BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Karies gigi merupakan salah satu gangguan kesehatan gigi. Karies gigi adalah penyakit infeksi mikroba pada gigi yang mengakibatkan demineralisasi dan kerusakan jaringan keras gigi (Sherwood, 2010). Karies dapat terjadi pada email, dentin, atau sementum (Kidd dkk., 2003). Menurut data Riskesdas (2013), indeks DMF-T 4,6% yang berarti kerusakan gigi penduduk Indonesia 460 buah gigi per 100 penduduk. Di Jawa Tengah masalah kesehatan gigi dan mulut menempati tingkat ke 17 dari 33 Provinsi di Indonesia mengenai masalah kesehatan gigi dan mulut dengan persentase pada tahun 2013 yaitu 25,4%. Berdasarkan laporan hasil Riskesdas Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 persentase jumlah karies di Kabupaten Pati yaitu 4,3% (Depkes RI, 2009). Riskesdas 2018 mencatat proporsi masalah gigi dan mulut sebesar 57,6% dan yang mendapatkan pelayanan dari tenaga medis gigi sebesar 10,2%. Kunjungan pasien poli gigi di Puskesmas Wedarijaksa pada tahun 2018, permasalahan yang tertinggi terkait dengan karies gigi yaitu sebesar 61%. Karies gigi merupakan suatu penyakit mengenai jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin dan sementum, berupa daerah yang membusuk pada gigi, terjadi akibat proses secara bertahap melarutkan mineral permukaan gigi dan terus berkembang kebagian dalam gigi. Proses ini terjadi karena aktivitas jasad renik dalam karbohidrat yang dapat diragikan. Proses ini ditandai dengan dimineralisasi jaringan keras dan diikuti kerusakan zat organiknya, sehingga dapat terjadi invasi bakteri lebih jauh ke bagian dalam gigi, yaitu lapisan dentin serta dapat mencapai pulpa (Kumala, 2006). Ferraz dkk. (2011) menyatakan bahwa tingkat pendidikan orang tua berhubungan dengan tingkat pengalaman karies pada anak, sedangkan menurut Lida dkk. (2007) kemiskinan dan frekuensi kunjungan ke pelayanana kesehatan
gigi dan mulut berhubungan dengan kejadian Early Childhood Caries. Jika yang mengalami anak-anak maka akan menghambat perkembangan anak sehingga akan menurunkan tingkat kecerdasan anak, yang secara jangka panjang akan berdampak pada kualitas hidup masyarakat (Asse, 2010). Status karies gigi untuk gigi permanen pada individu atau masyarakat dapat diukur dengan menggunakan indeks DMFT (Decay, Missing, Filled Teeth). Indeks ini digunakan untuk melihat keadaan gigi seseorang yang pernah mengalami kerusakan (Decayed), hilang karena karies atau sisa akar (Missing) dan tumpatan baik (Filled) pada gigi tetap (Teeth). Indeks ini menggambarkan besarnya penyebaran karies yang kumulatif pada suatu populasi (Kidd & Bechal, 1992). Menurut penelitian Ningsih, dkk (2013) prevalensi karies gigi pada anak usia sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Sidemen masih tinggi (58,8%). Sebanyak 58 orang (85,3%) belum menerapkan perilaku menggosok gigi yang memenuhi standar dan hanya 10 orang (14,7%) yang perilaku menggosok gigi sudah memenuhi standar. Penelitian Sihombing (2007) menunjukkan bahwa Karakteristik penderita karies gigi di RSU. Dr. Pirngadi Medan tahun 2007 berdasarkan sosiodemografi, paling banyak terdapat pada kelompok umur >14 tahun (87,6%), jenis kelamin perempuan (60,7%), suku Jawa (53,8%), agama Islam (62,1%), pekerjaan pelajar/mahasiswa (42,1%). Berdasarkan
pemikiran
tersebut,
penulis
tertarik
untuk
mengetahui
Berdasarkan pemikiran tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui karakteristik pasien karies yang berkunjung ke poli gigi di Puskesmas Wedarijaksa I.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimanakah karakteristik pasien dengan kasus karies pada pasien yang berkunjung ke Poli Gigi di Puskesmas Wedarijaksa I ?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui karakteristik pasien karies
yang berkunjung ke Poli Gigi di
Puskesmas Wedarijaksa I. 2. Tujuan Khusus a) Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita karies gigi berdasarkan sosiodemografi (umur, jenis kelamin, suku, agama, pekerjaan). b) Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita karies gigi berdasarkan stadium karies gigi. c) Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita karies gigi berdasarkan tindakan.
