KRIS WU TRIBUTE bY:
CRAZYFINDER
Blogspot: nemohere.blogspot.com WP: nemohere1as1kriswu.wordpress.com Twitter: @yaniesbee / @ForKrisOnly FB: www.facebook.com/yaninemo IG: @wuyaniyifan
Opening We, as fangirls, are not always some kind of shallow minded girls. It always depends on how the fangirl act and what is their purpose. Me, for example, I am taking this fangirl world as the place where I can share my passion. True, not everyone can understand this, and we don't have to make them understand us though, but I think, if we can lead ourselves to be a better person, why do we have to listen the outsiders? Again, I agree that most of us need to contain ourselves. Realizing that the people we adore are just human, but just don't judge. Whatever you guys see, just don't judge. I am proud for being myself.
Crazyfinder
1
Daftar Isi: 1. Rain Sound- A Song Story 2. Archer, Love, Hoot 3. All Kill – Pria yang Sempurna 4. Death Hollow 5. Became The One I Loved 6. Love Off Stage 7. My Theory 8. You Took a Selfie With Her! Go Away! 9. Bitterly Cute 10. Time Hushes All Memories
2
3
"Rain sound- A song story"
|Cast|: Kris Wu |OC|: kamu |Genre|: song fict |Author|: Crazyfinder
Inspired by BAP's song with the same title: Rain Sound
4
A girl like you is such a confusing set of questions and answers Kris menghela nafas dan mencoba memejamkan matanya dibalik keheningan malam yang benar-benar menyesakkan. Tahukah kamu bagaimana rasanya mencintai seseorang yang sudah tak lagi mencintaimu? Aku tahu. So I shut my mouth I bury love inside the farewel Perlahan kris bangun dari tempat tidurnya dan membuka tirai jendela kamar yang langsung menghadap ke kolam kecil berisi ikan-ikan koi aneka warna. Ah, iya, itu adalah ikan yang dia hadiahkan untukku. Kris tersenyum kecil, senyum sedih. Outside the window, the forgotten rain and wind blows Rintik hujan yang tadinya kris pikir tak akan turun mulai menderas dan memunculkan riak-riak ramai di atas air kolam indah yang mungil itu. Mereka turun bersamaan dan pada akhirnya tetaplah berakhir sebagai air. Terlupakan dan menyedihkan, seperti diriku. Daun-daun pohon krissan yang berada di atas kolam bergerak pelan, tak sesuai dengan keriuhan hujan. Angin malam ini benar-benar tak terasa, karena tubuh kris lebih dingin dari angin malam itu. In the wee hours of the night, I hear familiar songs from the radio It’s perfect for thinking about you Selagi memandang kolam mini itu lebih dalam, kebiasaannya jika sedang sendirian, radio berorname retro yang berada di samping tempat tidurnya mulai memutar musik. Musik yang membuatnya jatuh lebih dalam pada kenangan, My Lady, lagu yang dinyanyikan oleh grup-nya. Lagu yang mempertemukan mereka berdua, lagu yang menyatukan mereka berdua. There are two empty cups of coffee In this place without you, I fight with loneliness Kaki kris merasa lelah, selelah hatinya. Akhirnya ia berjalan menuju meja mini dengan dua bangku bersandaran tinggi yang terletak tepat di depan jendela besarnya.
5
Baru ia mengambil dua langkah, matanya terpaku menatap meja yang diatasnya terdapat dua cangkir kopi yang sudah kosong. “Oppa, ini... terakhir kalinya kita di sini?” “Wae? Kamu mau kemana?” “....” “Ah, arasseo....” Kris menggeleng-gelengkan kepalanya keras, buliran air mata yang ia tahan demi menunjukkan bahwa ia baik-baik saja mengalir tanpa suara. Kris menatap langitlangit menahan air mata itu keluar, ia tak suka menangis. “Anieyo... nan Angwenchana...” Lirih kris mengucapkan seolah menyesal tak mengucapkan dua kata itu tadi, sesaat sebelum dia pergi. I walk alone on the streets I go to the cafe I used to go a lot, I go watch a movie Belum sempat kris merebahkan tubuhnya, matahari sudah muncul dari langit barat dan
cercahan sinarnya seolah menampar kesadaran kris, ia harus bekerja.
Dengan semangat yang ia paksakan ia mengambil setelah kerjanya dan meraih tas hitam berisi file-file yang diperlukan tanpa memeriksanya lagi. I lock even myself in the memories, how about you? This weather, this temperature, this passing wind, will I remember it? Padahal semuanya baru terjadi kemarin, namun mengapa kris merasa dunia seolah berubah lebih suram dari sebelumnya. Udara pagi yang biasanya selalu menyegarkan kini seolah merusak paru-parunya. Semakin ia bernafas, semakin berat langkahnya hingga akhirnya ia hanya berdiri diam.
A person to be forgotten like a passing by black and white film I still miss you as I fall asleep But on this a rainy night, I cannot fall asleep
6
Apa yang salah dengan kita berdua? Kris mencoba menahan segalanya dan melangkahkan kaki panjangnya sekali lagi. Ia harus segera ke kantor, dan melanjutkan latihannya bersama grup bandnya nanti. Ia harus bertahan. Is this sound of the rain, your voice? Is this a sound that calls to me? Am I the only one thinking of you? Will this rain comfort me? Do you know how I feel? I keep thinking of you Tanpa ia sadari, bahu bidangnya sudah basah dibasahi air. Ternyata dari tadi air hujan sudah turun lagi sama menyedihkannya seperti tadi malam. Suara hujan ini mendesau-desau seolah menyebutkan satu nama. Apa ini suaramu? Apa yang kau lakukan? Tahukah kau aku sedang memikirkanmu? Apakah hujan ini akan menenangkanku? (I draw you with a pencil, I erase you with an eraser that is the falling rain) (I draw you out again today, will I be able to erase you?) Seandainya kemunculanmu hanyalah sebuah goresan yang bisa kuhapus dengan penghapus dari hidupku, aku akan dengan senang hati menanggung luka ini. Tapi bisakah? A bright red umbrella Wet and drenched clothes and sneakers I turn off and turn on the boiler Whatever I do, it doesn’t dry Is that how I feel or is it not? A confusing set of questions and answers Setelah pulang ke apartemennya yang nyaman kris segera berlari menuju alat pemanas dan terus duduk di sana, menaikkan suhunya terus menerus. Namun setinggi apapun suhu yang ia atur, tangannya tetap saja membeku. Apa ini? semua ini adalah pertanyaan dan jawaban yang membingungkan. Kris menoleh ke pintu masuk dan menemukan payung merah yang masih terbaring tidak pada tempatnya, jas hujan dan sneaker merah yang tergeletak di sana, dan tak ada suara yang keluar dari bibirnya.
7
On a rainy day, I fell for you We used to love each other so much It didn’t seem like we had to do this So my heart hurts so much (heart hurts) “Oppa, kenapa rasanya aku terlalu mencintaimu hingga aku menjadi takut...” “Kenapa kau harus takut?” “Aku takut suatu hari perasaanmu padaku akan terhapus dan menghilang...” “Aku justru takut kau yang akan melakukannya...”
(From the beginning, I held you in the left side of my heart and you thickly remain) Now you remain as a broken fragment that’s deeply engraved inside You pull me in Sekarang semua tahu siapa yang menghilang. Tunggu, aku bahkan tidak bisa mengingat wajahmu dengan baik. Aku tak mampu menggaris tiap jengkal wajahmu, aku tak mampu mengingat wajahmu. Maukah kau muncul lagi di hadapanku?
I think I lied when I said I could live without you I throw away my feelings but I still miss you as I fall asleep But on this a rainy night, I cannot fall asleep Kris mengingat lagi semuanya dan tertawa kecil. Ia yang awalnya mengatakan bahwa ia akan baik-baik saja tanpa tawa gadis itu kini bahkan tidak bisa tertidur, sedetikpun. Is this sound of the rain, your voice? Is this a sound that calls to me? Am I the only one thinking of you? Will this rain comfort me? Do you know how I feel? I keep thinking of you
8
Suara daun yang menampar-nampar jendela kamar kris menunjukkan bahwa hujan masih saja turun, padahal jam kini sudah menunjukkan pukul delapan malam. Seluruh pikiran terpusat pada gadis dengan tawa renyah dan senyum menenangkan itu. Apakah hanya ia saja yang seperti ini? Tahukah ia seberapa besar porsi pikiran Kris terbagi hanya untuk memikirkannya? Dear sky, please help me Please stop this rain So that I can forget her, oh no Semakin hujan turun, semakin dalam lubang yang menganga di sudut hati kris. Rasanya segalanya terambil paksa dari tubuh dan pikirannya. Langit, bisakah kau menolongku? Hentikanlah hujan ini... Is this sound of the rain, your voice? Is this a sound that calls to me? Am I the only one thinking of you? Will this rain comfort me? Do you know how I feel? I keep thinking of you Dan hujan tidak mendengar suara hati kris yang masih meringkuk di kursinya menatap langit malam yang hening. Outside the window, the sound of the rain rings I remember the memories of us I can’t live without you girl On rainy days, I miss you and our kiss Kris memainkan kunci mobil di tangan kirinya selagi ia memikirkan sesuatu. Hati dan logikanya sedang tidak berjalan bersama sekarang...
Outside the window, the sound of the rain rings I remember the memories of us I can’t live without you girl On rainy days, I always run into you
9
Tanpa berfikir apa-apa lagi kris meraih jas hujannya dan berlari keluar menuju mobilnya yang terparkir di depan apartemen. Aku harus menemuimu, sekarang. ~End~
10
"Archer, Love, Hoot"
Author: Crazyfinder |Cast| Kris wu |Supporting Cast| Sehun, Lay, Chen, Luhan |OC| Ying ra |Genre|: Romance, Length: Oneshoot
11
“You must be feel sorry now, right?” Ying menunjukkan senyum sinisnya ke arah pria bertubuh tinggi di hadapannya itu, merasa menang. Pria itu menolehkan wajahnya dan tersenyum balik. “Why do I have to?” Lalu ia berjalan menjauh sambil bersiul pelan, sambil jarinya ia masukkan ke kedua saku celana yang menunjukkan betapa panjang kedua kaki itu. Ying menahan nafas kesal. Apakah ia kalah lagi kali ini? Darn it!!! ~*.*~ “Forget it, Ying. Dia tak akan pernah bisa kau kalahkan.” Ying menunjukkan mata tajamnya ke arah pria yang barusan saja mengeluarkan suara barusan, sahabatnya, Oh Sehun. “Okay, dan kenapa?” Ying kembali berusaha fokus pada busur panahnya, mencoba menembakkan ke garis lingkaran terdalam yang berwarna merah, poin 80. Sehun menumpukan tubuhnya ke siku. “Karena ia tak ada niat untuk perduli. Itu yang terpenting.” “Eh?” “Kapan sih kau menyadarinya? Yang memulai segala balas dendam konyol ini adalah kau Ying. Bangunlah.” Sehun menambahkan sambil mencomot beberapa keripik kentang milik Lay yang ditinggal pergi rapat oleh sang pemilik. Ying menghela nafas. Pertama karena anak panahnya tidak mengenai sasaran sama sekali, dan kedua karena... well, perkataan Sehun ada benarnya. “Entahlah. Aku berpikir mungkin aku terlalu gengsi untuk mundur.” Sahut Ying sambil menghapus bulir keringat di keningnya dan berjalan mendekati Sehun yang bersantai di bawah atap peristirahatan yang terbuat dari kayu jati. Mereka tengah berkumpul di lokasi latihan grup pemanah milik kampus mereka. Cuaca terik membuat beberapa anggota memilih bolos latihan. Chen dan Luhan contohnya.
12
Namun dua anggota lain, tidak masuk karena alasan eksklusif. Lay mengikuti rapat laporan akhir tahun klub universitas bersama rektor karena ia adalah ketua dan Wu yifan –bintang utama pembicaraan Sehun dan Ying- sedang mengikuti turnamen Pemanah internasional di Shanghai. “Ya tuhan, yang benar saja. Apa kau pikir bahkan Wufan itu perduli dengan segala hal childish yang kau buat?” Sehun tampak frustasi setelah berusaha menasehati sahabatnya berkali-kali. “Hei! Kapan aku kekanak-kanakan?” Bantah Ying ketus. “Hooo, kau pikir dengan berpura-pura membuat kris terlihat sebagai pelaku heart breaker dan membuat Lingzui menangis itu tidak kekanak-kanakan?” “Sssttt!!! Kalau ada yang dengar kalau aku yang merencanakan itu, mati kau!” ancam Ying berapi-api dan hanya ditanggapi dengan santai oleh Sehun. “Tenang saja, bahkan anak kecil juga tahu kalau itu... tidak penting.” Sehun menunjukkan wajah datarnya. Ying menghela nafas dan ikut berbaring di lantai yang terasa dingin itu, hanya kakinya saja yang tetap menjulur ke tanah. “Hah.. kau benar juga.” “Ying, kau menyukai Yifan ya?” Keheningan terasa untuk waktu yang cukup lama. Aku... menyukainya? “Katakan saja padaku, tak apa.” Sehun berusaha memaksa. “Tentu saja..." Ying menggantung jawabannya dan memerhatikan reaksi Sehun sekilas, lalu menyambung jahil, "kau mau aku menjawab apa?” “Aku ingin mendengar jawabanmu yang sesungguhnya.” Ying membelalakkan matanya. Ia merasa ada yang menghalangi cahaya matahari yang tadi menerpa tubuhnya yang tidak terlindungi atap. Dan seharusnya ia tahu suara siapa barusan itu. “Wu yifan! Kau sudah kembali?!” seru Ying segera setelah ia berdiri.
13
Dengan tenang berdiri menjulang di hadapannya pria tinggi dengan rambut pirang keemasan yang makin menyilaukan di terpa sinar matahari. “Ya begitulah. Jadi, apa jawabanmu atas pertanyaan Sehun barusan?” Pria itu bertanya masih dengan sekotak anak panah di balik punggungnya dan dengan tangan memegang sebuah busur yang terlihat besar dan berat. Ya tuhan! Kenapa dia malah perduli dengan hal-hal tak penting ini tapi selalu mengabaikan semua keusilanku? Menyebalkan. “Sudahlah, masuk saja sana. Kau terlihat mengerikan dengan keringat itu. Sepertinya kau butuh sesuatu seperti handuk, atau mandi kalau perlu.” Ujar Ying sambil berlalu menuju sepedanya. Ia juga butuh istirahat, di rumah. ~*.*~ Mereka bertemu setahun yang lalu, ketika Ying bergabung dalam grup pemanah yang terkenal sangat ketat dalam memilih anggota. Saat itu Ying masih di semester kedua kuliahnya dan Wu yifan sudah menginjak semester keenam, beda dua tahun. Orang pertama yang menyambutnya dengan tangan terbuka tentu saja sang ketua klub yang memiliki senyum sangat manis itu, Lay. Namun karena ia lebih senior, ia berharap Yifan akan lebih bersikap ramah padanya. Namun ia salah. Seorang wu yifan tidak pernah bersikap ramah. Tersenyum saja tidak. Dan itu membuat Ying menjadi kesal karena dalam kamusnya, jika seseorang bersikap ramah dan baik, kita harus membalasnya dengan baik pula. Dan sepertinya kamus milik Yifan dan Ying sungguh berbeda. Buktinya saja, ketika Ying membawakan bekal makan siang untuk para seniornya yang keseluruhannya lelaki, hanya bekal milik Yifan yang sorenya terlihat berakhir di dalam tong sampah. Ia menyadari itu karena ia sangat mengingat warna pembungkus kotak makan siang Yifan yang merupakan warna favoritnya, biru pastel. Lalu juga kejadian ketika ia membersihkan seluruh anak panah seluruh member klub, ia menemukan kris membuang semua anak panahnya tanpa alasan yang di ketahui
14
oleh Ying sendiri. Seolah pria itu tidak menyukai kenyataan Ying menyentuh peralatan memanahnya. Baiklah, jika ia mengungkit semuanya lagi, ia yakin migrainnya akan segera kambuh, dan ia benci itu. Sama seperti ia membenci aroma biji kopi yang di bakar ayahnya, membenci hujan ketika tanah sudah basah dan tentu saja, sama seperti ia membenci suara langkah kaki Yifan. Mungkin, ia sudah terkena alergi terbaru, alergi Wufan. Dan sejak saat itulah perang ‘kekanakan’ milik Ying di mulai. ~*y*~ Yifan menoleh dari loker tempat peralatan panahnya tersimpan. Ia merasa agak aneh akhir-akhir ini. Ia juga tak mengerti apa penyebabnya. Kepalanya mencari-cari satu objek yang biasanya pada jam segini akan mulai mengusilinya dengan komentar tak peting dan terkadang bahkan ucapan pedas yang anehnya terdengar menggemaskan, namun tak juga menemukannya. Setelah memilih untuk menyerah dan berbalik, ia justru menemukan Sehun berjalan memasuki ruang ganti anggota dengan langkah santai dan juga wajah datarnya yang seperti telah ter-setting otomatis itu. “Bukankah ia terlihat sangat tenang akhir-akhir ini?” sapa Yifan pertama kali kepada Sehun. Yang disapa dengan pertanyaan itu mengangkat wajahnya kaget seolah baru menyadari ada orang lain di ruangan itu selain dirinya. “Oh, Yifan ge. Siapa dia yang kau maksud?” Sehun menggaruk tengkuknya bingung. Ini pertama kalinya seorang Wu Yifan membuka pembicaraan. Biasanya pria dengan bibir unik itu hanya menjawab. “Sahabatmu, Ying.” Jawab Yifan masih dengan wajah tenang. “Aaah! Kau juga menyadarinya?" Sehun tampak bersemangat. "Itu karena nasihatku. Sepertinya juga kau tak akan peduli dengan semua ulahnya mengganggumu itu.” Ujar sehun sambil tersenyum mengingat kebodohan Ying, tulang pipinya yang sempurna itu terlihat jelas ketika ia tertawa kecil.
15
“Seharusnya kau tak perlu melakukan itu.” Gumam Yifan pelan, kata-kata itu keluar begitu saja dari bibirnya tanpa ia sadari. “Ya?” Sehun yakin ia salah dengar. “Tidak ada. Aku harus latihan sekarang. Sampai jumpa.” Sehun mengikuti kepergian kris dengan matanya. Ia yakin ia tak salah dengar. ~*y*~ Ying meloncat-loncat bahagia ketika membuka pintu pagar kecil tempat lapangan latihan pemanah, baru saja ia melihat hasil ujian tengah semester dan sebagian besar nilainya mendapat nilai A. Akan tetapi siulan kebahagiaannya terhenti ketika ia melihat Sehun yang duduk di tepi lapangan sendirian dengan kening berkerut seperti memikirkan sesuatu. “Kau tahu. Kau tidak cocok dengan wajah pemikir seperti itu.” Goda Ying sambil tergelak seolah hari ini adalah hari wajib bahagia seluruh dunia. “Menurutmu, mungkin tidak seorang korban yang sering menjadi pusat kejahilan seseorang merindukan pelaku yang selalu mengerjai dia?” tanya sehun dengan susunan kata yang membingungkan. Ying mengernyit, okay, sehun memang terlihat semakin aneh. “Sepertinya kita butuh beberapa kamus di sini.” Respon Ying masih malas bersikap serius. Sehun menatap Ying sebentar, lalu menggeleng-geleng lagi. “Ying, kau tidak berpikir untuk mengerjai Yifan lagi?” tanya Sehun penasaran. Ying membelalakkan matanya terkejut. “Well, aku baru tahu kau bisa kelewat aneh begini, serius. Kalau tidak salah baru seminggu yang lalu kau mengancamku untuk berhenti menghabiskan waktuku memikirkan senior geek itu.” Ying berbicara sambil menggerak-gerakkan tangannya lincah.
16
“Benar juga sih. Tapi sepertinya korbanmu yang satu ini malah merindukan seluruh kejahilanmu. Oh tunggu, itu terdengar aneh, benarkan?” Hening. “Why do you even need to ask?” Ying melengos malas menuju ruang ganti. ~*y*~ Ha! Merindukanku? Tunggu sampai Chen jadi anggota yang rajin latihan baru aku mau percaya. Rungut Ying kesal dan menghentak-hentakkan beberapa anak panah yang seharusnya ia bersihkan. Karena ia masih menjadi anggota termuda jadi tentu saja tugas bersih membersihkan adalah miliknya. Tiba-tiba suara langkah kaki yang sangat khas terdengar oleh Ying, dan ia segera memasang wajah pura-pura serius menatap seluruh anak panah itu seolah mereka mendadak berubah menjadi beberapa potong paha ayam, yeah, perumpamaan yang pintar Ying. Namun sepertinya suara langkah kaki itu mendadak menghilang, tidak melanjutkan menuju pintu keluar. Ying memberanikan diri untuk menoleh dan segera terlonjak mendapati Yifan tengah memperhatikannya dengan mata seriusnya yang tentu saja terlihat tampan. Sht! “Akhir-akhir ini terasa sepi sekali ya?” Untuk kedua kalinya Ying terlonjak oleh ucapan Yifan. Hell yeah! Dia membuka pembicaraan! “Tenang saja, aku tidak membersihkan anak panah dan juga busurmu itu.” sindir Ying ketus, merasa Wufan tengah menyinggung masalah busur-panah yang pernah ia buang itu. “Ha?” Pria beralis tebal itu mendekat seolah benar-benar tidak mengerti. Ying menelan air liurnya gugup.
17
“I..i..itu, kau pernah tidak memakai anak panahmu yang sudah aku bersihkan. Kau pikir aku tidak memakai tenaga memberihkan seluruh anak panah yang besar-besar itu?” Ying mulai menemukan kepercayaan dirinya. Yifan yang di hadapannya mengangkat kedua alisnya seolah menyadari sesuatu. “Ah, panah yang kubuang dulu itu? Anak-anak panah itu memang sudah tidak layak pakai, mata panahnya sudah bengkok dan sangat tumpul.” Jelas Yifan dengan wajahnya yang menunjukkan senyum kecil, seolah mengatakan masa segitu saja kau tidak tahu sih? Tapi Ying yang tidak pernah melihat wajah tersenyum Yifan segera tersedak. Senyum itu sangat memesona. “La..lalu bekal makan siang yang aku buat dan kau buang itu..” “Oh, itu karena kau memakai banyak sekali kecap asin, dan aku tentu saja tidak sanggup memakannya. Anggota yang lain tidak sempat makan siang di sini dan mereka membawa pulang bekal darimu itu. tapi aku memakan beberapa sendok bekal buatanmu kok, aku sedang kelaparan saat itu.” lagi-lagi Yifan menjelaskan dengan tersenyum tanpa mengetahui bahwa dua alasan terbesar di ataslah Ying mulai membencinya dan melancarkan keusilan yang aneh-aneh. Ying terdiam lama seolah ada yang sudah menamparnya dua kali, dengan palu. “Kau kenapa? Wajahmu mendadak pucat.” Wu yifan melangkah mendekat dan menyentuh dahi Ying lembut. Saat itu juga ada satu sisi dalam diri Ying yang meleleh. “Tidak apa. Hanya... tidak apa.” Jawab Ying tidak jelas. Yifan mengangguk lagi dan tersenyum kecil. Senyum itu. “Mau latihan bersama?” Itu adalah tawaran pertama seorang wu yifan. Ying tak mampu menutup bibirnya untuk beberapa lama. “Tentu saja!” Ying menjawab terlalu cepat yang menyebabkan Yifan tertawa spontan. Sepertinya Ying akan benar-benar terjerat kali ini.
18
~*y*~ “Oh iya, aku ingin menanyakan pertanyaan Sehun yang waktu itu sekali lagi.” ujar Yifan secara tiba-tiba ketika mereka berdua tengah menarik tali busur dan mengarahkan mata panah ke target yang berada tiga meter di hadapan mereka. Ying yang sedang berusaha fokus menjadi tergoyah sedikit. “Pertanyaan yang mana?” Setitik peluh menghalangi mata Ying karena matahari cukup terik siang itu. Yifan yang melihatnya mendekat dan menghapuskan peluh itu dengan handuk kecil yang berada di tangannya, Ying lupa bernafas. “Yang ia tanyakan ketika aku baru pulang dari Shanghai itu. pertanyaan apakah kau menyukaiku.” Ying terbatuk hebat mendengar pertanyaan Yifan. “Kenapa kau menanyakannya lagi?” Wufan mengangkat bahunya. “Entahlah, aku hanya penasaran.” “Kau pikir kalau aku menyukaimu aku akan selalu menjahilimu?” tanya Ying tak percaya dengan kepolosan Yifan. “Bukankah begitu? Biasanya anak-anak kecil suka menjahili orang yang mereka sukai, ya kan?” Yifan bertanya balik sambil tangannya kembali menarik tali busurnya dengan mata terfokus ke pusat sasaran. Ia terlihat sangat keren dengan seluruh aksesori panah itu yang menempel di tubuhnya, membuat Ying melupakan bahwa ia juga tengah memegang sebuah busur. “Tunggu, jadi kau menganggap aku sebagai anak kecil?” Ying menurunkan busurnya dan menghadapkan seluruh tubuhnya untuk menatap Yifan. Tepat saat itu anak panah Yifan meluncur dengan indah dan dalam hitungan beberapa detik anak panahnya yang lumayan panjang itu menimbulkan bunyi tajam menyentuh kayu dan, ia mendapat skor sempurna! Poin 100, tepat di tengah sasaran, bulatan terkecil dalam lingkar hipnotis beraneka warna itu!
19
Mungkin ini terdengar cheesy, tapi Ying merasa hatinya juga tertembak tepat pada sasaran dan nafasnya menjadi tersendat. “Ha?” Yifan menoleh setelah memastikan skornya dan tersenyum lagi. “Tentu saja, kau masih semester tiga kan sekarang? Kita berarti beda... dua tahun? Tentu saja kau masih kecil.” Sambungnya dengan senyum lembut dan menimbulkan senyum juga di kedua matanya yang ternyata terlihat sangat jernih dan indah. “Asal kau tahu ya, di umurku sekarang aku sudah boleh menikah.” Sembur Ying kesal. Namun kemudian ia menyadari ucapannya dan pipinya segera memerah. Bodoh! Bodoh! Bodooh! “Hahaha, aku juga kalau begitu.” Tanggap Yifan pendek. Mengalihkan wajahnya dari menatap Ying. “Kalau begitu aku akan memanggilmu Yifan ge mulai sekarang.” Seru Ying cepat-cepat, mencoba mengalihkan pembicaraan. Wu yifan yang tadinya merasa gugup entah karena apa segera merasakan kehangatan di hatinya ketika mendengar gadis itu memanggilnya gege, padahal biasanya gadis itu hanya akan memanggilnya Yifan, Wufan atau bahkan meneriakkan nama Wu yifan. “Baiklah, begitu lebih baik.” Sahut Yifan. “Oh iya, pertanyaan tadi belum terjawab juga. Jadi apa jawabanmu?” dengan polosnya Yifan kembali bertanya. Membuat rona merah kembali menghampiri wajah Ying. “Aaaah!! Kau bodoh Wufan gege!!!” Ying segera berlari dan meninggalkan semua peralatan panahnya di lapangan. Ia butuh segelas air dingin. Wu yifan tertawa lagi menatap Ying yang berlari menjauhinya menuju ruang klub. Baiklah, ini akan menjadi masa kuliah yang menyenangkan bagi Wu yifan.
~*The End*~
20
All Kill - Pria yang Sempurna
|Cast|: Kris Wu |OC|: Eunsa |Genre|: Romance |Author|: Crazyfinder |Length| Oneshoot
Well, this is my very first Kris's FF so... agak alay ga papa kali ya ehehe *nyengir
21
“Wah... Pria ini all kill.” Kata-kata itulah yang langsung keluar dari benak Eunsa begitu matanya menangkap seorang pria yang keluar dari gate kedatangan internasional Incheon airport, bahkan sebelum ia sendiri paham apa maksud kata-kata itu. Seolah-olah, wajah pria yang bergaris tegas itu yang menuliskannya besar-besar agar terbaca oleh matanya. Eunsa mencoba untuk tidak tertarik dan berpura-pura serius memperhatikan orang-orang yang keluar dari sana, namun tetap saja manik matanya tidak bisa menghindari gerak-gerik pria berjaket putih itu. Setelah pria itu sudah membaur dengan banyak orang pun, seperti kucing yang bisa melihat dalam kegelapan, mata Eun sa tetap bisa menangkap lokasi pria itu berdiri. Rasanya, seperti semua objek di sekitarnya diedit menggunakan program photoshop dan dibuat seolah blur, menyisakan sosok tinggi tegapnya yang mendebarkan. “Oke, aku sudah mulai berfatamorgana.” Pikir Eunsa ketika pria itu kini sempurna berdiri di hadapannya dan menatapnya marah, tinggi pria itu mencapai papan nama yang Eunsa siapkan untuk menjemput salah satu artis milik perusahaan ayahnya yang akan tiba dari Guangzhou,China. “Kamu, apakah aku yang harus mencarimu selama berjam-jam? Kenapa kamu hanya berdiri di sini tanpa berusaha bergerak ke arah gate itu, ha?!” Suara pelan mengintimidasi pria itu membangunkan Eun sa dalam kenyataan yang, menjengkelkan. “Maaf, anda kenapa tiba-tiba marah kepada orang yang tidak anda kenal?” balas Eun sa tak kalah sengit. Apa maksud pria ini coba? “Oh, kalau begitu untuk apa anda berdiri di sini membawa papan nama bertuliskan KRIS WU? Karena kebetulan itu adalah nama saya." Ia berbicara lagi dengan intonasi yang terkontrol. "Ayo jawab, agar kita tidak memiliki kesalahpahaman lagi lain kali.” Eunsa cepat-cepat membalik papan nama dan hanya bisa melongo parah. Ow My God. ...
