HUBUNGAN USIA DAN PARITAS IBU DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANJARBARU KABUPATEN BANJAR TAHUN 2015
KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai salah satu syarat mencapai Gelar Ahli Madya Kebidanan
Disusun Oleh : Nuni Puspita Sari NIM 06.13.11.844
AKADEM KEBIDANAN BANUA BINA HUSADA BANJARBARU 2016
HALAMAN PERSETUJUAN
HUBUNGAN USIA DAN PARITAS IBU DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANJARBARU KABUPATEN BANJAR TAHUN 2015
KARYA TULIS ILMIAH
Disusun Oleh: Nuni Puspita Sari NIM 06.13.11.844
Telah memenuhi persyaratan dan disetujui untuk uji karya tulis ilmiah Akademi kebidanan banua bina husada banjarbaru
Tanggal : 13 Juni 2016
Pembimbing,
Rusmadi, M.Kes NIP
HALAMAN PENGESAHAN HUBUNGAN USIA DAN PARITAS IBU DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANJARBARU KABUPATEN BANJAR TAHUN 2015 KARYA TULIS ILMIAH Disusun Oleh: Nuni Puspita Sari NIM 06.13.11.844
Telah memenuhi persyaratan dan disetujui untuk uji karya tulis ilmiah Akademi kebidanan banua bina husada banjarbaru
Tanggal
: 22 Juni 2016
Menyetujui :
Jabatan Penguji I
Nama
Tanda Tangan
Ika Lestiani, S.SiT NIK………………
Penguji II
……………..
Rusmadi, M.Kes NIK…………... .
..…………….
Mengetahui, Direktur Akademi Kebidanan Banua Bina Husada
(Sabarina Br. Tarigan, M.Kes) NIP
Tanggal
HALAMAN PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam karya tulis ilmiah ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademik disuatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Banjarbaru, Juni 2016
( Nuni Puspita Sari )
MOTTO “Dialah ladang hati, yang kau taburi dengan kasih dan kau subur dengan penuh rasa terima kasih dan Dia pulalah naungan dan pendiangamu. Kerana kau menghampiri-Nya saat hati lupa dan mencari-Nya saat jiwa memerlukan kedamaian” “Hidup bukan soal memegang kartu – kartu terbagus, namun bagaimana memainkan kartu yang ada ditangan dengan baik”. (Kahlil Gibran)
Persembahan
Assalamu’alaikum Wr . Wb Dengan mengucap puji dan syukur kepada Allah SWT karena sampai hari ini saya masih diberikan kekuatan dan kesehatan. Perjuangan dan pengorbanan yang membuat saya sampai saat ini masih bisa berdiri, sehingga saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang sangat sederhana ini. Namun, saya berharap semua ilmu yang telah saya dapatkan akan bermanfaat untuk diri saya kedepannya dan untuk seluruh pihak. Karya yang sederhana ini saya persembahkan kepada orang tua, keluarga, kakak (Ridwan Sidiq) dan mas Alip yang selalu mendukung dan bekerja keras untuk menyelesaikan akademik saya, melantunkan do’a disetiap ibadah untuk saya. Ayah, lihatlah anakmu ini dari kejauhan sekarang anakmu sudah menyelesaikan study seperti yang ayah inginkan, walaupun ayah telah tiada saya akan selalu mengingat semua nasihat yang pernah ayah berikan. Kepada ibu Puspita Sari Pribadi, S.SiT selaku dosen pembimbing praktik yang tak lepas dari apa yang saya capai saat ini, saya ucapkan terimakasih atas semua waktu dan ilmu yang ibu berikan. Kepada Ibu Ika Lestiani, S.SiT selaku pembimbing KTI, saya ucapkan terimakasih atas semua waktu, ilmu, kritik dan saran yang Bapak berikan
Kepada Bapak Rusmadi, M.Kes selaku pembimbing KTI, saya ucapkan terimakasih atas semua waktu, ilmu, kritik dan saran yang Bapak berikan Kepada para sahabat dan adik di kamar mawar terimakasih atas kebersamaan selama ini. Suka dan duka bersama kalian adalah graffiti indah dalam hidup saya yang akan selalu terpatri dihati. Kepada lela, Diana kenti dan idiot – idiot (Hikmah, Frisda, Ilin) terimakasih untuk semuanya kalian bukan hanya teman, sahabat, ataupun saudara. Kalian adalah sebagian dari saya. Kepada kelas C terimakasih atas kebersamaan selama ini, dari yang dibilang troublemaker sampai dengan menctak prestasi bersama, guyon bersama, usil bersama dan sedih bersama. Angkatan 6 Akademi Kebidanan Banua Bina Husada Banjarbaru yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, semoga kedepannya kita tetap bisa menjalin silaturahmi kekeluargaan ini dengan baik, semoga perjuangan kita menjadi kesuksesan untuk kita semua, aamiin yaa Rabb
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Hubungan Usia dan Paritas Ibu dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru Kabupaten Banjar Tahun 2015”, guna melengkapi persyaratan untuk mendapat gelar DIII Kebidanan pada Akademi Kebidanan Banua Bina Husada Banjarbaru. Karya Tulis Ilmiah ini dapat terwujud atas bantuan, bimbingan serta dorongan dari perbagai pihak. Pada kesempatan ini peneliti dengan segala kerendahan hati mengucapkan banyak terimakasih kepada: 1. H. Sempurna Tarigan, S.Pd, M.Kes, selaku Pembina Yayasasn Akademi Kebidanan Banua Bina Husada Banjarbaru 2. Hary Angga Tarigan, SH, selaku Kepala Yayasan Akademi Kebidanan Banua Bina Husada Banjarbaru 3. Sabarina Br Tarigan, M.Kes selaku Direktur Akademi Kebidanan Banua Bina Husada Banjarbaru 4. Ika Lestiani, S.ST selaku Penguji I yang dengan kesungguhan hati memberikan bimbingan dan arahan dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini 5. Rusmadi, M.Kes selaku Pembimbing & Penguji II yang dengan kesungguhan hati memberikan bimbingan dan arahan dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini 6. Dr. Hj. Endah Labati Silapurna, M.Kes selaku Kepala Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru yang telah memberikan izindalam pengumpulan data serta melakukan penelitian sehingga dapat terselesainya Karya Tulis Ilmiah ini 7. Risa Paula, SKM, selaku Bidan Koordinator ruang VK Rumah Sakit Umum Daerah banjarbaru beserta staf yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. 8. Orang tua serta keluarga yang selalu memberi dukungan tanpa henti dan senantiasa berdoa untuk penulis 9. Seluruh responden yang telah memberikan kesempatan sehingga dapat terlaksananya penelitian Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala yang berlipat ganda atas segala partisipasi yang diberikan.
Peneliti menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini, oleh sebab itu peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Banjarbaru, 2016
Nuni Puspita Sari
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL DEPAN HALAMAN JUDUL........................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iv HALAMAN MOTTO ...................................................................................... v HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii DAFTAR ISI .................................................................................................... x DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv INTISARI......................................................................................................... xv ABSTRAK ....................................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1 A. B. C. D. E. F.
Latar Belakang ............................................................................... Rumusan Masalah .......................................................................... Tujuan Penelitian ........................................................................... Manfaat Penelitian ......................................................................... Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. Keaslian Penelitian .........................................................................
1 6 6 7 8 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 11 A. Tinjauan Teori ................................................................................ 11 B. Kerangka Teori............................................................................... 48 BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 50 A. B. C. D. E.
Desain Penelitian............................................................................ Kerangka Konsep ........................................................................... Variabel Penelitian ........................................................................ Hipotesis......................................................................................... Definisi Operasional ......................................................................
50 50 51 52 52
F. G. H. I. J.
Hubungan Antar Variabel .............................................................. Populasi dan Sampel ...................................................................... Alat dan Metode Pengumpulan Data ............................................. Jalannya Penelitian ......................................................................... Analisis Data ..................................................................................
53 54 54 55 56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................ 58 A. Hasil Penelitian .............................................................................. 58 B. Pembahasan .................................................................................... 66 BAB V PENUTUP......................................................................................... 74 A. Kesimpulan .................................................................................... 74 B. Saran............................................................................................... 75 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... LAMPIRAN .....................................................................................................
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Diagnosis Cairan Vagina ................................................................. 42 Tabel 3.1 Definisi Operasional ........................................................................ 53 Tabel 4.1 Keadaan Ketenagaan RSUD Banjarbaru 2015 ................................ 60 Tabel 4.2 Distribusi Ketuban Pecah Dini......................................................... 61 Tabel 4.3 Distribusi Ketuban Pecah Dini Berdasarkan Umur ......................... 62 Tabel 4.4 Distribusi Ketuban Pecah Dini Berdasarkan Paritas ........................ 63 Tabel 4.5 Hubungan Usia Ibu dengan Ketuban Pecah Dini ............................ 64 Tabel 4.6 Hubungan Paritas Ibu dengan Ketuban Pecah Dini ......................... 65
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori............................................................................. 49 Gambar 3.1 Kerangka Konsep ........................................................................ 51
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Studi Pendahuluan ke RSUD Banjarbaru Lampiran 2 Surat Balasan Izin Studi Pendahuluan ke RSUD Banjarbaru Lampiran 3 Surat Izin Penelitian ke RSUD Banjarbaru Lampiran 4 Surat Balasan Izin Penelitian ke RSUD Banjarbaru Lampiran 5 Time Schedule Penelitian Lampiran 6 Hasil Uji Statistik dengan Menggunakan SPSS Lampiran 7 Rekapitulasi Ibu Bersalin Tahun 2015 Lampiran 8 Lembar Konsultasi Penyusunan Karya Tulis Ilmiah
HUBUNGAN USIA DAN PARITAS IBU DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI DI RSUD BANJARBARU KABUPATEN BANJAR TAHUN 20151 Nuni Puspita Sari2, Rusmadi3 INTISARI Kejadian ketuban pecah dini di RSUD Banjarbaru dari tahun 2013 sampai 2015 mengalami peningkatan dari 125 menjadi 168 orang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan usia ibu dan paritas dengan kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin di RSUD Banjarbaru Penelitian ini menggunakan rancangan analitik dengan pendekatan waktu secara cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini di RSUD Banjarbaru yang didapatkan dari buku register. Teknik pengambilan sampel dengan total sampel dengan jumlah 1.467 responden. Pengolahan data dengan menggunakan uji chi-square. Hasil analisis bivariat menggunakan uji chi square diperoleh nilai p = 0.000 (α = 0.05) yang berarti ada hubungan yang antara usia ibu dengan kejadian ketuban pecah dini dan variabel paritas ibu dengan nilai p = 0.001 (α = 0.05) yang berarti ada hubungan antara paritas dengan kejadian ketuban pecah dini di RSUD Banjarbaru. Untuk tenaga kesehatan diharapkan dapat lebih aktif melakukan promosi kesehatan tentang ketuban pecah dini
Kata kunci
: Ibu bersalin, ketuban pecah dini
Kepustakaan
: 14 buku, 16 website, 4 jurnal (Referensi 2006 – 2014)
Jumlah halaman : xii, 73 halaman, 8 tabel, 8 lampiran, 2 gambar 1
Judul Karya Tulis Ilmiah
2
Mahasiswa Prodi DIII Kebidanan AKBID Banua Bina Husada Banjarbaru
3
Dosen Pembimbing AKBID Banua Bina Husada Banjarbaru
MATERNAL AGE AND PARITY RELATIONSHIP WITH INCIDENCE OF PRELABOUR RUPTURE OF THE MEMBRANE IN RSUD BANJARBARU KABUPATEN BANJAR YEAR 20151 Nuni Puspita Sari2, Rusmadi3 ABSTRACT Incidence prelabour rupture of the membrane in RSUD Banjarbaru since 2013 until 2015 having an increase of 125 be 168 persons. The purpose of The research was to maternal age and parity related to the incidence of prelabour rupture of the membrane in RSUD Banjarbaru The research used analytic method with cross sectional time approach. The populations of thr research was all maternities with prelabour rupture of the membrane in RSUD Banjarbaru got from the book medical record. The sample was taken by using total sampling technique ror 1.467 respondents. The data were analyzed using by chi square test. The result of the bivariate analysis using chi square test obtained by value p = 0.000 (α = 0.05) the research result indicates that maternal age related to prelabour rupture of the membrane and variable of parity status is p = 0.001 (α = 0.05) the research result indicates that parity related to prelabour rupture of the membrane in RSUD Banjarbaru. So the midwifery must go statement suggest for the prelabour rupture of the membrane
Keywords
: maternal, prelabour rupture of the membrane
Reference
: 14 books, 16 website, 4 journals (References 2006 – 2014)
Number Of Page : xii, 73 pages, 8 table, 8 appendices, 2 figures 1
There is Title
2
School Of midwifery Student of Banua Bina Husada Academy Banjarbaru
3
Lecturer of Banua Bina Husada Academy Banjarbaru
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang terjadi pada saat akhir kehamilan maupun jauh sebelumnya (Nugroho, 2012). Ketuban Pecah Dini (KPD) atau Prelabour Rupture Of The Membrane (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu pada usia kehamlan kurang dari 37 minggu, atau disebut juga Preterm Premature Rupture Of Membrane (PPROM). (Eni Nur Rahmawati, 2012) Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan atau sebelum inpartu, pada pembukaan ≤ 4 cm (fase laten). (Nugroho, 2012). Air ketuban adalah cairan yang mengisi ruangan yang dilapisi oleh selaput janin (amnion dan korion). Selaput amnion adalah suatu membran yang kuat dan ulet, tetapi lentur. Selaput ini merupakan jaringan yang menentukan hampir semua kekuatan regangan membran janin (Sondakh, 2013). Sebagian besar ketuban pecah dini yang terjadi pada kehamilan diatas 37 minggu, sedangkan pada umur kehamilan kurang dari 36 minggu tidak terlalu banyak. Ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversial obstetrik dalam kaitanya dengan penyebabnya. Pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya menyebabkan kemungkinan infeksi dalam rahim,
persalinan prematuritas yang akan meningkatkan kesakitan dan kematian ibu maupun janinnya (Manuaba, 2010) Insidensi ketuban pecah dini berkisar antara 8-10% dari semua kehamilan. Pada kehamilan aterm insidensinya bervariasi antara 6-19%. Sedangkan pada kehamilan preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. Hampir semua ketuban pedah dini pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah (Sualman, 2009). Ketuban pecah dini dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Hal ini dapat menyebabkan kematian pada ibu dan janin sehingga akan terjadi peningkatan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan kejadian ketuban pecah dini yaitu dengan cara melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin untuk mendeteksi sedini mungkin tanda dan gejala yang dapat menyebabkan kejadian ketuban pecah dini, sehingga dapat ditangani secara cepat dan tepat guna mengurangi komplikasi dari ketuban pecah dini seperti infeksi, persalinan prematur dan lain sebagainya. Penyebab ketuban pecah dini belum diketahui secara pasti, namun kemungkinan yang menjadi faktor predisposisi adalah infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban atau asenderen dari vagina atau serviks. Selain itu fisiologi selaput ketuban yang abnormal, serviks inkompetensia, kelainan letak janin, usia, faktor golongan darah, paritas, merokok, keadaan sosial ekonomi, perdarahan antepartum, riwayat
abortus, riwayat ketuban pecah dini, ketegangan rahim yang berlebihan, kesempitan panggul, kelelahan ibu bekerja, trauma yang di dapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam dan amnionitis (Prawiroharjo, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Fitri (2011) didapatkan hasil bahwa infeksi genetalia (70,2%) dan paritas (63,8%) dapat mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini. Penelitian yang dilakukan oleh Vaisatun (2013) didapatkan hasil bahwa usia (82,1%) dan paritas (66,3%) dapat mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini. Pada tahun 2007 Angka Kematian Ibu (AKI) 228 per 100.000 kelahiran hidup, namun pada tahun 2012 mengalami peningkatan yang signifikan yaitu 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih jauh dari target tujuan pembangunan millennium (Millenum Development Goals/MDGs, yakni 102 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia sebanyak 34 per 1.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Ibu (AKI) di Kalimantan Selatan sebanyak 183 orang per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKI) sebanyak 44 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI, 2012). Pada tahun 2013 - 2015 di Banjarbaru Angka Kematian Ibu (AKI) berturut - turut sebanyak 6 orang (133,1/100.000), kemudian meningkat pada tahun 2014 sebanyak 13 orang (279,8/100.000) dan menurun pada tahun 2015 menjadi 5 orang (100,32/100.000). Sedangkan Angka Kematian Bayi di Banjarbaru berturu – turut sebanyak 34 orang
(7,5/1.000) tidak mengalami kenaikan ataupun penurunan pada tahun 2014 tetap berjumlah 34 orang (7,3/1.000) dan kemudian pada tahun 2015 terjadi penurunan menjadi 28 orang (5,62/1.000) Menurut WHO (2013) Angka kejadian ketuban pecah dini di Dunia tahun 2013 sebanyak 50-60%. Sedangkan di Indonesia angka kejadian ketuban pecah dini sebanyak 35% (Depkes RI, 2013). Penelitian yang dilakukan Laurensia dkk (2015) didapatkan hasil kejadian ketuban pecah dini
di RSUD dr. H. Moch Ansari Saleh
Banjarmasin pada tahun 2012 sebanyak 127 orang (8,62%) dari 1.472 persalinan, kejadian tersebut menurun pada tahun 2013 yaitu sebanyak 87 orang (5,17%), dari 1.682 persalinan, dan meningkat pada tahun 2014 yaitu sebanyak 200 orang (9,22%) dari 2.168 persalinan. Berdasarkan laporan tahunan di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru pada tahun 2013 jumlah total persalinan sebanyak 920 orang, dengan prosentase persalinan normal sebanyak 395 orang (42,93%), SC sebanyak 472 orang (51,30%), persalinan dengan vakum ekstrasi sebanyak 53 orang (5,77%), dan ketuban pecah dini sebanyak 125 orang (13,59%). Pada tahun 2014 jumlah total persalinan sebanyak 1.308 orang, dengan prosentase persalian normal sebanyak 584 orang (44,64%), SC sebanyak 672 orang (51,38%), persalinan dengan vakum ekstrasi sebanyak 52 orang, (3,98%) dan ketuban pecah dini sebanyak 166 orang (12,70%). Sedangkan, pada tahun 2015 jumlah total persalinan sebanyak 1.467 orang, dengan prosentase persalian normal sebanyak 772 orang (52,62%),
SC sebanyak 675 orang (46,01), persalinan dengan vakum ekstrasi sebanyak 20 orang (1,37%), dan ketuban pecah dini sebanyak 168 orang (11,45%). Berdasarkan uraian diatas kejadian ketuban pecah dini di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru pada tahun 2013 sebanyak 125 orang (13,59%) mengalami peningkatan pada tahun 2014 menjadi sebanyak 166 orang (12,70%) kemudian pada tahun 2015 terjadi peningkatan dalam jumlah menjadi sebanyak 168 orang (11,45%), namun bila dilihat dari prosentasi dalam persen terjadi penurunan, akan tetapi masih cukup tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwasannya kejadian ketuban pecah dini di RSUD Banjarbaru masih cukup tinggi, diantaranya ketuban pecah dini disebabkan oleh kelainan letak, infeksi, kelainan serviks, gameli, usia dan paritas. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang “Hubungan Usia Ibu dan Paritas dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”Apakah Ada Hubungan Usia Ibu dan Paritas dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru Ruang Bersalin Tahun 2015?”
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan usia ibu dan paritas dengan kejadian ketuban pecah dini di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru Tahun 2015 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi kejadian ketuban pecah dini di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru Ruang Bersalin Tahun 2015 b. Mengidentifikasi umur ibu bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru Ruang Bersalin Tahun 2015 c. Mengidentifikasi paritas ibu bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru Ruang Bersalin Tahun 2015 d. Mengetahui hubungan umur ibu dengan kejadian ketuban pecah dini di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru Ruang Bersalin Tahun 2015 e. Mengetahui hubungan paritas ibu dengan kejadian ketuban pecah dini di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru Ruang Bersalin Tahun 2015
D. Manfaat Penelitian 1. Secara Akademis Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk mengembangkan dan menambah pengetahuan yang telah ada tentang usia dan paritas dengan terjadinya ketuban pecah dini, serta dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya. 2. Secara Praktis a. Bagi Peneliti Dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman, untuk selanjutnya bisa digunakan sebagai bahan acuan penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini dengan variabel yang berbeda. b. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru Dapat digunakan sebagai bahan masukan dan informasi yang lebih rinci bagi rumah sakit dan petugas kesehatan dalam meningkatkan pelayanan terutama dalam hal pencegahan dan penanganan Ketuban Pecah Dini (KPD) di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru. c. Bagi Institusi Akademi Kebidanan Banua Bina Husada Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan ilmu kebidanan khususnya dalam mata kuliah patologi kebidanan, dan sekaligus sebagai bahan referensi bagi mahasiswa yang akan mengadakan penelitian tentang ibu bersalin dengan
ketuban pecah dini di Akademi Kebidanan Banua Bina Husada Banjarbaru.
E. Ruang Lingkup 1. Ruang Lingkup Materi Ruang lingkup materi dalam penelitian ini adalah hubungan usia ibu dan paritas ibu bersalin dengan kejadian ketuban pecah dini di Ruang Bersalin Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru Tahun 2015 2. Ruang Lingkup Subjek Subjek penelitian adalah ibu yang mengalami ketuban pecah dini di Ruang Bersalin Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru Tahun 2015. 3. Ruang Lingkup Waktu Ruang lingkup waktu penelitian ini adalah periode 2016 4. Ruang Lingkup Tempat Ruang lingkup tempat penelitian adalah Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru.
F. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan yang sudah dilakukan oleh peneliti, terdapat penelitian yang mirip dan dilakukan oleh: No 1.
Peneliti
Judul Penelitian
Uraian
Nurul
Faktor - faktor yang Metode Penelitian: observasional
Huda
mempengaruhi
dengan pendekatan analitik
Ketuban Pecah Dini di Variabel PKU Muhammadiyah pendidikan, Surakarta Tahun 2013
independen: paritas,
umur,
preeklamsi,
anemia, gamely, hidramnion Variabel dependen: Ketuban Pecah Dini Populasi: Semua ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini di RS PKU Muhamadiyah Surakarta tahun 2012 sebanyak 242 ibu bersalin Sampel:
purposive
sampling
sebanyak 125 ibu bersalin. Hasil: peneliti menyimpulkan ada hubungan yang bermakna antara umur,
pendidikan,
paritas,
preeklamsi,
anemia,
gamely,
hidramnion
memiliki
hubungan
yang bermakna dengan kejadian ketuban pecah dini 2.
Vaisatun
Faktor-Faktor Penyebab
Metode penelitian: Deskriftif.
Terjadinya Variabel
independen:
umur,
Ketuban Pecah Dini di paritas, penyakit yang menyertai RSUD
Pambalah Populasi: semua ibu bersalin di
Batung Amuntai
RSUD Pambalah Batung Amuntai
tahun
2013
sebanyak
245
ibu
bersalin Sampel:
purposive
sampling
sebanyak 128 orang. Hasil: sebanyak 69,6 % ketuban pecah dini terjadi pada ibu bersalin primipara dan tidak ada hubungan antara
umur
dengan
kejadian
ketuban pecah dini. 3.
Ruth dkk
Hubungan Umur Ibu Metode dengan
penelitian:
Kejadian deskriftif
ini
korelatif
adalah dengan
Ketuban Pecah Dini di pendekatan cross sectional. RSUD Ambarawa
Variabel independen: Usia dan paritas Variabel dependen: Ketuban Pecah Dini. Populasi: semua ibu bersalin di RSUD
Ambarawa
tahun
2013
sebanyak 388 ibu bersalin Sampel: semua ibu bersalin yang mengalami
ketuban
pecah
dini
sebanyak 388 ibu bersalin. Hasil: Sebanyak 140 ibu (70.7%) ibu mengalami kpd sejumlah 233 ibu (60.1%). Uji chi square p value = 0.000 (α 0.05) yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan ketuban pecah dini.
4.
Ardy Al- Analisis Maqassary paritas
tentang Metode
penelitian:
deskriftif
dengan dengan pendekatan cross sectional.
kejadian
ketuban Variabel independen: umur dan
pecah dini pada ibu paritas bersalin Sidoarjo
di
RSUD Variabel dependen: ketuban pecah dini Populasi: semua ibu bersalin yang mengalami Ketuban Pecah Dini di RSUD
Sidoarjo
Tahun
2011
sebanyak 183 ibu bersalin. Sampel: Random sebanyak 138 ibu bersalin. Hasil: 138 ibu (75.41%) tidak mengalami ketuban pecah dini dan sebanyak
45
ibu
(24.59%)
mengalami ketuban pecah dini. Dari 71 primipara, 55 (77.46%) tidak mengalami ketuban pecah dini dan 16 ibu (22.54%) mengalami ketuban pecah dini. Dari 101 ibu multipara, 76 ibu (75.24) tidak mengalami ketuban pecah dini, 25 ibu (24.76) mengalami ketuban pecah dini. Dan dari 11 ibu grandemultipara 7 ibu(63.64) tidak mengalami ketuban pecah dini dan 4 ibu (36.36) mengalami ketuban pecah dini.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengertian Persalinan adalah suatu pengeluaran hasil konsepsi dari rahim ibu melalui jalan lahir atau jalan lain, yang kemudian janin dapat hidup ke dunia luar. Persalinan dimulai sejak uterus berkontraksi, sehingga menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap (Rohani, 2010). Persalinan normal adalah bayi lahir melalui vagina dengan letak belakang kepala atau ubun - ubun kecil, tanpa memakai alat bantu serta tidak melukai ibu maupun bayi (kecuali episiotomi) (Anggraeni, 2012). Persalinan adalah proses pengeluaran (kelahiran) hasil konsepsi yang dapat hidup diluar uterus melalui vagina ke dunia luar (Sondakh, 2013). Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) atau Ketuban Pecah Dini (KPD) atau Ketuban Pecah Prematur (KPP) adalah keluarnya cairan dari jalan lahir atau vagina sebelum proses persalinan (Fadlun, 2011) Ketuban pecah prematur yaitu pecahnya khorio - amniotik sebelum onset persalinan atau disebut juga Premature Rupture of Membrane (PROM) (Fadlun, 2011).
Secara umum persalinan berlangsung alamiah, tetapi tetap diperlukan pemantauan karena ibu memiliki kondisi kesehatan yang berbeda - beda, sehingga dapat mengurangi resiko kematian ibu dan janin saat persalinan. Selain itu, selama kehamilan atau persalinan dapat terjadi komplikasi yang mungkin terjadi karena kesalahan penolong dalam persalinan, baik tenaga non kesehatan ataupun tenaga kesehatan khususnya bidan. 2. Tanda Mulainya Persalinan (Sondakh, 2013) a. Teori Penurunan Progesteron Kadar hormon progesteron akan mulai pada kira - kira 1 - 2 minggu sebelum persalinan dimulai. Terjadinya kontraksi oto polos uterus pada persalinan akan menyebabkan rasa nyeri yang hebat yang belum diketahui secara pasti penyebabnya, tetapi terdapat kemungkinan, yaitu: 1) Hipoksia pada miometrium yang sedang berkontraksi 2) Adanya penekanan ganglia saraf di serviks dan uterus bagian bawah otot-ototyang saling bertautan 3) Peregangan serviks pada saat dilatasi atau pendataran serviks, yaitu pendekatan saluran serviks dari panjang sekitar 2 cm menjadi hanya berupa muara melingkar dengan tepi hampir setipis kertas. 4) Peritoneum peregangan.
yang
berada
diatas
fundus
mengalami
b. Teori Keregangan Ukuran
uterus
yang
semakin
membesar
dan
mengalami
penegangan akan mengakibatkan otot - otot uterus mengalami iskemia sehingga mungkin menjadi faktor yang dapat mengganggu sirkulasi uteroplasenta yang pada akhirnya membuat plasenta menjadi degenerasi. Ketika uterus berkontraksi dan menimbulkan tekanan hidrostatik kantong amnion akan melebarkan saluran serviks. c. Teori Oksitosin Interna Hipofisis posterior menghasilkan hormon oksitosin. Adanya perubahan keseimbangan antara estrogen dan progesterone dapat mengubah sensitivitas otot rahim dan akan mengakibatkan kontraksi uterus yang disebut braxton hicks. Penurunan kadar progesteron karena usia kehamilan yang sudah tua akan mengakibatkan aktifitas oksitosin meningkat. Beberapa tanda tanda dimulainya proses persalinan adalah sebagai berikut: 1) Terjadinya His Persalinan Sifat His persalinan adalah sebagai berikut: a) Pinggang terasa sakit dan menjalar kedepan b) Sifatnya teratur, interval makin pendek, dan kekuatan makin besar. c) Makin beraktifitas (janin), kekuatan akan makin bertambah.
