PENDAHULUAN Kromomikosis atau dengan nama lain kromoblastomikosis merupakan infeksi jamur kronik pada kulit dan jaringan subkutan yang disebabkan jamur berpigmen yang menginvasi kedalam dermis yang berasal dari lingkungan. Jamur – jamur berpigmen yang dapat menyebabkan kromomikosis antara lain Phialophora verucosa, Fonsecaea pedrosoi, F. compactum, Wangiella dermatitidis, dan Cladophialophora carrionii.1 Infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur Phialophora verrucosa dan Cladosporium carionii. Jamur ini terdapat di tanah, kayu dan tumbuhan yang busuk. Infeksi terjadi karena spora masuk melalui luka/ lesi pada kulit. Penyebaran melalui pembuluh limfe dan secara hematogen ke seluruh organ dan menjadi sistemik.2 Infeksi jamur ini ditemukan secara sporadic di Amerika Selatan dan Amerika Tengah sedikit jarang di Amerika utara. Infeksi terjadi pada area caribean,Afrika, Australia, dan jepang. Infeksi ini sering terjai terutama pada pekerja laki – laki di pedesaan.1 Refrat ini dibuat sebagai bahan bacaan bagi para tenaga kesehatan agar dapat melakukan tindakan pencegahan, diagnosis, dan penatalaksanaan dengan tepat. Selain itu dapat dijadikan informasi mengenai pengertian dari kromomikosis ini. 2 DEFINISI Kromomikosis atau dengan nama lain kromoblastomikosis merupakan infeksi jamur kronik pada kulit dan jaringan subkutan yang disebabkan jamur berpigmen yang mengunvasi kedalam dermis yang berasal dari lingkungan. Jamur – jamur berpigmen yang dapat menyebabkan kromomikosis antara lain Phialophora verucosa, Fonsecaea pedrosoi, F. compactum, Wangiella dermatitidis, danCladophialophora carrionii.1 Kromomikosis atau kromoblastomikosis atau dermatitis verukosa adalah penyakit jamur yang disebabkan bermacam-macam jamur berwarna (dematiaceous). Penyakit ini ditandai dengan pembentukan nodus verukosa kutan yang perlahanlahan, sehingga akhirnya membentuk vegetasi papilomatosa yang besar. Pertumbuhan ini dapat menjadi ulkus atau tidak, biasanya ada di kaki atau tungkai, namun lokalisasi di tempat lain pernah ditemukan, misalnya pada tangan, muka, telinga leher, dada, dan bokong. Penyakit ini kadang-kadang dilihat di Indonesia. Sumber penyakit biasanya dari alam dan terjadi infeksi melalui trauma.3 Kromomikosis atau kromoblastomikosis atau dermatitis verukosa merupakan suatu infeksi jamur kronik pada kulit dan jaringan subkutan yang disebabkan jamur berpigmen yang membentuk suatu dinding tunggal yang tebal atau komplek lapisan – lapisan pada jaringan, dan yang ditandai dengan pembentukan lesi eksopitik secara lambat biasanya pada kaki dan lutut. EPIDEMIOLOGI Infeksi jamur ini ditemukan secara sporadic di Amerika Selatan dan Amerika Tengah sedikit jarang di Amerika utara. Infeksi terjadi pada area caribean,Afrika, Australia, dan jepang. Infeksi ini sering terjai terutama pada pekerja laki – laki di pedesaan.1 3 Kromoblastomikosis pertama kali ditemukan di Brazil oleh Pedroso pada tahun 1911. Sejak saat itu penyakit ini ditemukan pada tempat lain dari Amerika selatan dan Karibia, Madagaskar, Asia selatan, Asia timur, US, Rusia dan negara – negara
