BAB Im PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kesehatan memiliki berbagai macam ruang lingkup yang harus di penuhi. Salah satu ruang lingkup kesehatan adalah kesehatan reproduksi, dimana kesehatan reproduksi adalah keadaan secara fisik, mental, dan sosial secara utuh tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi baik pada laki-laki dan perempuan. Pada saat ini terjadi banyak masalah kesehatan reproduksi diantaranya penyakit yang berkaitan dengan sistem reproduksi. Kista ovarium adalah suatu penyakit gangguan organ reproduksi wanita. Kista ovarium merupakan salah satu tumor jinak genekologi yang paling sering dijumpai pada wanita dimasa reproduksinya.(1) Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2015 angka kejadian tertinggi ditemukan pada negara maju dengan rata-rata 100/ 100.000, kecuali di jepang (6,4/100.000). insiden Amerika serikat (7,7/100.000) relative tinggi dibandingkan dengan angka kejadian di Asia dan Afrika.(2) Di Amerika serikat kista ovarium merupakan penyebab kematian utama pada kasus keganasan ginekologi. Pada tahun 2009 perkiraan jumlah penderita kista ovarium sebanyak 23.400 orang diperkirakan
meninggal sebanyak 13.900 orang ( 59,40 % ). Angka kematian yang tinggi ini disebabkan karena penyakit ini pada awalnya bersifat asimiptomatik dan baru menimbulkan keluhan apabila sudah terjadi metastasis sehingga 60-70 % pasien datang pada stadium lanjut.(3) Angka kejadian kista ovarium di Indonesia pada Tahun 2015 sebanyak 23.400 orang dan meninggal sebanyak 13.900 orang. Angka kematian yang tinggi ini di sebabkan karena penyakit ini pada awalnya bersifat asimotomatik dan baru menimbulkan keluhan apabila sudah terjadi metastastis sehingga 60-70 % pasien datang pada stadium lanjut.(2) Sementara itu di Jawa Barat 2011 data kejadian kista ovarium mencapai 5,47%.(4) Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik yang kecil maupun yang besar, kistik atau padat, jinak atau ganas. Dalam kehamilan tumor ovarium yang dijumpai yang paling sering adalah kista dermonal, kista coklat atau kista lutein tumor ovarium yang cukup besar dapat disebabkan kelainan letak janin dan rahim atau dapat menghalang-halangi masuknya kepala kedalam panggul.(5) Kista Ovarium menimbulkan beragam manifestasi klinis pada pasien. Manifestasi klinis yang terjadi dapat berupa ketidaknyamanan pada abdomen, sulit buang air kecil, nyeri pinggul, dan nyeri saat senggama serta gangguan menstruasi. Adanya gangguan menstruasi ini menyebabkan masayarakat berpendapat bahwa wanita yang mengalami kista ovarium
akan mengalami kemandulan ( infertilitas ). Hal ini akan menimbulkan kecemasan pada pasiennya.(6) Kista indung telur merupakan penyakit atau tumor jinak yang bertumbuh pada indung telur pada perempuan. Ia biasanya berupa kantong kecil yang berbeda dengan penyakit kanker yang berisi cairan atau setengah cairan. Ia sering pula disebut sebagai tumor jinak yang mengenai indung telur wanita. Kista indung telur ini berupa gelembung yang berisi cairan berwarna coklat. Tumor ini bila masih kecil tidak menimbulkan gejala apa-apa bagi penderitanya, kecuali bila tangkainya jatuh terpelintir. Kista indung telur yang terpelintir dapat menyebabkan rasa sakit yang hebat didaerah perut bagian bawah Sedangkan kista yang besar dapat menyebabkan perut penderita wanita itu membuncit, seperti orang hamil tua. Penyakit ini bisa menyangkut wanita mulai dari masa puber sampai dia mencapai menopause. Penyakit ini juga tidak memilih waktu, bisa kapan saja baik di masa subur atau waktu tidak subur.(7) Penyebab penyakit kista ovarium sebagian merupakan kista fungsional, bersifat jinak dan dapat menghilang dengan sendirinya, sebagian memerlukan tindakan khusus antara lain pengangkatan dengan cara operasi.(8) Kistektomi ovarium merupakan tindakan eksisi kista ovarium saja tanpa mengangkat ovarium. Kistektomi ovarium biasanya dilakukan pada kelainan jinak ovarium misalnya kista ovarium. Kistektomi dapat
memberikan kesempatan pada pasien untuk mempertahankan fungsi hormonal dan kemampuan reproduksinya. Pada beberapa pasien, pengangkatan kista lebih sering dilakukan dengan laparoskopi dari pada melalui laparatomi. Meskipun laparaskopi adalah metode yang paling banyak digunakan,ada beberapa hal tertentu yang membuat penggunaan metode ini dibatasi. Secara umum, jika kistanya berukuran besar atau dapat perlekatan sehingga membatasi akses dan mobilitas saat operasi, atau resiko keganasan besar,maka lebih baik menggunakan laparatomi. Kista dianggap ganas apabila ukuran diameternya melebih 10 cm, disertai adanya asites peningkatan tumor marker dalam darah, dan batas kista tidak beraturan. Perawatan pasca operatif setelah pembedahan untuk mengangkat kista ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen pada klien post operasi kista ovarium akan mengalami masalah yang berhubungan dengan nyeri, resiko infeksi, kerusakan mobilitas fisik serta berbagai masalah yang mengganggu kebutuhan dasar lainnya. Peran perawat adalah untuk mengatasi masalah-masalah tersebut antara lain dengan mengajarkan teknik manajemen nyeri dengan menggunakan teknik distraksi dan mengajarkan teknik relaksasi yaitu latihan tarik napas dalam untuk membantu mengurangi nyeri, berbincangbincang dengan klien mengenai sesuatu hal yang disukainya, membantu perawatan luka operasi dengan teknik aseptik untuk menghindari
terjadinya infeksi, dan membantu klien untuk melakukan latihan aktifitas fisik. Tindakan keperawatan yang dilakukan tersebut ialah untuk mencegah terjadinya komplikasi sehingga asuhan keperawatan pada klien post operasi kista ovarium dapat dilakukan secara optimal.(9) Hasil studi pendahuluan data dari Ruang Melati RSD Gunung Jati Kota Cirebon pada tahun 2019 bulan desember diperoleh jumlah kasus dengan post operasi kista ovarium sebanyak 29,7 % atau 55 orang. (10) Berdasarkan
pembahasan
di
atas,
penulis
tertarik
untuk
mengangkat study kasus “ Asuhan Keperawatan Pada Ny. W Dengan Post Operasi Kista Ovarium Di Ruang Melati RSD Gunung Jati Kota Cirebon Tahun 2019.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas penulis akan menganalisi tentang “Asuhan Keperawatan Pada Ny. W Dengan klien Post Operasi Kista Ovarium” yang dimulai dari Pengkajian sampai dengan Evaluasi Di Ruang Melati RSD Gunung jati Kota Cirebon Tahun 2019.
1.3
Tujuan Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut :
1.3.1 Tujuan Umum Adapun tujuan umum pada penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk memperoleh gambaran umum tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien Ny. W dengan Post Operasi Kista Ovarium di Ruang Melati RSD Gunung Jati Kota Cirebon. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.
Memperoleh pengalaman nyata dalam pengkajian yang terjadi pada Ny.W dengan Post Operasi Kista Ovarium Di Ruang Melati RSD Gunung Jati Kota Cirebon.
2.
Memperoleh pengalaman nyata dalam menetapkan diagnosa yang terjadi pada Ny.W dengan Post Operasi Kista Ovarium Di Ruang Melati RSD Gunung Jati Kota Cirebon.
3.
Memperoleh pengalaman nyata dalam menetapkan perencanaan keperawatan yang terjadi pada Ny. W dengan Post Operasi Kista Ovarium Di Ruang Melati RSD Gunung Jati Kota Cirebon.
4.
Memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan rencana tindakan pada Ny. W dengan Post Operasi Kista Ovarium Di Ruang Melati RSD Gunung Jati Kota Cirebon.
5.
Memperoleh pengalaman nyata dan melakukan evaluasi pada Ny. W dengan Post Operasi Kista Ovarium Di Ruang melati RSD Gunung Jati Kota Cirebon
6.
Penulis mampu melakukan dokumentasi pada pasien Post Operasi Kista Ovarium.
1.4
Ruang Lingkup
1.4.1 Sasaran Sasaran dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini adalah pasien Ny. W dengan Post Operasi Kista Ovarium Di Ruang Melati RSD Gunung Jati Kota Cirebon 2019. 1.4.2 Tempat RSD Gunung Jati Kota Cirebon Di Ruang Melati 1.4.3 Waktu Pada tanggal 05 Februari – 07 Februari 2019
1.5
Manfaaat
1.5.1 Manfaat Teoritis Menambah ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu keperawatan dasar klien Post Operasi Kista Ovarium. 1.5.2 Manfaat Praktis 1. Penulis Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam memberikan Asuhan Keperawatan serta mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama pendidikan. 2. Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKes) Cirebon diharapkan dapat dijadikan tambahan wawasan dan pengetahuan khususnya yang terkait dengan bagaimana Asuhan Keperawatan dengan klien Post Operasi Kista Ovarium. 3. Istitusi Rumah Sakit Asuhan Keperawatan dengan pasien Post Operasi Kista Ovarium Pada Ny. W diharapkan dapat memberikan masukkan bagi RSD Gunung Jati Kota Cirebon. 4. Bagi Pasien Memberikan suatu pelayanan yang lebih komperhensif dan profesional untuk memberikan kepuasan kepada konsumen kesehatan.
1.6
Metode Memperoleh Data Dalam penelitian Karya Tulis Ilmiah, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu metode ilmiah yang bersifat mengumpulkan data, menganalisa, dan menarik kesimpulan yang kemudian disajikan dalam bentuk naratif. 1.
Wawancara Kegiatan untuk mendapatkan Keterangan langsung dengan tanya jawab dengan klien, keluarga klien, perawat ruangan maupun dokter serta petugas kesehatan lainnya.
2.
Observasi Partisipasi Aktif
Pengamatan langsung dan berperan serta selama perawatan yakni dengan mengamati keadaan umum, perkembangan penyakit klien, penatalaksanaan dan pengobatan serta berperan aktif memberikan asuhan keperawatan. 3.
Studi Dokumentasi Penulis menggunakan catatan medis, catatan keperawatan atau catatan penunjang lainnya yang ada di ruangan untuk melengkapi data. Penulis juga menggunakan referensi yang dapat menunjang dan melengkapi tinjauan teori untuk mendukung penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
4.
Pemeriksaan Fisik Keterampilan dasar yang digunakan dalam melakukan pengkajian, pemeriksaan fisik melalui inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi. Pemeriksaan fisik ini memungkinkan perawat untuk mengumpulkan data secara objektif maupun sujektif.
5.
Studi Pustaka Penulis mengumpulkan data dari berbagai literature baik dari buku, jurnal penelitian keperawatan, maupun internet yang kemudian dijadikan satu untuk mendukung proses pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.
1.7
Sistematika Penulisan BAB 1
: PENDAHULUAN
Pendahuluan
yang
meliputi
Latar
Belakang.
Tujuan
Penulisan, Metode Data, dan Sistematika Penulisan. BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Yang terdiri dari tinjauan teori medis, tujuan teori keperawatan, dan pengumpulan data dasar berdasarkan teori Asuhan Keperawatan.
BAB III : TINJAUAN KASUS Tinjauan kasus yang meliputi pengkajian, Analisa Data, Pathway Keperawatan, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan, Implementasi, dan Evaluasi. BAB IV : PEMBAHASAN Yang terdiri dari pengumpulan data dasar, interpretasi data untuk diagnosa atau masalah potensial dan mengantisipasi penanganannya, menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, menyusun rencana Asuhan Keperawatan yang menyeluruh dan mengevaluasi. BAB V
: PENUTUP Meliputi Kesimpulan dan Saran.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kista Ovarium
2.1.1 Definisi Kista Ovarium Kista Ovarium merupakan tumor jinak di dalam ovarium yang memiliki bentuk seperti kantong udara atau balon dan di dalamnya mengandung cairan.(11) Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik yang kecil maupun yang besar, kistik atau padat, jinak ganas.(5) Kista indung telur merupakan penyakit atau tumor jinak yang bertumbuh pada indung telur pada perempuan.(7) 2.1.2 Anatomi Fisiologi Organ reproduksi wanita terbagi atas 2 bagian yaitu organ reproduksi eksterna wanita (organ bagian luar ) dan organ reproduksi interna wanita (organ bagian dalam). 1. Organ Reproduksi Internal
Gambar 2.1 Sumber : Biology, Solomon
1) Ovarium Ovarium berbentuk oval, letaknya dikanan dan kiri dekat dengan dinding uterus, tepatnya di belakang uterus. Keduanya memiliki ukuran panjang sekitar 0,99 sampai 1,6 inci, dan lebar sekitar 0,6 sampai 1 inci, dan memiliki warna yang mengikuti umur individunya. Wanita yang masih matang memiliki ovarium berwarna merah muda, tetapi setelah menginjak masa tua, warna itu akan menjadi abu-abu. Ovarium terdiri dari medula dan korteks yang berfungsi untuk menghasilkan hormon seks dan sel telur. Jumlah sel telur yang dihasilkan ovarium sangat banyak dan semuanya dikelilingi oleh folikel. Sel telur di dalam ovarium memiliki dua jenis yaitu, sel telur matang atau disebut oosit sekunder, dan oosit primer atau sel telur belum matang. Saat sel telur sudah haploid dan mulai matang, ukuran sel telur akan semakin membesar lalu menyebabkan folikel yang melindunginya pecah dan berubah menjadi korpus luteum. Sel telur yang keluar dari folikel tersebut akan berada di tuba fallopi. Korpus luteum yang terbuat dari folikel akan menghasilkan hormon progesteron yang akan membuat atau menghasilkan penebalan pada dinding rahim sebagai pertahanan, serta akan menghentikan hormon FSH, lalu membuat hormon LH untuk ovulasi. Pada tahap inilah korpus luteum berubah jadi korpus albicans.
2) Tuba Fallopi Tuba fallopi terletak di kanan dan kiri uterus. Bentuknya seperti pipa air yang melengkung tetapi tidak beraturan, awalnya kecil dan semakin membesar hingga ke ujung. Tuba fallopi memiliki panjang sekitar 3,15 sampai 5,5 inci. Secara anatomi serta fungsinya, genitalia internal yang satu ini dibagi menjadi tiga bagian, yakni
(1) kornu, (2) ismus, (3) fibria.
Salping atau tuba fallopi yang merupakan jalannya sel telur dari ovarium menuju uterus ini memiliki lapisan yang terdiri dari serosa, muskular (longitudinal and sirkular), dan mukosa dengan epitel bersilia, yang nantinya akan membantu membawa sel telur yang telah dibuahi ke uterus atau rahim. Sel telur yang telah dibuahi sperma akan menjadi zigot. Umumnya pembentukan ini terbagi dibagian atas tuba fallopi. Zigot yang telah matang tersebut kemudian akan menuju uterus dan menempel di dinding uterus. Perkembangan embrio terjadi di uterus, tetapi pada beberapa kasus ada embrio yang melekat di dinding tuba fallopi. Hal ini dapat disebabkan oleh sillia yang ada pada tuba fallopi mengalami kerusakan atau tidak mampu bergerak. Jika hal seperti ini terjadi maka kehamilannya disebut kehamilan entropik. Kehamilan entropik adalah sebuah keadaan tidak normal dari pembuahan sel telur yang dibuahi di luar uterus.
3) Rahim atau Uterus Uterus memiliki bentuk seperti buah pir dengan posisi terbalik. Berat uterus pada tiap wanita berbeda-beda. Uterus pada wanita yang telah melahirkan memiliki berat sekitar 1,058 sampai 1,41 ons atau setara dengan 30 hingga 40 gram. Dinding uterus memiliki tiga lapisan dinding, yaitu : (1) Endometrium : merupakan lapisan terdalam pada uterus. Di lapisan ini terdapat dua lapisan lagi, yaitu superficial stratum function, dan stratum balase. (2) Myometrium : merupakan lapisan kedua atau lapisan tengah yang mengelilingi uterus. Lapisan ini terdiri dari otot polos dengan lapisan tebal. Otot-otot tersebut terangkai dari pola melingkar, longitudinal, dan juga spiral. (3) Vagina Vagina terdiri dari jaringan ikat di bagian luarnya, lapisan epitel pipih bertatah, dan otot-otot. Bentuk vagina mirip seperti tabung memanjang yang letaknya dibawah serviks uteri hingga kebagian kaudal ventral vulva dan semakin kebawah luasnya semakin mengecil. Bagian bawah vagina adalah untuk jalan keluar janin saat melahirkan, jalur keluarnya darah menstruasi, dan menahan venis di saat melakukan hubungan intim.
2. Organ Reproduksi Eksternal
Gambar 2.2 Sumber : Biology, Solomon 1) Mons Veneris Mons veneris atau lebih dikenal dengan mons pubis adalah gundukan dilapisi kulit yang didalamnya mengandung jaringan lemak dan menutupi tulang kemaluan. Saat wanita menginjak masa puber, mons pubis akan ditumbuhi rambut yang biasa disebut dengan rambut kemaluan. Mons pubis memilki fungsi sebagai pelindung alat kemaluan wanita dari hal-hal kotor yang dapat menyebabkan infeksi atau penyakit serius. 2) Klitoris Seperti pria, wanita juga dapat ereksi saat dirinya timbul nafsu birahi. Genetalia eksternal memiliki dua buah corpus cavernosum atau jaringan erektil yang bertugas merespons rangsangan seksual. Jadi saat wanita merasa terangsang, pembuluh darah yang ada pada klitorisis akan terisi darah, dan membuatnya membengkak atau membesar.
