EFEKTIFITAS EKSTRAK BAWANG PUTIH (ALLIUM SATIVUM) SEBAGAI ANTIBIOTIC TERHADAP BAKTERI SALMONELLA TYPHI SECARA IN VITRO
Proposal Penelitian Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran
Disusun oleh: A St Nabila Nurfajri P Parawansa 11020140121
Pembimbing: Dr. dr. Nurelly Noro Waspodo, Sp. KK dr. Mona Nulanda, SpOG.M.Kes
1
JUDUL EFEKTIFITAS EKSTRAK BAWANG PUTIH (ALLIUM SATIVUM) SEBAGAI ANTIBIOTIC TERHADAP BAKTERI SALMONELLA TYPHI SECARA IN VITRO
BAB I PENDAHULUAN 1.1 . Latar Belakang Saat ini sangat banyak berkembang pengobatan alternatif dengan menggunakan herbal, salah satunya adalah bawang putih. Bawang putih mempunyai spektrum anti mikroba yang lebar sehingga dapat membunuh bakteri gram negative dan bakteri gram positif. Dari hasil riset telah membuktikan hal-hal sebagai berikut : 1) jus bawang putih diteliti dapat membunuh bakteri flora normal intestinal yang menjadi pathogen; 2) bawang putih dapat mengatasi bakteri-bakteri yang telah resisten terhadap antibiotik; 3) kombinasi bawang putih dan antibiotik dapat bekerja secara sinergis sebagian atau menyeluruh; 4) secara sempurna dapat mengurangi ristensi bakteri telah terbukti dalam penelitian berulang kali; 5) bahkan toksin yang dihasilkan bakteri dapat dihambat oleh bawang putih.(1) Bawang putih memiliki kandungan biologi dan farmakologi seperti, anti jamur, anti bakteri, anti inflamasi, anti trombotik, dan sifat hipokolesterolemik. Efektifitas bawang putih dalam menghambat dan membunuh
bakteri
disebabkan
oleh
diallydisulphide
(DADS)
dan
2
diallytrisulphide (DATS) yang dihasilkan oleh alisin. Alisin adalah produk dari aktivitas enzim alisinase (sistein sulfoksidase liase). Apabila bawang putih dihancurkan atau dipotong-potong maka allinase akan mengkonversi alliin menjadi allicin. Senyawa tersebut bekerja dengan mereduksi sistein dalam tubuh bakteri yang kemudian ikatan disulfide dalam proteinnya akan terganggu.(2) (3)(4) Efektifitas bawang putih juga telah dibuktikan oleh Hindi (2003) dan Nugroho Tristayanto yang menyatakan bahwa ekstrak bawang putih dapat menghambat bakteri pathogen salah satunya adalah bakteri gram negative yaitu salmonella typhii. Salmonella typhi merupakan salah satu penyebab infeksi tersering di daerah tropis, khususnya di tempat-tempat dengan higiene yang buruk.(5) (6) Salmonella typhi merupakaa bakteri berbentuk batang, berukuran 0,71,5µm x 2,0-5,0 µm, bersifat Gram negatif sehingga memiliki komponen outer layer (lapisan luar) yang tersusun dari LPS (lipopolisakaria) dan dapat berfungsi sebagai edotoksin, bergerak enga flagel peritrik, dan tidak membentuk spora.(7) Salmonella typhi adalah parasit intraseluler fakultatif, yang dapat hidup dalam makrofag dan menyebabkan gejala-gejala gastrointestinal hanya pada akhir perjalanan penyakit, biasanya sesudah demam yang lama, bakteremia dan akhirnya lokalisasi infeksi dalam jaringan limfoid sub mukosa usus kecil.(7) Salmonella typhi (S. typhi) merupakan kuman pathogen penyebab demam tifoid, yaitu suatu penyakit infeksisistemik dengan gambaran demam
3
yang berlangsung lama, adanya bakteremia disertai inflamasi yang dapat merusak usus dan organ-organ hati.(8) Demam tifoid dan demam paratifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman Salmonella typhi dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Penyakit ini termasuk penyakit menular endemik yang dapat menyerang banyak orang dan masih merupakan masalah kesehatan di daerah tropis terutama di negara-negara sedang berkembang.(9) Penyakit
demam
tifoid
WHO
(World
Health
Organisasion)
memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus per tahun dengan 600.000 kasus meninggal dunia dikarenakan demam tifoid. Di Indonesia sendiri, penyakit demam tifoid bersifat endemik, angka penderita demam tifoid di Indonesia mencapai 81% per 100.000.(10) Prevalensi demam tifoid di Indonesia berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 adalah sebesar 1,60%. Prevalensi demam tifoid pada kelompok usia sekolah (5 ̶14 tahun) yaitu sebesar 1,9%, sedangkan terendah pada bayi yaitu sebesar 0,8%.10 Ditemukan juga anak laki-laki lebih banyak menderita demam tifoid dibanding dengan anak perempuan.(11) Saat ini pengobatan antibiotic untuk demam tifoid adalah ampisilin, kloramfenikol, dan kotrimoksazol. Kloramfenikol
merupakan
drug of
choice untuk infeksi salmonella, selain harganya yang murah keampuhan kloramfenikol pada pengobatan demam tifoid telah di akui berdasarkan
4
efektifitasnya. Setelah bertahan selama 25 tahun, dilaporkan adanya penelitian bahwa adanya strain salmonella typhii yang resisten terhadap kloramfenikol. Saat ini dilaporkan banyak kasus resisten dengan banyak obat (multidrugs resisten). (12)(13)(14) Oleh karena itu, penelitian ini akan dilakukan untuk mengetahui efektivitas larutan bawang putih (Allium sativum) terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella typhi secara in vitro. 1.2. Rumusan Masalah Untuk mengetahui apakah ekstrak bawang putih (Allium sativum) dapat digunakan sebagai antibiotic terhadap bakteri Salmonella typhi. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hambatan ekstrak bawang (allium sativum) terhadap pertumbuhan bakteri salmonell typhi 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui besar hambatan ekstrak bawang putih (Allium sativum) terhadap pertumbuhan bakteri (salmonella typhi) dengan pemberian ekstrak bawang putih konsentrasi 55%; 2. Untuk mengetahui besar hambatan ekstrak bawang putih (Allium sativum) terhadap pertumbuhan bakteri (salmonella typhi) dengan pemberian ekstrak bawang putih konsentrasi 75%;
5
3. Untuk mengetahui besar hambatan ekstrak bawang putih (Allium sativum) terhadap pertumbuhan bakteri (salmonella typhi) dengan pemberian ekstrak bawang putih konsentrasi 100% 1.4. Manfaat Penelitian A. Untuk Masayarakat Hasil peneitian ini diharapkan dapat menambah pngetahuan masyarakat
bahwa
bawang
putih
memiliki
pengaruh
dalam
menghambat pertumbuhan bakteri.
B. Untuk Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi tambahan dalam bidang ilmu Mikrobiologi;
Hasil penelitian ini dapat mnjadi sumber referensi bagi yang tertarik dalam penelitian tanaman obat.