D. Manfaat Penelitian 1. Mengetahui informasi karakteristik pasien karies yang berkunjung ke Poli Gigi di Puskesmas Wedarijaksa I. 2. Sebagai bahan evaluasi tenaga kesehatan poli Gigi di Puskesmas Wedarijaksa I
E. Keaslian Penelitian Persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut: Peneliti
Judul
Sihombing (2007)
Karakteristik Pasien Karies Gigi yang Berobat di RSU dr Pirngadi Medan Tahun 2007
Ningsih, dkk (2013)
Gambaran Perilaku Menggosok Gigi Terhadap Kejadian Karies Gigi Pada Anak Usia Sekolah Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Sidemen Kecamatan Sidemen Kabupaten Karangasem Pada Juni-Juli 2013 Faktor yang Berhubungan dengan Karies GIgi Anak Usia 4-6 Tahun
Widayati (2014)
Persamaan dengan penelitian ini Desain penelitian : deskriptif variabel terikat : karies gigi variabel bebas : karakteristik pasien Desain Penelitian : deskriptif Variabel terikat : karies gigi
desain penelitian deskriptif analitik variabel terikat : karies gigi
Perbedaan dengan penelitian ini perbedaan tempat waktu penelitian
dan
Perbedaan pada penelitian Ningsih dkk sudah ditentukan subyek penelitian pada anak usia sekolah dasar dan melihat hubungan perilaku menggosok gigi terhadap tingkat karies.
perbedaan : usia subyek sudah ditentukan. Tujuan penelitian : untuk mengetahui hubungan perilaku orang tua terhadap pemeliharaan kesehatan gigi anak (kebiasaan memberi makan manis, lengket dan minum susu, pemeliharaan gigi, pemeriksaan gilut) Sukmana Gambaran Karies Jenis penelitian : karies digambarkan dalam (2016) dengan deskriptif bentuk DMF-T. Sedangkan Menggunakan observasional dalam penelitian yang akan DMF-T pada dilakukan digambarkan Masyarakat Peisisir dalam bentuk prosentase. Pantai Takisung Kecamatan Takisung Kabupaten Tanah Laut Notohartojo Pemeriksaan Karies desain penelitian : karies digambarkan dalam (2015) Gigi pada Beberapa deskriptif bentuk DMF-T. Sedangkan Kelompok Usia oleh dalam penelitian yang akan Petugas dengan dilakukan digambarkan Latar Belakang dalam bentuk prosentase Berbeda di Provinsi Kalimantan Barat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Karies Gigi 1. Pengertian Karies Gigi Karies gigi adalah suatu proses penghancuran setempat jaringan kalsifikasi yang dimulai pada bagian permukaan gigi melalui proses dekalsifikasi lapisan email gigi yang diikuti oleh lisis struktur organik secara enzimatis sehingga terbentuk kavitas (lubang) yang bila didiamkan akan menembus email serta dentin dan dapat mengenai bangian pulpa (Dorland, 2010). Karies gigi dapat dialami oleh setiap orang dan juga dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih, serta dapat meluas ke bagian yang lebih dalam dari gigi, misalnya dari enamel ke dentin atau ke pulpa. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya
karies
gigi,
diantaranya
adalah
karbohidrat,
mikroorganisme dan saliva, permukaan dan anatomi gigi (Tarigan, 2015). 2. Etiologi Karies Gigi Karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja seperti penyakit menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies. Karies merupakan hasil dari beberapa faktor pencetus, yaitu host, substrat, bakteri dan waktu. Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama (Chemiawan, 2004). Faktor-faktor yang langsung mempengaruhi karies gigi : a). Host Host atau tuan rumah merupakan gigi tersebut, dijelaskan beberapa hal yang berhubungan dengan karies pada gigi adalah faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur
yang dalam pada morfologi gigi belakang, disertai permukaan gigi yang kasar sangat mempengaruhi penumpukan sisa makanan dan perlekatan plak yang membantu proses karies. Enamel gigi memiliki susunan kimia komplek yang mengandung 97% mineral, 1% air, dan 2% bahan organik. Enamel yang memiliki banyak mineral maka kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin resisten (Pintauli dan Hamada, 2008). Kualitas gigi yang buruk, seperti hipomineralisasi enamel dapat meningkatkan resiko karies serta mengubah jumlah dan kualitas saliva (Cameron dan Widmer, 2008). b) Substrat Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya karies gigi (Chemiawan, 2004).
