1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dimulai sejak masa hamil, bayi, anak sekolah, dewasa, sampai usia lanjut atau yang dikenal dengan pendekatan siklus hidup. Setiap tahap dari siklus tersebut, manusia menghadapi masalah gizi yang berbeda yang harus diatasi dengan cepat dan tepat waktu. Menurut Depkes RI (2005), salah satu upaya untuk memperoleh tumbuh kembang yang baik adalah dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan, selanjutnya pemberian ASI dilanjutkan sampai bayi berumur 24 bulan. Oleh karena itu, menyiapkan dan mengajarkan ibu agar dapat memberikan ASI dengan benar merupakan bagian dari upaya peningkatan SDM. Karena bayi dan anak lebih sehat maka akan
menurunkan
angka
kesakitan
dan
kematian
bayi,
sekaligus
meningkatkan kualitas SDM yang bersangkutan (Anggrita, 2009). Melahirkan merupakan
pengalaman
yang menegangkan,
tetapi
sekaligus menggembirakan. Selain itu menyusui juga adalah suatu proses yang terjadi secara alami, makin dini bayi disusui, makin cepat dan lancar proses menyusui si kecil untuk memenuhi kebutuhannya sampai dengan waktu yang tidak ditentukan. Hal tersebut merupakan salah satu cara dari beberapa cara yang tidak disadari dan tidak dilakukan orang tua tetapi begitu vital bagi kehidupan bayi selanjutnya (Anggrita, 2009).
2
Hak bayi mendapat ASI diartikan mendapat ASI sesuai dengan resolusi World Health Assembly (WHA, 2001) dalam IDAI Cabang DKI Jakarta (2008), yaitu bayi mendapat ASI eksklusif sejak lahir sampai usia 6 bulan, selanjutnya diberikan MP-ASI dan pemberian ASI diteruskan sampai usia 2 tahun. Praktek pemberian ASI di negara berkembang telah berhasil menyelamatkan sekitar 1,5 juta bayi pertahun dari kematian dan kesakitan. Atas dasar tersebut World Health Organization (WHO) dalam Depkes RI (2005), merekomendasikan untuk hanya memberikan ASI sampai 6 bulan. Setiap tahunnya lebih dari 25.000 bayi di Indonesia dan 1,3 juta bayi di seluruh dunia dapat diselamatkan dari kematian dengan pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan penelitian WHO (2000) dalam Roesli (2008), di enam negara berkembang, risiko kematian bayi antara usia 9-12 bulan meningkat 40% jika bayi tersebut tidak disusui, untuk bayi berusia di bawah 2 bulan, angka kematian ini meningkat menjadi 48%. Menurut Sensus Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007 menunjukan bahwa pemberian ASI eksklusif terus menurun yang awalnya 42,2% pada tahun 2003 menurun menjadi 39,5%. Hasil laporan UPTD Puskesmas Mekarwangi tahun 2012 jumlah bayi 0-6 bulan pada bulan Januari tahun 2012 sebanyak 241 yang lulus ASI eksklusif sebanyak 23 (9,5%) pada bulan Pebruari jumlah bayi 0-6 bulan sebanyak 193 yang lulus ASI eksklusif sebanyak 28 (14,5%),
3
sedangkan untuk bulan Maret jumlah bayi 0-6 bulan sebanyak 250 yang lulus ASI eksklusif sebanyak 21 (8,4%). Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan mengalami penurunan, yaitu 39,5%. Hal ini terjadi juga pada bayi yang mendapat ASI dalam satu jam setelah dilahirkan, jumlahnya 3,7% sebaliknya dengan susu formula malah mengalami peningkatan yaitu menjadi 32,45% (Retnasih, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Anggrita (2009) menyatakan bahwa ada hubungan antara umur ibu dengan pemberian ASI eksklusif dengan nilai p value 0,031). Hal ini sejalan dengan penelitian Rohani (2007) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif dengan nilai p value 0, 012. Studi pendahuluan yang telah dilakukan penulis terhadap 10 orang ibu yang tidak menyusui bayinya secara eksklusif didapat 3 orang karena harihari pertama ASI tidak keluar, 3 orang karena ibu bekerja, dan 4 orang ibu karena tidak tahu manfaat ASI sehingga menganggap susu formula adalah susu terbaik bagi bayi. Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Mekarwangi Kabupaten Kuningan tahun 2012”.
4
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan
latar
belakang
tersebut
maka
dapat
dirumuskan
permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan antara faktor-faktor
yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif dengan
pemberian ASI eksklusif di
wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi
Kabupaten Kuningan Tahun 2012?”
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum Untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
berhubungan
dengan
pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi Kabupaten Kuningan tahun 2012. 1.3.2
Tujuan Khusus 1. Mengetahui gambaran tentang umur ibu 2. Mengetahui gambaran tentang pendidikan ibu 3. Mengetahui gambaran tentang pekerjaan ibu. 4. Mengetahui gambaran tentang paritas ibu. 5. Mengetahui gambaran tentang pengetahuan ibu. 6. Menganalisis hubungan antara faktor ibu (umur, pendidikan, pekerjaan, paritas dan pengetahuan ) ibu dengan pemberian ASI eksklusif.
5
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1
Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan program ASI eksklusif bagi tenaga kesehatan maupun masyarakat.
1.4.2
Manfaat Praktis 1. Bagi Ibu Menyusui Ibu mengetahui pentingnya pemberian ASI eksklusif untuk kesehatan bayinya. 2. Bagi Puskesmas Mekarwangi Dapat dijadikan bahan kajian dalam menentukan kebijakan terhadap peningkatan kesehatan ibu dan anak melalui program pemberian ASI eksklusif dan penerapan Undang-Undang pemberian ASI bagi tenaga kesehatan. 3. Bagi Bidan Sebagai kontrol terhadap seleksi promosi susu formula dengan peraturan pemerintah/UU no. 36 pasal 128 pasal 1 tentang pemberian ASI eksklusif 4. Bagi Prodi D-III Kebidanan STIKes Kuningan Dapat menambah sumber referensi dan sebagai dasar penelitian bagi peneliti yang lain terhadap pengembangan penelitian terkait masalah ASI eksklusif.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ASI Eksklusif 2.1.1 Pengertian ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi, sehingga pemberian ASI sangat dianjurkan dan dijadikan program pemerintah. Sedangkan yang dimaksud dengan ASI eksklusif adalah pemberian ASI pada bayi tanpa tambahan makanan lainnya ataupun cairan lainnya seperti susu formula, jeruk, madu, teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat apapun seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim sampai usia enam bulan (Roesli, 2001:3). Lebih lanjut menurut Dirjen Binkesmas (2002), ASI eksklusif yaitu pemberian hanya air susu ibu saja tanpa tambahan cairan atau makanan lain. Agar pemberian ASI Eksklusif dapat berhasil, selain tidak memberikan susu formula, perlu pula diperhatikan cara menyusui yang baik dan yang benar, yaitu tidak dijadual, ASI diberikan sesering mungkin, termasuk menyusui pada malam hari. Ibu menggunakan payudara kanan dan kiri secara bergantian tiap kali menyusui. Disamping itu posisi ibu bisa duduk atau tiduran dengan suasana tenang dan santai. Bayi dipeluk dengan posisi menghadap ibu. Hisapan mulut bayi pada pusting susu ibu harus baik, yaitu sebagian besar areola (bagian hitam sekitar putting) harus masuk seluruhnya ke mulut bayi.