C. Untuk Penelti
Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan mengenai daya hambat ekstrak bawang (Allium sativum)
terhadap bakteri
Salmonella typhi;
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi untuk melakukan peneltian lebih lanjut mengenai daya hambat ekstrak bawang putih (Allum sativum) terhadap bakteri Salmonella typhi
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori 2.1.1. Morfologi dan Klasifikasi Bawang Putih (Allium sativum) Bawang putih adalah tanaman herba semusim yang memiliki ketinggian sekitar 60 cm. Daun berupa helai-helai seperti pita memanjang ke atas dan jumlah daun yang dimiliki oleh tiap tanamanya dapat mencapai 10 buah. Batangnya memiliki panjang sekitar 30 cm tersusun daun yang tipis. Akar terletak di bagian dasar umbi berbentuk cakram. Sistem perakarannya akar serabut, pendek, menghujam ke tanah. Siung dan umbi bawang putih berada tepat di antara daun muda dekat pusat batang pokok, terdapat tunas, dan dari tunas inilah umbi-umbi kecil yang disebut siung muncul.(3) Klasifikasi bawang putih, yaitu : (3) Divisio
: Spermatophyta
Sub division
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Bangsa
: Liliales
Suku
: Liliaceace
Marga
: Allium
Jenis
: Allium sativum
7
Gambar 1. Bawang Putih (sumber: tipssehat.web.id) 2.1.2. Kandungan Bawang Putih Sebagaimana kebanyakaan tumbuhan lain bawang putih mengandung, lebih dari 100 metabolit sekunder yang secara biologi sangat berguna. bawang putih mengandung sekitar 65 % air, 28 % karbohidrat, 2,3 % senyawa organosulfur, 2% protein, 1,2% asam amino dan 1,5% serat.(15)(16) Kandungan gizi bawang putih:
Tabel.1 (Syamsiah dan Tajudin 2003)(3) Dalam bawaang putih terdapat banyak komponen, dimana sebagian besar mengandung sulfur. Komponen yang mengandung
8
sulfur yang analog (dapat disamakan) alcohol dan fenol. Komponen sulfide yang analog dengan eter disebut tioeter atau sulfide. (14) Sulfur dapat membuat ikataan tambahaan dengan atom lain dan dapat membentuk ikatan kuat denga oksigen, sedangkan sulfide dapat teroksidasi menjadi sullfoksida dan sulfon. Dari γ-glutamil-Salk(en)il-L-sistein akan menghasilkan dua jalur pembentukan, yaitu S-allil sistein (SAC) dan thiosulfinat. Thiosulfinat ini yang akan menhasilkan
senyawa
allisin.
Allisin
merupakan
precursor
pembentukan allil sulfide seperti diallil disulfide (DADS), diallil trisulfida (DATS), dialil sulfide (DAS), metilsulfida dan allil metil sulfida. Ketika bawang putih di iris-iris atau dihaluskan, enzim allinase menjadi aktif dan menghidrolisis allin menghasilkan asam allil sufenat yang kemudian mengalami kondensaso dan menhasilkan allisin, asam piruvat dan inon NH4+.(14)
Gambar.2 jalur pemecahan γ-glutamil-S-alk(en)il-L-sistein (sumber: Hernawan et al,. 2003) (14)
9
a. Allisin (c6H10OS)
Allisin merupakaan salah sau komponen aktif utama yang terkandung dalam bawang putih yang mempunyai efek antibakteri, antioksidan, dan antikarsinogenik. Allisin berhasil disintesis dari bawang putih mentah yang telah dihancurkan terlebih dahulu. Allisin terbentuk dari reaksi antara enzim allinase dan suatu bahan asam amino nonprotein yang disebut allin.(17) Allisin merupakan bahan cair berminyak yang berwarna kuning, dimana gugus SO yang dimilikinya menyebabkan bau khas pada bawang putih. Allisin bersifat tidak stabil, dimana allisin hanya bertahan sebentar dan mulai berdegradasi pada saat terbentuk. Pada saat terurai, allisin akan mengambil oksigen dan berubah menjadi bahan kimia yang kaya akan sulfur. Allisin tidak stabil dapat terurai saat penyulingan atau hidrolisis dengan air atau natrium karbonat membentuk senyawa polisulfida, dialil disulfide, yang menyebabka bau tidak enak dari minyak astrinya. (18) a) Diallil Disulfida (C6H10S2) Diallil
disulfida
mempunyai
berat
molekul
146,3
merupakan suatu bentuk cairan dan volatile yang berwarna kuning. Bahan ini merupakan campuran organosulfur lipofilik,
10
bersifat antikarsinogenik, aktif di dalam beberapa jaringan terutama mikroson hati. Diallil disulfide juga merupakan komponen sulfide dalam bawang putih yang dapat digunakan sebagai obat cacing(19) b) Diallil Trisulfida (C6H10S3) Diallil trisulfida mempunyai berat molekul 178,34 dengan kemurnian 95%. Kegunaan dari diallil trisulfida antara lain dapat membantu mengatur kadar glukosa dalam darah, sebagai antimikroba, digunakan untuk campuran dalam insektisida dan larvasida untuk membunuh hama dan larva yang mengganggu tanaman. (20) c) Diallil Tetrasulfida (C6H10S4) Diallil tetrasulfida juga merupakan salah satu komponen dalam bawang putih yang ditemukan melalui destilasi fraksinasi. Diallil tetrasulfid merupakan suatu bahan yang berbentuk air berminyak berwarna kuning, bersifat volatil, berbau, dan tidak optis. Diallil tetrasulfida mempunyai kegunaan diantaranya untuk mengobati batuk / asma dan bronkhitis kronis. (21)(22) d) Metil Allil Trisulfida Metil allil trisulfida merupakan salah satu komponen sulfida dalam bawang putih yang terbentuk dari pemecahan langsung allisin yang diakibatkan oleh panas. Metil allil
11
trisulfida sangat efektif untuk mengurangi kecenderungan penggumpalan trombosit. Komponen – komponen bawang putih ini secara umum bersifat antibiotik, antioksidan, antikanker, antiparasit, sehingga dapat digunakan untuk mencegah penyakit jantung, kanker, rematik, dan juga dapat digunakan untuk mencegah pembekuan darah, serta berguna untuk membantu mengeluarkan racun dari dalam tubuh kita.(21) 2.1.3. Manfaat Bawang Putih Secara klinis bawang putih telah dievalusi manfaatnya dalam berbagai hal, termasuk sebagai pengobataan untuk hiprtensi, hiperkolestrolemia, diabetes, rheumathoid arthritis, demam atau sebagai pencegah atherosklerosi dan juga sebagai penghambat tumor.(23) Efek bawang putih bagi kesehatan tubuh kita seperti, proses oksidasi sel kangker karena komponen sulfur dalan bawang putih juga dipercaya memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan tumor, selain itu Dially disulfide (DADS) juga memiliki potensial bersifat protektif terhadap pasien yang mengida osteoporosis. (14) Efek antibakteri, minyak yang mudah menguap dari bawang putih bisa menghasilkan efek bakterisidal yang kuat. Dalam larutan air 0,5% , bawang putih dapat mematikan basilus tipus. Getah bawang putih, ekstrak bawang putih dan alisin semuanya tampaknya memiliki
12
efek bakterisidal. Dalam medium cair, bawang putih dapat menghambat
pertumbuhan
basilus
tuberkulosis
tetapi
efek