2) Pengeluaran Lendir dengan Darah Terjadi His persalinan mengakibatkan terjadinya perubahan pada serviks yang akan menimbulkan: a) Pendataran dan pembukaan b) Pembukaan menyebabkan lendir yang terdapat pada kanalis servikalis lepas c) Terjadi perdarahan karena pembuluh darah kapiler pecah 3) Pengeluaran Cairan Pada beberapa kasus persalianan akan terjadi pecah ketuban. Sebagian besar, keadaan ini terjadi menjelang pembukaan lengkap. Setelah adanya pecah ketuban, diharapkan proses persalinan akan berlangsung kurang dari 24 jam. 4) Hasil-Hasil yang Didapatkan pada Pemeriksaan Dalam a) Perlunakan serviks b) Pendataran serviks c) Pembukaan serviks 3. Jenis-Jenis Persalinan a. Persalinan Spontan Persalinan spontan adalah bila persalinan berlangsung dengan tenaga sendiri
b. Persalinan Buatan Persalinan buatan adalah bila persalinan dengan bantuan tenaga lain c. Persalinan Anjuran Persalinan anjuran adalah bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jalannya Proses Persalinan (Sondakh, 2013) a. Penumpang (Passenger) Penumpang dalam persalinan adalah janin dan plasenta. Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai janin adalah ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap, dan posisi janin. Sedangkan yang perlu diperhatikan pada plasenta adalah letak, besar dan luasnya. b. Jalan Lahir (Passage) Jalan lahir terbagi atas dua yaitu jalan lahir keras dan jalan lahir lunak. Hal - hal yang perlu diperhatikan dari jalan lahir adalah ukuran dan bentuk tulang panggul. Sedangkan yang perlu diperhatikan pada jalan lahir lunak adalah segmen bawah uterus yang dapat meregang, serviks, otot dasar panggul vagina, dan introitus vagina.
c. Kekuatan (Power) (Sondakh, 2013) Faktor kekuatan dalam persalinan dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Kekuatan Primer (Kekuatan His dan Meneran) Kontraksi berasal dari segmen atas uterus yang menebal dan dihantarkan ke uterus bawah dalam bentuk gelombang. Istilah yang yang digunakan untuk menggambarkan kontraksi involunter ini antara lain frekuensi, durasi dan intensitas kontraksi. Kekuatan primer ini mengakibatkan serviks menipis (effecement) dan berdilatasi sehingga janin turun. 2) Kekuatan Sekunder (Kontraksi Otot Rahim) Pada kekuatan ini, otot-otot diafragma dan abdomen ibu berkontraksi dan pendorong keluar isi ke jalan lahir sehingga menimbulkan tekanan intra abdomen. Tekanan ini menekan uterus pada semua sisi dan menambah kekuatan dalam mendorong keluar. Kekuatan sekunder tidak mempengaruhi dilatasi serviks, tetap setelah dilatasi serviks lengkap, kekuatan ini cukup penting dalam usaha untuk mendorong keluar dari uterus dan vagina 3) Posisi Ibu (Positioning) Posisi ibu dapat mempengaruhi adaptasi dan fisiologi persalinan. Perubahan posisi yang diberikan kepada ibu
bertujuan untuk menghilangkan rasa letih, memberi rasa nyaman, dan memperbaiki sirkulasi. a) Posisi litotomi, adalah posisi yang paling umum. Wanita berbaring terlentang dengan lutut ditekuk, kedua paha diangkat ke samping kanan dan kiri b) Posisi duduk (squatting position), sekarang posisi bersalin duduk telah dikembangkan di Negara-negara Amerika Latin. Untuk itu dibuat meja khusus agar wanita dapat duduk sambil melahirkan c) Cara berbaring terdapat beberapa pendapat sebagai berikut: (1) Menurut Walcher, ditepi tempat tidur (2) Menurut Tjeenk-Willink, memakai bantal (3) Menurut Jonges, untuk memperlebar pintu bawah panggul (4) Menurut posisi sims, dengan posisi miring. (Mochtar, 2011) 4) Respon Psikologi (Physchology Response) Respon psikologi ini dapat dipengaruhi oleh: a) Dukungan ayah bayi atau pasangan selama proses persalinan b) Dukungan kakek dan nenek (kerabat dekat) selama proses persalinan
c) Saudara kandung bayi selama proses persalinan 5. Tahap-Tahap Persalinan (Sondakh, 2013) a. Kala I (Kala Pembukaan) Kala I dimulai dari saat persalinan (pembukaan satu sampai pembukaan lengkap), proses ini terbagi menjadi dua, yaitu: 1) Fase Laten Fase laten dimulai sejak awal kontraksi sampai dengan pembukaan 3 cm, membutuhkan waktu 8 jam 2) Fase Aktif Dimulai dari pembukaan 4 cm sampai dengan pembukaan 10 cm, membutuhkan waktu 7 jam. Kontraksi lebih kuat dan sering, dibagi menjadi 2 fase, yaitu: a) Fase akselerasi Fase akselerasi terjadi dalam waktu 2 jam, pada pembukaan 3 cm menjadi 4 cm b) Fase dilatasi maksimal Fase dilatasi maksimal terjadi dalam waktu 2 jam, pada pembukaan 4 cm menjadi 9 cm biasa terjadi sangat cepat c) Fase deselerasi Fase deselerasi pembukaan menjadi sangat lambat biasa terjadi dalam waktu 2 jam, pada pembukaan 9 cm sampai menjadi lengkap.
b. Kala II (Kala Pengeluaran Janin) Gejala kala II (kala pengeluaram janin) adalah sebagai berikut: 1) His semakin kuat, dengan interval 2 - 3 menit, dengan durasi 50 sampai dengan 100 detik. 2) Menjelang akhir kala I, ketuban pecah ditandai dengan pengeluaran cairan secara mendadak 3) Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan mengejan akibat terletaknya fleksus frankenhauser 4) Kedua keinginan his dan mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga terjadi: a) Kepala membuka pintu b) Subocciput bertindak sebagai hipomoglion. Kemudian secara berturut - turut lahir ubun - ubun besar, dahi, hidung dan muka beserta kepala seluruhnya 5) Kepala lahir seluruhnya dan diikuti putaran paksi luar, yaitu penyesuaian kepala pada punggung 6) Setelah putar paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi ditolong dengan cara: a) Kepala dipegang pada os occiput dan dibawah dagu, kemudian ditarik dengan menggunakan cunam ke bawah untuk melahirkan bahu depan dan keatas untuk melahirkan bahu belakang
b) Setelah kedua bahu lahir, ketiak dikait untuk melahirkan sisa badan bayi c) Bayi lahir diikuti oleh sisa air ketuban 7) Lamanya kala II untuk primigravida 1,5 - 2 jam dan multigravida 0,5 - 1 jam c. Kala III (Pelepasan Plasenta) Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Proses pelepasan plasenta dapat diperkirakan dengan mempertahankan tanda - tanda dibawah ini: 1) Uterus berbentuk globuler 2) Uterus terdorong ke atas karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim 3) Tali pusat memanjang 4) Terjadi semburan darah tiba - tiba d. Kala IV (Kala Pengawasan / Observasi / Pemulihan) Kala ini dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum. Jangan meninggalkan wanita bersalin alam 1 jam setelah bayi dan plasenta lahir. Sebelum meninggalkan ibu yang baru melahirkan, periksa ulang terlebih dahulu dan perhatikan 7 pokok penting berikut:
1) Kontraksi Rahim Kontraksi rahim baik atau tidaknya diketahui dengan pemeriksaan palpasi. Jika perlu lakukan massase dan berikan uterotonika, seperti methergin, dan oksitosin 2) Perdarahan Periksa adanya perdarahan atau tidak, banyak atau biasa 3) Kandung kemih Kandung kemih harus kosong, jika penuh ibu dianjurkan berkemih, bila tidak bisa lakukan pemasangan kateter 4) Luka Ada luka jahitan atau tidak, periksa jahitan dalam kondisi baik atau tidak, dan periksa ada perdarahan pada luka atau tidak 5) Plasenta Plasenta dan selaput ketuban harus utuh 6) Keadaan Umum Periksa keadaan umum ibu, tekanan darah, nadi, pernapasan dan suhu 7) Bayi Periksa keadaan umum bayi, nadi, pernapasan dan suhu (Sondakh, 2013)
6. Komplikasi Dalam Persalinan (Fadlun, 2011) a. Preeklamsia Preeklamsia adalah peningkatan tekanan darah yang baru timbul setelah usia kehamilan mencapai 20 minggu, disertai dengan penambahan berat badan ibu yang cepat akibat tubuh ibu membengkak dan pada pemeriksaan laboratorium dijumpai protein di dalam urine. Kriteria minimal: tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah usia kehamilan 20 minggu, disertai proteinuria ≥ 300 mg/24 jamatau 1+ pada dipstick. b. Persalinan prematur Persalinan prematur adalah apabila janin dilahirkan < 37 minggu. Adapun
sebab - sebab terjadinya persalinan prematur
adalah sebagai berikut: 1) Komplikasi medis maupun obstetrik, seperti: perdarahan antepartum, hipertensi dalam kehamilan 2) Faktor gaya hidup, seperti: kebiasaan merokok, kenaikan berat badan ibu selama hamil kurang, penggunaan obat - obatan (kokain) 3) Ketuban pecah prematur pada kehamilan preterm, yaitu ketuban pecah secara spontan sebelum kehamilan 37 minggu. Adapun sebab - sebab terjadinya ketuban pecah prematur adalah sebagai berikut:
a) Infeksi, dalam epidemiologi menunjukan hubungan antara koloni saluran genital oleh Streptococcus group B, Chlamidya trachomatis, Neisseria Gonorrhoeae, dan mikroorganisme
penyebab
vaginosis
bakteri
akan
meningkatkan resiko ketuban pecah prematur b) Hormon, akibat ekspresi gen relaksin meningkat sebelum proses persalinan aterm pada selaput ketuban c) Apoptosis, yaitu kematian sel terprogram d) Regangan selaput ketuban berlebihan. (Wijayanegara, 2009). c. Postmatur Postmatur adalah kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu atau lebih. Adapun penyebab terjadinya postmatur adalah sebagai berikut: 1) Pengaruh progesteron, akibat masih berlangsungnya pengaruh progesteron 2) Teori oksitosin, akibat kurang pelepasan oksitosin dari neurohipofisis pada kehamilan lanjut 3) Teori kortisol, akibat peningkatan secara tiba - tiba kadar kortisol plasma janin 4) Syaraf uterus, akibat tidak ada tekanan pada ganglion servikalis dan pleksus 5) Herediter
d. Polihidramnion Polihidramnion adalah keadaan dimana air ketuban melebihi 2.000 ml. adapun penyebab terjadinya polihidramnion adalah sebagai berikut: 1) Produksi air ketuban bertambah, dilatasi tubulus ginjal dan kandung kemih ukuran besar akan meningkatkan urine output pada awal pertumbuhan fetus 2) Pengaliran air ketuban terganggu, akibat janin tidak bisa menelan seperti pada atresia esophagus e. Kelainan Letak Salah satu komplikasi dalam persalinan adalah kelainan letak. Adapun macam - macam kelainan letak adalah sebagai berikut: 1) Presentasi bokong, yaitu suatu keadaan dimana tungkai atau bokong janin sebagai bagian terendah. Faktor predisposisi presentasi bokong seperti multipara, prematuritas, hidramnion, plasenta previa, ansefalus, anomali rahim dan kehamilan ganda. Terdapat tiga jenis presentasi bokong, yaitu sebagai berikut: a) Bokong murni (frank breech), kedua paha janin fleksi dan kedua tungkai ekstensi pada lutut b) Presentasi bokong kaki / lengkap (complete breech), kedua paha janin fleksi dan satu atau kedua lutut difleksikan
c) Presentasi kaki/lutut (incomplete breech), satu atau kedua paha janin ekstensi dan satu atau kedua lutut atau kaki terletak di bawah panggul Persalinan per vaginam pada persalinan sungsang dibagi menjadi tiga yaitu sebagai berikut: (1) Persalinan spontan, dengan kekuatan ibu sendiri biasa disebut cara brach (2) Manual aid, janin dilahirkan dengan kekuatan ibu dan sebagian dibantu penolong (cara klasik, muller, lovset) (3) Ekstarasi sungsang (total breech extraction), dilahirkan dengan memakai tenaga penolong biasa disebut teknik ekstraksi bokong dan ekstraksi kaki 2) Letak lintang Dikatakan letak lintang bila sumbu memanjang, janin menyilang, sumbu memanjang ibu secara tegak lurus atau mendekati 90°. Adapun penyebab terjadinya letak lintang akibat relaksasi berlebihan pada dinding abdomen, prematur, plasenta previa, hidramnion, kehamilan ganda, panggul sempit, dan kelainan bentuk rahim (Fadlun, 2011). f. Kehamilan Ganda Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih. Berikut ini merupakan jenis-jenis kehamilan ganda:
1) Kehamilan ganda monozigotik, yaitu satu ovum yang dibuahi dan membelah secara dini hingga membentuk dua embrio yang sama (kembar identik) 2) Kehamilan ganda dizigotik, yaitu berasal dari dua atau lebih ovumyang telah dibuahi disebut juga heterolog 3) Chimerism, adalah individu dimana sel - selnya berasal dari satu ovum yang dibuahi. Biasanya ditemukan dua golongan darah yang berbeda pada satu orang 4) Superfetasi dan superfekundas (Rohani, 2010) g. Persalinan lama Persalinan lama adalah persalinan yang abnormal atau sulit. Adapun sebab - sebab terjadinya persalinan lama dapat dibagi menjadi 3 golongan sebagai berikut: 1) Kelainan His His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan kerentanan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan 2) Kelainan Janin Persalinan dapat mengalami hambatan atau kemacetan karena kelainan dalam letak atau dalam bentuk janin
3) Kelainan Jalan Lahir Keadaan
dalam
menghalangi
ukuran
kemajuan
atau
bentuk
persalinan
jalan
yang
lahir
bisa
menyebabkan
kemacetan (Prawirohardjo, 2011). h. Distosia Bahu Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin lahir. Salah satu kriteria diagnosa distosia bahu adalah bila dalam persalinan pervaginam untuk melahirkan bahu harus dilakukan manuver khusus seperti traksi cunam bawah dan episiotomi. Adapun faktor penyebab terjadinya distosia bahu sebagai berikut: 1) Ibu dengan diabetes, 7% insiden distosia bahu terjadi pada ibu dengan diabetes gestasional 2) Janin besar (makrosomia), distosia bahu lebih sering terjadi pada bayi dengan berat lahir yang lebih besar, meski demikian hampir setengah dari kelahiran distosia bahu memiliki berat kurang dari 4000 gram. 3) Riwayat obstetrik dengan bayi besar 4) Ibu dengan obesitas 5) Multiparitas 6) Kehamilan posterm, menyebabkan distosia bahu karena janin terus tumbuh setelah usia kehamilan 42 minggu
7) Riwayat obstetrik dengan persalinan lama, terdapat kasus distosia bahu rekuren 12% Ada beberapa langkah teknik penanganan pada distosia bahu, yaitu menentukan diagnosis kemuadian hentikan traksi pada kepala, segera panggil bantuan. Kemudian lakukan manuver Mc Robert (Posisi Mc Robert, episiotomi jika perlu, tekanan suprapubik, tarikan kepala). Apabila bayi masih belum dapat lahir maka segera lakukan manuver Rubin (posisi tetap Mc Robert, rotasikan bahu, tekanan suprapubik, tarikan kepala) i. Putusnya tali pusat Tali pusat merupakan sumber kehidupan bagi janin. Ibu menyampaikan oksigen dan nutrisi dari tubuh ibu kepada bayi melalui talai pusat dan plasenta. Putusnya tali pusat sering terjadi pada janin kecil, prematur, atau bayi berada pada posisi breech. Putusnya tali pusat juga dapat terjadi jika ketuban sudah pecah sebelum bayi bergerak ke rongga panggul. Tali pusat bahkan dapat keluar
melaluui
vagina
dan
merupakan
situasi
yang
membahayakan, karena aliran darah melalui tali pusat dapat terhalang atau berhenti. j. Ketuban Pecah Dini Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan dari jalan lahir / vagina sebelum proses persalinan
7. Air Ketuban dan Selaput Ketuban a. Definisi Air ketuban adalah cairan yang mengisi ruangan yang dilapisi oleh selaout janin (amnion dan korion). Selaput amnion adalah suatu membran yang kuat dan ulet, tetapi lentur. Selaput ini merupakan jaringan yang menentukan hampir semua kekuatan regangan membran janin (Sondakh, 2013). Air ketuban (cairan amnion) diproduksi oleh sel endotel yang mlapisi kantung dan permukaan plasenta, dan peresapan cairan melewati membran kantung ketuban. Pada proposisi lebih besar, air ketuban dihasilkan air kencing janin (Nugroho, 2012). b. Asal Air Ketuban Asal dari air ketuban belum diketahui dengan jelas, oleh karena itu masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut. Beberapa teori telah dikemukakan untuk menjelaskan hal tersebut, antara lain bahwa air ketuban ini berasal dari lapisan amnion, terutama dari bagian pada plasenta. Air ketuban dijelaskan memiliki peredaran yang cukup baik, dalam 1 jam didapatkan perputaran ±500 cc. beberapa perkiraan lainnya mengenai asal dari air ketuban adalah sebagai berikut: 1) Urin janin (fetal urine) 2) Transudasi dari darah ibu 3) Sekresi dari epitel amnion
4) Asal campuran (mixed origin) c. Ciri-Ciri Air Ketuban Beberapa ciri air ketuban adlah sebagai berikut: (1) Jumlah volume air ketuban pada kehamilan cukup bulan kira kira 1000-1500 cc (2) Air ketuban berwarna putih keruh, berbau amis (3) Reaksinya agak alkali atau netral, dengan berat jenis 1,008 (4) Komposisinya terdiri atas 98% air, sisanya albumin, urea, asam urat, kreatinin, sel-sel epitel, rambut lanugo, verniks kaseosa, dan garam - garam organik (5) Kadar protein kira-kira 2,6% gr per liter, terutama albumin d. Fungsi Air Ketuban Beberapa fungsi air ketuban adalah sebagai berikut: (1)
Mencegah perlekatan janin dengan amnion
(2)
Agar janin dapat bergerak bebas
(3)
Regulasi terhadap panas dan perubahan suhu
(4)
Untuk menambah suplai cairan janin, dengan cara ditelan atau diminum, yang kemudian dikeluarkan melalui BAK janin
(5)
Meratakan tekanan intra uterin dan membersihkan jalan lahir bila ketuban pecah
(6)
Peredaran air ketuban dengan darah ibu cukup lancar dan perputarannya cepat ± 500 cc
(7)
Sebagai pelindung yang akan menahan janin dari trauma akibat benturan
(8)
Melindungi dan mencegah tali pusat dari kekeringan, yang dapat
mengakibatkan
tali
pusat
mengerut
sehingga
menghambat penyaluran oksigen melalui darah ibu ke janin (9)
Menjadi inkubator yang sangat istimewa dalam menjaga kehangatan disekitar janin
(10) Selaput ketuban dengan air ketuban didalamnya merupakan penahan janin dan rahim dari kemungkinan infeksi (11) Pada saat persalinan, air ketuban dapat meratakan tekanan atau kontraksi di dalam rahim sehingga leher rahim membuka (12) Pada saat kantong amnion pecah, air ketuban yang keluar akan membersihkan jalan lahir (13) Pada saat kehamilan, air ketuban dapat digunakan untuk mendeteksi kelainan yang dialami janin, khususnya yang berhubungan dengan kelainan kromosom (14) Kandungan lemak dalam air ketuban dapat menjadi penanda janin sudah matang atau akan lewat waktu Seiring dengan usia kehamilan yang bertambah, jumlah cairan ini terus meningkat. Pada keadaan normal, jumlah air ketuban sekitar 50-250 ml. Pada usia kehamilan 10-20 minggu mencapai 500-1500 ml. Jika jumlahnya lebih dari 2 liter dinamakan polihidramnion atau hidramnion dan
jika kurang dari 500 cc disebut oligohidramnion. Konsentrasi otot
rahim
akan
menekan
sirkulasi
plasenta
dan
menimbulkan distress janin (Sondakh, 2013) e. Keadaan Normal Cairan Amnion Dibawah ini merupakan keadaan normal cairan amnion: (1) Pada usia kehamlan cukup bulan, volume 1000-1500 cc (2) Keadaan jernih agak keruh (3) Steril (4) Bau khas, agak manis dan amis (5) Terdiri atas 98 - 99% air, 1 - 2% garam-garam anorganik dan bahan organik (protein terutama albumin), runtuhan rambut lanugo, verniks caseosa, dan sel - sel epitel (6) Sirkulasi sekitar 500 cc / jam f. Struktur Selaput Ketuban Selaput ketuban tersusun atas lima lapisan yang terpisah, rata - rata tebalnya 0,08-0,12 mm. tidak mengandung pembuluh darah dan saraf, kebutuhan nutrisinya disuplai melalui cairan ketuban. Lapisan paling dalam terdekat dengan janin adalah epitel ketuban. Sel - sel epitel ketuban mensekresi kolagen tipe III dan IV serta
glikoprotein
nonkolagenus
fibronektin) (Alamsyah, 2009).
(laminin,
nidogen,
dan
8. Tinjauan Tentang Ketuban Pecah Dini a. Definisi Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang terjadi pada saat akhir kehamilan maupun jauh sebelumnya (Nugroho, 2012). Ketuban Pecah Dini (KPD) atau Prelabour Rupture Of The Membrane (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu pada usia kehamlan kurang dari 37 minggu, atau disebut juga Preterm Premature Rupture Of Membrane (PPROM) (Eni Nur Rahmawati, 2012). Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan atau sebelum inpartu, pada pembukaan ≤ 4 cm (fase laten) (Nugroho, 2012). Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan pada pembukaan ≤ 4 cm dan setelah 6 jam tidak diikuti dengan terjadinya persalinan. b. Etiologi Penyebab ketuban pecah dini masih belum diketahui secara jelas. Ada beberapa faktor yang membuat ketuban pecah dini, yaitu: 1) Infeksi yang biasanya berawal dari kemaluan, lalu naik ke mulut rahim dan dinding ketuban. Dinding ketuban paling
bawah merupakan bagian yang paling rentan karena mendapat tekanan dari bobot janin, dan juga yang pertama mendapat infeksi dari kemaluan 2) Gangguan pada leher rahim (cervix incompetence) sehingga dinding ketuban paling bawah mendapatkan tekanan yang semakin tinggi 3) Posisi plasenta dibawah, posisi plasenta yang baik adalah disebelah atas agak kekiri atau kekanan sedikit 4) Tindakan
invansif
ke
leher
rahim,
misalnya
karena
pemeriksaan medis atau upaya pengguguran 5) Gangguan terhadap jaringan kolagen penyangga dinding amnion, misalnya kebiasaan merokok dan meminum alkohol 6) Tekanan didalam rahim meningkat karena cairan ketuban berlebihan, kehamilan kembar, janin yang besar, ataupun adanya kelainan anatomis pada janin 7) Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya 8) Trauma
yang
didapatkan
misalnya
hubungan
seksual,
pemeriksaan dalam, maupun amnionitis 9) Kelainan letak, misalnya sungsang sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul yang dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah 10) Paritas, frekuensi melahirkan yang pernah dialami ibu merupakan
suatu
keadaan
yang
dapat
mengakibatkan
endometrium menjadi cacat dan sebagai akibatnya terjadi komplikasi dalam kehamilan. Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari atau sama dengan 500 gram yang pernah dilahirkan hidup maupun mati. Bila berat badan tidak diketahui maka dipakai umur kehamilan, yaitu 24 minggu. Penggolongan paritas bagi ibu yang masih hamil berdasarkan jumlahnya menurut WHO, yaitu: a. Primigravida, adalah wanita yang hamil untuk pertama kalinya b. Multigravida, adalah wanita yang pernah hamil beberapa kali c. Grande multipara adalah wanita yang pernah hamil lebih dari 5 kali Paritas primipara yang mengalami ketuban pecah dini berkaitan dengan kondisi psikologis, mencakup sakit saat hamil, gangguan fisiologis seperti emosional dan termasuk kecemasan akan kehamilan (Cunninghan, 2006). Paritas multipara mengalami seharusnya tidak terlau rentan uintuk mengalami kejadian ketuban pecah dini. Karena kekuatan serviks masih bagus. Selain itu 20 - 35 tahun secara organ reproduksi masih bagus untuk hamil dan bersalin. Paritas grande multipara mengalami ketuban pecah dini terutama usia lebih dari 35 tahun, ini karena ibu sudah hamil atau uterus sudah pernah besar sebelumnya sehingga apabila ibu hamil kembali lahi uterus akan semakin merenggang serta kekuatan jaringan ikat
dan vaskularisasi berkurang sehingga dapat menyebabkan pada daerah tertentu inferiornya menjadi rapuh (Winkjosastro, 2008). 11) Umur, dianggap beresiko apabila umur saat hamil ≤ 20 tahun dan ≥ 35 tahun. Umur merupakan faktor yang sangat berpengaruh dengan dengan perkembangan alat - alat reproduksi wanita dimana reproduksi sehat merupakan usia yang paling aman bagi seorang wanita yang hamil dan melahirkan yaitu 20 - 35 tahun. Tingginya angka kematian ibu pada usia muda disebakan belum matangnya organ reproduksi untuk hamil sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan janin. Jika seseorang
hamil pada usia kurang dari 20 tahun dianggap
sebagai kehamilan berisiko tinggi karena alat reproduksi belum siap untuk hamil sehingga mempengaruhi pembentukan selaput ketuban menjadi normal. Sedangkan pada usia lebih dari 35 tahun terjadi penurunan kemampuan organ-organ reproduksi yang berpengaruh pada proses embriogenesis sehingga selaput ketuban lebih tipis yang memudahkan untuk pecah sebelum waktunya (Ade Kurniawati, 2012). 12) Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini adalah sebagai berikut:
(a) Golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jaringan kulit ketuban (b) Faktor disproporsisi antara kepala janin dan panggul ibu (c) Defisiensi gizi dari tembaga atau asam aksorbat (Ade Kurniawati, 2012). c. Tanda dan Gejala Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, kemungkinan cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan cairan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila ibu duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak dibawah biasanya “mengganjal” kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda - tanda terjadi infeksi (Nugroho, 2012). Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini adalah sebagai berikut: 1) Terjadinya pembukaan prematur serviks 2) Membran terkait dengan pembukaan terjadi: a) Devaskularisasi b) Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
c) Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban semakin berkurang d) Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan infeksi yang mengeluarkan enzim proteolotik dan enzim kolagenase (Ade Kurniawati, 2012). d. Pengaruh Ketuban Pecah Dini 1) Terhadap Janin Walaupun ibu belum menunjukan tanda - tanda infeksi bayi bisa saja sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterine lebih dahulu terjadi (amnionitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan, sehingga akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas perinatal 2) Terhadap ibu Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi. Selain itu juga dijumpai infeksi puerpuralis, peritonitis, septicemia, serta dry labour. Ibu menjadi mudah lelah, partus menjadi lama, suhu badan meningkat, dan nadi cepat (Ani, 2013). e. Diagnosa Secara klinis diagnosa ketuban pecah dini tidak sukar dibuat anamnesa pada klien dengan keluarnya air seperti kencing dengan tanda - tanda khas yang sudah dapat dinilai mengarah ke ketuban pecah dini. Untuk menegakkan diagnosa dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a) Adanya cairan yang berisi mekonium, verniks caseosa, rambut lanugo bila telah terinfeksi akan beraroma berbau b) Pemeriksaan inspekulo, lihat dan perhatikan apakah air ketuban keluar dan kanalis servikalis pada bagian yang sudah pecah, atau terdapat cairan ketuban pada forniks posterior c) USG, volume cairan amnion berkurang d) Terdapat infeksi genital e) Gejala chorioamnionitis f) Pada maternal terjadi demam, takikardi, cairan amnion keruh, leukositosis, leukosit esterase meningkat g) Pada fetal terjadi takikardi, profilbiofisik dan kardiotokografi h) Amnion, lakukan tes cairan amnion, diantaranya dengan kultur stain,
fetal
fibronektin,
dan
sitokin.