7
Menurut Purwanti (2004:3), ASI eksklusif adalah pemberian air susu ibu sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadual dan tidak diberikan makanan tambahan lain walaupun hanya air putih sampai bayi berumur 6 bulan. 2.1.2 Manfaat Pemberian ASI dan ASI Eksklusif 1.
Manfaat Pemberian ASI Pemberian ASI mempunyai manfaat yang besar, baik bagi ibu, bagi bayi, bagi negara hingga bagi lingkungan. Adapun menurut Roesli (2002:6-14) manfaat pemberian ASI adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Pemberian ASI bagi Bayi ASI sebagai nutrisi yaitu merupakan sumber gizi yang sangat ideal komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI adalah makanan yang sempurna baik kualitas maupun kwantitasnya.ASI eksklusif meningkatkan kecerdasan karena dalam ASI terkandung nutrien-nutrien yang diperlukan untuk pertumbuhan otak bayi yang tidak ada atau sedikit sekali terdapat pada susu sapi antara lain. Taurin yaitu suatu bentuk zat putih telur yang hanya terdapat pada ASI. Laktosa merupakan hidrat arang utama dari ASI yang hanya sedikit sekali terdapat dalam susu sapi. Asam Lemak ikatan panjang (DHA, AA, Omega 3, Omega 6), merupakan asam lemak utama dari ASI yang terdapat sedikit dalam susu sapi.
8
2. Manfaat ASI bagi Ibu Menyusui akan mengurangi pendarahan setelah melahirkan, apabila bayi segera disusui setelah dilahirkan maka kemungkinan terjadi pendarahan setelah melahirkan akan berkurang, karena pada ibu menyusui terjadi peningkatan oksitosin yang berguna untuk menutup pembuluh darah sehingga pendarahan akan cepat berhenti. Mengurangi terjadinya anemia karena kekurangan zat besi akibat pendarahan. Ibu yang menyusui akan lebih cepat langsing kembali karena menyusui memerlukan energi maka tubuh akan mengambilnya dari lemak yang tertimbun selama hamil, sehingga berat badan ibu yang menyusui akan lebih cepat kembali ke berat badan sebelum hamil. Mengurangi
kemungkinan menderita kanker
pada ibu
yang
memberikan ASI eksklusif. ASI lebih ekonomis dan mudah karena menghemat pengeluaran untuk susu formula, perlengkapan untuk menyusui dan persiapan untuk pembuatan susu formula. 3. Manfaat ASI bagi Negara Penghematan devisa negara untuk pembelian susu formula, perlengkapan menyusui serta biaya menyiapkan susu. Penghematan untuk biaya sakit terutama sakit muntah, mencret, dan sakit saluran nafas. Penghematan obat-obat, tenaga dan sarana kesehatan.
9
Menciptakan generasi penerus bangsa yang tangguh dan berkualitas untuk membangun Negara. 4. Manfaat ASI bagi Lingkungan ASI akan mengurangi bertambahnya sampah dan polusi di udara. Dengan hanya memberi ASI manusia tidak memerlukan kaleng susu, karton dan kertas pembungkus, botol plastik dan karet. ASI tidak menambah polusi udara karena untuk membuatnya tidak memerlukan pabrik yang mengeluarkan asap dan tidak memerlukan alat transportasi.
2.
Manfaat Pemberian ASI Eksklusif a. Manfaat bagi Bayi Adapun manfaat ASI eksklusif bagi bayi (Roesli, 2005) adalah sebagai berikut. 1) ASI sebagai nutrisi dimana ASI sebagai makanan tunggal untuk memenuhi semua kebutuhan pertumbuhan bayi sampai usia 6 bulan 2) ASI meningkatkan daya tahan tubuh bayi karena mengandung berbagai zat anti kekebalan sehingga akan lebih jarang sakit. ASI juga mengurangi terjadinya mencret, sakit telinga dan infeksi saluran pernafasan serta terjadinya serangan alergi. 3) ASI eksklusif meningkatkan kecerdasan karena mengandung asam lemak yang diperlukan untuk pertumbuhan otak sehingga bayi ASI eksklusif potensial lebih pandai
10
4) ASI eksklusif meningkatkan jalinan kasih sayang sehingga dapat menunjang perkembangan kepribadian, kecerdasan emosional, kematangan spiritual dan hubungan sosial yang baik. b. Manfaat bagi Ibu Adapun manfaat ASI eksklusif bagi ibu bila memberikan ASI eksklusif (Roesli, 2005) yaitu: 1) Mengurangi perdarahan setelah melahirkan karena pada ibu menyusui terjadi peningkatan kadar oksitosin yang berguna juga untuk konstriksi/penutupan pembuluh darah sehingga perdarahan akan lebih cepat berhenti. 2) Mengurangi terjadinya anemia akibat kekurangan zat besi karena menyusui mengurangi perdarahan. 3) Menjarangkan kehamilan karena menyusui merupakan cara kontrasepsi yang aman, murah dan cukup berhasil. 4) Mengecilkan rahim karena kadar oksitosin ibu menyusui yang meningkat membantu rahim ke ukuran sebelum hamil. 5) Lebih cepat langsing kembali karena menyusui membutuhkan energi maka tubuh akan mengambilnya dari lemak yang tertimbun selama hamil. 6) Mengurangi kemungkinan menderita kanker. 7) Lebih ekonomis dan murah karena dapat menghemat pengeluaran untuk susu formula, perlengkapan menyusui dan persiapan pembuatan susu formula.
11
8) Tidak merepotkan dan hemat waktu karena ASI dapat diberikan segera tanpa harus menyiapkan atau memasak air. 9) Portabel dan praktis karena mudah dibawa keman-mana sehingga saat bepergian tidak perlu membawa berbagai alat untuk menyusui. 10) Memberi ibu kepuasan, kebanggaan dan kebahagiaan yang mendalam karena telah berhasil memberikan ASI eksklusif. c. Manfaat bagi Negara Pemberiaan ASI eksklusif akan menghemat pengeluaran Negara karena hal-hal berikut (Roesli, 2005). 1)
Penghematan devisa untuk pembelian susu formula, perlengkapan menyusui, serta biaya menyiapkan susu.
2)
Penghematan biaya rumah sakit terutama sakit muntah-mencret dan penyakit saluran pernafasan.
3)
Penghematan obat-obatan, tenaga dan sarana kesehatan.
4)
Menciptakan generasi penerus bangsa yang tangguh dan berkualitas untuk membangun Negara.
5)
Langkah
awal
untuk
mengurangi
bahkan
menghindari
kemungkinan terjadinya generasi yang hilang khususnya bagi Indonesia. 2.1.3 Kelebihan dan Kelemahan ASI Menurut Mardhiono (2004), kelebihan dan kekurangan ASI dibandingkan dengan susu formula adalah sebagai berikut:
12
a. Sumber Gizi Sempurna ASI : Mengandung zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi. Antara lain, faktor pembentuk sel-sel otak, terutama DHA, dalam kadar tinggi. ASI juga mengandung whey (protein utama dari susu yang berbentuk cair) lebih banyak daripada casein (protein utama dari susu yang berbentuk gumpalan) dengan perbandingan 65 : 35. Komposisi ini menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap oleh tubuh bayi. Susu formula : Tidak seluruh zat gizi yang terkandung di dalamnya dapat diserap oleh tubuh bayi. Misalnya, protein susu sapi tidak mudah diserap karena mengandung lebih banyak casein. Perbandingan whey dan casein dalam susu sapi adalah 20 : 80. b. Mudah Di Cerna ASI : Pembentukan enzim pencernaan bayi baru sempurna pada usia kurang dari 5 bulan. ASI mudah dicerna bayi karena mengandung enzim-enzim yang dapat membantu proses pencernaan. Susu formula : sulit dicerna karena tidak mengandung enzim pencernaaan. Akibatnya, lebih banyak sisa pencernaan yang dihasilkan dari proses metabolisme (proses pembakaran zat-zat di dalam tubuh menjadi energi, sel-sel baru, dan lain-lain) yang membuat ginjal bayi harus bekerja keras.