bakteriostatis bisa berkurang dengan adanya serum. (23) Efek antiprotozoal dan antitrikromonal, Amuba menjadi tidak aktif setelah bersenuhan dengan larutan bawang putih berkadar 515%. Getah bawang putih bisa membunuh semua trikomonas dalam tabung-tabung percobaan dalam waktu 15-25 menit dan komponen yang mudah menguap bisa membunuh mereka dalam waktu 90-180 menit. Filtrat bawang putih 0,5% bisa mencegah motilitas (spontanitas dan kebebasan bergerak) Trikomonas vaginalis. (23) Bawang putih juga memiliki banyak potensi sebagai agen anti mikroba terutama umbinya. Bawang putih mampu membunuh mikroba penyebab tuberkulose, dipteri, typhoid, disentri dan gonorhoe. Fungsi bawang putih dalam menghambat pertumbuhan bakeri gram positif dan negative. Diallydisulphide (DADS) dan diallytrisulphide (DATS) yang dihasilkan oleh alisin merupakan kandungan bawang putih yang sangat berpotensi sebagai antibakteri, dengan cara meredeuksi sistein dalam bakteri. (12) 2.1.4. Mekanisme Antibakteri Bawang Putih Daya antibakteri bawang putih dikatakan lebih poten terhadap bakteri gram positf dibandingkan bakteri gram negatife, ini kemungkinan kemampuan
karena untuk
bakteri-bakteri memproduksi
gram
suatu
negative
enzim
yang
mmiliki dapat 13
menonaktifkan fitokonstituen dan komponen bioaktif yang dimiliki ekstrak bawang putih.(4) Alisin merupakan kandungan sulfur yang terkandung di dalam bawang putih yang sebagai bahan aktif yang berperan dalam efek antibakteri bawang putih. Zat inilah yang memiliki aktivitas antibakteri dengan spectrum yang luas. Bawang putih memiliki aktivitas antibakteri untuk melawan bakteri gram negative maupun gram positif. Juga dibuktikan oleh hindi (2013) yang menyatakan bahwan ekstrak bawang putih (Allium sativum) dapat menghambat bakteri
pathogen
diantaranya
5
bakteri
gram
positif
yaitu
staphylococcus aureus, staphylococcus epidermidis, streptococcus pyogens,streptococcus pneumonia, enterococcus faecalis dan 9 bakeri gram negative
yaitu pseudomonas aerugenosa, pseudomonas
fluresence, proteus vulgaris, proteus mirabilis, eschercia coli, enterobacter aerugenes, klebsiella pneumonia, salmonella typhi, Acinetobacter. (4)(24) Adanya kerusakaan pada umbi bawang yang ditimbulkan dari dipotongnya atau dihancurkan bawang putih akan mengaktifkan enzim Allinase yang akan memetabolisme allin menjadi allisin. Allisin merupakan precursor pembentukan alil sulfide, misalnya dialil sulfida (DADS) dan Dalil trisulfida (DATS). Pada saat allisin disimpan pada suhu 200c selama 20 jam, ternyata mengalami perubahaan menjadi DADS (66%). Allisin memiliki sifat kurang
14
stabil, oleh kaena itu, dalam beberapa jam dalam suhu ruangan, akan mengalami metabolism menjadi dyalildisulfide atau yang disebut ajoene. Senyawa sulfur ini memiliki aktifitas antibakteri yang bekerja dengan mekanisme yang sama allisin, namun memiliki potensi yag lebih kecil daripada allisin. Bawang putih juga mengandung komponen minyak atsiri, yang juga meiliki aktivitas antibakteri yang bekerja dengan mekanisme menghambat pembentkan membrane sel bakteri. Namun potensi, minyak atsiri sebagai antijamur dikenal jauh lebih besar dibanding potensinya sebagai antibakteri.(4) (25) 2.1.5 Pengaruh Allisin terhadap bakteri Salmonella typhi Allisin yang baru akan muncul apabila sebuah bawang putih mengalami kerusakaan sel akibat di potong atau ditumbuk, maka akan terjadi pelepasaan enzin allinase yang dengan cepat memecahk ikatan karbon dan sulfur allin untuk membentuk sulfenic acid. Dan senyawa ini dengan segera akan berkondensasi menjadi allisin. Cara senyawa ini bekerja dengan mereduksi sistein dalam bakteri yang akhirnya menggangu ikatan disulfida dalam protein bakteri.(18) Senyawa allisin dikenal mempunyai daya bakteriostatik dan bakteriosidal yang kuat. Efek antibakteri allisin bekerja dengan cara mengikat kelompok sulfidril, yaitu gugusan- SH dan disilfuda yang terikat pada protein dan merupakan enzim penting untuk metabolisme sel bakteri serta merupakaan gugus yang penting untuk proliferasi
15
bakteri atau sebagai stimulator spesifik untuk multiplaksi sel bakteri.(18) Senyawa sulfur dari bawang putih juga memiliki efek anti bakteri, dengan cara mengubah reaksi senyawa tiol pada enzim bakteri dan protein lainnya serta RNA dan DNA polymerase (dibutuhkan untuk replikasi kromosom bakteri) sehingga menganggu metabolism bakteri, virulensi, dan pertumbuhannnya.(4) (25) 2.1.5. Komponen khusus bakteri gram Negatif dan Positif Komponen pada bakteri gram positif kebanyakan dinding selnya mengandung cukup banyak asam teikoat dan asam teukuronat, bahan bahan ini merupakn polimer yng larut dalam air, mengandung residu ribitol attau gliserol yang bergbung mellui ikatan fosfodiester. Fungsi asam teikoat ini dapat mengikat ion magnesium ke dalam sel. Mereka juga berperan dalam fungsi normal selubung sel, sehingga penggantian koli oleh etanolamin sebagai komponen asam teikoat pada pneumokokus menyebabkan sel tahan terhadap autolysis dan kehilangan kemampuanya untk melakukan transformasi DNA. Selain itu terdapat juga polisakarida pada beberapa spesies tertentu yang dapat menghasilkan gula netral yang digunakan sebagai subunit poliakarida dalam dinding sel.(12) Sedangkan pada bakteri gram
negative memiliki tiga
komponen yaitu: lipoprotein, membrane luar, dan ipopolisakarida. (1)Lipoprotein dilihat dari jumlahnya merupakan protein yang paling
16
banyak ditemuka di sel ram negative (=700.000 molekul per selnya) yang memiliki fungsi untuk menstabilkan membrane luar dan merekatkannya ke lapisan peptidoglikan.(2) Membran luar merupakan struktur berlapis ganda yang menyebabkan molekul antibiotic yang besar relative lambat saat menembus membrane luar yang menyebabkan bakteri gram negative relative lebih resisten terhadap antibiotic. (3) Lipopolisakarida pada dinding sel gram negative tersusun atas lipid kompeks yang disebut lipid A, yang melekat sebuah ppolisakarida yang terbentuk dari sebuah inti dan sebuah rangkain terminal dari unit yang berulang.(12)
2.1.6. Morfologi dan Taksonomi Salmonella typhi Taksonomi Salmonella typhi :(12) Kingdom
: Bacteria
Filum
: Proteobacteria
Ordo
: Gamma Proteobacteria
Class
: Enterobacteriales
Family
: Enterobacteriaceae
Genus
: Salmonella
Spesies
: Salmonella typhi
17
Gambar 3. Morfologi Salmonella typhi (sumber: http://textbookofbacteriology.net/salmonella.html ) Salmonella typhi merupakan bakteri gram negatife berbentuk basil, bergerak, tidak berkapsul, tidak memiliki spora, tetapi memiliki fimbria, bersifat aerob dan anaerob fakultatif. Ukuran antara(2-4) x 0.6 um. Suhu optimum untuk tumbh adalah 37oc dengan PH antara 68. Basil ini dapat dibunuh dengan pemanasaan suhu 60oc selama 1520 menit, pasteurisasi, endidihn, dan khlorinisasi.(12)
