Kriteria Laboratorium Sepsis.docx

  • Uploaded by: Antonia Rizky
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kriteria Laboratorium Sepsis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,582
  • Pages: 11
Kriteria laboratorium sepsis Tes laboratorium

Temuan

Keterangan

Hitung sel darah

Leukositosis atau

Endotoksemia dapat

putih

leukopenia

menyebabkan early leukopenia

Hitung platelet

Trombositosis atau

Nilai tinggi awal

trombositopenia

dapat dilihat sebagai respon fase akut, jumlah trombosit yang rendah terlihat pada DIC

Coagulation

Defisiensi Protein

Kelainan dapat

cascade

C; defisiensi

diamati sebelum

antitrombin; level

timbulnya

D-dimer meningkat; kegagalan organ PT (Prothrombin

dan tanpa

Time) dan PTT

perdarahan yang

(Partial

jelas.

Thromboplastin Time) memanjang Level kreatinin

Meningkat

Doublingmenandakan cedera ginjal akut

Level asam laktat

Level enzim hepar

Lactic acid > 4

Mengindikasikan

mmol/L (36 mg/dL)

hipoksia jaringan

Level alkaline

Mengindikasikan

phosphatase, AST,

cedera

ALT, bilirubin

hepatoseluler akut

meningkat

yang disebabkan

hipoperfusi Level serum fosfat

Hipofosfatemia

Berkorelasi terbalik dengan tingkat sitokin proinflamasi

Level C-reactive

Meningkat

Respons fase akut

Meningkat

Membedakan SIRS

protein (CRP) Level prokalsitonin

yang infeksius dari SIRS yang noninfeksius

Sepsis dikatakan sebagai suatu proses peradangan intravaskular yang berat. Hal ini dikatakan berat karena sifatnya yang tidak terkontrol dan berlangsung terus menerus dengan sendirinya, dikatakan intravaskular karena proses ini menggambarkan penyebaran infeksi melalui pembuluh darah dan dikatakan peradangan karena semua tanda respon sepsis adalah perluasan dari peradangan biasa (Leksana, 2006). Ketika jaringan terinfeksi, terjadi stimulasi perlepasan mediator-mediator inflamasi termasuk diantaranya sitokin. Sitokin terbagi dalam proinflamasi dan antiinflamasi. Sitokin yang termasuk proinflamasi seperti TNF, IL-1,interferon γ yang bekerja membantu sel untuk menghancurkan mikroorganisme yang menyebabkan infeksi. Sedangkan sitokin antiinflamasi yaitu IL-1-reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10 yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi

atau represi terhadap respon yang berlebihan. Keseimbangan dari kedua respon ini bertujuan untuk melindungi dan memperbaiki jaringan yang rusak dan terjadi proses penyembuhan. Namun ketika keseimbangan ini hilang maka respon proinflamasi akan meluas menjadi respon sistemik. Respon sistemik ini meliputi kerusakan endothelial, disfungsi mikrovaskuler dan kerusakan jaringan akibat gangguan oksigenasi dan kerusakan organ akibat gangguan sirkulasi. Sedangkan konskuensi dari kelebihan respon antiinflamasi adalah alergi dan immunosupressan. Kedua proses ini dapat mengganggu satu sama lain sehingga menciptakan kondisi ketidak harmonisan imunologi yang merusak.

Penyebab tersering sepsis adalah bakteri terutama gram negatif. Ketika bakteri gram negatif menginfeksi suatu jaringan, dia akan mengeluarkan endotoksin dengan lipopolisakarida (LPS) yang secara langsung dapat mengikat antibodi dalam serum darah penderita sehingga membentuk lipo-polisakarida antibody (LPSab). LPSab yang beredar didalam darah akan bereaksi dengan perantara reseptor CD 14+ dan akan bereaksi dengan makrofag dan mengekspresikan imunomodulator. Jika penyebabnya adalah bakteri gram positif, virus atau parasit. Mereka dapat berperan sebagai superantigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai antigen processing cell yang kemudian ditampilkan sebagai APC (Antigen Presenting Cell). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari MHC (Major Histocompatibility Complex). Antigen yang bermuatan MHC akan berikatan dengan CD 4+ (Limfosit Th1 dan Limfosit Th2) dengan perantara T-cell Reseptor (Guntur,2009). Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari Th1 dan Th2. Th1 yang berfungsi sebagai immodulator akan mengeluarkan IFN-γ, IL2 dan M-CSF (Macrophage Colony Stimulating Factor), sedangkan Th2 akan

mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6, IL-10, IFN-g, IFN 1β dan TNF α yang merupakan sitokin proinflamantori. IL-1β yang merupakan sebagai imuno regulator utama juga memiliki efek pada sel endothelial termasuk didalamnya terjadi pembentukkan prostaglandin E2 (PG-E2) dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) yang menyebabkan neutrofil tersensitisasi oleh GM-CSF mudah mengadakan adhesi. Neutrofil yang beradhesi akan mengeluarkan lisosim yang menyebabkan dinding endotel lisis sehingga endotel akan terbuka dan menyebabkan kebocoran kapiler. Neutrofil juga membawa superoksidan yang termasuk kedalam radikal bebas (nitrat oksida) sehingga mempengaruhi oksigenisasi pada mitokondria sehingga endotel menjadi nekrosis dan terjadilah kerusakan endotel pembuluh darah. Adanya kerusakan endotel pembuluh darah menyebabkan gangguan vaskuler dan hipoperfusi jaringan sehingga terjadi kerusakan organ multipel (Guntur,2009). Hipoksia sendiri merangsang sel epitel untuk melepaskan TNF-α, IL-8, IL-6 menimbulkan respon fase akut dan permeabilitas epitel. Setelah terjadi reperfusi pada jaringan iskemik, terbentuklah ROS (Spesifik Oksigen Reaktif) sebagai hasil metabolisme xantin dan hipoxantin oleh xantin oksidase, dan hasil metabolisme asam amino yang turut menyebabkan kerusakan jaringan. ROS penting artinya bagi kesehatan dan fungsi tubuh yang normal dalam memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah, Namun bila dihasilkan melebihi batas kemampuan proteksi antioksidan seluler, maka dia akan menyerang isi sel itu sendiri sehingga menambah kerusakan jaringan dan bisa menjadi disfungsi organ multipel yang meliputi disfungsi neurologi, kardiovaskuler, respirasi, hati, ginjal dan hematologi (Guntur, 2009).

Kriteria Diagnosis sepsis : 1. Variable umum - Demam (>38.3C) - Hipotermia ( <36C) - Laju nadi >90x/menit atau lebih dari 2 standar deviasi di atau nilai normal sesuai usia - Takipneu - Gangguan status mental - Edema secara signifikan atau balance cairan positif (>20 ml/kg selama 24 jam) - Hiperglikemia (glukosa plasma >140 mg/dl atau 7,7 mmol/l) tanpa disertai dengan diabetes 2. Variable inflamasi - Leukositosis (jumlah sel darah putih >12.000 µL) - Leucopenia (jumlah sel darah putih <4000 µL) - Jumlah sel darah putih normal disertai dengan >10% bentuk imatur - C-reactive protein plasma lebih dari 2 standar deviasi di atas nilai normal sesuai usia - Prokalsitonin plasma lebih dari 2 standar deviasi di atas nilai normal sesuai usia

3. Variable hemodinamik - Hipotensi arterial (tekanan sistolik <90 mmHg, Mean Arterial Pressur menurun >40 mmHg pada dewasa atau kurang dari 2 standar deviasi di bawah normal sesuai usia) 4. Variable disfungsi organ - Hipoksemia arterial (PaO2/FiO2 <300) - Oligouria akut (output urin <0,5 ml/kg berat badan /jam selama minimal 2 jam setelah pemberian resusitasi cairan yang adekuat) - Kelainan koagulasi (INR >1,5 atau aPTT >60) - Ileus (tidak adanya bising usus) - Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000 µL L) - Hiperbilirubinemia (total plasma bilirubin >4mg/dL atau 70 µmol/L) 5. Variable perfusi jaringan - Hiperlaktatemia (>1mmol/L) - Penurunan capillary refill atau mottling Sedangkan kriteria diagnosis untuk sepsis berat adalah sebagai berikut: 4 1. Sepsis dengan hipotensi 2. Laktat di atas batas atas nilai normal 3. Output urin <0,5 ml/kg berat badan /jam selama minimal 2 jam setelah pemberian resusitasi cairan yang adekuat 4. Kerusakan paru akut dengan PaO2/FiO2 <250 tanpa disertai dengan pneumonia sebagai sumber infeksi 5. Kerusakan paru akut dengan PaO2/FiO2 <200 disertai dengan pneumonia sebagai sumber infeksi 6. Kreatinin >2,0 mg/dL (178,8 µmol/L) 7. Bilirubin >2mg/dL (34,2 µmol/L) 8. Jumlah platelet <100.000 µL 9. Koagulopati (INR>1,5) Peran sitokin pada sepsis Mediator inflamasi merupakan mekanisme pertahanan pejamu terhadap infeksi dan invasi mikroorganisme. Pada sepsis terjadi pelepasan dan aktivasi mediator inflamasi yang berlebih, yang mencakup sitokin yang bekerja lokal maupun sistemik, aktivasi netrofil, monosit, makrofag, sel endotel, trombosit dan sel lainnya, aktivasi kaskade protein plasma seperti komplemen, pelepasan proteinase dan mediator lipid, oksigen dan nitrogen radikal. Selain mediator proinflamasi, dilepaskan juga mediator antiinflamasi seperti sitokin antiinflamasi, reseptor sitokin terlarut, protein fase akut, inhibitor proteinase dan berbagai hormon.10,11