lainnya. Para petani memiliki resiko paling besar untuk terkena infeksi ini. Trauma dari kayu dan pajanan dari tanah menyebabkan masuknya organisme kedalam kulit.6 Kasus kromomikosis atau kromoblastomikosis telah banyak dilaporkan di Amerika tengah, selatan dan utara, Kuba, Jamaica, Martinique, dan juga dari banyak negara lainnya seperti India, Afrika, Madagaskar, Australia, dan Eropa utara.4 ETIOLOGI DAN PATOGENESIS Kromobalstomikosis disebabkan oleh beberapa jamur yang paling sering yaitu Phialophora verrucosa, Fonsecaea pedrosoi, F. Compacta dan Cladophialophora carrionii. Penyebab lain yang jarang yaitu Rhinocladiella aquaspersa. Nomenklatur dari jamue – jamur ini telah dijelaskan oleh McGinnis.4 Jamur – jamur penyebab dapat ditemukan pada kayu dan tanah dan infeksi diawali oleh suatu trauma seperti terkena potongan kayu. Infeksi ini biasanya ditemukan pada komunitas pedesaan. Laki – laki dewasa yang bekerja sebagai petani lenih sering terkena, namun infeksi ini juga pernah dilaporkan terkena pada anak – anak.4 Penyakit ini dapat disebabkan oleh salah satu dari ke empat jamur ini, yakni Phialophora pedrosoi, P. verrucosa, P. compacta, dan Cladosporium carionii. Biasanya penyakit ini menyerang orang dewasa dengan frekeunsinya sama pada pria dan wanita. Dan lebih banyak terjadi pada daerah tropis dan subtropics dengan iklim 4 panas. Higienitas yang kurang dapat mempermudah terjadinya infeksi ini, terutama pada lingkungan pertanian dan peternakan dimana dapat mempermudah perkembangan penyakit.5 Perjalanan penyakit ini dapat diawali dengan masuknya jamur dari tanah melalui abrasi kulit, berkembang membentuk nodulanodula yang selanjutnya menjadi lesi verukosa yang menyerupai kembang kol. Infeksi ini sering menyerang tungkai bawah terutama telapak kaki, punggung kaki, dan bokong dengan gambaran effloresensi berupa nodula-nodula lentikular sampai nummular dengan permukaan yang kasar menyerupai kembang kol dan berbatas tegas. Lesi awal dari infeksi biasanya ditemukan pada kaki, lutut, tangan dan tungkai atas. Gambaran klinik bervariasi, lesi awal berupa papul yang menyebar secara lambat selama beberapa bulan sampai tahun. Kemudian lesi ini akan membentuk suatu plak dengan bagian tengah yang atropi. Bentuk yang agak sering berupa verrucous menyebar secara lambat dan lokal. 1 GEJALA KLINIS Lesi biasanya ditemukan pada daerah tubuh yang yang terekspose, biasanya pada kaki, lutut, tangan, muka dan leher. Sebuah papul yang membesar secara perlahan yang kemudian akan membentuk suatu plak hiperkeratosis. Pada beberapa lesi plak ini datar dan menyebar secara lambat dengan scar disentral lesi. Lesi awal dapat menjadi ulkus. Kemudian, setelah beberapa bulan atau tahun , terbentuklah massa hiperkeratosis yang besar dan biasanya memiliki ketebalan kira-kira 3cm. Ulkus sekunder dapat terjadi. Lesi ini biasanya memberikan rasa nyeri kecuali jika terjadi infeksi bakteri sekunder dapat menyebabkan gatal dan nyeri. Lesi satelit terbentuk akibat garukan, dan mungkin dapat menyebar melalui jaringan limfatik ketempat yang jauh. Penyebaran secara hematogen dapat terjadi namun jarang, dan 5 abses pada otak pernah ditemukan. Infeksi sekunder akhirnya dapat menyebakan stasis limfatik yang akhirnya menjadi elefantisiasis. Beberapa bentuk dari lesi dapat membentuk lesi psoriasiform. Karsinoma sel skuamosa dapat terjadi pada lesi kronik.4 Lesi awal dari infeksi biasanya ditemukan pada kaki, lutut, tangan dan tungkai atas. Gambaran klinik bervariasi, lesi awal berupa papul yang menyebar secara lambat selama beberapa bulan sampai tahun. Kemudian