2.1.7. Struktur Antigen Salmonella typhi Salmonella
typhi
adalah
bakteri
anggota
familia
Enterobacteriaceae. Berdasarkan formula antigennya, Salmonella typhi memiliki struktur antigen yang kompleks, digolongkan berdaarkan lebih dari 150 antigen somatic O (liposakarida) yang tahan panas, lebih dari 100 antigen Vi (Kapsular) yang tidak tahan panas, dan lebih dari 50 antigen H (flagella). Antigen O adalah bagian terluar dari lipopolisakarida dinding sel terdiri dari unit polisakarida yag berulang. Antigen O resisten terhadap panas dan alcohol dan biasanya terdeteksi oleh aglutinasi
18
bakteri. Antibodi terhadap antigen O terutama IgM. Tipe O spesifik sangan sering I temukan pada diare dan infeksi saluran kemih.(26) Antigen Vi merupakan antigen yang permukanya bersifat termolabil, terletak di luar antigen O. Antigen Vi dapat menggagu aglutinasi dengan antiserum O, dan antifagostik berperan dalam menentukan factor virulensi S.typhi. selain itu juga dapat digunakan utuk serotipe S.typhi di laboratorium. Antigen Vi dalam S.typhi penting
dalam
mencegah
opsonisasi
mediasi-antibodi
dan
komplemen-mediasi lisis. Dengan induksi pelepasan sitokin dan migrasi sel mononuclear, organism S.typhi akan menyebar melalui sistem retikuoendotelial terutama ke hati, limpa da sum sum tulang. (26)(27)
Antigen H terdapat pada flagel, antigen ini dipertahankan dengan membei formalin pada varian bakteri yag motil. Antigen H beraglutinasi dengan antibody anti-H, terutama IgG. Dalam antigen H terdapat fungsi sekuens asam amino pada protein flagel. Antigen H pada permukaan bakteri dapat menggangu aglutinas dengan antibody anti-O.(26) 2.1.7. Patogenesisi Salmonella typhi Penularaan bakteri salmonella typhi ke manusia memlalui makanan
dan
minuman
atau
yang
tercemar
dengan
fases
manusia.sebagian kuman dapat dimusnakan di lambung oleh asam lambung. Sebagian lolos masuk ke dalam usus dan berkembang biak.
19
Bila respon imunitas hormonal mukos (IgA) usus kurang baik, maka kuman salmonella typhi akan menembus sel-sel epitel (terutama selM) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagositosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Selanjutnya kuman di bawa ke plaque pyeri ileum distal dan ke kelejar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus toraikus kuman yang terdapat di dalam makrpfag ini masuk ke dalam sirkulasi
darah
(mengakibatkan
bakteriema
pertama
yang
asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama limpa dan hati. Di organ inilah kuman salmonella typhi meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudia berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjunya masuk ke sirkulasi darah mengakibatkan bakteriema yang kedua kalinya yang disertai gejala yang muncul.(28) Kuman dapat masuk ke kantung empedu, berkembang biak dan bersama cairan empedu disekresikan secara intermitten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman salmonella typhi dikeluarkan melalui faes dan sebagian masuk lagi ke sirkulasi setelah menembus usus. (28)
2.1.8. Ekstraksi Ekstraksi adalah pemisahaan suatu atau beberapa bahandari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi juga merupakan proses pemisahaan satu atau lebih komponen dari suatu
20
campuran homogeny menggunakan pelarut sebagai agen. Berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi, dapat dibedakan dua macam ekstraksi yaitu : 1. Ekstraksi padat-cair jika substansi yang diekstraksi terdapat di dalam campurannya yang berbentuk padat. Proses ini paling banyak ditemui di dalam usaha untuk mengisolasi suatu substansi yang terkandung di dalam suatu bahan alam. Syarat-syarat yang harus di penuhi untuk mencapai kerja ekstraksi pada ekstraksi padat-cair, yaitu: (29)(30) 1) Karena perpindahaan massay berlangsung pada bidang kontak antara fase padat dan fase cair, maka bahan itu perlu memiliki permukaan yang luas 2) Kecepataan alir pelarut sedapat mungkin besar dibandingkan dengan laju alir bahan ekstraksi. 3) Suhu yang lebih tinggi (vikositas pelarut rendah, kelarutan ekstrak lebih besar) pada umumnya menguntungkan unjuk kerja ekstraksi. a) Maserasi Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan mengguanakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pda temperature reangan. Ini bertujuan untuk menarik zat zat berkhasiat yang tahan pemansaan maupun tidak tahan panas. Metode ini
21
dilakukan dengan memasukan serbut tanaman dan pelarut yang sesuai ke dalam wadah inert yang tertutup rapat. Proses ekstraksi dihentikan apabila tercapai keseimbangn antara
konsentrasi
senyawa
dalam
pelarut
dengan
konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan penyaring. Metode Maserasi umumnya menggunakan pelarut non air atau pelarut non-polar. Simplisia yang akan di maserasi direndam dalam pelarut yang dipilih, maka ketika direndam, cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam sel yang penuh dengan zat aktif dan karena ada pertemuan antara zat aktif dan penyari itu terjadi proses pelarutan (zat aktifnya larut dalam penyari) sehingga penyari yang masuk ke dalam sel tersebut akhirnya akan mengandung zat aktif, katakan 100%, sementara penyari yang berada di luar sel belum terisi zat aktif (nol%) akibat adanya perbedaan konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar selini akan muncul gaya difusi.(31) b) Perlokasi Perlokasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru samai semurna yang umumnya dilakukan pada temperature ruangan. Proses terdiri dari tahapaan pengembangaa, tahap meserasi antara,
22
tahap perlokasi sebenarnya terus menerus sapai di peroleh ekstrak (perkolat). (31) 2. Ekstraksi cair-cair jika substansi yang diekstraksi terdapat di dalam campurannya yang berbentuk cair. 2.1.7. Mekanisme Kerja Antibakteri Antibakteri adalah suat zat senyawa yang dapat mematikan dan menghambat pertumbuhan bakteri. Berdasarkan mekanisme kerjanya, mekanisme kerja anti bakteri, yaitu:(27) A. Menghambat metabolisme sel Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya kumn pathogen harus mensintesis sendiri asam folat dari asam amino benzoate (PABA) untuk kebutuhan hidupnya. Apabila obat antibakteri (Sulfonamid tau Sulfon) kuat bersaing dengan PABA untuk diikutsertakan dalam pembenukan asam folat, maka terbenuk analog asam folat yang nonfungsional. Akibatnya, kehidupan bakteri akan terganggu.