c) Faktor Mikroorganisme Karies dikaitkan dengan peningkatan proporsi bakteri acidogenic dan aciduric, terutama Streptococcus mutans dan lactobacillus, yang mampu mendemineralisasi enamel (Marsh, 2006). Bakteri acidogenic adalah bakteri yang menghasilkan asam dari proses metabolismenya, asam organik yang diproduksi oleh bakteri dalam plak gigi mudah menyebar ke segala arah dan akan berdifusi melalui pori-pori enamel atau dentin hingga ke dalam jaringan di bawahnya (Featherstone, 2008). Plak gigi adalah deposit adheren bakteri dan produk
mereka, yang dapat terbentuk pada semua permukaan gigi dan menyebabkan karies (Kidd E, 2003). d) Waktu Beberapa jenis karbohidrat dari makanan yang kita makan, dapat difermentasi oleh bakteri tertentu sehingga menghasilkan asam yang menyebabkan pH plak menurun sampai dibawah 5 dalam waktu 1-3 menit, penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi (Kidd E, 2003). Faktor-faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi karies gigi / karakteristik pasien dengan karies gigi:
a) Ras (suku bangsa) Pengaruh ras terhadap terjadinya karies gigi sangat sulit ditentukan. Namun demikian, bentuk tulang rahang suatu ras bangsa mungkin dapat berhubungan dengan presentase terjadinya karies yang semakin meningkat atau menurun. Misalnya, pada ras tertentu dengan bentuk rahang yang sempit sehingga gigigeligi pada rahang tumbuh berjejal yang menyebabkan seseorang sulit membersihkan gigi-geligi secara keseluruhan sehingga akan meningkatkan presentase karies pada ras tersebut (Tarigan, 2015). Beberapa penelitian menunjukkan adanya perbedaan pendapat antara hubungan ras (suku bangsa) dengan prevalensi karies. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan tingkat sosial ekonomi dan keadaan lingkungan sosial yang dipengaruhi oleh perbedaan pendidikan, pendapatan dan ketersediaan akses pelayanan kesehatan yang berbeda disetiap ras (suku bangsa) (Fejerskov, 2008). b) Usia Prevalensi karies meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini disebabkan karena gigi lebih lama terpapar dengan faktor resiko penyebab karies, oleh karena itu penting untuk memahami dan mengendalikan faktor risiko untuk mencegah timbulnya lesi karies baru atau memperlambat perkembangan lesi karies yang sudah ada (Fejerskov, 2008; Heymann, 2013).
c) Jenis kelamin Prevalensi karies gigi permanen dan gigi sulung pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan karena erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibanding anak lakilaki, sehingga gigi anak perempuan terpapar faktor resiko karies lebih lama (Fejerskov, 2008). d) Keturunan Orang tua dengan karies yang rendah anak-anaknya cenderung memiliki karies yang rendah, sedangkan orang tua dengan karies yang tinggi anak-anaknya cenderung memiliki karies yang tinggi pula. (Shafer, 2012). Namun penelitian ini belum dipastikan penyebabnya karena murni genetik, transmisi bakteri atau kebiasaan makan dan perilaku dalam menjaga kesehatan gigi yang sama dalam suatu keluarga (Fejerskov, 2008). e) Status sosial ekonomi Anak-anak dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah memiliki indeks DMF-T lebih tinggi dibandingkan dengan anakanak dari keluarga dengan status sosial ekonomi tinggi (Tulongow, 2013). Hal ini disebabkan karena status sosial ekonomi akan mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang dalam upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut (Fejerskov, 2008). Status sosial ekonomi keluarga dapat dilihat dari tingkat pendidikan, pekerjaan dan pendapatan orang tua yang dapat mempengaruhi perubahan sikap dan perilaku seseorang dalam upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut (Heymann, 2013). f) Sikap dan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan gigi 1. Perilaku menggosok gigi Perilaku memegang peranan yang penting dalam mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut, salah satunya adalah perilaku menggosok gigi (Anitasari, 2005). Beberapa penelitian menunjukan bahwa kebiasaan menggosok gigi, frekuensi menggosok gigi dan penggunaan pasta gigi yang mengandung fluoride berpengaruh terhadap kejadian karies (Lakhanpal,