Klitorisis atau kelentit merupakan gumpalan jaringan kecil yang terdapat pada ujung atas lubang kemaluan wanita. Klitoris terdiri dari korpus klitoridis dan galnd klitoridis yang penuh dengan urat saraf sehingga dapat membuat klitoris ekresi. Berdasarkan data yang didapat dari situs web resmi Hallosehat, klitoris yang terletak di atas vulva tepatnya di atas saluran kemih, mengandung sekitar 8.000 serabut saraf sensorik. Hal itu menjadikan sebagai tempat paling sensitif di tubuh wanita. 3) Labia Mayor Labia mayor merupakan lapisan lemak yang menganduk pleksus vena. Pada bagian luarnya dilapisi kulit, dan tumbuh beberapa rambut kemaluan seperti mons pubis. Labia mayor terletak didekat mons pubis hingga menjulur kebawah dan membentuk mirip seperti bibir. Maka dari itu, labia mayor sering disebut sebagai bibir besar alat kemaluan. Labia mayor berfungsi sebagai pelindung genetalia internal dari kotoran yang masuk dan mengancam kesehatan reproduksi. 4) Labia Minor Memiliki nama yang sama dengan labia mayor tidak menjadikan labia minor memiliki tugas yang sama pula. Tugas labia minor adalah melindungi saluran kemih dan kelenjar yang dihasilkannya bertugas untuk melindungi genetalia dari serangan bakteri. Terletak didalam labia mayor, labia minor membentuk
lipatan kulit tipis pada sisi kanan dan kiri, dimulai dari klitoris hingga berujung dibagian posterior. Dua lipatan tersebut nantinya akan membentuk frenulum labia minora atau fourchette. 5) Vestibulum Vestibulum merupakan rongga kemaluan yang dibatasi klitoris, forchet, dan labia minor. Pada wanita yang sudah mengalami puber, akan memiliki enam buah lubang, yaitu saluran kencing atau uretra, liang senggama atau vagina, kelenjar bartholin dan paraurethral atau skene yang masing-masingnya terdiri dari dua buah kelenjar. 6) Himen Himen merupakan selaput darah yang mudah sekali sobek. Fungsinya adalah melindungi liang vagina. Bentuk dari himen dapat bermacam-macam. Pada orang normal, himen berbentuk bulan sabit, bulat, oval, crimbriformis, dan septum atau fimbriae. Himen memiliki lubang yang pada tiap bulannya memiliki jalan keluar darah menstruasi. 7) Perineum Parineum merupakan alat kelamin eksternal yang terletak di dekat anus, tepatnya terdapat di ujung bawah vulva. 2.1.3 Etiologi Kista Ovarium Biasanya kista ovarium menyerang wanita pada usia produktif. Umumnya hal itu disebabkan oleh berubahnya tingkat hormon pada siklus
menstruasi, dan bisa terjadi saat ovarium memproduksi atau melepaskan sel telur. Kista ovarium bisa disebabkan oleh pertumbuhan sel yang tidak normal, sel telur gagal keluar dari korpus luteum, ataupun saat folikel tidak bisa melepaskan sel telur. Kista ini juga bisa muncul pada wanita yang mengidap endometriosis, dan wanita yang memiliki penyakit sindrom ovarium polikistik atau sering disingkat PCOS.(11) Penyakit yang sering di idap oleh kaum hawa ini penyebabnya sampai kini belum diketahui. Namun ia diperkirakan banyak ditemukan pada perempuan yang mempunyai banyak anak, serta kehamilan pertamanya muncul masih dalam usia dini, dan wanita yang menggunakan pil keluarga berencana. Namun penyakit ini juga sering terdapat pada wanita yang sering mengonsumsi obat kesuburan, atau pada mereka yang pernah menderita kanker payudara sebelumnya. Ia juga lebih menonjol tumbuh pada orang yang mempunyai riwayat anggota keluarga yang seringkali menderita kanker payudara atau kanker ovarium, atau kanker usus, paru-paru, kanker prostat atau kanker rahim yang menunjukkan adanya mata rantai penyakit-penyakit itu. Dengan demikian, tidak semua perempuan berpotensi untuk menderita penyakit ini, kecuali sebelumnya sudah ada juga anggota keluarganya yang terkena penyakit kanker yang disebutkan diatas. Tapi satu hal yang perlu diingat bahwa mereka yang seringkali mengonsumsi pil KB atau pil penyubur lainnya berpotensi dikenal oleh penyakit ini.(7)
2.1.4 Klasifikasi Kista Ovarium Berdasarkan tingkat bahayanya, kista ovarium terbagi menjadi dua jenis. Pertama kista fungsional, yang sangat umum terjadi pada setiap wanita yang sedang dalam masaproduktif. Kedua, kista patologis atau neoplastik. Kista jenis ini jarang ditemukan pada wanita yang masih produktif. Pada beberapa kasus, penderita kista patologis akan terancam sesuatu
yang lebih berbahaya seperti gerbang awal menuju kanker
ovarium. Berdasarkan strukturnya, kedua jenis kista ovarium tersebut terbagi lagi menjadi beberapa bagian. 1. Kista fungsional terbagi lagi menjadi empat jenis, antara lain : 1) Kista Teka Lutein Kista jenis ini biasanya terjadi pada wanita yang mengalami kehamilan ektropik,dan akan hilang saat penderita telah melahirkan bayinya.Kehamilan entropik adalah sebuah keadaan tidak normal dari pembuahan sel telur yang dibuahi diluar uterus. Biasanya, sel telur dibuahi pada salah satu tuba fallopi. 2) Kista folikel Folikel merupakan salah satu struktur didalam ovarium berbentuk seperti balon dan berisi cairan yang akan menjadi tempat berkembang biak sel-sel telur. Saat folikel tidak dapat melepaskan sel telur yang telah matang menuju tuba fallopi, folikel akan mengalami gangguan yaitu pembengkakan. Pembengkakan tersebut
lambat laun akan tumbuh menjadi kista. Namun dalam beberapa minggu, penderita kista jenis ini akan sembuh dengan sendirinya. 3) Kista polikistik Kista jenis ini biasanya menyerang ketika seseorang wanita mengalami masalah pada datang bulan dan gangguan hormon di organ reproduksinya. Kista polikistik sering ditemukan pada kedua ovarium, dan sering kali membuat siklus menstruasi penderitanya menjadi tidak teratur. Bahkan pada beberapa kasus, kista ini membuat penderitanya tidak bisa datang bulan. 4) Kista korpus luteum Korpus luteum adalah struktur jaringan berwarna kuning yang di hasilkan oleh folikel saat mengeluarkan sel telur di ovarium. Korpus luteum ini menghasilakn hormon yang akan berguna untuk memperlancar jalannya sel telur dan sistem reproduksi.Terkadang pada beberapa wanita,kortus luteum tidak dapat mengeluarkan sel telur yang telah diberikan asupan hormon. Hal ini akan menyebabkan korpus luteum menjadi tersumbat dan berkembang menjadi kista. Kista ini sering kali menyebabkan penderitanya mengalami pendarahan di luar siklus menstruasi dan merasa nyeri di area pinggul. Penderita diwajibkan segera berkonsultasi dengan dokter agar ditangani dengan baik. Namun, pendarahan dan nyeri tersebut tidak akan berlangsung lama. Biasanya, kista korpus luteum akan hilang dalam beberapa bulan.
2. Kista patologis atau neoplastik juga terbagi lagi menjadi empat jenis, antara lain : 1) Dermoid Kista ini bisa menyerang semua jenis umur bahkan bisa terjadi sejak lahir. Kista dermoid adalah tumor yang memiliki banyak kandungan, seperti cairan yang mirip mentega, gigi, tulang, rambut, dan sisa kulit. Penanganan kista dermoid memerlukan kehati-hatian karena jika kista pecah, maka cairan di dalamnya akan lengket dan partikel lainnya masuk ke perut. Hal tersebut dapat menimbulkan luka yang luar biasa. 2) Kista ovari simpleks Kistoma ovari simpleks adalah kista yang berdinding tipis dan memiliki permukaan rata dan halus. Kista ini berisi cairan jernih yang serosa dan berwarna kuning biasanya bertangkai, bilateral, dan dapat menjadi besar. 3) Kistadenoma ovari serosum Kistadenoma ovari serosun adalah salah satu jenis tumor ganas berisi cairan berwarna kuning seperti perasaan kunyit, yang biasanya pembesarannya dipicu oleh siklus menstruasi. Kista ini sering kali ditemukan di lindungi telur dan memiliki struktur yang mudah sekali pecah.
4) Kistadenoma ovari musinosum Kistadenoma ovari musinosum merupakan kista yang sangat mudah pecah, serta mengandung cairan kental seperti ingus dan bersifat lengket seperti lem. Dengan kandungan yang dimilikinya dan lapisannya yang mudah pecah, kista musinosum membutuhkan penanganan ekstra hati-hati, jika tidak cairan seperti lem akan membuat organ-organ di dalam perut saling melekat. Kista musinosum dapat membesar saat penderitaanya mulai hamil. Kista ovarium terbagi menjadi dua bagian, dan masing-masingnya terbagi lagi menjadi tiga jenis, yaitu : 1. Kista ovarium benigna 1) Kista folikular Kista folikular bisa memiliki diameter hingga 15 cm, dan sering kali jenisnya multipel. Kista ini paling sering ditemukan pada wanita yang masih menjalani siklus menstruasi. Biasanya kista jenis ini akan membuat penderitanya mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur saat estrogen dalam darahnya meningkat drastis. Penyebabnya karena adanya gonadotropin, namun kista folikular ini akan segera hilang dalam beberapa hari. 2) Kista korpus luteum Kista korpus luteum adalah kista didalam ovarium yang memiliki diameter 4 cm dan berwarna ungu kemerahan karena adanya pendarahan didalam korpus luteum. Jenis kista ini jarang
ditemukan terkadang penyebabnya dikaitkan dengan fungsi ovarium atau progesteron yang tinggi. Biasanya kista ini akan membuat penderitanya mengalami siklus menstruasi yang lembat, dan ditemukannya menoragia pada penderita. Hal ini disebabkan oleh sekresi progesteron. 3) Kista leutein teka Diantara dua kita diatas, kista inilah yang paling jarang ditemukan. Kista leutein teka biasanya bersifat bilateral serta memiliki diameter hingga 30 cm yang dapat membuat ovarium menjadi sangat besar. Penyebab adanya kista lutein teka ini adalah stimulasi gonadotropin yang melebihi batas, dan lebih sering dikaitkan dengan mola hidatidosa dan koriokarsinoma. 2. Kista tumor epitel 1) Tumor serosa Tumor serosa sering kali berkembang menjadi sangat besar dan dapat menyebabkan rongga pelvis atau abdomen menjadi sangat sesak. Jenis tumor ini tidak mengenal muda ataupun tua. Tumor ini dapat menyerang siapa saja. 2) Tumor musinosa Diantara tiga jenis tumor epitel, tumor ini memiliki bentuk paling besar. Biasanya juga bersifat bilateral.
3. Tumor endometroid
Tumor endometroid atau dikenal dengan kista cokelat adalah tumor yang memiliki tingkatan paling rendah untuk menjadi ganas. Tumor endometroid tumbuh di dalam ovarium dan memiliki cairan berwarna cokelat. Oleh sebab itu, dikenal juga sebagai kista cokelat.(10) 2.1.5 Patofisiologi Fungsi ovarium yang normal tergantung pada sejumlah hormon dan kegagalan pembentukan salah satu hormon tersebut bisa memperngaruhi fungsi ovarium. Ovarium tidak akan berfungsi secara normal jika tubuh wanita tidak menghasilkan hormon hipofisa dalam jumlah yang tepat. Fungsi ovarium yang abnormal kadang menyebabkan penimbunan folikel yang terbentuk sevara tidak sempurna didalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami pernatangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium karena itu terbentuk kista didalam ovarium. Setiap hari ovarium akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diamter lebih dari 2,8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang ruptur akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5- 2 cm dengan kista di tengah-tengah. Bila terjadi fertilisasi pada oositkorpus luteum akan mengalami fibrosis dengan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan. Kista ovarium yang berasal dari proses
ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa kista follicular san luteral yang kadang-kadang disebut kista thecalutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG Kista fungsional dapat terbentuk karena stimulasi gonadtropin atau sensitifitas terhadap gonadtropin atau sensitivitas terhadap gonadotropin yang berlebih. Kista folikel dan luteal, kelaianan yang tidak berbahaya ini berasal dari folikel de graaf yang tidak pecah atau folikel yang sudah pecah dan segera menutup kembali. Kista demikian seiringnya adalah multiple dan timbul langsung dibawah lapisan serosa yang menutupi kembali. Kista demikian seiringnya adalah multiple dan timbul langsung dibawah lapisan serosa yang mentupi ovarium, biasanya kecil, dengan diamter 1-1,5 cm dan berisi cairan serosa yang bening, tetapi ada kalanya penimbunan cairan cukup banyak, sampai mencapai diamter 4-5 cm, sehingga terasa masa dan menimbulkan sakit pada daerah pelvis. Pada neoplasma tropoblastik gestasional (hydatidiform mole dan choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada kehamilan multiple dengan diabetes, Hcg menyebabkan kondisi yang disebut hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi infertilitas, induksi ovulasi dengan menggunakan gonadotropin (FSH dan LH) atau terkadang clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai dengan pemberian HCG.
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak terkontrol dari ovarium serta dapat bersifat ganas dan jinak. Neoplasia yang ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh ini, keganasan paling sering berasal dari epitel permukaan (mesoterlium) dan sebagian besar lesi kistik parial. Jenis kista jinak yang serupa dengan keganasan ini adalah kista denoma serosa dan mucinous. Tumor ovarigana yang lain dapat terdiri dari area kistik, termasuk jenis ini adalah tumor sel granulose dari sex cord sel dan germ sel tumor dari germ sel primordial. Terumata berasal dari tumor germ sel yang berisi elemen dari 3 lapisan germinal embrional ; ektrodermal, endodermal dan mesodermal.(12)
2.1.6 Pathway Kista Ovarium
Degenerasi Ovarium
Infeksi Ovarium
Cistoma Ovari Kurang Informasi
Pembesaran Ovarium
Kurang Pengetahuan
Rupture Ovarium
Ansietas
Resiko Perdarahan
Komplikasi peritonitis Peritonitis
Coverektomi, Kistomi
Ggn Perfusi Jaringan Metabolisme menurun
Resiko Perdarahan
Histerektomi
Hipolisis-Asam laktat-Kelebihan
Luka Operasi Diskontinuitas Jaringan
Ggn Metabolisme Defisit Perawatan diri
Nyeri Refleks menelan muntah
Resiko Cidera Nervus
Resiko Aspirasi
Perstaltik usus menurun
Konstipasi
Absorbsi air di kolon
Bagan. 2.1 Pathway Ovarium Sumber : (5) , (12)
Port d’ entri Resiko Infeksi Anastesi
2.1.7 Manifestasi Klinis Kadang-kadang kista ovarium ditemukan pada pemeriksaan fisik, tanpa adanya gejala (asimtomatik). Mayoritas penderita tumor ovarium tidak menunjukkan adanya gejala sampai periode waktu tertentu. Hal ini disebabkan perjalanan penyakit ini berlangsung secara tersembunyi sehingga diagnosa sering ditemukan pada saat pasien dalam keadaan stadium lanjut sampai pada waktu klien mengeluh adanya ketidakteraturan menstruasi, nyeri pada perut bawah, rasa sebah pada perut dan timbul benjolan pada perut. Pada umumnya kista denoma ovarii serosum tak mempunyai ukuran yang amat besar di bandingkan dengan kista denoma musinosum. Permukaan tumor biasanya licin, akan tetapi dapat pula berbagai karena ovarium pun dapat berbentuk multivokuler. Meskipun lazimnya berongga satu, warna kista putih ke abu-abuan. Ciri khas kista ini adalah potensi pertumbuhan papiler kedalam rongga kista sebesar 0 % dan keluar pada permukaan kista 5 % isi kista cair kuning dan kadang-kadang coklat karena campuran darah. Tidak jarang kistanya sendiripun kecil tetapi permukaannya penuh dengan pertumbuhan papiler (solid papiloma). 2.1.8 Pemeriksaan penunjang 1. Pap smear :
untuk
mengetahui
displosia
seluler
menunjukan
kemungkinan adanya kanker/kista. 2. Ultrasound / scan CT : membantu mengidentifikasi ukuran/lokasi massa.