B. Menghambat Sintesis Dinding Sel Dinding sel bakteri, terdiri dari polipeptidoglikan yaitu suatu kompleks polimermukopeptida (glikopeptida). Apabila tekanan osmotik dalam sel kuman lebih tinggi daripada di luar sel maka kerusakaan dinding sel kuman akan menyebabkan terjainya lisis. C. Menggangu Keutuhan Membrane Sel
23
Antibiotik bereaksi dengan struktur sterol yang terdapat pada membrane sel sehingga mempengaruhi permeabilitas selektif membran tersebut. Polimiksin sebagai senyawa ammonium kuatemer dapat merusak membran sel setelah
bereaksi dengan
fosfat pada fosfolipid membran sel bakteri. Kerusakaan membran sel yang menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel mikroba yaitu, protein, asam nukleat, nukleotida, dll. D. Menghambat Sintesis Protein Sel Untuk tetap bertahan hidup, sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein. Sintesis protein yang berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Untuk melakukan sintesis protein kedua komponen ribosom 30S dan 50S akan bersatu dengan mRNA mnjadi ribosom 70S. Apabila terbentuk protein yng abnormal karena kode pada mRNA salah dibaca oleh tRNA yang di hasilkan dari ikatan antara 30S dengan antibakteri (Streptomisin) akan mnyebabkan terjadi penghambatan sintesis protein. E. Menghambat Sinteis Asam Nukleat Sel Rifampisin
berikatan
dengan
enzim
polimerase-RNA
sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut. Golongan kinolon menghambat enzim DNa girase pada kuman yng fungsinya menata kromosom yang sangat panjang menjadi spiral hinga bisa muat dalam sel kuman yang sangat kecil.
24
2.1.8. Metode Pengujian Antibakteri Metode yang digunakan dalam menguji senyawa anti bakteri, yaitu : (13) A. Metode Dilusi Metode dilusi dilakukan dengan cara, sejumlah zat antimikroba dimasukan ke dalam medium bakteriologi padat atau cair. Medium akhirnya diinokulasi dengan bakteri yang diuji dan diinkubasi. Uji metode dilusi sangat membutuhkan waktu yang banyak, dan kegunaanya terbatas pada keadaan tertentu. Hasil pengamataan dapat diukur dengan kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunu minimal (KBM). Tujuaan akhir metode dilusi ini adalah untuk mengetahui seberapa banyak jumlah zat antimikroba yang di perlukan untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh bakteri yang diuji. Metode dilusi ini terbagi menjadi beberapa cara, yaitu :(13) 1. Metode Dilusi Cair Metode ini menggunkan antibakteri yang terlebi dahulu harus di encerkan, kemudian bakteri di masukan ke dalam berbagai konsentrasi zat antibakteri yang akan di uji pada media tersebut. Setelah diinkubasi pada suhu 350C selama 24 jam, maka dapat dilihat kekeruhan cairan dan diamati pertumbuhan bakteri.(31) 2. Metode Dilusi Padat
25
Metode dilusi padat ini merupakan metode yang agak sedikit sulit karena menggunakan alat yang canggih. Zat antibakteri yang akan diuji dicamurkan kedalam agar dan diberikan bakteri di permukaanya. Beberapa konsentrasi zat antibakteri yang akan diuji dapat dibagi dengan cara memberi kotak-kotak pada permukaan. Bahan yang telah dicampurkan dan diberi zat anti bakteri diinkubasi selama 24 jam kemudian dapat dilihat dan dihitung pertumbuhan bakteri.(31)
B. Metode Difusi Metode ini merupakan metode yang paling sering digunakan dan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu :(13)
1. Metode Cakram Metode cakram menggunakan kertas filter cakram yang mengandung sejumlah obat tertentu ditemptkan di atas permukaan medium padat yang telah diinokulasi pada permukaan denga organisme uji tertentu.
Metode ini
memerlukan petri dish yang menganung 15-25 ml agar, bakteri selanjutnya di tanam di permukaan. Cakram disk yang mengandung sejumlah obat tertentu yang akan di uji kemudian di tempatkan di tengah agar yang di gunaakan dan diinkubsi selama 24 jam. Kemuin dapat dihitung zona hambat yang
26
terbentuk di sekeliling cakram disk dan dibandungkan dengan antibiotik standardnya. Efektifitas antibakteri dapat dihitung melalui pembentukan zona hambat yang ditunjukan pada table berikut: Diameter Zona
Respon Hambatan Pertumbuhan
>20 mm
Kuat
16-20 mm
Sedang
10-15 mm
Lemah
<10 mm
Tidak ada
Tabel.2 Klasifikasi Respon Hambatan Pertumbuhan Bakteri (sumber: Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI)
2. Metode Parit Metode ini digunaakan dengan cara membuat potongan membujur berbentuk parit pada media agar, kemudian diisikan denga zat antibakteri yang ingin diujikan minimal 6 antibakteri. Agar kemudian diinkubasi dan setellah itu dapat diamati zona hambat yang terbentuk disekeliling.(13) 3. Metode Lubang Metode ini menggunakan alat media agar yang dilubangi setelah itu dierikan anti bakteri yang akan diujikan.
27
Etelah dilakukan masa inkubasi, dapat diamati zona hambat yang terbentuk pada daerah sekeliling lubang.(13)
2.2. Kerangka Teori
Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum)
Allisin
Menghmbat sintesa protein Merusak dinding sel bakteri Menghambat sintesa RNA & DNA Polymerase Menggangu ikatan disulfifa dalam bakteri
Bakteri Salmonella Typhii
Menghambat sintesis RNA & DNA bakteri Menghambat pembentukan membrane sel bakteri Salmonella typhii
28
Menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella Typhi
2.3. Kerangka Konsep
Ekstrak Bawang putih dalam konsentrsi
Konsentrasi ekstrak Lama inkubasi Temperature Media pertumbuhan bakteri Waktu pengamataan bakteri
Kecepataan penghambataan bakteri Lama penyimpanan dan suhu saat pengiriman ke laboratorium
Menghambat prtumbuhan bakteri Salmonella typhi
Bagan 2.2 Kerangka konep
29
Keterangan: : variable independen : variable dependen :variable terkendali :variable tidak terkendali
2.4. Definisi Oprasional 1. Konsentrasi ekstrak bawang putih adalah hasil ekstraksi bawang putih yang di larutkan dengan menggunakan etanol 96% dengan berbagai konsentrasi. 2. Zona hambat Salmonella typhii adalah daerah yang tidak ditemukan pertumbuhan bakteri Salmonella typhii pada sekeliling cakram. 3. Larutan kontrol negatif adalah laurutan kontrol yang berisi aquades steril. 4. Larutan positif dalah larutan kontrol yang brupa kertas cakram yang berisi antibiotic kloromfenikol 5. In Vitro adalah percobaan atau penilitian yang dilakukan tidak dalam hidup organisme tetapi dalam lingkungan terkontrol, misalnya di dalam tabung reaksi atau cawan Petri. 6. Antimikroba adalah zat yang mampu membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
30
7. Konsentrasi minimum penghambataan atau lebih dikenal dengan MIC (Minimum Inhibitort Concentraton) adalah konsentrasi terendah dari antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba tertentu 8. Zona Hambat minimal adalah hambatan terendah pertumbuhan mikrorrganisme pada media agar akibat antibakteri atau antimikroba.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian true experimental post test melalui metode disc diffusion untuk menguji efektivitas pemberian ekstrak bawang putih (Allium sativum) terhadap bakteri Salmonella thypii sebagai salah satu penyebab demam thyfoid secara in vitro.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Fakultas Kedokteran UMI dan Farmasi UMI (laboratorium Fitokimia dan Mikrobiologi) dengan waktu penelitian mulai pemberian judul sampai seleai ujian hasil.