22
Eunsa melirik kesal pada pria yang kini berada di sampingnya, yang dengan dingin meminta kunci mobil padanya dan berniat menyetir mobil itu sendiri. Eunsa yang awalnya tidak mengerti apa maksud pria itu dengan polosnya menyodorkan kunci. Bukan, yang menyebalkan itu bukan karena ia membuat wajah yang jahat atau bagaimana. Tapi justru karena ia terlihat tidak perlu menunjukkan ekspresi apapun. Eunsa menghela nafas berat untuk kesekian kalinya. “Berhenti menghela nafas seperti itu, itu membuatku jengkel.” Tiba-tiba patung tampan yang berada di kursi kemudi itu membuka suara untuk pertama kalinya sejak setengah jam perjalanan yang lalu. Eunsa terperangah tak percaya. “Sekarang ia mulai mengatur caraku bernafas?!?!” ... Mobil berhenti tepat di depan sebuah gedung megah bertuliskan SM, perusahaan, atau lebih tepatnya salah satu agensi terbesar di Korea Selatan yang tidak membutuhkan bantuan dari pemerintahan Seoul. Itu adalah perusahaan tempat ayah Eunsa bekerja. Sesungguhnya Eunsa tidak tahu menahu akan perjalanan agensi ini, yang merupakan tempat ayahnya bekerja sekarang sebagai salah satu staff tinggi. Karena sudah beberapa tahun ini ia terisolasi di Saxion University di Belanda, mempelajari banyak hal tentang manajemen yang sesungguhnya tidak begitu ia sukai. Oleh karena itu kini ia lebih fokus pada pekerjaannya sebagai translator dan editor mancanegara yang cukup diminati. Karena selain kemampuan menulisnya, kemampuannya menguasai enam bahsa juga cukup bisa diacungi jempol. “Kamu mau turun atau tidak?” Lagi-lagi... Tanpa berbicara apapun, Eunsa turun dari mobilnya sendiri dan segera masuk ke dalam gedung. Di sana ia disambut oleh Chanyeol yang seperti biasa, tersenyum lebar seolah baru saja memenangkan undian. “Eunsa ssi! Selamat dataang!”
23
Eunsa yang merasa baru saja mengalami hari terburuk sedunia langsung merasa disiram oleh air tersegar. Merasa berterima kasih oleh sambutan pria ceria itu setelah berjam-jam dihabiskan duduk berdampingan dengan patung jutek di dalam mobil. “Chanyeolssi! Apa kabar?” balasnya tak kalah ceria. Awalnya Eunsa tak mengenal Chanyeol, ataupun Lay, Luhan, Kai dan beberapa kumpulan pria yang baru ia temui seminggu yang lalu, hari kepulangannya dari Belanda. Namun dengan sabar mereka menjelaskan secara singkat bahwa mereka adalah rookie group yang dibentuk oleh SM. Dan, walaupun belum paham sepenuhnya, Eunsa hanya mengangguk serius. “Ah! Kris hyung! Bagaimana perjalananmu?” Chanyeol yang baru menyadari Kris memasuki ruangan sambil menyeret koper langsung menyapanya juga. Kris hanya melirik sepintas ke arah Chanyeol dan Eunsa, lalu membalas pendek, “Menyebalkan.” Chanyeol dan Eunsa saling berpandangan hingga suara langkah kaki Kris menghilang di ruangan sebelah. Dalam pikiran Chanyeol, seharusnya suasana hati kris cerah karena ia baru kembali dari kampung halamannya, tapi kenapa... “Ya, chanyeol-a, kamu kenal orang itu siapa? Menjengkelkan sekali dia.” Ujar Eunsa. Chanyeol yang masih terperangah dengan reaksi Kris tadi berpindah menatap Eun sa bingung. “Hah? Dia itu leader EXO M.” ... “Ayah! Apa-apaan ini?” seru Eunsa menggebu-gebu tepat ketika ia membuka ruang kerja ayahnya tanpa mengetuk terlebih dahulu. Di luar dugaannya, yang menatap kaget saat itu bukan hanya ayahnya, namun juga makhluk yang ia baru ketahui bernama Kris itu. Terlanjur malu, Eunsa mengangkat dagunya dan melanjutkan protesnya yang tadi sempat terputus. “Ayah! Kenapa aku harus menjadi penerjemah untuk grup ini? Apa namanya ini...” Eun sa membaca sebentar surat tugas itu, “EXO, ya, EXO. Apa maksudnya ini ayah?
24
Bukankah ayah sudah tau kalau jadwalku untuk tahun ini sudah penuh?” Eunsa menurunkan nada suaranya dengan agak memelas. Ayahnya menatap dengan mata memohon. “Ayolah Eunsa-ku. Mereka akan melakukan world tour bulan depan, keliling Eropa. Sedangkan penerjemah resmi yang mengerti banyak bahasa belum ada.” “Tetap saja yah, aku sudah memiliki banyak—“ “Sudah berhenti saja, tidak usah sok jual mahal.” Sela manusia yang dari tadi hanya diam di tempatnya sebagai penonton itu. Eunsa terpaku berharap ia salah dengar, yang tentu saja tidak mungkin. “Apa maksudmu?!” Tantang Eunsa merasa tersinggung dengan selaan Kris. “Ya, kau tidak perlu membentak ayahmu seperti itu. Bukan hanya kau saja penerjemah yang terbaik di dunia ini. Karena ayahmu mempercayaimu makanya kau dijadikan sebagai pilihan pertama, bukankah begitu?” Jawab Kris tenang, namun terdengar sinis di telinga Eun sa. Merasa seolah ia yang menjadi tokoh antagonis di ruangan itu, ditambah lagi dengan ayahnya yang hanya menatap mereka bingung, kepala Eunsa menjadi panas tak terkendali. “Oke! Aku lakukan!” Lalu ia keluar dan tak lupa membanting pintu lagi. Lebih keras dari sebelumnya tentu saja. ... “Kau sungguh-sungguh jadi ikut bersama kami, Eunsa ssi?” Tanya Baekhyun ceria. Ia seolah sudah membayangkan sebuah perjalanan yang menyenangkan di kepalanya tanpa menyadari Eunsa hanya diam menahan kesal. Mereka tengah berada di perjalanan menuju bandara yang akan membawa mereka ke negara yang paling romantis sedunia, Paris. “Ya, berterima kasihlah kepada duizhang-mu yang menyebalkan itu!” Jawaban yang sengit itu membuat Baekhyun kaget dan menatap bingung ke arah Kris dan Eunsa. Mereka berdua ini tidak pernah terlihat berbicara sebelumnya, namun kenapa mereka seolah terlahir sebagai musuh abadi seperti ini?
25
Sedangkan yang sedang ditatap tajam oleh Eunsa dari jok tengah mobil hanya duduk tenang di bangku paling depan sambil menatap ke luar jendela. ... “Kenapa kau berdiri sejauh itu? Acara wawancara akan di mulai sebentar lagi. Dan seharusnya kau berdiri di belakangku, kan? Bukan di belakang Lay. Kau mau makan gaji buta?” Lagi-lagi ia harus mendengar ucapan sinis dari pria yang tingginya hampir tiga kaki itu. Anehnya, entah kenapa setiap ucapan pedas pria itu tidak pernah bisa Eunsa balas. Padahal ia terkenal sebagai gadis tercerewet di planet ini. Dengan malas-malasan ia mendekat ke arah Kris dan merengut. Kesal pada dirinya yang mendadak jadi patuh seperti ini. Chanyeol, partner in crime-nya hanya bisa menatap prihatin, namun sempat-sempatnya nyengir. Tanpa sengaja, kakinya menginjak ujung celana cutbray-nya yang lumayan panjang. Seolah pasrah untuk jatuh, Eunsa menutup mata dan menunggu rasa dingin panggung tempat acara live interview berlangsung itu untuk mengenai kulitnya. Namun, hingga beberapa detik yang terasa lama, ia justru merasakan hangatnya jas dan kulit sesorang, juga ia bisa-bisanya menikmati aroma tubuh yang terkesan tajam namun wangi di indra penciumannya itu. “Ayo buka matamu.” Bisik seseorang tak sabar di kupingnya. Eunsa membuka mata dan menemukan hidungnya hampir bersentuhan dengan hidung Kris, mereka bertatapan. Spontan Eunsa mundur dan mengambil jarak dari hadapan Kris, namun tangannya tetap ditahan oleh orang itu, karena jelas-jelas Eun sa masih terhuyung. Ia merasakan semua mata memandang mereka, namun Eunsa tidak perduli dan melepaskan tangan Kris kasar. Mengagetkan Kris yang masih menatapnya. “Lain kali hati-hati.” Ujar Kris setelah berbalik lagi ke arah depan, membelakangi Eun sa. Menolak menatap Eun sa lagi yang masih bingung dengan apa yang terjadi. ... Wawancara yang menggunakan bahasa prancis itu berjalan lancar, ditunjang dengan pembawa acaranya yang cukup interaktif dan menarik. Eunsa dengan susah payah berhasil mengatasi perasaan aneh yang muncul setelah insiden jatuh tadi. Begitu juga Kris, kelihatannya. Namun anehnya, Kris terlihat sangat diam dan bahkan
26
tidak menoleh-noleh lagi ke arah Eunsa untuk apapun yang gadis itu lakukan. Biasanya, jika Eunsa salah bicara saja, Kris langsung tanpa ampun mengomentarinya. Entah situasi apa yang sedang berjalan saat ini, ia juga tak mengerti. ... Eunsa sedang merapikan naskah-naskah yang harus ia edit tepat ketika ia mendengar suara gaduh dari ruang sebelah, tempat dimana ruang latihan selama mereka berada di Paris berada. Dengan cepat ia menuju ke sana dan menemukan Kris berlari kesana-kemari dan menyuruh member yang lain ini dan itu, sedangkan Lay tengah terbaring di atas sofa biru. Semua terlihat panik, dan Kris kembali lagi berlari masuk membawa handuk basah. Tanpa diminta Eunsa berlari mendekat dan bertanya dengan panik. “Ada apa? Lay kenapa?” “Lay demam dan sepertinya panasnya tinggi.” Jawab Kris singkat dan kemudian kembali fokus memeriksa keadaan Lay. Chen kembali dan memberitahukan bahwa dokter akan datang sebentar lagi, member yang lain juga masih berlari kian kemari mengambil baju ganti, D.O memasak bubur, dan anggota lain sibuk mengambil apapun yang membantu. Kris mengangguk. “Kenapa kau tak memanggilku?!” Eunsa emosi melihat keadaan yang berubah menjadi kacau seperti ini. Kris hanya menatapnya lama, namun kemudian kembali berlari mengambil baskom es. Eunsa menatap tak mengerti dan memerhatikan keringat dingin yang keluar dari wajah Lay. Eunsa menangis panik, dan memanggil-manggil Lay dengan dada penuh sesak. Kris datang dan duduk di sampingnya dan langsung menarik Eunsa menjauh. “Kenapa? Ada apa dengan Lay?” Kris menghela nafas perlahan dan meremas pelan bahu Eunsa untuk menenangkannya. Lalu menjawab dengan suara lembut. “Inilah kenapa aku tak mau memanggilmu. Jangan emosional begitu di dekat orang sakit, nanti kau yang ikut jatuh sakit. Sudahlah, biarkan kami yang mengurusnya, oke?” Kris mengusap air mata Eunsa dan membawa gadis ke ujung ruangan. Eunsa
27
menurut dan duduk tenang. Kris tersenyum teduh dan hendak berdiri meninggalkan Eunsa, namun Eunsa menahan tangannya. “Biarkan aku membantumu mengompresnya, ya?” ... Akhirnya world tour di Eropa itu berakhir sukses. Beberapa sesi foto, wawancara dan konser sudah berakhir. Dengan perasaan senang, seluruh member kembali berada di pesawat yang akan membawa mereka menuju negara asal mereka. Lay sudah sehat, ia hanya mengalami demam karena kelelahan akibat terlalu rajin latihan. Hanya satu yang terlihat tidak sehat saat ini, yaitu hubungan Eunsa dan Kris yang terlihat amat sangat tenang akhir-akhir ini. Eunsa menatap kepala Kris yang duduk tepat di depan seatnya . Ia berfikir, lelaki seperti apa sebenarnya Kris ini? Setelah kejadian itu, ia melihat banyak sisi dari Kris yang sebelumnya tidak ia perhatikan. Contohnya, betapa polos senyum yang ia miliki, betapa lembutnya suara yang ia ucapkan, betapa baiknya hati pria ini. Tanpa sadar, Eunsa tersenyum, tulus. ... Satu bulan lagi berlalu... Eunsa tengah membereskan pakaian yang akan ia bawa kembali menuju kampusnya di Belanda, libur musim panasnya sudah berakhir. Namun tiba-tiba ia merasa kepalanya sakit, migrain lagi ini, keluhnya perlahan. Gadis berwajah lonjong dengan pipi tirus itu berjalan tertatih menuju ruang tempat obat yang berada di kantor agensi. Namun dalam perjalanannya menuju kotak obat, ia melihat Kris tengah berjalan berlawanan arah dengannya. Mereka berhadapan. Namun Eunsa berpurapura tertarik dengan langit-langit kantor, berusaha tidak beradu pandang dengan Kris. Ketika ia merasa sudah melewati Kris, ia menghela nafas dan melanjutkan langkah, namun, ia merasa tangannya ditarik. “Kenapa kau menghindariku?” Eunsa melotot kaget, ia menoleh dan langsung berhadapan dengan mata tajam Kris. Eunsa terpaku.
28
“Kenapa?” ulang Kris pelan. Eunsa tetap tak bisa menjawab. Kali ini genggaman itu bertambah kuat. Eunsa yang awalnya berusaha menjawab dengan tenang menjadi panik dan dengan memejamkan mata ia berteriak. “Karena aku terlalu gugup untuk berada di dekatmu!” Sesaat keheningan menyelimuti mereka, dan kemudian keheningan itu dipecahkan oleh tawa keras Kris. Eunsa merengut kesal dan malu. Ia hendak berlari menyembunyikan wajah merahnya. Tetapi, lagi-lagi tangan Kris menahannya dan kali ini menarik Eunsa kepelukannya. “Kalau begitu, jangan menghindar lagi, karena aku juga begitu...”
~fin~
29
DEATH HOLLOW
Chapter: One|| Author: Crazyfinder|| Genre: Action, Romance ||Main Cast: Kris, EXO M, EXO|| OC: Vanni || Length: Chapter(s)|
30
Walaupun aku berbalik, masihkah aku mampu melihatmu? ~*.*~ ..A year after it all started.. 2013 Menit-menit berlalu di dalam ruangan yang tak terlalu besar itu diiringi kesunyian yang menghanyutkan. Tetes-tetes darah yang mulai surut terdengar menggema dalam pantulan suaranya yang meluas. Sesosok tangan yang panjang dan kokoh mulai kehilangan tenaganya dan perlahan mulai mengurangi gerakan-gerakan kecil yang dari tadi ia usahakan untuk menemukan harapan. Kris, nama orang yang tengah terbaring berbalurkan darah di perut dan wajah kirinya itu, mulai melepaskan kesadarannya pelan-pelan. Aku hanya ingin tahu kau ada di mana. Berbarengan dengan menutupnya mata dengan tatapan tajam itu, suara pintu menjeblak terbuka dan muncul suara tegang seorang wanita. Suara yang tenang namun penuh tekanan. * 04 juni 2012 –That’s why I told you not to follow me — Kris menghirup kopi latte-nya dengan tenang di balik mobil mewah miliknya. Matanya memerhatikan keramaian di sekitar kafe itu dengan seksama, mengumpulkan tenaga dan pikiran untuk menghadapi rutinitas yang mungkin akan membunuh jiwanya lagi, seperti biasa. Sedetik kemudian, manik matanya terpaku pada seorang wanita dengan siluet tubuh tinggi dibaluti coat hitam selutut. Rambutnya yang juga hitam panjang terikat melewati puncak kepala memperlihatkan leher belakangnya yang jenjang. Sepatu boots wanita itu berbunyi keras ketika melewati samping mobil kris yang terparkir di tepi jalan. Entah apa yang merasuki otaknya, kris meminta supirnya untuk mengikuti wanita itu dalam jarak dekat. Seperti tanpa rasa curiga, gadis itu tetap berjalan tegap menuju
31
jalan kecil yang berada di antara toko pakaian dan toko sepatu di daerah perbelanjaan yang ramai. Sadar jika mobil tak mampu menyusul ke sana, tanpa ragu kris turun dari mobil dan dengan hati-hati membuntuti gadis dengan tinggi yang kira-kira mencapai bahunya itu. sekitar lima menit berlalu dan kris mulai mendengar suara orang berbicara di balik belokan selanjutnya tempat ia tak jauh berdiri, suara sekumpulan pria dan seorang wanita, yang pastinya adalah wanita tadi. “Jadi karena kau sudah pensiun kau membawa penjaga di belakangmu? Pria necis dengan rambut penuh gaya itu?” seiring dengan perkataan mencemooh seperti itu, terdengar tawa menghina dari sana. Mereka bertepuk tangan dengan seruan-seruan merendahkan. Tak terdengar respons dari sang wanita. Hal itu membuat kris berfikir lagi bahwa gadis itu tadi hanya datang sendiri, jadi... penjaga yang di maksud oleh mereka adalah,.. dirinya? Kris? “Ayolah, apa sih kerennya pria seperti itu dibanding organisasi kita? Kami menghasilkan banyak uang dibanding pria pesolek semacam dia. Perusahaan miliknya itu mungkin akan jatuh besok pagi ketika dia membuka mata.” Lanjut suara lelaki bersuara sangar tadi bertambah semangat melihat sang wanita tak menunjukkan respon apa-apa. “Setidaknya pria itu bukan sampah seperti kalian.” Aura dingin mendadak menusuk leher kris setelah sang gadis mengeluarkan suara. Begitu juga dengan seluruh pria menyeramkan yang mungkin berada di hadapan sang gadis. Semuanya hanya membuka mulut tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Suara gadis itu sangat tenang, dalam dan berkesan mematikan. “Jadi, tolong jangan pernah memanggilku lagi tanpa alasan apapun. Tambah lagi, pria yang kalian sebut-sebut tadi tidak ada hubungannya denganku. Dia hanya mengikutiku tanpa tahu apa yang sedang berada di hadapannya.”
32
Setelah berkata begitu, suara detak heels yang tajam mulai memenuhi loronglorong antar dinding dengan sangat mengintimidasi. Bahkan kris yang sudah melangkahkan kakinya ke depan tidak sanggup untuk berjalan lagi, wajah manga-nya tidak menunjukkan ekspresi apapun. Ketika suara detak sepatu tepat di sampingnya pun, ia masih tidak menunjukkan respons apa-apa. Tanpa ia sadari sepenuhnya, sepasang tangan menggandenganya protektif dan tegas dan menggiringnya keluar dari lorong itu. yang ia sadari saat itu hanyalah aroma parfum, atau aroma tubuh (?), seseorang yang manis dan tajam. Suara pintu mobil yang terhempas menutup membuatnya kembali lagi ke alam sadarnya. Ternyata ia sudah duduk di bangku belakang mobil miliknya. Ketika ia menoleh keluar jendela mobil, seorang gadis dengan wajah oriental namun berkulit kecoklatan tengah menatapnya balik dengan pandangan tak dapat di baca. “Setelah ini jangan pernah lagi mengikuti siapapun, kau tak akan pernah tahu mereka akan membawamu kemana. Pulang, segarkan pikiranmu dan ganti nomor plat mobilmu. Secepatnya.” Setelah berkata begitu ia memberi tanda kepada supir untuk cepat pergi, membiarkan kris dengan pikirannya sendiri. * “Ada apa denganmu kris?” Tiba-tiba kris dikagetkan oleh suara seorang pria yang ternyata adalah partner kerjanya di perusahaan itu, Lay. “Ha?" Kris mengerjap dan kemudian terkaget. "Ah! Kau mengagetkanku. Apanya yang kenapa?” tanya kris balik dengan bingung. “Entahlah, akhir-akhir ini matamu terlihat lebih dalam, seperti memikirkan sesuatu yang seharusnya tidak kau pikirkan,.. ah, kenapa bahasaku aneh begini.” Lay tertawa sendiri setelah menyadari ucapannya. Kris ikut tertawa di sampingnya. Namun setelah lay keluar dari ruangan, kris menyandarkan kepalanya di punggung kursi dan menerawang. Setelah kejadian empat hari yang lalu, ia menjadi ekstra hati-hati. Tapi tidak ada yang terjadi sama sekali. Hal ini membuatnya bingung, antara merasa lega atau merasa terancam. Tambah lagi dengan kehadiran gadis dengan
33
mata cokelat terang itu, apa maksud perkataannya? Siapa dia? Haruskah ia menyelidikinya? “Tidak, kau tidak perlu menyelidikiku.” Kris terlompat dari kursinya dan segera berdiri tegak, matanya awas. Lalu ia mengerutkan dahinya menemukan gadis berpakaian cerah berlapiskan blazer merah muda telah duduk sempurna di hadapannya. Bukan pakaiannya yang mengagetkan kris, melainkan karena gadis itu adalah orang yang tadi tengah ia pikirkan. “Kenapa? Apa..? bagaimana? Aish, Kamu bisa membaca pikiranku?” Lidah kris seolah tergigit sesuatu hingga ia tak bisa mengatakan apa-apa. Dirinya yang biasanya tenang dan mampu mengendalikan diri itu kini kehilangan dirinya yang dulu. Gadis itu mengerucutkan bibir, mencemooh. “Semua itu bisa terbaca lengkap di wajahmu, tuan muda Kris.” Jawab wanita itu masih dengan ekspresi tenang. Kris menghela nafas pelan untuk meredakan kekagetan yang muncul dalam dirinya. “Lalu, apa yang kau lakukan di sini?” tanya kris lagi, kali ini mulai terkendali walaupun detak jantungnya meningkat entah karena alasan apa. “Untuk melindungimu.” Santai gadis itu menjawab. Kris tersedak. “A.. apa?” sungguh miris sekali jika pria se-capable dirinya harus dilindungi oleh gadis yang ramping dan terlihat rapuh ini. “Mungkin kau tidak tahu, tapi selama empat hari ini ada banyak orang yang mencoba membunuhmu dan selalu aku yang mengatasinya. Aku tak percaya betapa polosnya kamu. Jadi sebelum segalanya bertambah rumit, aku memilih untuk berada di sampingmu saja.” Kris mencoba mencerna satu persatu perkataan gadis dengan kuncir di puncak kiri kepalanya itu. lalu matanya terbelalak. “Empat hari yang lalu? Kenapa?”
34
“Karena sejak kau berada di dekatku, mereka telah menetapkanmu sebagai objek. Jadi karena aku merasa bersalah, aku akan melindungimu.” “Kau ini apa?” kris menatap langsung ke matanya. “Lebih baik kau tidak tahu apa-apa.” *
Aku tak percaya helaan nafasmu ini adalah ilusi, karena wujudmu terlalu nyata untukku. * Setelah mengunci pintu rumah dengan kunci ganda miliknya, kris menghela nafas lega. Ia bukan tipe orang yang penakut atau pengecut, hanya saja kali ini ia tak yakin lawannya siapa dan ada berapa, jadi memilih berhati-hati bukanlah pilihan buruk. “Bahkan mereka bisa masuk lewat tempat yang tak kau sadari, tidak ada pencuri yang masuk melalui pintu, kan?” Kris tidak perlu berbalik untuk memarahi suara yang mengagetkannya itu karena ia sudah mulai terbiasa. Gadis dengan alis tebal indah itu selalu muncul di belakangnya tanpa pemberitahuan apa-apa dan gerakannya sehalus angin, padahal gadis itu tidak terlalu kecil menurutnya. “Setidaknya aku harus menutupnya malam-malam seperti ini, kan?” bela kris dengan nada tenang. Ia memasukan kunci ke dalam saku bajunya yang terletak di pinggang kiri. Namun tiba-tiba ia merasakan sepasang tangan memeluk pinggangnya sekilas dan kris membeku. Gadis itu muncul di hadapannya dan menunjukkan kunci yang ia yakin tadi berada padanya. Bibir gadis itu menunjukkan senyum samar dan menggoyanggoyangkan kunci itu di depan hidung kris. “Setidaknya seperti ini mereka bekerja tanpa kau sadari. Pelan-pelan dan mematikan.”
35
Setelah berkata begitu sang gadis berbalik menuju kamar yang berada tepat di samping kamar kris. Terdengar suara pintu terbuka dari sana dan kris yakin ia membuka connecting door yang ada di antara kamar mereka. Kris meraba tempat tangan tadi mengait dan berjalan menuju kamarnya dengan helaan nafas panjang. * “Siapa namamu?” kris membuka pagi itu dengan pertanyaan yang normalnya harus ia tanyakan ketika pertama kali bertemu. Hanya saja selama ini ia baru menyadari dirinya selalu memanggilnya dengan sebutan gadis itu. “Aku lebih memilih kau tidak mengingat bahwa ada aku di hidupmu. Jadi lupakan saja bagian perkenalan ini.” Sahut gadis itu cuek dan kembali membaca koran yang sudah ia jemput di pagar depan rumah. “Tidak bisa, aku harus tahu menyebutmu sebagai apa.” Kris bersikeras ingin mengetahuinya. Ada keheningan yang muncul namun kris tidak perduli. Ia tidak ingin ada orang yang tidak ia ketahui identitasnya berada di sekitarnya. Tatapan gadis itu menghujam wajah kris dengan tatapan tak terbaca lagi. “Vanni. Panggil aku Vanni. Dan jangan pernah berfikir untuk mencari namaku di manapun, aku tidak suka.” Dengan mengejutkan Vanni membuka suara dan membuat kris menarik sudut bibirnya pelan. * Setelah sarapan singkat yang kris masak karena paksaan Vanni, kris memasuki mobilnya melalui pintu kursi mengemudi, semenjak kejadian itu kris sudah meminta supirnya untuk mengambil cuti. Biar saja ia mempertaruhkan nyawanya, tapi jangan orang lain. Tepat setelah pintu menutup, Vanni menarik kepala kris keras ke arahnya dan menyebabkan kris tersedak saking terkejutnya. Lalu dalam hitungan detik yang sangat singkat, kepala kursi pengemudi hancur berkeping-keping di ikuti dengan serakan kaca
36
yang bertebaran di dasbor mobil. Semuanya seperti gerakan lambat yang tidak memakai efek suara. Mata kris yang segera terbuka ketika wajahnya mendarat di bahu Vanni menangkap ledakan itu dan terbelalak tak percaya. Tepat setelah itu Vanni melompat keluar mobil dan dengan gerakan kilat melompati pagar rumah kris yang tinggi tanpa kesulitan. Sebelum menghilang di balik pagar kris menangkap sekilas Vanni mengeluarkan semacam stuntgun kecil yang entah kenapa bisa terselip di balik paha gadis itu. Segalanya seolah terjadi dengan kedipan mata sehingga membuat dada kris sesak kesulitan bernafas, kris mencoba mempertahankan kesadarannya dan menyentuh gagang pintu untuk keluar dari aroma mesiu yang bertebaran di dalam mobil. Sayangnya sepertinya kunci mobil itu rusak dan tidak bisa terbuka, sehingga tangan kris bergerak tak berdaya, dadanya semakin sesak dan ia bahkan tidak bisa mengeluarkan suara untuk memanggil nama Vanni. Sebelum matanya benar-benar tertutup, ia bisa merasakan seseorang memapahnya tanpa kesulitan kembali ke dalam rumah. Lalu kris berbisik. Vanni... * “Kris, jangan bilang kau sudah menikah tapi tidak mengundang kami.” Seloroh teman masa kecilnya, Chanyeol, sambil mengupas sebuah apel fuji besar di tangannya. Alih-alih menjawab, kris hanya tertawa dan mengambil apel itu cepat, ia khawatir Chanyeol yang ceroboh itu akan melukai tangannya sendiri. “Siapa yang kau maksud?” tanya kris pura-pura tidak tahu siapa yang dimaksud oleh Chanyeol, matanya fokus menatap apel yang tengah ia kuliti. “Itu, gadis yang barusan keluar dari kamarmu ini. Dia terlihat sudah mengenal rumahmu ini dengan sempurna. Bahkan tadi dia yang mengantarku ke sini. Dia tidak mungkin pembantumu kan? Dia terlalu cantik untuk pekerjaan itu, haha.” Kris menjitak kepala Chanyeol yang masih tertawa oleh leluconnya sendiri.