3. Laparoskopi : dilakukan untuk melihat tumor, perdarahan, perubahan endometrial. 4. Hitung darah lengkap 5. Foto Rontgen : pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.(5) 2.1.9 Komplikasi 1. Torsi Komplikasi ini yang paling sering terjadi, terutama pada tumor dengan ukuran sedang. Faktor –faktor yang dapat menyebabkan forsi bermacam-macam yang paling penting ialah faktor dari tumor sendiri, gerakan yang sekonyong-konyong dan gerakan peristaltik dari usususus putaran biasanya searah dengan jarum jam. Dapat berputar sedikit saja, atau terjadi beberapa putaran. Gangguan peredaran darah yang disebabksn oleh torsi ini terutama mengenai susunan vena saja, disebabkan penyumbatan, sehingga kista warnanya menjadi biru, bahkan kadang-kadang jadi hitam. Dalam keadaan yang ekstrim arteri juga terjepit. Oleh karena torsi yang berlebihan, kista tersebut dapat pula terlepas sama sekali. Peristiwa torsi kadang-kadang disertai rasa nyeri yang hebat dan terus-menerus tetapi kadang–kadang pula rasa nyeri itu hanya sebentar. Torsi dapat kembali lagi kedalam kedudukan semula dalam hal ini penderita akan menderita sakit sebentar untuk kemudian hilang lagi. Bila torsi terjadi pada ovarium kanan, gejalagejalanya dapat menyerupai appendicitis akut, misalnya sakit
sekonyong-konyong diperut kanan bawah, enek-enek dan muntahmuntah, terdapat defense musculair, nadi cepat, dan suhu badan naik walaupun tidak pernah lebih dari 380 C. Pada pemeriksaan darah akan ditemukan lekositosis tidak jarang penderita di operasi dengan diagnosa preoperatif suatu appendicitis akut. Bila oleh salah satu sebab, tindakan operasi di undurkan maka gejala-gejala tetap ada. Keadaan ini tetap berlangsung berhari-hari tanpa menjadi lebih jelek tetapi bila dibiarkan terus, dapat terjadi infeksi sekunder dari peritoneum disertai perlekatan dengan sekitarnya, suppurasi atau peritonitis. 2. Ruptur dari kista Hal ini jarang terjadi tetapi dapat terjadi secara spontan atau oleh karena trauma. Pada kedua-duanya disertai gejala sakit, enek dan muntah-muntah tumor yang tadinya jelas batas-batasnya sukar ditemukan kalau ada pembuluh darah yang pecah dapat disertai gejalagejala shock seperti nadi cepat/kecil, tempat subnormal, sesak nafas dan keringat dingin. Perasaan sakit akan hilang dalam beberapa jam, meskipun rasa nyeri dan ketegangan dari perut bagian bawah masih akan dirasakan beberapa hari tidak dapat disangsikan bahwa dalam beberapa kasus, gejala-gejala tersebut akan hilang dengan sendirinya. Ruptur dari suatu kista yang kecil kadang-kadang tidak memberikan gejala-gejala dengan segera tetapi pecahnya ini dapat memberikan bahaya seperti penyebaran isi kista dalam ruang abdomen berisi cairan gelatineus. Walaupun cairan ini dikeluarkan, segera akan dibentuk
cairan baru oleh sel-sel epitel yang tumbuh di peritoneum, sehingga akhirnya dapat menyebabkan kematian (pseudomyxoma peritonei) Yang merik perhatian ialah perubahan pada appendix yang disebiut mucocele. Appendix tampak membesar, ditutup zat-zat gelatineus, yang kemudian dapat melekat kealat-alat lainnya etitel appendix yang biasa sebagian besar diganti dengan eptel yang tinggi dan bersekresi yang sama dengan dinding kista mocinous. Oleh karena mucocele dapat pula terjadi tanpa disertai adanya kista mucinosum, berarti ada suatu hubungan yang erat antara kista mucinosum dan epitel usus, dan ini menunjukkan sifat teratoma dari kista tersebut. 3. Suppurasi dari kista Perdangan kista dapat terjadi setelah torsi atau dapat pula berdiri sendiri, yaitu secara hematogen atau limfogen. Kista dermoroid lebih sering dikenai radang mungkin karena isinya yang merangsang, atau mungkin pula berat tumornya yang dapat mengganggu peredaran darah. Gejala-gejalanya seperti pada peradangan biasa yaitu sakit nyeri tekan, perut tegang, demam dan lekositosis kalau dibiarkan biasa terjadi peritonitis kadang-kadang peradangan ini dapat sembuh sendiri. 4. Perubahan Keganasan Dari suatu tumor kistik benigna dapat terjadi keganasan pada jenis mucinosum kemungkinan terjadinya keganasan lebih kecil bila dibandingkan dengan jenis serosum yang pertama kemungkinan itu berkisar antara 5-10 %. Pada cystadenoma serosum, perbedaan
histologis yang benigna dan maligna sukar ditentukan.Tetapi suatu hal yang nyata, bahwa pada jenis ini lebih sering jadi ganas, yaitu plus min 25 % , degenerasi keganasan pada dermoid kista lebih jarang lagi yaitu plus min 3%. Biasanya bila terjadi keganasan berupa ca epidermoid, kadang-kadang berbentuk sarcoma. Komplikasi yang dapat terjadi pada kista ovarium adalah pendarahan kedalam kista yang terjadi sedikitsedikit sehingga berangsur-angsur, menyebabkan pembesaran kista, dan hanya menimbulkan gejala-gejala klinik yang minimal. Akan tetapi jika pendarahan terjadi dalam jumlah yang banyak akan terjadi distensi yang cepat dari kista yang menimbulkan nyeri perut yang mendadak, torsio putaran tungkai dapat terjadi pada kista yang berukuran diameter 5 cm atau lebih. Putaran tangkai menyebabkan gangguan sirkulasi meskipun gangguan ini jarang bersifat total, kista ovarium yang besar dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada perut dan dapat menekan vesika urinaria sehingga terjadi ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih secara sempurna.(3) 2.1.10 Penatalaksanaan Medis Penanganan pada penderita kista ovarium bergantung pada seberapa bahayanya kista tersebut, dan bagaimana kondisi pasien. Jika penderita sudah memasuki pramenopause, kista yang tumbuh bisa menjadi awal keganasan kanker. Oleh sebab itu, penderita harus segera menjalani operasi untuk mengangkat kedua ovarium, rahim, lipatan jaringan lemak yang disebut omentum, dan beberapa kelenjar getah bening. Untuk mengetahui
jenis kista, terlebih dahulu dokter akan memeriksa dan mengamati kista dengan bantuan USG selama satu bulan, setelah didapatkan hasil yang akurat dokter akan menyarankan penderita akan melakukan pola hidup sehat karena kista fungsional dapat sembuh dengan sendirinya dalam jangka waktu satu atau dua bulan lamanya. Sementara untuk jenis kista lainnya, penanganan akan dilakukan dengan cara operasi. Ada dua jenis operasi yang dilakukan pada penderita kista ovarium, jenis operasi dibagi berdasarkan status keparahan penderita, yaitu : 1. Laparatomi Laparatomi atau sayatan yang dibuat pada perut dengan ukuran besar dan lebar. Kegiatan pembedahan ini untuk mempermudah jalannya dokter melakukan pengangkatan kista biasanya pembedahan jenis ini diterapkan pada penderita yang memiliki kista sangat besar dan diduga jenis itu merupakan awal keganasan. 2. Laparoscopy Laparascopy atau sayatan berukuran kecil yang dibuat pada perut untuk memasukkan alat mirip seperti selang yang dilengkapi dengan kamera dan pisau bedah diujungnya. Kegiatan pembedahan ini dilakukan untuk memotong kista keseluruhan atau sebagian dengan cara dokter mengamati dari layar monitor. Setelah menemukan letak kista, dokter melakukan pemotongan sebagian untuk diamati lebih lanjut dibawah mikroskop agar dapat menentukan jenis kista dan melakukan penanganan yang tepat.(11)
2.2
Konsep Dasar Post Operasi Kista Ovarium
2.2.1 Definisi Post operasi merupakan tahapan setelah proses pembedahan pada area ovarium. Tindakan post operasi dilakukan dalam dua tahap yaitu periode pemulihan segera dan pemulihan berkelanjutan setelah fase post operasi. Proses pemulihan tersebut membutuhkan perawatan post operasi. Perawatan post operasi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada klien yang telah menjalani post operasi pembedahan abdomen. 2.2.2 Tujuan perawatan 1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan 2. Mempercepat penyembuhan 3. Mengembalikan fungsi klien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi 4. Mempertahankan konsep diri klien 5. Mempersiapkan klien pulang 2.2.3 Manifestasi klinis Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post operasi : 1. Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan 2. Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah dan nadi 3. Kelemahan 4. Mual, muntah dan anoreksia 5. Konstipasi.
2.2.4 Penanganan masa post operasi Sesudah operasi, timbul beberapa perubahan pada badan. Ini perlu diketahui. Perubahan-perubahan itu ialah : 1.
Kehilangan darah dan air yang menyebabkan berkurangnya volume cairan dalam sirkulasi. Karena hemokonsentrasi dan vasokonstriksi tekanan darah dipertahankan, dan dengan mengalirnya cairan dari ruang ekstraselular, volume kemudian pulih kembali. Akan tetapi, jika misalnya terjadi perdarahan terlalu banyak, tensi menurun dan nadi menjadi cepat, dan bahaya syok mengancam.
2.
Diuresis pasca operasi agak berkurang, tetapi beberapa hari kemudian menjadi normal kembali. Pengukuran air kencing yang dikeluarkan sangat perlu oleh karena origuli merupakan tanda syok mengancam.
3.
Perlu diketahui bahwa sebagai asibat operasi terjadi penghancuran protein jaringan; bahwa ekskresi kalsium meningkat, sedangkan pengeluaran natrium dan klorida berkurang. Setelah operasi selesai, penderita tidak boleh ditinggalkan sampai ia
sadar. Harus dijaga supaya jalan pernafasan tetap bebas. Pada umumnya, setelah dioperasi, penderita ditempatkan dalam ruangan pulih (recovery room) dengan penjagaan terus- menerus sampai ia sadar. Selama beberapa hari sampai dianggap tidak perlu lagi, suhu, nadi, tensi, dan diuresis harus diawali harus diawasi terus-menerus. Sesudah penderita sadar, biasanya ia mengeluh kesakitan. Rasa sakit ini dalam beberapa hari berangsur kurang. Pada hari operasi dan esok harinya ia biasanya memerlukan obat tahan
nyeri, seperti petidin; kemudian, biasanya dapat diberikan analgetik yang lebih ringan. Penderita yang mengalami operasi kecuali operasi kecil keluar dari kamar operasi dengan infus intravena yang terdiri atas larutan NaCl 0,9 %, atau glukosa 5 %, yang diberikan berganti-ganti menurut rencana tertentu. Di kamar operasi (atau sesudah keluar dari situ), jika perlu, diberi pula transfusi darah. Pada waktu operasi penderita kehilangan sejumlah cairan, sehingga ia meninggalkan kamar dengan defisit cairan. Maka, khususnya apabila pasca operasi minum air perlu dibatasi, perlulah diawasi benar keseimbangan antara cairan yang masuk dengan infus, dan cairan yang keluar. Perlu dijaga jangan sampai terjadi dehidrasi, tetapi sebaliknya juga jangan terjadi kelebihan dengan akibat edema paru-paru. Untuk diketahui, air yang di keluarkan dari badan dalam 24 jam, air kencing dan cairan yang keluar dengan muntah harus ditambah dengan evaporasi dari kulit dan pernafasan. Dapat diperkirakan bahwa dalam 24 jam sedikit-dikitnya 3 liter cairan harus dimasukkan untuk mengganti yang keluar. Sebagai akibat anastesi, penderita pasca operasi biasanya enek, kadang sampai muntah. Ia tidak boleh minum, sampai rasa enek hilang sama sekali kemudian. Ia boleh minum sedikit-sedikit, untuk lambat laun ditingkatkan. Dalam 24 samap 48 jam pasca operasi, hendaknya diberi makanan cairan; sesudah itu, apalagi jika sudah keluar flatus, dapat diberi makanan lunak yang bergizi untuk lambat laun menjadi makanan biasa.
Pada pasca operasi peristaltik usus mengurang dan baru lambat laun pulih kembali. Pada hari kedua pasca operasi biasanya usus bergerak lagi; dengan gejala mules, kadang-kadang disertai dengan perut kembung sedikit. Pengeluaran faltus dapat dibantu dengan pemberian dosis kecil prostigmin, dengan teropong angin dimasukkan kedalam rektum, dan kadang-kadang perlu diberikan klisma kecil terdiri atas 150 cc. Campuran minyak dan gliserin. Pemberian antibiotika pada pasca operasi tergantung dari jenis operasi yang dilakukan. Misalnya, setelah kista ovarium kecil diangkat, tidak perlu diberi antibiotika; akan tetapi, sesudah histerektomi total dengan pembukaan vagina, sebaiknya obat tersebut diberikan. Sesudah penderita sadar, pada pasca operasi ia dapat menggerakan lengan dan kakinya, dan tidur miring apabila hal itu tidak dihalangi oleh infus yang diberikan kepadanya. Tidak ada ketentuan yang pasti kapan ia bisa duduk, keluar dari tempat tidur, dan berjalan. Hal ini tergantung dari jenis operasi, kondisi badannya, dan komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul. Di indonesia keperluan early ambulation tidak seberapa mendesak karena di sini bahaya tromboflebitis pasca operasi tidak besar. 2.2.5 Komplikasi 1.
Syok Peristiwa ini terjadi karena infusiensi akut dari sistem sirkulasi dengan akibat sel-sel jaringan tidak mendapat zat-zat makanan dan O2 dengan akibat terjadi kematiannya.
Sebab-sebab syok aneka ragam ; hemoragi, sepsis, neurogenik, dan kardiogenik, atau kombinasi antara berbagai sebab tersebut. Gejalagejalanya ialah nadi dan pernafasan meningkat, tensi menurun, penderita gelisah, ekstermitas dan muka dingin, serta warna kulit keabu-abuan. Sangat penting dalam hal ini untuk membuat diagnosis sedini mungkin, oleh karena jika terlambat, perubahan-perubahan sudah tidak dapat dipengaruhi lagi. Disamping terapi kausal diberikan oksigen dan infus intavena dengan jenis cairan dan dalam jumlah yang sesuai. 2.
Hemoragi Hemoragi pasca operasi timbul biasanya karena ikatan terlepas atau oleh karena usaha penghentian darah kurang sempurna. Pendarahan yang mengalir ke luar mudah diketahui, yang sulit di ketahui ialah perdarahan dalam rongga perut. Diagnosis dapat dibuat dengan observasi yang cermat ; nadi meningkat, tensi menurun, penderita tampak pucat dan gelisah, kadang–kadang mengeluh kesakitan diperut, dan pada periksa ketok pada perut ditemukan suara pekak di samping. Jika setelah observasi dicapai kesimpulan bahwa pendarahan berlangsung terus, maka tidak ada jalan lain dari pada membuka perut lagi.
3.
Gangguan jalan kencing 1) Retensio urinae Pada operasi ada kemungkinan terjadi retensio urinae. Seperti telah diuraikan, pengeluaran air kencing perlu diukur. Jika air kencing yang dikeluarkan jauh kurang, ada kemungkinan oliguri atau retensio urine. Pemeriksaan pada abdomen sering kali dapat menentukan adanya retensi. Apabila daya upaya supaya penderita dapat kencing tidak berhasil, maka terpaksa dilakukan kateterisasi. Pada retensio urinae kadang-kadang bisa timbul paradoksa ; di sini, walaupun ada retensi, penderita mengeluarkan kencing secara spontan, tetapi sedikit-sedikit. Jika ada kecurigaan mengenai hal ini, perlu dimasukkan kateter untuk menentukan apakah benar ada retensi. 2) Infeksi jalan kencing Kemungkinan infeksi jalan kencing selalu ada, terutama pada penderita-penderita
yang
salah
satu
menggunakan
kateter.
Penderita menderita panas dan sering kali menderita nyeri pada saat kencing, dan pemeriksaan air kencing ( yang dikeluarkan dengan kateter ). Untuk melakukan pengobatan yang sempurna, sebaiknya diadakan pembiakan dahulu guna mengetahui penyebab infeksi dan
memberi
obat
yang
dapat
membasmi
kuman
yang
bersangkutan. Sementara menunggu hasil pembiakan dan tes
kepekaan, kepada penderita dapat diberikan antibiotika dengan spektrum luas. 3) Distensi perut Pada pasca laparatomi tidak jarang perut agak kembung ; akan tetapi, setelah flatus keluar, keadaan perut menjadi normal. Keadaan perut pasca operasi perlu diawasi dan diusahakan dengan cara-cara yang telah diuraikan, supaya flatus keluar. Akan tetapi, ada kemungkinan bahwa distensi bertambah, tetapi timpani diatas perut pada periksa ketok, serta penderita merasa enak dan mulai muntah. Dalam keadaan demikian kita harus waspada terhadap dilatasi lambung dan atau ileus paralitik. Sebaiknya minum atau makan per os dihentikan. Dimasukkan sonde lewat hidung sampai lambung untuk mengeluarkan isinya, dan pemberian makanan parenteral ditingkatkan. Sementara itu, tetapi kausal pada ileus paralitik
kausa
diselenggarakan
biasanya
infeksi
sebaik-baiknya.
rongga
Distensi
perut,
harus
abdomen
dapat
disebabkan pula oleh ileus karena obstruksi. Ileus paralitik umumnya timbul 48-72 jam pasca operasi. Tidak terdapat gerakan usus, dan sakit perut tidak seberapa, sedangkan ileus karena obstruksi timbul 5-7 hari pasca operasi, gerakan usus lebih keras disertai rasa mules yang keras dan berulang. Pembuatan foto rontgen dapat membantu dalam membedakan antara dua keadaan ini.
4) Infeksi Telah dibicarakan infeksi jalan kencing. Ada kemungkinan pula adanya infeksi paru-paru pasca pembedahan, walaupun frekuensi komplikasi ini pada pembedahan ginekologik tidak seberapa tinggi dibandingkan dengan pembedahan di perut bagian atas. Radang paru-paru lebih mudah timbul apabila sebelum operasi ada penyakit paru-paru yang belum sembuh betul. Usia lanjut juga memberi pradisposisi terhadap radang paru-paru. Keluhan pada penumonia mulai tampak 2-3 hari pasca operasi, terdiri atas sesak nafas, panas badan, dan batuk, disertai gejalagejala fisik. Perlu dipikirkan juga adanya atlektasis paru-paru pasca operasi. Hendaknya dalam keadaan ini diminta konsul seorang ahli penyakit dalam untuk diagnosis dan terapi. Infeksi umum bisa timbul apabila dalam medan operasi sumber infeksi piogen terbuka, dan drainase tidak menckupi, atau keadaan penderita demikian buruknya, sehingga ketahanan badan tidak mampu mengatasi infeksi. Pada infeksi umum tampak penderita sakit keras, suhu tinggi disertai dengan kadang-kadang menggigil, dan nadi cepat, disertai infeksi lokal yang berpusat di sekitar sumber primer. Diagnosis sepsis biasanya tidak seberapa sulit dibuat. Untuk mengetahui kuman yang menyebabkannya, perlu dibuat pembiakan dari darah.
Suatu infeksi yang gawat dengan gejala-gejala umum disertai gejala-gejala lokal ialah peritonitis akuta, yang bisa ditemukan sebagai komplikasi pembedahan ginekologik. 4.
Terbukanya luka operasi dan eviserasi Sebab-sebab terbukanya luka operasi pasca pembedahan ialah luka tidak dijahit dengan sempurna, distensi perut, batuk dan muntah keras, infeksi, dan debilitas si penderita. Jika hal-hal tersebut ditemukan, harus waspada terhadap kemungkinan terbukanya luka operasi. Adanya disrupsi luka operasi dicurigakan dengan adanya rasa nyeri setempat, menonjolnya luka operasi, dan keluarnya cairan. Pada pemeriksaan dapat dilihat usus halus dalam luka, atau apabila jahitan kulit tidak terbuka dapat diraba masa yang lembek di bawah kulit. Setelah diagnosis diterapkan, maka setelah diadakan persiapan seperlunya, dilakukan reposisi isi rongga perut dan diadakan jahitanjahitan yang menembus semua lapisan dari kulit sampai dengan peritoneum.