2014). Menggosok gigi dua kali sehari dengan menggunakan pasta gigi mengandung fluoride dapat menurunkan angka kejadian karies (Angela, 2005). 2 . Penggunaan dental floss Dental floss atau benang gigi merupakan alat yang digunakan untuk menghilangkan sisa makanan dan plak pada daerah yang sulit dijangkau oleh sikat gigi, seperti pada daerah interproksimal. Pembersihan plak pada daerah interproksimal dianggap penting untuk memelihara kesehatan gingiva, pencegahan karies dan penyakit periodontal. Penggunaan dental floss sebaiknya dilakukan sebelum menggosok gigi, karena dapat membersihkan daerah interdental yang tidak bisa dicapai dengan sikat gigi dan fluor yang terkandung dalam pasta gigi lebih mudah mencapai bagian interproksimal sehingga dapat membantu melindungi permukaan gigi dari terbentuknya plak (Magfirah, 2014). 3. Diagnosis Menetapkan diagnosis karies gigi penting untuk identifikasi kebutuhan perawatan sesuai indikasi. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat kesehatan, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan radiologis. Paradigma lama yang hanya mendeteksi ada tidaknya kavitas, harus diubah, dengan mendeteksi adanya kuman S. mutans, dan menentukan tingkat risiko terjadinya karies. Berdasarkan karakteristik karies gigi, maka diagnosis ditegakkan dengan melihat lokalisasi kavitas apakah terletak di permukaan pits dan fissures, permukaan halus gigi dan akar gigi (Ritter et al, 2013). a. Diagnosis karies pada pits dan fissures Menegakkan diagnosis karies pada permukaan pits dan fissures tidak mudah, karena sulitnya membedakan karies yang terjadi dengan anatomi normal gigi, karena perubahan warna tidak selalu berarti sebuah kavitas. Untuk menetapkan diagnosis pits dan fissures ada tiga faktor yang harus diperhatikan, yaitu dasar kavitas pits atau fissures lunak, perubahan warna di sekitar permukaan pits
atau fissures menjadi lebih putih sebagai tanda adanya remineralisasi email, dan permukaan email yang lunak pada pits atau fissures dapat terangkat pada waktu dibersihkan (Robertson, 2006). b. Diagnosis Karies di Permukaan Halus Gigi Karies pada permukaan halus gigi di sisi bukal/labial atau lingual dengan mudah dapat dideteksi, namun karies yang letaknya proksimal sulit dideteksi secara visual atau pada pemeriksaan klinis, sehingga diperlukan pemeriksaan radiologis. Hasil pemeriksaan radiologi dengan foto bite-wing atau panoramik dapat menunjukkan gambaran radiolusen pada sisi proksimal, di bawah titik kontak akibat proses demineralisasi. Penilaian klinis yang tepat harus dilakukan untuk menilai apakah sudah terbentuk kavitas atau belum, sehingga preparasi dan restorasi dapat dilakukan (Robertson, 2006). c. Diagnosis Karies Akar Permukaan akar gigi yang terbuka biasanya terjadi karena retraksi gingiva, sehingga rentan untuk terjadi karies. Perubahan warna pada permukaan akar gigi yang terbuka merupakan tanda yang sering ditemukan dan biasanya disertai proses remineralisasi. Warna yang terjadi mulai dari coklat sampai hitam. Semakin gelap perubahan warna yang terjadi berarti proses remineralisasi semakin kuat. Sebaliknya bila karies akar aktif, ditandai dengan dasar kavitas lunak dan hanya menunjukkan sedikit perubahan warna (Robertson, 2006). 4. Klasifikasi Karies a. Berdasarkan Stadium Karies (dalamnya karies)
Menurut Tarigan (2015) berdasarkan stadium karies, karies gigi dibagi menjadi 3 yaitu : 1) Karies Superficialis Dimana karies baru mengenai enamel saja, sedang dentin belum terkena. Karies superficialis ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Karies superficialis 2) Karies Media Dimana karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin. Karies Media ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Karies Media 3) Karies Profunda Dimana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadangkadang sudah mengenai pulpa. Karies Profunda ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Karies Profunda
b. Berdasarkan Keparahan atau Kecepatan Berkembangnya Menurut Kidd (2005) berdasarkan Keparahan atau Kecepatan Berkembangnya karies dibagi menjadi 3 yaitu : 1) Karies Ringan
Jika yang terkena karies adalah daerah yang memang sangat rentanterhadap karies misalnya permukaan oklusal gigi molar permanen. 2) Karies Moderat/Sedang Jika karies meliputi permukaan oklusal dan proksimal gigi posterior. 3) Karies Parah Jika karies telah menyerang gigi anterior, suatu daerah yang biasanya bebas karies.