13
c. Komposisi Sesuai Kebutuhan ASI : Komposisi zat gizi ASI sejak hari pertama menyusui biasanya berubah dari hari ke hari. Misalnya kolostrum (cairan bening berwarna kekuningan yang biasanya keluar pada awal kelahiran) terbukti mempunyai kadar protein yang lebih tinggi, serta kadar lemak dan laktosa (gula susu) yang lebih rendah dibandingkan ASI mature (ASI yang keluar hari ke-10 setelah melahirkan). Kandungan kolostrum yang seperti ini akan membantu system pencernaan bayi baru lahir yang memang belum berfungsi optimal. Selain itu komposisi ASI pada saat mulai menyusui ( fore milk ) berbeda dengan komposisi pada akhir menyusui ( hind milk ). Kandungan protein fore milk (berwarna bening dan encer) tinggi, tetapi kandungan lemaknya rendah bila dibandingkan dengan hind milk (berwarna putih dan kental). Makanya, jangan terlalu cepat memindahkan bayi untuk menyusu pada payudara yang lain, bila ASI pada payudara yang sedang diisapnya belum habis. Susu formula: Komposisi zat gizinya selalu sama untuk setiap kali minum (sesuai aturan pakai). d. Mengandung Zat Pelindung ASI : Mengandung banyak zat pelindung, antara lain immunoglobulin dan sel-sel darah putih hidup. Selain itu, ASI mengandung faktor bifidus. Zat ini penting untuk merangsang pertumbuhan bakteri Lactobacillus bifidus yang membantu melindungi usus bayi dari
14
peradangan atau penyakit yang ditimbulkan oleh infeki beberapa jenis bakteri merugikan, seperti keluarga coli . Susu formula : hanya sedikit mengandung immunoglobulin, dan sebagian besar merupakan jenis yang “salah” (tidak dibutuhkan oleh tubuh bayi,. Selain itu, tidak mengandung sel-sel darah putih dan selsel lain dalam keadaan hidup. e. Cita Rasa Bervariasi ASI : Cita rasa ASI bervariasi sesuai dengan jenis senyawa atau zat yang terkandung di dalam makanan dan minuman yang di konsumsi ibu. Susu formula : Bercita rasa sama dari waktu ke waktu dengan standar rasa: vanilla, coklat, strawberry.
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi dalam Pemberian ASI Eksklusif Karakteristik ibu menyusui yang meliputi pekerjaan, umur dan pendidikan, paritas dan pengetahuan ibu menyusui dapat sebagai faktor penentuan pemberian ASI terutama ASI eksklusif. Adapun faktor sebagai penentuan pemberian ASI eksklusif adalah : 2.2.1 Pekerjaan Kesibukan dengan pekerjaan, sering kali membuat seorang ibu lupa dan tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Walaupun kepada ibu telah diajarkan bagaimana mempertahankan produksi ASI, yaitu dengan memompa ASI peras / perahnya selama ibu bekerja dan malam hari lebih
15
sering menyusui. Menurut Suharyono (2002), ternyata ibu yang bekerja, lebih cepat memberikan susu botol. Alasan yang dipakai ialah supaya membiasakan bayi menyusu dari botol bila nanti ditinggal bekerja. Masalah ibu yang bekerja memang terdapat hampir di seluruh dunia, kecuali di negara-negara Skandinavia dimana ibu mendapat cuti selama masih menyusui bayinya. Lebih lanjut menurut Harianja (2002), dalam pemberian ASI terutama ASI eksklusif, masalah yang prinsipil adalah bahwa ibu-ibu membutuhkan bantuan informasi yang mendukung sehingga menambah pengetahuan ibu serta keyakinan ibu bahwa mereka dapat menyusui bayinya secara eksklusif, tugas ini akan berdampak positif bila petugas kesehatan berpengetahuan yang cukup tentang memberikan informasi yang diperlukan oleh ibu menyusui. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Pusat penelitian bangsa Surabaya (2007) mengenai “Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu terhadap Pemberian ASI Eksklusif” didapatkan kesimpulan bahwa ibu yang bekerja hampir semua tidak memberikan bayinya ASI eksklusif dengan nilai p (< 0,05). Adapun pekerjaan ibu dapat dibedakan menjadi: 1. Pekerjaan didalam rumah meliputi: ibu rumah tangga, menjahit dan jasa online. 2. Pekerjaan di luar rumah meliputi: PNS, karyawan swasta, buruh, tani, wiraswasta, TNI/POLRI.
16
2.2.2 Umur Umur merupakan variabel yang selalu diperhatikan dalam penelitian-penelitian epidemiologi yang merupakan salah satu hal yang mempengaruhi pengetahuan. Umur adalah lamanya hidup seseorang dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan. Menurut Notoatmodjo (2003), semakin tinggi umur seseorang, maka semakin bertambah pula ilmu atau pengetahuan yang dimiliki karena pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman sendiri maupun pengalaman yang diperoleh dari orang lain. Lebih lanjut menurut Yahya (2003:6), bahwa proses pendidikan berlangsung sepanjang hayat, maksudnya yaitu orang akan belajar terus untuk meningkatkan kemampuannya, tetapi kegiatan ini atas tanggung jawab orang tuanya. Walau demikian ada usia tertentu yang disediakan untuk pendidikan, khususnya untuk pendidikan formal. Handayani (2007:51) menegaskan bahwa dalam kurun waktu reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan, persalinan dan menyusui adalah 20-35 tahun oleh sebab itu yang sesuai dengan masa reproduksi sangat baik dan sangat mendukung dalam pemberian ASI eksklusif, sedangkan umur < 20 tahun dianggap belum matang secara fisik, mental dan psikologi. Menurut Singgih (2008), mengemukakan bahwa makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan
17
mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun, bahwa umur 20-35 tahun merupakan usia produktif seseorang. Pada usia produktif merupakan usia yang optimal dalam menerima informasi dari lingkungan melalui panca indra dan dapat mempengaruhi pengetahuan. Umur ibu sangat menentukan kesehatan maternal dan berkaitan dengan kondisi kehamilan, persalinan dan nifas serta cara mengasuh bayinya. Ibu yang berumur kurang dari 20 tahun masih belum siap jasmani dan sosial dalam menghadapi
kehamilan,
persalinan
serta
membina
bayi
yang
dilahirkannya. Adapun pembagian umur menurut WHO (2009) dibagi menjadi: 1. umur beresiko (apabila umur ibu< 20 tahun atau > 35 tahun). 2. umur tidak beresiko (apabila umur ibu 20-35 tahun). 2.2.3 Pendidikan Menurut Notoatmodjo (2003), konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti didalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan yang lebih dewasa lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok dan masyarakat. Dalam kegiatan belajar mempunyai ciri-ciri yaitu: belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan pada diri individu, kelompok atau masyarakat yang sedang belajar, baik aktual maupun potensial. Ciri ke dua dari pendidikan adalah bahwa perubahan tersebut didapatkan karena kemampuan baru yang berlaku untuk waktu yang relatif lama. Ciri ketiga
18
adalah bahwa perubahan itu terjadi karena usaha dan disadari dan bukan karena kebetulan. Handayani (2007:54) menjelaskan bahwa pendidikan diperkirakan ada kaitannya dengan pengetahuan ibu menyusui dalam memberikan ASI eksklusif hal ini dihubungkan dengan tingkat pengetahuan ibu bahwa seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan tingkat pendidikan yang rendah. Menurut Wikepidia (2007), bahwa jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri dari: a. Pendidikan Dasar Meliputi sekolah dasar atau Madrasah Ibtidayah dan SMP atau MTs. b. Pendidikan Menengah Meliputi SMU dan kejuruan serta Madrasah aliyah c. Pendidikan Tinggi Meliputi Akademik, Institut, sekolah Tinggi dan Universitas. 2.2.4 Paritas Paritas berasal dari bahasa latin parare yang artinya melahirkan, menurut Dorland (2002:825), bahwa para yaitu keadaan wanita sehubungan dengan kelahiran anak yang dapat hidup, sedangkan jumlah anak adalah banyaknya (bilangan atau sesuatu yang dikumpulkan menjadi satu) keturunan kedua (Gulo, 2005:3). Wanita yang melahirkan satu keturunan dinamakan primipara, sedangkan wanita yang telah hamil dua kali atau lebih yang menghasilkan
19
janin hidup yaitu multipara, dan wanita yang telah hamil enam kali atau lebih yang menghasilkan janin hidup yaitu grandemultipara (Dorland. 2002: 688). Paritas
merupakan
salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi
pengalaman dan pengetahuan seseorang, sehingga dengan banyaknya pengelaman dan pengetahuan mampu memberikan hasil yang semakin baik.