5.
Tromboflebitis Komplikasi ini untung jarang terdapat pada penderita pasca operasi di indonesia. Penyakit ini terdapat pada vena yang bersangkutan sebagai radang, dan sebagai trombosis tanpa tanda radang.
Pada tromboflebitis pada minggu kedua pasca operasi suhu naik, nadi mencepat, timbul nyeri spontan dan pada pemeriksaan raba pada jalannya vena yang bersangkutan, dan tampak edema pada kaki, terutama jika vena femoralis yang terkena. Trombus di sini melekat kuat pada dinding pembuluh darah, dan tidak banyak bahaya akan emboli paru-paru. Pada trombosis vena tidak terdapat banyak gejala, mungkin suhu agak naik ; trombus tidak melekat erat pada dinding pembuluh darah, dan bahaya emboli paru-paru lebih besar. Walaupun komplikasi ini jarang terjadi di indonesia, ada juga manfaatnya untuk menyelenggarakan pencegahan dengan menyuruh penderita selama masih berbaring di tempat tidur menggerakkan kakinya
secara
aktif,
ditambah
dengan
gerakan
lain
yang
diselenggarakan dengan bantuan seorang perawat.(13) 2.2.6 Perawatan Luka Fokus penanganan luka adalah mempercepat penyembuhan luka dan meminimalkan komplikasi dan biaya perawatan. Fokus utama dalam penanganan luka adalah dengan evakuasi semua hematoma dan seroma dan mengobati infeksi yang menjadi penyebabnya. Perhatikan pendarahan yang terlalu banyak (inspeksi lapisan abdomen atau perineal). Lakukan pemeriksaan hematokrit sehari setelah pembedahan mayor dan jika pendarahan beralnjut, diindikasikan untuk pemeriksaan ulang. Luka abdomen harus diinspeksi setiap hari. Umumnya luka jahitan pada kulit dilepaskan 3-5 hari post operasi. Idealnya, balutan luka diganti setiap hari
dan diganti menggunakan bahan hidrasi yang baik. Pada luka yang nekrosis, digunakan balutan tipis untuk mengeringkan dan mengikat jaringan sekitarnya ke balutan dalam setiap penggantian balutan. Pembersihan yang sering harus dihindari karena hal tersebut menyebabkan jaringan vital tergangggu dan memperlambat penyembuhan luka.
2.2.7 Prinsip-prinsip perawatan luka 1.
Menyangkut pembersihan / pencucian luka kering tidak mengeluarkan cairan dibersihkan dengan teknik swabbing yaitu ditekan dan digosok pelan-pelan menggunakan kasa steril atau kain bersih yang dibasahi dengan air steril atau NaCl.
2.
Pemilihan balutan, balutan luka atau penutup luka merupakan sarana vital untuk mengatur kelembapan kulit. Menyerap cairan yang berlebihan, mencegah infeksi dan membuang jaringan mati.
3.
Tidak boleh membuat sebuah luka menjadi luka baru (berdarah) lagi, karena itu berarti harus memulai perawatan dari awal lagi. Juga, harus bisa mengontol bau tidak sedap, mengatasi cairan yang berlebih, mengontrol perdarahan, mencegah infeksi, mengurangi nyeri, dan merawat kulit disekitar luka. Yang penting diperhatikan dalam merawat luka adalah selalu menjaga kebersihan. Selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah merawat luka, selalu menjaga kebersihan luka, menjaga agar pembalut/penutup luka selalu bersih dan kering,
mengonsumsi
makanan
bergizi
tinggi
dan
seimbang
akan
mempercepat penyembuhan luka. 2.2.8 Perawatan Luka Post Operasi 1. Balutan dari kamar operasi dapat dibuka pada hari pertama post operasi 2. Klien harus mandi shower bila kemungkinan 3. Luka mengeluarkan eksudat cair atau tembus ke pakaian, pembalutan luka harus di ulang bila tidak memungkinkan luka akan terbuka 4. Luka harus dikaji setelah operasi dan kemudian setiap hari selama pasca post operasi sampai ibu diperbolehkan pulang 5. Bila luka perlu dibalut ulang, balutan ysng digunakan harus yang sesuai dan tidak lengket 6. Pembalutan dilakukan dengan teknik aseptic 7. Keputusan untuk membuka jahitan, sesuai dengan hasil pengkajian. Jahitan dibuka jika sudah sembuh, sering kali 5-10 hari post operasi. Jahitan yang dibiarkan terlalu lama dapat menghambat penyembuhan luka.(14) 2.2.9 Dampak Terhadap Pemenuhan KDM Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manausia dalam menjaga keseimbangan baik secara fisiologis maupun psikologis yang bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan.
Teori hierarki kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan Abraham Maslow dapat dikembangkan untuk menjelaskan kebutuhan dasar manusia sebagai berikut : 1. Kebutuhan fisiologis Merupakan kebutuhan paling dasar, yaitu kebutuhan fisiologi sesperti oksigen, cairan ( minuman), nutrisi (makanan), keseimbangan suhu tubuh, eliminasi, tempat tinggal, istirahat dan tidur, serta kebutuhan seksual. 2. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan dibagi menjadi perlindungan fisik dan perlindungan psikologi. 3. Perlindungan fisik Perlindungan atas ancaman terhadap tubuh atau hidup. Ancaman tersebut dapat berupa penyakit, kecelakaan, bahaya dari lingkungan, dan sebagainya. 4. Perlindungan psikologis Perlindungan atas ancaman dan pengalaman yang baru dan asing. Misalnya, kekhawatiran yang dialami sesorang ketika masuk sekolah pertama kali karena merasa terancam oleh keharusan untuk berinteraksi dengn orang lain, dan sebagainya. 5. Kebutuhan rasa cinta serta rasa memiliki dan dimiliki Antara lain memberi dan menerima kasih sayang, mendapatkan kehangatan keluarga, memiliki sahabat, diterima oleh kelompok sosial, dan sebagainya.
6. Kebutuhan akan harga diri maupun perasaan dihargai oleh orang lain Kebutuhan ini terkait dengan keinginan untuk mendapatkan kekuatan meraih prestasi, rasa percaya diri, dan kemerdekaan diri. Selain itu, orang juga memerlukan pengakuan dari orang lain. 7. Kebutuhan aktualisasi diri Merupakan kebutuhan tertinggi dalam hirerakhi maslow, berupa kebutuhan untuk kontribusi pada orang lain/lingkungan serta mencapai potensi diri sepenuhnya.(15)
2.3
Teori Asuhan Keperawatan Post Operasi Kista Ovarium Asuhan Keperawatan adalah segala bentuk tindakan atau kegiatan pada praktek keperawatan yang diberikan kepada pasien yang sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). Terdapat beberapa tahap dalam melakukan asuhan keperawatan yaitu :
2.3.1 Pengkajian Keperawatan Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. di sini, semua kata di kumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan pasien saat ini. pengkajian harus dilakukan secara komperhensif terkait dengan aspek biologis, psikologis, sosial, maupun spiritual. metode utama yang dapat digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik, serta diagnostik.(16)
1. Wawancara Wawancara atau interviu merupakan metode pengumpulan data secara langsung antara perawat dan pasien. untuk membantu pasien menyampaikan keluhannya, ada baiknya perawat menggunakan “ analisa gejala “ PQRST. P
: Provacative/Palliative. Apa penyebab keluhan tersebut ? Faktor apa saja yang memperberat atau mengurangi keluhan?
Q : Quality/Quantity. Bagaimana keluhan tersebut dirasakan? Apakah terlihat, terdengar? Seberapa sering keluhan tersebut dirasakan? R : Region/Radiation. Dimana keluhan tersebut dirasakan? Apakah menyebar? S
: Severity scale. Apakah keluhan tersebut mengganggu aktivitas? Jika dibuat skala, seberapa parahkah keluhan tersebut anda rasakan?
T : Timing. Kapan keluhan tersebut mulai muncul? Seberapa sering keluhan tersebut muncul? Apakah keluhan tersebut munculnya secara tiba-tiba atau bertahap? 2. Observasi Observasi
merupakan
metode pengumpulan data melalui
pengamatan visual dengan menggunakan panca indra. Mencatat observasi secara khusus tentang apa yang dilihat, dirasa, didengar,
dicium, dan dikecap lebih akurat dibandingkan mencatat interpretasi seseorang tentang hal tersebut. 3. Pemeriksaan Pemeriksaan menurut Carol V.A. (1991) adalah proses inspeksi tubuh dan sistem tubuh guna menentukan ada/tidaknya penyakit yang dirasakan pada hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium. Pemeriksaan menggunakan empat metode yaitu : 1) Inspeksi Inspeksi
didefinisikan
sebagai
kegiatan
melihat
atau
memerhatikan secara seksama status kesehatan klien. (misalnya memeriksa keadaan kulit dan jaringan mukosa, bentuk tubuh, gerakan). 2) Auskultasi Auskultasi adalah langkah pemeriksaan fisik dengan menggunakan
stetoskop
yang
memungkinkan
pemeriksa
mendengar bunyi yang keluar dari rongga tubuh pasien. (misalnya adanya bunyi mengi, ronki, atau bunyi jantung). 3) Perkusi Perkusi atau periksa ketuk adalah jenis pemeriksaan fisik dengan cara mengetuk secara pelan jari tengah menggunakan jari yang lain untuk menetukan posisi, ukuran, dan konstitensi struktur suatu organ tubuh. (misalnya perkusi rongga dada untuk mengetahui status paru atau jantung).
4) Palpasi Palpasi atau periksa raba adalah jenis pemeriksaan fisik dengan cara meraba atau merasakan kulit pasien untuk mengetahui struktur yang ada dibawah kulit. (misalnya palpasi abdomen untuk mengetahui lokasi nyeri pada usus atau untuk mengetahui adanya masa pada usus.(16) Pengkajian menghasilkan data dasar : 1. Pengumpulan data 2. Identitas pasien meliputi : nama, umur jenis kelamin pendidikan, agama, alamat, diagnosa medis, nomor register, tanggal masuk, dan tanggal pengkajian. 3. Identitas penanggung jawab adalah orang yang terdekat atau yang sangat bertanggung jawab dalam perawatan pasien, meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, hubungan dengan klien. Jenis data lain adalah : 1.
Data Objektif Data yang diperoleh melalui suatu pengukuran, pemeriksaan dan pengamatan, misalnya suhu tubuh, tekanan darah, nadi, respirasi, dan keadaan pasien yang terlihat.
2.
Data subjektif Data yang diperoleh dari keluhan yang diraskan pasien, atau dari keluarga pasien, misalnya : kepala nyeri, mual, muntah, sakit dibagian tertentu. 1) Keluhan klien saat masuk rumah sakit Biasanya pasien merasa nyeri pada daerah perut dan terasa ada massa di daerah abdomen, mensrtuasi yang tidak berhenti-henti. 2) Riwayat kesehatan (1) Riwayat kesehatan sekarang Merupakan
perkembangan
dari
keluhan
utama
yang
dikembangkan secara PQRST yaitu : P : Paliatif/Provokatif, yang menyebabkan nyeri dirasakan Q : Quantitas , kulitas nyeri yang dirasakan apakah tertusuk, kram, kaku, terjepit atau tertekan R : Region/radiasi, nyeri yang dirasakan mempengaruhi sistem tubuh atau tidak seperti nadi, tekanan darah, pernafasan, serta apakah mempengaruhi aktifitas selama perubahan posisi atau nyeri dirasakan menjalar ke area lain. S : Skala, nyeri dirasakan hebat, menengah-nengah, atau sedikit ditentukan dengan skala dari skala 0-10. T : Time, apakah nyeri secara khas terus menerus, cepat hilang dan dirasakan menetap.
Keluhan yang dirasakan klien adalah nyeri pada daerah abdomen bawah, ada pembengkakan pada daerah perut, menstruasi yang tidak berhenti, rasa mual dan muntah. (2) Riwayat kesehatan dahulu Apakah pernah mengalami operasi sebelumnya, apakah pernah mengalami penyakit yang berhubungan dengan sistem reproduksi, penyakit kronis atau menular dan menurun seperti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis. (3) Riwayat kesehatan keluarga Keadaan kesehatan keluarga yang berhubungan dengan kesehatan klien atau yang dapat mempengaruhi keadaan masalah klien. (4) Riwayat perkawinan Kawin atau tidak kawin ini tidak memberi pengaruh terhadap timbulnya kista ovarium. (5) Riwayat kehamilan dan persalinan Dengan kehamilan dan persalinan atau tidak hal ini tidak mempengaruhi untuk timbul atau tidaknya suatu kista ovarium. (6) Riwayat menstruasi Mengkaji tanyakan umur mengalami menstruasi, panjang siklus menstruasi, warna dan bau.
(7) Riwayat keluarga berencana Mengkaji penggunaan KB pada klien, jenis kontrasepsi yang digunakan, sejak kapan penggunaan alat kontrasepsi, dan adakah masalah yang terjadi dengan alat kontrasepsi (8) Pola-pola fungsi kesehatan 1. Pola nutrisi dan metabolisme Malnutrisi, karena beberapa jam sebelum dan sesudah pasien dianjurkan untuk berpuasa. 2. Pola aktivitas Pada klien post op kista ovarium, klien tidak dapat melakukan aktivitas sendiri dan harus di bantu oleh keluarga karena keadaan lemah dan nyeri luka post op kista ovarium. 3. Istirahat dan tidur Pada klien post op kista ovarium terjadi perubahan pada istirahat dan tidur karena nyeri pada luka post op kista ovarium. 4. Pola berhubungan dengan peran Tanyakan peran klien dalam keluarganya, dan hubungan dalam keluarga. 5. Pola sensori dan kognitif Pola sensori klien post op kista ovarium merasakan nyeri akibat luka jahitan operasi dan pada pola kognitif klien post
op kista ovarium terjadi kurangnya perawatan luka post op kista ovarium. (9) Pemeriksaan fisik 1. Kesadaran umum Dikaji untuk menilai keadaan umum klien baik atau tidak, bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi pasien selama dilakukan anamnesa. 2. Kesadaran pasien Perlu dikaji untuk menilai kesadaran klien. Meliputi : Composmentis, apatis, samnolen, sopor, delirium, atau pun koma. Glasco Coma Scale (GCS) adalah untuk menilai tingkat kesadaran pasien. 3. Pemeriksaan TTV Bertujuan untuk mengetahui keadaan tekanan darah, suhu tubuh, nadi, dan pernafasan. 4. Kepala Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, dan lihat apakah terdapat benjolan atau tidak. 5. Leher Dilihat Apakah adanya tanda-tanda kelenjar tyroid atau tidak, adanya tekanan vena jugularis atau tidak.
6. Mata Apakah simetris atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak, sklera, dan fungsi penglihatan. 7. Telinga Dilihat bentuk telinga apakah ada kelainan atau tidak, dilihat kebersihannya, dan tes pendengaran masih berfungsi atau tidak. 8. Hidung Dilihat apakah simestris atau tidak, dilihat kebersihannya, dan tes penciuman apakah masih berfungsi baik atau tidak. 9. Mulut Mengkaji adanya kelembaban mukosa mulut dan bibir, keadaan
gigi
masih
lengkap
atau
tidak,
dilihat
kebersihannya, fungsi pengecapan mulut dan fungsi menelan baik atau tidak. 10. Dada Dilihat adanya keluhan sesak nafas atau tidak, auskultasi suara jantung. 11. Abdomen Biasanya pada kista ovarium terasa ada massa abdomen, nyeri tekan pada abdomen.
12. Genetalia Dilihat apakah adanya pengeluaran sekret dan perdarahan, warna, bau, dan apakah adanya keluhan gatal dan kebersihan. 13. Ekstermitas Lakukan pemeriksaan kekuatan otot, apakah ada kesulitan pergerakan atau tidak. 14. Sistem perkemihan Biasanya pada klien post operasi kista ovarium mengalami konstipasi dan retensi urin. 15. Sistem Pernafasan Inspeksi
: Dada simetris atau tidak, lihat perkembangan dada kiri dan kanan sama atau tidak, apakah ada lesi atau tidak.
Auskultasi : Apakah ada terdengar suara nafas tambahan, kelainan bunyi nafas dan kelainan bunyi jantung. Palpasi
: Ada tidaknya edema dan nyeri tekan pada dada.
16. Sistem Pencernaan Inspeksi
: Kaji bentuk abdomen, ada tidak nya lesi. Pada klien post op kista ovarium terdapat luka operasi pada bagian abdomen.
Auskultasi : Kaji bunyi peristaltik usus. Palpasi
: Biasanya pada pasien post operasi adanya nyeri tekan pada bagian abdomen.
Perkusi
: Kaji adanya bunyi timpani
17. Sistem Integumen Rambut
: Kaji warna rambut dan kebersihannya.
Kulit
: Kaji warna, turgor kulit dan ada lesi atau tidak.