37
“Tapi serius kris, dia sangat cantik dan lemah lembut, di mana lagi bisa kita temukan gadis seperti itu? kalau dia bukan istrimu, boleh buatku?” Tambah chanyeol beberapa saat kemudian. “Kau pikir dia barang? Tidak, tidak bisa.” Karena dia sama sekali tidak lemah lembut seperti yang kau pikir. Tambah kris dalam hati. Namun dari respon Chanyeol, sepertinya Chanyeol salah mengerti maksud kris sebenarnya. Sayangnya Kris tidak bisa mengatakan apa-apa untuk sekarang. Ia tengah berbaring di kamarnya dengan beberapa peralatan rumah sakit mengelilingi tubuhnya. Darahnya sudah sedikit teracuni oleh udara di dalam mobil tadi. hanya saja ia sudah tidak membutuhkan tabung oksigen. Yang ia ketahui samar-samar tadi Vanni sibuk memanggil dokter, menelpon perusahaannya dan mengurus beberapa kerusakan di sekitar rumah. Walaupun tidak ada emosi yang terlihat di wajah Vanni, kris bisa merasakan tangan gadis itu berubah menjadi lebih dingin dan suaranya agak bergetar. Namun hanya itu. Beberapa kolega kris yang mendengar kejadian itu berdatangan ke rumah kris dan menjenguknya. Vanni mengatakan itu hanya kecelakaan biasa yang tidak membutuhkan campur tangan polisi sehingga orang tua kris yang sedang berada di Vancouver tidak perlu terbang ke Korea. Hanya saja ibu Kris menjadi menganggap Vanni sebagai kekasih kris, membuat kris kelabakan menjelaskan. Chanyeol pulang kemudian setelah dua jam menemani kris ngobrol kesana kemari dan sibuk memanggil Vanni dengan tidak jelas. Rumah menjadi sangat hening setelah kepergian semua tamu itu. Dengan ekor matanya ia mencari posisi Vanni di rumah dan ia mendengar suara gerakan seseorang di ruang cuci. “Vanniya! Kamu sedang apa?!” Seru kris agak mengeraskan suaranya. Dengan secepat kilat Vanni muncul di depan pintu kris dan membuat dua orang itu terkejut dengan alasan yang berbeda. “Ya tuhan! Jangan berteriak begitu, kupikir kau kenapa-napa.” Ujar Vanni sambil mengelus dadanya panik, ia menarik kursi di dekat pintu dan duduk di samping kris, “Aku sedang mencuci pakaianmu yang tadi pagi, ada apa?” sambungnya setelah duduk
38
dengan sempurna di samping tempat tidur kris. Kris menjadi sedikit kikuk dengan situasi ini dan dengan pertanyaan vanni. Kris mengalihkan pandangannya dari wajah vanni yang dipenuhi peluh. “Kau juga mengagetkanku, kenapa bisa kau muncul secepat itu?” balas kris. Matanya masih menghindari vanni. “Kau belum pernah mendengar kata berlari ya?” Vanni menjawab dengan jengkel, mungkin karena kris mengganggu pekerjaannya. Keheningan menyelimuti mereka yang sudah kembali dengan pikiran masingmasing. Kris berusaha mencari topik. “Itu, tadi. apa yang terjadi tadi pagi?” tanya kris dengan suara pelan. “Mereka sepertinya mulai terang-terangan menyerangmu.” “Kenapa kau menolongku?” “Kan aku sudah mengatakan bahwa aku merasa bersalah.” “Kenapa kau harus?” Vanni menggigit bibirnya kesal. Ia tak percaya pria dengan wajah dingin itu bisa banyak bertanya seperti ini. akhirnya ia menghela nafas. “Mereka menginginkanku kembali pada organisasi mereka, tapi aku tidak mau. Jadi mereka berfikir kau adalah penyebab semua ini ketika mereka membuntutiku dan ternyata kau juga dengan bodohnya sedang mengikutiku. Jadi mereka berniat menyingkirkanmu.” Jelas vanni panjang lebar. Itu adalah kalimat terpanjang pertama yang pernah vanni ucapkan padanya. “Karena itu, kau ini sebenarnya apa dan siapa?” tanya kris mulai berani. Vanni mendekatkan wajahnya ke wajah kris, membuat kris sontak menahan nafasnya. Vanni tidak melepaskan pandangannya dari mata kris. “Berhentilah bertanya, yang pasti aku belum pernah membunuh orang yang tidak bersalah. Sekali kau mengetahui segalanya, hidupmu akan lebih gelap dari ini. paham?” ucap vanni masih belum melepaskan pandangannya dari mata kris. Kris mengangguk
39
pelan. Vanni memajukan wajahnya lagi dan mendaratkan bibirnya sekilas di bibir kris, lalu ia berlalu dari tempat itu secepat ia muncul tadi. * Walaupun terdengar silly, namun sengatan kecil di bibirku mampu menahan mataku dari terpejam hingga pagi ini. * Suasana pagi di rumah kris yang di dominasi cat putih itu sangat hening, kesunyian yang ganjil di bandingkan dengan pagi-pagi sebelumnya. Rumah besar yang terletak di daerah suburb itu memberikan kabut pagi yang seharusnya tidak ada. Kris membuka mata dan hal pertama yang ia lakukan adalah menyentuh bibirnya, perasaan seperti di setrum itu masih menyengat di sana. setelah tersenyum kecil yang tak ia mengerti alasannya, kris mencoba menyesuaikan matanya dengan suasana kamar. Cahaya di kamarnya terasa lebih terang dari seharusnya. Sedetik kemudian ia langsung mengarahkan matanya pada connecting door antara kamarnya dan Vanni yang kini tertutup. Padahal Vanni akan dengan keras kepalanya membuka pintu itu agar bisa mengawasi kris 24 jam, melupakan hal yang bernama privasi. Kris mengeryit heran dan perlahan mendekati pintu itu. semakin ia mendekati kenop pintu, semakin tanganya terasa berat dan dingin. Karena terlalu fokus pada hal itu, ia tak menyadari kakinya yang tidak beralas apapun menginjak cairan kental. Kris menunduk ngeri dan menyaksikan darah mengalir dari celah bawah pintu itu dengan perlahan. Seketika pikiran kris kosong dan tanpa berfikir apa-apa ia berusaha membuka pintu yang ternyata di kunci dari seberang. Semakin lama ia mencoba, semakin panik pikirannya. Kris mulai membanting tubuhnya ke arah pintu itu putus asa. Vanni, kau baik-baik saja? Hanya itu yang ada di pikirannya. “Jangan masuk! Jangan...” suara seorang gadis yang terputus-putus menjawab pertanyaan dalam hati kris. Alih-alih menghentikan usahanya, kris semakin brutal mendobrak pintu yang terbuat dari kayu jati kokoh. Rasa sakit yang menjalar di punggungnya mulai terasa namun dihiraukan oleh kris.
40
“Vanni! Apa yang terjadi?! Vanni! Kau tidak apa-apa?” kris terus berusaha mendengar suara gadis itu. namun tidak ada jawaban dari sana. Perasaan kosong langsung menelusup tiap sudut hati kris. Kepalanya berdenyut sakit dan tidak menentu. Setelah mencoba menenangkan dirinya, kris mencoba mencari sesuatu yang bisa membantu, namun nihil. Kamarnya hanya berisi file-file kantor dan laptop berbagai model. Tiba-tiba kris teringat sesuatu dan meraih telepon genggamnya yang tergeletak di meja kerja. Tangannya yang gemetar menelusuri contact person dan berhenti di huruf T, Tao. Adik kelasnya di SMA yang kini telah menjadi intelijen resmi. Secepat kilat ia mengetik huruf S.O.S dan mengirimnya ke nomor yang tertera di sana. * Semuanya terjadi seperti mimpi, dan yang menakutkan adalah, semua gerakan yang muncul tidak bersuara sama sekali. Mereka; Vanni, Tao dan beberapa pria berpakaian hitam bergerak secepat angin. Kris berusaha mengikuti ritme namun yang ia pikirkan adalah mereka semua bukanlah manusia. Matanya menangkap sekilas Vanni menghindari serangan pisau pendek bercabang yang mengarah ke lengan kanannya. Setelah kris memusatkan pandangannya, kris bisa melihat darah pekat mengalir di sekitar pinggang Vanni, menjawab pertanyaan mengapa nafas Vanni tersengal pendek-pendek. Tanpa berfikir dua kali kris berlari ke arah Vanni dan mencoba melawan pria kekar yang tadinya adalah lawan Vanni. Pria itu terkaget sebentar sehingga terjatuh di atas meja baca di ruang tamu, tangannya menghantam TV flat dan memunculkan percikan-percikan api. Namun pria itu segera berdiri lagi dan mengejar kris dengan mata lebih tajam dari sebelumnya. Tangannya yang juga di balut kain hitam mengincar ulu hati kris namun berhasil di elak oleh kris. Sayangnya kaki pria itu berhasil mengait lutut kanan kris sehingga kris refleks tertunduk. Setelah itu yang kris rasakan adalah siku tajam menghantam punggungnya dengan tenaga yang luar biasa. Kris membelalakkan matanya tak percaya dan terbaring menanti serangan berikutnya.
41
Seluruh sendi tubuhnya meneriakkan rasa sakit yang tak tertahankan, namun mengerang pun kris tidak mampu, matanya hanya mampu menatap ke atas, menunggu. Namun tidak ada yang terjadi lagi, ia memejamkan matanya dan berharap Vanni dan Tao baik-baik saja. Tepat sebelum kesadarannya benar-benar hilang, sepasang tangan lembut mengusap hidung dan pipinya yang tanpa ia ketahui ternyata telah mengeluarkan darah. Kris dengan susah payah membuka mata lagi dan menemukan wajah Vanni yang tercampur peluh dan darah menatapnya dengan pandangan yang tak dapat kris artikan. Bibir gadis itu bergetar, entah marah atau sedih. Kris tersenyum dan menyentuh salah satu tangan Vanni lalu kembali memejamkan matanya. * “Hyung, demi tuhan apa yang terjadi!” itu adalah kata pertama yang kris dengar tepat ketika matanya sudah bisa membuka sempurna. Tao yang masih membersihkan senjata-senjatanya tidak repot-repot menatap kris balik. Kris mengernyit melihat langit di luar jendela sudah menghitam, seingatnya langit masih cerah ketika semuanya terjadi. “Ini sudah malam hyung.” Jawab tao tanpa perlu di tanya. Ia mengikuti arah pandang kris yang penuh kebingungan dan mendekati kasur kris yang merupakan satusatunya properti yang masih baik-baik saja di rumah ini. “Ada apa sebenarnya hyung? Terakhir kita bertemu tiga tahun lalu dan seingatku saat itu pekerjaan hyung masih sebagai direktur baik-baik, bukan orang yang berhubungan dengan mafia seperti ini.” Tambah Tao tak sabar. “Aku yang mafia.” Sebuah suara tegas menjawab dengan kaku di balik pintu, dan Vanni masuk dengan beberapa perban putih di sekitar tubuhnya. “Kau...” Tao mencoba mengingat-ingat sesuatu, alisnya menyatu dalam kernyitan itu. “Kau Tao Hwang, intelijen region barat dan mengurusi kasus Craze, aku tahu.” Vanni masih menjawab dengan percaya diri. Tao seketika membelalakkan matanya terkejut.
42
“Kau! Kau buronan pelaku pencurian tingkat internasional dan pembunuhan terselubung yang diincar oleh trompy ku! Code name: Aster. Apa yang kau lakukan pada hyungKu?” tao seketika berdiri dan mengacungkan pistol hitamnya yang tersembunyi di balik pinggangnya cepat. “Tao! Drop that!” kris membuka suara keras, mengagetkan dua orang di hadapannya. “Melindunginya.” Jawab Vanni atas pertanyaan tao tadi. perlahan tao menurunkan senjatanya namun tidak menaruhnya lagi pada sarung pelindung pistol itu, tangannya tegang bersiaga. “Easy, kalau aku sejahat itu, kamu tidak akan pernah melihat hyungnim mu ini untuk selamanya.” Tambah Vanni santai sambil mengambil tempat duduk di ujung kasur kris, lalu menyentuh jari kaki kris perlahan. “Tunggu, kalian berdua tenanglah, aku ingin mendengar semuanya, sekarang.” Kris membuka suara lagi, hatinya tidak tenang akan tuduhan Tao dan kedalaman mata Vanni. “Aku tak percaya kris, kau memiliki teman seorang intelijen rahasia seperti ini.” suara Vanni dingin seperti menuduh, sehingga mengagetkan kris. “Dia adalah adik kelas yang sangat dekat denganku dulu, jadi pekerjaannya sebagai intelijen ini juga merupak rahasia yang aku jaga.” Jelas kris panjang lebar. Vanni mengangguk kecil setengah percaya. “Sekarang giliranmu menjelaskan padaku, apa yang kau lakukan di sini? Kau masih sadar dengan reputasimu kan?” lagi-lagi tao menyerang Vanni terang-terangan. Ia merasa menjaga rahasia untuk kali ini bukan prioritas terpenting. “Aku tidak percaya aku harus menjelaskan ini padamu, tapi aku di sini adalah korban organisasi itu.” Mereka bertiga terdiam dengan penjelasan itu, bingung harus percaya atau tidak. *
43
Kris mengelilingi rumahnya yang kini sudah tidak beraturan. Seluruh perabotan sudah tidak pada tempatnya tapi untungnya seluruh bercak darah sudah di bereskan oleh Vanni. Tambah lagi pria-pria tak dikenal yang katanya berasal dari organisasi blackhollow itu sudah menghilang dengan cidera parah di tubuh mereka. Ia menghela nafas takjub dengan jungkir balik kehidupannya yang hanya terjadi dalam kurun seminggu. Tapi anehnya, ia sama sekali tidak merasa keberatan. Justru sebaliknya ia merasa kegiatan bangun tidur, makan dan bernafas menjadi lebih berarti kini. Tao memutuskan untuk tinggal di rumah ini sementara bersama dirinya dan Vanni hingga semua masalah terselesaikan. sayangnya yang menjadi masalah adalah kris juga tidak tahu kapan hal ini akan selesai. Juga, satu hal yang paling ia benci adalah kenyataan bahwa ia yang harus dilindungi di sini. Posisi yang paling tak ia sukai seumur hidupnya, ia ingin menjadi orang yang melindungi, melindungi gadis itu. Mendadak ia merasakan punggungnya yang tadinya merasa dingin menjadi hangat, ketika ia menoleh ia menemukan sepasang mata menatapnya dengan lembut. Tapi hanya sesaat. Mata itu kemudian berubah tegas dan dingin seperti biasa. “Kau harus mengawasi kesehatanmu sendiri.” Vanni berkata begitu tepat setelah selesai melingkari leher dan bahu kris dengan sebuah syal panjang berwarna kelabu. Kris tersenyum kecil dan memperbaiki letak syal itu pada bahu bidangnya. Membisikkan terima kasih. Vanni berbalik hendak kembali melanjutkan kegiatannya membersihkan tempat itu bersama Tao. Namun tangannya dengan sigap di tangkap oleh kris, menyebabkan Vanni tersentak dan terseret lagi kebelakang membentur tubuh kris yang kokoh. Kedua belah tangan kris menyentuh wajah mungil Vanni dan menatapnya dalamdalam hingga menyebabkan kerutan muncul di sekitar dahinya. Matanya tak berkedip membuat Vanni menaikkan alis kirinya heran. “Walaupun kau sudah menceritakan kisahmu pada Tao tadi, namun entah mengapa aku merasa kau masih banyak menyimpan sesuatu di belakang sana...” bisik
44
kris perlahan, membuat desahan nafasnya yang beraroma mint menerpa kulit wajah Vanni lembut. Riak mata Vanni bergetar sebentar, hanya sebentar. “Karena aku sudah mengatakan jika kau mengetahui semuanya, hidupmu akan lebih kelam dari ini.” Vanni balas meraih pinggang kris. Kris bergeming dan masih menunggu kelanjutan ucapan Vanni. Tapi Vanni tetap pada posisinya dan tidak berkata apa-apa. Mereka saling menatap seolah berharap semua cerita akan terbongkar saat itu juga. Dengan berani, kris menarik wajah Vanni ke arahnya lembut menciumi pipi gadis itu, lalu hidungnya, dan kemudian bibirnya... * Melihatmu adalah berkah dan bencana dalam satu dunia, namun aku menikmatinya. * Seluruh rotasi di ruangan itu seolah hanya mengelilingi mereka berdua, Kris dan Vanni. Kris menarik tubuh Vanni untuk lebih mendekat padanya, seluruh kebingungan, frustasi, dan perasaan yang mengelilinginya seolah terlimpah keluar seiring dengan kelembutan bibir Vanni yang kini berada di atas bibirnya. Tangannya memeluk erat tubuh Vanni yang terasa sangat rapuh namun harus menanggung banyak beban seperti ini. Perlahan ia merasakan tangan Vanni ragu-ragu memeluk pinggangnya, lama namun erat. Tepat setelah itu Kris merasakan hatinya yang meneriakkan kesedihan dan ketakutan mendadak menjadi tenang dan utuh. Setelah beberapa detik yang terasa sangat lama, Kris mengangkat wajahnya untuk menatap sempurna wajah Vanni, dan terkaget dengan apa yang ia lihat. Untuk pertama kalinya ia melihat Vanni menangis. * Vanni masih terus memandang wajah Kris dan segala memori bermain di depan matanya. *
45
“Kau lihat Vanni, mobil mewah hitam yang ada di sana? Itu adalah target kita selanjutnya.” Suara berat ketua organisasi yang selalu memberinya perintah untuk menghukum orang-orang yang mereka anggap bersalah terdengar di telinganya. Saat itu mata Vanni memang sedang memandangi mobil itu. Bukan, bukan mobilnya, namun wajah yang terpantul dari kaca spion mobil itu. wajah dengan garis-garis tegas yang menajamkan ketampanannya. “Dia? Ada apa dengan dia? Apakah kau juga mengenalnya?” untuk pertama kalinya Vanni yang polos dan patuh itu menunjukkan keraguan dalam nada suaranya. “Tidak, aku tidak mengenalnya, namun aku tau ia melakukan banyak kriminal untuk menjadi kaya.” Jawab ketua itu dengan bingung, menambah kecurigaan di hati Vanni. Mulai dari hari itu, Vanni akhirnya mencoba menyelidiki organisasi yang ia ikuti sejak ia berumur enam belas tahun itu. apa yang ia temukan membuatnya merasa menjadi manusia terhina di dunia, dan mati mungkin adalah pilihan tepat. * Kris merasa hatinya terpukul melihat tetesan air mata mulai membasahi wajah gadis di hadapannya itu. ia tidak pernah tahu bahwa rasa sakit inilah yang akan ia rasakan ketika menyaksikan orang yang ia... cintai menangis. Tidak ada suara yang keluar dari bibir Vanni, hanya air mata dan lukisan kesedihan di sana. Dengan rasa protektif yang tinggi Kris merengkuh wajah Vanni dalam pelukannya, Kris juga memilih untuk tak berkata apa-apa dan tetap diam mencoba memahami apa yang bergelut dipikiran Vanni. Tetesan air mata mulai membasahi pakaian yang Kris pakai, untuk pertama kalinya mereka berdua merasa saling mengerti. Dan setelah itu semuanya menggelap. Tao yang baru masuk ke ruangan itu selang beberapa detik merasakan firasat buruk. Dua orang itu menghilang.
46
* Rasa dingin yang menelusup ke seluruh pori-pori memaksa Kris untuk segera membuka matanya. Pemandangan asing segera menyambut penglihatan Kris, di hadapannya berdiri dinding putih tinggi yang memiliki ke empat sisi, seolah memenjarakannya. Tak ada celah sedikitpun di tempat itu hingga membuat Kris penasaran bagaimana caranya ia bisa bernafas. Kris berdiri dari posisinya yang terbaring di tengah-tengan tempat itu, lalu meraba-raba setiap dindingnya. Kris menjadi semakin yakin bahwa tempat ini benar-benar penjara, penjara yang bisa membuat seseorang menjadi gila jika tak ada teman untuk berinteraksi. Setelah puas membuat dirinya sendiri lelah, Kris segera teringat sesuatu, Vanni. Di mana dia? * “Aster, kau tahu kau masih bisa kembali. Sayang sekali jika kekuatan yang kau miliki itu tidak kau manfaatkan.” Vanni, yang dipanggil Aster, memalingkan wajahnya dari pria bertubuh tinggi di hadapannya. Seluruh tubuh Vanni di ikat dengan tali melamin kuat yang tidak memberikan celah sama sekali bahkan untuk jarinya. “Jika kau letakkan satu jarimu saja pada rambut pria itu, kau tak akan pernah bisa melihat matahari lagi.” suara Vanni masih terkendali dalam keadaan seperti ini membuat pria yang adalah bos besar organisasi hitam itu tak habis pikir. Tangannya terkepal marah namun ia menahannya. “Apa yang merubahmu? Dulu kau adalah anak kucing yang patuh padaku bertahun-tahun. Apa pria itu yang menghasutmu?” pria itu masih mencoba untuk berbicara. “Ya, karena dulu aku terlalu bodoh untuk percaya semua perkataanmu tentang kesalahan orang-orang yang tak bersalah dan membiarkanmu mengambil harta mereka. Dan ya, ini karena pria itu, tapi bukan karena hasutannya melainkan karena kebaikannya
47
yang mampu membuka mataku yang bodoh itu. baik sekali kau menyebutku anak kucing, bukankah dulu aku anjing pesuruhmu?” Tepat setelah itu Vanni merasakan pipinya nyeri dan panas karena tamparan tak terduga pria tua itu. “Kau sudah ku anggap anakku!!! Bagaimana bisa kau melakukan ini padaku!! Aku benar-benar sayang padamu seperti pada putriku!!” “Miris sekali, sebegitu sayangnya kau pada putrimu hingga kau melepaskan ia untuk membunuh orang-orang yang tak bersalah? Dari bertahun-tahun kelam hidupku, melindungi pria itu adalah satu-satunya hal berarti yang pernah kulakukan.” Suara Vanni mulai bergetar, namun dengan ahli ia mampu menahannya. Matanya tak lepas menantang mata pria tua berjulukan Hollow yang kini memerah. Hollow keluar cepat dari ruangan itu untuk menahan dirinya dari membunuh ACE organisasinya yang sangat berbakat itu. ini tidak boleh seperti ini, tidak boleh. * Setelah beberapa waktu yang Kris tidak tahu pastinya karena kehampaan tempat itu, tiba-tiba muncul empat garis yang membentuk persegi panjang pada dinding yang awalnya hanya polos. Lalu keempat garis itu tertarik ke belakang dan menampakkan lubang besar seperti pintu. Kris takjub sendiri hingga mulutnya tak bisa tertutup. Setelah sembuh dari keterkejutannya, Kris berdiri dan melangkahkan kakinya untuk keluar dari tempat itu dengan ragu-ragu. Ia benar-benar tidak tahu dengan apa yang terjadi saat ini. “Kris.” Kris menoleh mancari suara yang menyapanya, suara itu terdengar akrab. Dan ia tak yakin harus menunjukkan reaksi seperti apa menemukan Lay dalam kondisi seperti ini. “Aku tak percaya mereka benar-benar membawamu ke tempat ini.” ujar Lay pelan dan melangkah mendekati Kris. Langkahnya terlihat menyeramkan bagi Kris, karena tak jelas posisi mereka kini sebagai apa.
48
“Lay, situasi apa ini? mereka siapa yang kau maksud?” tanya Kris, pertahanannya tak juga menurun. Lay tertawa tak percaya, wajah Lay, partner kerja Kris yang biasanya terlihat menenangkan dan menyenangkan kali ini berhasil membuat Kris was-was. “Kau benar-benar buta situasi ya? Kau sedang berada di markas organisasi keluargaku, Black Hollow.” Seperti sabitan kilat, pemahaman langsung merasuk ke dalam pikiran Kris. Malam itu setelah ia dan Vanni berpelukan segalanya menjadi kabur dan ia sendiri tak paham apa yang selanjutnya terjadi. Lay masih menatap wajah Kris dengan raut tenang, lalu setelah itu berbelok pergi entah kemana. Kris tidak berusaha menahan karena ia justru bersyukur Lay pergi, udara berat yang tadi berada di sekitarnya menghilang begitu saja. Namun belum punggung Lay menghilang, Kris diseret oleh pria-pria besar berpakaian serba hitam. * Vanni menggerutu dalam hati, ia lebih memilih berada dalam perkelahian dari pada harus duduk dengan seluruh tubuh terikat seperti ini. pikirannya tak bisa tenang sebelum mengetahui keadaan Kris. Bibirnya terus menyebut kata-kata yang sama berulang-ulang, Kris, Kris, Kris, Kris Wu... Pintu yang terletak di belakang kursi Vanni perlahan terbuka, sehingga suara berkeriut dari pintu kayu itu mengganggu sekali. Vanni tetap bergeming, mulutnya terkunci. “Eonni...” suara pelan yang ia kenali. “Songhye ya! Kenapa kamu di sini?” Vanni merasakan hatinya seolah hendak meledak melihat gadis yang sudah ia anggap sebagai adik itu ada di hadapannya. Gadis itu adalah salah satu anak yang juga dipungut oleh hollow untuk dilatih menjadi pesuruh, seperti dirinya. Hanya saja Song hye sangat pintar dan memiliki hati, tidak sepertinya yang polos dan bodoh, dulu. Sehingga kini Song hye hanya menjadi pembantu dalam markas.
49
“Aku tadi tak sengaja masuk ke ruang kontrol ketika mengantar makanan dan melihat eonni ada ruangan ini.” mata anak itu berkaca-kaca, padahal ini baru dua bulan mereka tak bertemu. “Kalau begitu pasti penjaga di sana melihatmu masuk kan?” Vanni panik memikirkan itu, ia saja sudah pusing memikirkan Kris. “Kokjeongma eonni-ya, tadi aku sempat melumpuhkan kesadaran mereka, mereka akan bangun lagi sepuluh jam ke depan.” Itulah keahlian Song hye, melumpuhkan orang dengan menotok titik vital mereka. Vanni tersenyum lega. Selagi mereka bicara Song hye memotong tali keras itu dengan tangan kosong. Vanni tersenyum lagi. “Eonni, tadi aku juga melihat seorang pria tinggi dengan baju kemeja putih dan syal abu-abu di ruangan lain di tempat ini. ia sedang berhadapan dengan pasukan black, dan ia terlihat kewalahan. Eonni kenal---“ Belum selesai Song hye bicara, Vanni sudah berlari dengan meneriakkan nama Kris. * Keinginan untuk jujur itu selalu ada, namun sama seperti cinta, ia selalu kalah. Kau tak paham? Apa lagi aku. * Bagaimanapun juga, melawan sepuluh pria kekar dengan keahlian tinggi adalah hal yang mustahil bagi Kris. Berkali-kali Kris berdiri, berkali-kali juga ia harus menerima pukulan dari berbagai sisi. Seluruh tenaganya seolah habis dan ia tak tahu lagi harus bagaimana. Dalam hatinya ia berharap Vanni tidak menerima hal yang sama dengan apa yang ia alami. “Hyung!!” Kris mendengar suara Tao dan kemudian yakin itu hanyalah ilusinya saja.
50
* Tao bersyukur ia sempat menyelipkan chip pelacak pada belt Kris dan kini ia dengan beberapa kompinya mulai memasuki gedung besar gelap yang menurut masyarakat umum dikenal sebagai gedung tak terpakai. Tentu saja informasi itu hanya untuk mengelabui polisi dan masyarakat umum agar tak memasuki gedung bekas kantor penyiaran ini. Dengan cerdik ia dan beberapa kompinya menemukan jalan masuk yang sepertinya tidak digunakan oleh para mafia itu. dengan bermodal pendeteksi radiasi dan payung hitam, Tao dan kompinya yang terlatih itu berhasil masuk menghindari kamera pengawas tersembunyi. Entah keberuntungan seperti apa, ruangan pertama yang Tao masuki ternyata adalah tempat dimana Kris tengah di kelilingi oleh banyak pria berpakaian hitam sama seperti orang-orang yang pernah menyerang rumah Kris itu. “HYUNG!!” Tao langsung berlari ke arah Kris yang sudah tergeletak dengan darah disekujur tubuhnya. Pria-pria tadi berbalik menyerang Tao namun terhalang oleh teman-teman intelijen yang di bawa olehya. Kris hanya menatap Tao dan menyebut nama Vanni berkali-kali. “Ya hyung, aku akan menemukannya. Tapi tolong bertahan hyung!” Tao berteriak panik dengan pemandangan yang sedang ia hadapi ini. Kris menganggukkan kepala dan memejamkan matanya lagi. Tao merasakan darahnya mendidih melihat semua ini, dari dulu ia memang sudah mengincar organisasi ini tapi tak pernah ia membayangkan bahwa ini akan melibatkan hyung yang sangat ia hormati dan sayangi. Tanpa sepengetahuan Tao, seorang lawan mencoba memukul kepalanya. Dan untungnya Song hye muncul tepat waktu menotok lengan pria itu cepat sehingga pria itu terduduk mengerang tak sanggup bergerak. Tao yang mendengar suara itu segera berbalik berdiri dan terkejut menemukan seorang gadis berwajah polos tengah menatapnya balik.