31
3.3 Alat dan Bahan 3.3.1 Alat Penelitian ini menggunakan alat dari laboratorium farmasi UMI, antara lain: Cawan petri, lampu spiritus, mortar dan stamper, ose bulat, jangka sorong, kertas saring, inkubator, pinset, pisau tajam, tabung reaksi, rak tabung, spoit (1 ml, 3 ml, dan 10 ml), gelas ukur 1000 ml, gelas kimia 500 ml, penangas, spektrofotometer, vial, keranjang , handskun, tissue, pinset, sendok tanduk, kaca pengaduk, kertas label, neraca analitik, Erlenmeyer 250 ml, alcoholmeter, seperangkat alat rotavapor, timbangan, autoklaf. 3.3.2 Bahan Nutrient agar, air suling, alcohol 70%, Mikroba Uji (Salmonella thypii), aquades, kloromfennikol 3.3 Sampel dan Cara Pengambilan Penelitian 3.3.1 Pengambilan Sampel Bawang putih (Allium Sativum) Bahan yang diuji dalam penelitian ini adalah bawang putih (Allium Sativum) yang di beli di pasar Todopuli yang kemudian dijadikan ekstrak menggunakan pelarut etanol 96% yang dilkukan di laboratorium fakultas farmasi UMI (laboratorium Fitokimia dan Mikrobiologi).
3.3.2 Proses Ekstrak bawang putih (Allium sativum)
32
1. Bawang putih yang digunakan adalah bagian yang masih segar 2. Dilakukan sterilisasi menggunakan air bersih dan sikat plastic 3. bawang putih (Allium sativum) dikupas kulitnya 4. bawang putih (Allium sativum) dicuci bersih menggunakan air bersih 5. bawang putih (Allium sativum) dipotong-potong hingga ketebalan 3-5 mm menggunakan pisau tajam 6. Dilakukan pengeringan untuk mengeluarkan atau menghilangkan air dari suatu bahan dengan menggunakan sinar matahari dan di tutup menggunakan kain hitam agar sampai layu. 7. Dilakukan pengekstrakan kental. Ekstrak kental/oleresin dapat diperoleh dengan cara mengekstrak bawang putih (Allium sativum) yang telah dikeringkan kemudian digiling dicampur dengan pelarut etanol 70%. 8. Diamkan 3x24 jam barun disaring. Hasil saringan (filtrat) diuapkan menggunakan rotavapor (lama ekstrak 4 jam) / haidryer (lama ekstraksi 8 jam) sehingga dihasilkan ekstrak kental.
3.3.3 Pengenceran Hasil Ekstrak bawang putih Dibuat perencanaan pengenceran dan perhitungan konsentrasi campuran pada masing-masing tabung besar dan tabung kecil. Dibuat pengeceran bertingkat larutan sediaan uji denga air suling steril 9 ml dan DMSO 1 ml dalam vial. Masing-masing vial dibuat konsentrasi ,75%, 50%, 100%. Kontrol negative yang
33
digunakaan adalah pelarut etanol 96% dan control positif yang digunakan adalah antibiotic kloromfenikol, sehingga seluruh variable berjumlah 5 variabel.
3.4 Cara Pembuatan Medium a. Medium Nutrient Agar Miring Nutrient Agar ditimbang sebanyak 5 gram untuk volume 250 ml, kemudian dilarutkan dengan aquades sebanyak 250 ml dalam Erlenmeyer, setelah itu dipanaskan sambil diaduk hingga mendidih dan bahan larut. Kemudian, dimasukkan ke dalam 6 buah tabung reaksi masing-masing 5 ml lalu tutup mulut tabung dengan kapas lalu diberi kertas aluminium foil, kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC pada tekanan 2 atm selama 15 menit. Setelah steril media dikeluarkan lalu dimiringkan sedikit lalu dibiarkan memadat.
b. Penyiapan Bakteri Uji 1. Peremajaan Bakteri Uji Bakteri uji yang digunakan yaitu Salmonella thypii yang berasal dari biakan
murni,
masing-masing
diambil
sebanyak
satu
ose
lalu
diinokulasikan denga cara goresan pada medium Ntrient Agar (NA) miring lalu diinkubasi pada suhu 37 ̊C selama 1 x 24 jam. 2. Pembuatan Suspensi Masing-masing bakteri uji yang berumur 24 jam dari agar disuspensikan dengan bantuan larutan aquades. Suspensi kemudian dituang ke dalam
34
cuvet berdiameter 13 mm. Penentuan kepadatan suspense biakan diatur sehingga diperoleh pengenceran yang diharapkan pada panjang gelombang 580 mm yang memiliki transmitan 25% (setara dengan kepadatan 108) terhadap blanko aquades dengan menggunakan alat spektrofotometer. 3. Pembuatan Larutan Kontrol Larutan kontrol positif menggunakan larutan Kloromfenikol dan lartan negative menggunakan aquades 96%
c. Uji Aktivitas Pengujian dilakukan secara in vitro dengan metode difusi agar yang menggunakan paper disk berkuran 10 mm. Medium Nutrient Agar steril didinginkan pada suhu 400C-450C. Kemudian di ambil 10 ml NA dimasukkn ke vial selanjutnya di ambil bakteri yang telah di suspensikan menggunakan oase bulat sebnyak 2x dihomogenkan dan dituang ke cawan petri kemudian dibiarkan memadat. Setelah itu beberapa lembar paper disk steril masing-masing direndam selama 5 menit dalam bawang putih (Allium sativum) yang sudah di ekstrakkan, kemudian diletakkan secara aseptis dengan pinset steril pada permukaan medium dengan jarak paper disk dari pinggir cawan petri 2 cm. selanjutnya diinkubasi pada suhu 370C selama 1x24 jam dan diukur daerah hambatan dengan menggunakan jangka sorong.