Pada sepsis berbagai sitokin ikut berperan dalam proses inflamasi, yang terpenting adalah TNF-α, IL-1, IL-6, IL-8, IL-12 sebagai sitokin proinflamasi dan IL-10 sebagai antiinflamasi. Pengaruh TNF-α dan IL-1 pada endotel menyebabkan permeabilitas endotel meningkat, ekspresi TF, penurunan regulasi trombomodulin sehingga meningkatkan efek prokoagulan, ekspresi molekul adhesi (ICAM-1, ELAM, V-CAM1, PDGF, hematopoetic growth factor, uPA, PAI-1, PGE2 dan PGI2, pembentukan NO, endothelin-1.1 TNF-α, IL-1, IL-6, IL-8 yang merupakan mediator primer akan merangsang pelepasan mediator sekunder seperti prostaglandin E2 (PGE2), tromboxan A2 (TXA2), Platelet Activating Factor (PAF), peptida vasoaktif seperti bradikinin dan angiotensin, intestinal vasoaktif peptida seperti histamin dan serotonin di samping zat-zat lain yang dilepaskan yang berasal dari sistem komplemen.13 Awal sepsis dikarakteristikkan dengan peningkatan mediator inflamasi, tetapi pada sepsis berat pergeseran ke keadaan immunosupresi anti-inflamasi.14 Peran komplemen pada sepsis Fungsi sistem komplemen: melisiskan sel, bakteri dan virus, opsonisasi, aktivasi respons imun dan inflamasi dan pembersihan kompleks imun dan produk inflamasi dari sirkulasi. Pada sepsis, aktivasi komplemen terjadi terutama melalui jalur alternatif, selain jalur klasik. Potongan fragmen pendek dari komplemen yaitu C3a, C4a dan C5a (anafilatoksin) akan berikatan pada reseptor di sel menimbulkan respons inflamasi berupa: kemotaksis dan adhesi netrofil, stimulasi pembentukan radikal oksigen, ekosanoid, PAF, sitokin, peningkatan permeabilitas kapiler dan ekspresi faktor jaringan.11 Peran NO pada sepsis NO diproduksi terutama oleh sel endotel berperan dalam mengatur tonus vaskular. Pada sepsis, produksi NO oleh sel endotel meningkat, menyebabkan gangguan hemodinamik berupa hipotensi. NO diketahui juga berkaitan dengan reaksi inflamasi karena dapat meningkatkan produksi sitokin proinflamasi, ekspresi molekul adhesi dan menghambat agregasi trombosit. Peningkatan sintesis NO pada sepsis berkaitan dengan renjatan septik yang tidak responsif dengan vasopresor.10,11 Peran netrofil pada sepsis Pada keadaan infeksi terjadi aktivasi, migrasi dan ekstravasasi netrofil dengan pengaruh mediator kemotaktik. Pada keadaan sepsis, jumlah netrofil dalam sirkulasi umumnya meningkat, walaupun pada sepsis berat jumlahnya dapat menurun. Walaupun netrofil penting dalam mengeradikasi kuman, namun pelepasan berlebihan oksidan dan protease oleh netrofil dipercaya bertanggung jawab terhadap kerusakan organ. Terdapat 2 studi klinis yang menyatakan bahwa menghambat fungsi netrofil untuk mencegah komplikasi sepsis tidak efektif, dan terapi untuk meningkatkan jumlah dan fungsi netrofil pada pasien dengan sepsis juga tidak efektif .13

Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif yang menyebabkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer. Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer meyebabkan terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskular ke interstisial yang terlihatsebagai edema.Pada syok sepsis hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman Berlanjutnya proses inflamasi yang maladaptive akan menhyebabkan gangguan fungsi berbagai organ yang dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multiple (MODS/MOF). Proses MOF merupakan kerusakan (injury) pada tingkat seluler (termasuk disfungsi endotel), gangguan perfusi ke organ/jaringan sebagai akibat hipoperfusi, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang ikut berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi (myocardial depressant substance), malnutrisi kalori-protein, translokasi toksin bakteri, gangguan pada eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan.13

Related Documents

Kriteria
June 2020 37
Kriteria Evaluasi.docx
December 2019 35
Laboratorium Iiia.docx
August 2019 47
Laboratorium Klinik.pptx
April 2020 35

More Documents from "Aulia rahmawati"

Hk Untuk Prov .pdf
December 2019 19
Img_0002
May 2020 37
Critical Review.docx
December 2019 44