Kuku
: Kaji bentuk kuku, kebersihannya
18. Sistem Reproduksi Kaji adanya kelainan atau tidak, abses ataupun pengeluaran yang tidak normal. (10) Data sosial Bagaimana hubungan pola dan interaksi klien dalam keluarga dan masyarakat. (11) Data psikologis Bagaimana mekanisme koping yang digunakan klien, menilai respon emosi pasien terhadap penyakit di deritanya, gaya komunikasi dan perubahan peran. (12) Data spiritual Mengindentifikasi tentang keyakinan hidup, pandangan klien tentang kista ovarium yang dideritanya, dan apakah ada gangguan dalam melaksanakan ibadah. (13) Pemeriksaan penunjang
1. Pap
smear
:
untuk
mengetahui
displosia
seluler
menunjukan kemungkinan adanya kanker/kista. 2. Ultrasonogrsfi/scan
CT
:
Untuk
membantu
mengidentifikasi ukuran / lokasi massa. 3. Laparaskopi : dilakukan untuk melihat tumor, perdarahan, perubahan, endometrial 4. Hitung darah lengkap. 5. Foto
Rontgen
:
pemeriksaan
ini
berguna
untuk
menentukan adanya hidrotoraks. 2.3.2 Analisa Data Analisa data adalah mengkaitkan data, menghubungkan data dengan konsep, teori dan kenyataan yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menetukan masalah keperawatan klien.(17) 2.3.3 Diagosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang dibuat oleh perawat profesional yang memberi gambaran tentang masalah atau status kesehatan pasien baik aktual maupun potensial, yang ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data hasil pengkajian. Pernyataan diagnosis keperawatan harus jelas, singkat, dan lugas terkait masalah kesehatan klien berikut penyebabnya yang dapat diatasi melalui tindakan keperawatan.(16)
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
1. Resiko perdarahan berhubungan dengan komplikasi terkait penyakit (komplikasi peritonitis) dan efek samping terkait perdarahan histerektomi 2. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan reflek muntah, penurunan tingkat kesadaran ( tindakan efek anastesi ) 3. Konstipasi berhubungan dengan peristaltic usus 4. Resiko cidera berhubungan dengan efek samping terkait agen farmasutikal (obat anastesi) 5. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan luka post operasi 6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka post operasi 7. Defisit perawatan diri 8. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit 2.3.4 Discarge Planning 1. Konsultasikan dengan dokter tentang pencegahan akan terjadi lagi kista ovarium 2. Hindari faktor – faktor pencetus penyakit dan istirahat yang cukup. 3. Biasakan olahraga teratur dan hidup bersih serta konsumsi makanan yang banyak mengandung gizi. 4. Pakailah alat kontrasepsi jika ingin melakukan senggama. 5. Pemakaian kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan menghilangkan kista. 6. Jika sedang hamil segera periksakan ke dokter untuk pemeriksaan USG untuk mengetahui secara dini adakah kista yang menyertai.
7. Konsultasikan ke dokter tentang penanganan selanjutnya karena dapat mengganggu proses kehamilan.(5)
2.3.5 Intervensi Keperawatan Tahap perencanaan dapat disebut sebagai inti atau pokok dari proses keperawatan sebab perencanaan merupakan keputusan awal yang memberi arah bagi tujuan yang ingin dicapai, hal yang akan dilakukan, termasuk bagaimana, kapan, dan siapa saja yang akan melakukan tindakan keperawatan.(16) No Diagnosa Tujuan (Noc) dan kriteria
Intervensi (Nic)
Rasional
keperawatan 1.
Resiko
NOC :
pendarahan Blood lose severity
NIC : Beeding
Blood koagulation
precautions
komplikasi
Kriteria hasil:
1. Monitor
terkait
1. Tidak ada hematuria
b.d
penyakit (komplikasi peritonitis) dan
dan hematemesis
tanda-
kett 1. Untuk tanda
perdarahan
2. Kehilangan darah yang 2. .Catat terlihat
efek 3. Tekanan darah dalam
Hb
sebelum
samping
batas normal sistole
sesudah
terkait
dan diastole
terjadinya
perdarahan
4. Tidak ada perdarahan
terjadi
nilai
dan
mengetahui
Ht
atau
tidaknya pendarahan
dan
perdarahan
2. Untuk mengetahui nilai
histerektomi
pervagina 5. Hemoglobin
3. Monitor TTV dan 4. Pertahakan
Hb sebelum dan sesudah
hematokrit dalam batas
bed
rest 3. Mengetahui
normal
selama
keadaan
perdarahan
klien
aktif.
umum
4. Mengantisipasi
Kolaborasi
agar tidak terjadi
dalam
perdarahan yang
pemberian
hebat
produk darah 5. Anjurkan klien
untuk
5. Untuk mencegah pendarahan terus-menerus
meningkatkan intake makanan yang banyak mengandung vitamin K 2.
Resiko aspirasi
NOC : Respirastory
berhubunga n
ventilation
dengan Aspiration control
penurunan Shallowing status
NIC : status: Aspiration Precaution 1. Monitor tingkat
1. Mengetahui kesadaran klien
reflek
Kriteria hasil :
kesadaran
muntah,
1. Klien dapat bernafas 2. Lakukan
penurunan
dengan mudah, tidak
suction
tingkat
irama,
diperlukan
kesadaran
pernafasan normal
(tindakan
2. Klien mampu menelan,
frekuensi
efek
mengunyah
anastesi)
terjadi
bila 3. Memudahkan klien
untuk
mengunyah
makanan
4. Untuk
menjadi
memudahkan
dan
potongan
obat masuk ke
melakukan
potongan
dalam mulut
oral hygine 3. Jalan
reflek lendir
3. Potong
tanpa
aspirasi,
mampu
2. Menghilangkan
nafas
kecil
5. Agar tidak terjadi
paten, 4. Haluskan obat
mudah bernafas, tidak
sebelum
merasa tercekik dan
pemberian
penumpukan makanan
tidak ada suara nafas 5. Hindari abnormal
makan
jika
residu
masih
banyak 3.
Konstipasi
NOC:
berhubunga Bowel elimination n
dengan Hydration
penurunan
NIC : Constipation
/
impaction management
peristaltic
Kriteria hasil :
usus
1. Mempertahankan
1. Monitor tanda 1. Mengetahui dan
gejala
terjadi
atau
bentuk
feses
lunak
setiap 1-3 hari 2. Bebas
konstipasi
tidaknya
2. Monitor dari
konstipasi
bising usus
normal
konstipasi
dengan dokter
abnormal bising
tentang
usus
indicator
untuk
mencegah konstipasi 4. Feses
lunak
berbentuk
dan
penurunan dan
tindakan
peningkatan
selanjutnya
bising usus
etiologi
dan
mengetahui
tindakan
akan
terhadap
untuk selanjutnya
pemberian laksatif
Risk Control
keluarga
tindakan
5. Kolaborasi
cidera
4. Agar klien dan
rasionalis
pasien
NOC :
atau
3. Untuk dilakukan
4. Jelaskan
Resiko
2. Mengetahui
ketidaknyamanan dan 3. Konsultasi
3. Mengidentifikasi
4.
gejala
NIC : Evironment
yang
dilakukan
5. Dapat membantu konstipasi
berhubunga n
dengan 1. Klien
efek samping
Mnagement
Kriteria hasil : terbebas
dari (Manajemen
cidera
lingkungan)
2. Klien
mampu 1. Sediakan
terkait agen
menjelaskan
farmasutikal
metode
(
mencegah ijury / cidera
obat
anastesi)
cara
/
untuk
1. Memberikan rasa
lingkungan
aman
yang
nyaman
aman
untuk klien
3. Mampu memodifikasi 2. Identifikasi gaya
hidup
untuk
mencegah injury
kesehatan yang ada
perubahan kesehatan
riwayat penyakit
3. Memberikan rasa
terdahulu
aman
klien
nyaman
mengenali 3. Menyediakan status
2. Mengetahui
dahulu
penyakit
4. Menggunakan fasilitas
5. Mampu
riwayat
tempat
dan
tidur
dan
4. Agar tidak terjadi resiko jatuh
yang nyaman dan bersih 4. Menganjurkan 5. Agar klien tidak keluarga untuk menemani klien 5. Mengontrol lingkungan
terganggu
dari kebisingan 5.
Gangguan
NOC:
rasa nyaman Pain level :
1. Untuk
NIC :
Nyeri Pain control
Pain
mengetahui
Management
keadaan
berhubunga Comfort level
1. Monitor TTV
n
2. Lakukan
dengan Kriteria hasil :
luka operasi
post 1. Mampu
mengontrol
umum
klien 2. Untuk
pengkajian
mengetahui nyeri
nyeri (tahu penyebab
nyeri
yang
diraskan
nyeri,
komperhensif
klien
secara
termasuk
komperhensif
lokasi,
dari
karakteristik,
karakteristik,
durasi,
durasi, frekuensi
frekuensi,
nyeri,
mampu
menggunakan
teknik
nonfarmakologi
untu
mengurangi
nyeri,
mencari bantuan) 2. Melaporkan nyeri
bahwa berkurang
dengan menggunakan manajemen nyeri 3. Mampu
kualitas
dan
faktor 3. Pilih
mengenali
secara
lokasi,
kualitas
dan faktor 3. Untuk
dan
mengurangi atau
lakukan
meredakan
nyeri (skala, intensitas,
penanganan
nyeri
frekuensi
nyeri
ketepatan
(farmakologi
melakukan
dengan
manajemen nyeri
dan
tanda
nyeri ) 4. Menyatakan
rasa
rasa untuk
nyaman setelah nyeri
menggunakan
berkurang
teknik
tarik
nafas
dalam
dan distraksi) 4. Anjurkan istirhat
4. Dengan istirahat yang cukup dapat mempercepat pemulihan tenaga untuk
yang
cukup
beraktivitas 5. Untuk
5. Berikan obat
mengurangi atau
analgetik
menghilangkan
(sesuai
rasa nyeri
anjuran dokter )untuk mengurangi nyeri 6.
Resiko infeksi
NOC : Immune status
berhubunga Knowledge n
NIC :
:
Infection Control infection 1. Cuci
dengan control
luka operasi
post Risk contol
tangan
sebelum
dan
sesudah
1. Untuk menghindari terjadi
infeksi
pada klien
Kriteria hasil :
melakukan
1. Klien bebas dari tanda
tindakan
melindungi pada
keperawatan
saat
dan gejala infeksi 2. Mengidentifikasi
2. Gunakan baju,
2. Untuk
melakukan
tindakan
proses
penularan
sarung tangan
penyakit, faktor yang
sebagai
mempengaruhi
pelindung
penularan
3. Menunjukkan kemampuan mencegah infeksi
alat 3. Untuk mengetahui
serta 3. Monitor tanda
penatalaksanaannya
dan
gejala
resiko infeksi untuk 4. Lakukan
timbulnya
keperawatan
tidaknya
tanda
terjadi infeksi 4. Untuk mengetahui
perawatan
keadaan
luka
klien
dengan
mengganti balutan
ada
luka
operasi
luka
5. Untuk mengurangi terjadinya infeksi
5. Berikan terapi 6. Agar klien dan antibiotik
keluarga
dapat
(sesuai
mengerti
dan
anjuran
mengetahui tanda
dokter)
dan gejala resiko
6. Ajarkan klien dan keluarga tanda
gejala
resiko infeksi dan perawatan
cara
infeksi dan cara perawatan luka
luka 7.
Defisit
NOC :
perawatan Activity intolerance diri
1.
NIC :
Mobility
Self
Care
physical Assistance
impaired
1. Kaji
Untuk
mengetahui keadaan kebersihan
Self care deficite hygiene
kebersihan
2. Agar klien
Sensory
fisik klien
dan keluarga
perception,
auditory disturbed
2. Berikan
tahu
Kriteria Hasil :
informasi
pentingnya
1. Klien tampak bersih
pada klien
kebersihan
dan
diri
keluarga
3.
Agar
tentang
badan
klien
pentingny
tampak
a
bersih
perawatan
tidak bau
dan wangi 2. Personal hygine klien terpenuhi 3. Mampu
untuk
mempertahankan kebersihan
dan
penampilan rapi secara
diri
mandiri dengan atau
3. Bantu
tanpa alat bantu
klien dalam pemenuha n personal hygine
dan
(mandi, gosok gigi, cuci rambut ) 8.
Ansietas
NOC :
NIC :
berhubunga Axiety self control n
Anxiety Reduction
dengan Axiety level
(penurunan
kurangnya Coping
kecemasan)
informasi
Kriteria hasil :
1. Gunakan
tentang
1. Klien
penyakit
mampu
mengidentifikasi
dan
mengungkapkan gejala cemas
mengungkapkan menunjukkan untuk
pendekatan
menggunakan
yang
teknik
menenangkan
pendekatan
2. Dengarkan
2. Mengidentifikasi,
dengan penuh dan
perhatian
teknik 3. Identifikasi
mengontrol
cemas
1. Dengan
tingkat kecemasan
3. Postur tubuh, ekspresi 4. Instruksikan
pasien
tidak
merasa cemas 2. Agar
klien
merasakan kenyamanan 3. Mengetahui sejauhmana
wajah, bahasa tubuh
klien
tingkat
dan tingkat aktivitas
menggunakan
kecemasan klien
menunjukkan
teknik
berkurangnya
relaksasi
4. Teknik relaksasi nafas
dalam
kecemasan
5. Berikan obat
untuk
untuk
mengurangi rasa
mengurangi
nyeri
kecemasan (5)
5. Untuk mengurangi atau menghilangkan rasa cemas
2.3.6 Implementasi Keperawatan Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan.(16)
2.3.7 Evaluasi Keperawatan Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan pasien dengan tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali ke dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang (reassessment).(16)
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1
Pengkajian
3.1.1
Identitas 1. Identitas Klien Nama pasien
: Ny. W
Umur
: 19 tahun
Suku / bangsa
: Jawa
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
: Mengurus rumah tangga
Alamat
: Desa Setu patok Blok sibacin Rt. 01/Rw 02
Tanggal masuk
: 03- 02 – 2019
No medrek
: 767217
Ruang
: Melati
Diagnosa Keperawatan
: Post operasi Laparatomi hari ke 2
Tanggal pengkajian
: 05 - 02 - 2019
2. Identitas penanggung jawab Nama suami
: Tn. T
Umur
: 27 tahun
Suku / bangsa
: Jawa
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pedagang
Alamat
: Desa Setu patok Blok sibacin Rt 01/Rw 04
3.1.2
Keluhan utama Nyeri perut sebelah kiri pada bagian bawah
3.1.3
Alasan masuk ke rumah sakit Menurut klien sejak 3 bulan yang lalu klien merasakan nyeri di bagian perut bawah sebelah kiri dan menjalar ke atas sampai ke ulu hati. Pada tanggal 31 januari 2019 klien segera memeriksakan ke klinik dr. S, kemudian klien dianjurkan untuk di USG karena terdapat benjolan di perut sebelah kiri pada bagian bawah arah vertikal. Setelah di USG ternyata benjolan tersebut dipastikan kista ovarium dan di anjurkan untuk operasi, klien masuk RSUD Gunung Jati Kota Cirebon tanggal 03 Februari 2019 jam 19.00 WIB.
3.1.4
Riwayat kesehatan sekarang Klien mengatakan ia meraskan nyeri pada luka operasi (post op), luka bekas operasi di perut sebelah kiri pada bagian bawah ± 10 cm arah vertikal masih basah tertutup kassa perban. Klien tampak meringgis kesakitan menahan nyeri. Nyeri bertambah berat apabila melakukan aktivitas/bergerak dan sangat mengganggu aktivitas, nyeri berkurang apabila istirahat, nyeri dirasakan seperti di tusuk-tusuk pada skala 5 dengan skala numerik 0-10 untuk waktu ± 8 menit.
3.1.5
Riwayat kesehatan dahulu Klien mengatakan pernah mengalami operasi kelenjar tyroid pada saat SMP. Dan klien mengatakan tidak pernah memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan sistem reproduksi serta tidak pernah mengalami penyakit kronis atau menular dan menurun seperti Hipertensi, DM dan lain-lain.
3.1.6
Riwayat kesehatan keluarga Klien mengatakan bahwa di keluarganya ada yang memiliki penyakit hipertensi yaitu ibu klien.
3.1.7
Riwayat perkawinan Klien mengatakan menikah pada tahun 2017 dan sekarang klien memiliki anak usia 1 tahun.
3.1.8
Genogram
Keterangan : : Perempuan : Laki- laki : Pasien : Garis keturunan : Tinggal serumah
3.1.9
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu Tabel 3.1 Riwayat kehamilan, persalinan, Nifas yang lalu
Anak Ke No Tahun
Kehamilan Umur
Bersalin
Penyulit
Jenis
Tidak
Normal
Anak
Penolong Penyulit
BB
TB
2800
34
gram
cm
kehamilan 1.
2017
9 bulan
Dokter
-
ada
3.1.10
Riwayat menstruasi Klien mengatakan menarche pada usia 13 tahun, siklus nya teratur 1 bulan sekali dan lamanya menstruasi selama 7 - 8 hari. Keluhan yang dirasakan pada awal haid klien mengeluh sakit saat haid datang HPHT 14 januari 2019 berwarna merah pucat.
3.1.11
Riwayat keluarga berencana Klien mengatakan tidak menggunakan jenis KB apapun.
3.1.12
Pola – pola fungsi kesehatan Tabel 3.2 Kebutuhan Dasar Khusus
No
Kegiatan
Dirumah
Di RS
(1)
Pola Nutrisi
Frekuensi
3x / hari
3x / hari
Jumlah
1 porsi habis
Klien
1) Makan
dapat
menghabiskan ½
porsi
tanpa
bantuan
orang
lain Jenis
Keluhan
Nasi,
lauk,
(2)
lauk,
buah
sayur, buah
Tidak ada
Nafsu
2) Minum 3) Frekuensi
sayur, Bubur,
makan
berkurang 7-8 gelas / hari
5-6 gelas/ hari
Jumlah
2000 cc
1600 cc
Jenis
Air putih, Teh
Air putih
Keluhan
Tidak ada
Tidak ada
Frekuensi
9-10x / hari
Terpasang DC
Jumlah
Tidak terhitung
700cc / 4 jam
Warna
Kuning jernih
Kuning jernih
Bau
Khas
Khas
Keluhan
Tidak ada
Tidak ada
1x / hari
BAB
Pola Eliminasi
1) BAK
2) BAB Frekuensi
1x/hari
Menggunakan pispot Konsistensi
Lembek
Lembek
(3)
Warna
Kuning
Kuning
Bau
Khas
Khas
Keluhan
Tidak ada
Tidak ada
2x/hari
1x / hari di seka
Pola Personal Hygiene
1) Mandi
oleh perawat pada pagi hari, tetapi masih
terasa
lengket 2) Gosok gigi
2x/hari
Belum, lamanya 3 hari
semenjak
masuk RS 3) Mencuci rambut
3x/minggu
Belum, lamanya 3 hari
dari
semenjak masuk RS 4) Gunting kuku
1x/minggu
Belum,
kuku
pendek,
dan
bersih (4)
Pola isirahat & tidur
1) Lama tidur
7-8 jam/ hari
2-3 jam / hari terganggu karena klien
mengeluh
nyeri pada daerah luka operasi. 2) Kebiasaan sebelum tidur
Nonton tv
Ngobrol
3) Keluhan
Tidak ada
Nyeri di daerah luka operasi
(5)
Pola akttivitas & latihan
1) Kegiatan
Beres-beres rumah
Belum
bangun
dari tempat tidur, hanya mengobrol 2) Waktu bekerja
04.00 s/d selesai
-
Cepat lelah
Nyeri di daerah
3) 4) Keluhan
luka operasi 5) Olahraga
3.1.13
2x/minggu
-
Pola hubungan dengan peran Klien mengatakan pola hubungan dengan keluarganya terjalin dengan baik dan peran klien sebagai ibu rumah tangga.