5. Penatalaksanaan Karies Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya karies. Mengenali penyebab terjadinya karies merupakan hal terpenting agar mengetahui bagaimana tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya karies tersebut. Pencegahan karies gigi dapat dilakukan dengan cara : a. Mengurangi pertumbuhan bakteri patogen sehingga hasil metabolismenya berkurang. b. Meningkatkan ketahanan permukaan gigi terhadap proses demineralisasi. c. Meningkatkan pH plak.5-7 Untuk mengurangi pertumbuhan bakteri patogen dapat dilakukan dengan membuang struktur gigi yang sudah rusak pada seluruh gigi dengan karies aktif dan membuat restorasi. Salah satu bahan yang efektif untuk mencegah karies adalah sealents. Ada tiga keuntungan penggunaan sealents. Pertama, sealents akan mengisi pits dan fissures dengan resin yang tahan terhadap asam. Kedua, karena pits dan fissures sudah diisi dengan sealents, maka bakteri kehilangan habitat. Ketiga, sealents yang menutupi pits dan fissures mempermudah pembersihan gigi (Ritter, 2013) Penatalaksanaan karies dilakukan dengan cara melakukan identifikasi untuk mengetahui apakah pasien mempunyai karies aktif, apakah pasien termasuk kelompok yang beresiko tinggi mengalami karies. Setelah itu dapat dilakukan pencegahan perkembangan karies lebih luas, serta dilakukan penanganan yang tepat. Pada ilmu kedokteran gigi modern, terdapat perubahan pola penanganan
karies dimana titik berat dari penanganan karies tersebut adalah pada proses pencegahan karies itu sendiri. Program pencegahan dan penatalaksanaan karies adalah proses yang sangat kompleks karena melibatkan banyak faktor. Tingkat keberhasilan dari pencegahan dan perawatan karies gigi, tergantung pada kondisi restorasi yang sudah dilakukan sebelumnya. Permukaan restorasi yang kasar akan menyebabkan terjadinya penumpukan plak, selain itu juga bentuk yang tidak sesuai dengan anatomi gigi akan menyebabkan tidak terjadinya kontak proksimal. Kondisi ini harus segera ditaggulangi atau diganti untuk mencegah terjadinya karies sekunder. Memberikan edukasi kepada pasien tentang penyebab karies dan mengajarkan pasien untuk bertanggung jawab menjaga kebersihan rongga mulut juga sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya keries sekunder dan juga dapat menunjang keberhasilan perawatan karies gigi (Sibarani, 2014) 6. Pencegahan Karies Gigi a. Pencegahan Primordial Tindakan ini ditujukan pada kesempurnaan struktur enamel dan dentin atau gigi pada umumnya. Seperti kita ketahui yang mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan gigi kecuali protein untuk pembentukan matriks gigi, vitamin (vitamin A, vitamin C, vitamin D) dan mineral (Calcium, Phosfor, Fluor, dan Magnesium ) juga dibutuhkan. Pada ibu-ibu yang sedang mengandung sebaiknya diberikan kalsium yang diberikan dalam bentuk tablet, dan air minum yang mengandung fluor karena hal ini akan berpengaruh terhadap pembentukan enamel dan dentin bayi yang akan dilahirkan (Tarigan, 2005). b. Pencegahan Primer Menurut Kidd (2005) hal ini ditandai dengan: 1. Upaya meningkatkan kesehatan (health promotion) Upaya promosi kesehatan meliputi pengajaran tentang cara menyingkirkan plak yang efektif atau cara menyikat gigi dengan pasta gigi yang mengandung fluor dan menggunakan benang gigi (dental floss). 2. Memberikan perlindungan khusus (spesific protection)
Upaya perlindungan khusus yaitu untuk melindungi host dari serangan penyakit dengan membangun penghalang untuk melawan mikroorganisme. Aplikasi pit dan fisur silen merupakan upaya perlindungan khusus untuk mencegah karies
c. Pencegahan Sekunder Pelayanan yang ditujukan pada tahap awal patogenesis merupakan pelayanan pencegahan sekunder, untuk menghambat atau mencegah penyakit agar tidak berkembang atau kambuh lagi. Kegiatannya ditujukan pada diagnosa dini dan pengobatan yang tepat. Sebagai contoh, melakukan penambalan pada lesi karies yang kecil dapat mencegah kehilangan struktur gigi yang luas (Rethman, 2000) d. Pencegahan Tersier Pelayanan ditujukan terhadap akhir dari patogenesis penyakit yang dikenal sebagai pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah kehilangan fungsi dari gigi. Kegiatannya meliputi pemberian pelayanan untuk membatasi ketidakmampuan (cacat) dan rehabilitasi. Gigi tiruan dan implan termasuk dalam kategori ini (Rethman, 2000). B. Kerangka Konsep Karies gigi merupakan salah satu gangguan kesehatan gigi. Karies gigi adalah penyakit infeksi mikroba pada gigi yang mengakibatkan demineralisasi dan kerusakan jaringan keras gigi. Karakteristik pasien seperti usia, jenis kelamin, ras, status ekonomi, pengetahuan / tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap karies gigi. Dalam penelitian ini karakteristik pasien merupakan variabel bebas dan karies gigi merupakan variabel terikat. Penelitian ini akan menggambarkan karakteristik pasien karies yang berobat ke Puskesmas Wedarijaksa I. Kerangka konsep pada penelitian ini ditunjukkan oleh Gambar 4.