Jika
terjadi
chorioamnionitis maka angka mortalitas 4 x lebih besar, angka respiratory
distress,
neonatal
sepsis
dan
perdarahan
intraventrikuler 3 x lebih besar. Dibawah ini merupakan tes amnion: a) Tes valsava dan fern Normah pH cairan vagina 4,5-5,5 dan normal pH cairan amnion 7,0-7,5 b) Uji kertas lakmus (nitrazin tes) Air ketuban
: berwarna biru (basa)
Air kencing
: berwarna merah (asam)
(Eni Nur Rahmawati, 2012) Menurut Nugroho (2012) diagnosa ketuban pecah dini dapat ditegakkan dengan cara sebagai berikut: a) Anamnesa Penderia merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak tiba - tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas, dan pelu juga diperhatikan warna keluarnya cairan tersebut, his belum teratur atau belum ada, tidak ada pengeluaran darah b) Inspeksi Pemeriksaan dengan inspekulum pada ketuban pecah dini akan tampak keluar cairan dari ostium uteri eksterna, bila belum tampak fundus uteri ditekan, penderita diminta untuk batuk, mengejan atau melakukan menuver valsava, goyangkan bagian terendah, maka akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada forniks anterior c) Pemeriksaan dalam Di dalam vagina didapati cairan dan selaput ketuban sudah tidak teraba. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan apabila ketuban pecah dini yang sudah dalam masa persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin
Tabel 2.1 Diagnosis Cairan Vagina Tanda dan Gejala Selalu Tanda dan Gejala Kadang Ada
Diagnosis
Ada
Kemungkinan
Keluar cairan ketuban
1. Ketuban pecah tiba-tiba 2. Cairan tampak di introitus vagina
Ketuban pecah dini
3. Tidak ada his dalam 1 jam
Cairan vagina berbau
1. Uterus nyeri
Demam
2. Denyut jantung janin cepat
Nyeri perut
3. Riwayat keluarnya cairan
Cairan vagina berbau
1. Gatal
Tidak ada riwayat
2. Keputihan
Amnionitis
vaginitis
3. Nyeri perut 4. Dysuria
f. Komplikasi Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden section secarea, atau gagalnya persalinan normal (Prawirohardjo, 2009). Komplikasi yang harus diantisipasi meliputi:
1) Persalinan prematur Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setekah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28 - 34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu. 2) Infeksi Resiko infeksi pada ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu dapat terjadi korioamnionitis, dan pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia, dan omfalitis. 3) Hipoksia dan Asfiksia Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia dan hipoksia 4) Deformitas Janin Menurut Nugroho (2012), komplikasi paling sering terjadi pada ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah Respiratory Distress Syndrom (RDS), yang terjadi pada 10 40% bayi baru lahir. Resiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada ketuban pecah dini preterm.
g. Penatalaksanaan (Nugroho, 2012). 1) Konservatif a) Rawat dirumah sakit b) Beri antibiotika, bila ketuban pecah ≥ 6 jam berikan ampisilin 4 x 500 mg atau gentamycin 1 x 80 mg c) Usia kehamilan ≤ 32 - 34 minggu, rawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi d) Bila usia kehamilan 32 - 34 minggu masih keluar air ketuban, maka usia kehamilan 35 minggu dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan e) Nilai tanda gejala infeksi (suhu, leukosit, tanda infeksi intrauterine) f) Pada usia kehamilan 32 - 34 minggu, berikan steroid untuk memacu kematangan paru-paru janin 2) Aktif a) Kehamilan ≥ 35 minggu, induksi oksitosin. Apabila gagal lakukan seksio secarea b) Pada keadaan Cepalo Pelvic Disease (CPD), letak lintang dilakukan seksio secarea c) Bila ada tanda infeksi, berikan antibiotika tinggi dan persalinan diakhiri.
h. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Penyebab Terjadinya Ketuban Pecah Dini 1. Usia Usia adalah lama waktu hidup sejak lahir. penyebab kematian maternal dari faktor reproduksi diantaranya adalah usia ibu, dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk keahamilan dan persalinan adalah usia 20 - 30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia dibawah 20 tahun ternyata 2 sampai 5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 29 tahun. Kematian meningkat kembali setelah usia 30 - 35 tahun (Ani, 2013). Tingginya angka kematian ibu pada usia muda disebakan belum matangnya organ reproduksi untuk hamil sehingga
dapat
merugikan
kesehatan
ibu
maupun
perkembangan dan pertumbuhan janin. Jika seseorang hamil pada usia kurang dari 20 tahun dianggap sebagai kehamilan berisiko tinggi karena alat reproduksi belum siap untuk hamil sehingg amempengaruhi pembentukan selaput ketuban menjadi normal. Sedangkan pada usia lebih dari 35 tahun terjadi penurunan kemampuan organ - organ reproduksi yang berpengaruh pada proses embriogenesis sehingga selaput ketuban lebih tipis yang memudahkan untuk pecah sebelum waktunya (Ade Kurniawati, 2012).
2. Paritas Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari atau sama dengan 500 gram yang pernah dilahirkan hidup maupun mati. Bila berat badan tidak diketahui maka dipakai umur kehamilan, yaitu 24 minggu. Penggolongan paritas bagi ibu yang masih hamil berdasarkan jumlahnya menurut WHO, yaitu: d. Primigravida, adalah wanita yang hamil untuk pertama kalinya e. Multigravida, adalah wanita yang pernah hamil beberapa kali f. Grande multipara adalah wanita yang pernah hamil lebih dari 5 kali Menurut Ade Kurniawati (2012), jenis paritas bagi ibu yang sudah hamil adalah sebagai berikut: 1) Nulipara, adalah wanita yang belim pernah melahirkan bayi yang mampu hidup 2) Primipara, adalah wanita yang pernah satu kali melahirkan bayi mencapai tahap mampu hidup 3) Multipara, adalah wanita yang telah melahirkan dua janin atau lebih 4) Grande multipara, adalah wanita yang telah melahirkan lima anak atau lebih.
Multigravida atau paritas tinggi merupakan salah satu dari penyebab ketuban pecah dini. Karena paritas 2 - 3 merupakan keadaan relatif aman untuk hamil dan melahirkan pada masa reproduktif, karena pada keadaan tersebut dinding uterus belum banyak mengalami perubahan, dan serviks belum terlalu
sering
mengalami
pembukaan
sehingga
dapat
menyanggah selaput ketuban dengan baik (Varney, 2008). Paritas primipara yang mengalami ketuban pecah dini berkaitan dengan kondisi psikologis, mencakup sakit saat hamil, gangguan fisiologis seperti emosional dan termasuk kecemasan akan kehamilan (Cunninghan, 2006). Paritas multipara mengalami seharusnya tidak terlau rentan uintuk mengalami kejadian ketuban pecah dini. Karena kekuatan serviks masih bagus. Selain itu 20 - 35 tahun secara organ reproduksi masih bagus untuk hamil dan bersalin. Paritas grande multipara mengalami ketuban pecah dini terutama usia lebih dari 35 tahun, ini karena ibu sudah hamil atau uterus sudah pernah besar sebelumnya sehingga apabila ibu hamil kembali lahi uterus akan semakin merenggang serta kekuatan jaringan ikat dan vaskularisasi berkurang sehingga dapat menyebabkan pada daerah tertentu inferiornya menjadi rapuh (Winkjosastro, 2008).
B. Kerangka Teori Kerangka teori merupakan rangkaian teori yang mendasari topik penelitian. Rumusan kerangka teori paling mudah mengikuti kaedah input, proses dan output. Apabila dalam sebuah penelitian, sudah terdapat kerangka teori yang baku, maka kita bisa mengadopsi kerangka teori tersebut dengan mencantumkan sumbernya. Kerangka teori juga bisa dibuat dari pohon masalah (pathway) penyakit tertentu sesuai dengan area penelitian. Hubungan variabel dalam kerangka teori harus jelas tergambar, dengan berbagai variabel yang mempengaruhinya. Berdasarkan uraian diatas maka kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Kala 1 persalinan
Klien mengaku sudah merencanakan kehamilan sejak lama
Kesiapan proses persalinan
Gangguan Kala 1 Persalinan
umur ≤ 20 tahun belum matangnya organ reproduksi ≥ 35 tahun terjadi penurunan kemampua n organ reproduksi
Kanalis servikalis selalu terbuka akibat kelainan serviks uteri
Mudahan pengeluaran air ketuban
Kelainan letak janin (sungsang)
Tidak ada bagian terendah yang menutupi PAP yang menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah
Infeksi Proses biomekanik bakteri mengeluarkan enzim protiolitik
Selaput ketuban mudah pecah
KETUBAN PECAH DINI
Serviks Inkompeten
Gemeli hidramnion
Paritas
Di latasi serviks berlebih
Ketegangan uterus berlebih
Primipara berkaitan dengan psikologis
Selaput ketuban menonjol dan mudah pecah
Serviks tidak bisa menahan tekanan intrauterus
Grande multipara uterus semakin merenggang dan kekuatan jaringan ikat berkurang
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini bersifat analitik yaitu penelitian yang menggali hubungan usia ibu dan paritas dengan kejadian ketuban pecah dini. Model pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan secara cross sectional, dimana subjek penelitian dikumpulkan dengan cara pengumpulan data sekaligus pada waktu yang bersamaan pada satu saat (point time approach) (Notoadmojo, 2010). 2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Ruang Bersalin Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru di Ruang Bersalin pada bulan Mei – Juni 2015
B. Kerangka Konsep Kerangka konsep merupakan dasar pemikiran pada penelitian yang dirumuskan dari fakta - fakta, observasi dan tinjauan pustaka. Kerangka konsep memuat teori, dalil atau konsep - konsep yanga akan dijadikan dasar dan pijakan untuk melakukan penelitian (Setiawan, 2011). Berdasarkan teori diatas untuk lebih jelas dapat dilihat bagan kerangka konsep berikut ini:
Variabel Independen
Variabel Depeden
Umur Ketuban Pecah Dini Paritas Kelainan Letak Infeksi Serviks Inkompeten Gameli
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Keterangan: Cetak tebal
: Variabel yang diteliti
Tidak Cetak tebal : Variabel tidak diteliti
C. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas (Independen) Variabel bebas atau independen merupakan variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen (terikat). Sehingga variabel independen dapat dikatakan sebagai variabel yang mempengaruhi. (Setiawan dkk, 2011). Variabel bebas pada penelitian ini adalah usia dan paritas.
2. Variabel Terikat (Dependen) Variabel terikat atau biasa disebut variabel dependen adalah variabel yan dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel independen (bebas) (Setiawan dkk, 2011) Variabel terikat pada penelitian ini adalah ibu yang mengalami ketuban pecah dini pada tahun 2015.
D. Hipotesis Menurut Asmoro dkk, (2002) yang dikutip dalam Budiman, (2011) hipotesis adalah pernyataan sebagai jawaban sementara atas pernyataan penelitian yang harus diuji validitasnya secara empiris. Hipotesis penelitian ini adalah: 1. Ada Hubungan Antara Usia Ibu dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini di Ruang Bersalin RSUD Banjarbaru Tahun 2015 2. Ada Hubungan Antara Paritas Ibu dengan Kejadian ketuban Pecah Dini di Ruang Bersalin RSUD Banjarbaru Tahun 2015
E. Definisi Operasional Definisi operasional yaitu untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel - variabel yang diamati atau diteliti dan variabel variabel tersebut diberi batasan. Definisi operasional juga bermanfaat untuk mengarahkan pada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel - variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrument atau alat ukur. (Notoatmojo, 2010)
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No
Variabel
1.
Ketuban Pecah Dini
2.
Definisi Operasional Keluarnya lendir secara per vaginam tanpa adanya tanda-tanda persalinan
Umur
Lama hidup responden terhitung mulai saat dilahirkan
Paritas
Jumlah anak yang dilahirkan ibu baik hidup atau mati
3.
Cara Ukur
Alat Ukur
Dokumentasi Buku Register
Dokumentasi
Buku Register
Dokumentasi Buku Register
Skala
Nominal
Nominal
Nominal
Hasil Ukur
1.Mengalami KPD 2.Tidak mengalami KPD 1. Tidak aman (< 20 dan > 35 tahun) 2. Aman (20 35 tahun)
1. Tidak aman (1 dan > 3) 2. Aman (2 - 3)
F. Hubungan Antar Variabel Hubungan antara variabel bebas yaitu usia dan paritas. Sedangkan, variabel pada terikat yaitu ibu yang mengalami ketuban pecah dini pada tahun 2015
G. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Setiawan dkk, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah seuruh ibu hamil yang melahirkan di ruang bersalin Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru pada Tahun 2015 sebanyak 1.467 orang. 2. Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Setiawan dkk, 2011). Sampel dalam penelitian ini adalah ibu hamil yang melahirkan di ruang bersalin Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru pada Tahun 2015 sebanyak 1.467 orang (Total Sampling).
H. Alat dan Metode Pengumpulan Data ( Validitas dan Reliabilitas) 1. Alat Pengumpulan Data Alat ukur pada pengumpulan data pada penelitian ini adalah data sekunder berupa data yang diperoleh dari Rumah Sakit (RS) seperti data usia ibu dan paritas.
2. Teknik Pengumpulan Data Dalam hal ini digunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan data sekunder yang diambil dari laporan perawatan dan rekam medis pada ruang bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru. Data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh peneliti dari subyek penelitiannya. Biasanya berupa data dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia (Setiawan dkk, 2011).
I. Jalannya Penelitian 1. Persiapan Sebelum penelitian ini dilakukan, peneliti melalui berbagai tahapan seperti melakukan studi pendahuluan, pengajuan judul kepada dosen pembimbing, pencarian literatur, dan penyusunan instrument penelitian. 2. Pelaksanaan Pada tanggal 06 Mei 2016 peneliti mengajukan judul penelitian kepada pembimbing, kemudian pada tanggal 10 Mei 2016 mengajukan surat permohonan untuk melakukan studi pendahuluan setelah mendapatkan izin persetujuan institusi tempat penelitian , peneliti dapat melakukan studi pendahuluan. Pada tanggal 26 Mei 2016 peneliti mengajukan surat permohonan untuk mendapatkan izin penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru. Setelah
mendapatkan izin persetujuan institusi tempat penelitian, peneliti dapat melakukan penelitian yang sesuai dengan prinsip – prinsip etis penelitian yaitu meminta persetujuan kepada pihak rekam medis dan kepala ruangan bersalin kemudian menjelaskan maksud penelitian. 3. Penyelesaian Setelah
data
terkumpul,
peneliti
melakukan
tahapan
pengelolaan data dan analisis data untuk selanjutnya disajikan dalam bentuk sebuah laporan karya tulis ilmiah.
J. Analisis Data Analisis data dilakukan secara bertahap yaitu dengan analisis univariat
dan
bivariat.
Analisis
univariat
dimaksudkan
untuk
menggambarkan masing – masing variabel bebas dan variabel terikat dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi. Sedangkan analisis bivariat dimaksud untuk melihat hubungan kedua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Analisis data yang dilakukan untuk melihat hubungan antar kedua variabel ini yakni menggunakan uji Chi Square (menggunakan SPSS versi 16) dengan tingkat kepercayaan 95% dari nilai α 0,05 jadi apabila nilai p (probabilitas) > 0,05 maka H0 diterima yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dan variabel dependen. Apabila p < 0,05 maka H0 ditolak yang berarti didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara kedua variabel di atas dengan rumus sebagai berikut:
𝑥 2 =∑
(𝑓0−𝑓𝑒)² 𝑓𝑒
keterangan:
x2 : Nilai Chi-kuadrat fe : frekuensi ang diharapkan f0 : frekuensi yang diperoleh
Prinsip dasar uji chi square adalah membandingkan frekuensi yang terjadi (observasi) dengan frekuensi harapan (ekspektasi). Bila nilai frekuensi observasi dengan nilai frekuensi harapan sama, maka dikatakan tidak ada hubungan yang bermakna (signifikan). Sebaiknya bila nilai frekuensi observasi dengan nilai frekuensi harapan berbeda, maka dikatakan ada hubungan yang bermakna. Syarat uji chi square adalah sebagai berikut: (Hastomo, 2007) 1. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan kurang dari 5 lebih dari 20% dari total 2. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai observasi kurang dari 1. Pada analisis data ini peneliti menggunakan batas kemaknaan α = 0.05 yaitu apabila nilai p < 0.05 maka hipotesis diterima (H0 diterima) dan bila p > 0.05 maka hipotesis ditolak (H0 ditolak) 3. Tidak ada cell dengan nilai frekuensi kenyataan atau disebut juga Actual Count (F0) sebesar 0 (nol). 4. Apabila tabel kontingensi 2 x 2 tetapi tidak memenuhi syarat seperti ada sel yang mempunyai nilai harapan kurang dari 5 maka rumus diganti dengan “Fisher Exact Test”.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru merupakan rumah sakit
milik
Pemerintah
Kota
Banjarbaru
yang
diserahkan
pengelolaannya oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan pada tanggal
14
Agustus
2001.
Berdasarkan
Keputusan
Walikota
Banjarbaru Nomor 366 Tahun 2011, RSUD Banjarbaru telah ditetapkan menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), dengan menerapkan fleksibilitas pengelolaan keuangan sesuai dengan yang telah diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 dan Peraaturan Kementrian Dalam Negeri No. 61 Tahun 2007. Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru memiliki luas tanah 8.213 m2, dengan luas bangunan 5.049 m2, dan memiliki tempat tidur sebanyak 137 buah. Berikut ini merupakan fasilitas dan sarana yang terdapat di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru: a. Pelayanan rawat jalan (poli spesialis anak, poli spesialis bedah, poli spesialis bedah ortopedi, poli spesialis penyakit dalam, poli spesiais kandungan, poli spesialis mata, poli spesialis kulit, poli spesialis syaraf, poli umum, poli spesialis gizi, poli spesialis gizi dan mulut)
b. Pelayanan gawat darurat (24 jam) c. Pelayanan rawat inap d. Pelayanan medik (pelayanan bedah sentral dan pelayanan perinatal) e. Pelayanan penunjang (Medis: laboratorium, radiologi, farmasi, rehabilotas medik. Non medis: pelayanan gizi) Jumlah kunjungan rawat inap Rumah sakit Umum Daerah Banjarbaru Tahun 2015 mengalami kenaikan yaitu mencapai 12.588 kunjungan dari tahun 2014 sebanyak 11.476 kunjungan.
2. Ketenagaan RSUD Banjarbaru Tabel 4.1 Keadaan Ketenagaan RSUD Banjarbaru Tahun 2015 Jenis Tenaga Dokter JUMLAH Spesialis PNS PTT KONTRAK 1. Dokter 16 16 Spesialis 2. Dokter Gigi 1 1 Spesialis 3. Dokter Umum 25 25 4. Dokter Gigi 3 3 5. Paramedis 133 7 21 161 Keperawatan 6. Paramedis 46 53 Kebidanan 7. Paramedis 90 1 3 94 Penunjang 8. Non Medis 67 5 47 119 381 13 71 472 JUMLAH Sumber: Laporan Tahunan Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru, No
2015. Berdasarkan Tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa ketenagaan terbanyak di RSUD Banjarbaru adalah paramedis keperawatan sebanyak 161 orang (34.11%) dan paling sedikit ketenagaan di RSUD Banjarbaru adalah dokter gigi sebanyak 1 orang (0.21%)
3. Hasil Penelitian Univariat a. Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Berdasarkan Kejadian Ketuban Pecah Dini Distribusi frekuensi responden berdasarkan kejadian ketuban pecah dini di ruang bersalin RSUD Banjarbaru Tahun 2015 dibedakan atas dua kelompok yaitu ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini dan ibu bersalin yang tidak mengalami ketuban pecah dini. Gambaran frekuensi umur ibu bersalin dapat dilihat pada tabel 4.2 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasar Ibu Bersalin Yang Mengalami Ketuban Pecah Dini Di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru Tahun 2015 No
Ibu Bersalin
1. 2.
Mengalami KPD Tidak mengalami KPD Jumlah (Sumber: Rekam Medis, 2015)
Total Frekuensi (F) Presentasi (%) 168 11.45 1299 88.55 1.467
100
Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa ibu yang tidak mengalami ketuban pecah dini sebanyak 1.299 orang (88.55%) dan yang mengalami ketuban pecah dini sebanyak 168 orang (11.45%)
b. Distribusi Frekuensi Berdasar Kelompok Umur Ibu Distribusi rekuensi berdasar kelompok umur ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini di ruang bersalin RSUD Banjarbaru Tahun 2015 dibedakan atas dua kelompok yaitu ibu bersalin dengan umur beresiko dan tidak beresiko. Gambaran frekuensi umur ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini dapat dilihat pada tabel 4.3 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasar Kelompok Umur Ibu Bersalin Yang Mengalami Ketuban Pecah Dini Di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru Tahun 2015 No
Umur Ibu
1. Tidak aman (< 20 dan > 35 tahun) 2. Aman (20 – 35 tahun) Jumlah (Sumber: Rekam Medis, 2015)
Frekuensi (F) 91 77 168
Total Presentasi (%) 54.17 45.83 100
Berdasarkan tabel 4.3. dapat dilihat bahwa umur ibu yang tidak aman sebanyak 91 orang (54.17%) sedangkan umur ibu yang aman sebanyak 77 orang (45.83%).
c. Distribusi Frekuensi Berdasar Paritas Ibu Distribusi frekuensi berdasar paritas ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini di ruang bersalin RSUD Banjarbaru Tahun 2015 dibedakan menjadi dua kelompok yaitu ibu bersalin dengan paritas beresiko dan tidak beresiko. Gambaran frekuensi paritas ibu dapat dilihat pada tabel 4.4 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Paritas Ibu Bersalin yang Mengalami Ketuban Pecah Dini Di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru Tahun 2015 No 1.
Paritas Ibu
Tidak aman (1 dan > 3 anak) 2. Aman (2 – 3 anak) Jumlah (Sumber: Rekam Medis, 2015)
Total Frekuensi (F) Presentasi (%) 97 57.73 71 168
42.63 100
Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa paritas ibu yang tidak aman sebanyak 97 orang (57.74%), sedangkan paritas ibu yang aman sebanyak 71 orang (42.26%).
4. Hasil Penelitian Bivariat d. Hubungan Usia dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Tabel 4.5 Hubungan Usia Ibu dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru Tahun 2015 Ibu Bersalin Umur Ibu
Tidak aman (< 20 dan > 35 tahun) Aman (20 – 35 tahun) Total
Mengalami KPD n
%
91
17.3
Tidak Mengalami KPD N % 434
82.7
Total
P Value
N
%
525
100 0.000
77
8.2
865
91.8
942
100
168
11.5
1.299
88.5
1.467
100
OR
2.355 (1.702 – 3.259)
Berdasarkan Tabel 4.5 di atas dapat dilihat bahwa ibu bersalin dengan umur tidak aman (< 20 tahun dan > 35 tahun) sebanyak 525 orang sebagian besar tidak mengalami ketuban pecah dini sebanyak 434 orang (82.7%), sedangkan ibu bersalin yang memiliki umur aman (20 – 35 tahun) sebanyak 942 orang sebagian besar juga tidak mengalami ketuban pecah dini sebanyak 865 orang (91.8%). Hajil uji statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai p = 0.000 dan OR 2.355, dengan nilai p < 0.05. maka dengan demikian hipotesis H0 dapat diterima yang artinya ada hubungan usia ibu dengan kejadian ketuban pecah dini. Nilai OR 2.355 menunjukan bahwa umur ibu yang tidak aman beresiko
terjadi ketuban pecah dini 2.355 kali lebih besar dibandingkan umur ibu yang aman. e. Hubungan Paritas dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Tabel 4.6 Hubungan Paritas dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru Tahun 2015
Paritas
Tidak Aman (1 dan > 3 anak) Aman (2 – 3 anak) Total
Ibu Bersalin Mengalami Tidak KPD Mengalami KPD
Total
P Value OR
n
%
N
%
n
%
97
14.6
567
85.4
664
100 0.001
71
8.8
732
91.2
803
100
168
11.5
1.299
88.5
1.467
100
1.764 (1.274 – 2.442)
Berdasarkan Tabel 4.6 di atas dapat dilihat bahwa ibu bersalin dengan paritas tidak aman (1 dan > 3 anak) sebanyak 664 orang sebagian besar tidak mengalami ketuban pecah dini sebanyak 567 orang (85.4%), sedangkan ibu bersalin yang memiliki paritas aman (2 – 3 anak) sebanyak 803 orang sebagian besar juga tidak mengalami ketuban pecah dini sebanyak 732 orang (91.2%).Hajil uji statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai p = 0.001 dan OR 1.764, dengan nilai p < 0.05. maka dengan demikian hipotesis H0 dapat diterima yang artinya ada hubungan paritas ibu dengan kejadian ketuban pecah dini. Nilai OR 1.764 menunjukan bahwa paritas ibu yang tidak aman
beresiko terjadi ketuban pecah dini 1.764 kali lebih besar dibandingkan paritas ibu yang aman.
B. PEMBAHASAN Penelitian yang dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru tentang Hubungan Usia Ibu dan Paritas dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini didapatkan hasil sebagai berikut: 1. Kejadian Ketuban Pecah Dini Berdasarkan tabel 4.2 diatas bahwa ibu bersalin di RSUD Banjarbaru sebanyak 1.467 orang, sebanyak 1.299 orang (88.55%) tidak mengalami ketuban pecah dini dan sebanyak 168 orang (11.45%) mengalami ketuban pecah dini. Ketuban Pecah Dini (KPD) atau Prelabour Rupture Of The Membrane (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu pada usia kehamlan kurang dari 37 minggu, atau disebut juga Preterm Premature Rupture Of Membrane (PPROM). (Eni Nur Rahmawati, 2011). Penyebab ketuban pecah dini masih belum diketahui secara jelas, sehingga usaha preventif tidak dapat dilakukan, beberapa faktor yang membuat ketuban pecah dini seperti infeksi, usia, paritas, gangguan leher Rahim, posisi plasenta di bawah, gameli, dan kelainan letak. Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak
seperti bau amniak, kemungkinan cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan cairan ciri picat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila ibu duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak dibawah biasanya “mengganjal” kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda terjadi infeksi (Taufan Nugroho, 2012). Pengaruh Ketuban Pecah Dini (KPD) terhadap janin seperti infeksi, karena infeksi intrauterine lebih dahulu terjadi (amnionitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan, sehingga akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas perinatal, sedangkan terhadap ibu seperti terjadi infeksi, peritonitis, septicemia, serta dry labour, ibu menjadi mudah lelah, partus menjadi lama, suhu badan meningkat, dan nadi cepat (Ani, 2013). Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan premature, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden section secarea, atau gagalnya persalinan normal (Prawirohardjo, 2009). Secara klinis diagnosa ketuban pecah dini tidak sukar dibuat anamnesa pada klien dengan keluarnya air seperti kencing dengan tanda-tanda khas yang sudah dapat dinilai mengarah ke ketuban pecah dini. Penatalaksanaan pada ketuban pecah dini, yaitu dengan cara konservatif: awat dirumah sakit, beri antibiotika, bila ketuban pecah ≥
6 jam berikan ampisilin 4 x 500 mg atau gentamycin 1 x 80 mg, apabila usia kehamilan ≤ 32-34 minggu, rawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi, bila usia kehamilan 32-34 minggu masih keluar air ketuban, maka usia kehamilan 35 minggu dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan, nilai tanda gejala infeksi (suhu, leukosit, tanda infeksi intrauterine), pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu kematangan paru-paru janin. Sedangkan penatalaksanaan secara aktif meliputi: Kehamilan ≥ 35 minggu, induksi oksitosin. Apabila gagal lakukan seksio secarea. Pada keadaan Cepalo Pelvic Disease (CPD), letak lintang dilakukan seksio secarea. Bila ada tanda infeksi, berikan antibiotika tinggi dan persalinan diakhiri (Taufan Nugroho, 2012). 2. Umur Ibu Bersalin yang Mengalami Ketuban Pecah Dini Berdasarkan tabel 4.3. dapat dilihat bahwa umur ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini dengan umur tidak aman sebanyak 91 orang (54.17%) sedangkan ibu dengan umur aman sebanyak 77 orang (45.83%). Usia adalah lama waktu hidup sejak lahir. penyebab kematian maternal dari faktor reproduksi diantaranya adalah usia ibu, dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk keahamilan dan persalinan adalah usia 20 - 30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia dibawah 20 tahun ternyata 2 sampai 5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 29
tahun. Kematian meningkat kembali setelah usia 30 - 35 tahun (Ani, 2013).
3. Paritas Ibu Bersalin yang Mengalami Ketuban Pecah Dini Berdasarkan tabel 4.4 diatas bahwa paritas ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini dengan paritas beresiko sebanyak 97 orang (57.74%), sedangkan ibu dengan paritas aman sebanyak 71 orang (42.26%). Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari atau sama dengan 500 gram yang pernah dilahirkan hidup maupun mati. Bila berat badan tidak diketahui maka dipakai umur kehamilan, yaitu 24 minggu. Penggolongan paritas bagi ibu yang masih hamil berdasarkan jumlahnya menurut WHO, yaitu: g. Primigravida, adalah wanita yang hamil untuk pertama kalinya h. Multigravida, adalah wanita yang pernah hamil beberapa kali i. Grande multipara adalah wanita yang pernah hamil lebih dari 5 kali Paritas primipara yang mengalami ketuban pecah dini berkaitan dengan kondisi psikologis, mencakup sakit saat hamil, gangguan fisiologis seperti emosional dan termasuk kecemasan akan kehamilan (Cunninghan, 2006). Paritas multipara mengalami seharusnya tidak terlau rentan uintuk mengalami kejadian ketuban pecah dini. Karena kekuatan serviks masih bagus. Selain itu 20 - 35 tahun secara organ
reproduksi masih bagus untuk hamil dan bersalin. Paritas grande multipara mengalami ketuban pecah dini terutama usia lebih dari 35 tahun, ini karena ibu sudah hamil atau uterus sudah pernah besar sebelumnya sehingga apabila ibu hamil kembali lahi uterus akan semakin merenggang serta kekuatan jaringan ikat dan vaskularisasi berkurang sehingga dapat menyebabkan pada daerah tertentu inferiornya menjadi rapuh (Winkjosastro, 2008). 4. Hubungan Usia Ibu dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Berdasarkan Tabel 4.5 di atas dapat dilihat bahwa ibu bersalin dengan umur tidak aman (< 20 tahun dan > 35 tahun) sebanyak 525 orang sebagian besar tidak mengalami ketuban pecah dini sebanyak 434 orang (82.7%), sedangkan ibu bersalin yang memiliki usia aman (20 – 35 tahun) sebanyak 942 orang sebagian besar juga tidak mengalami ketuban pecah dini sebanyak 865 orang (91.8%). Setelah dilakukan uji chi square dapat disimpulkan H0 diterima, dimana p value = 0.000 (α = 0.05), sehingga secara statistik dapat dilihat ada hubungan yang bermakna antara usia ibu bersalin dengan kejadian ketuban pecah dini di RSUD Banjarbaru Tahun 2015. Hasil nilai odd ratio (RO) menunjukan bahwa ibu yang memiliki umur aman (20 - 35 tahun) berpeluang untuk tidak mengalami ketuban pecah dini 2.355 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang memiliki usia tidak aman ( < 20 – > 35 tahun). Usia ibu bersalin yang tidak
aman ( > 35 tahun ) sebanyak 52 orang (57.14%) dan usia ibu tidak aman ( < 20 tahun ) sebanyak 39 orang (42.86%).