3.1.14
Pola sensori dan kognitif Klien mengatakan pola sensorinya merasakan nyeri akibat luka operasi dan pola kognitif kurangnya perawatan luka.
3.1.15
Pemeriksaan fisik 1. Keadaan umum Keadaan umum klien lemah, klien tampak meringgis kesakitan, tampak tidak nyaman, adanya nyeri tekan pada luka operasi di perut kiri bagian bawah arah vertikal ± 10 cm yang ditutupi kassa perban. dengan kesadaran composmentis. E:4, M;5, V:6 Tekanan Darah
: 130/90 mmHg
Pernafasan
: 20x/ menit
Nadi
: 92x/ menit
Suhu
: 36,6 0C
Berat badan
: 64 kg
Tinggi badan
: 150 cm
2. Kepala Inspeksi
: Bentuk kepala bulat, kulit kepala kotor, rambut berwarna hitam, tebal dan lurus, tetapi rambut terlihat kusam.
Palpasi
: Tidak ada nyeri tekan, tidak ada, benjolan dikulit kepala.
3. Mata Inspeksi :
Letak mata simetris antara kanan dan kiri, sklera anikterik konjungtiva anemis, reaksi pupil isokor pada kedua mata saat diberi rangsangan cahaya, lapang
pandang baik kesegala arah, tidak menggunakan alat bantu penglihatan, penglihatan baik terlihat ketika klien mampu membaca nama perawat yang terpasang dikerudung. Palpasi
: Tidak ada nyeri tekan saat dipalpasi.
4. Hidung Inspeksi
: Bentuk hidung simetris antara kana dan kiri, lubang hidung terlihat bersih, fungsi penciuman baik terbukti dapat membedakan minyak kayu putih dan minyak wangi.
Palpasi
: Tidak ada nyeri tekan saat dipalpasi.
5. Mulut dan tenggorokan Inspeksi
: Keadaan mulut tampak kotor tercium bau mulut tidak sedap saat berbicara, bibir lembab, bentuk simetris, gigi terlihat kuning, warna gusi merah muda dan tidak ada pembengkakan, lidah warna merah keputihan, lidah masih berfungsi dengan baik dapat membedakan rasa manis pahit dan asin, tidak tampak pembesaran tonsil, tidak ada lesi.
6. Telinga Inspeksi :
Letak kedua telinga simetris, kedua lubang
telinga
bersih, tidak ada serumen, fungsi pendengaran masih baik.
Palpasi
: Tidak ada nyeri tekan saat palpasi.
7. Leher Inspeksi
: Tidak terlihat adanya kelenjar tyroid, pergerakan leher baik bisa tengok kanan kiri tanpa rasa sakit.
Palpasi
: Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba kelenjar tyroid, fungsi menelan baik.
8. Dada Inspeksi
: Bentuk dada normal, simetris antara kanan dan kiri, pengembangan dada simetris, frekuensi nafas 20x/ mnt, irama regular.
Palpasi
: Tidak ada nyeri tekan.
Perkusi
: Terdengar bunyi resonan pada semua area kedua paru.
Auskultasi : Bunyi
nafas
bronkhovesikuler,
tidak
terdengar
wheezing dan ronkhi. 9. Payudara Inspeksi
: Mamae membesar, aerolla mamae hitam, papillia mamae kanan dan kiri menonjol, terjadi pembentukan ASI .
Palpasi
: Tidak ada nyeri tekan.
10. Ekstremitas 1) Ekstremitas atas Inspeksi : Kedua lengan simetris, pada lengan kanan terpasang infus RL 20 tpm. kedua lengan simetris dan tidak ada
lesi, pergerakan baik kesegala arah dengan kekuatan otot 5 pada kedua lengan. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, cafillary reffil Time< 2 detik.
2) Ekstremitas bawah Inspeksi : Kedua kaki simetris, tidak terlihat varises, tidak ada odem, adanya kelemahan otot pada kaki, klien hanya berbaring ditempat tidur belum bisa berjalan karena masih nyeri dengan luka operasi kekuatan otot kedua kaki 4. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan. Perkusi : Reflek patella positif. 11. Pemeriksaan abdomen Inspeksi :
Terdapat luka insisi arah vertikal post operasi ± 10 cm, keadaan baik tidak terdapat tanda-tanda infeksi seperti kemerahan atau keluarnya pus.
Auskultasi : Bising usus 8x/ menit. Palpasi
: Adanya nyeri tekan.
12. Sistem Perkemihan Genetalia terdapat bercak darah sedikit, terpasang DC, pengeluaran urin ± 700 cc dengan warna kuning, dan BAB 1x/hari menggunakan pispot dengan warna kuning khas.
13. Sistem integumen Rambut
: Berwarna hitam, terlihat kurang bersih terdapat ketombe, tebal dan lurus, rambut terlihat kusam.
Kulit
: Berwarna coklat sawo matang, tidak ada lesi, adanya nyeri tekan pada perut terdapat luka operasi pada perut ± 10 cm ditutup kassa perban.
Kuku
: Terlihat bersih, kuku pendek.
14. Sistem Reproduksi Adanya pengeluaran darah dari vagina, genetalia terpasang DC, terdapat luka operasi laparatomi pengangkatan kista pada ovarium kiri. 3.1.16 Data sosial Klien mengatakan hubungan sosial dengan keluarga dan masyarakat terjalin dengan baik. 3.1.17
Data Psikososial 1) Persepsi ibu tentang keluhan/penyakit? Klien mengatakan lega karena operasi pengangkatan kista berjalan dengan lancar. 2) Apakah keadaan ini menimbulkan perubahan terhadap kehidupan sehari-hari? Ya, karena klien harus istirahat yang cukup terlebih dahulu. 3) Harapan yang ibu inginkan?
Klien mengatakan segera sembuh dan pulih setelah operasi agar bisa beraktivitas seperti biasanya . 4) Ibu tinggal dengan siapa? Klien tinggal bersama suami dan anaknya yang berumur 1 tahun. 5) Siapa orang yang terpenting bagi ibu? Klien mengatakan orang terpentignya adalah suami dan anaknya 6) Sikap anggota keluarga terhadap keadaan saat ini Keluarganya selalu menemani klien di rumah sakit terutama suaminya yang selalu mensupport klien untuk segera pulih kembali. 3.1.18
Data spiritual Klien mengatakan yakin bahwa penyakit yang timbul adalah cobaan dari allah Swt dan akan kembali pulih sehat seperti dahulu, setelah operasi ada gangguan dalam melaksanakan ibadah terasa nyeri jika banyak bergerak.
3.1.19
Data penunjang 1. Laboratorium Tanggal periksa : 03- 02- 2019 Waktu sampel
: 03- 02- 2019 20:59
Tabel 3.3 Hasil laboratorium tanggal 03 - Februari 2019 Pemeriksaan HEMATOLOGI Darah rutin
Hasil
Nilai rujukan
Satuan
Interpretasi
Hemoglobin
11.4
12-18
g/dL
Rendah
19350
4500-13000
/uL
Tinggi
Trombosit
424
150-400
10^3/uL
Normal
Eritrosit
4.10
3.8-5.4
10^6/uL
Normal
Hematokrit
32.8
37-54
%
Rendah
MCV
80.1
82-98
mikro m3
Rendah
MCH
27.9
27-34
Pg
Normal
MCHC
34.8
32-36
g/dL
Normal
RDW CV
15.8
11-16
%
Normal
Bleeding Time
4’00”
1-3
menit:detik
-
Clotting Time
5’00”
2-6
menit:detik
-
HbsAG
Negatif
Negatif
-
-
ANTI HIV
Negatif
Negatif
-
-
Lekosit
SEROLOGI
Tanggal periksa
: 04 – 02 - 2019
Waktu sampel
: 04- 02 - 2019 16:01
Tabel 3.4 Hasil labolatorium tanggal 04 februari 2019 Pemeriksaan
Hasil
Nilai rujukan
Satuan
Interpretasi
g/dL
Rendah
HEMATOLOGI Darah rutin Hemoglobin
8.7
12-18
Lekosit
11860
4500-13000
/uL
Normal
Trombosit
387
150-400
10^3/uL
Normal
Eritrosit
3.16
3.8-5.4
10^6/uL
Rendah
Hematokrit
25.2
37-54
%
Rendah
MCV
80.0
82-98
mikro
Rendah
m3 MCH
27.4
27-34
Pg
Normal
MCHC
34.3
32-36
g/dL
Normal
RDW CV
15.7
11-16
%
Normal
Tanggal periksa
: 05- 02- 2019
Waktu sampel
: 05- 02- 2019 18:32
Tabel 3.5 Hasil Laboratorium tanggal 05 Februari 2019 Pemeriksaan
Hasil
Nilai rujukan
Satuan
Interpretasi
HEMATOLOGI Darah rutin Hemoglobin
9.4
12-18
g/dL
Rendah
Lekosit
5760
4500-13000
/uL
Normal
Trombosit
384
150-400
10^3/uL
Normal
Eritrosit
3.27
3.8-5.4
10^6/uL
Normal
Hematokrit
26.6
37-54
%
Rendah
MCV
81.2
82-98
mikro m3
Rendah
MCH
28.7
27-34
Pg
Normal
MCHC
35.3
32- 36
g/dL
Normal
RDW CV
15.3
11-16
%
Normal
2. USG Pemeriksaan USG pada tanggal 31 januari 2019 ditempat praktek dr.S 3. Rontgen Pemeriksaan foto Thorax tidak ada kelainan. Terapi yang didapat
Tabel 3.6 Terapi yang didapat Tanggal
Nama obat
Dosis
Cara pemberian
05- 02- 2019
Cefotaxim
2 x 1 gram
Intravena
Ketorolac
30 mg
Intravena
Metronidazole
2 x 500 gram
Intravena
Cefotaxim
2 x 1 gram
Intravena
Cefadroxil
2 x 500 mg
Oral
Ketorolac
30 mg
Intravena
Metronidazole
3 x 500 mg
Intravena
Cefotaxim
2 x 1 gram
Intravena
Cefadroxil
2 x 500 mg
Oral
Ketorolac
30 mg
Intravena
Metronidazole
3 x 500 mg
Intravena
06- 02- 2019
07 – 02 – 2019
3.2
Analisa Data
Tabel 3.7 Analisa Data No Data 1. 1.
DS : -
-
pada area luka operasi.
Cistoma ovari
Klien mengatakan nyeri
bertambah berat apabila
Klien mengatakan nyeri
Ansietas Komplikasi peritonis
seperti ditusuk-tusuk.
Nyeri yang dirasakan
Peritonitis
mengganggu aktivitas. Lokasi terjadinya nyeri diperut bagian sebelah kiri. -
Kurang pengetahuan
bergerak.
-
Kurang informasi
Klien mengatakan nyeri
melakukan aktivitas/
-
Infeksi ovarium
beristirahat.
-
Masalah
Klien mengatakan nyeri
berkurang apabila
-
Etiologi
Dengan skala nyeri 5 dengan skala numerik
Resiko pendarahan Nyeri
Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d Luka post operasi
(0-10). -
Timbulnya nyeri secara terus-menerus dengan durasi ± 8 menit.
DO : -
Wajah klien terlihat meringis kesakitan.
-
Klien tampak lemah.
-
Adanya nyeri tekan pada luka operasi pada perut.
-
Terdapat luka post operasi diperut bawah sebelah kiri ±10 cm vertikal masih basah dengan tertutup kassa perban .
-
Tidur siang dan malam terganggu karena mengeluh nyeri.
-
TTV TD : 130/90 mmHg N : 92 x/mnt P : 20 x/mnt S : 37,0 0 C.
2.
DS : Klien mengatakan ada luka operasi diperut, klien mengatakan tidak nyaman.
Infeksi ovarium
Resiko infeksi b.d
Luka post operasi
Cistoma ovari Histerektomi
DO : - Terdapat luka post operasi hari ke-2 dengan
Converektomi,
panjang ± 10 cm pada
kistektomi
perut kiri bagian bawah
arah vertikal yang masih basah dan ditutup oleh kassa perban. - Leukosit : 4760 u / L
Luka operasi Diskontinuitas jaringan Port d’ entri Resiko infeksi
3.
DS : -
Klien mengatakan mandi 1x/hari diseka oleh perawat pada pagi hari.
-
Infeksi ovarium Cistoma ovari
Klien mengatakan belum
Pembesaran ovarium
mencuci rambut lamanya
3 hari semenjak masuk
Rupture ovarium
Defisit perawatan diri
RS. -
Klien mengatakan BAB 1x/hari menggunakan pispot.
-
Klien terlihat masih
Hipolisisa
asam
laktat kelebihan
Tangan kanan terpasang
Mandi 1x/hari, pada pagi
Keadaan mulut tercium bau tidak sedap karena belum menggosok gigi 3 hari dari semenjak masuk Rs.
-
Gigi terlihat kuning.
-
Terpasang DC 700cc/ 4 jam.
-
Metabolism menurun
berbaring di tempat tidur.
hari oleh perawat. -
Gangguan perfusi
menggosok gigi semenjak
infus. -
jaringan
Do :
-
Resiko perdarahan
Klien mengatakan belum
masuk RS.
-
Keadaan rambut terlihat
Gangguan metabolisme Defisit perawatan diri
kusam karena belum mencuci rambut.
3.3
Diagnosa 1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan Luka post operasi 2. Resiko infeksi berhubungan dengan Luka post operasi 3. Defisit perawatan diri
3.4
Intervensi Keperawatan Nama
: Ny. W
Umur
: 19 tahun
No. RM : 767217 Tabel 3.8 Intervensi No Tanggal 1.
Diagnosa
Tujuan (Noc) dan KH
Intervensi (Nic)
Rasional
05 – 02 -
Gangguan rasa nyaman :
Tujuan jangka panjang
1. Monitor TTV
1. Untuk
2019
Nyeri b.d luka post operasi
nyeri berkurang / hilang
DS :
Tujuan jangka pendek :
-
Klien mengatakan nyeri
Setelah dilakukan tindakan
secara
pada area luka operasi.
3x24 jam di harapkan
Klien mengatakan nyeri berkurang apabila
-
beristirahat.
mengetahui
keadaan umum klien 2. Lakukan pengkajian nyeri 2. Untuk
mengetahui
komperhensif
nyeri
termasuk
lokasi,
klien
dengan kriteria hasil :
karakteristik,
durasi,
komperhensif
1. Mengontrol nyeri
frekuensi,
( tahu penyebab nyeri
faktor
kualitas
dan
lokasi,
yang
diraskan secara dari
karakteristik,
durasi, frekuensi nyeri,
-
-
-
-
-
Klien mengatakan nyeri
mampu menggunakan
bertambah berat apabila
teknik non farmakologi
penanganan
melakukan aktivitas/
untuk mengurangi nyeri,
(farmakologi
dengan
atau meredakan rasa
bergerak.
mencari bantuan )
menggunakan teknik tarik
nyeri untuk ketepatan
nafas dalam dan distraksi)
melakukan manajemen
Klien mengatakan nyeri
2. Melaporkan bahwa
seperti ditusuk-tusuk.
nyeri berkurang dengan
Nyeri yang dirasakan
menggunakan
mengganggu aktivitas.
manajemen nyeri
Lokasi terjadinya nyeri
(skala, intensitas,
kiri.
frekuensi, dan tanda
Dengan skala nyeri 5
nyeri)
(0-10).
dan
4. Anjurkan
lakukan
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
kualitas dan faktor
nyeri 3. Untuk
istirhat
yang
cukup
mengurangi
nyeri 4. Dengan istirahat yang cukup
3. Mampu mengenali nyeri
diperut bagian sebelah
dengan skala numeric
3. Pilih
dapat
mempercepat 5. Berikan
analgetik
obat
untuk
mengurangi
nyeri
(sesuai
dengan
dokter )
pemulihan
tenaga
untuk beraktivitas
anjuran 5. Untuk atau
mengurangi menghilangkan
rasa nyeri
-
Timbulnya nyeri secara terus-menurus dengan durasi ± 8 menit.
DO : -
Wajah klien terlihat meringis kesakitan.
-
Klien tampak lemah.
-
Adanya nyeri tekan pada luka operasi pada perut.
-
Terdapat luka post operasi diperut bawah sebelah kiri ± 10 cm vertikal masih basah dengan tertutup kassa
berkurang 1.
perban. -
Tidur siang dan malam terganggu karena mengeluh nyeri.
-
TTV TD : 130/90 mmHg N : 92 x/mnt P : 20 x/mnt S : 37,0 0 C.
2.
05 – 02 -
Resiko tinggi infeksi b.d
Tujuan jangka panjang
2019
luka post operasi
resiko infeksi teratasi
DS : Klien mengatakan ada Tujuan jangka pendek :
1. Cuci tangan sebelum dan
1. Untuk
sesudah melakukan
terjadi
tindakan keperawatan
klien
luka operasi diperut,
Setelah dilakukan tindakan
2. Gunakan baju, sarung
klien mengatakan
keperawatan selama 3x24
tangan sebagai alat
2. Untuk
menghindari infeksi
pada
melindungi
pada saat melakukan
tidak nyaman. DO : Terdapat luka post operasi hari ke- 2
jam diharapkan kriteria hasil: 1. Klien bebas dari tanda
dengan panjang ± 10 cm pada perut kiri
dan gejala infeksi 2. Menunjukan
bagian bawah arah
kemampuan untuk
vertikal yang masih
mencegah timbulnya
basah dan ditutup
infeksi
kassa perban .