Karakteristik pasien : Umur Jenis kelamin status ekonomi /penghasilan Pekerjaan Tingkat pendidikan
Karies Gigi
Gambar 4. Kerangka Konsep
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian Desain penelitian merupakan bentuk rancangan penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian (Setiadi, 2013). Desain penelitian pada penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan case series. Deskriptif mengandung makna bahwa peneliti ingin mengetahui gambaran proporsi atau rerata suatu variabel dimana penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan fenomena-fenomena atau variabel-variabel dalam penelitian (Dahlan, 2013). B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Wedarijaksa I Kabupaten Pati. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2019-Maret 2019. C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Populasi penelitian adalah seluruh data penderita karies gigi yang dating berobat gigi selama tahun 2018 sampai bulan Oktober di Puskesmas Wedarijaksa I Pati, jumlah populasi sebanyak 1206 orang. 2. Sampel Penelitian Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan dijadikan responden atau bagian dari populasi yang akan diteliti atau diukur (Sumantri, 2011). Sampel / subyek penelitian pada penelitian ini adalah pasien karies gigi di Puskesmas Wedarijaksa I yang sedang menjalani rawat jalan. Kriteria inklusi : a. Pasien usia 6-60 tahun b. Pasien karies yang berobat di Puskesmas Wedarijaksa I selama kurun waktu penelitian c. Bersedia mengikuti penelitian
Kriteria eksklusi : a.
Pasien gangguan kejiwaan
Besar sampel dihitung dengan rumus (Lwanga et al, 1997). n=
α 2
Z2 1− .P(1−P) d2
x
N−n N−1
Keterangan : n Z(1-α/2) P d
= = = =
jumlah sampel derajat kemaknaan 95% dengan nilai 1,96 proporsi populasi proporsi absolut atau margin of error yang diinginkan di kedua sisi proporsi (10%) = jumlah anggota populasi.
N
Besar sampel minimal Puskesmas Wedarijaksa I : n=
n=
(1,96)2 (0,5)(1-0,5) 2
(0,1)
x
1206-n 1206-1
1157,76-0,960n 12,05
n=88,99 Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus di atas, didapatkan hasil besar sampel minimal yang diperlukan adalah 88,99 dengan pembulatan ke atas. Dengan demikian diperlukan 90 jumlah sampel minimal agar tercapai tingkat kepercayaan 95%. D. Identifikasi Variabel Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain yakni karakteristik pasien (umur, jenis kelamin, status ekonomi/penghasilan, pendidikan, dan pekerjaan). Variabel terikat adalah variabel yang tidak dapat ditentukan oleh peneliti tetapi hanya dapat ditentukan oleh variabel bebas yaitu karies gigi.
E. Definisi Operasional Variabel 1. Karies gigi adalah suatu proses penghancuran setempat jaringan kalsifikasi yang dimulai pada bagian permukaan gigi melalui proses dekalsifikasi lapisan email gigi yang diikuti oleh lisis struktur organik secara enzimatis sehingga
terbentuk kavitas (lubang) yang bila didiamkan akan menembus email serta dentin dan dapat mengenai bangian pulpa (Dorland, 2010). 2. Karakteristik subjek penelitian berupa jenis kelamin, usia, status sosial, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan durasi sakit. Jenis kelamin adalah perbedaan badani atau biologis pasien. Jenis kelamin dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu laki-laki dan perempuan. Usia adalah lama hidup seseorang yang dihitung dari tahun lahir sampai tahun keikutsertaan menjadi responden penelitian. Data ini dibagi menjadi 4 kelompok usia yaitu 6-12 tahun, 13-21 tahun, 22-49 tahun, dan > 50 tahun. Pendidikan adalah tingkat pendidikan terakhir yang ditamatkan oleh pasien. Pendidikan dibagi menjadi 3 kelompok yaitu pendidikan rendah, menengah dan atas. Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan pasien untuk mendapatkan penghasilan, dibagi menjadi 2 kelompok yaitu bekerja dan tidak bekerja. Penghasilan adalah hasil berupa uang yang didapatkan setelah melakukan pekerjaan, dibagi menjadi 2 kelompok < UMR dan > UMR. 3. Prevalensi adalah angka yang memperlihatkan jumlah penderita atau penyakit karies gigi.