lesi ini akan membentuk suatu plak dengan bagian tengah yang atropi. Bentuk yang agak sering berupa verrucous menyebar secara lambat dan lokal. 1 Gambar 1: lesi awal berupa papul pada kromoblastomikosis4 Gambar 2 : Plak dari kromoblastomikosis4 6 Gambar 3 : Plak verrucous soliter dikelilingi eritem halo1 GAMBARAN HISTOPATOLOGI Gambaran histologi dari penyakit ini berupa foreign-body granuloma, dengan area tertutup dari suatu gabungan abses-abses kecil. Pada granuloma ini dapat ditemukan sel giant yang didalamnya terdapat kumpulan-kumpulan dari sel jamur. Karena sel nya berwarna coklat keemasan sehingga dapat dibedakan secara jelas di dalam infiltrat. Sel ini dipisahkan oleh septa yang tebal dan membentuk sel yang sklerotik. Dapat juga dilihat adanya pseudoepiteliomatus hiperplasia pada lapisan epidermis, dan pada tempat yg lain terlihat eliminasi transepidermal dari sel sel jamur, yang dapat ditemukan pada stratum korneum. Jaringan yang terletak diantara nodul-nodul granulomatus menunjukkan suatu fibrosis kronik. Jika terjadi ulkus maka mungkin dapat terjadi infeksi bakteri sekunder.4 Lesi ditandai dengan hiperplasia pseudoepiteliomatus dengan abses intraepidermal, reaksi granulomatus dermis, dan ditemukan adanya bentukan jamur sklerotik bodies. Jamur sering tampak seperti lapisan yang bersepta lebih banyak dibandingkan dengan tunas. Adanya sklerotik bodies lebih banyak dibandingkan hifa membedakan dengan invasif phaeohyphomikosis.6 7 Gambaran histopatologi infeksi ini didapatkan dengan preparat pewarnaan HE dan Giemsa dimana pada epidermis ditemukan hiperkeatosis, akantosis, dan absesabses kecil dikelilingi sel-sel datia. Di dalam abses dapat ditemukan elemen jamur yang berbentuk bundar, berdinding tebal dan berwarna coklat. Gambar 4 : Sela jamur berpigmen coklat 4 PEMERIKSAAN PENUNJANG Tipe dari jamur sklerotik atau muriform dapat dilihat pada kulit dengan mengerok pada permukaan lesi , terutama pada area yang memiliki bintik gelap kecil pada permukaan kulit dengan menggunakan KOH 10%. Lesi ini juga dapat dibiopsi karena perubahan patologis dan adanya bentukan sel muriform yang khas. Pada kultur, jamur ini sangat mirip dengan gambaran makroskopis, membentuk suatu koloni hitam dengan permukaan yang halus. Diferensiasi yang akurat dari jamur-jamur penyebab ini sulit. Pada tingkatan ini, pengobatan yang dipilih tidak tergantung pada diferensiasi yang tepat dari jamur penyebabnya 8 walaupun respon jamur – jamur penyebab ini berbeda terhadap obat-obat golongan azol. Untuk pemeriksaan penunjang pada kromomikosis dapat dilakukan dengan preparat langsung dari kerokan kulit dengan KOH 10% dengan hasil ditemukannya elemen jamur berupa hifa(+), selain itu dapat pula dilakukannya biakan jaringan kulit pada agar Sabouroud dengan hasil adanya pertumbuhan koloni jamur setelah 2-3 minggu. DIAGNOSIS BANDING 1. Tuberkulosis kutis verukosa Terjadi melalui inokulasi eksogen dari bakteri M. Tuberculosis pada kulit dari orang – orang yang sudah tersensitisasi sebelumnya oleh mikroorganisme ini Tes tuberkulin +