3. Menunjukkan prilaku
- Leukosit : 5760 u/ L
hidup sehat
pelindung
tindakan keperawatan
3. Monitor tanda dan gejala infeksi 4. Lakukan perawatan luka
3. Untuk mengetahui ada
dengan mengganti balutan
tidaknya tanda terjadi
luka operasi
infeksi
5. Berikan terapi antibiotik (sesuai anjuran dokter ) 6. Ajarkan klien dan keluarga
4. Untuk mengetahui keadaan luka klien
tanda dan gejala resiko 5. Untuk mengurangi
-
infeksi dan cara perawatan terjadinya infeksi luka 6. Agar klien dan keluarga dapat
mengerti dan mengetahui tanda dan gejala resiko infeksi dan cara perawatan luka 3.
05 – 02 -
Defisit perawatan diri
Tujuan jangka panjang
2019
DS :
defisit perawatan diri
kebersihan
keadaan kebersihan
-
teratasi
fisik klien
klien
Klien mengatakan mandi 1x/hari diseka oleh
-
1. Kaji
2. Memberikan
1. Untuk mengetahui
2. Agar
klien
perawat pada pagi hari.
Tujuan jangka pendek :
informasi
keluarga
Klien mengatakan belum
Setelah dilakukan tindakan
pada klien
pentingnya
mencuci rambut lamanya keperawatan 3x24 jam
dan keluarga
kebersihan diri
3 hari dari semenjak
diharapkan kriteria hasil :
tentang
masuk RS.
1. Klien tampak bersih dan
pentingnya
dan tahu
3. Agar badan klien tampak bersih dan
-
Klien mengatakan BAB 1x/hari menggunakan pispot.
-
Klien mengatakan belum
wangi 2. Personal hygine klien terpenuhi 3. Mampu untuk
perawatan diri 3. Bantu klien dalam
menggosok gigi 3 hari
mempertahankan
pemenuhan
dari semejak masuk Rs.
kebersihan dan
personal
Do :
penampilan rapi secara
hygine
-
Klien terlihat masih
mandiri dengan atau
(mandi,
berbaring di tempat
tanpa alat bantu
gosok gigi,
tidur. -
Tangan kanan terpasang infus.
-
Mandi 1x/hari, pada pagi hari oleh perawat.
cuci rambut)
tidak bau
-
Keadaan mulut tercium bau tidak sedap karena belum menggosok gigi.
-
Gigi terlihat kuning.
-
Terpasang DC 700cc/ 4 jam.
-
Keadaan rambut terlihat kusam karena belum mencuci rambut.
3.5
Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Hari ke 1 Tabel 3.9 Implementasi hari ke 1
Tgl/waktu 05 – 02 – 2019 08.00 WIB
Dx Gangguan rasa
Implementasi 1. Memonitor TTV
Respon 1. Klien bersedia saat dilakukan pemeriksaan TTV
nyaman : Nyeri b.d
TD : 130/90mmHg
Luka post operasi
N : 92x/m P : 20x/m S : 36,60C
08.10 WIB
2. Melakukan pengkajian nyeri secara
2. Klien tampak meringis kesakitan dengan skala
komperhensif termasuk lokasi,
nyeri 5. Klien tampak tidak nyaman adanya
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
nyeri tekan pada daerah abdomen, adanya luka
dan faktor
operasi pada perut bawah kiri arah vertikal ± 10 cm yang masih basah dengan tertutup kassa perban.
Paraf
Tgl/waktu
Dx
08.20 WIB
Implementasi 3. Melakukan penanganan nyeri non
Respon 3. Klien tampak mengikuti teknik relaksasi nafas
farmakologi dengan
dalam dan distraksi yang diajarkan. Klien
Menggunakan teknik tarik nafas dalam
tampak kesakitan
dan distraksi 08.30 WIB
4. Menganjurkan istirahat yang cukup
4. Klien mengikuti anjuran, klien istirahat.
08.40 WIB
5. Memberikan Obat injeksi IV analgesic
5. Klien bersedia diberikan obat ketorolac 30
(sesuai dengan anjuran dokter ) ketorolac
mg/kolapas, pengurang nyeri.
30mg.
Obat berhasil disuntikan melalui IV sesuai dengan dosis yang dianjurkan dokter
05 – 02 –
Resiko tinggi
2019
infeksi b.d Luka
08.50 WIB
post operasi
1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah 1. Mencuci tangan dengan 6 langkah melakukan tindakan keperawatan 2. Menggunakan alat pelindung diri
Paraf
Tgl/waktu
09.00 WIB
Dx
Implementasi
Respon
2. Menggunakan baju, sarung tangan sebagai 3. Tidak ada tanda-tanda gejala infeksi seperti alat pelindung
kemerahan, dan pus
09.10 WIB
3. Memonitor tanda dan gejala infeksi
09.20 WIB
4. Melakukan
perawatan
luka
dengan
mengganti balutan luka operasi 09.30 WIB
4. Klien mau saat akan dilakukan ganti balutan, Luka operasi pada perut kiri bagian bawah masih basah ± 10 cm arah vertikal
5. Memberikan terapi antibiotik cefotaxim 5. Klien 2x1 gram / (Iv selang )
09.40 WIB
Paraf
6. Mengajarkan klien dan keluarga tanda dan gejala resiko infeksi dan cara perawatan luka
bersedia
diberikan
obat
antibiotik
cefotaxim 2x1 gram / (Iv selang ) Obat berhasil disuntikan melalui Iv sesuai dengan dosis yang dianjurkan dokter 6. Klien mengatakan masih kebingungan Klien dan keluarga tampak mendengarkan dan menyimak
Tgl/waktu
Dx
05 – 02 –
Defisit perawatan
2019
diri
Implementasi
Respon
1. Mengkaji kebersihan fisik klien
tercium bau, gigi kuning dan tercium 2. Memberikan informasi pada klien dan keluarga
tentang
pentingnya
perawatan diri 10.20 WIB
1. Klien bersedia saat dilihat kebersihannya Klien tampak kurang bersih, rambut
09.50 WIB 10.00 WIB
Paraf
3. Membantu klien dalam pemenuhan
bau tidak sedap saat berbicara 2. Klien
dan
keluarga
tampak
mendengarkan dan memahami 3. Klien bersedia saat perawat melakukan
personal hygine (mandi, gosok gigi,
personal hygine
cuci rambut)
Klien tampak sudah madi 1x/hari diseka pada pagi hari, klien sudah menggosok gigi, Klien sudah mencuci rambut.
Tabel 3.10 Evaluasi Hari ke 1 No
Tanggal /
Diagnosa keperawatan
Evaluasi
Paraf
05 – 02 –
Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d
S : - Klien mengatakan nyeri pada luka operasi
2019
Luka post operasi
Waktu 1.
13.00 WIB
- Klien
mengatakan
nyeri
berkurang
apabila
beristirahat. - Klien mengatakan nyeri bertambah berat apabila banyak
bergerak
dan
sangat
mengganggu
aktivitasnya - Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk - Klien mengatakan
skala nyeri 4 dengan skala
numerik (0-10) - Klien mengatakan timbulnya nyeri secara terus menerus dengan durasi ± 5 menit.
O : - Klien tampak lemah - Terdapat luka operasi kista di perut bagian bawah sebelah kiri ± 10 cm arah vetikal - TD : 120/80 mmHg N : 88x/m P : 20x/m S : 36,6 0C A : Masalah belum teratasi P : Lanjutkan intervensi I : - Monitor TTV - Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif - Lakukan penanganan nyeri non farmakologi dengan tarik nafas dalam dan distraksi - Berikan obat injeksi
2.
05 – 02 –
Resiko infeksi b.d Luka post
S :-
2019
operasi
-Klien mengatakan masih kebingungan dengan materi
13.30 WIB
Klien mengatakan adanya luka operasi diperut.
resiko infeksi dan cara perawatan luka O : - Tampak luka operasi pada perut sebelah kiri bagian bawah arah vertikal ± 10 cm yang masih basah tertutup kassa perban. A : Masalah belum teratasi P : Lanjutkan intervensi I : - Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan - Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung diri - Monitor tanda dan gejala resiko infeksi - Lakukan perawatan luka dengan mengganti
balutan luka -Mengajarkan klien dan keluarga tanda dan gejala resiko
infeksi
dan
cara
perawatan
luka
(menggunakan penkes dan leafleat) -Berikan terapi antibiotik cefotaxim melalui (Iv selang ) 3.
05 – 02 – 2019 14.00 WIB
Defisit perawatan diri
S : - Klien mengatakan badannya terasa lebih segar dan bersih O :- Klien tampak bersih, gigi sudah tampak putih dan tidak bau, rambut klien terlihat rapi A : Masalah teratasi sebagian P : Intervensi dilanjutkan I :-Kaji kebersihan fisik klien - Bantu klien dalam pemenuhan personal hygine (mandi,
gosok gigi)
3.6 Implementasi dan Evaluasi Hari ke 2 Tgl/
Dx
Implementasi
Respon
Paraf
06- 02-
Gangguan rasa nyaman :
1. Memonitor TTV
1. Klien bersedia saat dilakukan TTV.
2019
Nyeri b.d Luka post operasi
waktu
TTV dalam batas normal.
08.00
TD : 120/80mmHg
WIB
N : 80x/m P : 20x/m S : 36,7 0C
08.10
2. Melakukan pengkajian nyeri secara
2. Klien
mengatakan
nyeri
sedikit
WIB
komperhensif termasuk lokasi,
berkurang dengan skala nyeri 4 (skala
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
normal) adanya nyeri tekan pada daerah
dan faktor
abdomen, adanya luka operasi pada perut kiri bagian bawah arah vertikal ±10 cm dengan tertutup kassa perban
08.20 WIB
08.30 WIB
3. Melakukan penanganan nyeri non
3. Klien melakukan teknik relaksasi nafas
farmakologi dengan menggunakan
dalam saat nyeri datang dan klien
teknik tarik nafas dalam dan distraksi
tampak sedikit nyaman.
4. Memberikan Obat injeksi IV analgesic
4. Klien bersedia diberikan obat ketorolac,
( Sesuai dengan anjuran dokter )
pengurang nyeri berkurang
ketorolac 30mg
Klien mau diberikan obat ketorolac 30 mg/kolpas obat berhasil disuntikan melalui (Iv sesuai dengan dosis yang dianjurkan dokter).
06- 02-
Resiko infeksi b.d luka post
2019
operasi
08.40 WIB
1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah
1. Mencuci tangan dengan 6 langkah
melakukan tindakan keperawatan
2. Menggunakan alat pelindung diri
2. Menggunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung diri
infeksi seperti kemerahan, dan pus
08.50
3. Memonitor tanda dan gejala infeksi
WIB
4. Melakukan perawatan luka dengan
09.00
mengganti balutan luka operasi
WIB 09.10 WIB
3. Tidak ditemukan tanda-tanda gejala
5. Memberikan
terapi
obat
4. Klien mau saat dilakukan ganti balutan luka Luka operasi masih basah diperut
antibiotik
cefotaxim 2 x 1 gram / (Iv selang )
bawah sebelah kiri ± 10 cm ditutup dengan kassa perban
6. Mengajarkan klien dan keluarga secara
5. Klien bersedia saat diberikan obat
09.20
singkat tanda dan gejala resiko infeksi
antibiotik cefotaxim 2x1 gram
WIB
dengan
melalui (Iv selang )
09.30
leaflat perawatan luka agar tidak terjadi
Obat berhasil disuntikan melalui Iv
WIB
infeksi:
sesuai dengan dosis dokter
menggunakan
penkes
dan
Pengertian resiko infeksi
6. Klien dan keluarga medengarkan d,
Tujuan perawatan luka
6. Klien mendengarkan dan
Tanda dan gejala infeksi pada luka
menyimak ,klien tidak mengajukan
post operasi Langkah-langkah pencegahan infeksi pada luka post operasi Makanan yang dapat mempercepat proses penyebuhan luka operasi Cara perawatan luka post operasi dirumah Memberi kesempatan kepada klien dan keluarga untuk bertanya Memberikan pertanyaan kepada klien dan keluarga prosedur
pertanyaan dan klien menjawab dengan benar saat diberikan pertanyaan
perawatan luka 06- 02-
Defisit perawatan diri
1. Mengkaji kebersihan fisik klien
1. Klien bersedia saat dilihat
2019
kebersihannya
10.00
Klien terlihat belum mandi, kulit
WIB
lengket dan rambut berantakkan
10.10 WIB
2. Membantu klien dalam pemenuhan personal hygine
2. Klien bersedia saat perawat melakukan personal hygine Klien mengatakan badannya terasa lebih segar dan bersih Klien sudah mandi 1x/hari diseka oleh perawat, klien sudah menggosok gigi
Evaluasi Hari ke 2 No
Tanggal /
Diagnosa keperawatan
Evaluasi
Paraf
06 – 02 – 2019
Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d
S : - Klien mengatakan nyeri sedikit berkurang
12.30 WIB
Luka post operasi
Waktu 1.
- Klien mengatakan apabila nyeri teknik relaksasi dan distraksi selalu dilakukan - Klien
mengatakan
nyeri
berkurang
apabila
beristirahat - Klien mengatakan nyeri bertambah berat apabila banyak gerakan - Klien mengatakan nyeri yang dirasakan sedikitsedikit mengganggu aktivitasnya - Klien mengatakan lokasi terjadinya nyeri perut dibagian bawah sebelah kiri.
- Klien mengatakan skala nyeri 3 dengan skala numerik (0-10). - Klien mengatakan timbulnya nyeri secara terus menerus dengan durasi ± 5 menit. O : Lokasi operasi pada perut kiri bagian bawah vertikal ± 10 cm tertutup kassa perban TD : 110/80 mmHg N : 86 x/m P : 20 x/m S: 36,60C A : Masalah teratasi sebagian P : Lanjutkan intervensi I : - Monitor TTV -Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif
- Berikan obat ketorolac injeksi sesuai dengan anjuran dokter 2.
06 – 02 – 2019
Resiko infeksi b.d Luka post
S : Klien mengatakan adanya luka operasi pada perut
13.00 WIB
operasi
O : - Adanya luka operasi pada perut kiri bagian bawah arah ± 10 cm arah vertikal tertutup kassa perban -
Klien dan keluarga tampak sudah paham materi yang sudah diajarkan
A : Masalah teratasi sebagian P : Intervensi dilanjutkan I : - Cuci tangan sebelum dan susdah melakukan tindakan keperawatan - Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung - Monitor tanda dan gejala infeksi - Lakukan ganti balutan luka operasi
- Berikan terapi cefotaxim 2x1 gram - Mengingat kembali materi resiko infeksi dengan penkes perawatan luka yang sudah di berikan 3.
06 – 02 – 2019 14.00 WIB
Defisit perawatan diri
S : Klien mengatakan badannya sudah bersih dan wangi O : -Klien tampak bersih dan segar - Tidak tercium bau yang tidak sedap A : Pertahankan intervensi P : Intervensi dilanjutkan I:-Kaji kebersihan fisik klien -Membantu klien dalam pemenuhan personal hygine (mandi, gosok gigi)
3.7 Implementasi dan Evaluasi Hari ke 3 Tgl/ waktu
Dx
Implementasi
Respon
Paraf
07 – 02 –
Gangguan rasa nyaman
1. Monitor TTV
1. Klien bersedia saat dilakukan TTV
2019
:Nyeri b.d Luka post
TTV dalam batas normal :
08.30 WIB
operasi
TD : 120/80 mmHg N : 82 x/menit P : 20 x/menit S : 36,6 0C
08.40 WIB
08.50 WIB
2. Melakukan pengkajian nyeri secara
2. Klien
mengatakan
nyeri
berkurang
komperhensif termasuk lokasi,
dengan skala 3 (skala numerik 0 - 10)
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
adanya
dan faktor
abdomen, adanya luka operasi pada
3. Memberikan Obat injeksi IV analgesic
nyeri
tekan
pada
daerah
perut kiri bagian bawah ± 10 cm ,
(Sesuai dengan anjuran dokter ) ketorolac
membaik dengan tertutup kassa perban.
30mg
Klien tampak nyaman dan rileks. 3. Klien bersedia diberikan obat (keterolac) pengurang nyeri Klien tampak nyaman obat berhasil disuntikan melalui IV sesuai dengan dosis yang dianjurkan.
07 – 02 –
Resiko tinggi infeksi
2019
b.d Luka post operasi
1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah 1. Mencuci tangan dengan 6 langkah melakukan tindakan keperawatan
09.00 WIB 09.10 WIB
2. Menggunakan baju, sarung tangan sebagai 2. Menggunakan alat pelindung diri alat pelindung
3. Tidak terdapat tanda - tanda infeksi
09.20 WIB
3. Monitor tanda dan gejala infeksi
09.30 WIB
4. Melakukan
perawatan
luka
seperti pus dan kemerahan dengan 4. Klien mau saat dilakukan ganti balutan
mengganti balutan luka operasi 09.40 WIB
5. Memberikan terapi antibiotik cefotaxim 2x1 gram / (Iv selang )
09.50 WIB
6. Mengingat kembali materi tanda gejala resiko infeksi dan cara perawatan luka yang sudah diberikan
luka Luka operasi diperut membaik ± 10 cm ditutup dengan kassa perban, klien tampak tenang dan rileks 5. Klien bersedia saat diberikan obat antibiotik cefotaxim 2x1 gram melalui (Iv selang ) Obat berhasil disuntikan melalui Iv sesuai dengan dosis dokter 6. Klien bersedia mengulangi materi yang sudah diajarkan Klien tampak memahami
07-03-2019 10.10 WIB
Defisit perawatan diri
1. Mengkaji kebersihan fisik klien
1. Klien terlihat sudah bersih dan
10.20 WIB
2. Membantu klien dalam pemenuhan
rambut sudah rapi
personal hygine
2. klien mengatakan sudah bisa mandi sendiri. Sudah bisa bangun dari tempat tidur.