51
“Awasi belakangmu, jangan lengah.” Ujar gadis itu dan kemudian ia segera berlari lagi menuju tempat Vanni yang sedang kewalahan. Tao tertegun sebentar, lalu kembali masuk ke arena untuk membantu teman-temannya yang lain. * Monday, the 1st day… “Saat itu aku sedang menyelesaikan misiku yang selanjutnya, mengintai korban yang menurut Hollow, ketua organisasiku,adalah seorang criminal kelas berat yang sudah melakukan banyak kejahatan. Saat itu aku masih belum tahu orang seperti apa Hollow, jadi aku hanya menurutinya saja. Aku harus mengintai calon korban itu berkali-kali karena ia memiliki banyak penjaga dan system penjagaan mereka sangat keta. Wajar saja, dia adalah presdir pemilik perusahaan alat elektronik terkemuka di dunia. Tempat ia biasa berkumpul adalah gedung di depan café tempat kau selalu membeli kopi pagimu. Saat itulah aku pertama kali melihatmu, kris.”
Tuesday, the 2nd day… “Kau masih belum bangun juga kris? Apakah kau tidak capek tidur terus seperti ini? Baiklah, aku akan mengajakmu terus bercerita agar kau tidak bosan. Mau kulanjutkan cerita yang kemarin? Saat itu aku tengah lelah duduk mengintai dari balik mobil pick up merah samaranku, jadi aku turun dari sana dan berdiri di trotoar samping mobil. Tepat saat aku sudah turun waktu itu, kau juga turun dari mobilmu dengan setelan lengkap pakaian kerjamu. Kau sungguh terlihat tampan dengan jas hitam dan kemeja putih itu, kau tahu? Ah, untung saja kau masih tidur begini, kalau kau dengar, aku pasti memilih bunuh diri saja. Hhaha-- ck, tidak enak tertawa sendiri seperti ini, makanya, bangunlah sekarang, aku benar-benar jenuh.”
52
Wednesday, the 3rd day… “Aku tadi pulang sebentar mengambil pakaian ganti untukmu. Lihatlah, kau sudah menyusahkan banyak orang. Aku berharap ketika aku kembali kau akan terbangun, tapi kata Tao yang bergantian menjagamu tadi kau belum bangun juga. Oh iya, aku belum bercerita. Tao melepaskanku dari semua tuduhan criminal yang berhubungan dengan organisasi black hollow, padahal aku berniat menyerahkan diri dan menghilang dari hidupmu, dan kalau bisa aku mau mendapatkan hukuman mati. Kata Tao, otakku sudah di cuci dan di doktrin sehingga aku tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Memang, dunia underworld itu terlalu keras dan menyeramkan, karena itu aku tak ingin kau masuk di dalamnya. Tetaplah menjadi kris yang baik dan polos, seperti biasa. Ah… air mataku ini kenapa tidak mau berhenti juga? Tunggu ya… aku ke kamar mandi dulu, kalau kau terbangun langsung panggil namaku ya…” “...” “Kau belum bangun? Ckck, sudah ku duga. Mau kulanjutkan cerita yang kemarin itu? Sampai mana kita? Oh, sampai aku memujimu tampan, benar juga. Hhaha. Sepertinya aku harus berhenti tertawa -_Entah kenapa saat pertama kali aku melihat tubuh tinggimu itu keluar mobil dan dengan repot menyusun kertas-kertas file, mataku tidak bisa lepas darimu, itu pertama kalinya pikiranku teralihkan dari memikirkan misi. Lalu ketika kau kembali membawakan dua cangkir kertas kopi yang kau berikan pada sopirmu, hatiku sungguhsungguh.. apa namanya? Berdebar? Eugh, cheesy sekali bahasa itu.mataku benarbenar tak bisa lepas dari wajahmu, rambut pirangmu, dan segala hal yang ada padamu. Ohya, saat itu kau sempat berbalik, tapi kau tau bagaimana gesitnya aku kan? Kau tak akan mampu memergokiku.” * Tao melewati lorong rumah sakit yang panjang, ini adalah minggu kedua untuknya mengunjungi tempat yang di penuhi oleh aroma obat yang menusuk ini. Hari ini adalah gilirannya untuk menjaga hyung-nya, kris. Matanya terlihat sangat bengkak
53
sehingga ia memilih untuk menutupinya dengan sunglass coklat berbingkai tebal. Ia sudah tidak bisa memohon ataupun menangis agar kris segera
terbangun. Sejak
kejadian di gedung bekas penyiaran itu, kris belum membuka matanya lagi. Setelah sampai di depan ruang rawat inap tempat kris terbaring, dengan nafas berat perlahan tao membuka pintu ruangan itu. Lalu ia terlonjak pelan ketika melihat punggung wanita yang membelakangi pintu dan tengah tertidur lelap dengan kepala terbaring di sisi kasur kris. Mata wanita yang ternyata adalah vanni itu tak kalah sembab dengan mata tao. “Eonni masih di sini ya oppa?” Lagi-lagi Tao terlonjak dan menemukan Songhye, gadis yang pernah menolongnya, sudah berdiri di belakangnya dan berbisik pelan. Tao mundur dan menutup pintu sebelum mengangguk menjawab pertanyaan Songhye. Mata Tao menemukan Lay yang sepertinya datang bersama song hye, di tangan pria itu terdapat keranjang besar berisi buah-buahan beraneka warna. Tao menatap mereka berdua sebentar lalu mengangguk pamit beranjak pulang, ia memilih kembali ke markas. * Thursday, the 14th day... “Sepertinya akhir-akhir ini aku tidak pernah bercerita lagi padamu, melainkan hanya memanggil-manggil namamu saja. Kau tahu? Aku capek bicara sendiri. Percayalah, tidak ada orang di sini yang lebih asik di ajak bicara selain dirimu. Oh, ada sih, Song hye. Tao juga, ohya, Lay juga. Ah, semuanya asik diajak bicara sebenarnya. Tapi entah kenapa aku lebih ingin berbicara denganmu. Emm, baiklah, sepertinya bercerita lagi akan lebih baik, supaya kita berdua lebih nyaman. Cerita apa ya? Oh! Kamu ingin tahu lay itu seperti apa? Sebenarnya dia adalah orang pertama yang membawamu ke rumah sakit, dia juga yang membocorkan semua informasi Black hollow. Walaupun itu adalah organisasi milik keluarganya, lay tidak pernah campur tangan, justru ia ingin segera melenyapkannya. Ia seperti malaikat ya? Tapi tenang saja, aku tidak jatuh cinta padanya kok.”
54
Friday, the 15th day... “Coba kau bisa lihat keluar sekarang, sepertinya Tao dan Song hye semakin dekat. Ini gara-gara kau tidur lama seperti ini, adik kesayanganku harus bersama dengan intelijen yang hidupnya mengerikan seperti itu. tapi bagaimana lagi, cinta itu penuh resiko, seperti aku yang mencintaimu. Eung, tenang saja, kalau kau tidak mencintaiku setelah kau bangun aku akan segera pergi. “Juga sepertinya aku bisa tambah gemuk karena aku yang harus memakan semua hadiah dari teman-temanmu yang menjenguk, buah dari Lay juga. Ayolah bangun, kau tak ingin melihatku sebesar balon ketika kau membuka mata kan? Lihat sudah tanggal berapa ini? “...” “Aku sedang ingin mengulang cerita ketika kita pertama bertemu, dari aku melihatmu turun dari mobil itu ya? Jadi karena pikiranku terganggu oleh kemunculanmu, misi yang seharusnya bisa ku selesaikan dalam seminggu itu terundur menjadi satu bulan. Hal itu membuat Hollow marah besar dan menjadikanmu target selanjutnya, tanpa sepengetahuanku. Hingga suatu hari ketika kau tengah duduk di dalam mobil dan wajahmu terlihat di kaca spion, hollow berbsik dan menunjukmu sebagai korban selanjutnya. Kau tahu apa yang terjadi? Aku marah besar. Itu adalah pertama kalinya dalam hidupku merasa curiga dan marah pada hollow, orang yang sudah membesarkanku. “Jangan bercanda, dari sinar matamu yang tulus itu saja aku tahu bahwa kau bukan orang yang seperti itu, jadi aku memulai penyelidikanku dan juga pemberontakanku.”
55
Sunday, the 16th day... “Lihatlah,ini sudah apel ke lima yang aku makan pagi ini. perutku sudah kembung -_-‘ kau mau makan tidak? Atau aku jual lagi saja semua makanan ini? tunggu, aku harus menaikkan pemanas ruangan, kakimu terlihat pucat, kau kedinginan ya? “Oke, kita lanjutkan saja cerita yang kemarin, kau sudah harus mendengar diaryku lagi, oke? “Setelah aku melakukan beberapa penyelidikan, aku baru tau ternyata yang bajingan itu adalah hollow dan orang-orangnya. Aku merasa menjadi wanita yang begitu menjijikkan dan aku memutuskan untuk menghilang. Tidak ada lagi pagi dimana aku bisa melihatmu duduk meminum kopi hitam di bangku depan mobilmu selama dua puluh menit itu. aku benar-benar sedih. Segalanya berjalan lancar hingga suatu hari hollow menaruh sebuah pengumuman kecil di koran dengan code name Aster Hollow yang arti sandinya menunjukkan jika aku tak menemui mereka, mereka akan membunuhmu. Kau tahu betapa takut dan merasa bersalahnya aku? Jadi aku segera bergerak dari tempat persembunyianku untuk menemui mereka. Aku sengaja melewati trotoar tempatmu biasa parkir hanya untuk menatap sekilas wajahmu. Dan yang membuatku sangat terkejut adalah, kau mengikutiku dengan polosnya. Aku berusaha tidak perduli agar pengintaiku dari organisasi black hollow itu tidak menyerangmu terang-terangan, namun sayangnya mereka memang sudah mengenalmu. Aku tau tak ada pilihan lain selain melindungimu. Dan aku... gagal. Ah! Kenapa air mata ini keluar terus? Kau tau aku tidak menangis kan? Ya kan? Aku tidak cengeng, kau tahu itu. sudah lah cepat bangun, kau ini benar benar,— “Aaaaaaaah!!!” *
56
Kris merasakan kepalanya berdenyut-denyut parah dan seluruh sensor di tubuhnya sangat kebas. Ia ingin bersuara namun tak ada yang keluar dari bibirnya, semuanya seolah terkunci. Bahkan bola matanyapun tak mau bergerak sama sekali. Kris pasti merasa yakin bahwa ia sudah mati jika saja tidak ada suara perempuan itu, suara yang sangat ia kenal, Vanni. Kris tak perlu membuka mata untuk membuktikan prediksinya benar atau tidak, ia merasa sudah sangat mengenalnya. Akhirnya kris berhasil menemukan jari tangannya dan berusaha menggerakgerakkan mereka, tepat setelah itu ia mendengar jeritan suara Vanni tepat di sampingnya. * Kris berteriak pada Chanyeol, Lay dan Tao yang sedang heboh memperebutkan coklat pemberian salah satu karyawannya yang datang menjenguk. Yang benar saja, ini adalah rumah sakit dan mereka berloncatan kesana-kemari seperti anak kecil, pikir kris. Tapi seperti biasa, tiga orang itu tidak memperdulikan omelan kris. Baru setelah Vanni masuk ke dalam kamar, mereka semua keluar satu persatu dengan patuh. “Aku tidak tahu kenapa bisa kau membuat mereka menjadi begitu penurut seperti itu.” gerutu kris yang merasa tidak di dengar oleh ketiga ‘adik’nya. “Kau tak perlu tahu.” Ujar vanni sambil tersenyum licik. “Ayo bersiap-siap, kau sudah boleh pulang sekarang, jangan ke asikan tinggal di rumah sakit dan menerima semua ini. apa ini? bunga dan coklat dari gadis-gadis? Memangnya ini valentine?” vanni membereskan tas-tas keperluan kris yang sudah terpakai selama hampir dua bulan mereka di sini. Wajahnya mengerut menatap bunga, coklat dan surat-surat yang sudah berserakan di atas meja dan semua nama pengirimnya berasal dari wanita. “Kenapa? Ah, jangan bilang kau cemburu. Benarkah?” kris mulai menggoda vanni yang masih sibuk mengepak semua barang milik kris, di saat seperti ini kemana tiga orang itu? ah iya, sudah ia usir tadi.
57
“Siapa bilang? Dengan wajah seperti itu seharusnya tak ada gadis yang menyukaimu.” Cemooh vanni geram, tangannya yang tadi bergerak dengan perlahan kini mulai mengeluarkan seluruh tenaganya. “Hoo, kalau begitu siapa yang mengatakan bahwa aku terlihat sangat tampan dengan setelan hitam dan kemeja putih kantorku itu?” Vanni seketika tertegun. “Dari mana kau mendengar itu?” tanyanya penuh selidik. Matanya menatap mata kris langsung, mata yang sudah terlalu lama tertutup. Kris menggaruk kepalanya bingung. “Entahlah, itu keluar begitu saja. Aku merasa pernah mendengarnya, namun tak yakin kapan.” Jawab kris linglung. Vanni menahan nafas, sepertinya alam bawah kris mendengar semua cerita itu dan tanpa sadar menyuarakannya, vanni berjalan pelan ke dinding dan membenturbenturkan kepalanya frustasi. Kemudian sepasang tangan menangkap kepalanya dan memutar tubuh vanni pelan menghadap ke depan, ke arah kris. Vanni menahan nafas. “Apakah aku sebegitu tampannya di matamu?” tanya kris tersenyum lembut. Vanni mencoba melontarkan lelucon namun batal karena kris memeluknya erat. Aroma tubuh kris yang seperti aroma pir segar itu menguar dan menghampiri penciuman vanni. “Apakah semuanya sudah selesai?” tanya kris lagi dengan suaranya yang terdengar lebih dalam. Mata vanni segera berair mendengar pertanyaan itu. lalu perlahan vanni menganggukkan kepalanya dan balas memeluk kris erat, air mata keluar lebih banyak dan vanni berusaha menahannya. “Bolehkah aku mengatakan bahwa aku mencintaimu apapun yang terjadi sekarang?” lagi-lagi kris melontarkan pertanyaan. “Bukankah kau sudah mengatakannya tadi.” balas vanni sambil tertawa kecil. Kris tersenyum lega dan menarik tubuhnya agar bisa menatap wajah vanni lebih jelas. Kris menunduk untuk mensejajarkan wajahnya dengan wajah vanni, wajah yang sudah terlihat lebih segar dan tenang daripada sebelum-sebelumnya.
58
“Sepertinya selama aku koma kau banyak makan ya? Lihat pipimu yang bulat ini.” seloroh kris sambil mencubit pipi vanni. Vanni hanya membalasnya dengan tertawa, hatinya sedang sangat lega saat ini. kris membelai pipi itu lagi dan mendekatkan wajahnya---“Hyung coklat yang ini--“YA! Nawa!!” kris segera mengusir Chanyeol yang baru saja hendak masuk meminta coklat milik kris. Vanni yang tersadar segera meledak oleh tawa. Ya, segalanya akan baik-baik saja. Baik-baik saja... ~Fin~
59
|Author: Crazyfinder||Cast: Wu Yifan |OC: Hani ||Genre: Romance||Length: One shoot
60
You know you’re the one... ~*.*~ Segala hal menjadi menyebalkan bagi Yifan akhir-akhir ini. Suara klakson mobil, nada dering telepon genggam, decitan mobil di jalanan, hingga decakan cicak yang mungkin tak memiliki kesalahan apapun. Oleh karena itu ketika ia mendapatkan kesempatan untuk berlibur dari jadwal EXO yang padat, ia segera mengambil trip perjalanan bus Honam Express Bus Terminal menuju kota Honam. Jika harus jujur, ia seratus persen belum mengenal kota yang terkenal dengan buah arbeinya itu. ia hanya segera mengambil tas, telepon genggam dan juga dompetnya menuju stasiun bus dan tak lupa menyelipkan headset putih ke telinganya. Untuk menutupi identitas, ia cukup mengenakan jaket hijau tua army berhoody dan sebuah kacamata cokelat gelap yang tidak mencolok. Kesebelas anggotanya, EXO, sudah memaklumi kejenuhan leader mereka dan membiarkannya pergi untuk dua hari ini. Tepat setelah turun dari bus, aroma udara yang terasa baru merasuki indra penciumannya dan ia berjalan dengan riang menyusuri trotoar sambil sesekali meneliti tiap inci batu jalanan yang ia jejaki. Kepenatan belum seluruhnya meninggalkan otaknya, namun setidaknya ia telah merasakan sesuatu selain kilatan flash kamera dan teriakan para fans. Angin musim dingin terasa sangat menusuk mengingat hari itu telah memasuki akhir bulan juni. Beruntung yifan tanpa sengaja menemukan booth penjualan coffee latte di trotoar tempat ia berjalan. setelah memesan satu capuccino panas ia kembali melanjutkan langkah kakinya, kepalanya menunduk untuk memasukkan dompet ke dalam tas. Selagi tangan kanannya sibuk memasukkan dompet, tangan kirinya menggenggam cangkir kertas berisi capuccino super panas. Brukk...!
“...”
61
“OH MY F*CKING GOD WHAT THE HELL ARE YOU DOING?? Arghh IT’S HOT!” Yifan tersentak dan mengangkat wajahnya yang tadi menunduk mengurusi tas, dan ia tak sanggup berkata apapun menyaksikan capuccino panasnya telah mendarat di baju seorang gadis tinggi berambut hitam panjang. Dan yang lebih penting lagi, gadis itu terlihat marah besar. “I.. i am so sorry..” Yifan tergagap dan merasa sangat bersalah melihat wajah gadis itu yang kini mengerut kesakitan. Sebelum Yifan sanggup berkata apa-apa lagi, gadis dengan wajah lonjong itu segera berjalan menjauh sambil mengibas-ngibaskan pakaiannya. Lalu terlihat gadis itu melepas blazer terluarnya dan hanya meninggalkan sebuah tank top putih. Ya tuhan! Sekarang merupakan puncaknya musim dingin dan gadis itu hanya mengenakan sebuah pakaian pendek seperti itu! Yifan segera berlari menyusul dan menyampirkan jaketnya kepada gadis itu. sang gadis berhenti dan mengerjap menatap yifan seolah baru menyadari bahwa ada manusia di sekitarnya. “Kenapa kau langsung pergi seperti itu?” tanya Wu yifan merasa sangat bersalah, dahinya berkerut-kerut menahan sakit melihat kulit gadis itu kini memerah akibat kopi panas tadi. “Karena memarahimu hanya akan memakan waktu keburu kulitku melepuh seluruhnya.” Gadis itu menjawab dingin dan melanjutkan langkahnya lebar-lebar. Sepatu hak tingginya yang berwarna hitam mengkilat berdetak-detak ketika bertemu dengan jalanan batu yang kokoh. Celana panjangnya yang berkain sifon gelap turut berkibar cantik, membuat Yifan terpana sejenak sebelum menyadari gadis itu telah berlalu. Tanpa banyak bicara Yifan mengikuti langkah kaki gadis itu dari belakang. Ia tak tahu apa yang ia lakukan ini benar atau tidak, tapi setidaknya ia ingin memastikan gadis itu pulang dengan selamat. Mereka sampai di sebuah rumah berbata merah klasik,
62
bangunan yang sudah sangat jarang di temui di Seoul ataupun Gangnam. Halaman rumah itu bersih dengan beberapa sulur bunga anggun mengitari pagarnya. “Kau, berhenti saja di situ, tidak usah masuk. Dan ini jaketmu.” Gadis itu lagi-lagi berbicara cepat langsung ke pointnya, tanpa basa-basi. Sepertinya ia sudah sangat kesakitan hingga tak ada senyum di wajahnya yang bergurat cantik itu. Yifan menelan ludah sedih, ia lagi-lagi lupa mengucapkan kata maaf. ~*Y*~ “Hyung, bagaimana liburanmu? Apa kau sudah merasa baikan?” terdengar suara Kyungsoo di seberang sana dengan latar belakang suara ribut Chanyeol dan Baekhyun yang tengah bertengkar. Kris tersenyum kecil. “Entahlah, sepertinya aku malah membuat masalah baru di sini.” Desahnya. “Masalah?” Kyungsoo terdengar bingung. Kris menceritakan semua hal yang terjadi kemarin, masalah yang membuatnya tak bisa melewati liburan sehari dengan tenang. Bahkan ketika ia di hotel, pikirannya hanya kembali ke kernyitan gadis itu. Maka hari ini ia kembali berdiri di trotoar itu lagi berharap bertemu si gadis yang mungkin saja kembali melewati jalan ini. “Ya tuhan. Hyung, kau ini benar-benar. Luka bakar itu sangat sensitive bagi semua gadis. Pasti sekarang ia sedang mengutukmu di kamarnya.” Kris memasang wajah datar. “Terima kasih atas penghiburannya Kyungsoo.” Lalu kris segera menutup sambungan telepon. Hatinya menjadi lebih kalut, ia benar-benar merasa bersalah hingga ia memutuskan untuk memperpanjang liburannya yang hanya dua hari ini. ia harus memastikan gadis itu baik-baik saja. Kris mendengar keributan di sebelah kirinya, ia menoleh dan tersenyum cerah menemukan gadis itu yang kini mengenakan setelan semi-resmi, dan rambut hitam panjangnya masih dikuncir tinggi di puncak kepala. Ia tengah di kelilingi oleh remaja63
remaja perempuan dan laki-laki yang mengenakan pakaian seragam, sepertinya siswa SMA. Mereka terlihat antusias dan akrab dengan gadis itu yang memasang senyum lembut dan merespon tiap pertanyaan anak-anak itu. Kris penasaran dan memutuskan untuk bertanya dengan anak-anak lain yang sudah mulai meninggalkan sang gadis menuju jalan rumah mereka masing-masing. “Siapa gadis itu?” tanya kris setelah berbasa-basi sebentar. “Oh, dia itu semacam guru volunteer yang mengajar bahasa asing pada kami. Dia sangat populer karena pintar dan ramah. Katanya ia sedang dalam perjalanan keliling beberapa negara dan akan tinggal di sini selama enam bulan.” Remaja berwajah bulat dan berkaca mata itu menjawab lebih dari yang ingin di ketahui kris. Pria itu merasakan kekaguman menghinggapi hatinya. Lihatlah, gadis itu terlihat sangat muda, namun ia terlihat mandiri dan berani. Juga lembut, tentu saja. Seandainya saja mereka tidak bertemu dalam situasi seperti ini. Kerumunan mulai berkurang dan akhirnya gadis itu melambai pada siswa terakhir yang menunduk hormat padanya dan di balas sama oleh si gadis. Kali ini ia mengenakan blazer kelabu dengan blouse merah muda manis di dalamnya. Juga rok selutut yang menambah keanggunanya. Ia terlihat berwibawa, sekaligus cerah. Mereka bertemu pandang karena kris berdiri menghadang jalan gadis itu. “Ah! Kau pria kemarin.” Kris bersiap menerima kemarahan. Namun ia salah, si gadis justru membungkukkan tubuhnya 90 derajat. “Maaf jika kemarin aku terlalu kasar, tapi sungguh, kopi itu sangat panas hingga aku tidak bisa berpikir jernih.” Mata gadis itu terlihat sungguh tulus ketika mengatakannya, membuat kris melongo tak percaya. “Tidak, itu kesalahanku, akulah yang harus minta maaf.” Kris membenci situasi seperti ini.
64
“Ya sudah, kalau begitu kita berdua salah dan saling memaafkan. Permisi kalau begitu.” Gadis itu menjawab dengan cool dan kembali berjalan melewati kris yang terpana. Ia menyangka mereka akan saling terus meminta maaf hingga kris bosan, tapi gadis ini benar-benar keren. Kris lagi-lagi mengejar gadis itu. “Apa kau terluka?” kris mencari-cari alasan agar tetap berbicara dengannya. Gadis itu terlihat berpikir. “Tidak juga, tapi sepertinya sekitar dadaku dan juga perutku agak melepuh. Tapi... aku tidak begitu perduli, jadi lupakan saja.” Gadis itu mencoba pergi lagi dengan tenang, tapi kris yang matanya membesar ketakutan menariknya lagi. “A.. apa? Melepuh?? Kau... tidak apa-apa?” kris merasakan tangannya bergetar merasa bersalah. Ia tahu benar kopi itu sangat panas karena itu baru saja mendidih dan gadis rapuh ini harus menahannya karena ia. “Tidak apa. Mungkin akan berbekas, tapi tidak usah dipikirkan.” Ia lagi-lagi menunjukkan senyum tenang dan tanpa beban. Membuat perasaan kris terhimpit berkali-kali oleh rasa bersalah. “Bagaimana bisa itu baik-baik saja!! Apa ada yang harus aku lakukan untukmu? Kumohon! Aku tidak ingin terus-terusan merasa bersalah seperti ini.” kris meninggikan suaranya dan menundukkan wajahnya di hadapan gadis itu. rambutnya yang pirang keemasan itu bergoyang lemah tersapu angin musim dingin. Sang gadis mengerutkan alisnya bingung. “Kenapa kau merasa bersalah? Aku benar-benar tidak apa-apa.” “Tolonglah. Buat aku membayar kesalahanku itu.” untuk pertama kalinya kris memohon pada seorang gadis. Dan gadis ini terlihat sangat menenangkan hingga kris tak tahu lagi bagaimana caranya melupakan rasa bersalahnya.
65
Gadis itu terdiam beberapa saat lagi. ia kembali terlihat berpikir dengan mata menelusuri wajah kris. “Baiklah, traktir aku makan malam nanti. Di restoran di jalan depan sana yang dekat dengan pantai. Makanan di sana sangat enak, dan tentu saja mahal. Jangan terlambat, aku tunggu kau di sini pukul tujuh tepat. Sampai jumpa.” Ia berlalu setelah menunduk lagi di hadapan kris. Pria itu menatap punggung sang gadis yang menjauh dengan sebuah perasaan baru menjalarinya. Ia anehnya merasa sangat bahagia, dan juga berdebar. Sepertinya angin dingin ini bukan lagi sebuah masalah. ~*y*~ Kris mengenakan coat biru tua barunya dengan penuh gaya. Ia merasa harus tampil spesial malam ini, melebihi ketika ia harus tampil di panggung musik akhir tahun gayo daejaejun. Coat itu sangat tipis dan menonjolkan sisi stylist, kris tersenyum dengan sangat puas. Namun ketika ia keluar dari kamar hotelnya menuju pelataran parkir, ia baru menyadari kekurangan coat itu, yaitu bahwa ia terlalu tipis untuk menghalau udara malam yang membekukan. Tambah lagi dengan kenyataan bahwa ini adalah salah satu malam musim dingin yang mampu merontokkan tulang. Gayanya yang tadi penuh percaya diri tegap, kini membungkuk sambil menggosok-gosokkan tangannya. Sungguh memalukan, tapi ia tidak mau menggantinya dengan jaket tebal, nanti ketampanannya hilang. Uhuk. Gadis itu telah menunggu di tempat tadi siang, mengenakan jaket tebal di padu celana panjang yang manis. Ia menoleh menatap kris ketika mendengar suara langkahnya dan kemudian mengerutkan dahinya heran. “Kau... yakin hanya mengenakan pakaian tipis itu? apa udara Seoul sudah terlalu dingin hingga udara malam ini tak ada apa-apanya untukmu?” sapaan pertama gadis itu membuat Kris menyembunyikan gurat malunya dan mencoba percaya diri.
