekerja. Serta perlunya pengontrolan APD yang sudah lewat tanggal kadaluarsanya dan APD yang sudah mulai rusak. 2. Meningkatkan pengawasan serta mengadakan rapat atau pertemuan antar Satuan Kerja dengan Karyawannya untuk memberikan arahan ataupun gambaran bagaimana dampaknya jika tidak menggunakan APD saat bekerja. 3. Perlu adanya penegasan tentang penggunaan APD dengan cara melakukan kontrak atau perjanjian tertulis dari pihak K3 dengan Vendor atau kontraktor yang bekerja sama dengan PT. Bukit Asam guna untuk memperhatikan lebih jelih kembali penggunaan APD. 4. Perlunya penegasan sanki apabila terdapat pegawai yang melanggar norma-norma kesehatan dan keselamatan kerja yang salah satunya yaitu penggunaan APD pada saat bekerja.