Berdasarkan
penelitian
dengan
pendapat
Kitoyani
dalam
Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa semakin banyak ibu yang melahirkan maka akan semakin baik pula pengalaman yang ibu peroleh. Dari pengalaman itulah pengetahuan seseorang akan bertambah yang kemudian akan berdampak baik pada persalinan dan perawatan diri ibu. Pembagian paritas menurut Manuaba (2002:39) adalah sebagai berikut: 1. Primipara 2. Multipara 3. Grandemultipara 2.2.5 Pengetahuan 1. Pengertian Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan adalah keseluruhan fakta, kebenaran azas dan ketenangan yang diperoleh manusia. Pengetahuan menunjukan pada hal-hal yang diketahui sedangkan dalam kitab klasik ilmu logika, pengetahuan di definisikan sebagai suatu gambaran objek-objek eksternal yang hadir dalam pikiran manusia.
20
Secara etimologi pengetahuan adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri sedangkan menurut Krussak (2009), Knowledge is a fluid mix of framed experience, values, and expert insight that provides a framework for evaluating and incorporating new experiences an information, yang kira-kira bisa dimaknai bahwa pengetahuan merupakan campuran dari pengalaman, informasi kontektual, nilainilai dan wawasan ahli yang memberikan kerangka untuk mengevaluasi dan menggabungkan pengalaman-pengalaman baru dan informasi. 2. Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003), tingkat pengetahuan yang tercakup di dalam domain kognitif pada manusia mempunyai 6 tingkatan, yaitu: 1. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari sebelumnya, termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. 2. Memahami (Comprehension) Materi tersebut secara benar. Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan.
21
3. Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. 4. Analisis (Analysis) Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (Syntesis) Menunjukkan
pada
suatu
kemampuan
meletakkan
atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penelitian-penelitian
terhadap
suatu
objek.
Penelitian
itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri dengan menggunakan kriteria yang telah ada, pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan
dengan
wawancara
atau
angket
yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau respon dan ke dalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut.
22
3. Pengukuran Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat diukur dengan menggunakan pertanyaan baik secara lisan atau tulisan. Pertanyaan tersebut dapat dikelompokan menjadi 2 jenis yaitu: a. Pertanyaan Subjektif Misalnya pertanyaan essay, pertanyaan ini disebut subjektif karena penilaian untuk pertanyaan ini melibatkan faktor subjektif dari penilaian. b. Pertanyaan Objektif Misalnya pertanyaan pilihan ganda (multiple choice), benar-salah dan pertanyaan menjodohkan. Pertanyaan ini disebut dengan pertanyaan objektif yang mempunyai jawaban yang dapat dinilai secara pasti oleh penilai. Pengetahuan menurut Arikunto (2001) diperhitungkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 𝑓
𝑃 = x 100% 𝑁
Keterangan : P
: Persentase
f
: Jumlah pertanyaan yang dijawab benar
N
: Jumlah semua pertanyaan
23
Kemudian dikategorikan sebagai berikut: Baik
: skor jawaban benar > 75 %
Cukup
: Skor jawaban benar 50-75 %
Kurang
: Skor jawaban benar <50%
24
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
3.1
Kerangka konsep Berdasarkan tinjauan teoritis pada bab II , banyak faktor yang mempengaruhi dalam pemberian ASI eksklusif
meliputi: umur,
pendidikan, pekerjaan, paritas, penghasilan dan pengetahuan. Di bawah ini merupakan kerangka konsep tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif.
Variabel Bebas
Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI Eksklusif : 1. Umur 2. Pendidikan 3. Pekerjaan 4. Paritas 5. Pengetahuan
Variabel Terikat
Pemberian ASI Eksklusif
Bagan 3.1 : Kerangka Konsep Penelitian
25
3.2
Definisi Operasional Adapun definisi operasinal dari faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif adalah sebagai berikut : Tabel 3.1 : Definisi Operasinal
Variabel 1
Alat ukur
Cara ukur
Hasil ukur
Varibel bebas : Pekerjaan a. pekerjaan yang dilakukan didalam dan diluar rumah
Kuesioner
wawancara
1. Di luar rumah (PNS, karyawan swasta, buruh, tani, wiraswasta, TNI/POLRI) 2. Di dalam rumah (IRT, menjahit, jasa online)
b. Usia
Kuesioner
wawancara a. Beresiko (< 20 tahun dan > 35 tahun) b.Tidak beresiko (20-35 tahun)
Nominal
kuesioner
wawancara
Ordinal
c. Paritas
Pengertian
usia yang dicapai ibu semenjak dilahirkan sampai sekarang, dihitung dengan satuan tahun Jumlah persalinan yang pernah dialami ibu baik hidup maupun mati kecuali abortus
1. Primipara (paritas 1) 2. Multipara (paritas 23) 3. Grande multipara (paritas >4)
Skala ukur Nominal
26
2
d. pendidikan
Pendidikan formal terakhir yang pernah dicapai responden
Kuesioner
wawancara
1. Dasar (SD- Ordinal SMP) 2. Menengah (SMA) 3. Tinggi (DiplomaPT)
e. Pengetahuan
Tingkat pengetahua n ibu sebagai tingkat aplikasi tentang ASI eksklusif
Kuesioner
wawancara
1. Baik (76100%) 2. Cukup (5675%) 3. Kurang (<50%)
Ordinal
Pemberian ASI eksklusif
Pemberian ASI pada bayi tanpa tambahan makanan lainnya ataupun cairan lainnya sampai usia enam bulan
Observasi dokumen
Kohort ibu
1. ASI Eksklusif 2. ASI tidak Eksklusif
Nominal
27
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1
Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Adapun pengertian dari penelitian cross sectional menurut Notoatmodjo (2005:45) adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktorfaktor resiko dengan efek, dengan cara penelitian, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat, artinya tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan sekaligus karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan, berarti bahwa semua subjek penelitian diambil pada saat yang sama.