66
“Well, ini tidak separah yang kau pikirkan.” Jawab kris dengan kepulan asap dingin menguar dari mulutnya. Gadis itu hanya menatap kris diam selama beberapa saat dan kemudian tertawa kecil, membuat kris salah tingkah. Ia belum pernah melihat seorang gadis dalam balutan jaket tebal namun tetap terlihat menggemaskan, kecuali gadis ini. “Jangan bodoh. Ayo ikut aku.” Ia langsung menarik kris cepat menuju jalan yang berlawanan arah dengan restoran yang mereka tuju dan ternyata ia membawa kris menuju rumahnya. Kris bingung, namun entah kenapa ia tak menolak. Bahkan ketika mereka telah masuk ke rumah gadis itupun, kris masih saja diam dan patuh. “Nah, aku tak ingin kau mati kedinginan ataupun sakit, udara malam ini di pantai pasti lebih parah. Jadi lebih baik kita makan di sini saja.” “Kau... tinggal sendirian?” kris bertanya ragu, tangannya masih berpegangan pada gantungan jaket yang ada di samping pintu masuk. “Ya, tentu saja. Kau pikir aku mau tinggal dengan siapa di sini.” Ia tertawa geli seolah itu adalah hal bodoh. “Ah, benar juga, kau bukan orang korea. Hampir saja aku lupa karena aksen koreamu sangat sempurna.” Kris menggaruk tengkuknya, namun terdiam. “Tapi tunggu, tadi kau menyebut Seoul, dari mana kau tahu aku datang dari sana?” “Mudah saja, aku sudah hafal semua orang di kota kecil ini, dan kau satu-satunya orang dengan wajah yang belum kulihat. Dan juga, rambut pirangmu itu. jujur saja, selama dua bulan aku di sini, belum pernah aku menemukan orang sepertimu. Tambah lagi kau memiliki garis wajah asing. Intinya, kau benar-benar baru. Dan... kenapa Seoul? Entahlah, aku asal sebut saja tadi.” kemudian ia tertawa sendiri dengan ucapannya, membuat kris tambah ingin mencubit pipinya. Tangan gadis itu sibuk meraih berbagai model panci dan mengumpulkannya di dekat kompor gas yang memiliki dua tungku. Lalu ia dengan cepat mempersiapkan seluruh bahan dari lemari dan juga kulkas, sekaligus memeriksa pemanas air. Beberapa
67
detik kemudian kibasan rambutnya yang di ikat asal mengikuti gerakannya yang semakin cepat mewarnai dapur kecil di sana. Semua itu tanpa sadar membuat kris tersenyum lembut. Kedekatan ini sungguh aneh namun juga menyenangkan, padahal mereka belum berkenalan sama sekali. “Boleh aku tahu namamu?” Gadis itu terdiam dari gerakannya membolak-balik masakan. “Benar juga, kita belum berkenalan.” Ia tersenyum. “Aku Hani.” “Honey? Madu?” Kris bertanya ragu. Hani tertawa lepas, “Bukan, bukan madu. H-a-n-i.” Ia mengeja pelan namanya. “Ah...” ia mengangguk. “kau tidak tahu namaku?” Kris bertanya lagi, berharap setidaknya gadis itu mengenalnya ataupun EXO. Sayangnya Hani menggeleng. “Aku...” kris ragu harus memberitahu nama aslinya atau nama panggungnya. “Aku... Kris wu.” Akhirnya ia memutuskan memberitahu nama panggungnya saja, berharap suatu hari gadis itu tahu bahwa ia bukan sekedar pengelana tidak tahu malu yang setelah menumpahkan kopi panas malah justru di traktir makan di rumah sang gadis. Tapi ia adalah penyanyi terkenal yang bisa di banggakan. Hey, ini pertama kalinya ia ingin pamer pada seorang gadis. “Wu? Kamu chinese? Wah, enam bulan yang lalu aku baru saja tinggal di sana. Di Guangzhou. Kau tahu kota itu?” “Sungguh? Itu kota asalku!” Pembicaraan menjadi lebih menarik kali ini. ~*y*~
68
“Hyung, kau tahu? Ini sudah hari kelima kau tinggal di sana. Cepat pulang sebelum Sooman hwejangnim mencarimu. Atau sebelum Suho hyung kehabisan uang karena harus terus mentraktir Tao.” Sehun berbisik pelan di kalimat terakhirnya dan kemudian mereka berdua tertawa lepas. “Jadwal comeback kita kan masih dua bulan ke depan setelah Shinee sunbaenim. Lagi pula aku bisa memaksa Lay menemaniku latihan dance tambahan setiap malam dengan bayaran satu bungkus besar keripik kesukaannya.” Sehun terdengar menghela nafas di ujung sana. Sebenarnya kris tahu alasan sesungguhnya
Sehun
menelpon,
magnae
nakal
dan
manja
ini
sebenarnya
merindukannya. Benar, ada Luhan di sana yang sangat akrab dengannya, atau Baekhyun yang selalu ribut, atau Chanyeol yang selalu mencoba menceriakan suasana. Tapi karena mereka selalu bersama selama beberapa tahun ini, hubungan mereka berdua belas sudah seperti kakak-adik. “Baiklah. Jangan lupa untuk menunduk sebelum masuk ke rumah orang ya hyung.” Lalu Sehun segera memutus sambungan buru-buru sebelum Kris mengomelinya. Belum sempat Yifan memasukkan telepon genggamnya ke saku, lagi-lagi benda mungil itu berbunyi nyaring. Kali ini Chanyeol. “Ada yang memesan pizza?” “...” kris memasang wajah datar. “Baiklah, aku tahu kau memesan jajangmyeon.” Lagi-lagi kris memasang wajah datar. Ia benar-benar ingin sekali menjewer happy virus satu ini. Tapi senyuman geli tetap saja muncul di bibirnya. “Hyung, jangan bilang aku salah nomor lagi? kalau iya aku minta maaf. Sebenarnya aku ingin mengerjai hyung ku yang bernama Wu Yifan atau di kenal sebagai Kris Wu, tapi sepertinya aku salah nomor jadi—“
69
“Lalu kau berharap aku menjawab apa pabo? Iya saya memesan pizza, terus kau akan menjawab pesanan anda akan sampai dua minggu lagi. begitu?” kris berusaha keras menahan tawanya dan berpura-pura galak. “Wah!” chanyeol terdengar takjub. “Salah!” lalu ia tertawa selama dua menit penuh sehingga kris berpikir untuk mematikan teleponnya saja. “Jawaban sebenarnya adalah pesanan anda akan tiba jika anda mengambilnya segera di dorm EXO.” Kris tersenyum, ada lagi yang merindukannya ternyata. “Aku akan pulang hari minggu, tenang saja.” “Oh baiklah kalau begitu. Annyeonghigisseyo.” Lalu telepon terputus lagi. Kris mengerutkan alisnya sebentar dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Mereka semua aneh, Karena sedetik kemudian nama Suho muncul di layar teleponnya. “Yeobosseyo?” kris menyapa santai. “Duizhang! Kau ada di mana sih? Serius! Aku bisa gila jika harus mengurus mereka semua. Tambah lagi Kai yang selalu mengobrak-abrik lemarimu hanya untuk mencari kaus baru... ups.” Suho keceplosan. Sepertinya ada Kai di sampingnya. Normalnya, kris akan marah jika ada yang menyentuh lemari miliknya yang seperti ruang ganti model itu, tapi kali ini ia justru tersenyum. “Katakan pada mereka semua jika tidak perlu meneleponku masing-masing seperti ini, okay? Aku akan pulang hari minggu besok. Kkeuno.” Kris benar-benar langsung memasukkan telepon genggamnya ke saku kali ini. ia menatap jam dinding hotelnya yang menunjukkan pukul delapan pagi. Saatnya ia mencari gadis cappuccino itu. ~*Y*~ Cercahan matahari yang membias melalui dinding gedung sekolah tempat Hani mengajar membuat Kris terpaksa mengenakan shadesnya lagi. Mungkin akan terlihat
70
aneh, tapi ia tak memiliki pilihan lain. Jadi ia berdiri di depan pintu keluar sekolah dengan kedua tangan memegang dua gelas capuccino yang sudah mulai mendingin. Kerumunan anak-anak SMA yang ribut mulai meninggalkan sekolah, namun ia belum melihat Hani sama sekali. Seharusnya gadis itu muncul saat ini juga karena ini adalah hari terakhir kris berada di kota ini, besok ia harus kembali menuju ruang latihannya. Ia merasa meminta nomor telepon ataupun alamat email Hani bukanlah hal yang berlebihan. Waktu terus berjalan dan gedung sekolah itu sudah hampir kosong kecuali beberapa murid-murid yang terlihat membersihkan halaman sekolah. Kris berdecak dan mendekati mereka hati-hati. “Chogi... apa Hani sonsaengnim masih ada di dalam?” tanya kris dengan nada ramah. Dua siswi yang ia tanyai saling menatap bingung, membuat kris khawatir jika mereka tak mengenal Hani. “Eung, Hani sonsaengnim sudah pergi ke negara tujuan selanjutnya tadi malam.” Jawab gadis dengan kaca mata berbingkai tebal, nada suaranya seolah menunjukkan masa kau tidak tahu berita sepenting itu. “Ya?” kepala kris berdenyut, seketika itu juga ia mengingat perkataan salah satu siswi yang ia tanyai dulu yang menyatakan bahwa Hani selalu berpindah negara setiap enam bulan. “Kalian tau negara tujuannya kali ini?” Sambung kris tak menyerah. Mereka menggeleng, seketika kris bisa merasakan ada yang runtuh di hadapannya. ~*y*~ “Sejak kapan kau jadi begitu terobsesi pada satu gadis begitu? Seperti bukan dirimu saja.” Sindir Luhan yang dari tadi memperhatikan wajah melamun kris dengan sebuah lolipop pemberian fans di tangannya.
71
“Dan sejak kapan kau jadi cerewet begitu deer? Seperti bukan kau saja.” Balas kris dengan wajah datar dan di sambut tawa member lain yang masih sibuk merapikan kostum mereka. Kali ini mereka menghadiri K-CON yang tahun ini di adakan di LA. Semuanya terasa sangat sulit bagi Kris yang mendapat kewajiban sebagai juru bicara. “Ah! Aku harus mampir sebentar ke Vancouver.” Kris berdiri dan menatap manajernya dengan tatapan memohon. Sang manajer menatap buku jadwal EXO dan kemudian mengangguk kecil mengizinkan. “Lusa kau harus sudah berada di bandara, ara?” ~*y*~ Udara kota tempat tinggal ibunya itu mengisi kekosongan di hati kris. Ia berjalan menyusuri jalanan yang tampak lengang karena ini adalah jam kerja untuk kota itu. langit terlihat cerah menyambut musim semi yang beraroma segar. Kris menunjukkan senyum kecilnya di balik jaket berhoodie yang ia kenakan. Tiba-tiba kakinya berhenti di depan booth kopi yang ada di tepi trotoar. Saat itu juga kris merasakan sebuah deja’ vu yang menusuk hatinya. Well, ini sudah dua bulan sejak ia kehilangan jejak Hani. Sekeras apapun ia mengobrak-abrik social media dan blog-blog, tetap ia tak menemukan wajah gadis itu. she’s just like the wind. ‘Sepertinya satu capuccino dingin akan meringankan hati.’ Gumam kris sambil melangkahkan kakinya menuju booth itu. matanya sibuk menelusuri menu di display booth ketika ia merasakan seseorang menatapnya dari samping. “Syukurlah kali ini kau memesan capuccino dingin, setidaknya aku tak perlu melepuh untuk kedua kalinya jika kau menabrakku lagi.” Seluruh oksigen di sekitar kris membeku. ~*fin*~
72
Love Off Stage
Chapter: One|| Author: Crazyfinder|| Genre: Romance, Comfort ||Main Cast: Kris, Lay, Chanyeol, Sehun, Suho, Baekhyun, EXO ||OC: Eunra, Rini, Octa, Vhie ||Length: Chapter(s)|
|Summary: secara mendadak, pada ulang tahun Kris, pihak SM mengumumkan bahwa mereka memberi izin resmi kepada enam orang gadis indonesia untuk menjadi dancer and singer cover EXO. Seluruh member kaget dan menanti apa yang akan muncul dan mereka tak menyangka semua ini akan berujung pada kisah cinta yang sangat mengejutkan!|
73
“Eunra, aku tidak yakin aku akan kuat kali ini...” Eunra menoleh kesal ke arah gadis berambut panjang hitam di sampingnya yang barusan mengeluarkan keluahan itu. Tali sepatu yang tadi tengah ia perbaiki terbengkalai. “Rini, sudah berapa kali kita berbicara tentang hal ini? Tenang saja, kita sudah sering latihan! Aku yakin kita semua bisa!” jawab Eunra mencoba meyakinkan. Matanya menunjukkan semangat yang membara. Rini yang tadi berargumen memilih berjalan lesu ke sudut ruangan. Ia yakin tidak akan ada gunanya memelas kepada sang leader. Penyakit demam panggung memang selalu mengganggunya sejak ia kecil. Dan ia sangat membenci itu. Apalagi penampilan mereka kali ini adalah untuk idolanya, Chanyeol. Mereka membentuk EXO-G, alias EXO-Girl, member yang beranggotakan enam gadis yang akan menjadi cover dancersinger untuk EXO. Mereka sudah mendapat izin resmi dari pihak SM. Mereka akan tampil debut untuk pertama kalinya hari ini, enam november, hari ulang tahun leader EXO M, Kris. Rini kembali mengeluh tertekan, ia belum siap bertemu dengan sang main rapper pujaannya. Ia juga merasa kurang latihan untuk tampil langsung di hadapan mereka. Ia benar-benar takut. Usaha apa lagi yang harus ia lakukan untuk membuat Eunra membiarkan dia pergi dari tempat yang mengintimidasi ini. Perlahan, ia mundur ke arah pintu keluar dibalik panggung. Namun belum sempat ia menyentuh pintu, pintu itu sudah mengayun terbuka. ** Kris mendorong-dorong membernya agar ia bisa masuk pertama kali ke dalam ruang acara surprise partynya, tidak seperti tahun lalu, ia harus masuk paling akhir. Tapi semua anggota lebih kuat lagi mendorong sang leader ke belakang. Mereka tertawa puas melihat sang leader mendecak kesal, ACE yang berada digendongannya ia pukulkan ke kepala Lay. Lay hanya tersenyum simpul.
74
Ia begitu penasaran dengan EXO-G yang katanya dibentuk oleh sekelompok gadis Indonesia. Dan yang membuatnya bertambah penasaran, siapa yang akan memerankan dirinya di panggung nanti? Chanyeol juga penasaran karena siapapun pengganti Kris, pasti akan menjadi penggantinya juga. “Ah, aku yakin penggantiku adalah gadis cantik yang memiliki line bagus.” Seloroh Tao dari arah depan. Chanyeol yang tidak terima dengan kesombongan magnae EXO M itu maju ke depan dan mendorong Tao. Tapi sayangnya, karena kekuatan yang ia keluarkan berlebihan, ia malah terdorong langsung ke arah pintu. Tanpa terduga, pintu terbuka dan Chanyeol menemukan dirinya berhadapan dengan seorang gadis yang belum pernah ia temui selama ini. ‘Seperti ini’ waktu seolah bukanlah hal yang penting lagi. Mata mereka bertemu dan chanyeol hanya bisa terpaku, tidak menggubris tarikan dan teriakan member lain dari balik pintu. ** Eunra memperhatikan raut muka Rini yang sekarang sudah berubah total. Entah karena apa, wajahnya menjadi lebih cerah, tidak ada gurat enggan lagi di sana. Setelah capek berspekulasi ia memilih untuk fokus saja, posisinya sebagai lead dancer replacing Lay menuntutnya untuk lebih siap. Sebenarnya ia sama sekali tidak ada niat untuk mengisi posisi berat ini, namun setelah melihat Lay dari berbagai profil, ia menjadi tertarik dan setuju mengisi pengosongan ketika audisi saat itu. Tanpa ia sadari, perannya menjadi lebih tinggi dan tinggi, dan ia akhirnya benar-benar menyukai Lay walaupun ia belum pernah bertemu dengan main dancer tersebut sekalipun. Hari ini adalah puncaknya dan ia harus tampil sebaik mungkin. ** Intro MAMA mendadak langsung membahana tepat setelah member terakhir masuk ke dalam ruangan. Berbagai kilatan light dan lampu sorot menghiasi panggung, serasi dengan hentakan musik. Setelah menyesuaikan pandangan, mata para member
75
langsung di sambut dengan suara lantang seorang gadis dari arah panggung, posisi yang seharusnya diisi oleh D.O. Bahkan Kyungsoo saja terpana oleh kejernihan suara gadis itu, juga Chen. Namun karena saat itu adalah lagu versi korea, tentu saja D.O lebih terpesona. Setelah itu pertunjukan bertambah heboh. Gerakan lincah yang biasanya EXO sendiri yang menciptakan, kini berwujud gadis-gadis enerjik dengan kibaran indah rambut-rambut mereka. Gerakan yang menghentak itu terus meninggi dan meninggi hingga bahkan membuat para member EXO menahan nafas. Jangan ditanya bagaimana reaksi penonton, di mata mereka seolah tampilan di depan sebagai tarikan baru. Merasa sangat takjub, para member berebut maju ke depan panggung untuk ikut menari dan menyanyi tak kalah bertenaga. Ketika lagu memasuki chorus, Suho meminta para member untuk kembali duduk dan menikmati saja. Lagi-lagi mereka tersentak dengan kelihaian para gadis itu dalam meliukkan tubuh, tanpa cela. Debaran di hati mereka seolah membawa mereka ke masa awal debut mereka. Semuanya sangat menyentak dan menyenangkan. Euforia dari lagu andalan album pertama mereka merasuk hingga serasa dada mereka ingin pecah. Malam itu mereka ditarik kembali pada malam hot debut mereka. ** EXO-Girl berlari turun ke panggung tepat setelah light sorot yang berwarna merah padam dan hanya menyisakan gelap. Pikiran dan tubuh mereka kebas oleh perasaan puas dan senang. Apalagi menyadari bahwa tadi para EXO dan EXO-L mendukung mereka. Rasanya, malam itu sungguh sempurna. Namun kebahagiaan itu tidak boleh berlangsung lama, mereka harus bersiap dengan penampilan showcase yang selanjutnya. Dari depan panggung terdengar lagu happy birthday mengalun, untuk kris tentu saja. Waktunya untuk tampil lagi. .
76
Lay melihat Chanyeol sibuk menoleh-noleh ke belakang panggung tanpa menghiraukan frosting di tangannya sudah mengotori sebagian jas hitamnya. Dengan senyum tertahan ia menepuk bahu sang happy virus exo itu. “Ya! Kau belum tau bagaimana coordi marah kalau kita merusak kostum ya?” Dengan salah tingkah Chanyeol menoleh dan menatap lay bingung seakan baru menyadari ada manusia yang bernama Lay di dunia ini. “Ah! Tidak, aku tidak merusak, hanya saja...-“ Chanyeol terhenti ketika melihat cream puff di tangannya sudah habis dimakan jasnya sendiri-“ cream ini yang mengotori.” Chanyeol meringis dan membuat Lay tertawa hebat. Mereka berdua berada di ujung barisan, sehingga tidak membuat member lain, yang sedang mencoba mewarnai
wajah kris, terganggu. “Eh, ngomong-ngomong,
kenapa tadi kau tiba-tiba mematung di balik pintu? Setelah Tao mendorongmu? Apa kau marah?” tanya lay khawatir mengingat kejadian beberapa menit yang lalu. Chanyeol menggeleng dan secara aneh ia malah tersenyum cerah. “Aku malah berterima kasih sekali kepadanya.” “Berterima kasih? Kupikir kau bahkan berencana melakukan tindakan balas dendam malam ini. Kalau begitu apa yang terjadi?” buru Lay dengan sangat penasaran. Chanyeol hanya membalas dengan mengedipkan matanya bahagia. Senyumnya sungguh lebar hingga lay takut ia harus menjahitnya suatu hari nanti. “Oya, apa kau memperhatikan siapa yang menjadi cover mu di panggung tadi?” tanya chanyeol santai. Lay tau rapper satu ini mencoba untuk mengalihkan pembicaraan, namun ia bukan tipe pemaksa, jadi ia mengikuti saja apa mau teman satu grupnya ini. “Iya, dan tidak menarik.” Jawab Lay pendek. Chanyeol meringis lagi mendengar jawaban singkat lay. Padahal menurutnya pribadi, gadis pengganti Lay justru sangat menarik.
77
Yah, walaupun menurutnya gadis yang menjadi covernya jauh lebih menarik lagi. Dan wajah chanyeol bersemu menyadari pikirannya sendiri. Untung Lay tidak sedang memperhatikan. “Benarkah? Padahal menurutku penggantimu sangat menarik dan berbakat, aku bahkan berpikir untuk menukarmu dengannya.” Seloroh chanyeol. Lay menatap datar, lalu tertawa kecil. “Kalau begitu, kau pasti sangat menyukai cover mu, ya kan?” canda lay. Tiba-tiba chanyeol tergagap dan salah tingkah yang tidak terkendali. “Ah.. tidak, apa.. apanya? Gadis penggantiku sangat tidak cocok, tidak berbakat jadi dancer, apalagi menjadi rapper.” ** “Rin! Ayo bersiap, setelah acara tanya jawab fans, giliran kita untuk tampil..- Rin kamu kenapa?” Eunra berlari mendekati rin yang tiba-tiba sudah terjatuh dan menangis. Kostum panggung biru toskanya yang penuh aksesori itu bergemerincing mengikuti gerakan jatuhnya. Rini memegang dada kirinya, seolah rasa sakitnya muncul dari sana. Eun ra bertambah panik dan mengira rini benar-benar kesakitan. Ketika eun ra berdiri hendak memanggil bantuan, rini menariknya dan menggeleng. “Ne maeumi... “ ujar Rini. Eunra bertambah bingung. Hatinya? Ada apa dengan hatinya? “Oke! Semuanya dengar, Rini butuh istirahat, jadi setelah ini tolong Dea dan Vira tampil duluan, what is love! Oke?” seru Eunra mengambil keputusan. Semua member mengangguk dan berlari untuk bersiap. Eunra menghela nafas lega, setidaknya sekarang ia memiliki waktu dua puluh menit untuk mengurus Rini. ** Kris memakan cake ulang tahunnya dalam diam, ia mencoba mencari gadis yang berada di garis depan ketika penampilan lagu pertama tadi. Hatinya begitu tertarik tanpa
78
ia ketahui apa alasannya. Ia hanya ingin melihatnya saat itu juga. Tapi tidak mungkin ia meninggalkan acara yang dibuat untuknya itukan? ** Rini mengusap air matanya, ia sudah capek sendiri menangis selama sepuluh menit ini. Yang timbul dalam hatinya kini hanya rasa marah dan kesal. Ketika ia berniat untuk menyapa chanyeol setelah penampilan mereka tadi, ia justru mendengar hinaan untuk dirinya dari mulut chanyeol sendiri. Betapa sakit hatinya. Lebih dari sepuluh bulan mereka melatih lagu-lagu album pertama EXO, dan inilah hasilnya. Tapi ia tak mungkin memberi tahu Eun ra, sang leader. hatinya pasti lebih sakit lagi. Tambah lagi kata-kata Lay, idola Eunra. Mereka sama saja. Padahal ia mengira, setelah kejadian di depan pintu itu, ketika mereka berkenalan itu, mereka sudah menjadi teman. Ternyata ia salah. ** Lay dan Kris tengah sibuk membahas jadwal mereka besok ketika tiba-tiba lampu kembali padam dan lampu sorot panggung berkedip. Musik yang sangat mereka kenal menghentak kesadaran mereka dan membuat seluruh kulit mereka meremang oleh kebahagiaan. “Apa kubilang, lagu Two Moon!” sorak kris heboh tidak jelas. Yang lain hanya terpaku memandang panggung, menanti siapa yang akan muncul di antara enam gadis tadi. “Hey yo! What’s up Kris.” Chanyeol tidak bisa berhenti berteriak kaget, ia bahkan harus di tahan baekhyun agar tidak loncat-loncat kegirangan. Itu dia! Gadis di depan pintu tadi! Kris menunggu dengan tegang menanti siapa yang akan muncul sebagai dirinya. “Dia--!” “Dia--!”
79
Kris dan Lay sama sama terperangah, karena yang menjadi cover Lay tadi telah berdiri menggantikan Kris, dengan aura yang hampir sama kuatnya. Gadis cover kris meloncat ke depan dan mulai mengeluarkan kemampuannya, diimbangi dengan covered chanyeol, kai dan Lay. Bibir mereka tak mampu lagi memberi komentar, hanya sinar mata kekaguman yang tampak. Penampilan itu adalah penutup acara yang sempurna. ** Part 2-1 Love side: A Sehun mencoba melepaskan sepatunya yang kini mulai menyiksa. Seharusnya tadi ia mendengarkan nasihat Kris hyung dan tidak memaksakan sepatu ini di kakinya yang panjang, walaupun sepatu ini sangat keren, tapi tidak sebanding dengan penderitaan yang ia alami. Oke, yang terakhir berlebihan. Setelah sepatu itu lepas, perlahan sehun mencoba meregangkan jari-jari kakinya yang panas. Ia tersenyum kecil dan membayangkan apa kata para fans-nya jika melihat ia duduk seperti ini. Tiba-tiba pintu ruang ganti terbuka lebar dan sesosok gadis memasuki ruangan dengan sangat cepat. Secepat ia masuk, secepat itu pula ia duduk di sofa di sisi kiri Sehun. Gadis itu tidak sempat menoleh kiri ataupun kanan, jadi sehun sudah berdoa dalam hati agar gadis itu tidak salah dan mendudukinya. Lima menit berlalu dan sehun seratus persen lupa dengan keadaan kakinya. Matanya diam-diam melirik ke arah gadis yang masih duduk dengan gestur seperti orang marah. Tangannya terlipat di depan dada, tubuhnya bersandar pada sofa dan kaki kanannya bertumpu dipaha kaki kirinya. Gadis itu mengenakan tudung jaket berwarna putih metalik, persis seperti penampilan Baekhyun dalam musik video History, hanya saja gadis itu memiliki rambut cokelat gelap yang panjang, rambut indah itu keluar dari kedua sisi atas bahunya. Tunggu! Apa? Apa aku bilang indah tadi? pasti aku salah pilih kata.
80
“Ya!” Tiba-tiba saja gadis itu berbalik menghadap sehun yang masih melirik ke arahnya. Kontan sehun memegang dadanya dan mundur ke lengan sofa. Ia berfikir gadis itu memergoki dirinya. “W..w..waeyo?” mendadak bibir sehun menjadi kaku. “Menurutmu Baekhyun-ssi itu bagaimana sih? Kenapa dia menyebalkan sekali? Padahal aku sudah bersusah payah melatih seluruh bagiannya untuk penampilan kali ini! dan lihat! Aku juga sudah memakai pakaian yang mirip dengan yang pernah ia pakai. Aku sudah mirip dengannya kan?!” gadis dengan mata bulat itu mendekatkan dirinya ke arah sehun sambil menunjukkan seluruh aksesoris yang ia pakai. Sehun dengan hati-hati mengangguk setuju, tapi matanya masih clueless. Satu-persatu, perlahan otak sehun mampu menyusun semua hal yang terjadi sekarang. Ternyata gadis ini adalah salah satu anggota dari EXO G yang tadi tampil pada acara ulang tahun kris hyung. Penampilan mereka sangat mendebarkan hingga bahkan sehun menjadi begitu kagum, mungkin besok ia akan membeli lightstick dan menjadi fanboy. Mungkin. Sehun mengalihkan pandangannya lagi dan menemukan gadis itu sedang berusaha membuka bungkus permen karet dan sekarang mengunyahnya cepat. Kepala sehun otomatis menggeleng pelan dan tersenyum kecil melihat kelakuan gadis ini, sangat tidak feminim. “Kenapa?” lagi-lagi gadis itu menoleh dan bertanya dengan jutek, sepertinya ia menangkap senyum sehun. “Tidak... tidak apa-apa. Penampilanmu tadi bagus.” Puji sehun tulus, lalu malu sendiri oleh nada suaranya. “Benarkah? Aku akan lebih senang jika Baekhyun oppa yang mengatakannya. Tapi ia tidak memujiku, ia malah memuji Vhie eonni .” Deg! A..apa?!
81
Sehun terperangah tak percaya dengan apa yang di dengarnya. Benarkah gadis itu berkata begitu atau ia yang salah dengar? Benarkah ada gadis yang seperti ini? ini makhluk langka. Bagaimana ia bisa begitu jujur dan menghempaskan pujian dariku yang tulus ini? “Ya sudah, sepertinya Eun ra dan Rini eonni sudah menungguku, aku pergi dulu ya... eung.. Sehun-ssi?” gadis itu terlihat sangat ragu-ragu. Lengkap sudah kehancuran Sehun hari ini, bahkan gadis ini tidak tahu namanya. “Ne, Sehun, Oh Sehun. Kamu?” walaupun ia sakit hati, sehun tetap ingin tahu nama gadis tomboy ini. “Eo, taengita~ aku Octa, senang berkenalan denganmu Sehun-ssi.” Sehun mengangguk membalas salam gadis bernama Octa itu dan kembali duduk di sofa. Setelah yakin pintu tertutup, ia mengerang kesal, kakinya ia hentak-hentakkan ke lantai. Sungguh ia jengkel hari ini. Tiba-tiba pintu terbuka lagi dan kepala Octa muncul dari sana. “Sehun-ssi,sebaiknya kau rendam saja kakimu dengan air hangat, jangan hanya kau biarkan seperti itu.” Lalu pintu tertutup, lagi. Sehun menunduk dan menatap kakinya yang ternyata sudah tidak beralas apapun, banyak garis merah di sana seperti tergores sesuatu. Sehun mendesah, hilang sudah harga dirinya di hadapan gadis itu. ** Octa berjalan keluar dari ruang ganti dengan langkah kesal, kejengkelannya kepada biasnya belum juga hilang. Tadi ketika ia turun dari atas panggung setelah penampilannya dan melihat Baekhyun, ia ingin mendekat dan ingin mendengar komentarnya. Tapi apa yang terjadi? Baekhyun dengan santainya memuji Eunra eonni yang menjadi cover Kris dan Lay, juga Vhie yang menjadi cover Suho, bukan memuji dirinya. Benar, BUKAN dirinya.