3.6 Klasifikasi Variabel Penelitian
35
3.6.1 Variabel Bebas Variable bebas adalah variable yang bila dalam suatu saat berada bersama dengan variable lain, variable yang terakhir ini berubah dalam variasinya. Dalam penelitian ini yang dianggap variable bebas adalah Salmonella thypii.
3.6.2 Variable Terikat Variable terikat adalah variable efek yaitu bawang putih (Allium sativum).
3.7 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.7.1 Kriteria Inklusi 1. Bawang putih yang berumur 90-120 hari 2. Bawang putih di ambil dari pasar di Kota Makassar 3.7.2 Kriteria Eksklusi 1. Bawang putih telah di panen sebelum waktu 2. Bawang putih yang rusak 3.8 Kriteria Objekif 3.8.1 Zona Hambat Minimal Zona hambatan yang terbentuk pada uji daya antibakteri memang terbagi tiga, yaitu ada yang bersifat resisten, intermedia dan sensitive.
Resisten
12 mm
Intermedia
13-14 mm
Sensitive
15 mm
36
3.8.2 Konsentrasi Hambat Minimal Konsentrasi minimum penghambataan atau lebih dikenal dengan MIC (Minimum Inhibitort Concentraton) adalah konsentrasi terendah dari antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba tertentu. Nilai MIC adalah spesifik untuk tiap-tiap kombinasi dari antibiotic dan mikroba. MIC dari sebuah antibiotic terhadap mikroba digunakaan untuk mengetahui sensitivitas dari mikroba terhadap antimikroba. Nilai MIC berlawananan dengan senitivitas dari bakteri akan semakin bear. MIC dari sebuah antibiotika terhadap spesies mikroba adalah rata-ata MIC terhadap seluuh strain dari spesies ersebut. Strain dari beberapa spesies mikroba adalah sangat berbeda dalam hal sensitivitasnya. Metode uji antimikribial pada oermukaan medium padat. Mikroba ditumbuhkan pada permukaan medium dan krtas saring yang berbentuk cakram yan telah
mengandung
mikroba.
Stelah
inkubasi
diameter
zona
penghambataan diukur. Diameter zoa pengambataan merupakaan pengukuran MIC secara tidak langsung dari antibiotika terhadap miroba. Sensitivitas klinik dari mikroba kemudian ditentukan dar table klasifikasi.
3.8.2 Etika Penelitian Beberapa hal yang terkait dengan etika penelitian adalah :
37
1. Menyertakan surat izin penelitian kepada pihak Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia. 2. Menyertakan surat izin dari Fakultas Kedokteran dan pembimbing kepada laboratorium yang akan digunakan untuk meneliti.
3.9 Analisis Data Pengelolaan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS utuk melihat apakah terdapat perbedaan yang bermakna dari masingmasing cakram uji yang berisi ekstrak bwng putih dalam konsentrasi 25%, 75%, 100%, control negative menggunakan aquades 96% serta control positif menggunakan antibiotic kloramfenikol dalam menghambat bakteri Salmonella Typhi. Pada penelitian ini menggunakan analisis data berupa uji hipotesis komporatif variable menarik berdistribusi normal lebih dari dua kelompo tidak brpasangan sehingga yang digunakaan adalah One Way Anova. Jika distribusi data tidak normal, uji One Way Anova tidak dapat diginakaan, maka mnggunakan uji nonparametik berupa Uji Kruskall_Wallis. Analisis Post Hoc menggunakan uji Mann-Whitny dilakukan utuk menentukan pada konsentrasi mana yang memiliki kebermaknaan.
38
3.10 Alur Penelitian Pembuataan bahan uji
Pengenceran bahan uji
Pembuataan larutan kontrol
Konsentrasi ekstrak bawang putih
50% (-) Aquades
75%
(+) Kloramfenikol
100%
Pembuataan medium Nutrient Agar (NA)
Penyimpan bakteri salmonella typhii pada medium Nutrient Agar (NA)
Uji aktifitas hambatan
Inkubasi 39
Pengamataan zona inhibasi
Analisis data
Daftar Kepustakaan
1.
Knmore. Protection against pylory and other bacterial infections by garlic. [Internet]. Bastry University; Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11238826?ordinalpos=1&itool=Entr ezSystem2.PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_RVAbstractPl usDrugs1
2.
Chardon K. Garlic: An Herb society of America Guide. Ohio; 2006.
3.
Syamsiah IS T. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih Raja Antibiotik Alami. Jakarta: Agromedia Pustaka; 2003.
4.
Hindi KKN. In vitro Antibacteriaa Activit of aquatic Garlic Extract, Apple Vineger- Garlic Extract Combination. Am J Phytomedicine Clin Ther. 2013;Vol. 1:42–51. 40
5.
Brooks GF, Butel JS, Morse S. Medical Microbiology. Appleton & Lange; 2004.
6.
Darmawati S. Keanekaragamaan genetic Salmonella typhi. J Kesehataan. 2009;Vol.2(No.1).
7.
Shulman T., Phair J., Sommers H. Dasar Biologis dan Klinis Penyakit Infeksi. Edisi ke-4. Yogyakarta, Gadjah Mada University; 1994. 300-305 p.
8.
S N, Et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1996. 435-342 p.
9.
Mirza S. The Prevalence and clinical featurs of multi-drug resistent salmonella typhi infection in Bulichistan. Ann TRop Med and Parasitol; 1995.
10.
Anonim. Bacground Document the diagnosis, treatment and prevention of thyfoid fever, Communicablr Disease Survilance and response vaccins and biologicals [Internet]. WHO. 2003. Available from: www.who.int/vaccines.documents
11.
RI, DEPKES. Laporan Hasil Riset Dasar (RISKESDAS) 2007. Jakarta; 2008.
12.
Brooks GF. Mikrobiologi Kedokteran: Jawetz, Melnick & Adleberg. 23rd ed. Medical Microbiology; 2004.
13.
Greenwood. Antibiotics Susceptibility (sensitivity Test, Antimicribial and
41
Chemotheraphy. Mc Graw Hill Company, editor. USA; 1995. 14.
Hermawan UE, Ahmad DS, D. Senyawa Organosulfur Bawang Putih ( Allium Sativum) dan aktivita biologisnya. Biofarasi. Vol.1, No.
15.
J C. The Wonders of Garlic [Internet]. Available from: http://www.jrthorns.com/Challem/garlic.html
16.
Butt M., Sultan M. Garlic: nature’s protection agains physiological treats. Critical Riview in food science and nutrition. 2009;
17.
North CQ. Allicin-the Smell of health [Internet]. Universty of Oxford. 2001 [cited 2016 Jan 8]. Available from: http://www.chem.ox.ac.uk/mom/html
18.
Atmadja DS. Bawang Putih untuk Kesehataa (Terjemahan dari Garlic for Health, Karangan David Roser). Jakarta: PT Bumi Aksara; 2002.
19.
Tampubolon. Tumbuhan Obat Pagi Pecinta Alam. 2002.
20.
Garlic. English Garlic Allium Sativum [Internet]. Available from: www. henriettesherbal. Com/ electis/ usdips/ allium – sati.html
21.