4.2
Populasi dan Teknik Sampling
4.2.1 Populasi Menurut Badriah (2009:80) bahwa populasi adalah sebagai kelompok subyek yang hendak dikenal generalisasi hasil penelitian. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu menyusui yang mempunyai bayi 11 bulan di desa Mekarwangi bulan januari sampai Juni 2012 sebanyak 254 orang.
28
4.2.2 Teknik Sampling Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling yaitu berdasarkan pertimbangan peneliti dengan keterbatasan waktu dan dana, sehingga pengambilan sampel berdasarkan kunjungan ibu yang mempunyai bayi umur 11 bulan yang memeriksakan bayinya ke Puskesmas dari tanggal 1 juli sampai 4 agustus 2012 sebanyak 50 orang.
4.3
Variabel Penelitian Menurut Notoatmodjo (2005:70) variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan peneliti tentang sesuatu konsep pengertian tertentu. Dalam hal ini variabel yang diteliti terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas penelitian yaitu umur ibu, pendidikan ibu, paritas, pekerjaan ibu dan pengetahuan ibu, sedangkan variabel terikatnya yaitu pemberiaan ASI eksklusif
4.4
Instrumen Penelitian Badriah (2008:90) menjelaskan bahwa instrumen merupakan sebagian alat pengumpulan data yang telah baku atau alat pengumpulan data yang memiliki standar validitas atau reabilitas. Instrumen penelitian yang digunakan adalah berupa kuesioner, dimana kuesioner merupakan suatu bentuk pengumpulan data yang sangat fleksibel, terperinci, lengkap dan relatif mudah digunakan. Kuesioner terdiri dari 20 item pertanyaan
29
pilihan ganda. Penilaian kuesioner dengan jawaban benar nilai = 1 dan jawaban salah nilai = 0.
4.5
Rancangan Analisa Data
4.5.1 Teknik Pengumpulan Data Menurut Budiarto (2003:29) pengolahan data dapat dilakukan melalui beberapa tahap yaitu: 1. Editing Yaitu memeriksa data yang telah dikumpulkan baik berupa daftar pertanyaan, kartu atau buku register. 2. Coding Yaitu pemberian kode pada semua variabel, terutama data klasifikasi untuk mempermudah pengolahan. Dimaksud kode disini adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk angka atau huruf yang memberi petunjuk atau identitas pada suatu informasi yang akan dianalisa. 3. Entry Yaitu data yang telah diberi kode, kemudian dimasukan dalam computer. 4. Tabulasi Penyusunan data merupakan pengorganisasian data sedemikian rupa agar dengan mudah dapat dijumlah, disusun, dan didata untuk disajikan dan dianalisa.
30
4.5.2 Analisa Data 1. Analisa Univariat Menurut Budiarto (2002) Analisa univariat dilakukan untuk melihat gambaran masing-masing variabel berdasarkan distribusi frekuensi, dengan cara merubah frekuensi tiap kelas kedalam bentuk persen ( %). Perubahan menjadi persentase dilakukan dengan membagi frekuensi (F) dengan hasil jumlah observasi (N) dan dikalikan 100% dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
𝑃=
𝑓 𝑥100% 𝑛
Keterangan : P : Hasil yang dicari ( persentase ) F : Frekwensi setiap Kategori N : Jumlah Responden Analisa Univariat merupakan analisa yang bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik ibu keluarga miskin dengan kejadian anemia. 2. Analisa Bivariat Analisis bivariat untuk mencari hubungan variabel bebas dengan variabel terikat dengan uji statistik yang disesuaikan dengan skala data yang ada. Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi-Square.
31
Menurut Budiarto (2001: 213) syarat – syarat uji Chi-Square adalah : 1. Jumlah sampel harus cukup besar untuk meyakinkan kita bahwa terdapat kesamaan antara distribusi teoretis dengan distribusi sampling chi-square 2. Pengamatan harus bersifat independen (unpaired). Ini berarti bahwa jawaban satu subjek tidak berpengaruh terhadap jawaban subjek lain atau satu subjek hanya satu kali digunakan dalam analisis. 3. Pengujian chi-square hanya dapat digunakan pada data deskrit (data frekuensi atau data kategori) atau data kontinu yang telah dikelompokan menjadi kategori. 4. Jumlah frekuensi yang diharapkan harus sama dengan jumlah frekuensi yang diamati. 5. Pada derajat kebebasan sama dengan 1 (tabel 2x2) tidak boleh ada nilai ekpektasi yang sangat kecil. Menurut Santosa (2000: 236), taraf signifikan yang digunakan adalah 95% dengan nilai kemaknaan 5%. Kriteria hubungan berdasarkan nilai p value yang dihasilkan dibandingkan dengan kemaknaan yang dipilih, dengan kriteria sebagai berikut: 1. Jika p value < 0,05 maka ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan pekerjaan dengan pemberian ASI eksklusif.
32
2. Jika p value > 0,05 maka tidak ada hubungan antara pengetahuan dan pekerjaan dengan pemberian ASI eksklusif. Menurut Nazir (2005: 408) Chi-Square menggunakan rumus sebagai berikut :
k
x2= ( O1 – E1 )2 i=1 E1
Keterangan : Oi = frekuensi yang diamati, kategori ke-i Ei = frekuensi yang diharapkan dari kategori ke-i k
4.6
= jumlah kategori
Lokasi dan Waktu Penelitian
4.6.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di UPTD Puskesmas Mekarwangi Kabupaten Kuningan 4.6.2 Waktu dan Jadual penelitian Penelitian dilakukan sejak bulan Mei 2012 sampai dengan Agustus 2012.
33
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1
Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Mekarwangi Kabupaten Kuningan tahun 2012 . Data penelitian ini diperoleh langsung dari kunjungan ibu yang mempunyai bayi umur 11 bulan yang memeriksakan bayinya ke Puskesmas dari tanggal 1 juli sampai 4 agustus 2012 sebanyak 50 orang.
5.1.1 Analisis Univariat 1. Gambaran Pemberian ASI Eksklusif Berikut ini disajikan data yang menggambarkan distribusi pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Mekarwangi Kabupaten Kuningan yang ditunjukan pada tabel 5.1 berikut ini. Tabel 5.1 Data Tabel Perilaku Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Mekarwangi Kabupaten Kuningan Tahun 2012 Pemberian ASI Eksklusif
Frekuensi
Persentase (%)
ASI Eksklusif
32
64,0
ASI tidak Eksklusif
18
36,0
Jumlah
50
100,0
Sumber : Hasil Penelitian Tahun 2012
34
Berdasarkan tabel 5.1 di atas dapat dijelaskan bahwa dari 50 responden, 32 orang (64,0%) ibu memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Sementara itu, 18 orang (36,0%) ibu tidak memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya. 2. Gambaran Umur Ibu Berikut ini disajikan data yang menggambarkan pemberian ASI eksklusif berdasarkan faktor umur di Puskesmas Mekarwangi Kabupaten Kuningan, yang ditunjukkan dalam tabel 5.2 sebagai berikut: Tabel 5.2 Distribusi Umur Ibu di Puskesmas Mekarwangi Kabupaten Kuningan Tahun 2012 Umur
Frekuensi
Persentase (%)
Beresiko (< 20 tahun dan > 35 tahun)
10
20,0
Tidak Beresiko (20-35 tahun)
40
80,0
Jumlah
50
100
Sumber : Hasil Penelitian Tahun 2012
Berdasarkan tabel 5.2 di atas dapat dijelaskan bahwa dari 50 responden, sebagian besar berada pada kategori umur tidak beresiko (20-35 tahun) yaitu sebanyak 40 orang (80%), sedangkan pada kategori umur beresiko (< 20 tahun dan > 35 tahun sebanyak 10 orang (20%).