F. Metode Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari bagian rekam medik Puskesmas Wedarijaksa I selama bulan Pebruari- April 2019. G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian Tahapan penelitian ini adalah : 1. Tahap persiapan Mengurus perijinan ke Puskesmas Wedarijaksa I 2. Tahap Pelaksanaan Pengumpulan data dilakukan secara prospektif dengan mengambil data pasien karies yang akan digunakan sebagai sampel penelitian di puskesmas Wedarijaksa I 3. Tahap Akhir Pengolahan data, analisa, dan presentasi hasil pembuatan laporan.
H. Analisis Data Data yang terkumpul diolah dengan menggunakan komputer program SPSS. Data univariat dianalisa secara deskriptif dan data bivariat dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square pada taraf nyata 0,05 yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, diagram pie, dan diagram batang.
I. Jadwal Penelitian NO
1
2
3
Kegiatan
Tahap persiapan penelitian a. Penyusunan dan pengajuan judul b. Pengajuan proposal c. Perijinan penelitian Tahap pelaksanaan a. Pengumpulan data b. Analisa data Tahap penyusunan laporan
2018-2019 Nov des Jan Peb Mar Apr Mei Jun 18 18 19 19 19 19 19 19
DAFTAR PUSTAKA
Angela, 2005, Pencegahan Primer Pada Anak Yang Berisiko Karies Tinggi. Dental Journal. 38(3):130-134 Anitasari, S., Rahayu, N. E., 2005, Hubungan frekuensi menyikat gigi dengan kebersihan gigi dan mulut siswa sekolah dasar negeri di kecamatan palaran kotamadya Samarinda propinsi Kalimantan Timur. Diunduh dari http://www.journal.unair.ac.id, pada 15 Oktober 2018 Asse R. 2010. Kesehatan Gigi dan Dampak Sosialnya (Catatan dari Maratua). from kesehatan. kompasiana.com: http://kesehatan.kompasiana. com/medis/2010/11/23/kesehatan-gigi-dandampak-sosialnya-catatan-dari maratua-320506. Html Cameron, Angus C., Richard P Widmer. 2008. Handbook of pediatric dentistry. China: Elsevier. Edisi 3. Hal 49 Chemiawan E, Gartika M, Indriyanti R. 2004. Perbedaan prevalensi karies pada anak sekolah dasar dengan program UKGS dan tanpa UKGS. Laporan Penelitian. Bandung: Universitas Padjadjaran Bandung. hlm. 2-5 Departemen Kesehatan R.I. Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Direktorat Kesehatan Gigi; Profil Kesehatan Gigi Dan Mulut Di Indonesia Pada Pelita VI. Jakarta, th 1999, halaman 17 – 69. Depkes RI, 2009, Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Provinsi Jawa Tengah 2007, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes RI, Jakarta Dorland, W.A.N, 2010, Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 31, Hoboken, NJ: EGC. Featherstone, J.D., 2008, Dental caries: a dynamic disease process, Aust Dent J. 2008 Sep;53(3):286-91 Fejerskove, O., Nyvad, B., Kidd, E., 2008, Dental Caries: The Disease and its Clinical Management, 3rd Edition, Willey Blackwell, Amerika Ferraz, MJPC., Quelus, DPQ., Alves, M.C., Santos, CCG. dan Matsui, M.Y., 2011, Caries Experience Associated to Social and Preventive Factors in Children of Pastoral Community from Limeira-SP, Braz J Oral Sci., 10 (2): 152-157 Heyman, G.C., 2013, A Contemporary Review of White Spot Lesions in Orthodontics, Journal of Esthetic and Restorative Dentistry Kementrian Kesehatan RI, 2007, Riset Kesehatan Dasar, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta Kementrian Kesehatan RI, 2013, Riset Kesehatan Dasar, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta Kidd,EAM, and Bechal,SJ. (1992). Dasar-dasar Karies, Penyakit dan Penanggulangannya. Alih Bahasa Narlan Sumawinata & safrida Faruk. Penerbit EGC. Jakarta. Kidd, E. A. M., Smith, B. G. N., dan Watson, T. F., 2003, Pickard’s Manual of Operative Dentistry, 8 th ed., Oxford University Press, New York, 6.