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Faradila (2012) yang menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia (p=0,649) dengan kejadian ketuban pecah dinidi RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2011. Namun, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh tahun 2013 di RSUD Ambarawa dengan p value = 0.000 (α 0.05) yang berarti ada hubungan usia dengan kejadian ketuban pecah dini. Tingginya angka kematian ibu pada usia muda disebakan belum matangnya organ reproduksi untuk hamil sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan janin. Jika seseorang hamil pada usia kurang dari 20 tahun dianggap sebagai kehamilan berisiko tinggi karena alat reproduksi belum siap untuk hamil sehingga mempengaruhi pembentukan selaput ketuban menjadi normal. Sedangkan pada usia lebih dari 35 tahun terjadi penurunan kemampuan organ-organ reproduksi yang berpengaruh pada proses embriogenesis sehingga selaput ketuban lebih tipis yang memudahkan untuk pecah sebelum waktunya (Ade Kurniawati, 2012) 5. Hubungan Paritas Ibu dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini
Berdasarkan Tabel 4.6 di atas dapat dilihat bahwa ibu bersalin dengan paritas tidak aman (1 dan > 3 anak) sebanyak 664 orang sebagian besar tidak mengalami ketuban pecah dini sebanyak 567 orang (85.4%), sedangkan ibu bersalin yang memiliki paritas aman (2 – 3 anak) sebanyak 803 orang sebagian besar juga tidak mengalami ketuban pecah dini sebanyak 732 orang (91.2%). Setelah dilakukan uji chi-square dapat disimpulkan H0 diterima, dimana p value = 0.001 (α = 0.05), sehingga secara statistik dapat dilihat ada hubungan yang bermakna antara usia ibu bersalin dengan kejadian ketuban pecah dini di RSUD Banjarbaru Tahun 2015. Hasil nilai odd ratio (RO) menunjukan bahwa ibu yang memiliki paritas aman (2 - 3 anak) berpeluang untuk tidak mengalami ketuban pecah dini 1.764 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang memiliki paritas tidak aman ( 1 – > 3 anak). Paritas ibu bersalin yang tidak aman ( > 3 anak ) sebanyak 34 orang (35.05%) dan paritas ibu tidak aman ( 1 anak ) sebanyak 63 orang (64.95%) Hal ini sesuai dengan teori primipara dan multigravida merupakan salah satu dari penyebab ketuban pecah dini. Karena paritas 2-3 merupakan keadaan relatif aman untuk hamil dan melahirkan pada masa reproduktif, karena pada keadaan tersebut dinding uterus belum banyak mengalami perubahan, dan serviks belum terlalu sering mengalami pembukaan sehingga dapat menyanggah selaput ketuban dengan baik (Varney, 2008). Hal ini juga sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Vaisatun di RSUD Pambalah Batung Amuntai (2013) bahwa sebanyak 69.6% ketuban pecah dini terjadi pada ibu bersalin primipara. Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari atau sama dengan 500 gram yang pernah dilahirkan hidup maupun mati. Bila berat badan tidak diketahui maka dipakai umur kehamilan, yaitu 24 minggu. Penggolongan paritas bagi ibu yang masih hamil berdasarkan jumlahnya menurut WHO, yaitu: primigravida adalah wanita yang hamil untuk pertama kalinya, multigravida adalah wanita yang pernah hamil beberapa kali, grande multipara adalah wanita yang pernah hamil lebih dari 5 kali. Sedangkan menurut kurniawati (2012), jenis paritas bagi ibu yang sudah hamil anttara lain seperti nulipara adalah wanita yang belim pernah melahirkan bayi yang mampu hidup, primipara adalah wanita yang pernah satu kali melahirkan bayi mencapai tahap mampu hidup, multipara adalah wanita yang telah melahirkan dua janin atau lebih grande multipara adalah wanita yang telah melahirkan lima anak atau lebih.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Sebagian besar ibu bersalin dari 1.467 sebanyak 1.299 orang (88.55%) tidak mengalami ketuban pecah dini dan sebagian kecil sebanyak 168 orang (11.45%) megalami ketuban pecah dini. 2. Sebagian besar ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini dengan umur tidak aman sebanyak 91 orang (54.17%) sedangkan ibu dengan umur aman sebanyak 77 orang (45.83%). 3.
Sebagian besar paritas ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini dengan paritas beresiko sebanyak 97 orang (57.74%), sedangkan ibu dengan paritas aman sebanyak 71 orang (42.26%).
4. Ada hubungan usia ibu dengan kejadian ketuban pecah dini dengan nilai p value = 0.000 (α = 0.05). 5. Ada hubungan paritas ibu dengan kejadian ketuban pecah dini dengan nilai p value = 0.001 (α = 0.05)
B. SARAN 1. Bagi Peneliti Dapat digunakan oleh peneliti selanjutnya sebagai acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai ketuban pecah dini baik secara analitik maupun deskritif dengan variabel yang berbeda. 2.
Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru Diharapkan untuk tenaga kesehatan lebih banyak memberikan penyuluhan tentang Ketuban Pecah Dini (KPD) dalam upaya pencegahan agar tidak terus mengalami peningkatan
3. Bagi Institusi Akademi Kebidanan Banua Bina Husada Dapat meningkatkan wawasan, ilmu pengetahuan dan referensi bagi mahasiswa Akademi Kebidanan Banua Bina Husada yang berkaitan dengan ketuban pecah dini
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2016. Laporan Register Persalinan dengan Ketuban Pecah Dini di Ruang Bersalin RSUD Banjarbaru. Tidak di publikasikan. Anonim. 2016. Laporan Tahunan RSUD Banjarbaru. Tidak di publikasikan. Effendi, dkk. 2009. Prematuritas. Bandung : PT Refika Aditama Fadlun, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika Huda N. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketuban Pecah Dini di RS PKU Muhammadiyah Surakarta: Suatu Model Disertasi yangtidak dipublikasikan Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Jakarta : EGC Mochtar, Rustam. 2012. Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta : EGC Notoadmojo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Nusa Medika Nugroho, Taufan. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta : Nusa Medika Prawirohardjo, S. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Rohani, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan. Jakarta : Salemba Medika Setiawan, Ari dan Saryono. 2011. Metodologi Penelitian Kebidanan. Yogyakarta : Nusa Medika Sondakh, Jenny. 2013. Asuhan Kebidanan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta : Erlangga Vaisatun. 2013. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Ketuban Pecah Dini di RSUD Pambalah Batung Amuntai: Suatu Model Disertasi yang tidak dipublikasikan Wawan dan Dewi. 2011. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia Dilengkapi dengan Contoh Kuisioner. Jakarta: Mutia Medika
Cunningham. (2006). Paritas dan kerangka teori KPD http://midwivery2.blogspot.co.id/2013/10/karakteristik.html?m=1 (diakses pada tanggal 10 Mei 2016 Pkl. 16.15 WITA). varney. (2008). Konsep Dasar Paritas http://dr-suparyanto.blogspot.co.id/2011/02/konsep-dasar-paritas.html?m=1 (diakses pada tanggal 10 Mei 2016 Pkl 16.30 WITA). SDKI. (2012). AKI & AKB http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatanindonesia/profil-kesehatan-indonesia-2012.pdf (diakses pada tanggal 10 Mei 2016 Pkl 16.40 WITA). DEPKES RI. (2013). Kejadian Ketuban Pecah Dini http://www.google.co.id/search?hl=id=ISO-8859 1&q=kejadian+kpd+menurut+Depkes+2013. (diakses pada tanggal 10 Mei 2016 Pkl 16.45 WITA). Anggraeni. (2012) Pengertian Persalinan Normal http://midwevery2.blogspot.co.id/2013/10/peresalinan.html?m=1 Eni nur rahmawati. (2012) Pengertian KPD http://sulfianasiraj.blogspot.co.id/2014/09/proposal-ketuban-pecah-dini.html?m=1 (diakses pada tanggal 10 Mei 2016 Pkl 16.50 WITA). Ade kurniawati (2012) Ketuban Pecah Dini http://adekurniawati906.blogspot.com/ (diakses pada tanggal 10 Mei 2016 Pkl 16.55 WITA). Winkjosastro (2008) Paritas http://uliltegar.blogspot.com.co.id/2014/03/tinjauan-teori-hubungan-paritaspre.html?m=1 (diakses pada tanggal 10 Mei 2016 Pkl 19.00 WITA). ani. (2013). Pengaruh KPD Pada Ibu
http://ejurnal.akbidpantiliwasa.ac.id/index.php/kebidanan/article (diakses pada tanggal 10 Mei 2016 Pkl 19.10 WITA). Eni Kurniawati. (2011). Paritas http://www.academia.edu/19666034/KETUBAN_PECAH_DINI_OBSTET (diakses pada tanggal 10 Mei 2016 Pkl 20.00 WITA). Faradila 2012. Hubungan Paritas Dan Usia Ibu Dengan Ketuban Pecah Dini Di RSUD Dr Zainoel Abiding Banda Aceh http://etd.unsyiah.ac.id/baca/index/.php?id=10129&page=1 (diakses pada tanggal 12 Mei 2016 Pkl 15.00 WITA). Ruth dkk (2014). Hubungan Umur Ibu dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini di RSUD Ambarawa http://ejournalnwu.ac.id/article/view1443665476 (diakses pada tanggal 12 Mei 2016 Pkl 16.00 WITA). Sualman. (2009). Insidensi kejadian KPD https://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24515/2 (diakses pada tanggal 13 Mei 2016 Pkl. 15.00 WITA) Wijayanegara. (2009). Regangan Selaput Ketuban Berlebih http://repository.unhas.ac.id:4001/digilib/files/disk1/86/--muslihamus-4257-1thesis-i.pdf (diakses pada tanggal 13 Mei 2016 Pkl. 15.10 WITA) Alamsyah, M. (2009). Struktur Selaput Ketuban http://www.pdfcoke.com/mobile/doc/294557942/9-Ketuban-Pecah-Dini-PadaPrematuritas-Dr-M-Alamsyah (diakses pada tanggal 13 Mei 2016 Pkl. 15.30 WITA) Hastomo. (2007). Syarat Uji Chi Square http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-913-223502724-bab%20ilampiran.pdf (diakses pada tanggal 13 Mei 2016 Pkl. 15.50 WITA)
Budiman. 2011. Pengertian Hipotesis http://media.unpad.ac.id/thesis/220120/2010/220120100001_k_1253.pdf (diakses pada tanggal 13 Mei 2016 Pkl. 16.00 WITA) Laurensia dkk. (2015). Hubungan BBLR dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini http://akbidsarimulia.ac.id/ejurnal/downlod.php?file=B%20Laren,%20B%20Faiza h%2015-25.pdf (diakses pada tanggal 13 Mei 2016 Pkl. 16.10 WITA) Ardy. (2011). Analisis tentang Paritas Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Pada Ibu Bersalin Di RSUD Sidoarjo http://www.e-jurnal.com/2013/11/analisis-tentang-paritas-dengan.html?m=1 (diakses pada tanggal 13 Mei 2016 Pkl. 17.00 WITA)
LAMPIRAN
Time Schedule Hubungan Usia Ibu dan Paritas dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru Tahun 2015 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jenis Kegiatan Pengajuan Judul Studi Pendahuluan Penyusunan BAB I Penyusunan BAB II Penyusunan BAB III Revisi BAB I, BAB II, BAB III Penelitian Penyusunan Laporan Skripsi
April
9. Ujian Hasil Skripsi 10. Revisi dan Penjilidan 11. Pengumupulan Skripsi yang Telah Disahkan dewan Penguji TahunAkademik 2015 / 1016
Mei
Juni
Hubungan Usi Ibu dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Di RSUD Banjarbaru PARITAS * IBU BERSALIN Crosstabulation IBU BERSALIN MENGALAMI KPD PARITAS
AMAN
TIDAK AMAN
Total
TIDAK MENGALAMI KPD
Total
Count
71
732
803
Expected Count
92.0
711.0
803.0
% within PARITAS
8.8%
91.2%
100.0%
% within IBU BERSALIN
42.3%
56.4%
54.7%
% of Total
4.8%
49.9%
54.7%
Count
97
567
664
Expected Count
76.0
588.0
664.0
% within PARITAS
14.6%
85.4%
100.0%
% within IBU BERSALIN
57.7%
43.6%
45.3%
% of Total
6.6%
38.7%
45.3%
Count
168
1299
1467
Expected Count
168.0
1299.0
1467.0
% within PARITAS
11.5%
88.5%
100.0%
% within IBU BERSALIN
100.0%
100.0%
100.0%
% of Total
11.5%
88.5%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
11.919a
1
.001
Continuity Correctionb 11.357
1
.001
Likelihood Ratio
1
.001
Pearson Chi-Square
11.865
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (2- Exact Sig. (1sided) sided)
.001
Linear-by-Linear Association
11.911
N of Valid Casesb
1467
1
.000
.001
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 76.04. b. Computed only for a 2x2 table
Mantel-Haenszel Common Odds Ratio Estimate Estimate
1.764
ln(Estimate)
.567
Std. Error of ln(Estimate)
.166
Asymp. Sig. (2-sided)
.001
Asymp. 95% Confidence Interval
Common Odds Ratio
ln(Common Odds Ratio)
Lower Bound
1.274
Upper Bound
2.442
Lower Bound
.242
Upper Bound
.893
The Mantel-Haenszel common odds ratio estimate is asymptotically normally distributed under the common odds ratio of 1.000 assumption. So is the natural log of the estimate.
Hubungan Umur Ibu dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Di RSUD Banjarbaru UMUR IBU * IBU BERSALIN Crosstabulation IBU BERSALIN MENGALAMI KPD UMUR IBU
AMAN
TIDAK AMAN
Total
TIDAK MENGALAMI KPD
Total
Count
77
865
942
Expected Count
107.9
834.1
942.0
% within UMUR IBU 8.2%
91.8%
100.0%
% within IBU BERSALIN
45.8%
66.6%
64.2%
% of Total
5.2%
59.0%
64.2%
Count
91
434
525
Expected Count
60.1
464.9
525.0
% within UMUR IBU 17.3%
82.7%
100.0%
% within IBU BERSALIN
54.2%
33.4%
35.8%
% of Total
6.2%
29.6%
35.8%
Count
168
1299
1467
Expected Count
168.0
1299.0
1467.0
% within UMUR IBU 11.5%
88.5%
100.0%
% within IBU BERSALIN
100.0%
100.0%
100.0%
% of Total
11.5%
88.5%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
27.889a
1
.000
Continuity Correctionb 26.994
1
.000
Likelihood Ratio
1
.000
Pearson Chi-Square
26.734
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (2- Exact Sig. (1sided) sided)
.000
Linear-by-Linear Association
27.870
N of Valid Casesb
1467
1
.000
.000
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 60.12. b. Computed only for a 2x2 table
Mantel-Haenszel Common Odds Ratio Estimate Estimate
2.355
ln(Estimate)
.857
Std. Error of ln(Estimate)
.166
Asymp. Sig. (2-sided)
.000
Asymp. 95% Confidence Interval
Common Odds Ratio
ln(Common Odds Ratio)
Lower Bound
1.702
Upper Bound
3.259
Lower Bound
.532
Upper Bound
1.181
REKAPITULASI DATA IBU BERSALIN TAHUN 2015 NO
N0 RM
FARITAS
UMUR
KOMPLIKASI
PARTUS NORMAL 1
18.60.20
G1P0A0 H 38MG
22
FEBRIS
2
20.63.40
G1P0A0 H 41MG
19
KALA II
3
20.56.14
G4P3A0 H 39MG
36
PLACENTA PREVIRIA
4
20.65.11
G3P1A1 H ATERM
32
PLACENTA PREVIRIA
5
20.70.58
G4P2A1 H 40MG
43
KALA I FASE LATEN
6
20.64.21
G1P0A0 H ATERM
19
KALA I FASE AKTIF, KPD, HT
7
30.64.11
G2P1A0 H ATERM
27
KALA I FASE AKTIF, KPD
8
20.69.35
G4P3A0 H ATERM
38
KALA I MEMANJANG
9
20.65.57
G1P0A0 H 24MG
22
KALA II PRES BOKONG
10
20.62.88
G2P1A0 H 38MG
25
KALA I FASE AKTIF, FEBRIS
11
20.62.21
G3P2A0 H ATERM
29
INPARTU KALA II
12
20.66.43
G5P4A0 H 41MG
39
KALA I FASE LATEN, KPD
13
20.68.02
G1P0A0 H 41MG
20
INPARTU KALA II
14
20.61.37
G3P2A0 H 41MG
28
KALA I FASE AKTIF, PEB
15
19.21.59
G2P1A0 H 41MG
36
KALA I FASE LATEN, KPD
16
20.73.49
G1P0A0 H 35MG
21
KALA I FASE LATEN,MANUAL PLACENTA
17
10.90.73
G4P1A2 H 40MG
35
KALA I FASE AKTIF
18
19.90.16
G2P1A0 H 40MG
29
INPARTU KALA II
19
13.84.78
G3P2A0 H 40MG
37
KALA I FASE LAATEN, KPD
20
20.01.89
G1P0A0 H 39MG
23
21
20.72.25
G1P0A0 H 38MG
25
KAL I FASE LATEN KALA I FASE LATEN, ASMA, RUPTUR PERINEUM
22
20.62.47
G2P1A0 H ATERM
26
KALA I FASE AKTIF
23
20.74.37
G5P4A0 H 36MG
40
KALA I FASE LATEN, KPD
24
20.61.28
G1P0A0 H 41MG
21
INPARTU KALA II
25
20.72.86
G2P1A0 H 38MG
23
KALA I FASE AKTIF
26
13.99.65
G3P1A1 H 40MG
34
KALA I FASE LATEN
27
19.61.42
G3P2A0 H 38MG
37
KALA I FASE AKTIF, PEB
28
20.76.07
G1P0A0 H 38MG
19
KALA II, SUNGSANG
29
16.25.15
G1P0A0 H 38MG
21
KALA I FASE LATEN
30
19.84.21
G1P0A0 H 32MG
21
31
20.69.02
G2P1A0 H 41MG
25
KALA II FASE LATEN
32
20.72.47
G2P1A0 H 41MG
31
KALA I FASE LATEN
33
20.63.89
G1P0A0 H 39MG
21
KALA I FASE LATEN
34
18.00.03
G1P0A0 H 41MG
19
35
20.64.20
G1P0A0 H 36MG
23
KALA I FASE LATEN
36
20.05.47
G3P2A0 H 39MG
36
KALA I FASE AKTIF, HT
37
20.65.33
G1P0A0 H 40MG
37
38
20.66.41
G2P1A0 H 40MG
26
KALA I FASE LATEN, KPD
39
20.68.46
G2P1A0 H 39MG
22
KALA I FASE AKTIF
40
20.69.38
G4P2A1 H 40MG
36
KALA I FASE AKTIF
41
17.94.61
G2P1A0 H 40MG
21
KALA I FASE AKTIF
42
15.28.01
G2P1A0 H 41MG
26
PRO INDUKSI PERSALINAN
43
20.63.69
G2P1A0 H 39MG
28
KALA I FASE AKTIF
44
18.02.39
G3P2A1 H 40MG
36
KALA I FASE LATEN, KPD
45
20.72.65
G5P4A0 H 40MG
40
KALA I FASE LATEN
46
19.47.57
G2P0A1 H 36MG
32
PEB
47
20.76.04
G2P1A0 H 38MG
22
KALA I FASE AKTIF
48
20.72.67
G1P0A0 H 36MG
21
PER
49
20.73.54
G2P1A0 H 39MG
26
KALA I FASE AKTIF, HT
50
20.71.86
G1P0A0 H 38MG
18
KPD, KALA I FASE LATEN
51
20.74.93
G2P1A0 H ATERM
25
KALA II
52
20.72.18
G1P0A0 H 38MG
19
KALA I FASE LATEN
53
17.46.17
G2P1A0 H 43MG
24
KPD, KALA I FASE LATEN
54
20.45.70
G1P0A0 H 41MG
20
KALA I FASE AKTIF
55
20.54.61
G3P2A0 H ATERM
28
KALA I FASE LATEN
56
20.64.16
G1P0A0 H 34MG
21
KPD
57
20.67.33
G4P3A0 H 39MG
36
58
10.39.95
G4P3A0 H ATERM
39
KALA I FASE AKTIF
59
20.65.00
G3P2A0 H 39MG
33
OLIGOHIDROMNION
20.75.53
G1P0A0 H ATERM
21
KALA II
60
PARTUS SC 61
17.86.78
G3P1A1 H 38MG
32
PLACENTA PREVIRIA, LETAK LINTANG
62
20.62.09
G2P1A0 H 28MG
30
PRO SC, BSC 8 TH LL
63
20.69.29
G3P1A1 H ATERM
34
CPD,PRO SC
64
20.69.14
G2P1A0 H 40MG
24
GAGAL INDUKSI, HT
65
20.61.35
G2P1A0 H 39MG
25
CPD, PRO SC
66
20.68.64
G4P3A0 H 38MG
37
CPD
67
20.61.30
G2P1A0 H 38MG
23
KALA I FASE LATEN, CPD
68
20.69.06
G2P1A0 H ATERM
28
PLACENTA PREVIRIA, LETAK LINTANG
69
20.64.29
G2P1A0 H ATERM
25
CPD, PRO ELEKTIF
70
20.65.64
G5P3A1 H 34MG
45
LETSU, PLACENTA PREVIRIA
71
20.62.54
G1P0A0 H 42MG
19
KALA I FASE AKTIF, KPD, GAGAL INDUKSI
72
20.70.80
G4P2A1 H 37MG
36
HT, KPD
73
18.62.92
G2P0A1 H ATERM
24
KALA I FASE LATEN, CPD
74
20.62.90
G1P0A0 H 45 MG
24
KALA I FASE LATEN, CPD
75
15.33.35
G2P1A0 H 40MG
27
CPD, PRO SC
76
20.72.01
G2P1A0 H 38MG
23
PER, BSC 7,5TH, CPD
77
20.63.57
G1P0A0 H ATERM
22
KALA I FASE LATEN
78
20.59.33
G2P1A0 H 41MG
28
PRO SC, BSC 5 TH LALU, CPD
79
20.67.69
G2P1A0 H 37MG
28
CPD, PRO SC, HEPATITIS B
80
19.88.64
G3P2A0 H 39MG
32
PRO SC, MOW, CPD
81
20.71.28
G1P0A0 H 40MG
35
CPD,SC ELEKTIF
82
20.71.64
G5P3A1 H 40MG
45
KALA I FASE LATEN, CPD
83
20.72.84
G3P1A1 H 39MG
41
PRO SC, CPD
84
20.67.51
G1P0A0 H 38MG
18
CPD, PEB, PRO SC
85
20.73.28
G4P3A0 H ATERM
44
CPD, MOW, PEB
86
20.73.69
G2P1A0 H 38MG
26
OLIGOHIDROMNION, PEB
87
20.63.30
G1P0A0 H ATERM
22
CPD, PRO SC ELEKTIF
88
20.66.68
G4P2A1 H ATERM
38
PRO SC, GAGAL INDUKSI
89
20.69.15
G1P0A0 H 40MG
23
KALA II LAMA
90
20.75.87
G3P1A1 H 38MG
33
CPD, FETAL DISTRESS, PRO SC
91
20.74.33
G1P0A0 H 41MG
29
KALA I FASE AKTIF, CPD
92
20.73.56
G1P0A0 H 28MG
21
HAP
93
20.74.96
G2P1A0 H 32MG
24
CPD, PEB, BSC 3 TH LL
94
20.73.48
G3P2A0 H 36MG
29
PEB
95
15.68.80
G3P1A1 H 38MG
31
CPD, BSC I TH LL
96
15.85.63
G2P1A0 H 40MG
22
BSC 3 TH LL
97
20.63.35
G1P0A0 H 43MG
26
LEWAT BULAN
98
20.61.95
G1P0A0 H 41MG
24
KALA I FASE LATEN, CPD
99
20.65.73
G3P1A1 H 41MG
29
BSC 4 TH LL, CPD
100
20.63.45
G2P1A0 H ATERM
28
BSC 6 TH LL
101
11.06.68
G4P3A0 H 41MG
35
LETSU
102
20.73.51
G2P1A0 H 39MG
33
OLIGOHIDROMNION, PEB
103
20.72.30
G1P0A0 H 35MG
26
PEB
104
20.71.82
G2P1A0 H 40MG
25
CPD, KALA I FASE AKTIF
105
20.70.74
G1P0A0 H 40MG
19
OLD PRIMI, KALA I FASE AKTIF, CPD
106
20.71.88
G3P2A0 H 41MG
32
LETSU, KALA I FASE LATEN
107
20.68.54
G1P0A0 H 40MG
19
PRO SC, CPD
108
20.71.17
G1P0A0 H 36MG
23
INPENDING EKLAMSI
109
20.67.91
G3P1A1 H 38MG
37
110
20.64.13
G3P1A1 H ATERM
29
KPD SC ELEKTIF, PENGAPURAN PLACENTA, ASMA
111
12.67.95
G1P0A0 H 37MG
22
ANAK MAHAL