35
3. Gambaran Pendidikan Ibu Berikut ini disajikan data yang menggambarkan perilaku pemberian ASI ekslusif berdasarkan faktor pendidikan ibu Puskesmas Mekarwangi Kabupaten Kuningan tahun 2012, yang ditunjukkan dalam tabel 5.3 sebagai berikut: Tabel 5.3 Distribusi Pendidikan Ibu di Puskesmas Mekarwangi Kabupaten Kuningan Tahun 2012 Pendidikan
Frekuensi
Persentase (%)
Dasar (SD-SMP)
46
92,0
Menengah (SMA)
4
8,0
Tinggi (Diploma-PT)
0
0
Jumlah
50
100
Sumber : Hasil Penelitian Tahun 2012
Berdasarkan tabel 5.3 di atas dapat dijelaskan bahwa dari 50 responden, paling banyak adalah pada tingkatan pendidikan dasar yaitu sebanyak 46 orang (60%), sedangkan paling sedikit pada kategori tingkatan pendidikan menengah yaitu sebanyak 4 orang (8%). 4. Gambaran Pekerjaan Ibu Berikut ini disajikan data yang menggambarkan perilaku pemberian ASI Ekslusif berdasarkan faktor pekerjaan ibu di Puskesmas Mekarwangi Kabupaten Kuningan tahun 2012, yang ditunjukkan dalam tabel 5.4 sebagai berikut:
36
Tabel 5.4 Distribusi Pekerjaan Ibu di Puskesmas Mekarwangi Kabupaten Kuningan Tahun 2012 Pekerjaan
Frekuensi
Persentase (%)
Diluar rumah (PNS, karyawan
21
42,0
29
58,0
50
100
swasta, buruh, tani, wiraswasta, TNI/POLRI) Di dalam rumah (IRT, menjahit, jasa online) Jumlah Sumber : Hasil Penelitian Tahun 2012
Berdasarkan tabel 5.4 di atas dapat dijelaskan bahwa dari 50 responden, sebagian besar berada pada kategori pekerjaan di dalam rumah yaitu sebanyak 29 orang (58,0%), sedangkan pekerjaan diluar rumah sebanyak 21orang (42,0%). 5. Distribusi Paritas Ibu Berikut ini disajikan data yang menggambarkan perilaku pemberian ASI Ekslusif berdasarkan faktor Paritas ibu di Puskesmas Mekarwangi Kabupaten Kuningan, yang ditunjukkan dalam tabel 5.5 sebagai berikut: Tabel 5.5 Distribusi Paritas Ibu di Puskesmas Mekarwangi Kabupaten Kuningan Tahun 2012 Pekerjaan
Frekuensi
Persentase (%)
Primipara (paritas 1)
24
48,0
Multipara (paritas 2-3)
22
44,0
Grande multipara (paritas >4)
4
8,0
Jumlah
50
100
Sumber : Hasil Penelitian Tahun 2012
37
Berdasarkan tabel 5.5 di atas dapat dijelaskan bahwa dari 50 responden, sebagian besar berada pada kategori primipara sebanyak 24 orang (48,0%), sedangkan paling sedikit terdapat pada kategori grandemulti para sebanyak 4 orang (8,0%). 6. Distribusi Pengetahuan Berikut ini disajikan data yang menggambarkan pemberian ASI Ekslusif berdasarkan faktor pengetahuan ibu di Puskesmas Mekarwangi Kabupaten Kuningan, yang ditunjukkan dalam tabel 5.6 sebagai berikut: Tabel 5.6 Distribusi Pengetahuan Ibu di Puskesmas Mekarwangi Kabupaten Kuningan Tahun 2012 Pengetahuan
Frekuensi
Persentase (%)
Baik
12
24,0
Cukup
24
48,0
Kurang
14
28,0
Jumlah
50
100
Sumber : Hasil Penelitian Tahun 2012
Berdasarkan tabel 5.6 di atas dapat dijelaskan bahwa dari 50 responden, sebagian besar berada pada kategori pengetahuan cukup sebanyak 24 orang (48%) sedangkan paling sedikit pada kategori pengetahuan baik sebanyak 14 orang (28,0%).
38
5.1.2 Analisa Bivariat 1. Hubungan antara Umur dengan Pemberian ASI Eksklusif Berikut ini disajikan hasil analisis data dengan menggunakan tabulasi silang yang menjelaskan hubungan antara umur dengan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi. Tabel 5.7 Tabulasi silang hubungan antara umur dengan pemberian ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Mekarwangi Tahun 2012 Pemberian ASI Umur Beresiko Tidak Berisiko
Pemberian ASI Eksklusif ASI ASI tidak Eksklusif Eksklusif f % f % 4 40 6 60 14 32,5 26 67,5
Total f 10 40
% 100 100
p value
0,521
Sumber : Hasil Penelitian Tahun 2012
Berdasarkan tabel 5.7 di atas dapat dijelaskan bahwa dari responden yang memberikan ASI eksklusif paling banyak pada kategori umur berisiko sebanyak 40%, sedangkan pada kelompok ibu yang tidak memberikan bayinya ASI eksklusif paling banyak pada kategori tidak berisiko sebanyak 26 orang (67,5%). Berdasarkan hasil uji korelasi chi-square didapatkan nilai p = 0,521 (nilai p > 0,05). Hal ini berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara umur dengan pemberian ASI eksklusif. 2. Hubungan antara Pendidikan dengan Pemberian ASI Eksklusif Berikut ini disajikan hasil analisis data dengan menggunakan tabulasi silang yang menjelaskan hubungan antara pendidikan dengan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi.
39
Tabel 5.8 Tabulasi silang hubungan antara pendidikan dengan pemberian ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Mekarwangi Tahun 2012 Pemberian ASI Pendidikan Dasar Menengah Tinggi
Pemberian ASI Eksklusif ASI ASI tidak Eksklusif Eksklusif f % f % 12 26,1 34 73,9 1 20 3 80 0 0 0 0
Total f 46 4 0
% 100 100 0
p value
0,156
Sumber : Hasil Penelitian Tahun 2012
Berdasarkan tabel 5.8 di atas dapat dijelaskan bahwa dari responden yang memberikan ASI eksklusif paling banyak pada kategori pendidikan menengah sebanyak 80% sedangkan pada kelompok ibu yang tidak memberikan bayinya ASI eksklusif paling banyak pada kategori pendidikan dasar sebanyak 73,9%. Berdasarkan hasil uji korelasi chi-square didapatkan nilai p = 0,156 (nilai p > 0,05). Hal ini berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara pendidikan dengan pemberian ASI eksklusif. 3. Hubungan antara Pekerjaan dengan Pemberian ASI Eksklusif Berikut ini disajikan hasil analisis data dengan menggunakan tabulasi silang yang menjelaskan hubungan antara pekerjaan dengan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi.