Evaluasi Hari ke 3 No
Tanggal /
Diagnosa keperawatan
Implementasi
Paraf
07 - 02 – 2019
Gangguan rasa nyaman : Nyeri
S : - Klien mengatakan nyeri berkurang dan lebih
12.30 WIB
b.d Luka post operasi
Waktu 1.
nyaman - Klien
mengatakan
nyeri
berkurang
apabila
beristirahat - Klien mengatakan nyeri bertambah berat apabila
terlalu lama melakukan aktivitas - Klien mengatakan nyeri seperti berdenyut-denyut - Klien mengatakan nyeri yang dirasakan tidak terlalu mengganggu aktivitasnya - Klien mengatakan lokasi terjadinya nyeri diperut bagian bawah sebelah kiri - Klien mengatakan skala nyeri 3 dengan skala numeri (0-10) - Klien mengatakan timbulnya nyeri hilang timbul dengan durasi ± 3 menit O : - Klien tampak nyaman, klien tenang, luka operasi pada perut kiri bagian bawah arah vertikal ± 10cm tertutup kassa perban sudah lebih membaik. - TD : 120/80 mmHg
- N : 90x /m - R : 20 x/m - S : 36,5 0C A : Masalah teratasi P : Intervensi dihentikan 2.
07-02-2019
Resiko tinggi infeksi b.d Luka
13.00 WIB
post operasi
S : - Klien mengatakan sudah lebih nyaman dan rileks - Klien mengatakan mengerti tentang tanda gejala resiko infeksi dan cara perawatan luka operasi O : - Klien tampak nyaman, luka operasi sudah lebih membaik pada perut kiri bagian bawah arah vertikal ± 10cm tertutup kassa perban ,tidak ada tanda infeksi seperti pus dan kemerahan - Klien perawat
dapat
menyimpulkan
tentang
cara
kembali
perawatan
bersama
luka
untuk
mencegah resiko infeksi dan tanda resiko infeksi - Klien bisa menjawab pertanyaan dari perawat A : Masalah teratasi P : Intervensi dihentikan 3.
07- 03 – 2019 14.00 WIB
Defisit perawatan diri
S : Klien mengatakan sudah bisa perawatan diri tanpa dibantu orang lain O : - Klien tampak sudah bersih dan rapih -DC sudah dilepas - BAB 1x sudah tidak menggunakan pispot - Tidak tercium bau tidak sedap A : Masalah teratasi sepenuhnya P : intervensi dihentikan ( Pasien pulang )
BAB IV PEMBAHASAN
Selama penulis melakukan asuhan keperawatan pada Ny. W di RSD Gunung Jati Kota Cirebon terdapat kesenjangan-kesenjangan yang ditemukan antara teori yang terdapat pada Bab II dengan realita yang disajikan pada Bab III Asuhan keperawatan yang dilaksanakan penulis pada dasarnya terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang dilakukan guna memenuhi kebutuhan psikososial dan spiritual bila menghubungkan tujuan pembinaan teoritis dan kenyataan yang ditemukan dilapangan. Penulis menemukan beberapa masalah yang memerlukan pembahasan yang berhubungan dengan asuhan keperawatan yang diberikan, yaitu : 4.1
Pengkajian Keperawatan Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan infomasi atau data tentang klien untuk mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien yang meliputi bio psikologi, sosiologi, spiritual secara komperhensif. Dalam mencari data dan informasi yang dibutuhkan, penulis tidak mengalami kesulitan karena klien dan keluarga cukup kooperatif. Klien menunjukkan sikap terbuka dan mau memberikan informasi yang dibutuhkan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.
Pada tinjauan kasus dilakukan pengkajian pada Ny. W pada tanggal 05 februari 2019 Dengan post operasi kista ovarium didapatkan data klien mengatakan nyeri pada perut bagian bawah sebelah kiri ± 10 cm arah vertikal masih basah tertutup kassa perban. Klien tampak meringis kesakitan dan lemah menahan nyeri. Nyeri bertambah berat apabila melakukan aktivitas atau bergerak dan sangat mengganggu aktivitasnya, nyeri berkurang apabila istirahat, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk pada skala 5 dengan skala numerik 0 - 10 untuk waktu ± 8 menit.
4.2
Diagnosa Keperawatan Berdasarkan literatur yang ada, terdapat 8 diagnosa keperawatan. Adapun diagnosanya yaitu : 1. Resiko perdarahan berhubungan dengan komplikasi terkait penyakit (komplikasi peritonitis) dan efek samping terkait perdarahan histerektomi 2. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan reflek muntah, penurunan tingkat kesadaran ( tindakan efek anastesi ) 3. Konstipasi berhubungan dengan peristaltic usus 4. Resiko cidera berhubungan dengan efek samping terkait agen farmasutikal ( Obat anastesi ) 5. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan luka post operasi 6. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi 7. Defisit perawatan diri
8. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit Sesuai dengan data yang ada pada klien Ny. W ditemukan diagnosa sebagai berikut, hal ini sama dengan diagnosa keperawatan yang ada dalam teori. Adapun diagnosa keperawatan tersebut adalah : 1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan luka post operasi Klien mengatakan nyeri pada area luka operasi klien mengatakan nyeri berkurang apabila beristirahat, klien mengatakan nyeri bertambah berat apabila melakukan aktivitas atau bergerak, nyeri dirasakan seperti ditusuk - tusuk,
nyeri sangat menggangu aktivitasnya, lokasi
terjadinya nyeri diperut bagian bawah sebelah kiri pada skala 5 dengan skala numerik 0 - 10 untuk waktu ± 8 menit.. Data objektifnya didapatkan data klien tampak meringis kesakitan dan lemah, adanya nyeri tekan pada luka operasi perut. Terdapat luka post operasi diperut bawah sebelah kiri ± 10 cm arah vertikal masih basah tertutup kassa perban, tidur siang dan malam terganggu karena mengeluh nyeri Hasil pengukuran tanda-tanda vital didapatkan : TD : 130/90 mmHg N : 92 x/mmHg P : 20 x/menit S : 36,6 0C 2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi di dapatkan data klien mengatakan ada luka operasi diperut, klien mengatakan tidak nyaman. Data objektifnya didapatkan terdapat luka operasi hari ke -2
dengan panjang ± 10 cm pada perut kiri bagian bawah arah vertikal yang masih basah dan tertutup kassa perban, leukosit : 5760 u /L. 3. Defisit perawatan diri diangkat karena terdapat data yang menunjang pada saat pengkajian klien mengatakan mandi 1 x/hari diseka oleh perawat pada pagi hari, klien mengatakan belum mencuci rambut 3 hari semenjak masuk RS, dan klien mengatakan BAB menggunakan pispot. Data objektifnya didapatkan klien terlihat masih berbaring ditempat tidur, tangan kanan terpasang infus, mandi 1x/ hari pada pagi hari oleh perawat, keadaan mulut tercium bau tidak sedap karena belum menggosok
gigi, gigi terlihat kuning, Terpasang Dc
700cc/4jam, keadaan rambut terlihat kusam karena belum mencuci rambut. Diagnosa keperawatan yang tidak ditemukan dilapangan, antara lain : 1. Resiko perdarahan berhubungan dengan komplikasi terkait penyakit (komplikasi peritonitis) dan efek samping terkait perdarahan histerektomi 2. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan reflek muntah, penurunan tingkat kesadaran ( tindakan efek anastesi ) 3. Konstipasi berhubungan dengan peristaltic usus 4. Resiko cidera berhubungan dengan efek samping terkait agen farmasutikal ( Obat anastesi ) 5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit
Diagnosa keperawatan tersebut tidak ditemukan, karena tidak ada data yang mendukung adanya diagnosa keperawatan tersebut.
4.3
Perencanaan Dalam tiga masalah keperawatan yang muncul pada kasus, selanjutnya dibuat rencana keperawatan sebagai acuan dalam melakukan tindakan keperawatan secara tepat sesuai kebutuhan klien. Rencana yang telah dibuat selanjutnya diaplikasikan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi klien. Dari perencanaan yang dibuat ditemukan adanya kesenjangan antara rencana teori dengan kasus yang ditemukan, dimana rencana yang tidak ada diteori tetapi ada di rencana kasus. Kesenjangan ini terdapat pada diagnosa ke dua yaitu Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi menjelaskan tanda dan gejala resiko infeksi dengan memberikan informasi tentang cara merawat luka, dimana pada rencana teori tidak ada rencana di berikan media lain seperti leaflet pada saat penkes tetapi pada perencana kasus terdapat rencana seperti itu karena agar klien dan keluarga klien dapat membaca dan mengingat serta dapat melakukan perawatan luka dirumah sehingga tidak terjadi infeksi. Perencanaan dari masing-masing diagnosa, antara lain : 1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan luka post operasi kista ovarium Perencanaan pada diagnosa ini antara lain : 1) Monitor TTV
2) Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor 3) Lakukan penanganan nyeri non farmakologi dengan menggunakan teknik tarik nafas dalam dan distraksi 4) Anjurkan klien untuk istirahat yang cukup 5) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri. 2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi 1) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan 2) Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung 3) Monitor tanda dan gejala infeksi 4) Lakukan perawatan luka dengan menganti balutan luka operasi 5) Berikan terapi antibiotik sesuai anjuran dokter 6) Ajarkan klien dan keluarga tanda dan gejala resiko infeksi dan cara perawatan luka. 3. Defisit perawatan diri 1) Kaji kebersihan fisik klien 2) Berikan informasi pada klien dan keluarga tentang pentingnya perawatan diri 3) Bantu klien dalam pemenuhan personal hygine (Mandi, gosok gigi, cuci rambut ).
4.4
Tindakan Keperawatan Tindakan keperawatan dilakukan selama tiga hari dari masingmasing diagnosa sesuai dengan intervensi yang sudah di buat. Semua intervensi (rencana tindakan) dapat terlaksana sesuai dengan tahapan yang telah dibuat dan melibatkan klien dan keluarganya. Tindakan dari masing-masing diagnosa antara lain : 1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan luka post operasi kista ovarium 1) Mengkaji TTV 2) Melakukan pengkajian nyeri secara komperhensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,frekuensi, kualitas, dan faktor 3) Melakukan
penanganan
nyeri
non
farmakologi
dengan
menggunakan teknik tarik nafas dalam dan distraksi 4) Menganjurkan klien untuk istirahat yang cukup 5) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri. Dalam melakukan tindakan pada diagnosa pertama tidak ada hambatan, klien kooperatif semua rencana dapat dilakukan secara bertahap dilakukan dalam 3 x 24 jam sesuai dengan rencana pada teori. 2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi 1) Cuci
tangan
sebelum
dan
sesudah
melakukan
keperawatan 2) Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
tindakan
3) Monitor tanda dan gejala infeksi 4) Lakukan perawatan luka dengan menganti balutan luka operasi 5) Berikan terapi antibiotik sesuai anjuran dokter 6) Ajarkan klien dan keluarga tanda dan gejala resiko infeksi dan cara perawatan luka . Dalam melakukan tindakan pada diagnosa kedua penulis menemukan hambatan ketika mengajarkan klien dan keluarga tanda dan gejala resiko infeksi dan cara perawatan . Dimana klien dan keluarga terlihat kebingungan untuk memahami kata demi kata, maka dari itu penulis memberikan media seperti leaflet agar klien dan keluarga bisa memahami, mengingat dan melakukannya ketika dirumah, dilakukan sesuai dengan rencana pada teori 3 x 24 jam. 3. Defisit perawatan diri 1) Kaji kebersihan fisik klien 2) Berikan informasi pada klien dan keluarga tentang pentingnya perawatan diri 3) Bantu klien dalam pemenuhan personal hygine (Mandi, gosok gigi, cuci rambut ) Dalam melakukan tindakan pada diagnosa ketiga tidak menemukan hambatan, semua dilakukan secara bertahap atas kerjasama klien dan keluarga dilakukan dalam 3 x 24 jam sesuai dengan rencana pada teori.
4.5
Evaluasi Evaluasi pada Ny. W dengan post operasi kista ovarium dilakukan secara formatif dan sumatif. Evaluasi secara formatif telah dilakukan secara kontinyu guna menilai hasil dari proses keperawatan yang telah dilakukan. Pada evaluasi sumatif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama tiga hari pada masing-masing diagnosa semua masalah teratasi. 1. Pengkajian Pada saat dilakukan pengkajian klien dan keluarga kooperatif sehingga tidak ditemukan kesulitan untuk mengumpulkan data. 2. Diagnosa Evaluasi pada diagnosa bisa dilihat dari masing-masing diagnosa, antara lain : 1) Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan luka post operasi kista ovarium Evaluasi pada diagnosa pertama klien mengatakan nyeri yang dirasakan tidak terlalu mengganggu aktivitasnya , timbulnya nyeri hilang timbul skala nyeri 3 dengan skala numerik 0-10. Data objektif didapatkan klien tampak nyaman. 2) Resiko Infeksi berhubungan dengan luka operasi
Evaluasi pada diagnosa kedua klien mengatakan sudah lebih nyaman, klien mengatakan mengerti tentang tanda gejala resiko infeksi dan cara perawatan luka operasi. Data objektif di dapatkan klien mampu menjawab pertanyaan dari perawat tentang tanda gejala resiko infeksi dan cara perawatan luka. 3) Defisit perawatan diri Evaluasi pada diagnosa ketiga klien mengatakan badannya sudah bisa perawatan diri tanpa dibantu orang lain. Data objektif didapatkan klien tampak bersih dan rapih, DC sudah dilepas, BAB 1x sudah tidak menggunakan pispot, klien tidak tercium bau tidak sedap. 3. Intervensi Semua intervensi yang dibuat sesuai antara teori dengan dilapangan dan semua intervensi dapat terlaksana tanpa ada hambatan. 4. Implementasi Semua implementasi dapat dilakukan atas kerjasama klien dan keluarga. 4.6
Dokumentasi Untuk pendokumentasian tidak mengalami hambatan dan dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan prospek Rumah Sakit.
4.7
Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat 1.
Faktor Pendukung
1) Adanya kerjasama yang baik antara mahasiswa dengan klien dan keluarga dalam proses keperawatan. 2) Adanya dukungan dari pembimbing lapangan dan pembimbing akademik dalam membimbing mahasiswa untuk menentukan kasus dan selama proses keperawatan berlangsung. 3) Adanya partisipasi aktif dari semua petugas ruangan di RSD Gunung Jati Kota Cirebon . 2.
Faktor Penghambat Faktor penghambat selama proses keperawatan penulis rasakan hanya penggunaan bahasa klien yang kadang tidak dimengerti oleh penulis.
BAB V PENUTUP
5.1
Simpulan Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Ny. W dengan post op kista ovarium diruang Melati RSD Gunung Jati Kota Cirebon, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengkajian Pengkajian pada Ny. W pada tanggal 05 februari 2019 dengan post operasi kista ovarium didapatkan data klien mengatakan nyeri pada perut bagian bawah sebelah kiri ± 10 cm arah vertikal masih basah tertutup kassa perban. Klien tampak meringgis kesakitan dan lemah menahan nyeri. Nyeri bertambah berat apabila melakukan aktivitas atau bergerak dan sangat mengganggu aktivitasnya, nyeri berkurang apabila istirahat, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk pada skala 5 dengan skala numerik 0 - 10 untuk waktu ± 8 menit. 2. Diagnosa keperawatan Jumlah diagnosa keperawatan yang ada diteori delapan diagnosa, lima diagnosa keperawatan tidak terdapat dalam kasus. Jadi diagnosa yang ditemukan pada kasus ada tiga hal ini data yang menunjang untuk menegakkan diagnosa keperawatan tersebut dan sesuai dengan diagnosa pada teori. 3. Intervensi Keperawatan
Pada tahap perencanaan, rencana keperawatan disusun sesuai dengan masalah keperawatan. Dalam memprioritaskan masalah keperawatan dilihat dari kebutuhan dan kondisi klien pada saat dilakukan pengkajian intervensi pada kasus sesuai dengan intervensi pada teori. 4. Implementasi Keperawatan Dalam melaksanakan intervensi keperawatan penulis tidak mendapat hambatan, semua intervensi (rencana tindakan) dapat terlaksana sesuai dengan tahapan yang telah dibuat dan melibatkan klien dan keluarganya. Hal ini dapat terlaksana karena dukungan dari klien dan keluarga, klien kooperatif dan mudah diajak kerjasama, menerima penjelasan ketika melakukan penyuluhan kesehatan dan penjelasan mengenai proses keperawatan. 5. Evaluasi Evaluasi dilaksanakan menggunakan evaluasi formatif dan evaluasi sumatif yang terdiri dari Subjektif, Objektif, Assesment, planning, dan Implementation (SOAPI). Penulis mengevaluasi dari setiap tindakan yang dilakukan pada Ny. W dengan post operasi kista ovarium dimana hasilnya masalah yang timbul pada klien telah teratasi semua. Evaluasi dilihat dari respon klien terhadap tindakan yang dilakukan dari tiga diagnosa keperawatan pada perencanaan tercapai dengan kurun waktu 3 hari sesuai dengan teori.
6. Dokumentasi Untuk pendokumentasian tidak ditemukan hambatan dan dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan prospek Rumah Sakit
5.2
Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis menyampaikan beberapa saran antara lain : 1. Penulis Perlu adanya peningkatan kemampuan dan ketrampilan dalam mencapai proses keperawatan, khususnya tentang asuhan keperawatan dengan post operasi kista ovarium 2. Insitusi pendidikan Institusi pendidikan agar dapat mengembangkan hasil penelitian (study kasus) ini sebagai hasil temuan untuk bahan pembelajaran pada perkuliahan, Serta dalam penyusunan Tugas Akhir hendaknya difokuskan pada penyusunan Tugas Akhir agar hasilnya maksimal 3. Institusi Rumah Sakit Diharapkan dapat mempertahankan mutu kualitas pelayanan kesehatan khususnya pada pasien post operasi kista ovarium 4. Pasien Saran yang perlu disampaikan pada klien adalah dapat mentaati larangan-larangan atau pantangan-pantangan agar tidak terjadi lagi
kista ovarium berulang, khususnya klien menjaga kesehatan tubuh dengan makanan bergizi dan olahraga rutin sesuai kemampuan.