82
Tapi perasaannya sudah mulai membaik sekarang, entah kenapa. Oh iya, orang yang tadi bersamanya itu Sehun ya? Anggota termuda EXO K. Huh, entah karena selama ini fokusnya hanya pada Baekhyun atau bagaimana, ia jadi terlalu jarang memperhatikan anggota lain. “O, Eunra eonni!” octa otomatis memanggil seniornya itu ketika melihatnya sedang berjalan di sekitar ruang broadcast. Namun tidak seperti biasanya, Eun ra tidak menoleh ataupun merespon, padahal jarak mereka sudah lumayan dekat. Dengan berlari kecil Octa mencoba menghampiri dan melihat wajah Eunra berkerut seperti memikirkan sesuatu. Di sekitarnya juga sudah berkumpul member EXO G yang lain, Rini, Vhie, Dea, dan Vira. “Ada apa eonni?” akhirnya Octa bertanya juga. “Oh, Octa, akhirnya kau di sini juga. Ada masalah mendadak, Dea dan Vira memutuskan untuk pulang ke Indonesia sekarang. Mereka tidak bisa mengikuti magang trainee bersama kita yang sebulan itu.” jelas Eunra dengan wajah yang bingung. Rini yang di sebelahnya juga mengangguk pelan. “Keunde wae?” tanya octa langsung. “Kami harus pulang, rasanya kami susah beradaptasi di sini. Tambah lagi orang tuaku juga tidak setuju aku tinggal lama di negara lain.” Dea yang menjadi cover D.O membuka suara dengan raut meminta maaf. Cover Sehun, Vira yang berada tepat di sebelahnya membenarkan. Octa langsung mengerucutkan bibirnya kesal, namun menyetujuinya dalam hati. “Berarti hanya kita berempat yang akan di sini...” ** Part 2-2 Love side: B Suasana ruang broadcast hari itu sudah sangat sepi karena fans yang tadi berdesakan sudah pulang dan para staff studio tengah beres-beres gedung. Anggota
83
EXO masih belum juga pulang karena mereka juga tengah berganti pakaian dan sedikit bersih-bersih. Acara ulang tahun Kris tadi sungguh meriah karena teriakan fangirl tak pernah berhenti. Suho sedang berdiri di balik pintu seolah sedang mengintip seseorang, bahkan ia tak menyadari Chanyeol yang sudah berdiri di sampingnya ikut-ikutan melongokkan kepala. Beberapa saat kemudian ia baru sadar dengan munculnya kepala chanyeol. “Ya! Apa yang kau lakukan?” suho hendak berteriak namun segera mengecilkan suaranya ketika menyadari posisi berdiri mereka di mana. “Hyung sendiri sedang melakukan apa?” chanyeol bertanya balik dengan wajah polos. “Sstt, aku sedang memperhatikan mereka, kenapa mereka berdiskusi serius seperti itu?” tunjuk Suho pada kumpulan gadis yang menjadi cover singer dan dancer mereka tadi. “Oh itu, katanya dua orang dari mereka akan pulang dan tidak jadi bersama kita selama satu bulan ke depan.” Jawab chanyeol santai. Suho terdiam dan kemudian menghela nafas. Dalam hati ia berharap gadis itu tidak pulang, gadis dengan wajah yang sangat tenang itu. ia memperhatikan gadis itu sejak ia muncul di panggung sebagai cover dirinya. Mata gadis itu sangat tenang dan sangat membuat penasaran. Kini gadis itu terlihat duduk tanpa banyak bicara, ia mendengarkan semua temannya berbicara dan sesekali menanggapi. Sekali lagi suho berharap bukan gadis itu yang pulang. ** Dengan wajah yang ia buat setenang mungkin, Vhie menyetujui keputusan Vira dan Dea untuk pulang. Dalam hati sebenarnya ia sangat sedih karena ia ingin bersama kelima temannya, ia sesungguhnya tidak perduli tentang kegiatan EXO ini, yang terpenting baginya adalah bersama mereka semua. Namun jika semuanya berubah seperti ini, apa yang harus ia lakukan?
84
Setelah semuanya selesai, seluruh member kembali menuju apartemen yang di sediakan oleh SM, mereka semua, termasuk EXO sendiri akan berada dalam satu gedung namun berbeda ruang apartemen untuk melancarkan kegiatan magang ini. Tidak seperti kegiatan EXO yang lain, kali ini acara ini tidak melibatkan kamera ataupun yang semacam itu. Rencananya EXO G hanya akan melihat seluruh kegiatan EXO dan berlatih bersama mereka, hanya seperti itu perjanjiannya. Selagi ia berfikir, tanpa sadar mobil Van yang membawa mereka telah sempurna terparkir di depan sebuah gedung yang sangat tinggi. Vhie segera mengikuti temannya yang lain dan menenteng seluruh barang bawaannya. Kelihatannya karena bawaannya yang terlalu banyak, ia tertinggal beberapa langkah ke belakang. Vhie akhirnya menyerah mencoba berlari dan mengambil langkah cepat saja. “Permisi, boleh aku bawakan bawaanmu?” Vhie menoleh pada sumber suara itu dan menemukan wajah yang sepertinya sudah tidak asing lagi, suara orang itu juga sangat khas, memiliki efek menenangkan. Vhie mengernyitkan wajahnya. “Aku adalah orang yang kamu cover di panggung tadi.” jelas orang itu ragu-ragu. Vhie mengangguk menyadarinya, ternyata orang ini yang bernama Suho. Bukankah sudah ia katakan bahwa tadi ia tidak terlalu tertarik pada EXO melainkan hanya pada temannya? “Oh ya, tentu saja kau orang itu.” Jawab Vhie singkat dan tetap melanjutkan jalannya. Ia bisa merasakan orang di sebelahnya itu terperangah. “Eung... bisakah aku membantumu membawa barang-barang itu? sepertinya berat sekali.” Lagi-lagi orang itu menawarkan bantuan pada Vhie yang kini masih berusaha memfokuskan matanya ke arah belokan yang di ambil oleh ketiga temannya tadi. “Dan tidak bisakah kau lihat bahwa aku baik-baik saja membawa barang-barang ini?” Vhie membalas dengan keras kepala.
85
** Suho tak habis pikir dengan gadis ini. bukankah ia melatih seluruh penampilan Suho dan menjadi cover dirinya? Dan bukankah artinya gadis itu menyukainya? Tapi kenapa gadis ini menganggapnya bagai angin lalu seperti ini? Tapi fokus suho bukan pada hal itu. ia kini terfokus hanya pada bawaan gadis itu yang banyak sekali hingga ia harus berjalan tertatih, suho sangat ingin membantunya. Tapi,.. “Dan tidak bisakah kau lihat bahwa aku baik-baik saja membawa barang-barang ini?” Itulah jawaban gadis dengan wajah unik itu dengan sangat keras kepala. Dengan tidak sabar suho menarik seluruh tas yang berada di kedua tangan gadis itu dan berjalan cepat menuju lift, diikuti pandangan heran gadis itu. ** Part 2-3 (end) Eun ra memperhatikan suasana hati Rini yang sepertinya tidak membaik juga walaupun mereka sudah mencapai kamar dan beristirahat. Rini belum menceritakan apa-apa padanya sejak tadi, ia hanya menutup mulutnya. Dan yang lebih mengherankan lagi, ketika di lift tadi mereka berpas-pasan dengan Chanyeol, biasnya rini, gadis itu sama sekali tidak tertarik untuk menyapa. Padahal Chanyeol sendiri terlihat ingin berbicara dengannya. Tapi, Eunra juga merutuk dirinya yang sama sekali tidak berani menyapa Lay, karena jantungnya terlalu berdebar dan ia tidak mampu membuka bibirnya sama sekali, jadi ia tidak bisa menyalahkan rini. “Eonni! Mana Vhie? Kok dari tadi dia belum mencapai kamar?” octa berteriak dari dapur apartemen. Eun ra langsung tersadar dan berlari keluar dari kamar.
86
“Entahlah, mungkin ia terlalu kerepotan membawa barang.-“ tiba-tiba Eunra teringat sesuatu, “Ya Octa! Kamu tidak memaksanya membawa barang-barangmu yang lain kan?” Dan Eunra tidak perlu bertanya lagi melihat cengiran bersalah Octa. Ia segera berjalan menuju pintu hendak menyusul Vhie, namun batal begitu ia melihat di balik pintu berdiri Vhie dan... Suho? Suho terlihat tersenyum ramah seperti biasanya dengan kedua tangan di penuhi tas. Eun ra buru-buru membuka pintu dan mempersilahkan kedua orang itu masuk. Rini yang sepertinya mendengar keributan itu juga keluar kamar. “Oh! Uri leader!” seru Rini dan Octa bersamaan membuat Suho tersenyum salah tingkah dan memperlihatkan baris giginya yang sangat rapi. “Terima kasih banyak.” Vhie membungkuk sopan dan mengambil tas-tas itu dan berjalan masuk tanpa komentar apa-apa lagi. Semua orang di ruangan itu nyengir. * Mission card? Reality show apa ini? maksudnya, ini reality show atau apa? Running Man? * Part 3-1 Love side: A Rini membuka mata setelah merasakan lengan kirinya yang langsung menghadap jendela kamar apartement tersengat rasa panas oleh matahari. Ia meregangkan tangannya di atas kasur empuk yang hanya single size dan berputar-putar sebentar di sekitar tempat tidur sebelum akhirnya memilih untuk duduk dengan mata setengah terbuka.
87
Ketika kakinya sudah menggunakan alas kaki putih hotel, matanya tertumpu pada sebuah amplop hijau tebal yang berada di table lamp di samping kepala tempat tidurnya. Selama lima detik ia hanya menatap amplop sebesar amplop surat biasa itu clueless. Baru setelah seluruh memorinya kembali, ia langsung meloncat ke tempat tidur sebelah yang terlihat Eunra masih tertidur pulas. “Eunraya! Ireona! Cepaaaat.” Dengan sepenuh tenaga ia mengguncang tubuh ramping eunra menggunakan kedua tangannya. Dan akhirnya eunra membuka matanya perlahan. Tanpa berbicara apa-apa lagi rini menunjukkan amplop itu ke hadapan mata eunra. Eunra menyipitkan matanya untuk membaca dengan jelas huruf-huruf yang tertera di sana. “Mi-ss-ion ca-rd?” Eunra memiringkan kepalanya bingung. “Aa? Ada tulisan di sana? Kok aku tidak tahu?” Eunra tertawa di balik bantal. * Octa dan Vhie juga akhirnya keluar kamar dengan membawa surat yang sama. Mereka masih berpenampilan morning glory alias belum mandi sama sekali. Walaupun di korea mandi itu tidak terlalu diperlukan, mereka tetap saja berfikir mandi itu wajib, kecuali pagi itu. Bersamaan mereka membuka surat itu dan membaca isinya perlahan. “Misi pertama hari ini adalah bertemu partner kalian dari member EXO yang sudah berbaris di depan pintu apartemen kalian. Gunakan jaket yang sudah disediakan di atas meja dan keluar. Pasangan pertama yang keluar akan mendapatkan keuntungan.” Octa otomatis berlari ke arah pintu untuk mengintip melalui lubang peeping dan benar-benar menemukan tujuh member EXO di depan pintu mereka. Ia kembali lagi dengan wajah panik.
88
“Ya, jangan-jangan kita tanpa sadar sudah tercasting untuk ikut Running Man lagi.” tiba-tiba eunra buka suara. Lalu rini menjitak kepalanya pelan. “Gak usah mimpi.” Responnya membuat Eunra mengerucutkan bibir. “Tidak mungkin, bahkan tidak ada kamera di sini.” Tambah Vhie setelah melirik ke sana kemari. Setelah berkata begitu, ia segera berlari ke meja ruang utama dan menemukan tujuh warna berbeda di atas meja. Merah, kuning, ungu, hijau, hitam, merah muda, dan putih. Tanpa aba-aba mereka berlari menuju meja itu dan menarik satu warna. Eunra mengambil jaket berwarna putih, Rini ungu, Vhie hijau dan Octa kuning. Mereka semua tertawa dengan pilihan mereka dan berlari ke kamar masing-masing untuk berganti. Mereka masih belum memahami apa yang akan mereka lakukan hari ini. setelah mencuci muka dan memoles sedikit bedak, mereka segera berkumpul lagi di ruang makan. “Eh, menurutku kita akan di pasangkan dengan member EXO yang mengenakan warna yang sama dengan kita.” Vhie berkata dengan suaranya yang kalem, lagi. semua orang yang di situ menatapnya takjub. “Oya! Bukankah kau tadi mengintip keluar Octa. Apa kau melihat warna yang di gunakan oleh mereka?” tanya rini semangat. Octa melirik ke atas mencoba mengingat. “Enggak ingat tuh.” “Sudah kuduga.” Ujar mereka bersamaan. “Tapi siapa yang akan memakai ungu kalau begitu? pasti tidak ada yang berani memakai warna ini.” ujar rini skeptis. “Hoho, we will see.” * Part 3-2 Love side: B
89
“Kenapa mereka lama sekali? Kita bukannya mau ke pesta kan hari ini?” protes chanyeol kesal. Kakinya gemetaran karena sudah berdiri di lorong apartemen yang dingin itu selama setengah jam. Manajer mereka yang memberikan misi itu tertawa kecil. Kris menginjak kakinya sebagai respon. “Tak apalah, aku justru penasaran siapa yang akan mengenakan jaket yang sama denganku.” Sehun membuka suara dengan sedikit exciting. Ia memainkan lengan jaketnya tak sabar. sedangkan member lainnya, Lay, Kris, Baekhyun, Suho dan Luhan sudah lelah berbicara jadi hanya diam saja. Mendadak terdengar suara pintu yang berusaha di buka dari dalam, seluruh member EXO menegakkan tubuh otomatis dengan perasaan yang membuncah. Wajah gadis yang oval dengan rambut panjang hitam muncul dari balik pintu. Seluruh member EXO menyapanya dengan senang dan sedikit membungkuk. Gadis itu juga membungkuk dan tersenyum sopan. “Rinissi!” tiba-tiba Chanyeol yang menyadari gadis yang keluar itu adalah covernya melebarkan senyumnya. Namun gadis itu menancapkan pandangannya pada jaket yang di kenakan Chanyeol. “Yap! pasangan pertama terpilih! Chanyeolssi dan Rinissi.” Seru manajer EXO yang berlaku menjadi MC hari itu. rini menatap tak percaya. Tentu saja, selalu ada orang aneh yang memilih warna ini. pikir rini. Chanyeol entah kenapa tersenyum-senyum sendiri dan mengambil tempat yang telah ditentukan untuk pasangan yang terpilih. Member yang lain menghela nafas tertahan ketika suara pintu terbuka untuk kedua kalinya dan wajah calm seorang gadis menyapa mereka lembut. Suho bertepuk tangan pelan dengan apa yang ia lihat dan maju satu langkah ke hadapan gadis itu. “Vhiessi, kita pasangan hari ini.” “Mwo-raguyo?” tanya gadis di hadapannya itu dengan nada terkejut. Seluruh member di sana tertawa dengan reaksi Vhie dan dengan perkataan Suho. Suho tersenyum kikuk.
90
“Maksudku, karena kita memilih jaket berwarna sama, jadi kita menjadi pasangan hari ini.” suho memperjelasnya dengan agak terbata. Seluruh doangsaeng nya yang berada di belakang sibuk menahan tawa dan saling sikut melihat kelakuan leader mereka. Vhie melihat jaket hijau milik suho yang sama persis dengan yang ia pakai lalu mengangguk paham. Tanpa aba-aba ia meraih tangan suho dan menyeretnya berdiri di samping pasangan awkward rini-chanyeol tanpa menyadari betapa merah muka Suho saat itu. Kris mengelus leher belakangnya dengan tegang karena ia yakin sebentar lagi gadis yang ia nantikan akan keluar. Ketiga atau ke empat. Lay yang berada di sampingnya
terlihat
tidak
terlalu
tertarik
dan
sibuk
memperbaiki
gelang
keberuntungannya yang tadi hampir terlepas. Pintu terbuka dan siluet Eunra terlihat di baliknya. Matanya melirik penuh harap ke arah Lay dan setelah itu ia harus tersenyum kecewa ketika warna yang di kenakan oleh Lay adalah merah. Justru orang yang mengenakan jaket berwarna sama dengannya adalah orang yang berada di samping kiri Lay. Orang itu memajukan kaki panjangnya dan mendekat ke arah Eunra dengan senyum sempurnanya, Kris. Ia terlihat bahagia dengan ekspresi itu. “Eunrassi, jaljinesseoyo?” tanya kris dengan perasaan yang ringan. “Ya! Gege! Kau seperti mau mengajak gadis kencan saja!” seloroh Baekhyun begitu mendengar pertanyaan kris. Kontan seluruh ruangan tertawa termasuk Eunra. “Eo. Jaljinasseoyo. Tangshineun?” tanya Eunra balik yang di sambut koor meriah lagi. setelah mereka berdua mengambil tempat di samping Vhie-Suho, giliran Octa keluar. Tidak seperti sebelum-sebelumnya pintu terbuka perlahan, kali ini pintu menjeblak terbuka dengan cepat memperlihatkan wujud octa yang sudah mengikat rambutnya tinggi di puncak kepala, menunjukkan wajah cerahnya yang menyenangkan. Langsung Octa menghampiri Baekhyun untuk menyapanya.
91
“Annyeong oppa!” ujarnya setelah menyapa yang lainnya dengan sopan. Baekhyun terlihat kaget dengan sapaan dadakan itu, lalu ia membalasnya dengan mengangguk. “Yah, kita tidak bisa berpasangan ya? Kenapa oppa milih warna hitam??” sambung octa kesal melihat warna hitam yang melekat pada tubuh Baekhyun. Lalu matanya menangkap Sehun yang berada di ujung barisan dengan jaket kuningnya yang meriah, sama dengan yang Octa kenakan. Sehun terlonjak kecil karena terkejut melihat tatapan Octa. Ia antara ingin protes dan juga senang, ia tak mengerti kenapa. Dan pada akhirnya ia tetap menjadi pasangan Octa yang masih bersungut kenapa tidak bisa berpasangan dengan Baekhyun. Member EXO yang tidak terpilih mengucapkan selamat dan berjalan menuju apartemen mereka dengan langkah biasa. “Misi kedua adalah pergi ke tempat latihan koreografi di kantor SM dan melatih satu dance untuk lagu utama album kedua
EXO. Pasangan yang berhasil
menyelesaikannya dalam satu hari ini akan berkesempatan untuk berkeliling Yongsan ‘I’ shopping mall berdua. Dan untuk pasangan pertama yang keluar tadi mendapat uang bonus sebesar 10.000 won.” Part 3-3 Love side: C Mobil yang dikendarai Chanyeol sangat hening seolah tak ada penumpang lain di sana, padahal di kursi samping tempat ia sedang menyetir seorang gadis tengah duduk diam menatap keluar jendela. Chanyeol berdehem beberapa kali namun belum juga mendapatkan topik yang tepat untuk mengajak gadis bernama rini itu untuk bicara. “Penampilanmu kemarin sangat keren Rinissi.” Akhirnya berhasil juga ia mengeluarkan suara. Dengan hati berdebar ia menanti jawaban dari gadis itu. “Benarkah?” gadis bernama rini itu menjawab dengan nada tidak percaya. Bukan tidak percaya yang bercanda atau berisi nada main-main, tapi benar-benar tidak percaya.
92
Chanyeol menggigit bibir bingung. Seingatnya ketika mereka bertemu di acara ulang tahun kris, segalanya baik-baik saja. “Jintjjaruyo. Benar-benar keren.” Ujar chanyeol meyakinkan. Matanya yang bulat itu sesaat meninggalkan jalan depan dan menoleh pada rini, membuat rini panik. “Ya! Ya! Boeyooo?? Iya iya aku percaya! Ayo lihat jalan di depan.” Rini mendorong bahu chanyeol penuh rasa takut dan memaksanya menatap jalan. Chanyeol tersenyum jahil dan akhirnya tertawa lega. Rini menaikkan alisnya dan kembali menatap keluar jendela, tanpa ada niat untuk berbicara dengan orang yang di sampingnya itu lagi. * Pernah dengar kata silly boy? That’s what you are., * Part 4-1 Love side: A Sehun menoleh ke kanan dan kiri pintu masuk gedung tempatnya akan menyelesaikan misi kedua. Alisnya bertaut heran dan bingung. Octa yang melihat keanehan sehun memukul bahu sehun pelan, maksudnya sebenarnya hanya bercanda, namun diluar dugaan sehun terlonjak kaget. “Ya! Kamu kenapa kaget begitu? Aku Cuma memukul bahumu begitu saja, Ckck.” Cemooh octa yang ikut-ikutan terkaget. Sehun masih melongo sambil menyentuh bahunya tadi yang dipukul octa, ini pertama kalinya ada yang memperlakukannya seperti ini. sehun tersenyum kecil dan melanjutkan langkahnya. “Tadi kenapa kamu terlihat bingung? Apa yang salah?” octa menanyakan pertanyaan tadi yang belum terjawab ketika mereka telah memasuki lift menuju lantai tiga ruang koreografi.
93
“Ah! Iya. Aku heran saja, kita adalah pasangan terakhir yang berangkat tadi kan? Lalu pasangan chanyeol hyung yang pertama? Tapi herannya di parkiran tadi aku tidak melihat mobil yang dikendarai oleh Chanyeol hyung sama sekali. Kupikir kita salah gedung kalau seandainya saja tidak menemukan mobil kris hyung dan suho hyung.” Octa melihat sehun yang sedang berbicara itu terus dan entah kenapa bibirnya terangkat, cara bicaranya itu, emm, apa ya? Imut? Octa memukul kepalanya sendiri menjawab perkataan konyol di batinnya itu. “Aa- a, matta, seharusnya Rini eonni dan Yeol oppa sudah di sini dari tadi. tapi... siapa yang peduli.” Sehun menggeleng-gelengkan kepalanya. * Part 4-2 Love side: B Lagu representatif album kedua milik EXO, Wolf, mengalun keras dari salah satu ruangan. Suho mendekatkan telinganya ke dinding untuk mencari dari mana asal suara itu. “Apa yang sedang kamu lakukan?” tiba-tiba suara Vhie mengagetkannya. Suho hendak menyuruh vhie diam, namun justru suho yang terdiam melihat Vhie sudah membuka pintu ruangan di hadapannya dan menatap suho dengan pandangan ‘konyol’. “Ah, benar juga, untuk apa aku mengendap-ngendap.” Gumam suho setengah malu setengah kesal. Mereka berdua memasuki ruangan dan hanya menemukan pasangan Kris-Eunra di ruangan itu. mereka berdua tengah melakukan screcthing yang di pimpin oleh... kris? -__“Ah, wasseo?” Tanya kris dengan senyum sumringahnya. Dengan begitu suho jadi tidak tega mengolok-olok kris.
94
“Eung, ne. Mana chanyeol?” tanya suho setelah meletakkan tasnya dan tas Vhie yang berisi baju sportwear di sudut ruangan. “Loh, kupikir ia bersama hyung.” “Ani, mungkin mereka berhenti di suatu tempat membeli makan atau apa. Ayo kita mulai saja. Waktunya masih berapa menit lagi?” lanjut suho dan memberi sinyal pada Vhie dengan matanya untuk segera bersiap. Vhie balas menatap dan mengangguk kecil. Tiba-tiba pintu terbuka dan muncul dua makhluk mengenakan jaket cerah menusuk mata, Sehun dan Octa yang mengenakan warna kuning. Mereka masuk dengan ceria dan membuat suasana yang agak kaku tadi mencair. Sehun segera mendekati kedua leader itu untuk melepas stressnya, dari tadi ia selalu di bully, ini saatnya untuk bersikap sebagai maknae. “Yaa! Kenapa kau di sana sehun-aa! Kau seharusnya melatihku kan?” omel octa tak lama kemudian. Sehun collapsed. “Tapi ini aneh lho, sudah tiga puluh menit tapi belum ada tanda-tanda dari Rini maupun Chanyeol oppa.” Eunra membuka suara setelah beberapa lama. Kris yang berada di sampinya sebagai pelatih juga mengangguk. Suho menatap jam tangannya dan sehun, sedang di piting Octa. * Part 4-3 Love side: C Sementara itu, di perbatasan jalan keluar kota Gangnam, rini membuka matanya yang tadi tertidur karena ia masih mengantuk. Ia bergumam kesal karena ada suara musik keras berasal dari speaker mobil. Ia membuka mata sepenuhnya lalu menoleh dan menemukan chanyeol sedang sibuk raping, bukan menyetir. Rini menggelenggelengkan kepalanya pasrah. Sedetik kemudian rini tersentak.
95
“Ya paboyaa! Kita mau kemana keluar kota Gangnam?! Ha?! Aiiish! Dari tadi kau ngapain sih?” rini mencak-mencak karena tak sengaja matanya melihat palang hijau yang menunjuk tanda menuju Anyang distrik. “Masa?” tanya chanyeol polos. Tangannya masih mengetuk-ngetuk setir sesuai irama. Rini tanpa ampun mematikan music player dan menatap chanyeol jengkel. “Ya tuhan, apalagi kemungkinan terburuk yang bisa terjadi?” “Eung... kehabisan bensin?” jawab chanyeol takut-takut dan menunjuk pengukur bahan bakar di dasbor mobil. “YAAAAAA!!!!!! Jugolleeeee!” * Akhirnya setelah berputar-putar sebentar dan menemukan pom bensin di ujung jalan tol, chanyeol dan rini berhasil membawa mobil mereka meuju gedung latihan. dengan nyawa yang sudah hilang entah kemana. “Lihat ini, aku sudah kehabisan tenaga bahkan sebelum mulai latihan.” gerutu rini pelan. Chanyeol yang berada di sampingnya hanya bisa tersenyum merasa serba salah. “Apa kau sebegitu capeknya?” tanya chanyeol hati-hati. “Keure. Aku bahkan sudah tidak ada tenaga untuk memarahimu sama sekali. Lihat saja kalau tenagaku sudah terisi, jangan pikir kau akan selamat.” Ancam rini dengan nafas terputus-putus. “Baguslah kalau kau tak bisa memarahiku.” Ujar chanyeol. “Apa maksu—aaah!” Chanyeol dengan ringan menangkap tubuh rini dan menggendongnya. Tangannya yang membopong punggung dan kaki rini sangat nyaman dan seolah tanpa beban. Rini hanya dapat melebarkan matanya tanpa bisa berkata apa-apa. Lalu perlahan rini melingkarkan tangannya di leher chanyeol. * 96
Suasana ruangan latihan terlihat kacau dan heboh, sejak dari satu setengah jam yang lalu tiga pasang manusia itu hanya berkutat pada main point dance wolf yang menandak tangan di kepala dan juga membentuk cave untuk serigala. Hal itu karena mereka sangat kekurangan orang, namun Vhie lebih yakin hal itu karena para pria di hadapan mereka ini tak bisa mengajar sama sekali. “Kan sudah kubilang aku bisa mengajarimu, hanya saja gerakan itu memang susah.” Bela suho menjawab tuduhan Vhie. Vhie tertawa geli dan pertama kalinya menunjukkan muka ramah pada suho yang kelelahan. Pintu di dibelakang mereka terbuka dan chanyeol-Rini akhirnya menunjukkan wajah mereka. Semua orang di ruangan itu speechless melihat apa yang ada di hadapan mereka. Chanyeol? Membopong rini? Lalu seperti komunikasi tanpa suara, tiga pasangan tadi memutuskan untuk bersikap seolah tidak melihat apa-apa. “Ah, akhirnya kalian muncul. Ayo mulai latihan. masih ingat kan misinya? Sebelum malam kita harus sudah selesai.” Ujar kris mengingatkan orang berdua itu. rini mengangguk tersenyum dan chanyeol menggaruk-garuk kepalanya. Musik
wolf
berputar
lagi
dari
awal
dan
empat
member
EXO
itu
mendemonstrasikan pohon kehidupan seadanya. Namun karena hanya sedikit, pohon yang terlihat hanyalah seperti pohon yang hampir tumbang. Semakin musik mendekati chorus, tanpa sadar eunra, rini, octa dan vhie sudah duduk di hadapan mereka dan dengan khusyuk menonton. Setelah para member EXO selesai menunjukkan keseluruhan dance, musik berhenti diikuti tepuk tangan ke empat gadis yang sudah ber-revolusi menjadi fangirl. Lagi-lagi pintu terbuka dan dari balik pintu Kai dan Lay keluar sembari bertepuk tangan. Mereka kebetulan berada di ruang sebelah untuk latihan dance routine dan tertarik untuk datang. * Ketika benda yang bernama ‘kenyataan’ menamparmu, saat itulah kau memilih untuk bermimpi saja.
97
* “Siapa yang mengundang Kai dan Lay kemari coba?” Suho bersungut-sungut di depan kris, chanyeol dan sehun yang juga tengah duduk melongo melihat dua dancing machine mereka dengan lincahnya mengajari step dance wolf kepada Eunra, Rini, Vhie dan Octa. “Wae hyung?” tanya sehun balik tanpa mengalihkan pandangannya dari mereka semua, ehm, Octa lebih tepatnya. “Wae? Kamu tanya kenapa? Kita jadi tidak ada kerjaankan sekarang?” sahut kris mendahului suho menjawab pertanyaan sehun yang sudah jelas jawabannya. Setelah itu mereka bertiga sontak menoleh ke arah chanyeol yang secara ajaib belum mengeluarkan suara dan ternyata ia tengah berguling-guling di lantai. “Nah, bagaimana? Sudah siap untuk kontes dance-nya?” Tiba-tiba pintu ruangan terbuka lagi untuk kesekian kalinya dan muncullah sang manajer yang akan menjadi juri sore itu. hal itu juga sekaligus mengingatkan mereka pada misi kedua. “Yah... sepertinya kita siap...” jawab kris tak yakin. * Penilaian untuk dance mission hari itu berakhir dan pemenangnya telah ditentukan. Sebenarnya tak sulit memilih pemenang untuk kompetisi kali ini karena: -Chanyeol sejak awal selalu lupa bahwa ia sedang melakukan dance dengan Rini yang notabene perempuan, dan hasilnya ia sering bertumpu pada Rini dan mengakibatkan mereka jatuh berkali-kali. Ups, berpuluh kali maksudnya. -Sehun dan Octa sepertinya telah menyerah pada kompetisi dan memilih untuk membuat kompetisi sendiri: saling jitak dan saling menginjak kaki. -Kris
dan
Eunra,
hmmm....
no
comment.