40
Tabel 5.9 Tabulasi silang hubungan antara pekerjaan dengan pemberian ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Mekarwangi Tahun 2012 Pemberian ASI
Pekerjaan Di luar rumah Di dalam rumah
Pemberian ASI Eksklusif ASI ASI tidak Eksklusif Eksklusif f % f % 8 38,1 13 61,9 24 82,8 5 17,2
Total f 21 29
p value
% 100 100
0,002
Sumber : Hasil Penelitian Tahun 2012
Berdasarkan tabel 5.9 di atas dapat dijelaskan bahwa dari responden yang memberikan ASI eksklusif paling banyak pada kategori pekerjaan didalam rumah sebanyak 82,8% sedangkan pada kelompok ibu yang tidak memberikan bayinya ASI eksklusif paling banyak pada kategori pekerjaan di luar rumah sebanyak 61,9%. Berdasarkan hasil uji korelasi chi-square didapatkan nilai p = 0,002 (nilai p < 0,05). Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan pemberian ASI eksklusif. 4. Hubungan antara Paritas dengan Pemberian ASI Eksklusif Berikut ini disajikan hasil analisis data dengan menggunakan tabulasi silang yang menjelaskan hubungan antara paritas dengan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi.
41
Tabel 5.10 Tabulasi silang hubungan antara paritas dengan pemberian ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Mekarwangi Tahun 2012 Pemberian ASI Paritas Primipara Multipara Grande multipara
Pemberian ASI Eksklusif ASI ASI tidak Eksklusif Eksklusif f % f % 10 41,7 14 58,3 14 63,6 8 36,4 4 100 0 0
Total f 24 22 4
% 100 100 100
p value
0,100
Sumber : Hasil Penelitian Tahun 2012
Berdasarkan tabel 5.10 di atas dapat dijelaskan bahwa dari responden yang memberikan ASI eksklusif paling banyak pada kategori grande multipara sebanyak 100% sedangkan pada kelompok ibu yang tidak memberikan bayinya ASI eksklusif paling banyak pada kategori primipara sebanyak 58,3%. Berdasarkan hasil uji korelasi chisquare didapatkan nilai p = 0,100 (nilai p > 0,05). Hal ini berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara paritas dengan pemberian ASI eksklusif. 5. Hubungan antara Pengetahuan dengan Pemberian ASI Eksklusif Berikut ini disajikan hasil analisis data dengan menggunakan tabulasi silang yang menjelaskan hubungan antara pengetahuan dengan pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi.
42
Tabel 5.11 Tabulasi silang hubungan antara pengetahuan dengan pemberian ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Mekarwangi Tahun 2012 Pemberian ASI pengetahuan Baik Cukup Kurang
Pemberian ASI Eksklusif ASI ASI tidak Eksklusif Eksklusif f % f % 8 66,7 4 33,3 14 58,3 10 66,7 6 42,9 8 57,1
Total f 12 24 14
% 100 100 100
p value
0,000
Sumber : Hasil Penelitian Tahun 2012
Berdasarkan tabel 5.11 di atas dapat dijelaskan bahwa dari responden yang memberikan ASI eksklusif paling banyak pada kategori pengetahuan baik sebanyak 66,7% sedangkan pada kelompok ibu yang tidak memberikan bayinya ASI eksklusif paling banyak pada kategori pengetahuan cukup sebanyak 66,7%. Berdasarkan hasil uji korelasi chi-square didapatkan nilai p = 0,000 (nilai p < 0,05). Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan pemberian ASI eksklusif.
43
5.2
Pembahasan Penelitian
5.2.1 Hubungan antara Umur dengan Pemberian ASI eksklusif Berdasarkan tabel 5.7 di atas dapat dijelaskan bahwa dari responden yang memberikan ASI eksklusif paling banyak pada kategori umur berisiko sebanyak 40%, sedangkan pada kelompok ibu yang tidak memberikan bayinya ASI eksklusif paling banyak pada kategori tidak berisiko sebanyak 26 orang (67,5%). Berdasarkan hasil uji korelasi chisquare didapatkan nilai p = 0,521 (nilai p > 0,05). Hal ini berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara umur dengan pemberian ASI eksklusif. Umur adalah lamanya hidup seseorang dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan. Semakin tinggi umur seseorang, maka semakin bertambah pula ilmu atau pengetahuan yang dimiliki karena pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman sendiri maupun pengalaman yang diperoleh dari orang lain (Notoatmodjo, 2003:23). Umur ibu sangat menentukan kesehatan maternal dan berkaitan dengan kondisi kehamilan, persalinan dan nifas serta cara mengasuh bayinya. Ibu yang berumur kurang dari 20 tahun masih belum siap dalam jasmani dan sosial dalam menghadapi kehamilan, persalinan serta membina bayi yang dilahirkannya. Hal ini sesuai dengan penelitian Anggrita yang melakukan penelitian di Puskesmas Medan Amplas Medan pada tahun 2009 dimana didapat hasil tidak ada hubungan antara umur dengan pemberian ASI eksklusif dengan nilai p value 0.451. hal ini juga sejalan dengan penelitian
44
Kristina (2003) dengan desain penelitian crossectional, memberikan hasil tidak ada pengaruh antara usia ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-4 bulan (p > 0,05). Begitu pula penelitian Madjid (2003) dalam Kristina (2003) bahwa tidak ada hubungan antara umur ibu melahirkan dengan praktek pemberian ASI eksklusif. 5.2.2 Hubungan antara Pendidikan dengan Pemberian ASI Eksklusif Berdasarkan tabel 5.8 di atas dapat dijelaskan bahwa dari responden yang memberikan ASI eksklusif paling banyak pada kategori pendidikan menengah sebanyak 80% sedangkan pada kelompok ibu yang tidak memberikan bayinya ASI eksklusif paling banyak pada kategori pendidikan dasar sebanyak 73,9%. Berdasarkan hasil uji korelasi chisquare didapatkan nilai p = 0,156 (nilai p > 0,05). Hal ini berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara pendidikan dengan pemberian ASI eksklusif. Pendidikan akan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk membuka jalan pikiran dalam menemui ide-ide atau nilai-nilai baru. Ibu yang terpelajar biasanya mendapat keuntungan psikologis dan fisiologis dari menyusui karena lebih termotivasi, mempunyai fasilitas yang lebih baik serta posisi yang lebih memungkinkan mereka untuk menyusui dibandingkan dengan ibu yang kurang terpelajar (Handayani, 2007:55). Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Pendidikan mempengaruhi
45
proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut menerima informasi, baik dari orang lain maupun dari media masa. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan, dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya (Surya, 2008). Penelitian menurut Afifah (2007), ibu menyusui yang berada pada tingkat pendidikan rendah lebih mau mengikuti anjuran pemerintah dan mau meninggalkan kebiasaan yang dapat membahayakan kesehatan anaknya dalam pemberian ASI eksklusif. Terdapat persamaan dengan penelitian Anggrita (2009) yang melakukan penelitian di di Puskesmas Medan Amplas Medan pada tahun 2009 dimana didapat hasil tidak ada hubungan antara umur dengan pemberian ASI eksklusif dengan nilai p value 0.673. 5.2.3 Hubungan antara Pekerjaan dengan Pemberian ASI Eksklusif Berdasarkan tabel 5.9 di atas dapat dijelaskan bahwa dari responden yang memberikan ASI eksklusif paling banyak pada kategori pekerjaan didalam rumah sebanyak 82,8% sedangkan pada kelompok ibu yang tidak memberikan bayinya ASI eksklusif paling banyak pada kategori pekerjaan di luar rumah sebanyak 61,9%. Berdasarkan hasil uji korelasi chi-square didapatkan nilai p = 0,002 (nilai p < 0,05). Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan eksklusif.