Kumala P, dkk. 2006. Kamus Saku Kedokteran Dorland, EGC, Jakarta Lakhanpal, M., Chopra, A., Rao, N.C., Gupta, N., dan Vashisth, S., 2014, Dietary Pattern, Tooth Brushing Habits and Caries Experience of School Children in Panchkula District, India, Ann Public Health Res 1(1): 1001 (2014) Lida, H., Auinger, P., Billing, R.J. dan Weitzman, M., 2007, Association Between Infant Breastfeeding and Early Childhood Caries in Tha United States, Pediatrics, 120: e944-e952 Magfirah, A., Widodo, Rachmadi, P., 2014, Efektivitas Menyikat Gigi Disertai dengan Dental floss Terhadap Penurunan Plak, Dentino, Jurnal Kedokteran Gigi, Vol II. No 1. Maret 2014. Marsh P. D. Dental Plaque As A Biofilm and A Microbial CommunityImplication For Health and Disease. BMC Oral Health. 2006; 6 (Suppl 1). http://creativecommons.org/lisence /by/2.0 Ningsih, D.M., Hutomo, L.C., Rahaswanti, L.W., 2013, Gambaran Perilaku Menggosok Gigi Terhadap Kejadian Karies Gigi Pada Anak Usia Sekolah Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Sidemen Kecamatan Sidemen Kabupaten Karangasem Pada Juni-Juli 2013, (online) https:// ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/12685, diakses pada 15 Oktober 2018 Notohartojo, I.T., dan Ghani L., Pemeriksaan Karies Gigi pada Beberapa Kelompok Usia oleh Petugas dengan Latar Belakang Berbeda di Provinsi Kalimantan Barat , Pusat Teknologi Terapan dan Epidemiologi Klinik, Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 43, No. 4, Desember 2015 : 257-264 Nurhidayat, Oki., Tunggul P, Eram., & Wahyono, Bambang. (2012). Perbandingan Media Power Point Dengan Flip Chart Dalam Meningkatkan Pengetahuan kesehatan Gigi Dan Mulut. http://journal.unnes.ac.id/sju/index.ph p/ujph/article/view/179/187 diperoleh tanggal 10 Oktober 2018
Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat: pencegahan dan pemeliharaanya. Ed.I. Medan: USU Press. 2008:4-5,21. Ritter. A., Edward J Swift, 2013. Sturdevant’s Art and Science of Operative Dentistry 6th Edition, Elsevier. Canada Robertson, A., Kohler, B., Bankel, M., Caries and Associated Factor in Grup of Swedish Children 2-3 years of age, SWed Dent J, 30 (4): 137-146 Shaffer JR, Wang X, Feingold E, Lee M, Begum F, Weeks DE, Cuenco KT, Barmada MM, Wendell SK, Crosslin DR, Laurie CC, Doheny KF, Pugh EW, Zhang Q, Feenstra B, Geller F, Boyd HA, Zhang H, Melbye M, Murray JC, Weyant RJ, Crout R, McNeil DW, Levy SM, Slayton RL, Willing MC, Broffitt B, Vieira AR, Marazita ML, 2012, Genome-wide association scan for childhood caries implicates novel genes. J Dent Res 2012;90:1457-1462. Sherwood, I. A., 2010, Essentials of Operative Dentistry, Jaypee Brothers Medical Publisher, New Delhi, 114, 126. Sihombing, J., 2007, Karakteristik Pasien Karies Gigi yang Berobat di RSU dr Pirngadi Medan Tahun 2007, Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatra Utara, Medan.
Sukmawati, B.I., 2016, Gambaran Karies dengan Menggunakan DMF-T pada Masyarakat Peisisir Pantai Takisung Kecamatan Takisung Kabupaten Tanah Laut, Jurnal Kedoteran Gigi, Vol I. No 2. September 2016 Tampubolon, N.S., 2005, Dampak Karies Gigi dan Periodontal Terhadap Kualitas Hidup, Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap, Universitas Sumatra Utara, Medan. Tarigan, R,2015, Karies Gigi, EGC, Jakarta Tulangow, J.T., Ni, W.M., Cristy, M., 2013, Gambaran Status Karies Murid Sekolah Dasar Negeri 48 Manado berdasarkan status sosial ekonomi orang tua, Jurnal e-Gigi, 1 (2), 85-93 WHO. 2012. Oral health http://www.who.int/ mediacentre/factsheets/fs318/en/ diakses pada 15 Oktober 2018 Widayati, N., 2014, Faktor yang Berhubungan dengan Karies GIgi Anak Usia 4-6 Tahun, Epidemiologi Vol 2 No 2, Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Surabaya (online) https:// ejournal.unair.ac.id/JBE/article/download/175/45, diakses pada 15 Oktober 2018