Mereka
dengan
sempurna
menghancurkan ruang koreografi dengan kekacauan team work mereka.
98
-Kesimpulannya, tentu saja Vhie dan suho yang menang. Bukan karena mereka yang sangat excelent-perfect-sempurna, bukan. Setidaknya menurut juri mereka tidak melakukan penghancuran ataupun saling menendang, itu sudah cukup. “Lagian, mana mungkin kami bisa menghafal semua gerakan ini dalam waktu satu hari?” protes vhie kesal. Matanya yang biasanya terlihat datar tanpa emosi itu kini berapi-api membuat suho yang berdiri di sampingnya ikut(?) terbawa suasana. “Eung... eonni, bukannya eonni sudah menang?” sela octa takut-takut. Vhie berdehem kecil dan berkedip cepat. “Yah,.. mo...” “Ya, sudah sudah. Ini kartu misi ketiga.” Respon sang manajer yang telah siap dengan jas dan suitnya, katanya ia ada janji kencan malam itu jadi ia terburu-buru. Eun ra meraih kartu misi itu dan mulai membacanya keras-keras. “Misi ketiga: saya belum memikirkannya, jalan-jalan saja dulu. Ittabayoo~” Mereka semua memasang poker face -__* G PoV > Delapan manusia itu segera melangkahkan kaki menuju apartemen sementara mereka setelah turun dari mobil yang dengan setia mengikuti. Setelah rapat bersama dadakan tadi, semuanya memutuskan untuk makan malam di apartemen para EXOgirl karena Suho cs. diusir Tao yang cemburu akan kegiatan mereka. “Ah Sehun, duduk di sini ya, jangan kemana-mana.” Octa mengingatkan sehun yang memang sudah duduk di atas sofa dengan nyaman sejak tadi. sehun mengerucutkan bibirnya karena merasa di perlakukan sebagai anak kecil. Di sisi lain rini dengan susah payah menurunkan kardus berisi berbagai makanan yang mereka bawa dari indonesia, semacam bumbu-bumbu. Kardus itu terletak sangat tinggi di atas lemari makan dan walaupun rini cukup tinggi, berjinjit masih merupakan pilihan mustahil.
99
Tiba-tiba chanyeol muncul di sampingnya dan meletakkan tangga kecil di depan kaki rini. Rini mengernyit dan berpikir kenapa bukan dia saja yang mengambilkan kardus ini atau kenapa dia malah memberiku tangga yang terlihat tidak aman ini?!! Di saat yang sama vhie juga tengah berusaha menurunkan kardus yang kali ini berisi peralatan masak yang mereka bawa khusus dari indonesia, semacam ulekan(?) sambal dan lainnya. Karena ia lebih pendek dari rini, berjinjit menjadi pilihan yang paling dusta untuk hal itu, tapi vhie dengan keras kepalanya melompat-lompat untuk meraih kardus. Tiba-tiba, vhie merasakan sepasang tangan kokoh menyentuh sekaligus mengangkat pinggangnya sehingga ia merasakan kakinya tidak menyentuh lantai lagi. vhie tak sanggup bernafas dan ia juga tak tahu apa yang harus ia pikirkan. Tangannya dengan otomatis menangkap kardus di atasnya, namun pikirannya juga otomatis hilang dari dunia nyata. Lucu ketika hatimu mengambil alih segalanya dan pikiranmu melayang tak berfungsi, justru indera lain yang bekerja dengan sempurna. Hidung vhie dengan yakin mencium aroma maskulin pria yang beberapa hari ini selalu ada di sampingnya, Suho. Aroma itu melayang masuk dan membuat nafas sulit memasuki paru-parunya. Juga telinganya dengan sempurna mendengar desahan nafas suho yang dengan manisnya bergerak di sekitar vhie. Setelah kedua tangan yang tadi terletak dipinggangnya menghilang, vhie masih dalam keadaan blank, tidak tahu harus melakukan apa. Kardus yang normalnya sangat berat itu masih dipeluk erat oleh vhie. Ini tidak nyata, ini tidak nyata. Chanyeol menatap rini yang masih memandang Suho-Vhie lurus-lurus. Chanyeol mengangguk-angguk paham dengan apa yang terjadi. Tanpa berkata apa-apa ia mengikuti apa yang dilakukan Suho tadi, mengangkat pinggang rini agar mencapai tempat penyimpanan kardus dengan ringannya. Rini tersedak cepat dan merasakan aliran darah melesat melewati kepalanya dan matanya berkunang-kunang hebat. Tangannya masih sempat meraih kardus itu namun
100
sama seperti apa yang terjadi pada Vhie, ia kehilangan kata-kata. Bukan, bukan hanya kata-kata, ia juga kehilangan rasionalitasnya. Setelah Chanyeol menurunkannya dan melepaskan kedua tangannya, Rini merasakan kakinya menjadi lemah dan ia berdiri gamang. Untungnya chanyeol masih berada di belakangnya dan menahan tubuh rini dari menyentuh lantai. Rini berbalik dan menatap chanyeol dengan mata terbelalak dan tentunya tanpa suara. “Sehun-a~ kalau hal itu terjadi padaku juga, apa yang akan kau lakukan?” Tanya octa yang menonton kejadian itu di balik sofa bersama sehun. “membiarkanmu memakai kursi sepertinya sudah cukup.” Jawab sehun yakin. Octa mendelik jengkel. ** Love side:A Kris menatapa khidmat Eunra yang sedang sibuk mencacah bawang putih di balik dapur mini apartemennya, pria itu terus duduk seperti itu sejak eunra bersiap untuk memasak. Tangannya terlipat rapi dibalik bar yang memisahkan dapur dan ruang makan. “Wae? Kau tertarik belajar masak?” tanya eunra tanpa melepaskan pandangan pada pisau di tangannya. Kris yang mendengar itu menggeleng kecil dan tertawa. “Ani, aku tidak mau belajar. Aku hanya ingin mencicipi.” Sahut kris membuat eunra berdecak pelan. “Semua laki-laki itu memang begitu ya, kupikir ada bedanya pria indonesia dan pria korea.” “Oo wait, I’m chinese, remember?” sanggah kris sembari tangannya ia lambaikan di hadapan wajah eunra. “Dwe, gege.” Balas eunra menggunakan bahasa cina standarnya. Kris tersenyum lagi.
101
“Emm, Eunra-ssi, siapa yang paling kau suka di EXO?” kris bertanya namun sedetik kemudian menyesali ucapannya. Kenapa dia bertanya hal itu? apa dia kehabisan pertanyaan atau apa? Namun untungnya eunra yang masih sibuk memeriksa panci berisi sup mandu dan memasukkan beberapa sendok garam tak terlihat terganggu oleh pertanyaan itu. “Keurseyoo~ Lay oppa sepertinya memiliki porsi lebih di hatiku, jadi mungkin dia. Tapi bukan berarti aku tidak menyukaimu, kalian kan satu paket.” Eunra tergelak akan ucapannya sendiri dan masih sibuk memeriksa masakannya. Kris menyadari bibirnya ikut tertawa, namun ia tahu bahwa itu getir. Kris tidak paham mengapa ia merasa begitu. Setelah memperbaiki ekspresinya kris kembali diam dan menatap wajah serius eunra yang terlihat keibuan di saat ia mencicipi tiap tetes masakannya sendiri. “Berarti kau merasa sedih tidak menjadi pasangannya hari ini?” lagi-lagi tanpa sadar kris mengeluarkan pertanyaan bodohnya. Kalau eunra tidak sedang melihat, kris memilih untuk memukul kepalanya dengan panci. “Iya,” jawab eunra santai dan kemudian eunra menatap wajah kris. “aah, waee?~ hhaha, lihat wajahmu itu. iya aku sedih, tapi bukan karena tidak menjadi pasangan Lay oppa, tapi karena takut seandainya semua fangirlsmu tahu, aku bisa di teror.” Sambung eunra masih dengan senyum jenakanya. “Eunra-ssi, masakan korea apa yang bisa kau masak?” tanya kris keluar topik. Eunra menatap langit-langit sebentar memikirkan salah satu masakan yang paling mudah. “Bibimbap.” “Masakan cina?” “Fuchi fetien.” “Masakan indonesia?” “Rendang.”
102
“Masakan cina?” “Suen-yi bailou.” “Masakan thailand?” “Emm, phat-thai?” “Masakan cina?” “Kwei-tiau.” “Masakan barat?” “Ckck, sandwich.” “Masakan cina?” “Yaa!!! Kamu mau menanyakan apa sebenarnya gege? Masakan cina yang bisa kumasak? Masih sedikit, makanya nanti aku akan belajar, jangan cerewet.” Mereka berdua terdiam. “Waesama? Kenapa kamu mau belajar?” tanya kris setelah mereka berdiam cukup lama. “Ani, itu tadi gege bertanya terus jadi yah... ah sudahlah, bantu aku membereskan meja makan! Itu anak-anak yang disuruh ngambil bumbu kemana lagi? Ini ulekan sambal juga belum diantar. Ya! Kris ge itu jangan dimakan dulu!” ** Love side:B Chanyeol berdehem-dehem kecil setelah menurunkan tubuh Rini dengan tangannya. Padahal sebelum melakukan itu ia tak berpikir apa-apa dan tidak tahu apa efek samping yang akan terjadi. Ia menggaruk kepalanya dan merasakan tangannya gemetaran hebat. Namun sebelum ia berbalik kabur, ia merasakan tubuh rini oleng sehingga lagi-lagi ia menggunakan tangannya yang bergetar itu untuk menangkap tubuh rini.
103
Di luar dugaan, rini berbalik dan menatap wajah chanyeol lekat-lekat. Saat itu juga chanyeol bersumpah bahwa ia benar-benar tidak bisa membaca isi hati wanita, khususnya wanita dengan mata bulat ini. “W..w..wa..wae?” tanya chanyeol yang berusaha semampunya menghindari pandangan mata rini. Gadis itu, yang hatinya serasa mau meledak, berusaha menekannya dalam-dalam dan menunjukkan wajahnya yang paling tenang. Ia ingin tahu apa yang dirasakan chanyeol sebenarnya. Apakah pria ini benar-benar hanya ingin bermain atau ia bisa memiliki sisi serius. Yang menyebalkan, pria itu selalu berusaha menghindari pandangan rini. Tanpa sadar rini menurunkan kardus yang sedang ia genggam dan menangkap wajah chanyeol dengan tangannya. Tepat setelah tangannya menyentuh wajah chanyeol, aliran listrik menjalar dari ujung jari rini dan menusuk jantungnya secara tepat. Chanyeol yang wajahnya sudah tertahan segera berhenti bergerak dan membelalakkan matanya. Bukan karena kekuatan tangan rini yang menahannya, justru tangan rini menyentuh dengan lembut kedua pipi chanyeol, hanya saja chanyeol benarbenar tak mampu bergerak seujung rambutpun. Ia terpaku. “Ah, sudahlah. Apa yang aku pikirkan sebenarnya? Ckck. Kaja chanyeolssi, kita harus segera mengantar bumbu-bumbu ini pada eonni sebelum dia marah-marah.” Ujar rini sambil membungkuk lagi mengambil kardus yang tadi ia jatuhkan. “Rini-ssi, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa semenjak hari ulang tahun hyung kau jadi dingin padaku?” chanyeol bertanya namun ia sendiri tak tahu dari mana suara itu keluar. Rini segera menghentikan langkahnya mendengar pertanyaan chanyeol, dan nada suara pria itu yang terdengar dalam dan berat. Rini tak langsung berbalik dan mencerna segalanya perlahan, jadi chanyeol menyadari perubahan sikapku? Ia tahu aku menghindarinya? Benarkah? Ia tak sedang bermain lagi?
104
“Apa maksudmu chanyeol-ssi?” akhirnya rini memilih berbalik dan menjawab pertanyaan chanyeol dengan percaya diri. “Saat kita bertemu di backstage itu kau terlihat ceria dan sangat ramah padaku, namun ketika acara berakhir kau sangat cuek dan bahkan tak mau melihatku. Ada apa sebenarnya?” chanyeol kembali bertanya tidak memperdulikan rini yang bersikap santai. Rini terbelalak dan bingung dengan pertanyaan langsung chanyeol. Ia tak tau bahwa chanyeol memiliki sikap tegas seperti ini juga. Berbagai pilihan berputar-putar di sekitar kepalanya dan rini tidak tahu harus memilih yang mana. “Kau tahu chanyeol-ssi...” rini berjalan ke arah chanyeol pelan dan tidak melepaskan pandangannya dari chanyeol, membuat chanyeol menahan nafasnya. “kau pikir aku akan memberitahumu semudah itu?” sambung rini dan kemudian ia berjalan cepat menuju dapur tanpa menoleh lagi. Chanyeol masih terpaku. Love side:C Octa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat drama dadakan di ruang apartemen mereka itu. ia bahkan tidak sempat membuat drama pikirnya, karena orang yang ia sukai tidak ada di sini, Baekhyun oppa. “Ckck, kau sebegitu irinya sama mereka?” ledek sehun yang melihat mata octa tak lepas melihat eonni dan oppanya yang masih melakukan adegan-adegan di depan mereka. “Keurooom. Kau pikir aku ke korea untuk apa?” “Untuk latihan dance?” jawab sehun dengan polosnya. “Aiguuuu, tentu saja... iya juga sih. Tapi keinginan terbesarku adalah bertemu Baekhyun oppa.” Sehun diam dan tidak mengeluarkan suara, begitu juga octa. Mereka terus duduk begitu selama lima menit ke depan yang terasa sangat lama. Atmosfir yang sangat jarang ditemukan dari dua pasangan terheboh di tempat itu.
105
“Kau tak akan memiliki kesempatan untuk bersama baekhyun hyung, octa-ya.” Akhirnya sehun memilih untuk membuka suara lebih dulu. Octa yang sejak tadi hanya mengulum tali jaketnya segera menoleh. “Mwo? Wae?” tanya octa tak terima. “Baekhyun hyung, menyukai Taeyon nuna.
dari awal debut dulu, sampai
sekarang.” Lagi-lagi mereka terdiam lama. Sehun berpikir bahwa pasti Octa akan menangis atau kegiatan mellow lainnya, jadi sehun sudah bersiap untuk kabur. Namun anehnya gadis itu hanya duduk di samping sehun dengan tenang sambil menyentuh dadanya pelan. “Oo.. keurokuna... karena itu oppa sangat menjauhiku. Karena dia pikir aku sangat menyukainya dan dia menganggap aku menyusahkan.” Octa lagi-lagi meraba dadanya dan bingung kenapa hatinya tidak sesakit yang seharusnya. Iya, dia merasa tiba-tiba ada sudut di hatinya yang mendadak kosong dan hampa, namun ia tak benarbenar sedih. Ia sendiri tak mengerti apa yang terjadi pada dirinya. Lalu ia menoleh dan menatap sehun yang tengah menatapnya balik. “Mungkin rasa sakit ini berkurang karena ada seseorang yang menemaniku di sini.” Ujar octa pelan. Sehun mengernyit heran, ia tak mengerti maksud ucapan octa namun ia memahami sorot mata octa. Gadis yang selalu memberinya pandangan ceria dan nakal itu kini hanya menatapnya, tanpa kesan ceria ataupun sedih. Sehun jadi salah tingkah sendiri dan tak tahu apa yang harus ia lakukan. “Sehun-a~ gomawo.” Tiba-tiba octa berbicara lagi, kali ini dengan nada lembut yang tidak di buat-buat. Sehun tertegun lama dan akhirnya menyadari bahwa banyak sisi yang tak ia pahami dari seorang Octa. “Wae na ante gomawo?” tanya sehun yang bingung kenapa octa berterima kasih padanya.
106
Octa menggeleng dan ia ternyata juga tak memahami kenapa ia berterima kasih. Tangannya bergerak ke tangan sehun dan memegangnya ringan. “Entahlah, aku hanya ingin mengucapkan itu. percayalah, aku juga tak tau kenapa aku mengatakannya.” Jawab octa sambil tidak melepaskan pandangannya pada tangan mereka yang kini ia gerak-gerakkan ke samping kiri-kanan. Sehun hanya diam tanpa ekspresi dan ikut menunduk menatap tangan mereka. Apa ini? apakah ini adalah caranya mengekspresikan rasa sedihnya? Apa dia sebegitu sukanya pada hyung? Kenapa ia menyentuh tanganku kalau begitu? Kenapa dia tidak menangis saja kalau dia sedih, jadi setidaknya aku bisa memeluknya atau, EH? APA YANG BARUSAN AKU KATAKAN? MEMELUKNYA? Oke sehun, kamu harus ke rumah sakit sekarang.
Love side:D “Ah, aku harus segera mengantar alat masak ini pada Eunra eonni, gomawo suhossi atas bantuannya.” Vhie segera tersadar dan hendak berjalan cepat menuju dapur. Rasa gamang di sekitar pinggangnya masih sangat terasa hingga ia ingin terduduk saking terkejutnya. Tiba-tiba bahunya ditarik cepat oleh kedua belah tangan suho dan ia terdorong ke arah pintu lemari. Vhie menunduk dan memejamkan matanya kuat-kuat karena tak sanggup membuka matanya dan membayangkan suho yang biasanya sangat lembut itu kini berdiri di hadapannya. “Kenapa, tolong jawab kenapa kau sangat menjauhiku. Itu adalah pertanyaan pertamaku Vhie-ssi, dan pertanyaan berikutnya akan muncul tergantung bagaimana kau menjawabnya.” Ujar suho dengan suara dalamnya yang sangat lembut. Vhie tanpa sadar mengangkat wajahnya untuk melihat tatapan suho. Suho masih menahan bahu vhie dengan kedua tangannya. Ia sudah tak tahan lagi melihat betapa cueknya gadis di hadapannya ini terhadap dirinya. Apapun yang suho
107
katakan selalu ia tanggapi dengan sangat singkat, sedangkan jika ia berbicara dengan teman-temannya, gadis ini sangat terlihat ceria dan, cantik. “Aku... juga tidak tahu kenapa Suho-ssi.” Jawab octa jujur. Matanya tanpa rasa takut membalas tatapan mata Suho. “Kenapa kau bisa tidak tahu?” tanya suho lagi dengan keras kepala. Octa terdiam dan mengeja pertanyaan suho dalam kepalanya. Kenapa-aku-bisatidak-tahu? “Kenapa Vhie-ssi?” lagi-lagi suho bertanya melihat vhie tak menjawab juga. “Karena jika aku berbicara padamu aku akan tertarik padamu, dan jika aku tertarik padamu aku akan selalu ingin berada di dekatmu, dan jika aku selalu berada di dekatmu aku akan jatuh cinta padamu, sedangkan aku tak ingin menyukaimu. Kau berbahaya suho-ssi. Dengan aku tak berbicara padamu saja hatiku selalu berdebar ketika kau muncul di dekatku! Jadi tolong mengertilah!” vhie memejamkan matanya setelah mengatakan hal itu. ia tau itu adalah jawaban terbodoh di dunia, tapi setidaknya dengan memberikan jawaban sebanyak itu suho akan berhenti bertanya dan membiarkannya pergi. Namun diluar dugaan, suho mempererat pegangannya dan tertawa kecil. Tepat setelah vhie selesai menjawab pertanyaannya, suho yakin seluruh beban dikepala dan hatinya beberapa hari ini turut luruh dan menghilang. Senyum mengembang di bibirnya dan hatinya berdetak sangat normal saat ini. “Tapi... kenapa kau tak ingin jatuh cinta padaku? Bagaimana jika aku memang telah jatuh cinta padamu Vhie-ssi? Sejak pertemuan pertama kita.” “N..ne?” vhie bisa merasakan bibirnya bergetar saat mengucapkan itu. “Ya, aku jatuh cinta padamu.” Kali ini suho menjawabnya mantap, ia lega bahwa ia telah mengetahui kenapa hatinya menjadi sakit akhir-akhir ini. itu karena keberadaan gadis dengan suara indah ini. “Andwae suho-ssi. Andwae...” jawab vhie lemah. Suho menarik tangannya kaget. Beginilah rasanya di hempas ke jurang setelah kau diangkat ke langit, beginilah rasanya.
108
“Wae... wae andwae?” tanya suho pelan. “Suho-ssi, bangunlah. Kau pikir kami berempat di sini ingin membentuk hubungan cinta dengan kalian? Kau tahu kami di sini hanya untuk berapa lama? Hanya untuk satu bulan Suho-ssi. Setelah itu kami akan kembali ke negara kami dan kita akan melanjutkan rutinitas kehidupan kita yang berbeda. Aku menjadi sangat dingin padamu karena ini untuk kebaikanmu juga Suho-ssi, karena kita belum tentu bisa bertemu lagi. bukan hanya negara kita yang berbeda, tapi dunia kita juga. Kami hanya mahasiswi sedangkan kalian idol star. Aku sangat takut menyukaimu karena dengan begitu aku tak ingin berpisah denganmu. Mian suho-ssi...” Setelah berkata begitu vhie segera menjauh dan meninggalkan suho yang tetap mematung. * “Even when the world turn their back and hate me, you’re the only one who must stay here for me.” “Eh?” “Ani, kupikir kalau berkata begitu aku akan terlihat keren.” “Aiuuu, pabo Chanyeol.” ~*y*~ G PoV > Meja makan yang malam itu seharusnya ramai dan ribut terlihat tak berpenghuni. Mereka semua makan dengan tenang tanpa sedikitpun mengeluarkan suara. Bahkan Eunra menjadi takut untuk menggerakkan sendoknya. Kris yang duduk di kepala meja juga hanya sibuk menatap wajah membernya satu persatu. Drrrrttt...
109
HP Suho yang ia letakkan di atas meja bergetar dan menjadi suara pertama yang keluar saat itu, mereka semua saling memandang satu sama lain dan mulai tertawa canggung. “Akhirnya ada yang bersuara juga, ada apa dengan kalian semua sih? Hanya dalam waktu satu jam kita semua menjadi kaku seperti ini.” cetus Octa yang tak tahan melihat semua kesan suram ini. “Kau juga, kenapa dengan wajahmu itu?” protes Rini sambil memperhatikan wajah Octa. “Naega wae?” balas Octa. “Wajahmu terlihat lebih tua seratus tahun.” “YAA!” Octa meneriaki Sehun yang tadi meledeknya. Sehun hanya tertawa kecil. “Eh, ini ada pesan dari manajer yang mengingatkan kita bahwa hadiah misi untuk hari ini kan jalan-jalan ke Yongsan ‘I’ shopping mall. Jadi kita boleh berangkat sekarang.” Ujar Suho yang tadi mendapatkan pesan. Mereka semua saling pandang. “Kan yang berhasil itu Suho oppa dan Vhie eonni. Jadi kalian saja yang pergi.” Usul Octa cuek. Ia sedang tidak dalam mood untuk jalan-jalan. Vhie dan Suho yang duduk berhadapan hanya bertatapan sekilas dan menunduk lagi menatap makanan mereka. Chanyeol yang melihat situasi itu menjadi ikut-ikutan salah tingkah. “Aku juga sedang ingin jalan-jalan. Bagaimana kalau kita semua saja yang pergi?” tanya Kris yang mencoba menyelamatkan suasana. “Ah, aku ingin membereskan kamar, kalian saja yang pergi.” Elak Rini. Kris menghembuskan nafas pelan karena ia gagal menetralkan keadaan. Eunra yang tadi hanya sibuk membagikan sup mandu buatannya memilih menutup mulutnya dan kembali duduk tenang. Ia yakin ada satu masalah diantara mereka yang walaupun tak terucapkan pasti telah menular, ia yakin itu. *
110
Pagi yang cerah dengan hembusan angin musim semi yang menyegarkan. Sebuah van hitam besar tengah bersiap di depan pintu apartemen tinggi yang ditempati oleh member EXO selama seminggu terakhir ini. satu persatu anggota EXO dan EXOgirl keluar membawa satu tas kecil dalam genggaman mereka. Mereka sudah bersiap untuk misi berikutnya. Sehun adalah orang terakhir yang keluar dari apartemen dengan rambut cokelatnya yang sedikit berantakan, ia mendapat pandangan kemana saja kau sudah sepuluh menit kami menunggu di dalam van ini dari semua membernya. Sehun tertawa canggung dan segera menutup pintu mobil. “Jadi akan kemana kita sekarang?” tanya Kris kepada manajernya yang kebetulan menawarkan diri untuk menyetir. Manajer yang berwajah ramah itu menaikkan alisnya sejenak berpikir. “sepertinya karena kalian belum sempat berjalan-jalan dari kemarin, aku memutuskan untuk mengantar kalian ke pusat perbelanjaan. Tapi jangan myongdong, bisa mati kalian di kejar para fans .” Ujar sang manajer sambil terkekeh sendiri. Vhie menghela nafas panjang dengan wajahnya menghadap jendela kiri mobil. Ini akan menjadi hari yang panjaaang sekali.
Love side:A Chanyeol tertawa-tawa bahagia menyadari bahwa pusat perbelanjaan yang mereka tuju terlihat sangat sepi. Hari kerja seperti ini mall itu hanya berisi turis-turis dan beberapa orang yang kurang kerjaan. Mahasiswi ataupun siswi-siswi SMA labil yang mengaku menjadi fans grup band-nya tidak terlihat sama sekali. “Aku tak melihat alasan kenapa aku harus menjadi senang.” Gumam Rini memandang wajah Chanyeol dari sudut matanya. Ia masih belum bisa memandang wajah Chanyeol secara langsung setelah insiden kemarin malam. Sehabis makan malam kemarin mereka memutuskan untuk langsung tidur tanpa berbasa-basi sama sekali. Walaupun member EXO sudah kembali ke kamar mereka
111
sendiri, Rini dan teman-temannya hanya masuk ke kamar mereka dan tenggelam dalam pikiran masing-masing, tidak ada yang menginterupsi. “Rini-ssi?” Chanyeol mengayun-ayunkan tangannya di depan wajah Rini. Rini mengerjapkan matanya yang menatap kosong dan segera merasakan pipinya memanas melihat wajah Chanyeol sudah tepat berada di hadapannya. “Bisa tidak kau jauhkan wajahmu?” Rini terkejut dengan kata-kata yang barusan ia ucapkan. Entah darimana suara tajam tadi itu berasal. Tidak ada kesempatan untuk menarik apa yang sudah terucap, jadi Rini memasang wajah tenangnya. “Baiklah.” Chanyeol menurut dan kembali berjalan di samping Rini dengan mata tak henti-hentinya mengawasi gadis itu. semakin hari rasanya Rini semakin membencinya. Ia tak mengerti, sungguh. Mungkin karena terlalu sibuk berfikir, Chanyeol tak menyadari bahwa Rini sudah tak ada di sampingnya. Sedetik, selama sedetik ia sudah merasakan sesuatu seolah mencekat lehernya. Ia menoleh histeris -_- untuk mencari di mana gadis dengan rambut panjang itu sekarang. Namun Chanyeol mulai menyadari bahwa ia memang berlebihan ketika menemukan Rini tengah berdiri di depan toko parfum dan terihat sedang mencoba membaca sebuah pamflet berwarna-warni di sana. Chanyeol mendekat dan ikut membaca. “kau mau mencobanya?” Rini terlonjak dan kembali merasakan nafasnya tertahan menemukan Chanyeol sedekat itu. “Me.. memangnya bisa?” tanya Rini, mengutuk lidahnya yang seolah tergigit itu. “Tentu saja, kaja!” jawab Chanyeol ceria dan menarik tangan Rini memasuki toko.