Lesi berupa papul yang dengan menjadi hiperkeratosis. Lesi membesar melalui perifer ekspansion dengan atau tanpa central clearing, kadangkadang diameter sampai beberapa senti meter Dapat terbentuk fissura mengeluarkan eksudat purulen. Lesi lebih banyak soliter dan pembesaran kelenjar limfe regional dapat terjadi begitu juga dengan infeksi bakteri sekunde 9 2. Karsinoma epidermoid Etiologi berupa sinar matahari, herediter, faktor genetic, arsen inorganik, radiasi ionik, faktor hidrokarbon, osteomielitis, immunosupresif, HPV. Jarang terjadi pada orang yang memiliki pigmen melanin yang tinggi, sering terjadi pada orang yang menggunakan terapi PUVA Sering terjadi pada usia 40-50 tahun dengan lokalisasi yang tersering adalah tungkai bawah dan secara umum ditemukan lebih banyak pada laki-laki daripada wanita. Predileksinya adalah daerah yang terpapar sinar matahari seperti kepala, leher, dan tungkai bawah. Lesi berupa plaq, multiple, dengan daerah sekitar yang eritem, diskret yang akan menjadi hyperkeratosis. Kadang-kadang bisa juga berpigmen. Gambaran histopatologi berupa penebalan dari lapisan epidermis dengan sel-sel yang atipik termasuk struktur adneksanya. Gambar 6 : plaq dari karsinoma epidermoid pada kaki1 10
PENATALAKSANAAN Pengobatan utama dari kromomikosis mencakup penggunaan anti jamur kemoterapi. Itrakonazol dengan atau tanpa flusitosin lebih sering berhasil, meskipun respon terhadap itrakonazol sendiri lebih baik terhadap spesies C. Carrionii. Flusitosin digunakan sendiri atau kombinasi dengan amfoterisin B dapat lebih efektif, namun resisten terhadap flusitosine meningkat jika digunakan secara sendiri. Ada juga evidence lain yang menerangkan penggunaan terbinafine 250 mg lebih efektif. Thiabendazol merupakan alternatif lainnya namun obat ini tidak dapat ditoleransi oleh pasien karena efek samping pada traktus gastrointestinal. Pengobatan lain yang dianjurkan termasuk penggunaan krioterapi atau terapi panas. Penatalaksanaan secara pembedahan dapat dilakukan pada lesi yang sangat kecil, namun harus dikombinasikan dengan kemoterapi anti jamur.4 Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian itrakonazol 200mg/hari sampai perbaikan (3bulan – 1 tahun), Flusitosin 150-200mg/kgBB/hari dibagi menjadi 4 dosis, Terbinafin 250mg/hari dilaporkan memberi manfaat pada beberapa kasus. Kombinasi dengan pemanasan topikal dapat membantu, demikian juga kombinasi dengan bedah beku.7 PROGNOSIS Prognosis baik apabila diberikan pengobatan yang tepat.5 11 DAFTAR PUSTAKA 1. Flekman philip, Digiovanna J John. Fitzpatricks Dermatology in general medicine. 7rd edition. In : Wolff K, A Lowwel, Goldsmith A Stephen, Gilchrest Barbara, Paller S, Leffel J. Chromoblastomycosis. New York: Mc Graw-Hill Inc, 2008. 2. Mikosis Subkutan. Access on 24 Mei 2011. Available from URL :
http://www.sodiycxacun.web.id/2010/05/mikosis-subcutan.html 3. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Ed. Kelima. Jakarta : Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI; 2007: 91. 4. Atherton D.J, Gennery A.R., Cant A.J. Rook’s Textbook Of Dermatology. 7 th ,edition. In : Burns Tony, Breathnach Stephen, Cox Neil, Grittittis Christopher. Chromoblastomycosis. USA : Blackwell, 2004. 5. Siregar R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Ed Kedua. Jakarta : EGC; 2004: 38-40. 6. James WD, Berger TG, Elston DM. Diaper (napkin). Andrew’s diseases of the skin clinical dermatology. 10th ed. Chromoblastomycosis. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2006. p. 80, 309. 7. Sjamsoe ES, Menaldi SL, Wisnu IM. Penyakit Kulit Yang Umum Di Indonesi Sebuah Panduan Bergambar. Jakarta : PT Medical Multimedia Indonesia. available from URL : http://yumizone.files.wordpress.com/2008/12/atlas-kuli.pdf