112
20.63.49
G1P0A0 H 40MG
24
KALA I FASE LATEN
113
20.68.39
G3P1A1 H ATERM
35
LETAK L;INTANG
114
20.63.64
G1P0A0 H ATERM
26
115
20.71.33
G2P1A0 H 41MG
25
CPD KALA I FASE LATEN, KPD, GAGAL INDUKSI
116
20.65.32
G2P0A1 H 38MG
26
GAGAL INDUKSI,FETAL DISTRESS, FEBRIS
18.24.00
G2P1A0 H ATERM
28
PRO SC, SC ELEKTIF, CPD
117
PARTUS VE 118
20.65.70
G1P0A0 H 39MG
36
KALA I FASE AKTIF, KPD
119
20.61.80
G2P1A0 H 42MG
25
KALA I FASE LATEN
120
20.72.04
G12P1A0 H 41MG
19
KALA I FASE AKTIF
121
20.68.01
G2P1A0 H 39MG
26
KALA I FASE LATEN
G2P1A0 H 39MG
29
KALA I FASE LATEN
PARTUS NORMAL 122
20.76.65
123
20.77.51
G1P0A0 H 37MG
19
KALA I FASE AKTIF
124
20.78.16
G2P1A0 H ATERM
24
PEB,INKALA I FASE LATEN
125
20.67.45
G3P2A0 H 39MG
29
KALA I FASE AKTIF, BSC 5 TH LL
126
20.49.52
G4P3A0 H 41MG
38
KALA II
127
20.79.69
G2P1A0 H 40MG
32
128
20.48.54
G3P1A0 H 37MG
38
KALA I FASE LATEN KPD, PEB, KALA I FASE AKTIF, MANUAL PLACENTA
129
20.80.13
G5P3A1 H 36MG
47
KALA I FASE AKTIF
130
07.93.76
G3P2A0 H 38MG
37
LETAK SUNGSANG, KPD
131
20.79.20
G1P0A0 H 38MG
23
KALA I FASE LATEN, LETAK SUNGSANG
132
20.80.29
G7P5A1 H 38MG
133
20.81.52
G2P1A0 H 37MG
32
KPD, KALA I FASE LATEN
134
19.74.85
G2P1A0 H 38MG
28
KALA I FASE AKTIF
135
20.76.70
G1P0A0 H 30MG
19
KALA II LETSU
136
20.61.78
G5P4A0 H 37MG
37
KALA I FASE LATEN, VARICES VAGINA
137
20.77.48
G3P2A0 H ATERM
32
HT
138
20.76.61
G1P0A0 H 22MG
20
KPD, OLIGOHIDROMNION
139
19.94.54
G3P2A0 H ATERM
30
KALA I FASE LATEN
140
20.78.18
G1P0A0 H ATERM
19
KALA II
141
20.83.92
G1P0A0 H 39MG
22
KALA I FASE LATEN
142
14.42.51
G5P2A2 H 40MG
37
KALA I FASE LATEN
143
20.83.83
G2P2A0 H 38MG
25
KALA I FASE AKTIF
144
15.83.31
G2 P1A0 H 39MG
25
KALA I FASE LATEN
145
20.86.06
G3P2A0 H 40MG
31
KALA I FASE AKTIF
146
20.82.20
G3P2A0 H 40MG
39
KALA I FASE LATEN, KPD
147
16.76.33
G1P0A0 H 32MG
19
KPD
148
16.16.29
G1P0A0 H 39MG
20
KALA I FASE LATEN
149
20.86.99
G3P2A1 H 38MG
33
KALA I FASE AKTIF
150
17.21.87
G4P2A1 H 38MG
43
KALA I FASE LATEN, KPD
KALA I FASE AKTIF
151
20.85.94
G1P0A0 H 40MG
26
KALA I FASE AKTIF
152
20.85.28
G5P3A1 H 39MG
40
KALA I FASE LATEN
153
20.85.29
G1P1A0 H ATERM
21
OLIGOHIDROMNION
154
11.51.77
G5P4A0 H 38MG
36
KALA I FASE LATEN
155
20.84.66
G4P3A0 H 27MG
38
KALA I FASE LATEN
156
20.88.33
G3P1A1 H 39MG
36
KPD, KALA I FASE LATEN
157
08.99.63
G5P3A1 H 38MG
40
KALA II
158
07.73.89
G5P1A3 H 40MG
40
INDUKSI ERSALINAN
159
20.87.52
G1P0A0 H ATERM
19
KALA I FASE LATEN
160
20.87.64
G2P1A0 H ATERM
22
KALA I FASE AKTIF
161
20.87.73
G1P0A0 H 41MG
22
KALA II LAMA, KPD
162
20.83.74
G2P1A0 H ATERM
24
KALA I FASE LATEN
163
20.71.57
G4P2A1 H ATERM
36
KALA II
164
11.63.02
G3P2A0 H ATERM
35
KALA I FASE AKTIF
165
20.71.04
G1P0A0 H ATERM
22
KALA II
166
20.89.10
G1P0A0 H 39MG
23
KALA I FASE LATEN
167
19.83.21
G2P1A0 H ATERM
25
KALA II
168
20.90.19
G2P1A0 H ATERM
26
KALA I FASE LATEN
169
20.87.62
G6P4A1 H ATERM
40
KALA I FASE AKTIF, IUFD
170
19.78.71
G4P3(+1)A0 H 38MG
36
KALA I FASE AKTIF, BSC 8 TH LL
171
20.87.16
G2P1A0 H 41MG
35
KALA I FASE LATEN
172
20.90.56
G1P0A0 H 28MG
21
KALA I FASE AKTIF
173
14.94.05
G2P1A0 H 34MG
24
KALA I FASE AKTIF
174
20.87.77
G1P0A0 H ATERM
25
KALA I FASE LATEN
175
20.82.78
G1P0A0 H 24MG
25
KALA II
176
20.89.01
G3P2A0 H 44MG
29
KALA I FASE AKTIF
177
20.89.01
G3P2A0 H 43MG
31
KALA I FASE AKTIF
178
19.03.10
G2P1A0 H ATERM
25
KALA II
179
20.72.35
G3P2A0 H 32MG
34
KALA I FASE AKTIF, PEB, SCHIZOFERNIA
180
16.08.54
G2P1A0 H 39MG
22
RUPTUR PERINIEUM
181
20.82.17
G1P0A0 H 43MG
21
PEB, KALA I FASE LATEN
PARTUS SC 182
20.75.61
G4P0A3 H 39MG
36
LETSU, PRO SC
183
15.14.80
G3P1A1 H ATERM
33
SC ELEKTIF, BSC 2,5 TH LL, CPD
184
11.50.97
G2P1A0 H 40MG
26
INPARTU, CPD
185
20.67.49
G1P0A0 H ATERM
21
KALA I FASE LATEN, CPD
186
20.08.75
G2P1A0 H 41MG
27
LETSU, KALA I FASE AKTIF
187
20.64.19
G1P0A0 H 37MG
24
LETSU
188
13.63.73
G4P2A1 H 38MG
35
SC ELEKTIF, LILITAN TALI PUSAR
189
18.50.29
G2P1A0 H 37MG
33
KALA I FASE LATEN, BSC 16 TH LL
190
20.78.69
G2P1A0 H 29MG
27
CPD
191
20.75.24
G1P0A0 H ATERM
19
CPD
192
20.77.60
G2P1A0 H 40MG
24
193
20.77.75
G2P1A0 H 38MG
25
GAGAL INDUKSI
194
19.85.57
G3P2A0 H 41MG
29
GAGAL INDUKSI
195
20.79.28
G1P0A0 H 40MG
32
KALA I FASE LATEN, GAGAL INDUKSI
196
12.63.02
G2P1A0 H 40MG
31
CPD, SC ELECTIF
197
20.79.99
G1P0A0 H 40MG
21
CPD, KALA I FASE LATEN
198
20.81.83
G1P0A0 H 44MG
24
CPD
199
13.29.92
G3P2A0 H 38MG
29
CPD, BSC 5 TH LL
200
12.12.16
G4P3A0 H 38MG
36
PRO SC, MOW
201
20.60.23
G3P1A1 H 39MG
35
KALA I FASE LATEN, CPD
202
20.83.01
G1P0A0 H 41MG
18
CPD
203
17.72.86
G3P1A1 H 37MG
25
BSC 2 TH LALU,CPD
204
20.80.27
G2P1A0 H 40MG
28
BSC 3 TH LL, CPD
205
17.06.69
G2P1A0 H 38MG
23
PEB, PRO SC
206
20.65.90
G3P2A0 H 35MG
26
PLACENTA PREVIRIA
207
19.36.51
G6P5A0 H ATERM
35
208
20.78.91
G1P0A0 H ATERM
22
CPD KALA I FASE LATEN, GAGAL INDUKSI, CPD
209
11.62.29
G2P1A0 H 39MG
23
SC ELEKTIF, BSC 5 TH LL
210
20.77.54
G2P1A0 H 39MG
22
KALA I FASE LATEN
211
20.82.34
G1P0A0 H 42MG
21
PRO INDUKSI
212
20.47.28
G3P2A0 H ATERM
29
KPD, KALA
213
20.48.55
G4P3A0 H 36MG
35
PPI,MOW
214
20.80.25
G4P3A0 H ATERM
34
215
20.83.58
G4P3A0 H 38MG
37
CPD, MOW, KALA I FASE LATEN
216
20.83.72
G3P2A0 H 40MG
39
BSC 7 TH LL, CPD
217
20.83.81
G3P2A0 H 38MG
23
PLACENTA PREVIRIA
218
20.85.49
G3P2A0 H 39MG
34
CPD
219
20.83.71
G3P2A0 H 38MG
31
VOMITUS, KPD, DIARE
220
20.18.33
G3P2A0 H 39MG
23
KALA I FASE LATEN, CPD
221
20.83.10
G1P0A0 H 41MG
25
INDUKSI PERSALINAN
222
20.85.89
G1P0A0 H 42MG
26
CPD, SEROTINUS
223
15.25.47
G2P0A1 H 41MG
40
CPD, PRO INDUKSI
224
20.73.05
G3P2A0 H 41MG
36
CPD, INDUKSI PERSALINAN
225
20.78.17
G1P0A0 H 38MG
35
BIPOLAR DISODER
226
20.87.58
G1P0A0 H 41MG
21
KPD, HT, OLDPREMI
227
20.86.51
G1P0A0 H 41MG
24
GAGAL INDUKSI, CPD
228
20.87.59
G8P2A5 H 33MG
25
RIWAYAT MCDONALD
229
20.50.96
G2P1A0 H 40MG
25
KALA I FASE LATEN, PEB
230
20.86.50
G2P0A1 H 40MG
29
KPD
231
20.87.67
G1P0A0 H 38MG
31
KPD, KALA I FASE LATEN
232
20.89.45
G3P2AA0 H 37MG
25
PEB, PRO SC
233
20.88.93
G2P0A1 H 37MG
21
LETAK LINTANG, PRO INDUKSI, KALA II
234
20.87.84
G1P0A0 H 37MG
17
KPD, PRO INDUKSI
235
20.88.03
G1P0A0 H 41MG
17
PRO INDUKSI, KL I MEMANJANG, KPD
236
20.83.76
G1P0A0 H 38MG
22
PLACENTA PREVIRIA
237
20.89.81
G2P1A0 H ATERM
23
KALA I FASE AKTIF, LETSU
238
20.87.13
G1P0A0 H 41MG
21
INDUKSI PERSALINAN, CPD
239
12.93.38
G4P2A1 H 35MG
43
KPD
240
20.89.78
G1P0A0 H 33MG
23
KPD
241
20.83.90
G1P0A0 H 40MG
25
KALA I FASE LATEN, PEB
242
20.87.69
G4P2A1 H 41MG
41
KALA I FASE LATEN, KPD
243
20.90.66
G1P0A0 H 41MG
23
KALA I FASE LATEN
PARTUS SC 244
19.66.23
G1P0A0 H 40MG
22
KALA I FASE AKTIF, CPD
245
15.35.07
G7P5(+1)A1 H 36MG
35
KALA I FASE LATEN, LETSU, PRO SC
246
20.57.99
G2P1A0 H 41MG
32
PRO SC, BSC 7 TH LL
247
15.03.31
G2P1A0 H ATERM
30
PRO SC, BSC 8 TH LL, CPD
248
20.91.71
G1P0A0 H ATERM
20
PRO SC, SUP CPD
249
20.91.52
G1P0A0 H 34MG
20
HAP,IUFD,PLACENTA PREFIRIA
250
19.03.68
G2P1A0 H ATERM
23
CPD
251
20.88.99
G2P1A0 H 35MG
27
CPD
252
20.92.57
G1P0A0 H 37MG
20
KONDILOMA AKUMINANTA
253
20.91.49
G3P2A0 H 38MG
25
CPD, SC ELEKTIF
254
20.93.09
G2P1A0 H 38MG
23
KALA I FASE LATEN,CPD,BSC 5 TH LALU
255
20.93.45
G1P0A0 H 39MG
19
KALA I FASE LATEN, CPD
256
17.73.51
G4P2(+1)A1 H 41MG
36
CPD, PRO INDUKSI
257
20.96.26
G1P0A0 H 40MG
29
CPD
258
20.95.63
G1P0A0 H ATERM
36
259
20.95.63
G1P0A0 H ATERM
35
KALA I FASE KALA I FASE LATEN, CPD, FETAL DISTRESS
260
20.95.70
G3P3A0 H ATERM
18
LETSU, MOW, RIWAYAT SC
261
20.96.35
G1P0A0 H 42MG
25
KALA I FASE AKTIF, KPD, CPD
262
20.97.40
G4P2(+)A1 H 38MG
28
PRO SC, LETSU
263
20.34.45
G4P3A0 H 38MG
23
264
20.98.38
G1P0A0 H 42MG
26
CPD INDUKSI PERSALINAN,KALA I FASE LATEN
265
20.99.30
G2P1A0 H 40MG
35
PRO SC, CPD
266
20.99.52
G2P0A1 H 40MG
22
CPD, PEB
267
20.98.96
G1P0A0 H 40MG
23
CPD, INDUKSI PERSALINAN
268
20.77.28
G4P3A0 H 39MG
22
PRO SC, MOW
269
21.00.73
G1P0A0 H 40MG
21
KALA I FASE AKTIF, KALA II LAMA
270
20.98.86
G1P2A0 H ATERM
29
KALA I FASE AKTIF
271
19.98.97
G2P0A1 H 39MG
35
ANAK MAHAL, CPD
272
21.04.21
G1P0A0 H 39MG
19
KPD,CPD
273
21.01.79
G1P0A0 H 38MG
37
CPD, KALA I FASE LATEN
274
20.89.78
25
FEBRIS
275
21.04.41
G1P0A0 H 38MG G2P2(GEMILI)A0 H ATERM
25
CPD
276
20.98.51
G2P1A0 H 39MG
29
PEB, CPD
277
21.02.79
G1P0A0 H ATERM
31
LETSU, PRO SC
278
20.85.40
G4P3A0 H 38MG
37
INPENDING EKLAMSIA, LETSU
279
21.01.54
G3P1A1 H 40MG
33
SC ELEKTIF, BSC 6 TH LL, CPD
280
21.00.69
G1P0A0 H 38MG
19
OLD PRIMI, KALA I FASE LATEN
281
21.00.58
G5P3A1 H ATERM
44
LETSU, PRO SC, MOW
282
21.00.06
G1P0A0 H 40MG
24
KPD,CPD
283
21.00.75
G1P0A0 H ATERM
21
PRO SC, BY BESAR, CPD
284
20.99.32
G1P0A0 H 39MG
21
PRO SC, CPD, GAGAL INDUKSI
285
21.00.24
G2P0A1 H 40MG
22
PRO SC
286
20.96.61
G1P0A0 H 42MG
27
KALA II
287
21.00.70
G2P1A0 H 40MG
23
BAYI BESAR
288
21.05.67
G2P1A0 H ATERM
27
LETSU, PRO SC, KPD
289
21.06.39
G1P0A0 H 42MG
26
PRO SC
290
21.04.79
G2P1A0 H ATERM
29
291
20.30.95
G1P0A0 H 41MG
19
BSC 2X, KALA I FASE LATEN KALA I FASE LATENT, PRO INDUKSI PERSALINAN
292
20.65.48
G2P1A0 H 39MG
25
CPD
PARTUS NORMAL 293
20.91.45
G3P2A0 H 39MG
23
KALA I FASE AKTIF
294
20.92.14
G3P1A1 H 38MG
25
KALA I FASE LATEN
295
20.90.70
G2P1A0 H ATERM
41
KALA I FASE LATEN
296
20.94.32
G3P2A0 H 39MG
23
KALA I FASE AKTIF
297
20.94.36
G4P2A1 H 39MG
298
20.92.45
G3P2A0 H 39MG
22
299
20.92.20
G1P0A0 H 39MG
35
300
20.91.43
G3P1A1 H 38MG
35
FEBRIS, KONTRAKSI, ROJ
301
20.77.02
G2P1A0 H 39MG
27
KPD, KALA I FASE LATEN
302
20.94.21
G1P0A0 H 31MG
19
KALA I FASE LATEN
303
20.94.38
G2P1A0 H 38MG
25
KALA I FASE LATEN, KPD
304
20.97.91
G1P0A0 H 38MG
35
KALA II
305
20.96.32
G1P0A0 H 40MG
18
KALA I FASE AKTIF
306
11.86.87
G4P2A1 H 28MG
25
RIWAYAT PENYAKIT JANTUNG
307
20.95.60
G3P2A0 H 38MG
28
HT
308
20.83.25
G3P1A1 H 40MG
23
KALA I FASE LATEN
309
20.83.37
G1P0A0 H 40MG
26
KALA I FASE LATEN
KALA I FASE AKTIF INDUKSI PERSALINAN
310
20.96.37
G2P1A0 H ATERM
35
PRB, KALA I FASE AKTIF
311
20.97.05
G2P1A0 H 44MG
22
PRO INDUKSI
312
20.97.00
G2P1A0 H 40MG
23
HT, KALA I FASE AKTIF
313
20.96.31
G2P1A0 H 40MG
22
KALA I FASE AKTIF
314
18.99.77
G3P2A0 H ATERM
21
KALA I FASE AKTIF, LETSU
315
20.95.59
G2P1A0 H ATERM
29
KALA I FASE LATEN
316
18.90.49
G3P2A0 H 38MG
35
SESAK
317
20.98.54
G3P2A0 H 36MG
29
318
20.98.56
G3P2A0 H 40MG
28
KALA I FASE AKTIF
319
20.16.16
G2P1A0 H 40MG
22
KALA I FASE LATEN
320
21.00.02
G2P1A0 H ATERM
23
KPD
321
20.92.00
G3P2A0 H 41MG
29
INDUKSI PERSALINAN
322
20.94.17
G3P2A0 H 25MG
39
KPD
323
20.58.89
G1P0A0 H 41MG
25
KALA I FASE AKTIF
324
21.01.34
G1P0A0 H 38MG
19
KPD
325
20.96.82
G2P0A1 H 41MG
24
INDUKSI PERSALINAN
326
20.94.20
G4P3(+2)A0 H 34MG
36
KALA I GFASE AKTIF, PEB
327
20.96.77
G2P0A1 H 41MG
33
KALA I FASE LATEN, RUPTUR
328
17.96.51
G2P1A0 H 39MG
31
INDUKSI PERSALINAN
329
21.04.26
G3P2A0 H 40MG
30
330
15.67.50
G2P1A0 H 38MG
25
INDUKSI PERSALINAN INDUKSI PERSALINAN, KALA I FASE LATEN
331
20.14.13
G1P0A0 H 40MG
21
KALA I FASE LATEN
332
21.04.94
G2P1A0 H 31MG
23
LETSU, KALA II
333
21.04.85
G1P0A0 H 40MG
19
KALA I FASE AKTIF
334
21.02.11
G2P0A1 H 40MG
29
KALA I FASE LATEN, KPD
335
16.01.50
G3P1A1 H 39MG
33
HT, KALA I FASE AKTIF
336
21.05.02
G6P4A1 H ATERM
39
KALA I FASE LATEN, GAGAL INDUKSI
337
00.04.13
G1P0A0 H 40MG
23
PEB
338
21.01.24
G5P3A1 H 38MG
41
KPD, KALA I FASE LATEN
339
12.69.95
G1P0A0 H 41MG
25
KALA I FASE LATEN
340
20.98.81
G1P0A0 H 41MG
22
INDUKSI PERSALINAN
341
16.06.43
G1P0A0 H 38MG
25
KALA I FASE LATEN
342
21.03.33
G1P0A0 H 42MG
22
KALA I FASE LATEN, PEB
343
21.01.27
G1P0A0 H ATERM
24
KALA I FASE LATEN
344
17.59.63
G3P2A0 H 39MG
33
KALA I FASE AKTIF
345
21.01.09
G3P2A0 H 39MG
30
KALA I FASE LATEN
346
20.97.47
G2P1A0 H 38MG
26
KALA I FASE AKTIF
347
21.03.41
G4P3A0 H ATERM
30
KALA I FASE AKTIF
348
21.04.93
G2P1A0 H ATERM
34
KALA I FASE AKTIF
349
21.02.85
G2P0A1 H 38MG
33
KALA I FASE AKTIF, ASMA
350
20.98.55
G3P0A2 H 39MG
30
351
21.00.98
G1P0A0 H 41MG
30
KALA I FASE AKTIF, PER
PARTUS SC 352
18.91.45
G1P0A0 H 40MG
18
KALA I FASE LATEN, KPD, GEMILLY
353
21.07.71
G2P1A0 H 37MG
22
CPD
354
21.07.04
G2P1A0 H 37MG
24
HAP
355
13.27.82
G3P2A0 H ATERM
28
GEMILLY, CPD
356
21.09.07
G1P0A0 H 38MG
21
KPD, CPD
357
12.27.26
G2P1A0 H 39MG
29
BSC 4TH LL, CPD
358
21.05.72
G2P1A0 H ATERM
26
KALA II
359
21.07.02
G1P0A0 H ATERM
20
KALA I FASE AKTIF, CPD
360
21.11.84
G1P0A0 H 39MG
22
OLD PRIMI, CPD
361
11.75.53
G3P2A0 H 37MG
37
KPD, BSC
362
21.11.08
G2P1A0 H 40MG
23
OLIGOHIDROMNION
363
19.22.08
G4P1A2 H ATERM
36
KALA I FASE LATEN, INDUKSI, CPD
364
21.11.89
G3P0A2 H 38MG
36
365
21.10.71
G1P0A0 H 39MG
21
KALA I FASE LATEN
366
21.15.06
G3P2A0 H 39MG
29
CPD
367
21.16.24
G2P1A0 H ATERM
22
CPD
368
21.06.26
G1P0A0 H 41MG
21
CPD
369
16.97.82
G2P1A0 H ATERM
23
GAGAL INDUKSI
370
21.16.38
G1P0A0 H 40MG
22
GAGAL INDUKSI
371
21.13.24
G3P2A0 H 38MG
29
KPD, CPD
372
21.13.97
G1P0A0 H 38MG
25
PEB
373
21.14.55
G2P1A0 H 38MG
23
BSC 9 TH LL, CPD
374
16.74.64
G2P0A1 H ATERM
22
ROJ
375
20.31.55
G2P1A0 H 39MG
25
LETAK SUNGSANG, KPD
376
21.14.73
G1P0A0 H 41MG
19
GAGAL INDUKSI, KPD
377
16.92.61
G3P2A0 H 41MG
35
LKALA I FASE AKTIF
378
12.01.09
G3P1A1 H 41MG
33
CPD, 4,5 TH BSC
379
13.83.68
G2P1A0 H ATERM
32
LETSU, BSC 4 TH LL, CPD
380
12.63.65
G2P1A0 H 38MG
30
BSC 5 TH LL, CPD
381
21.13.69
G2P1A0 H 40MG
30
PRO SC
382
21.14.17
G4P3A0 H ATERM
38
PEB, PRO INDUKSI
383
21.10.35
G2P1A0 H ATERM
26
KPD, KALA I FASE AKTIF
384
21.13.52
G2P1A0 H 39MG
32
INDUKSI GAGAL
385
21.05.03
G1P0A0 H ATERM
36
KPD, KALA I FASE LATEN
386
21.19.47
G1P0A0 H 38MG
20
PEB, KALA I FASE LATEN
387
21.19.85
G3P2(1+)A0 H 39 MG
29
BSC 2 X, CPD
388
20.98.35
G1P0A0 H 41MG
19
KALA I FASE LATTEN, CPD
389
21.13.93
G2P1A0 H ATERM
22
BSC 3 TH LL, SC ELEKTIF
390
21.12.50
G4P3A0 H 37MG
39
LATSU, PP
391
11.26.97
G3P2A0 H ATERM
40
KPD, GEMILLY, PEB
392
21.21.59
G4P3A0 H 40MG
37
KALA I FASE LATEN
393
21.17.40
G2P0A1 H 42MG
20
KALA I FASE LATEN, PER
394
21.15.28
G2P1(+)
20
LETAK LINTANG
395
17.89.76
G4P3A0 H ATERM
37
KALA I FASE AKTF, MEMANJANG
396
21.17.50
G1P0A0 H 42MG
20
PEB, KALA I FASE AKTIF
397
21.08.33
G1P0A0 H 39MG
18
KPD, LETSU
PARTUS NORMAL 398
21.08.31
G2P1A0 H ATERM
22
399
21.09.81
G1P0A0 H ATERM
21
MANUAL AID, KALA II INDUKSI PERSALINAN,KALA I FASE LATEN
400
21.10.64
G1P0A0 H 40MG
20
PEB, KALA I FASE AKTIF
401
20.34.03
G2P1A0 H 40MG
28
KPD
402
21.06.41
G3P2(1)A0 H ATERM
34
KALA I FASE AKTIF
403
20.96.58
G3P2A0 H 35MG
30
LETSU, KALA II, PEB
404
21.09.65
G2P1A0 H 40MG
25
405
21.07.03
G2P1A0 H ATERM
25
KALA I FASE AKTIF
406
21.09.78
G1P0A0 H 38MG
19
KALA I FASE LATEN
407
21.12.47
G1P0A0 H 38MG
20
KALA I FASE AKTIF
408
16.62.90
G4P3(1+)A0 H 32MG
45
KPD, LETSU
409
20.38.50
G3P2A0 H ATERM
29
KALA I FASE LATEN, PEB
410
20.18.80
G1P0A0 H 36MG
C
THALASEMIA, KALA I FASE LATEN
411
16.91.08
G5P3A1 H 37MG
40
LETSU, KPD, KALA I FASE LATEN
412
21.09.79
G1P0A0 H 38MG
21
KALA I FASE LATEN
413
21.16.02
G1P0A0 H ATERM
28
INDUKSI PERSALINAN
414
21.10.62
G2P0A1 H 38MG
35
KALA I FASE LATEN
415
20.99.50
G1P0A0 H 39MG
35
KALA I FASE LATEN, IUFD
416
21.14.74
G2P0A1 H 38MG
24
IUFD
417
21.13.96
G5P3A1 H 24MG
43
KPD, PLACENTA PREVIRIA
418
21.13.88
G3P1A1 H 39MG
23
KALA I FASE AKTIF
419
19.98.95
G1P0A0 H 37MG
22
KPD
420
21.13.99
G4P2A1 H 39MG
40
KALA I FASE LATEN
421
21.16.04
G1P0A0 H 42MG
30
422
20.97.06
G3P1A1 H 40MG
38
INDUKSI PERSALINAN KALA I FASE LATEN, PRES BOKONG, LETSU
423
20.93.21
G3P1A1 H 34MG
28
KALA I FASE LATEN, KPD
424
21.15.99
G1P0A0 H ATERM
21
HT
425
21.12.34
G2P1A0 H 38MG
24
KALA I FASE LATEN
426
21.16.01
G1P0A0 H 40MG
22
KALA I FASE LATEN
427
21.08.22
G2P1A0 H ATERM
26
KALA I FASE LATEN
428
15.51.28
G5P3A1 H ATERM
35
KALA I FASE LATEN
429
21.15.14
G1P0A0 H 39MG
18
KPD
430
21.10.69
G4P3A0 H ATERM
37
431
20.01.75
G3P2A0 H 41MG
32
KALA I FASE AKTIF, PEB, FEBRIS KALA I FASE LATEN, RETENSIO PLACENTA
432
21.09.75
G3P2A0 H ATERM
32
KALA I FASE AKTIF
433
21.14.00
G4P3A0 H 41MG
40
KALA II, LETSU
434
21.16.95
G4P3A0 H ATERM
44
KALA II
435
21.15.03
G2P1A0 H 41MG
23
KALA I FASE AKTIF
436
21.09.08
G2P1A0 H ATERM
28
KALA I FASE AKTIF
437
21.08.16
G2P2A0 H 41MG
23
ANEMIA, HT, KALA I FASE AKTIF
438
18.87.26
G4P3(+1)A0 H 38MG
42
KALA I FASE AKTIF
439
21.19.23
G1P0A0 H 40MG
32
KALA I FASE AKTIF
440
21.10.32
G2P1A0 H 40MG
26
KALA I FASE LATEN
441
21.20.65
G1P0A0 H 39MG
22
KALA I FASE LATEN
442
21.20.67
G3P2A1 H 39MG
27
KALA I FASE AKTIF
443
21.20.14
G1P0A0 H 40MG
19
PRO INDUKSI
444
13.22.58
G2P1A0 H 39MG
22
KALA II
445
21.19.57
G4P3A0 H ATERM
33
INDUKSI PERSALINAN
446
21.19.48
G3P1A1 H 39MG
32
LETSU, KALA I FASE AKTIF
447
21.19.33
G2P1A0 H 35MG
30
KALA I FASE LATEN
448
17.34.20
G2P1A0 H 40 MG
30
INDUKSI PERSALINAN
449
21.16.09
G1P0A0 H 39MG
38
450
20.15.21
G2P0A1 H 39MG
26
KALA I FASE LATEN
451
07.43.08
G2P1A0 H 42MG
32
PEB, KALA I FASE AKTIF
452
14.08.69
G3P2A0 H 41MG
36
HT
453
20.63.06
G3P2A0 H 40MG
20
454
21.21.80
G4P3A0 H ATERM
29
KALA I FASE LATEN KALA I FASE LATEN, HT, IUFD, INDUKSI PERSALINAN
455
21.24.01
G1P0A0 H 39MG
19
KALA I FASE AKTIF, DIARE
456
21.21.76
G2P1A0 H ATERM
22
KALA I FASE AKTIF
457
21.21.22
G2P1A0 H ATERM
24
KALA II
458
21.19.38
G2P1A0 H ATERM
22
KALA I FASE AKTIF
459
21.21.73
G2P0A2 H 41MG
28
KALA I FASE AKTIF
460
21.20.10
G2P1A0 H 32MG
19
KPD,GEMILLY
461
21.20.13
G1P0A0 H ATERM
33
KALA I FASE LATEN
462
21.18.57
G2P1A0 H 42MG
32
KALA I FASE LATEN
463
21.08.38
G2P1A0 H 38MG
30
PER, KALA I FASE AKTIF
464
21.14.04
G2P1A0 H 39MG
30
KALA I FASE AKTIF
21.12.56
G2P1A0 H 42MG
38
INPARTU
465
PARTUS VE
26
466
21.13.54
G1P0A0 H 41MG
32
KALA I FASE LATEN
467
21.16.00
G5P3A1 H 37MG
36
KALA I FASE AKTIF
PARTUS SPONTAN
20
468
21.23.36
G1P0A0 H ATERM
29
469
21.26.18
G1P0A0 H 40MG
19
470
21.06.02
G2P1A0 H ATERM
22
471
10.84.36
G3P1A1 H 41MG
28
KALA I FASE LATTEN, PLACENTA PREVIRIA
472
20.57.86
G4P3A0 H 39MG
23
KALA I FASE LATEN, PEB, PRO INDUKSI
473
21.25.65
G2P1A0 H ATERM
42
KALA I FASE AKTIF, PRESMULA
474
21.27.09
G6P4(+1)A1 H ATERM
32
PRO INDUKSI
475
21.30.24
G2P1A0 H 38MG
26
KALA I FASE AKTIF
476
21.22.48
G5P3A1 H 42MG
22
KALA I FASE LATEN, PEB, PRO INDUKSI
477
21.25.70
G3P2A0 H ATERM
27
KALA I FASE AKTIF
478
20.41.86
G1P0A0 H ATERM
19
KALA I FASE LATEN, PEB, PRO INDUKSI
479
16.83.41
G3P1A1 H 39MG
34
KALA I FASE LATEN
480
21.23.12
G1P0A0 H 39MG
23
KPD
481
21.29.59
G3P2A0 H ATERM
19
KALA I FASE KATIF
482
21.22.37
G2P1A0 H 40MG
20
KALA I FASE LATEN
483
19.19.32
G2P1A0 H 38MG
45
KALA I FASE LATEN
484
21.23.95
G4P3(1+)A0 H 40MG
29
PRO INDUKSI
485
14.20.83
G4P2A1 H 38MG
24
486
21.28.68
G3P1A1 H ATERM
40
KALA I FASE AKTIF
487
21.28.01
G3P2A0 H 41MG
21
KALA I FASE LATEN
488
21.28.57
G3P2A0 H ATERM
28
KALA I FASE LATEN
489
21.21.83
G3P2A0 H 40MG
35
KALA I FASE AKTIF
490
21.24.10
P2A0 H ATERM
35
LAHIR DIMOBIL
491
21.22.59
G1P0A0 H 37MG
24
KALA I FASE AKTIF
492
21.30.14
G3P2A0 H 39MG
43
KALA I FASE AKTIF, PEB
493
21.28.83
G1P0A0 H 38MG
23
494
21.29.77
G1P0A0 H ATERM
22
KALA I FASE AKTIF
495
21.30.91
G2P1A0 H ATERM
40
KALA I FASE AKTIF
496
21.28.58
G2P1A0 H 36MG
30
KALA II
497
21.25.27
G2P1A0 H 40MG
38
KALA I FASE AKTIF
498
21.31.24
G1P0A0 H 28MG
28
KALA II
499