dengan pemberian ASI
46
Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mencari nafkah (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007:57). Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dapat menghasilkan sesuatu baik berupa barang maupun jasa. Biasanya ibu yang bekerja akan banyak mendapat informasi mengenai segala hal sehingga ibu akan banyak mendapat pengetahuan selain itu wawasan ibu pun akan lebih luas bila dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja (Rakyat Merdeka, 2007). Kesibukan dengan pekerjaan, sering kali membuat seorang ibu lupa dan tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Walaupun kepada ibu telah diajarkan bagaimana mempertahankan produksi ASI, yaitu dengan memompa ASI peras / perahnya selama ibu bekerja dan malam hari lebih sering menyusui. Menurut Suharyono (2002), ternyata ibu yang bekerja, lebih cepat memberikan susu botol. Alasan yang dipakai ialah supaya membiasakan bayi menyusu dari botol bila nanti ditinggal bekerja. Masalah ibu yang bekerja memang terdapat hampir di seluruh dunia, kecuali di negara-negara Skandinavia dimana ibu mendapat cuti selama masih menyusui bayinya. Lebih lanjut menurut Harianja (2002), dalam pemberian ASI terutama ASI eksklusif, masalah yang prinsipil adalah bahwa ibu-ibu membutuhkan bantuan informasi yang mendukung sehingga menambah pengetahuan ibu serta keyakinan ibu bahwa mereka dapat menyusui bayinya secara eksklusif, tugas ini akan berdampak positif bila petugas
47
kesehatan berpengetahuan yang cukup tentang memberikan informasi yang diperlukan oleh ibu menyusui. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Pusat penelitian bangsa Surabaya (2007) mengenai “Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu terhadap Pemberian ASI Eksklusif” didapatkan kesimpulan bahwa ibu yang bekerja hampir semua tidak memberikan bayinya ASI eksklusif dengan nilai p (< 0,05). Hal ini juga sejalan dengan penelitian Sinaga(2001) yang melakukan penelitian di Kecamatan Medan Baru yang mendapatkan ada hubungan antara pekerjaan dengan pemberian ASI eksklusif dengan nilai p value 0,002. 5.2.4 Hubungan antara Paritas dengan Pemberian ASI Eksklusif Berdasarkan tabel 5.10 di atas dapat dijelaskan bahwa dari responden yang memberikan ASI eksklusif paling banyak pada kategori grande multipara sebanyak 100% sedangkan pada kelompok ibu yang tidak memberikan bayinya ASI eksklusif paling banyak pada kategori primipara sebanyak 58,3%. Berdasarkan hasil uji korelasi chi-square didapatkan nilai p = 0,100 (nilai p > 0,05). Hal ini berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara paritas dengan pemberian ASI eksklusif. Paritas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengalaman dan pengetahuan seseorang, sehingga dengan banyaknya pengelaman dan pengetahuan mampu memberikan hasil yang semakin baik. Hal ini sejalan dengan penelitian Sinaga (2011) yang mendapatkan bahwa tidak ada
48
hubungan antara paritas dengan pemberian ASI eksklusif, begitupula dengan penelitian Anggrita yang mendapatkan bahwa tidak ada hubungan antara paritas dengan pemberian ASI eksklusif dengan nilai p> 0,05. 5.2.5 Hubungan antara Pengetahuan dengan Pemberian ASI Eksklusif Berdasarkan tabel 5.11 di atas dapat dijelaskan bahwa dari responden yang memberikan ASI eksklusif paling banyak pada kategori pengetahuan baik sebanyak 66,7% sedangkan pada kelompok ibu yang tidak memberikan bayinya ASI eksklusif paling banyak pada kategori pengetahuan cukup sebanyak 66,7%. Berdasarkan hasil uji korelasi chisquare didapatkan nilai p = 0,000 (nilai p < 0,05). Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan pemberian ASI eksklusif. Sebagaimana diketahui bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor penting
yang mempengaruhi perilaku seseorang.
Perilaku
merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Sejalan dengan batasan perilaku menurut Skiner, perilaku kesehatan (health behaviour) merupakan respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan seperti lingkungan, makanan-minuman,
dan
pelayanan
kesehatan.
Perilaku
kesehatan
merupakan semua aktivitas seseorang baik yang dapat diamati maupun tidak dapat diamati yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
49
Kondisi rendahnya pengetahuan dan pemberian ASI Eksklusif tersebut juga teridentifikasi dari tidak baiknya pemahaman responden terhadap kapan ASI diberikan, demikian juga dengan cara mengatasi masalah-masalah yang muncul saat menyusui seperti mengatasi puting susu lecet, tidak baiknya pemahaman tentang mengatasi payudara bengkak serta mengatasi putting susu yang datar. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Salfina (2003) bahwa 75,6% ibu yang tidak memberikan ASI Eksklusif adalah ibu dengan pengetahuan kategori kurang (64,9%) yang teridentifikasi dari rendahnya pemahaman ibu tentang manfaat ASI dan kolostrum. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Ibrahim (2000) dalam Nurhaeni (2003) yang mendapatkan hasil bahwa ibu yang memiliki pengetahuan yang baik mempunyai kesempatan dua kali untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dengan ibu yang memiliki pengetahuan kurang.
50
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai faktor-faktor yang yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif
di wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi
Kabupaten Kuningan tahun 2012, maka dapat disimpulkan: 1.
Gambaran umur ibu paling banyak pada kategori umur tidak beresiko sebanyak 40 orang (80%).
2.
Gambaran pendidikan ibu paling banyak pada kategori pendidikan dasar sebanyak 46 orang (92%).
3.
Gambaran pekerjaan ibu paling banyak pada kategori pekerjaan didalam rumah sebanyak 29 orang (58%).
4.
Gambaran paritas ibu paling banyak pada kategori primipara sebanyak 24 orang (48%).
5.
Gambaran pengetahuan ibu paling banyak pada kategori pengetahuan cukup sebanyak 24 orang (48%).
6.
Tidak terdapat hubungan antara umur (0,521), pendidikan (0,156) dan paritas (0,100) dengan pemberian ASI eksklusif. Sedangkan terdapat hubungan antara pendidikan (0,002) dan pengetahuan (0,000) dengan pemberian ASI ekslusif.
51
6.2 Saran 1. Bagi Bidan Sebagai kontrol terhadap pelaksanaan PP no. 33/2012 tentang pemberian ASI eksklusif. 2. Bagi Profesi IBI Agar sosialisasi tentang PP no. 33/2012 berikut sanksi-sanksi kepada seluruh anggota IBI. 3. Bagi Puskesmas Mekarwangi Hendaknya dijadikan bahan kajian dalam menentukan kebijakan terhadap peningkatan kesehatan ibu dan PP no. 33/2012 tentang pemberian ASI eksklusif. 4. Bagi Prodi D-III Kebidanan STIKes Kuningan Hendaknya menambah sumber referensi dan sebagai dasar penelitian bagi peneliti yang lain terhadap pengembangan penelitian terkait masalah ASI eksklusif.