Katria Y. Ekstrak dan Identifikasi Komponen Sulfida Pada Bawang Putih. Universitas Negri Semarang; 2006.
22.
Garlic Advenced [Internet]. Available from: www.herbalchem.net/garlic advanced.html
23.
Yuhua WF., S E. Terapi Jahe dan Bawang Putih. Jakarta: Taramedia &
42
Restu Agung; 24.
Cobas, Cardella A, Soria AC, Martinez MC, Villamiel M. Compereshive Survey Of Garlic Functionlty. Madrid. 2010;
25.
Damayanti Maya. Uji Efektifitas larutan Bawang putih terhadap pertumbuhan bakteri Propionibacterium Acnes in Vitro. UIN Syarif Hidayatullah; 2014.
26.
Klotchko A. Salmonellosis [Internet]. 2011. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/228174-overview
27.
Warna G, Sulistia. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. 585-587 p.
28.
Sundoyono A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta; 2008. 550-551 p.
29.
Khopkar S.M. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas indonesia Press Jakarta;
30.
Underwood A. Analisisi Kimia Kuantitatif Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga;
31.
Depertement Kesehatan RI. Parameter Standard Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta; 2000.
1. Bastyr University, Research institute , Kenmore , WA 98028, USA . Protection against Helicobacter pylori and other bacterial infections
43
by
garlic.
Available
from
URL:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11238826? ordinalpos=1&itool=EntrezSystem2.PEntrez.Pubmed.Pubmed_Resul tsPanel.Pub med_RVAbstractPlusDrugs1 2. Chardon, Kirtyland. Garlic: An Herb society of America Guide. The herb society of America, Ohio, 2006 3. Syamsiah IS, Tajudin. 2003. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih Raja Antibiotik Alami. Jakarta: Agromedia Pustaka. 4. Hindi, Nada KhazalKadhim. In vitro Antibacteria Activity of Aquatic Garlic Extract, Apple Vineger and Apple Vineger – Garlic Exstract combination. American Journal of Phytomedicine and Clinical Therapeutics, Vol. 1, No. 1, 2013, hal. 42-051 5. Brooks G.F., Butel J.S., Morse S.A. 2001. Medical Microbiology. 22nd ed. USA: Appleton & Lange. p. 219, 225 – 227. 6. Darmawati S. Keanekaragamaan genetic Salmonella typhi. Jurnal Kesehatan vol. 2, No.1.2009 7. Shulman, T.S., Phair, J.P dan Sommers, H.M. Dasar biologis dan klinis penyakit infeksi, Edisi ke-4 (terjemahan), Yogyakarta, Gadjah MadaUniversityPress,pp300-305 8. Shulman, T.S., Phair, J.P dan Sommers, H.M. Dasar biologis dan klinis penyakit infeksi, Edisi ke-4 (terjemahan), Yogyakarta, Gadjah 9. Syamsiah, I.S., dan Tajudin. 2003. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih. Jakarta : Agromedia Pustaka.
44
10. Challem, J. 1995. The Wonders of Garlic.http://www.jrthorns. com/ Challem/garlic.html 11. Butt M.S, Sultan M.T, et al. Garlic: nature’s protection agains physiological treats. Critical riview in food science and nutrition 2009 12. Bayan L, Koulivand P, GorjiA. 2013. Garlic: a review of potential therapeutic effectsAvicenna J Phytomed 13. Hernawan, Udhie Eko dan Ahmad Dwi Setyawan. Senyawa Organosulfur
bawang
putih
(Allium
sativumL)
dn
aktifitas
Biologinya. Biofarasi Vol.1,no.2, Agustus 2003 14. Cobas, Allejandra Cardella, Ana Cristina Soria, Marta Corteza Martinez, and Mar Villamiel, ACompereshive Survey of Garlic Functionlty. Madrid: CHISC,2010 15. Goe F Brooks dkk, Mikrobiologi Kedokteran ;Jawetz, Melnick & Adleberg’s Medical Microbiology, Edisi 23, 2004:25,26 16. Goe F Brooks dkk, Mikrobiologi Kedokteran ;Jawetz, Melnick & Adleberg’s Medical Microbiology, Edisi 23, 2004:27-30 17. Goe F Brooks dkk, Mikrobiologi Kedokteran ;Jawetz, Melnick & Adleberg’s Medical Microbiology, Edisi 23, 2004:251,253 18. MENKES. Keputusan Mentri Kesehataan Republik Indonesia Nomor 364 Tentang Pedomn Pengendalian Demam Tifoid.2006 19. Goe F Brooks dkk, Mikrobiologi Kedokteran ;Jawetz, Melnick & Adleberg’s Medical Microbiology, Edisi 23, 2004: 254
45
20. Klotchko,
A.,
2011.
Salmonellosis.
Tersedia
dari:
http://emedicine.medscape.com/article/228174-overview 21. Dapertemen Farmakologi dan Terapiuetik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5 jakarta: Balai Penerbit FK UI.2007 hal:585-587 22. Buku kuliah ilmu penyakit dalam: Demam Tifoid. Balai Penerbit Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia 23. Noer S, et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1996: 435-442. 3 24. Mirza SH. The prevalence and clinical features of multi-drug resistant salmonella typhi infection in Baluchistan, Pakistan. Ann Trop Med and Parasitol 1995 25. Goe F Brooks dkk, Mikrobiologi Kedokteran ;Jawetz, Melnick & Adleberg’s Medical Microbiology, Edisi 23, hal:170 26. Greenwood. Antibiotics Susceptibility (sensitivity) Test, Antimicribial and Chemotheraphy, USA : Mc Graw Hill Company.1995. 27. Sudoyono A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. PAPDI, Jakarta. 2008. hal:550-551 28. Damayanti,Maya. Uji efektifita larutan bawang putih terhadap pertumbuhan bakteri propionibacterium acnes in vitro. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.2014 29. Depkes RI. 2008. Laporan Hasil Riset Dasar (RISKESDAS) 2007. Jakarta: Depkes RI 2008.
46
30. Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 31. Underwood, A. L dan Day A. R. 1990. Analiis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima. Penerbit Erlangga, Jakarta. 32. Wade, LG, 2003. Organic Chemistry Fifth Edition. Prentice Hall Education, Inc : New Jersey 33. Atmadja, Djaja Surja, 2002. Bawang Putih untuk Kesehatan ( Terjemahan dari Garlic for Health, karangan David Roser ). PT. Bumi Aksara : Jakarta 34. Yuniastuti, Katria, 2006. Ekstrak dan Identifikasi Komponen Sulfida Pada Bawang Putih. Universitas Negri Semarang: Semarang 35. Yuhua, W.F.D, Eddy S.,
Buku Pintar : Terapi Jahe Dan Bawang
Putih, Taramedia & Restu Agung, Jakarta 36. Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standard Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta. 37. Anonim. 2003. Bacground Document The diagnosis, treatment and prevention of thyfoid fever, Communicabel Disease Survillance and response
vaccines
and
biologycals.
WHO
2003
(www.who.int/vaccines.documents) 38. Depkes RI. 2008. Laporan Hasil Riset Dasar (RISKESDAS) 2007. Jakarta: Depkes RI 2008.
47
48