21.29.56
G2P1A0 H 38MG
21
KALA I FASE LATEN
500
21.32.11
G7P6A0 H 42MG
24
501
21.28.61
G2P1A0 H 36MG
22
KALA II KALA I FASE AKTIF, KEK, BSC 7 TH LL, LETSU
502
21.34.37
G2P1A0 H 38MG
20
KALA I FASE AKTIF
503
20.62.58
G2P1A0 H ATERM
20
INPARTU KALA II
504
21.34.34
G3P2A0 H 40MG
26
KALA I FASE LATEN
505
14.21.32
G2P1A0 H 39MG
30
KALA I FASE AKTIF
506
21.27.96
G1P0A0 H 40MG
21
KALA I FASE LATEN
INDUKSI PERSALINAN
507
15.65.23
G2P1A0 H 41MG
22
KALA I FASE LATEN
508
20.42.49
G2P0A1 H ATERM
24
KALA I FASE AKTIF
509
21.32.19
G2P0A1 H 40MG
26
HAP,PER, PRO INDUKSI
510
20.31.79
G2P1A0 H 39MG
26
KALA I FASE LATEN
511
21.28.38
G2P1A0 H 38MG
24
KALA I FASE LATEN, BY BESAR
512
21.34.71
G2P1A0 H 39MG
23
KALA I FASE LATEN
513
21.35.62
G1P0A0 H 42MG
24
KPD
514
21.34.90
G2P1A0 H 40MG
21
KALA I FASE LATEN, PRO INDUKSI
515
13.29.73
G3P1A1 H ATERM
23
KALA I FASE LATEN
516
21.35.25
G2P1A0 H 40MG
23
KALA I FASE AKTIF
517
16.86.51
G1P0A0 H 38MG
25
KALA I FASE LATEN
518
21.30.94
G3P2A0 H ATERM
24
KALA I FASE LATEN
519
21.35.15
G1P0A0 H 41MG
21
KALA I FASE AKTIF
520
19.46.39
G1P0A0 H 40MG
23
KALA I FASE LATEN
521
21.35.21
G2P1A0 H 40MG
23
LETSU, KALA I FAS AKTIF
522
21.35.22
G3P2A0 H ATERM
25
KALA I FASE AKTIF
523
21.33.43
G4P3A1 H ATERM
37
GEMILLY, KALA II
524
21.26.85
G1P0A0 H 38MG
27
KALA I FASE LATEN, KPD
525
21.27.43
G2P0A1 H 38MG
45
KALA I FASE LATEN, HT
526
21.35.70
G3P2A0 H ATERM
29
KALA I FASE LATEN
527
21.33.66
G2P0A1 H37MG
20
KALA I FASE AKTIF
528
21.33.57
G2P1A0 H 41MG
40
KALA I FASE LATEN
529
21.32.15
G2P1A0 H 40MG
21
KALA II LETSU
530
21.32.79
G4P2-A1 H 40MG
28
KALA I FASE LATEN
531
21.33.72
G2P1A0 H ATERM
35
KALA II, CA CERVIK
532
21.35.42
G1P0A0 H 31MG
35
HAP,PER, PRO INDUKSI
PARTUS SC
24
533
21.24.05
G2P1A0 H 28MG
43
PLACENTA PREVIRIA
534
21.24.68
G2P1A0 H 41 MG
23
BSC 8 TH LL, CPD
535
21.22.19
G2P1A0 H 40MG
29
KPD, PRO SC
536
21.25.56
G1P0A0 H 40MG
30
CD
537
21.21.15
G4P3A0 H 40MG
38
LETSU, SC ELEKTIF
538
18.17.66
G2P1A0 H 38MG
26
KALA I FASE LATEN, BSC 2 TH LL, CPD
539
21.21.93
G2P0A1 H ATERM
32
PLACENTA PREVIRIA
540
20.38.96
G6P1A4 H 37MG
36
KALA I FASE LATEN, MC DONALD
541
21.21.89
G1P0A0 H ATERM
20
KALA I FASE AKTIF
542
17.70.11
G2P1A0 H 38MG
29
CPD, BSC 2,5 TH LL
543
11.90.76
G2P1A0 H ATERM
19
SC ELEKTIF, BSC 3, 5 TH LL
544
21.23.47
G2P1A0 H ATERM
22
BSC 4 TH LL, CPD
545
19.52.58
G2P0A1 H 40MG
24
LETSU, BY BESAR
546
21.25.79
G1P0A0 H 40MG
22
SC ELEKTIF, OLD PRIMI, ANAK MAHAL
547
21.21.91
G2P1A0 H ATERM
28
LETSU, BSC 4 TH LL
548
20.81.01
G4P2A1 H 40MG
37
PRO SC+MOW
549
18.06.55
G3P1A1 H ATERM
32
CPD, BSC 2,5 TH LL
550
21.05.01
G3P1A1 H 36MG
33
KALA I FASE LATEN
551
13.41.29
G5P2A2 H 40MG
41
LETSU, GRANDE MULTI
552
09.60.12
G1P0A0 H ATERM
32
LATAK LINTANG, KALA I FASE AKTIF
553
21.27.90
G1P0A0 H 40MG
21
PLACENTA LETAK RENDAH
554
20.93.28
G1P0A0 H ATERM
20
OLD PREMI
555
20.77.76
G2P1A0 H 32MG
31
KPD
556
21.21.96
G2P1A0 H ATERM
24
CPD, BSC 6 TH LL
557
21.25.96
G4P1A2 H 39MG
43
SC ELEKTIF
558
21.25.11
G1P0A0 H 39MG
23
OLD PRIMI, PRO INDUKSI
559
21.30.26
G3P2A0 H ATERM
29
CPD
560
16.88.78
G1P0A0 H 43MG
30
INDUKSI PERSALINAN
561
21.29.53
G4P2A1 H 37MG
38
KALA I FASE LATEN, LETSU
562
21.31.99
G1P0A0 H 37MG
26
PRO SC
563
21.32.08
G1P0A0 H ATERM
32
OLIGOHIDROMNION, PRO SC, CPD
564
21.28.29
G4P3A0 H 36MG
38
565
21.28.66
G3P2A0 H ATERM
20
KPD, LETSU, KALA I FASE AKTIF, PER KALA I FASE LATEN, RIWAYAT SC 3,5 TH LL, CPD
566
12.37.19
G2P1A0 H 37MG
29
PRO SC ELEKTIF, CPD
567
14.41.91
G2P1A0 H 40MG
19
LETSU, PRO SC
568
21.32.12
G3P1A1 H 40MG
22
KALA I DFASE LATEN, BSC 8 TH LL
569
21.30.54
G4P3A0 H 33MG
24
IMPENDNG EKLAMSI
570
21.23.32
G1P0A0 H 40MG
19
KALA I FASE LATEN
571
21.28.64
G2P0A1 H ATERM
23
PRO SC, GEMILLY
572
21.22.61
G2P1A0 H ATERM
20
KALA I FASE LATEN, BSC 4 TH LL
573
17.44.58
G1P0A0 H ATERM
20
CPD
574
16.45.71
G2P1A0 H ATERM
26
SC ELEKTIF, 8 TH LL
575
21.29.23
G2P1A0 H 41MG
26
KPD, BSC 6 TH LL
576
21.28.70
G2P0A1 H ATERM
25
577
21.30.23
G1P0A0 H 37MG
26
KALA I FASE LATEN, INFERTIL 11 TH, CPD KALA I FASE AKTIF, CPD(BY ADA KELAINAN)
578
20.67.78
G4P2A1 H ATERM
39
LETSU, KPD, PRO SC
579
21.22.34
G5P2A2 H 37MG
24
PEB, KALA I FASE LATEN, BSC 15 TH LL
580
21.30.95
G2P1A0 H ATERM
43
KALA I FASE LATEN, PRO SC, BSC 9 TH LL
581
21.27.36
G1P0A0 H ATERM
23
KALA I FASE LATEN, BAYI BESAR
582
11.27.56
G2P1A0 H 39MG
29
KALA I FASE LATEN
583
19.68.72
G1P0A0 H 41MG
30
CPD
584
21.25.12
G1P1A0 H ATERM
38
PRO SC
585
11.27.75
G3P2A0 H 37MG
26
HAP+MOW
586
21.26.30
G1P0A0 H ATERM
32
GAGAL INDUKSI
587
11.51.42
G3P2A0 H 38MG
36
PRO SC, MOW, BSC 2X
588
21.32.71
G3P1A1 H 36MG
20
BSC 15 TH LL, HAP
589
21.33.77
G1P0A0 H 41MG
22
KALA I FASE LATEN, KPD
590
21.33.78
G1P0A0 H 40MG
19
PEB
591
20.59.28
G4P2A1 H 38MG
22
PLACENTA PREVIRIA
592
21.33.14
G1P0A0 H 40MG
24
KALA I FASE LATEN
593
21.26.28
G2P1A0 H ATERM
21
CPD, PRO SC ELEKTIF
594
21.30.96
G2P1A0 H 37MG
23
KALA I FASE LATEN, PEB
595
21.30.01
G1P0A0 H ATERM
23
KALA II LAMA, KPD, CPD
596
21.39.91
G2P1A0 H 36MG
25
IUFD, SOLUSIO PLACENTA
597
11.45.80
G3P2A1 H ATERM
32
KALA I FASE LATEN, BSC 2 TH LL, CPD
598
21.25.17
G1P0A0 H 39MG
19
KPD
21.32.06
G4P3(2+)A0 H ATERM
38
PRO SC, ROJ
599
PARTUS VE 600
20.09.30
G1P0A0 H ATERM
24
KALA I FASE LATEN
601
21.30.84
G2P1A0 H 33MG
31
KALA I FASE AKTIF
602
18.83.71
G2P1A0 H ATERM
23
KALA I FASE AKTIF, RIWAYAT SC 6 TH LL
PARTUS SC
29
603
20.47.33
G4P3A0 H 39MG
37
604
20.42.56
G3P1A1 H 40MG
38
605
11.17.46
G3P2A0 H 39MG
26
606
21.36.10
G1P0A0 H 39MG
32
607
21.41.68
G1P0A0 H ATERM
36
KPD
608
20.49.86
20
GEMILLY, KPD, KALA I FASE LATEN
609
15.17.76
G1P0A0 H 36MG G2P2(GEMILY)A0 H ATERM
29
CPD,BSC 2X
610
20.30.81
G3P2A0 H 40MG
19
CPD,GAGAL INDUKSI
611
20.85.46
G2P1A0 H 38MG
22
LETSU, KALA I FASE LATEN
612
20.47.64
G1P0A0 H 40MG
24
613
21.43.58
G2P1A0 H ATERM
24
GAGAL INDUKSI TRAUMA TULANG BELAKANG POST JATUH
614
21.43.90
G1P0A0 H 37MG
22
HSUB
615
21.39.24
G2P1A0 H 39MG
23
616
20.33.81
G2P1A0 H 38MG
29
CPD, BSC 4 TH LL KALA I FASE LATEN, BSC 8 TH LL, PANGGUL SEMPIT, RUI
617
21.38.12
G1P0A0 H 40MG
30
CPD
618
21.42.77
G1P0A0 H ATERM
30
OLD PRIMI, PEB, PRO SC
619
21.44.84
G3P1(+)A0 H 39MG
37
KALA I FASE AKTI
620
16.16.84
G4P3A0 H 37MG
40
BSC 3 TH LL, CPD, MOW
621
14.53.11
G5P3A1 H 38MG
36
BSC 3X, 1 LAPARATOMI, CPD
622
21.39.29
G4P2A1 H ATERM
20
SC ELKTIF, ROJ
623
21.46.64
G3P1A1 H 40MG
29
KALA I FASE LATEN, RIWAYAT SC
CPD,BSC 2X
624
21.43.44
G3P2A0 H 38MG
19
KALA I FASE LATEN, PEB, PRO SC
625
21.39.19
G1P0A0 H 37MG
22
KALA I FASE AKTIF
626
21.44.82
G1P0A0 H 39MG
24
LETSU, PRO SC
627
21.44.32
G1P0A0 H 33MG
20
HAP, PLR, LETLINTANG
628
13.75.88
G2P1A0 H ATERM
22
CPD, BSC 4 TH LL
629
12.04.90
G2P1A0 H ATERM
21
OLIGOHIDROMNION, PRO SC
630
20.73.89
G2P1A0 H 30MG
24
HAP,PLACENTA PREVIRIA
631
21.45.44
G5P3A1 H 33MG
45
RUI, PRO SC
632
21.45.78
G2P1A0 H 42MG
25
KPD
633
19.73.83
G2P0A1 H 42MG
24
SC ELLEKTIF
634
21.38.14
G2P1A0 H 32MG
43
EKLAMSIA
635
21.44.92
G1P0A0 H ATERM
23
KALA I FASE LATEN
636
21.48.62
G2P0A1 H 39MG
29
KALA I FASE AKTIF, LETSU
637
21.48.31
G2P1A0 H 39MG
30
OLIGOHIDROMNION, INDUKSI
638
16.77.75
G4P3A0 H ATERM
38
SC ELEKTIF, BSC , KALA I FASE LATEN
639
21.48.48
G3P0A2 H 40MG
26
PEB, KALA I FASE LATEN
640
21.46.05
G1P0A0 H 38MG
32
BSC 2 TH LL
641
21.46.36
G3P2(+)A0 H 36MG
36
PLACENTA PREVIRIA
642
21.48.21
G2P1A0 H 38MG
20
BSC 4 TH LALU
643
20.51.56
G3P2A0 H ATERM
29
SC ELEKTIF, BSC 9 TH, CPD
644
21.41.36
G5P2A2 H ATERM
19
645
21.49.81
G1P0A0 H 41MG
22
CPD, PRO SC INDUKSI PERSALINAN, RIWAYAT OP GINJAL
646
21.49.44
G1P0A0 H 38MG
24
KPD, KALA I FASE LATEN
647
21.48.52
G1P0A0 H 39MG
19
KALA I FASE LATEN, CPD
648
21.46.62
G2P0A1 H ATERM
22
KALA I FASE LATEN
649
21.48.22
G2P1A0 H ATERM
23
SC ELEKTIF, BSC 4 TH LL
650
21.48.23
G1P0A0 H 38MG
23
HT, SC ELEKTIF, CPD
651
21.49.21
G1P0A0 H 42MG
20
KALA I FASE LATEN, CPD
652
21.49.33
G2P1A0 H 35MG
20
LETAK LINTANG, GEMILY
653
21.34.04
G1P0A0 H 44MG
20
CPD, KALA I FASE LAEN
654
15.42.17
G2P1A0 H ATERM
23
LETSU, BSC 3 TH LL
655
11.78.85
G1P0A0 H 36MG
22
PEB
656
16.59.91
G2P1A0 H ATERM
26
CPD, SC ELEKTIF, BSC 4 TH LL
657
12.38.46
G2P1A1 H 37MG
27
GEMILLY, RIWAYAT SC 1X
658
21.49.19
G3P2A0 H ?
32
KPD
659
21.49.52
G1P0A0 H 35MG
21
PEB
660
21.50.56
G2P0A1 H 40MG
36
KPD, LETLIN
661
21.36.63
G1P0A0 H 39MG
22
KALA I FASE AKTIF, LETSU
662
21.56.09
G2P0A1 H 40MG
26
KALA II LAMA
G2P1A0 H 38MG
23
PARTUS NORMAL 663
21.30.02
664
14.21.16
G8P5A1 H ATERM
44
INDUKSI PERSALINAN
665
21.36.33
G2P1A0 H 35MG
23
666
21.38.35
G2P1A0 H 39MG
20
KALA I FASE LATEN
667
17.92.69
G2P1(+1)AO H 36MG
25
PEB
668
20.88.05
G4P2A1 H 38MG
33
INDUKSI PERSALINAN
669
12.15.35
G2P1A0 H 38MG
33
KALA I FASE LATEN
670
13.91.82
G1P0A0 H 37MG
19
KALA I FASE LATEN, KPD
671
21.36.99
G1P0A0 H 40MG
24
INDUKSI PERSALINAN, KPD
672
21.36.43
G1P0A0 H ATERM
24
KALA II LAMA
673
21.36.29
G1P0A0 H 37MG
43
KALA II LAMA
674
21.42.24
G3P2A0 H 38MG
28
KALA I FASE AKTIF
675
21.39.94
G5P3A1 H 37MG
44
KALA I FASE AKTIF, HT
676
21.41.75
G2P1A0 H 3MG
30
KALA I FASE LATEN
677
21.42.58
G2P1A0 H 39MG
38
KALA I FASE AKTIF
678
11.33.12
G2P1A0 H 42MG
26
KALA I FASE LATEN
679
20.46.16
G4P3A0 H 33MG
36
HT
680
20.35.96
G2P1A0 H 38MG
30
GEMILLY, KALA I FASE LATEN
681
21.45.19
G2P1A0 H 41MG
20
KALA I FASE LATEN
682
21.38.47
G2P1A0 H 38MG
29
KALA I FASE LATEN
683
21.44.85
G2P1A0 H ATERM
19
KALA II
684
21.42.93
G2P1A0 H 37MG
22
KALA I FASE LATEN
685
20.72.94
G1O0A0 H 36MG
24
KALA I FASE LATEN
686
21.43.24
G1P0A0 H ATERM
23
KALA II
687
21.39.97
G2P1A0 H 41MG
22
KALA II
688
16.32.02
G3P0A2 H 39MG
28
KALA I FASE LATEN
689
21.40.63
G2P1A0 H 40MG
22
KALA II
690
14.70.78
G2P1A0 H 32MG
20
INDUKSI PERSALINAN, LETSU
691
21.39.86
G2P1A0 H 37MG
26
KPD, KALA I FASE LATEN
692
21.36.82
G4P3A0 H 42MG
34
KALA I FASE LATEN, PEB
693
13.09.88
G2P1A0 H ATERM
32
KALA I FASE I
694
21.38.54
G2P1A0 H 41MG
22
KALA I FASE LATEN
695
21.37.88
G2P1A0 H ATERM
35
KPD
696
21.38.58
G3P2A0 H ATERM
29
KALA I FASE AKTIF, PEB
697
21.37.85
G1P0A0 H 42MG
21
OLIGOHIDROMNION
698
21.41.23
G1P0A0 H 42MG
20
INDUKSI
699
21.39.85
G1P0A0 H 20MG
20
IUFD
700
21.42.60
G1P0A0 H ATERM
24
KALA I FASE AKTIF, LETSU
701
21.45.84
G4P3A0 H 36MG
37
KPD
702
12.88.06
G3P1A1 H ATERM
33
LAPARATOMI RIWAYAT 6 TH,KPD
703
21.46.93
G2P0A1 H 39MG
30
CPD
704
20.93.01
G2P1A0 H ATERM
22
KALA II
705
21.49.22
G2P1A0 H 41MG
23
KPD
706
21.48.94
G3P1A1 H ATERM
25
KALA I FASE LATEN
707
12.42.92
G2P1A0 H ATERM
25
KALA I FASE L;ATEN
708
21.48.69
G2P1A0 H 40MG
23
KALA I FASE LATEN
709
20.96.86
G1P0A0 H 41MG
21
KALA I FASE LATEN
710
08.36.99
G4P3A0 H 38MG
44
711
20.89.33
G2P1(+)A0 H 30MG
40
IUFD, PEB, INDUKSI PERSALINAN
712
21.29.88
G4P3A0 H 41MG
40
PEB, KALA I FASE LATEN
713
21.45.97
G2P1A0 H 36MG
27
KPD
714
21.45.05
G1P0A0 H 41MG
19
KALA I FASE LATEN
715
21.36.74
G2P1A0 H 40MG
23
KALA II
716
21.38.63
G1P0A0 H 34MG
27
KALA I FASE LATEN
717
21.38.66
G3P2A0 H ATERM
29
KALA I FASE AKTIF
718
21.45.88
G2P1A0 H ATERM
23
KALA I FASE LATEN
719
21.46.60
G1P0A0 H 39MG
22
KALA I FASE LATEN
720
21.47.19
G2P1A0 H ATERM
21
KALA I FASE AKTIF
721
21.49.94
G1P0A0 H 36MG
18
KPD, KALA I FASE LATEN
722
21.48.71
G1P0A0 H 38MG
20
KALA I FASE LATEN
723
21.36.48
G3P2A0 H ATERM
25
KALA I FASE LATEN
724
21.46.25
G2P1A0 H 40MG
23
KALA I FASE LATEN
725
00.17.15
G1P0A0 H 41MG
20
INDUKSI PERSALINAN
726
21.50.30
G2P1A0 H 41MG
20
KALA I FASE LATEN
727
21.18.46
G1P0A0 H 40MG
20
KALA I FASE LATEN
728
21.48.30
G2P1A0 H 39MG
25
KALA I FASE LATEN
729
21.50.55
G4P1A2 H ATERM
44
KALA I FASE LATEN, PEB
730
21.45.37
G1P0A0 H 36MG
23
LETSU, KALA I FASE AKTIF
731
21.39.31
G1P0A0 H 24MG
20
IUFD, HAP
732
21.45.12
G3P1A1 H 40MG
24
KALA II
733
21.38.64
G3P2A0 H 40MG
43
KALA I FASE AKTIF
734
21.48.73
G2P1A0 H 40MG
23
KALA I FASE LATEN
PARTUS NORMAL
29
735
21.50.94
G2P0A1 H ATERM
30
KALA I FASE AKTIF
736
20.40.36
G2P1A0 H ATERM
38
KALA I FASE LATEN
737
07.09.95
G3P2A0 H 42MG
26
738
21.52.19
G4P3A0 H 41MG
38
739
20.40.37
G5P3A1 H 42MG
36
740
19.03.73
G2P1A0 H ATERM
20
KALA I FASE AKTIF
741
21.51.77
G1P0A0 H 39MG
29
KALA II LAMA
742
12.85.47
G3P2A0 H 41MG
30
PRO INDUKSI
743
21.53.93
G3P1A1 H ATERM
22
KALA I FASE AKTIF
744
21.53.78
G2P1A0 H 41MG
24
KALA I FASE AKTIF
KALA I FASE AKTIF, HT
745
21.53.43
G2P0A1 H ATERM
38
KALA I FASE LATEN, KPD
746
21.52.95
G2P1A0 H 39MG
22
KALA I FASE LATEN
747
21.51.38
G4P3A0 H ATERM
40
KALA II
748
21.55.45
G2P1A0 H 42MG
23
KALA I FASE AKTIF
749
20.50.55
G2P1A0 H ATERM
25
KALA I FASE LATEN
750
15.57.69
G2P1A0 H 39MG
27
751
21.55.13
G2P1A0 H ATERM
26
752
21.54.42
G2P1A0 H 340MG
22
KALA I FASE LATEN
753
21.55.29
G3P2A0 H ATERM
28
KALA 1 FASE AKTIF
754
21.55.27
G3P2A0 H ATERM
31
KALA 1 FASE AKTIF, GEMILLY
755
21.55.23
G3P2+1A0 H 40MG
33
INPARTU
756
16.11.90
G1P0A0 H 41MG
30
KALA 1, FASE LATEN
757
21.53.88
G5P4A0 H 41MG
38
KALA 1, FASE LATEN
758
21.53.42
G3P1A1 H 39MG
37
KPD+PEB
759
21.58.15
G2P1A0 H 39MG
24
KALA I FASE LATEN. BSC 3 THN LL
760
21.60.29
G2P1A0 H 38 MG
43
KALA I FASE AKTIF
761
21.56.64
G1P0A0 H 38 MG
23
INPARTU
762
21.58.85
G2P1A0 H ATERM
29
KALA I FASE LATEN
763
21.57.50
G2P1A0 H ATERM
30
INPARTU KALA I FASE AKTIF
764
21.59.60
G2P1A0 H 41 MG
38
INPARTU KALA I FASE AKTIF
765
21.57.76
G1P0A0 H 40 MG
26
INPARTU KALA I FASE AKTIF
766
21.46.12
G3P2A0 H 41 MG
32
INPARTU KALA I FASE AKTIF
767
21.57.44
36
INPARTU KALA I FASE AKTIF
768
21.57.90
G2P1A0 H 37 MG IBU MELAHIRKAN DI RUMAH
769
20.62.86
G3P1A1 H 38 MG
29
INPARTU KALA I FASE AKTIF
770
21.60.99
G2P1A0 H ATERM
19
INPARTU KALA I FASE AKTIF + HT
771
21.46.81
G3P2A0 H ATERM
22
INPARTU KALA I FASE AKTIF + HT
772
20.64.00
G2P1A0 H ATERM
24
INPARTU KALA I FASE AKTIF
773
21.53.16
G2P1A0 H ATERM
23
PRO INDUKSI
774
21.57.24
G4P2A1 H 38 MG
38
KPD
775
21.61.44
G1P0A0 H ATERM
18
INPARTU + KPD
776
21.56.05
G1P0A0 H 33 MG
21
INPARTU KALA II
777
16.38.89
G3P10 H 40 MG
27
INDUKSI PERSALINAN
778
21.56.50
G4P4A0 H POST TERM
34
KETUBAN KUNING + LEWAT BULAN
779
20.96.54
G3P2A0 H 39 MG
29
INPARTU KALA I FASE LATEN
780
12.59.28
G1P0A0 H 41 MG
18
KPD
781
21.60.73
G1P0A0 H 41 MG
22
PRO INDUKSI
782
17.04.11
G1P0A0 H ATERM
22
INPARTU KALA I FASE LATEN + KPD
783
21.58.00
G4P3A0 H 31 MG
40
PPI
784
21.62.92
G4P3A0 H 40 MG
41
INPARTU
785
21.29.99
G3P2AO H 41 MG
37
INPARTU KALA I FASE LATEN
20
786
21.55.21
G2P0A1 H 39 MG
22
INPARTU KALA I FASE LATEN
787
21.60.86
G3P1A1 H 40 MG
28
PRO INDUKSI
788
18.18.52
G4P3A0 H ATERM
44
INPARTU KALA I FASE LATEN + PER
789
21.57.74
G1P0A0 H 41 MG
21
INPARTU KALA I FASE LATEN
790
19.68.43
G2P2A0 H ATERM
20
INPARTU KALA I FASE AKTIF
791
20.42.55
G3P2A0 H ATERM
29
INPARTU KALA I FASE LATEN + KPD
792
17.74.76
793
21.58.95
G3P2A0 H ATERM
23
KALA I FASE AKTIF, PEB, CPD
794
21.60.21
G1P0A0 H 32MG
22
PPI
795
17.74.76
G3P1A1 H 39MG
39
KPD
796
06.28.27
G4P3A0 H 41MG
42
797
21.62.35
G1P0A0 H 40 MG
43
798
21.62.91
G3P2A0 H 40MG
32
KALA I FASE LATEN
799
21.57.93
G2P1A0 H ATERM
29
KALA I FASE AKTIF, PEB
800
21.56.67
G2P1A0 H 40MG
30
KALA II, HT
801
21.25.51
G1P0A0 H 40MG
38
KALA I FASE AKTIF
802
21.54.06
G1P0A0 H ATERM
26
KALA I LAMA
803
21.53.37
G4P2A1 H 34MG
39
PLACENTA PREVIRIA, LETSU
804
21.55.43
G1P0A0 H 35MG
36
LETSU
805
21.62.23
G3P2A0 H 41MG
20
KALA I FASE LATEN
806
21.37.04
G2P1A0 H 42MG
29
KALA II
807
21.57.62
G1P0A0 H 37MG
19
KALA I FASE LATEN
PARTUS SC
PRO INDUKSI
22
808
21.51.02
G2P1A0 H 41MG
24
LETSU, PRO SC
809
21.51.56
G1P0A0 H 42MG
20
KALA I FASE LATEN
810
21.51.27
G3P1A1 H 40MG
24
KALA I FASE LATEN
811
21.51.42
G1P0A0 H 40MG
24
KALA I FASE LATEN, HT, CPD
812
21.51.55
G2P1A0 H ATERM
27
KALA I FASE LATEN, CPD
813
16.69.46
G3P1A1 H 37MG
29
KALA I FASE LATEN, OLOGOHIDROMNION
814
21.54.17
G2P0A1 H 36MG
35
GEMILLY, KPD
815
20.53.30
G3P1A1 H 38MG
31
SC ELEKTIF, BSC 8 TH LL
816
21.53.97
G2P1A0 H 40MG
30
SC ELWKTIF, BSC 11 TH LL, CPD
817
21.54.32
G2P1A0 H40 MG
32
KALA 1, CPD
818
21.53.30
G1P0A0 H 40 MG
19
KALA 1 FASE LATEN
819
21.53.87
G2P1A0 H41 MG
24
820
21.52.91
G3P2A0 H39MG
43
CPD INFARTU KALA 1 FASELATIN LETSU PROSC
821
21.56.79
G2P1A0 H 40 MG
23
INFARTU KALA 1 FASELATIN
822
21.56.76
G1P0A0 H 41 MG
29
INPARTU KALA I FASE LATEN + PEB
823
21.58.59
G3P2A0 H 40 MG
30
PRO SC ELEKTIF ( BSC 2X )
824
21.56.59
G4P2A1 H ATERM
38
PRO SC ELEKTIF BSC 12 THN YLL
825
21.58.35
G3P2A0 H 39 MG
29
KPD + BSC 2X + DM
826
15.51.42
G3P1 (1 PREMATUR)A0 H ATERM
32
PRO SC ELEKTIF (BSC 1X)
827
21.53.58
G4P3A0 H 37 MG
36
PRP SC ELEKTIF (BSC 3 YHN YLL)
828
21.54.62
G2P0A1 H ATERM
20
KALA I FASE LATEN
829
20.83.41
G4P3A1 H ATERM
40
KALA I FASE AKTIF
830
21.57.97
G3P2A0 H ATERM
19
CPD
831
21.58.71
G3P1A1 H ATERM
22
PEB, KALA I FASE LATEN
832
21.63.61
G3P1A1 H 41MG
24
PEB, KALA I FASE AKTIF
833
21.43.18
G1P0A0 H 38MG
20
KALA I FASE AKTIF, PER
834
21.63.93
G1P0A0 H 38MG
20
CONDILOMA, CPD
835
01.08.00
G2P0A1 H 39MG
22
KALA I FASE LATEN, PEB
836
21.31.73
G1P0A0 H 40MG
21
KALA I FASE AKTIF, PEB
837
21.58.97
G4P3A0 H 41MG
40
KALA II, BSC, CPD, KALA I AKTIF
838
21.31.50
G2P1A0 H ATERM
43
KALA I FASE LATEN, BSC 5 TH LL
839
13.68.52
G4P2A1 H ATERM
43
840
21.62.86
G3P2A0 H 39MG
29
RIWAYAT SC 2X, CPD RIWAYAT BSC 20 BLN YG LL, KALA I FASE AKTIF
841
21.62.87
G3P2A0 H ATERM
30
842
21.60.44
G1P0A0 H 32 MG
20
PEB
843
21.56.72
G2P1A0 H 39 MG
26
PRO SC ELEKTIF + BSC 2 THN LL
844
21.60.82
G2P1A0 H 36 MG
32
HAP
PARTUS NORMAL
36
845
21.64.56
G1P0A0 H 41MG
20
846
21.64.04
G2P1(+)A0 H 39MG
29
KALA I FASE AKTIF
847
20.18.06
G2P1(IUFD)A0 H 40MG
19
KALA I FASE LATEN
848
21.69.34
G1P0A0 H 28MG
22
KALA I FASE AKTIF
849
16.66.62
G2P1A0 H 41MG
24
KALA I FASE AKTIF
850
21.67.59
G1P0A0 H 38MG
20
KPD
851
11.58.72
G1P0A0 H 41MG
852
21.68.21
G2P1A0 H 39MG
23
KPD, KALA I FASE LATEN
853
21.70.01
G2P1A0 H ATERM
22
KALA I FASE LATEN
854
21.64.08
G1P0A0 H 41MG
21
KALA I FASE LATEN
855
15.48.31
G2P1A0 H ATERM
26
KPD
856
21.66.51
G2P1A0 H 40MG
25
KALA I FASE AKTIF
857
21.64.61
G3P2(+1)A0 H 39MG
29
858
14.52.84
G1P0A0 H 39MG
24
859
21.62.94
G2P1A0 H 38MG
23
KALA I FASE LATEN KALA I FASE AKTIF, RIWAYAT LAPARATOMY OLIGOHIDROMNION, INDUKSI PERSALINAN
860
16.76.88
G3P1A1 H 37MG
37
KPD
861
20.31.42
G1P0A0 H 40MG
20
KPD
862
61.67.61/01.67.61
G1P0A0 H 41MG
20
KALA I FASE LATEN
863
16.75.21
G1P0A0 H 39MG
20
KALA I FASE LATEN
KALA I FASE AKTIF
864
21.69.87
G2P1A0 H 36MG
26
KALA I FASE AKTIF, GEMILLY, PEB
865
21.70.40
G3P1A1 H 41MG
31
KALA I FASE LATEN
866
2176.93
G2P1A0 H AERM
23
KALA I FASE LATEN
867
21.70.67
G3P2A0 H 40MG
29
INDUKSI PERSALINAN
868
21.77.77
G3P2A0 H ATERM
29
KALA I FASE LATEN
869
21.78.20
G4P3(+1)A1 H ATERM
36
LETSU, KALA I FASE LATEN
870
21.73.46
G2P1A0 H 40MG
23
REENSIO PLACENTA
871
21.71.60
G3P2A0 H 40MG
26
KALA I FASE AKTIF
872
11.30.32
G1P0A0 H 29MG
17
GEMILLY, KPD
873
21.68.03
G1P0A0 H 34MG
24
ANEMIA, KALA I FASE LATEN, IUFD
874
21.68.06
G1P0A0 H ATERM
43
KALA II, KALA I MEMANJANG
875
21.77.46
G2P1A0 H 39MG
23
KALA I FASE LATEN
876
20.50.18
G2P1A0 H ATERM
29
KALA I FASE LATEN
877
21.76.53
G1P0A0 H ATERM
30
INDUKSI PERSALINAN
878
21.75.32
G4P3(2+)A0 H 39MG
38
KALA I FASE LATEN
879
21.72.66
G1P0A0 H ?
26
KALA II, KALA I MEMANJANG
880
21.70.14
G1P0A0 H ATERM
32
881
21.31.45
G5P4A0 H 40MG
40
KALA I FASE LATEN, HT
882
21.75.55
G2P1A0 H 41MG
20
PRO INDUKSI
883
21.65.83
G1P0A0 H 42MG
29
KALA I FASE LATEN
884
21.70.85
G3P2+1)A0 H ATERM
29
KALA I FASE AKTIF, BSC 4 TH LALU
885
21.75.92
G2P1A0 H 39MG
22
KALA I FASE AKTIF
886
14.26.50
24
887
21.61.73
G2P1A0 H ATERM G3P2(+IUFD1)A0 H 41MG
33
PRO INDUKSI
888
21.22.93
G3P1A1 H 40 MG
36
KALA I FASE AKTIF
889
21.22.93
G3P1A1 H 40MG
37
KALA I FASE AKTIF
890
21.71.35
G1P0A0 H 38MG
20
KALA I FASE AKTIF, LETAK LINTANG
891
21.74.21
G6P5(+1)A0 H 38MG
44
KPD
892
21.76.58
G1P0A0 H 32MG
20
KPD,OLIGOHIDROMNION
893
21.74.34
G1P0A0 H 42MG
22
KALA I FASE LATEN
894
20.79.12
G1P0A0 H 37MG
21
KALA II
895
17.09.86
G1P0A0 H 34MG
22
KALA II
896
21.64.62
G5P4A0 H 37MG
37
KALA I FASE LATEN
897
21.73.56
G3P2A0 H 40MG
33
KPD
898
21.64.74
G1P0A0 H 39MG
24
CPD, KALA I FASE LATEN
899
21.72.71
G1P0A0 H 38MG
20
KALA I FASE LATEN
900
21.77.94
G1P0A0 H 40MG
23
KALA I FASE AKTIF
901
21.70.45
G4P2A1 H 30MG
47
KALA I FASE AKTIF
902
20.04.40
G5P4(+1)A0 H 27MG
44
KALA II
903
PARTUS SC
904
21.66.39
G3P1A1 H 38MG
26
905
17.73.10
G2P1A0 H ATERM
32
BSC 1/2 TH LL
906
21.66.45
G1P0A0 H 41MG
36
CPD
907
21.66.42
G3P2A0 H 39MG
20
LETSU
908
17.98.36
G2P0A1 H ATERM
29
LETSU
909
21.58.11
G4P3(1+)A0 H ATERM
40
LATAK LINTANG
910
19.41.40
G2P0A1 H 39MG
22
CPD, LETSU,POST LAPARATOMI
911
21.36.46
G1P0A0 H 38MG
24
LETSU
912
21.64.73
G4P1A2 H 38MG
41
KALA I FASE LATEN, PLACENTA PREVIRIA
913
21.64.67
G3P2A0 H 43MG
43
BSC 5 TH LL, BY BESAR
914
11.99.74
G3P2(+1)A0 H ATERM
29
KALA I FASE LATEN, CPD
915
21.71.64
G2P1A0 H ATERM
29
KALA I FASE LATEN, CPD
916
16.40.66
G3P0A2 H 38MG
30
CPD, PRO SC
917
20.69.31
G3P2A0 H ATERM
38
CPD, SC ELEKTIF
918
21.76.75
G2P1A0 H 41MG
26
INDUKSI PERSALINAN
919
21.76.71
G3P2A0 H ATERM
32
KALA I FASE AKTIF
920
21.69.79
G2P1A0 H 41MG
36
OBLIGET, HT, KALA I FASE AKTIF
921
21.62.21
G3P2A1 H ATERM
20
KALA I FASE LATEN, BSC 4 TH LL
922
00.69.28
G4P1A2 H 39MG
42
923
20.10.45
G5P3A1 H ATERM
46
BSC 4 TH LL, CPD PRO INDUKSI, ASEPTOR KB, SECONDARI ARREST
924
21.76.60
G4P2A1 H 37MG
46
PEB, INDUKSI PERSALINAN
925
21.61.82
G1P0A0 H 41MG
24
CPD
926
21.67.42
G1P0A0 H 42MG
20
KALA I FASE AKTIF, CPD
927
21.69.33
G1P0A0 H ATERM
20
KALA I FASE LATEN, KPD
928
21.69.38
G2P1A0 H 38MG
26
PRO SC, MOW, PEB
929
21.67.61
G1P0A0 H 41MG
18
KPD, KALA I FASE LATEN
930
18.43.48
G2P1A0 H 39MG
24
CPD
931
21.69.93
G1P0A0 H 40MG
23
SC ELEKIF, CDPD
932
21.69.59
G4P2A1 H 39MG
45
PEB, BSC 3 TH LL
933
21.64.71
G3P2A0 H 38MG
29
LETSU
934
07.24.62
G2P1A0 H 39MG
30
KALA I FASE AKTIF
935
21.64.77
G3P2A0 H 40MG
38
HEMOROID, BSC
936
21.14.88
G3P2A0 H ATERM
26
BSC 3 TH LL, ATONIA UTERI, CPD
937
18.30.04
G2P1A0 H ATERM
32
CPD, BSC 3 TH LL
938
21.61.61
G1P0A0 H ATERM
36
LETSU, PRO SC
939
21.71.29
G2P1A0 H 40MG
20
CPD,KALA I FASE LATEN
940
20.79.32
G2P1A0 H 38MG
29
PANGGUL SEMPIT, BSC 12 TH
941
21.75.76
G3P1A1 H ATERM
30
CPD
942
21.75.35
G2P1A0 H 43MG
22
INPARTU
943
20.78.68
G2P1A0 H 34MG
24
GEMILLY, KALA I FASE AKTIF
944
21.65.52
G2P1A0 H ATERM
22
BSC 4 TH LL, CPD
945
21.64.06
G2P1A0 H 34MG
24
BSC 5 TH LL, IUFD
946
20.76.87
G2P1A0 H 40MG
21
KALA I FASE LATEN
947
21.72.88
G6P4A1 H 40MG
37
PRO SC, MOW, PEB
948
21.67.37
G2P1A0 H 37MG
23
BSC 2 TH LL
949
21.71.40
G2P1A0 H 41MG
24
BSC, KALA I FASE LATEN
950
14.57.15
G2P1A0 H ATERM
43
KALA I FASE LATEN, CPD
951
21.72.01
G2P1A0 H ATERM
23
PRO SC, BSC 8 TH LL
952
21.72.21
G1P0A0 H ATERM
29
PRO SC, MYOMA UTERI, OLD PREMI, CPD
953
21.78.02
G5P4A0 H 39MG
30
CPD, KALA I FASE AKTIF
954
21.77.55
G7P4A2 H ATERM
38
CPD
955
21.79.41
G1P0A0 H 40MG
26
KALA I FASE AKTIF MEMANJANG
956
21.71.30
G5P4A0 H 38MG
32
PEB, CPD,KALA I FASE LATEN
957
21.77.42
G2P1A0 H 38MG
36
CPD, FEBRIS
958
21.68.59
G4P3A0 H 42MG
20
PEB, KALA I FASE LATEN
959
21.65.33
G1P0A0 H 28MG
29
PER
960
21.53.37
G4P2A1 H ATERM
19
HAP
961
21.74.35
G2P0A1 H 39MG
26
KPD
PARTUS SC
24
962
21.80.96
G3P2A0 H 39MG
29
KALA I FASE LATEN, KPD, PRES BO
963
21.80.55
G2P1A0 H 40MG
24
GAGAL INDUKSI
964
21.79.14
G3P2A0 H 40MG
28
PRO SC, PRES BO
965
21.80.30
G2P1A0 H 39MG
22
BSC 8 TH YG LL
966
15.71.52
G2P1(+)A0 H 38MG
28
CPD
967
11.79.93
G2P1A0 H ATERM
28
968
15.88.70
G3P2A0 H ATERM
27
SC ELEKTIF, CPD OLIGOHIDROMNION, INDUKSI PERSALINAN
969
21.79.93
G1P0A0 H 39MG
18
KALA II, FETAL DISTRESS
970
21.85.96
G2P1A0 H 40MG
22
971
15.71.54
G4P3A0 H 41MG
36
PLACENTA PREVIRIA INDUKSI PERSALINAN, KALA I FASE LATEN
972
11.53.76
G3P2A0 H 39MG
32
SC ELEKTIF, BSC 2X, CPD
973
21.69.41
G1P0A0 H 38MG
21
PEB, PRO INDUKSI, HBS AG+
974
21.71.09
G3P2A0 H 41MG
28
KALA I FASE LATEN, RIWAYAT SC
975
21.38.84
G1P0A0 H ATERM
24
KPD, KALA I FASE LATEN
976
18.11.77
G3P1A1 H ATERM
36
KPD,KALA I FASE AKTIF
977
12.32.86
G3P2A0 H ATERM
37
CPD, SC ELEKTIF
978
21.87.47
G2P1A0 H 38MG
43
BS 5 TH LL, KALA I FASE LATEN
979
13.21.33
G2P1A0 H 37MG
23
BSC 1 TH LL, PANGGUL SEMPIT
980
12.33.94
G3P2A0 H ATERM
29
SC ELEKTIF, BSC 4 TH LL, CPD
981
21.54.53
G2P1A0 H 41MG
30
KALA I FASE AKTIF
982
21.86.33
G2P1A0 H ATERM
38
983
21.54.53
G2P1A0 H 37MG
26
SC ELEKTIF, BSC 4 TH LL, CPD KALA I FASE LATEN, RIWAYAT SC 6 TH LL, CPD
984
21.84.87
G1P0A0 H ATERM
21
KALLA II LAMA
985
21.46.58
G2P0A1 H 37MG
36
HAP, PLR
986
21.84.99
G1P0A0 H 40MG
20
KALA I FASE AKTIF
987
21.84.74
G1P0A0 H 39MG
29
KALA I FASE LATEN, KPD, PRES BO
988
21.41.42
G2P1A0 H ATERM
24
OLIGOHIDROMNION. LETSU, KALA II
989
21.86.38
G3P3A0 H ATERM
22
KALA I FASE AKTIF
990
21.86.30
G2P1A0 H ATERM
24
KALA II, FASE LATEN
991
21.85.88
G1P0A0 H 41MG
21
KALA I FASE LATEN
992
20.96.05
G1P0A0 H 39MG
35
KPD
993
21.65.78
G1P0A0 H ATERM
20
CPD, KALA I FASE LATEN
994
20.78.39
G1P0A0 H 40MG
20
KALA I FASE LATEN, CPD
995
11.55.73
G5P4A0 H 39MG
36
LETAK SUNTANG
996
21.89.81
G4P3A0 H ATERM
36
CPD
997
21.90.53
G2P1A0 H ATERM
32
GEMILLY, LETSU
998
14.38.73
G5P1A3 H 40MG
38
KALA I FASE LATEN, CPD
999
21.84.06
G1P0A0 H 39MG
21
KALA I FASE LATEN, KPD
1000
19.39.79
G2P1A0 H ATERM
20
BSC 6 TH LL, CPD
1001
21.79.11
G1P0A0 H ATERM
19
KPD
1002
21.88.00
G2P1A(+1)A0 H 40MG
22
KALA I FASE KTIF, FETAL DISTRESS
1003
21.90.25
G1P0A0 H ATERM
24
CPD, GAGAL INDUKSI
1004
21.64.79
G2P1A0 H ATERM
43
CPD
1005
21.91.09
G4P3A0 H ATERM
43
KALA I FASE LATEN
1006
21.87.99
G1P0A0 H 38MG
29
INDUKSI PERSALINAN, FETAL DISTRESS
1007
21.87.82
G2P1A0 H 40MG
30
CPD, BSC
1008
15.88.03
G2P1A0 H 39MG
38
SC ELEKTIF, BSC 3 TH LL
1009
21.88.03
G3P0A2 H ATERM
26
KALA I FASE LATEN
1010
21.84.16
G4P2A1 H 40MG
32
GAGAL INDUKSI
1011
21.91.87
G2P1(+)A0 H 40MG
36
INPARTU
1012
21.14.59
G1P0A0 H ATERM
20
MYOMA UTERI
1013
11.10.32
G2P0A1 H 37MG
29
LETAK LINTANG
1014
21.92.57
G1P0A0 H 40MG
19
CPD
1015
16.33.81
G3P2A0 H 39MG
22
1016
21.81.10
G6P5 (1+)A0 H 35MG
40
BSC 2X, SC ELEKTIF INPENDING EKLAMSIA, KALA I FASE AKTIF
1017
21.91.80
G1P0A0 H 38MG
38
KPD, OLD PREMI
1018
21.39.49
G4P1A2 H ATERM
43
KALA I FASE LATEN
1019
21.91.91
G1P0A0 H ATERM
22
KALA I FASE AKTIF, LETSU
1020
21.49.37
G4P3A0 H 41MG
45
PLACENTA PREVIRIA
1021
21.81.43
G3P2A0 H 37MG
36
GEMILLY, KALA I FASE LATEN
PARTUS NORMAL 1022
21.81.11
G3P0A2 H 40MG
33
KALA II
1023
21.79.51
G3P2A0 H ATERM
30
PRO INDUKSI
1024
21.80.52
G1P0A0 H 40MG
19
KALA I FASE LATEN
1025
21.79.10
G1P0A0 H 38MG
21
KALA I FASE LATEN, KPD
1026
21.82.81
G3P2A0 H 38MG
30
KALA I FASE LATEN
1027
21.81.75
G3P2A0 H 37MG
36
KPD, KALA I FASE LATEN
1028
21.82.34
G1P0A0 H 39MG
24
KALA I FASE AKTIF
1029
21.87.28
G3P2(1+)A0 H 41MG
43
KALA I FASE AKTIF
1030
21.84.69
G1P0A0 H ATERM
23
KALA I FASE LATEN
1031
21.78.93
G4P3A0 H 36MG
44
LETSU, KALA II
1032
20.25.58
G5P3A1 H 39MG
40
KALA I FASE AKTIF
1033
21.39.42
G2P1A0 H 40MG
38
INPARTU
1034
21.82.57
G1P0A0 H 39MG
26
KALA I FASE LATEN
1035
21.80.14
G3P2A0 H 38MG
32
KALA I FASE AKTIF
1036
21.87.92
G2P1A0 H 39MG
36
KALA I FASE AKTIF
1037
21.83.04
G1P0A0 H 42MG
20
INDUKSI PERSALINAN
1038
08.63.81
G3P2A0 H 40MG
29
INDUKSI PERSALINAN
1039
21.86.67
G2P1A0 H ATERM
19
KALA I FASE AKTIF
1040
14.55.80
G9P7(3+)A1 H 39MG
40
KALA I FASE LATEN
1041
21.76.43
G1P0A0 H 39MG
24
KALA I FASE LATEN
1042
21.84.72
G5P3A1 H 39MG
40
IUFD
1043
21.79.98
G3P2A0 H 40MG
38
KALA I FASE AKTIF
1044
21.85.93
G3P2(2+)A0 H 40MG
32
KALA I FASE AKTIF
1045
21.84.00
G2P1A0 H 35MG
25
1046
21.89.40
G1P0A0 H 37MG
20
KALA II LAMA
1047
20.32.59
G2P1A0 H 42MG
25
KALA I FASE LATEN, FETAL DISTRESS
1048
13.15.82
G3P2A0 H 39MG
27
KALA I FASE LATEN
1049
21.90.93
G2P1A0 H 40MG
27
KALA I FASE LATEN
1050
18.58.18
G2P1A0 H 38MG
28
KPD, PRO INDUKSI
1051
21.76.39
G4P1(+1)A2 H ATERM
40
KALA I FASE AKTIF, PER
1052
15.92.88
G2P1A0 H 37MG
23
KALA I FASE LATEN
1053
18.26.61
G2P0A1 H 40MG
23
PRO INDUKUKSI PERSALINAN
1054
21.87.50
G4P2A1 H 41MG
35
PRO INDUKSI
1055
14.09.96
G2P1A0 H 38MG
30
KALA I FASE LATEN
1056
07.14.47
G3P2A0 H 36MG
38
KALA I FASE AKTIF
1057
21.90.01
G2P1A0 H ATERM
26
KALA II
1058
21.91.74
G3P2A0 H 39MG
32
KALA I FASE AKTIF
1059
21.90.38
G1P0A0 H ATERM
20
KALA I FASE LATEN
1060
21.78.00
G2P1A0 H 38MG
20
KALA II
1061
21.82.41
G4P5A0 H 38MG
29
KALA I FASE LATEN
1062
21.88.61
G2P1A0 H ATERM
19
INPARTU
1063
21.89.38
G3P2A0 H 39MG
22
KALA I FASE AKTIF
1064
21.91.92
G1P0A0 H ATERM
24
INDUKSI PERSALINAN
1065
21.90.98
G2P0A1 H ATERM
22
KALA I FASE LATEN
1066
21.77.82
G2P1A0 H 39MG
24
INDUKSI PERSALINAN
1067
15.27.38
G2P1A0 H 38MG
26
KALA I FASE AKTIF
1068
21.92.64
G2P1A0 H 40MG
21
KALA I FASE AKTIF
1069
21.91.24
G1P0A0 H 40MG
21
PRO INDUKSI
1070
21.92.15
G2P1A0 H 38MG
27
INPARTU
1071
21.08.99
G3P2A0 H ATERM
28
KALA I FASE LATEN
1072
21.92.53
G2P1A0 H 41MG
24
KALA I FASE LATEN
1073
21.89.37
G3P2A0 H 40MG
38
KALA I FASE LATEN, KPD
1074
21.91.03
G1P0A0 H ATERM
21
KALA II
1075
21.90.45
G2P1A0 H 37MG
29
KPD
1076
21.93.24
G3P2(+1)A0 H 36MG
34
1077
18.91.38
G1P0A0 H 42MG
20
PEB, KPD KALA I FASE LATEN, RUPTUR PERINEUM TK IV
1078
21.90.52
G2P1A0 H 40MG
22
KALA I FASE LATEN
1079
21.15.00
G3P1A1 H 39MG
24
PER
1080
21.87.97
G2P1A0 H ATERM
23
KALA II
G1P0A0 H 40MG
20
KALA I FASE LATEN CPD, BSC 5 TH LL
PARTUS DG VE 1081
21.90.70 PARTUS SC
1082
09.33.41
G1P1A0 H ATERM
18
1083
21.93.30
G1P0A0 H 41MG
28
KPD
1084
21.94.17
G1P0A0 H 42MG
22
KALA II LAMA
1085
07.14.29
G3P2A0 H 37MG
25
RIWAYAT SC 6 TH LL, CPD
1086
21.74.25
G3P1A1 H 40MG
29
PLR, LETSU
1087
14.83.22
G3P1A1 H ATERM
27
BSC 4 TH LL
1088
21.81.61
G2P1A0 H 39MG
23
PRO SC ELEKTIF, BSC 8 TH LL
1089
21.98.13
G3P1A1 H 39MG
31
BSC 4 TH LL, PRO SC, CPD
1090
12.03.88
G3P1A1 H 39MG
30
SC ELEKTIF, BSC 4 TH LL, CPD
1091
21.94.93
G1P0A0 H 36MG
36
OLD PRIMI, PER, KPD
1092
21.67.22
G2P1A0 H ATERM
26
PRO INDUKSI, KPD
1093
21.99.08
G1P0A0 H 36MG
20
PRO INDUKSI, PEB
1094
11.84.23
G2P0A1 H 34MG
21
PLACENTA PREVIRIA
1095
21.96.09
G3P2A0 H 38MG
29
PRO SC, BSC 2X, MOW
1096
11.06.57
G3P1A0 H POST TERM
1097
15.42.96
G4P2A2 H 40MG
40
CPD
1098
21.98.53
G1P0A0 H 41MG
19
CPD, KALA I FASE AKTIF
1099
21.99.32
G1P0A0 H ATERM
23
KPD
1100
21.95.43
G2P0A1 H 42MG
22
SC ELEKTIF, BSC 4 TH LL, CPD
1101
21.98.50
G1P0A1 H 39MG
20
KALA I FASE LATEN, LETSU
1102
21.99.10
G2P1A0 H ATERM
22
LETSU, KALA I FASE AKTIF
1103
21.89.22
G1P0A0 H 39MG
20
LETSU, PRO SC
KALA I FASE LATEN, BSC 3 TH LL
1104
22.04.84
G3P2A0 H 39MG
32
KALA I FASE LATEN, KPD
1105
22.05.57
G3P2A0 H ATERM
27
KALA I FASE LATEN
1106
22.03.46
G2P1A0 H 38MG
27
KPD
1107
22.04.71
G1P0A0 H 41MG
19
KALA II LAMA
1108
22.02.14
G2P1A0 H 36MG
22
BSC 4 TH LL, CPD
1109
22.04.81
G3P2A0 H ATERM
37
KPD, KALA I FASE LATEN
1110
22.01.16
G2P1A0 H 38MG
24
PRO SC, BSC 4, 5TH
1111
22.02.69
G1P0A0 H 39MG
19
KPD, KALA I FASE LATEN
1112
19.37.64
G1P0A0 H 398MG
20
KPD, CPD
1113
21.96.77
G2P1A0 H 41MG
23
CPD, BSC
1114
21.97.96
G1P0A0 H 40MG
25
PRO SC, KALA I FASE AKTIF
1115
21.96.99
G2P1A0 H 41MG
24
INDUKSI PERSALINAN,CPD
1116
07.84.31
G1P0A0 H 40MG
22
KALA I FASE LATEN, KPD
1117
20.38.61
GIP0A0 H 39 MG
23
1118
21.99.22
G1P0A0 H 41MG
21
KPD, KALA I FASE LATEN
1119
22.07.30
G2P0A1 H 37MG
24
HAP
1120
22.02.09
G1P0A0 H H 42MG
20
INDUKSI PERSALINAN, CPD
1121
22.01.00
G3P2A0 H 36MG
23
GEMILLY,HT
1122
21.99.60
G2P1A0 H ATERM
25
KPD
1123
22.07.23
G1P0A0 H 38MG
21
KALA I FASE LATEN, CPD
1124
22.06.65
G5P3A1 H 36MG
40
PEB
1125
22.08.24
G1P0A0 H 43MG
25
KALA I FASE LATEN, KPD, OBLIGHT
1126
22.07.66
G2P1A0 H ATERM
22
KALA I FASE LATEN, BSC 3 TH LL, CPD
1127
21.76.14
G2P1A0 H ATERM
25
PRO SC, BSC II TH LL
1128
22.07.94
G2P1A0 H 38MG
24
CPD, PRO SC
1129
22.07.67
G2P1A0 H 37MG
26
PEB, OLIGOHIDROMNION, BSC, PRO SC
1130
22.08.08
G3P1A1 H 38MG
29
PRO SC ELEKTIF, CPD
1131
21.95.36
G2P0A1 H ATERM
22
INDUKSI PERSALINAN, CPD
1132
11.42.01
G2P0A1 H 41MG
25
KALA I FASE LATEN, PEB
1133
22.00.05
G1P0A0 H 40MG
21
OLIGOHIDROMNION, PRO INDUKSI
1134
22.01.81
G2P1A0 H 36MG
22
(1 HDP, 1 IUFD), GEMILLY
1135
22.01.94
G1P0A0 H 42MG
20
SC ELEKTIF
1136
22.02.38
G1P0A0 H 38MG
20
KALA I FASE AKTIF, CPD
1137
22.00.49
G2P1A0 H 37MG
25
BSC 3,5 TH LL, OLOGOHIDROMNION
1138
22.05.68
G1P0A0 H 38MG
22
KPD
1139
21.98.05
G1P0A0 H ATERM
20
KALA I FASE AKTF
1140
22.09.58
G2P1A0 H 38 MG
23
1141
21.96.41
G3P2A0 H 36MG
27
GEMILLY
1142
21.97.50
G2P1A0 H 37MG
22
KALA I FASE LATEN, BSC 6 TH LL
1143
22.09.58
G2P1A0 H ATERM
25
OLIGOHIDROMNION
1144
22.04.29
G2P0A1 H 39MG
26
KALA I FASE LATEN
1145
22.09.93
G1P0A0 H 38MG
21
KALA I FASE AKTIF, CPD
1146
09.01.64
G3P2A0 H 38MG
39
KPD, PEB, SC ELEKTIF, CPD
1147
22.09.60
G2P1A0 H ATERM
22
CPD, PRO SC
1148
12.86.97
G2P1A0 H 39MG
24
BSC 5 TH LL, CPD
1149
22.09.85
G1P0A0 H 36MG
21
KALA I FASE LATEN
1150
17.80.67
G5P2A1 H 38MG
40
PEB
1151
22.06.09
G3P2A0 H 42MG
36
KALA I FASE LATEN
1152
21.91.31
G3P2A0 H 37MG
33
BSC 7 TH LL 2 X, CPD
1153
22.08.71
G2P1A0 H ATERM
34
KALA I FASE LATEN, BSC 1,5 TH
PARTUS NORMAL 1154
21.93.28
G3P2A0 H 42MG
39
KALA I FASE LATEN
1155
21.94.12
G2P1A0 H 39MG
20
KALA I FASE AKTIF
1156
21.95.16
G1P0A0 H 37MG
21
KALA I FASE LATEN
1157
21.95.05
G4P3A0 H 40MG
36
KALA I FASE LATEN
1158
22.00.08
G2P1A0 H ATERM
32
KALA I FASE AKTF
1159
22.01.07
G1P0A0 H 40MG
26
KALA I FASE LATEN
1160
10.09.14
G3P2A1 H ATERM
30
PRO INDUKSI
1161
13.12.28
G3P1(+1)A1 H 37MG
37
KPD
1162
18.87.73
G3P2A0 H 40MG
33
HT, KALA I FASE LATEN
1163
21.95.10
G4P3A0 H 41MG
43
KALA I FASE AKTIF, LETSU
1164
21.96.10
G5P4(4+)A0 H ATERM
38
KALA I FASE AKTIF
1165
21.97.44
G3P0A2 H 37MG
29
KALA I FASE AKTIF, PEB, OLD PRIMI
1166
12.904
G2P1A0 H 40 MG
30
INDUKSI PERSALINAN
1167
21.94.90
G3P1A1 H ATERM
38
KALA I FASE AKTIF, KALA I MEMANJANG
1168
21.95.17
G1P0A0 H 24MG
26
KALA II
1169
22.03.44
G3P2A0 H ATERM
32
KALA I FASE AKTIF
1170
16.30.29
G2P1A0 H ATERM
36
KALA I FASE AKTIF
1171
21.99.63
G1P0A0 H 40MG
20
PRO INDUKSI PERSALINAN
1172
22.00.89
G1P0A0 H ATERM
29
KALA I FASE AKTIF
1173
12.98.10
G4P1A2 H 40MG
38
KALA I FASE LATEN
1174
22.01.08
G5P2A2 H 38MG
40
KALA I FASE AKTIF
1175
22.04.06
G3P1A1 H 39MG
28
KALA I FASE LATEN
1176
22.06.48
G2P1A0 H 40MG
24
KALA I FASE AKTIF
1177
22.04.90
G2P1A0 H ATERM
23
1178
22.04.28
G2P1A0 H ATERM
22
KALA I FASE LATEN
1179
21.48.86
G1P0A0 H 38MG
20
KALA I FASE LATEN, GE
1180
22.01.03
G2P1A0 H 36MG
28
KPD, BSC 8 TH LL
1181
21.92.51
G2P1A0 H 43MG
26
INDUKSI PERSALINAN
1182
21.08.42
G1P0A0 H 38MG
21
KALA I FASE LATEN
1183
21.99.84
G2P1A0 H 40MG
24
GE, KALA I FASE LATEN
1184
21.97.39
G2P1A0 H 40MG
29
KALA I FASE AKTIF, KPD
1185
21.67.87
G3P2A0 H 35MG
27
1186
18.06.67
G1P0A0 H 40MG
20
PEB KALA I FASE LATEN, INDUKSI PERSALINAN
1187
22.04.67
G1P0A0 H 40MG
21
KALA I FASE AKTIF
1188
10.80.05
G3P2A0 H 37MG
27
OLIGOHIDROMNION, PRO INDUKSI
1189
22.07.08
G1P0A0 H 38MG
25
INDUKSI PERSALINAN
1190
22.06.96
G1P0A0 H ATERM
20
PRO INDUKSI
1191
22.02.43
G2P1A0 H 36MG
36
KPD
1192
22.09.22
G1P0A0 H ATERM
19
KALA I FASE LATEN
1193
22.05.75
G1P0A0 H ATERM
20
KALA I FASE AKTIF
1194
22.08.67
G2P1A0 H 40MG
22
KALA I FASE LATEN
1195
22.07.32
G2P1A0 H 40MG
22
KALA I FASE LATEN
1196
22.05.37
G2P1A0 H 26MG
23
PRO INDUKSI, HYGONOMA COLLI
1197
22.06.57
G1P0A0 H ATERM
21
KALA I FASE LATEN, KPD
1198
22.04.89
G2P1A0 H ATERM
25
KALA I FASE AKTIF
1199
21.12.58
G3P2A0 H 40MG
27
PRO INDUKSI
1200
21.98.54
G2P1A0 H 39MG
23
KALA II RUPTUR PERINEUM
1201
21.98.48
G1P0A0 H 41MG
19
KALA I FASE LATEN, RUPTUR TUBA
1202
21.56.86
G2P1A0 H 38MG
27
KPD, INDUKSI
1203
22.04.76
G1P0A0 H 36MG
19
KALA II
1204
21.52.26
G4P3A0 H ATERM
40
KALA I FASE AKTIF
1205
22.03.60
G3P2A0 H 41MG
41
PER, KALA I FASE LATEN
1206
21.95.85
G2P1A0 H 31MG
25
KPD
1207
10.69.25
G1P0A0 H 40MG
19
INDUKSI PERSALINAN
1208
22.02.97
G3P2A0 H 41MG
32
KALA I FASE AKTIF, PER
1209
21.73.19
G4P2A1 H 39MG
40
KALA I FASSE LATEN
1210
22.09.40
G2P1A0 H 40MG
27
INDUKSI PERSALINAN
1211
05.33.75
G5P4A0 H 40MG
40
KALA I FASE AKTIF, ODEM PARU
1212
22.09.21
G2P1A0 H ATERM
30
KALA I FASE LATEN
1213
22.02.94
G2P1A0 H 39MG
23
KALA I FASE LATEN
1214
22.00.96
G3P2A0 H 38MG
38
KPD
1215
18.81.90
G4P0A3 H ATERM
38
KALA I FASE LATEN
1216
22.09.37
G3P1A1 H 38MG
37
KPD, PRO INDUKSI
1217
21.94.93
G1P0A0 H 34MG
24
KPD
1218
21.95.03
G1P0A0 H 37 MG
20
LETAK LINTANG
PARTUS DG VE 1219
22.05.63
G2P1A0 H ATERM
23
KALA I FASE LATEN
1220
22.07.22
G1P0A0 H ATERM
19
KALA I FASE LATEN
KPD 1221
21.94.93
G1P0A0 H 34MG
20
1222
21.95.03
G1P0A0 H 37 MG
19
PARTUS DG SC
LETAK LINTANG
1223
21.17.34
G1P0A0 H 34MG
24
PLACENTA PREVIRIA
1224
19.92.98
G1P0A0 H 40MG
19
KPD, KALA I FASE LATEN
1225
22.10.39
G3P2A0 H 34MG
26
HAP
1226
22.07.73
G1P0A0 H 41MG
23
KALA I FASE LATEN, CPD
1227
22.10.21
G4P3A1 H 40MG
33
LETSU, PRO SC
1228
21.10.03
G2P1A0 H ATERM
23
KALA I FASE LATEN, CPD
1229
14.85.13
G2P1A0 H ATERM
23
PRO SC
1230
22.11.47
G1P0A0 H 39MG
20
KALA I FASE AKTIF, GEMILLY
1231
22.10.17
G1P0A0 H 42MG
30
CPD, SEROTONITIS
1232
21.329.62
G1P0A0 H 38MG
38
SC ELEKTIF, CPD
1233
22.10.23
G4P2A1 H 40MG
36
1234
22.04.05
G2P1A0 H 39MG
32
BSC 4 TH LL, PASANG IUD, CPD KALA I FASE LATEN, BSC 11 TH LL, FETAL DISTRESS
1235
21.11.59
G2P1A0 H 40MG
24
OLIGOHIDROMNION
1236
22.13.52
G1P0A0 H 41MG
20
KALA I FASE LATEN, FETAL DISTRESS
1237
11.21.97
G2P1A0 H 40MG
29
LETSU, PRO SC
1238
21.81.25
G3P2A0 H 37MG
37
PEB, BSC 2X
1239
22.13.32
G1P0A0 H 42MG
22
PEB, PRO SC
1240
22.12.94
G2P1A0 H 33MG
24
HAP
1241
15.92.11
G2P1A0 H 36MG
22
KALA I FASE LATEN, LETSU
1242
22.12.71
G2P1A0 H 40MG
24
PRO SC 5 TH LL
1243
12.06.36
G3P2A0 H 36MG
29
LETAK LINTANG
1244
22.14.96
G1P0A0 H 39MG
21
OLD PREMI,PRO SC
1245
21.98.68
G3P1A1 H 35MG
31
LETSU, HIDROMNION
1246
22.16.14
G3P1A1 H ATERM
32
CPD, BSC 6 TH LL
1247
22.16.02
G3P2A0 H ATERM
36
MOW, CPD, BSC 2X
1248
22.17.79
G1P0A0 H ATERM
20
PRO SC, LETSU
1249
19.57.30
G1P0A0 H ATERM
18
LETSU, OLIGOHIDROMNION
1250
22.10.56
G2P1A0 H 38MG
26
PRO SC, BSC 7TH LL, CPD
1251
19.16.89
G2P1A0 H ATERM
32
CPD, SC ELEKTIF
1252
22.13.50
G4P2A1 H 30MGG
40
PEB
1253
22.17.07
G2P1A0 H 42MG
20
KALA II, LETSU
1254
22.17.93
G2P1A0 H 39MG
29
PRO SC
1255
17.32.60
G3P2A0 H ATERM
39
PRO SC, MOW
1256
22.12.07
G2P1A0 H 42MG
22
GAGAL INDUKSI, CPD
1257
22.19.62
G2P1A0 H 38MG
24
PRO SC, BSC 9 TH, CPD
1258
22.22.06
G2P1A0 H 40MG
28
HAP, KPD
1259
22.17.80
G3P2A0 H ATERM
29
LETAK LINTANG
1260
22.20.59
G4P3A0 H ATERM
36
LETAK LINTANG
1261
22.24.38
G4P3(+1)A0 H 39MG
41
CPD, ASMA, DM
1262
13.31.12
G2P1A0 H 41MG
24
KALA II LAMA, FETAL DISTRESS
1263
21.08.43
G1P0A0 H 37MG
20
OLIGOHIDROMNION, KETSU
1264
22.23.58
G3P1A1 H 39MG
24
PRO SC, BSC 8 TH LL, FEBRIS
1265
G3P2(1+)A0 H ATERM
27
SC ELEKTIF, BSC 9 TH, CPD
1266
22.24.30 22.21.03
G1P0A0 H 35MG
20
PEB, KALA I FASE AKTIF
1267
22.19.93
G2P1A0 H 39MG
24
KALA II
1268
22.23.26
G2P0A1 H 39MG
22
KALA I FASE LATEN, LETSU
1269
22.18.53
G1P0A0 H ATERM
21
KALA I MEMANJANG
1270
22.25.17
G1P0A0 H 30MG
18
KALA I FASE LATEN, KPD
1271
22.15.94
G1P0A0 H 38MG
20
KALA II LAMA, LETSU, FETAL DISTRESS
1272
22.23.57
G3P1(+)A 1 H ATERM
29
PEB, BSC 1 TH LL,LINTANG
1273
22.17.06
G1P0A0 H 41MG
22
KALA I FASE AKTIF
1274
22.20.38
G1P0A0 H 40MG
24
KALA I FASE LATEN
1275
22.16.94
G3P2A0 H 36MG
38
KALA I FASE LATEN, LETSU, KPD
1276
13.57.16
G2P1A0 H ATERM
24
KALA II, LETAK LINTANG
1277
22.11.38
G2P1A0 H 40MG
22
HT, KALA I FASE AKTIF
1278
13.08.58
G2P1A0 H ATERM
26
PEN, KALA I FASE AKTIF
1279
22.16.43
G2P1A0 H ATERM
24
KALA I FASE AKTIF, BSC 6 TH LALU
1280
21.89.90
G2P0A1 H 39MG
24
LETSU
1281
22.17.09
G2P1A0 H ATERM
22
BSC 2 TH LL, CPD
1282
22.24.23
G1P0A0 H 39MG
20
CPD
1283
22.21.08
G1P0A0 H 37MG
21
GEMILLY, SC ELEKTIF
1284
22.24.61
G2P1A0 H 39MG
26
PRO SC, BSC 11 TH LL
1285
18.14.70
G1P0A0 H ATERM
22
PER, GEMILLY, LETSU
PARTUS NORMAL 1286
22.11.74
G2P1A0 H 41MG
24
KALA I FASE LATEN, INDUKSI PERSALINAN
1287
22.11.41
G2P1A0 H ATERM
29
BSC 1X, KPD
1288
22.10.26
G2P1A0 H ATERM
21
KALA I FASE AKTI
1289
11.07.39
G3P2A0 H 39MG
29
KPD, KALA I FASE LATEN
1290
22.08.66
G1P0A0 H 32MG
18
GEMILLY, KALA I FASE AKTIF
1291
22.17.27
G2P1A0 H 38MG
26
KALA I FASE AKTIF
1292
22.15.02
G1P0A0 H 40MG
32
KALA I FASE AKTIF
1293
22.15.40
G4P3(+1)A0 H 40MG
40
KALA I FASE LATEN
1294
14.67.65
G3P2A0 H ATERM
20
KALA I FASE LATEN
1295
22.12.55
G1P0A0 H 39MG
29
KALA I FASE LATEN
1296
22.05.20
G3P2A0 H 39MG
39
KALA I FASE LATEN
1297
22.13.59
G4P1A2 H ATERM
43
KALA I FASE LATEN
1298
22.12.98
G1P0A0 H ATERM
24
KALA I FASE LATEN
1299
22.12.93
G3P1A1 H ATERM
28
KPD, KALA I FASE LATEN
1300
22.16.54
G2P1A0 H ATERM
29
INDUKSI PERSALINAN
1301
22.15.49
G1P0A0 H 39MG
20
KALA I FASE LATEN
1302
14.20.44
G3P2A0 H 38MG
41
KALA I FASE LATYEN
1303
22.20.11
G1P0A0 H 38MG
24
OLIGOHIDROMNION, PRO INDUKSI
1304
22.21.10
20
KALA I FASE LATEN
22.17.84
G1P0A0 H 41MG G5P4(+1 IUFD)A0 H ATERM
1305
44
PRO INDUKSI
1306
19.23.37
G4P1A2 H 38MG
40
KALA I FASE LATEN
1307
11.82.76
G4P3A0 H ATERM
34
KALA I FASE AKTIF
1308
22.16.07
G4P3A0 H 40MG
36
INPARTU
1309
22.15.80
G3P2A0 H ATERM
33
INPARTU
1310
22.15.42
G2P1A0 H 39MG
33
KALA I FASE LATEN
1311
22.22.78
G3P2A0 H 40MG
35
INPARTU
1312
22.05.17
G1P0A0 H ATERM
20
KALA I FASE LATN, PRIMI MUDA
1313
09.58.03
G3P2A0 H 41MG
30
KALA I FASE LATEN
1314
22.16.51
G2P1A0 H ATERM
23
KALA I FASE LATEBN
1315
21.42.41
G5P3A1 H 40MG
40
BSC 8 TH LALU, KALA I FASE AKTIF
1316
22.19.80
G6P4A1 H 41MG
41
KALA I FASE LATEN
1317
09.12.86
G3P2A0 H 40MG
40
KALA I FASE AKTIF
1318
19.36.74
G4P2A1 H 37MG
41
KPD, KALA I FASE LATEN
1319
22.18.50
G2P1A0 H ATERM
22
KALA II, KPD
1320
21.56.24
G1P0A0 H 36MG
36
KPD, KALA I FASE LATEN
1321
17.45.54
G1P0A0 H 40MG
18
KALA II, KPD
1322
22.19.63
G4P3A0 H ATERM
40
KALA II
1323
22.17.78
G1P0A0 H 39MG
26
PEB
1324
22.18.46
G3P1A1 H 38MG
32
KALA I FASE AKTIF
1325
00.60.18
G1P0A0 H 40MG
20
PRO INDUKSI
1326
19.37.65
G2P1A0 H 36MG
22
DM, IUFD
1327
22.25.75
G2P1A0 H ATERM
29
KALA I FASE LATEN
1328
20.91.38
G1P0A0 H 37MG
27
INPARTU
1329
22.16.01
G4P3A0 H 40MG
42
KALA I FASE LATEN
1330
22.25.12
G4P3A0 H ATERM
36
KALA I FASE LATEN
1331
22.24.98
G2P1A0 H 42MG
28
OLIGOHIDRONION, PRO INDUKSI
1332
22.15.79
G1P0A0 H 40MG
19
INDUKSI PERSALINAN
1333
22.18.48
G3P2A0 H ATERM
36
KALA I FASE AKTIF, PER
1334
22.15.96
G3P2A0 H 41MG
41
INPARTU
1335
22.13.51
G3P2+1)A0 H 42MG
28
HT, KALA I FASE AKTIF
1336
22.16.32
G3P1A1 H 35MG
27
INPARTU
1337
22.20.70
G2P0A1 H 41MG
2
KALA I FASE AKTIF
1338
22.16.99
G3P2+1)A0 H 18MG
28
HYDROMACOLY, KALA I FASE LATEN
1339
22.21.88
G3P2A0 H ATERM
25
KALA II, BSC 13 BLN LL
1340
22.19.50
G5P4A0 H 43MG
36
PER, KALA I FASE AKTIF
1341
22.10.25
G2P1A0 H 38MG
22
KALA I FASE LATEN
1342
22.11.48
G4P2A1 H ATERM
34
KALA II
1343
22.19.67
G3P2A0 H ATERM
32
KALA I FASE AKTIF
1344
22.16.47
G2P1A0 H 38MG
19
PEB, KPD
1345
22.14.33
G4P3A0 H 35MG
41
FEBRIS
1346
22.16.48
G2P1A0 H 37MG
22
KALA I FASE LATEN
1347
22.15.44
G1P0A0 H 40MG
21
KALA I FASE AKTIF, KPD, ASMA
1348
22.26.63
G2P1A0 H 43MG
22
INPARTU
1349
21.97.20
G2P1A0 H 40MG
26
KPD, KALA I FASE LATEN
1350
20.40.86
G1P0A0 H 37MG
20
OLIGOHYDROMNION, PRO INDUKSI
1351
22.25.84
G1P0A0 H 41MG
20
LETSU, KALA I FASE AKTIF
1352
22.25.93
G2P1A0 H 39MG
23
KALA I FASE LATEN
1353
22.22.70
G6P3A0 H 38MG
37
KALA II
1354
22.21.76
G3P1A1 H ATERM
32
KALA I FASE LATEN
1355
22.24.04
G1P0A0 H ATERM
18
1356
22.25.83
G3P1A1 H 41MG
30
PEB, KPD INDUKSI PERSALINAN, KALA I FASE LATEN
1357
22.24.01
G4P3A0 H 26MG
42
KALA I FASE LATEN,KPD
1358
22.25.10
G1P0A0 H 36MG
20
KALA I FASE LATEN
PARTUS VE 1359
22.18.80
G4P3A0 H ATERM
29
KALA I FASE LATEN
1360
22.24.25
G1P0A0 H 43MG
19
KALA I FASE AKTIF, KPD
PARTUS NORMAL 1361
22.28.51
G3P1A1 H 39MG
28
KALA I FASE LATEN
1362
22.27.52
G5P4A0 H ATERM
36
KALA I FASE AKTIF
1363
22.44.26
G2P0A1 H 39MG
27
KLA I FASE LATEN, KPD
1364
20.82.78
G2P1(+)A0 H 24MG
28
KALA II, SUNGSANG
1365
22.43.59
G2P1A0 H 40MG
26
INDUKSI PERSALINAN
1366
22.43.06
G2P0A1 H ATERM
32
KALA II, SUNGSANG
1367
22.27.97
P3A0 H ATERM
40
KALA III
1368
21.94.63
G2P1A0 H 38MG
20
KALA I FASE LATEN
1369
22.31.05
G1P0A0 H ATERM
29
KALA I FASE AKTIF
1370
22.44.40
G302A0 H 40MG
39
KALA I FASE LATEN
1371
22.28.07
G3P1A1 H 42MG
29
KALA I FASE AKTIF
1372
22.26.87
G1P0A0 H 40MG
24
KALA I FASE AKTIF, FEB
1373
22.34.06
G3P2A0 H 40MG
28
INDUKSI PERSALINAN
1374
21.07.23
G2P0A1 H 24MG
29
IUFD, PRO INDUKSI
1375
22.40.14
G1P0A0 H 41MG
26
KALA I FASE LATEN
1376
22.40.80
G2P1A0 H ATERM
28
KALA I FASE LATEN
1377
22.27.57
G1P0A0 H 41MG
24
KALA I FASE LATEN
1378
22.27.07
G1P0A0 H 40MG
20
INDUKSI PERSALINAN
1379
22.32.09
G1P0A0 H 24MG
20
KALA I FASE LATEN
1380
22.31.11
G1P0A0 H 40MG
21
KALA I FASE LATEN, KPD
1381
22.29.69
G4P2A1 H 38MG
35
KALA I FASE AKTIF, FEB
1382
22.28.05
G2P1A0 H 38MG
23
OBSERVASI INFARTU
1383
22.29.79
G2P1A0 H ATERM
23
KALA IN FASE AKTIF
1384
19.40.39
G1P0A0 H 40MG
20
KALA I FASE LATEN,PRO INDUKSI
1385
22.41.41
G3P2A0 H 41MG
25
KALA I FASE AKTIF
1386
22.36.65
G3P1A1 H 40MG
27
PRO INDUKSI
1387
19.81.91
G2P1A0 33MG
26
KALA II
1388
22.08.69
G3P2A0 H ATERM
28
KALA I FASE AKTIF
1389
22.38.26
G2P1A0 H ATERM
28
KALA II
1390
22.30.37
G2P1A0 H ATERM
24
KALA II
1391
22.30.26
G2P1A0 H 39MG
24
KALA I FASE LATEN
1392
22.27.39
G2P1A0 H 37MG
28
KALA I FASE LATEN,KPD
1393
15.07.61
G5P3A1 H ATERM
32
KALA I FASE LATEN
1394
22.39.56
G4P1A2 H 42MG
34
KALA 1 FASE AKTIF
1395
22.43.87
G3P1A1 H ATERM
36
KALA I FASE AKTIF
1396
22.41.71
G1P0A0 H 40MG
21
KALA I FASE AKTIF
1397
20.96.15
G3P2A0 H 38MG
33
KALA I FASE AKTIF
1398
22.30.49
G1P0A0 H 38MG
23
OBSERVASI INFARTU, KPD
1399
22.43.10
G3P2A0 H 40MG
30
KALA I FASE LATEN
1400
22.40.93
G1P0A0 H 39MG
20
KALA II
1401
22.45.27
G2P1A0 H 37MG
22
KALA I FASE AKTIF
1402
17.59.03
G2P1A0 H 39MG
21
KALA I FASE LATEN
1403
13.57.24
G2P1A0 H 40MG
25
KALA I FASE LATEN
1404
22.37.69
G1P0A0 H 39MG
21
KALA I FASE LATEN
1405
14.02.64
G2P1A0 H 38MG
25
PRO INDUKSI, OLIGOHYDRAMNION
1406
12.99.18
G1P0A0 H ATERM
19
KALA I FASE LATEN, KPD
1407
22.38.32
G1P0A0 H 38MG
22
KALA I FASE AKTIF, KPD
1408
22.33.10
G2P0A1 H 40MG
24
INPARTU
1409
21.88.25
G1P2A1 H 40MG
23
KALA I FASE AKTIF
1410
22.31.30
G3P2A0 H 41MG
27
KALA I FASE LATEN
1411
19.49.84
G2P1A0 H 43MG
22
KALA I FASE LATEN, PRO INDUKSI
1412
21.40.20
G2P1A0 H 39MG
25
KALA I FASE LATEN
1413
22.37.20
G2P1A0 H 39MG
23
KALA I FASE LATEN
1414
21.97.81
G1P0A0 H 37MG
19
INDUKSI PERSALINAN
1415
22.28.06
G1P0A0 H 37MG
1416
22.27.44
G1P0A0 H 39MG
19
KALA I FASE AKTIF, KPD
1417
22.30.15
G5P4A0 H 41MG
36
KALA I FASE AKTIF, PEB
1418
22.29.09
G2P0A1 H ATERM
30
KALA II, LETSU
1419
21.46.21
G4P2A1 H ATERM
30
INDUKSI PERSALINAN
1420
22.41.15
G1P0A0 H 24MG
20
KALA I FASE AKTIF, RETENSIO PLACENTA
1421
12.94.61
G3P2A0 H 41MG
34
PER, KALA I FASE LATEN
1422
22.40.55
G1P0A0 H 42MG
20
KALA I FASE LATEN, KPD
1423
22.37.15
G3P2A0 H 39MG
27
PEB, KALA I FASE AKTIF
1424
22.43.20
G2P1A0 H 37MG
21
PEB, INDUKSI PERSALINAN
INPARTU
PARTUS SC 1425
09.28.22
G3P2A0 H ATERM
36
CPD, BSC 6 TH LL
1426
22.38.04
G1P0A0 H 39MG
20
PEB, GAGAL INDUKSI
1427
22.31.85
G1P0A0 H 42MG
22
INDUKSI PERSALINAN, KPD
1428
22.31.62
G1P0A0 H 28MG
23
EKLAMSI
1429
20.11.81
G2P1A0 H 33MG
26
HAP, KPD
1430
21.12.63
G1P0A0 H 39MG
20
LETAK SUNGSANG, PRO SC
1431
22.39.44
G2P2A0 H ATERM
25
LETAK SUNGSANG, PRO SC
1432
22.37.72
G3P1A1 H ATERM
29
INPARTU, KALA I FASE LATEN,
1433
22.30.17
G1P0A0 H ATERM
20
CPD, KALA I FASE AKTIF
1434
22.40.03
G3P1A1 H 41MG
25
LILITAN TALI PUSAT, PLACENTA RENDAH
1435
22.31.07
G2P2A2 H ATERM
27
CPD, PRO SC ELEKTIF
1436
22.32.97
G1P0A0 H 38MG
20
PRO SC
1437
18.10.17
G2P1A0 H 33MG
28
PRO SC, CPD, KPD
1438
22.36.55
G4P2A1 H ATERM
40
KALA I FASE LATEN, LETAK SUNGSANG
1439
22.26.79
G4P3A0 H 38MG
36
PRO CS, CPD
1440
20.44.80
G2P1A0 H 39MG
23
KALA I FASE LATEN, BSC 4 TH LL
1441
07.62.14
G2P1A0 H 38MG
26
1442
22.31.80
G2P1A0 H 38MG
26
PRO SC ELEKTIF, BSC 4 TH LL KALA II FASE LAMA, BSC 4 TH LL, LETAK SUNGSANG
1443
22.28.92
G3P1A1 H ATERM
29
BSC 4 TH LL, CPD, KALA I FASE LATEN
1444
22.39.29
G3P1A1 H 41MG
29
PRO INDUKSI, KPD
1445
20.37.42
G3P2A0 H 38 MG
27
HERPES GENITALIA, PRO SC ELEKTIF
1446
20.81.43
G1P0A0 H 37MG
20
PRO SC ELEKTIF, PLACENTA PREVIA
1447
22.34.93
G1P0A0 H 41MG
18
KALA I FASE LATEN
1448
22.30.86
G2P1A0 H 37MG
20
PRO SC ELEKTIF, BSC 4 TH LL
1449
22.36.38
G3P2A0 H 41MG
24
BSC 4 TH LL
1450
19.44.82
G2P1A0 H ATERM
22
PRO SC ELEKTIF, BSC 8 TH LL
1451
12.35.51
G2P1A0 H ATERM
20
PRO SC ELEKTIF, BCS 6 TH LL
1452
21.53.21
G4P3A0H ATERM
33
HDK, PRO INDUKSI
1453
22.35.79
G3P2A0 H 38 MG
30
KALA I FASE LATEN, BSC 6 TH LL
1454
17.07.75
G4P3A0 H 38MG
30
GEMELLY, PRO SC
1455
22.26.94
G1P1A0 H 40MG
20
KALA I LATEN, PEB, KPD
1456
22.28.54
G1P0A0 H 38MG
19
KALA I FASE LATEN, KPD
1457
22.39.97
G1P0A0 H ATERM
21
PRO SC, CPD
1458
17.71.50
G4P3A0 H 37MG
36
PRO INDUKSI, BSC 2 TH LL
1459
22.38.40
G3P2A0 H 37MG
30
PRO SC, BSC 3 TH LL
1460
22.40.11
G4P3A0 H 38MG
34
PRO SC, CPD
1461
22.36.10
G2P1A0 37MG
22
GEMELLY, PRO SC ELEKTIF
1462
22.33.23
G4P3A0 H 40MG
45
KPD
1463
21.71.44
G3P1A1 H 28 MG
36
KPD
1464
19.68.46
G1P0A0 H 36MG
20
KPD
1465
22.27.83
GIP0A0 H 38 MG
19
KPD
1466
21.97.13
G3P2(+1)A0 H 39MG
26
KPD, KALA I FASE LATEN
1467
22.40.98
G1P0A0 H 35MG
20
CPD, KPD