112
Suasana toko itu terlihat sangat penuh warna dan ceria, berbagai botol parfum dengan berbagai merek berjejer dengan rapi di tiap sudut rak. Dan setiap rak memiliki ornamen berbeda sesuai dengan aroma yang ditimbulkan. Rini berdiri tegak di depan pintu masuk dan membiarkan Chanyeol masuk duluan ke toko itu dan memerhatikan ia berbicara pada sajangnim pemilik toko. Setelah mengedarkan pandangannya di seluruh sisi ruangan, pandangan mata Rini jatuh pada punggung Chanyeol yang dibaluti jaket kain berwarna hijau tua. Tanpa sadar sorot mata Rini segera melembut hanya dengan melihat punggung kokoh pria berkepribadian seperti anak-anak itu. bagaimana tangannya ikut bergerak ketika berbicara, bagaimana matanya yang bulat itu sesekali menoleh ke belakang hanya untuk memastikan Rini masih berdiri menunggunya, bagaimana bibirnya akan mengulas senyum yang seolah memintanya bersabar sedikit lagi menantinya. Tanpa alasan yang jelas, Rini merasakan air mata akan segera keluar dari matanya dan tenggorokannya mulai tersendat menyakitkan. Rini menggapai pegangan pintu toko yang halus berpelitur dan menyentuh dada kirinya sekali lagi. ia seolah meyakinkan hatinya akan sesuatu, bahwa ia dan Chanyeol hanya memiliki sisa waktu selama tiga minggu. Setelah itu, hubungan mereka akan kembali menjadi hubungan FANS-IDOLA. Ya, ia harus melakukan apa yang seharusnya ia lakukan sejak pertama mereka bertemu. Rini maju mendekati Chanyeol yang masih berunding dengan pemilik toko dan meraih tangan pria itu. Chanyeol yang tadinya sedang berbicara heboh segera terdiam dan tergagap dalam waktu bersamaan. Matanya seolah menunjukkan bahwa ia terlalu horor untuk menoleh ke arah Rini. “bagaimana? Kita bisa tidak membuat parfum di sini?” tanya Rini ceria, Rini mulai merasakan jiwa cerewetnya muncul saat itu juga. Chanyeol yang merasakan tangannya digenggam erat seolah lupa bagaimana caranya berbicara dan hanya membuka-tutup mulutnya. Untungnya ada pemilik toko yang terlihat ramah dan masih waras di sana.
113
“Tentu saja bisa, tadi kami masih membicarakan parfum apa yang ingin dia buat dan sepertinya dia kebingungan. Jadi kalian ingin membuat parfum sebagai hadiah anniversary pernikahan kalian atau bagaimana?” Rini dan Chanyeol yang mendengar pertanyaan pria bertubuh kurus tinggi itu hanya tersenyum garing. Mereka berdua berencana untuk membuat parfum yang mendiskripsikan diri mereka, istilahnya meracik aroma hanya untuk mereka sendiri. Setelah segala persiapan selesai, mereka berdua duduk berhadapan seolah sedang memikirkan sesuatu. “Bagaimana kalau kita saling membuatkan parfum, jadi aku akan membuat parfum untukmu, dan begitu juga sebaliknya.” Usul Rini dengan mata berbinar. Chanyeol yang tadinya hanya memutar-mutar beberapa botol langsung bersemangat. “Okee!!” Setelah mereka menyetujuinya, sang pemilik toko kembali muncul dengan membawa nampan berisi botol-botol yang lebih besar lagi. di dalam botol itu terdapat cairan beragam warna namun terlihat jernih. “Botol dengan tutup berwarna ungu ini memiliki aroma kebahagiaan, botol dengan tutup berwarna putih ini memiliki aroma air mata atau kesedihan..-“ “Tunggu! Apa? Air mata memiliki aroma? Yang benar saja.” Chanyeol dengan seenaknya memutus penjelasan bapak yang sepertinya sudah berumur lebih dari seperempat abad itu. Rini memutar bola matanya setelah menginjak keras kaki Chanyeol dengan ujung sepatu wedges yang ia kenakan hari itu. Bapak itu tertawa kecil lalu melanjutkan penjelasannya. “Tentu saja, coba kalian hirup seluruh aroma ini satu-persatu sesuai penjelasanku tadi. lalu kalian coba campurkan setiap aroma yang menurut kalian mendeskripsikan pasangan kalian dalam botol kosong yang di sana.” Chanyeol dan Rini serentak berdehem kering mendengar bapak itu lagi-lagi menyinggung masalah ‘pasangan’. Setelah bapak itu pergi meninggalkan mereka berdua, Chanyeol dengan semangat menghirup seluruh aroma itu.
114
“Ah Rini-ya! Coba kau hirup botol dengan tutup merah tua ini, sangat tajam! Seperti ketika aku melihatmu.” Cengiran nakal keluar dari wajah Chanyeol. “Mwo??” Rini berdengus jengkel dan merebut botol itu untuk ikut menghirupnya. “ya! Ini kan aroma kemarahan, aroma pedas! Kau pikir aku ini galak apa?” Hening. Chanyeol bersiul-siul kecil dan mulai mencatat sesuatu di kertasnya.
Love side:B “Kau lihat kemana tadi Rini eonni berbelok?” tanya Octa pada Sehun yang entah mengapa memilih untuk mengikuti Chanyeol dan Rini. Mereka benar-benar tidak memiliki minat untuk berjalan-jalan ataupun berbelanja saat ini. Sehun menjulurkan lehernya melewati kerumunan di hadapan mereka. “Entahlah, sepertinya mereka masuk ke toko parfum.” Jawab Sehun cuek. “Ha? Parfum? Kenapa?” tanya Octa lagi penuh rasa penasaran. Sehun di sebelahnya membuat suara aish pelan oleh kecerewetan gadis di sebelahnya ini. “Sekarang sedang musim membuat parfum untuk couple, kudengar begitu.” Jawab Sehun lagi sambil menekan perasaan jengkelnya. “Couple? Jadi mereka sekarang sudah menjadi couple? Sejak kapan?” Sehun menghela nafas panjang dan menyesal tidak ikut rombongan Suho hyung atau Kris hyung tadi. “entahlah Octa...” Sehun masih mau menjawab. Tidak ada respon di sampingnya. Sehun mengernyitkan dahi dan heran karena ia menduga masih akan ada pertanyaan dari gadis itu. namun nyatanya tidak. Sehun menimbang-nimbang haruskah ia menoleh atau tidak. Namun rasa penasarannya lebih unggul sehingga ia menoleh, dan ia tak menemukan wajah Octa sama sekali. Karena pada dasarnya Sehun adalah pria yang tidak cepat panik, ia menelusuri seluruh lantai mall itu dengan hati berdebar.
115
Lalu matanya menemukan seorang gadis dengan kuncir berwarna-warni, khas Octa, tengah menopangkan kedua tangannya pada pembatas mall yang bening. Sehun merasakan seluruh darah mengalir turun menuju ujung kakinya menemukan gadis itu. dengan langkah lebar-lebar ia mendekati tempat Octa berdiri. “Sedang apa kau di situ?” tanya Sehun dengan nada yang berusaha ia tekan. Demi tuhan, tahukah gadis ini tadi Sehun merasa jantungnya seolah berhenti sedetik dan kemudian langsung memompa sekeras-kerasnya? Tidak, tidak mungkin ia tahu. “Ha? Oh, sedang bersantai. Coba kau sandarkan tanganmu di sini, sangat nyaman.” Ajak Octa dengan matanya yang berbinar-binar. Sehun akhirnya hanya mengikuti keinginan Octa dan menyandarkan kedua sikunya. Mereka berdiam seperti itu untuk beberapa saat. Lalu lalang kereta belanjaan, celotehan anak kecil yang baru saja dibelikan baju baru oleh ibunya, ayah yang sibuk memesan kopi sambil mengomel karena istrinya berbelanja terlalu lama, dan sebagainya. Hati mereka seolah sudah terpenuhi oleh semua itu. “Aneh.” Octa menoleh merespon celetukan Sehun tadi. matanya yang hari itu terlihat lebih bersinar dari sebelumnya membuat tenggorokan Sehun gatal dan Sehun mulai terbatuk kecil. “Aneh, berdiri diam seperti ini tanpa mendengar celotehanmu.” “Ha?” Octa kembali dibuat bingung oleh pembicaraan Sehun. Sehun menoleh sekilas lagi dan memberanikan sekilas senyum di bibir tipisnya. mungkin karena suasana yang sangat asing ini membuat ia ingin berbicara lebih banyak pada gadis di sampingnya itu. “Yaa... sepertinya aku sudah mulai terbiasa dengan celotehanmu. Walaupun terkadang aku sangat jengkel, namun sebenarnya dalam hati aku tertawa. Kau itu terlihat tak pernah kehabisan topik. Terkadang aku mencari alasan agar terus kesal dengan ocehanmu, namun lama-kelamaan aku justru tidak tahu apa yang harus aku benci. Segalanya seolah terlihat normal.” Sehun menggosok belakang lehernya dengan
116
kaku. Karena tidak terdengar respon, Sehun menghadapkan wajahnya ke arah Octa dan terlonjak. Octa menatapnya takjub dan belum berkedip sejak Sehun membuka mulutnya untuk berbicara. “Daeebaak..ini pertama kalinya kau berbicara sepanjang ini padaku Sehun-na!” Padahal bukan itu inti pembicaraanku, batin Sehun menghela nafas lagi. “Hahaha, aku juga senang mendengar suaramu ternyata Sehun. Suaramu enak di dengar dan tak ada alasan untukku untuk tak mendengarnya. Terkadang jika kau merengut kesal aku tahu kau tak benar-benar marah padaku. Aneh juga bukan?” Kali ini Sehun yang merasa takjub hingga ia tak bisa menutup mulutnya. “Kau itu benar-benar aneh, percayalah.” Sahut Sehun dengan cengiran penuh di wajahnya.
Love side:C Suho melihat-lihat etalase yang memajang sebuah syal tebal berwarna putih dengan corak di seluruh bagiannya. Matanya yang sangat jernih itu membentuk senyum seolah mengagumi syal yang tergantung mewah itu. “Wae? Kau tertarik pada syal itu Suho-ssi?” tanya vhie yang menyusul di sebelahnya. Suho tergagap sedikit karena tak menyangka vhie masih mau berbicara padanya. “A..ani, bukan begitu, aku hanya menyukainya saja.” Elak Suho dengan senyum kecil di bibirnya. Vhie mengangguk kecil dan mengikuti langkah Suho yang perlahan menjauhi toko tadi. sekali lagi mereka berjalan dalam diam dan tidak berusaha untuk membuka pembicaraan.
117
“Ini, terasa canggung ya?” tanya Suho setelah hampir satu jam mereka hanya mengelilingi tempat perbelanjaan itu tanpa berbicara sama sekali. Vhie yang masih mengekor di sampingnya tersenyum tanggung dan mengangguk setuju. “Kau mau makan sesuatu?” tanya Suho lagi. vhie memilih untuk mengangguk dari pada mereka berkeliling tidak jelas seperti ini. Sampai kapan hubungan aneh ini berlangsung? Love side:D Dari seluruh sektor perbelanjaan di tempat itu, Eunra dan Kris memilih mengunjungi tempat penjualan makanan. Tepat ketika mereka menginjakkan kaki mereka di bagian itu, mata mereka di sambut oleh berbagai macam makanan dan tempat penyimpanannya. Ada yang di pajang mewah di beberapa rak khusus, ada yang di dinginkan di dalam freezer berbagai model, dan ada juga yang di letakkan berjejer sebagai sampel. Tanpa aba-aba pasangan itu mengambil keranjang belanjaan dan mulai berburu makanan. “Kris-ssi, kira-kira malam ini sebaiknya kita memasak apa?” tanya Eunra yang sudah terbiasa mendapat tugas memasak. Kris tersenyum kecil mendengar Eunra bertanya padanya. “Bagaimana dengan nasi goreng sosis?” sahut Kris bersemangat. Eunra tampak berpikir sebentar sebelum melirik Kris. “Bukankan itu terlalu sederhana? Kalau begitu kita buat lauk sampingan saja bagaimana? Misalnya ayam goreng, atau kari, atau sayur?” Setelah selesai menanyakannya, Eunra merasakan perasaan aneh menggelayutinya. Ini terasa sangat canggung, suasana ini. Kris yang memegang keranjang belanjaan, mereka yang membahas menu untuk makan malam, tubuh mereka yang berdekatan di antara rak-rak yang sempit seperti lorong. Tanpa dapat di tahan pipi Eunra memanas.
118
Kris yang masih sibuk memilih kecap kemasan merasa heran melihat Eunra yang berdiam tiba-tiba di tepi rak makanan. Kris mendekati Eunra. Mendengar suara langkah Kris yang menghampirinya, Eunra segera melompat. “Woaah! Ada apa ini Eunra-ssi?” tanya Kris terkaget melihat reaksi dadakan Eunra. “A-ha-ha-ha, tidak ada.” Eunra mencoba tertawa dengan bibirnya yang terlihat kaku itu. Kris mengangguk dan kembali pada kesibukannya. Walaupun Kris seolah terlihat tidak perduli, tetap saja ia mencuri-curi pandang ke arah Eunra yang masih kehilangan fokus. Lihatlah, bahkan gadis itu kini tengah memegang-megang sebotol pewarna rambut yang jelas-jelas tidak ada dalam menu yang mereka sebutkan tadi. Kris tersenyum lembut dan menghampiri tempat Eunra berdiri. Ia menurunkan satu earphone putih yang dari tadi menyumbat telinganya, lalu meraih botol cat rambut itu dari tangan Eunra. Walaupun Eunra mengelak, Kris memperkuat pegangannya dan mengunci tubuh Eunra dengan dua lengan kokohnya. Eunra mendengar dirinya sendiri tersedak, matanya melebar hebat. “Sudah pasti ada sesuatu Eunra-ssi.” Goda Kris sambil tetap menatap mata Eunra. “Kris, you know it’s so crowded here, right?” ancam Eunra yang membayangkan ia tak akan sanggup bernafas jika harus seperti ini terus. Kris mengangkat wajahnya dan melihat sekeliling mereka yang hanya berisi para ahjumma-ahjumma yang sibuk mengurus belanjaan mereka masing-masing. Kris terkekeh kecil dan memundurkan tubuhnya agar memberikan tempat pada Eunra untuk menegakkan tubuhnya yang tadi tengah bersandar. Saat itulah Kris benarbenar memperhatikan wajah gadis itu, yang membuatnya terpukau pada penampilannya di acara malam itu. Rambutnya yang coklat gelap indah, matanya yang sipit namun terkesan manis, hidungnya yang mancung hingga bibirnya yang mungil. Kris mundur perlahan dan mengizinkan matanya meneliti gadis itu lebih jauh lagi. alisnya yang berkerut jika sedang berpikir, matanya yang melebar ketika terkejut, bibirnya yang mengerucut jika tidak menyukai sesuatu.
119
Dan hey, ternyata ia sudah lumayan mengenal perempuan di hadapannya ini dalam waktu seminggu.
Love side:A&B (encore) Akhirnya setelah setengah jam berkutat dengan kreasi mereka, Rini dan Chanyeol berhasil menciptakan sebuah parfum yang didasarkan pada kepribadian mereka berdua. Chanyeol mengambil beberapa pola-pola huruf dan mini-icon untuk menghiasi botol parfumnya yang masih terlihat polos. Rini mengikuti kegiatan Chanyeol dan memilih beberapa hiasan berwarna biru dan hijau, ia mencoba membentuk sebuah parfum yang aromanya memberikan suasana ceria dan colorful. Sedangkan di seberangnya, Chanyeol memilih dua warna yang tenang dan tidak terlalu mencolok, ia memadukan warna ungu muda dan merah muda. Rini tersenyum kecil pada kenyataan bahwa ia belum pernah memberitahu Chanyeol warna kesukaannya, yaitu ungu. Mata Rini kembali fokus menempelkan hiasan-hiasan yang ia pilih tadi pada botol kaca parfum bening di genggamanya. Ia tak henti-hentinya tersenyum. “Aaaah! Selesai!” seru Chanyeol memamerkan hasil karyanya dengan bangga di hadapan Rini. Rini yang saat itu juga sudah selesai ikut tertawa menunjukkan botol buatannya. Mereka berdua bertatapan dan diluar dugaan tersenyum senang. Suasana di toko itu masih sangat sepi sehingga tidak terdengar suara apapun kecuali tawa mereka. “Kemarikan tanganmu Chanyeol-ssi.” Rini meraih tangan Chanyeol semangat dan menyemprotkan sedikit parfum itu di sekitar pergelangannya. Chanyeol yang awalnya membeku ketika Rini melakukan gerakan dadakan itu, otomatis mencium cairan yang tadi di semprotkan dengan mendekatkan tangannya ke hidung. “Waaaaa! Segarnyaaa! Tunggu, aroma apa saja yang kau campurkan di sini?” seperti biasa Chanyeol memberikan respon hyper. Rini menggeleng tidak mau menjawab pertanyaan Chanyeol.
120
“Secret~” balas Rini. “Sekarang coba berikan parfumku.” Rini meyodorkan tangannya meminta botol parfum itu. Namun alih-alih memberikan botolnya, Chanyeol justru melakukan hal yang sama seperti Rini tadi, menyemprotkan parfum itu dipergelangan Rini. Rini memasang wajah datar dan akhirnya menghirup parfum itu juga. Rini terdiam, aroma ini seolah benarbenar telah akrab dalam hidupnya. Rasanya seperti Chanyeol benar-benar telah mengenal dirinya sedalam ini. Sehebat inikah pengaruh sebuah parfum? “Chanyeol-ssi, apa saja yang kau campurkan dalam parfumku?” tanya Rini. Chanyeol yang masih sibuk menerka-nerka campuran parfum miliknya hanya mengerling jahil. “Rahasiaa~” “Eonnii!! Ayo pulaang~ aku sudah lapaar.” Tiba-tiba dari pintu toko muncul Octa dengan suara jernih dan lantangnya. Di belakangnya muncul tubuh tinggi Sehun mengikuti. “Keure~ aku juga lapar.” Mereka semua beranjak setelah Chanyeol membayar biaya pembuatan parfum itu. saat Chanyeol berdiri meninggalkan kursinya, Rini melihat secarik kertas yang tadi Chanyeol gunakan untuk menulis bahan pembuatan parfum. Rini menunggu hingga Chanyeol menjauh dan segera menyimpan kertas itu dalam saku bajunya. Yang Rini tidak tahu, Chanyeol juga sudah mengambil dengan diam-diam kertas ingredient pembuatan parfum milik Rini. *** “Walaupun aku merindukanmu pun, waktu tak akan berbaik hati untuk membiarkan semuanya kembali. Jadi cinta ini, akan mengkungkung kita dengan semestinya. Aku mencintaimu..”
Gen PoV
121
“Kemana para wolf itu ya? Bukankah sudah seminggu kita tidak melihat wajah mereka?” Vhie rasanya ingin mencium Octa yang telah menyuarakan isi pikirannya yang berteriak-teriak penasaran sejak tadi. Rini yang masih membaca majalah menoleh dan ikut mengangguk semangat. Sepertinya mereka harus segera berterima kasih pada Octa sebagai juru bicara yang sangat jujur. Eunra menggeser-geser kursor yang sejak tadi ia gunakan untuk mengecek blog, hobi miliknya yang telah ada sejak bertahun-tahun yang lalu. Lalu tanpa aba-aba ia menjawab, “kalian tidak ada yang tau kalau SM sedang menyiapkan album repackage untuk XOXO? Kalian kemana saja sih selama ini?” Ketiga member yang tadi masih berbaring di lantai segera berlari mendekati Eunra dan melongok ke layar komputer yang masih menyala. “Ap..apa? jadi mereka pergi berlatih tanpa memberi tahu kita??” Octa berteriak emosi, kepada sehun yang sedang tidak ada tepatnya. “Yo Octa wake up! Kita ini kan bukan siapa-siapa mereka, jadi untuk apa mereka melapor? lagi pula jika kasarnya kita ini hanya orang yang sedang melancong di SM, bukan pegawai resminya.” Balas Rini tepat di depan hidung octa. Octa hanya menatap rini lama. “Rini, lama kelamaan cara bicaramu semakin mirip dengan Chanyeol, percayalah. Jintjja.” Octa berbicara dengan sok serius dan berlalu menuju dapur untuk mengambil beberapa cemilan. Rini yang normalnya dan seharusnya membalas sewot kini hanya berdiri di tempatnya dengan wajah memerah. Benarkah?serius? Ah aku harus bertindak biasa saja sebelum mereka memperhatikannya. Batin rini masih sambil tersenyum-senyum kecil. Yang tidak ia ketahui adalah, semua orang di tempat itu ‘memang’ sedang memperhatikannya sambil menggeleng-gelengkan kepala. ***
122
“Kris hyung! Berhentilah melakukan kesalahaaan! Sudah jam berapa ini coba?” omel D.O melirik jam yang telah menunjukkan pukul tiga pagi. Mereka sedang membuat MV untuk lagu representative baru mereka, GROWL. Mereka menggunakan konsep one-take camera, jadi tidak boleh ada kesalahan karena tidak akan ada pengeditan untuk video ini. Sayangnya kris terus saja salah timing dalam mengambil topi Kyungsoo, sehingga mereka harus mengulangnya beberapa kali. Tentu saja bukan hanya kris yang melakukan kesalahan, namun karena saat itu ia mendapat full-shot kesalahannya langsung saja terlihat. “Ah nomu mian, aku tidak tahu apa yang sedang aku pikirkan. Serius.” Sahut kris sambil mengusap wajahnya. Chanyeol mendekat dan memberikan kris sebotol air minum yang sedang ia pegang. “Gwenchana hyung, tak usah terlalu dipikirkan. Biar saja Kai yang mengurus Kyungsoo hyung ini.” goda chanyeol sambil mengerling jenaka pada kyungsoo yang dibalas decakan olehnya. “Ohya, rasanya kita belum bertemu empat gadis itu dalam waktu yang lama. Bukankah begitu?” tanya Sehun yang entah sejak kapan sudah bergabung bersama kedua hyung-nya. Kris seketika mengangkat wajah dan menyadari sesuatu. “Sepertinya tanpa sadar sejak tadi aku sedang memikirkan mereka.” Gumam kris. Suho yang duduk di belakangnya tertawa kecil dan menyahut. “Mengingat mereka atau mengingat Eunra-ssi?” suho memperlihatkan senyum ala kakeknya itu. Kris tidak mengelak dan tergelak kecil. “sepertinya begitu.” “Ayo setelah shooting ini selesai kita langsung mengunjungi apartemen mereka, waktu mereka di sini hanya tinggal seminggu lagi kan?” ajak sehun. Suho yang mendengar ucapan sehun merasakan hatinya mencelos.
123
“Kau gila? Lihat ini sudah pukul berapa? Bisa-bisa kita diusir oleh security.” Sahut chanyeol sambil menjitak rambut sehun yang telah berubah warna menjadi merah terang. “Hyung, kau itu yang gila. Untuk apa kita di usir kalau kamar kita yang sementara ada di samping apartemen mereka?” jawab sehun dengan wajah datar. Chanyeol menggaruk kepalanya dan menunjukkan cengiran tanpa dosa. “Eh, kalian mau kemana setelah ini? tidak langsung ke dorm?” tanya Lay yang ternyata sudah ikut bergabung. “Kami mau ke apartemen EXO-G itu, kau masih ingat mereka kan?” sahut Suho menjawab. “Ah, boleh aku ikut? Aku ingin berkenalan dengan mereka.” Kris merasakan ada yang mengganjal di dadanya dan juga lidahnya. “I...ya boleh. kenapa tidak?” tawa garing keluar dari bibirnya. *** “Aaaa... kenapa kalian ini mengajakku bergadang cobaaa??? Aku ngantuk! Biarkan aku tidur gak? Aku teriak nih!” octa berteriak-teriak seperti anak hilang di ruang tamu kepada eonni-eonninya. Mereka duduk berhadapan karena membicarakan banyak hal sejak tadi. “YA!! Kita kan di sini hanya tinggal seminggu lagi, jadi kita harus memanfaatkan seluruh waktu yang tersisa.” Tegur Eunra sok dewasa. Mereka semua mengangguk kecuali octa tentunya. Sudah tiga minggu ini mereka berkeliaran di kantor SM dan juga berkeliling di sekitar kota Gangnam. Mereka dikawal oleh salah satu coordi dan manajer EXO yang akan dengan baik hati menjelaskan banyak hal. Terkadang mereka bertemu member EXO, namun itu selalu di saat mereka akan menghadiri acara radio ataupun dalam perjalanan menuju Rusia-Cina dan kota lain. EXO juga memiliki banyak jadwal fansigning di berbagai kota sehingga dalam sebulan ini mereka hanya bertemu beberapa hari. Apalagi seminggu ini, mereka bahkan belum bertemu sama sekali.
124
Padahal minggu-minggu awal mereka di sana, EXO memiliki waktu agak banyak. ~Ding.Dong.Ding~ Tiba-tiba terdengar pintu bel depan apartemen berbunyi. Keempat
gadis itu
serempak menoleh ke arah jam dinding dan bergidik ngeri karena sekarang masih jam setengah lima pagi. Orang seperti apa yang berkunjung pada jam segini? *** Sehun mengelus bahunya yang tadi di pukul Octa tepat setelah mereka membuka pintu apartemen. Mengherankan gadis-gadis ini masih terlihat segar pada jam-jam ini dan tidak terlihat lelah sama sekali. Apa yang mereka lakukan? Jangan-jangan mereka sedang menonton film... “Kami sengaja bergadang tadi.” rini yang mengantar coklat panas ke meja seolah menjawab pikiran aneh Sehun. Sehun tersenyum malu dan mengangguk paham. “arasseo.” Ia mendapat pandangan heran dari semua orang di ruangan itu. “Wae?” tanya Suho menatap wajah rini. Walaupun ia duduk berhadapan dengan Vhie, entah kenapa lehernya tidak mau menghadap lurus. “Karena kami harus menghargai waktu kami selama kami masih berada di sini.” Sahut Eunra dari arah dapur. Sepertinya ia tengah menggoreng sesuatu, tapi kelima member EXO tak yakin apa itu. oya, kelima orang itu adalah Kris, Suho, Sehun, Chanyeol dan juga Lay. “Jadi, kalian baru pulang dari lokasi pengambilan video? Apa kalian tidak lelah?” tanya Octa, matanya menatap sehun yang terlihat mengerikan dengan wajah putih pucatnya dan juga rambut merah menyalanya itu. “Berhenti melihat rambutku.” Gerutu sehun. Octa tertawa geli. “Iya tidak apa, biasanya kalau capek kami akan mandi dengan air hangat saja. Itu bisa menghilangkan lelah.” Jawab Lay manis. Semua mata memandangnya.
125
“Itu hanya berlaku untukmu Lay.” Sanggah Suho dengan wajah datar, semuanya mengiyakan perkataan Suho antusias. “EH itu berlaku juga padaku kok!” seru Eunra membela Lay yang di sambut lay dengan senyum senangnya. Kris menaikkan kedua alisnya menatap kedua orang itu. *** Jam sudah menunjukkan pukul enam pagi dan mereka semua setuju untuk menyiapkan sarapan bersama. Chanyeol dan Rini lagi-lagi mendapatkan tugas untuk membeli perlengkapan dan bahan memasak di supermarket. Tidak seperti biasanya dua orang itu menyambut tugas mereka dengan semangat. Sehun dan Octa memilih menuju ruang makan untuk beres-beres dan berbicara tentunya. Mungkin mereka berdua tidak sadar, namun semua orang di ruangan itu tahu ada yang terjadi di antara mereka. Eunra yang sudah tau tugasnya sebagai koki segera menuju dapur untuk menyiapkan peralatan memasak dan berniat menanak nasi dulu. Lay yang melihat Eunra beranjak ke dapur menawarkan diri untuk membantu masak karena ia lumayan handal. Kris yang memerhatikan mereka berdua terlihat akrab itu buru-buru ikut berdiri dan berjalan di antara mereka berdua, sudah jelas, ia cemburu. Pada akhirnya, Suho dan Vhie terjebak berdua di ruang tamu tanpa tahu harus melakukan apa. *** Love side: A “Jadi... seminggu lagi?” tanya Suho setelah mereka berdiam selama sepuluh menit lebih. Vhie yang menunduk menelusuri ukiran ubin di kakinya mendongak dan hampir menangis karena mendengar suara suho. Ia pikir suho tak akan pernah ingin berbicara lagi padanya.
126
“Iya... seminggu lagi.” jawab vhie. Lalu suasana kembali hening. Terkutuklah pendingin ruangan ini yang menambah rasa dingin di leher Suho. Ia mencari remota AC dan menemukannya sedang bersender manis di samping Vhie, bertambah lagi masalah Suho. “Vhie-ssi, itu... boleh aku minta remote pendingin ruangan? Rasanya udara menjadi terlalu dingin.” Vhie segera berdiri hendak menyerahkan remote namun malangnya kakinya tersandung gulungan karpet tebal di bawah meja dan ia jatuh dengan manis di pangkuan Suho. Mereka berdua terpana dengan apa yang terjadi. Tak ada yang bergerak, bernafas pun sepertinya mereka lupa. Vhie perlahan mulai menyadari posisinya yang seolah sedang memeluk suho dengan kaki berada di atas paha pria itu. mereka membuka mata dan saling menatap lebih lama lagi. Aku tidak tahan lagi. batin vhie berteriak. Air mata menuruni pipinya dan ia segera memeluk suho dan sesenggukan dalam pelukan pria itu. ia mengalungkan kedua tangannya dan menenggelamkan wajahnya di bahu pria dengan senyum lembut itu. Suho merasakan bajunya basah dan memilih tidak perduli dan mengelus rambut vhie yang terasa sangat halus. Aroma manis tubuh wanita ini membangkitkan rasa rindu yang entah muncul dari mana dalam hati suho. Mereka terus berdiam dalam posisi seperti itu seolah sudah bersepakat untuk tidak saling berbicara. Waktu, bisakah kau berhenti untuk kami? *** Love side: B Eunra mengambil salah satu apron berwarna biru muda dari gantungan di dinding dapur dan hendak memasangnya. Ketika tangannya meraih tali bagian belakang, ia merasakan sepasang tangan telah memasangkan kedua tali itu dengan pelan dan tenang. Eunra segera merasakan pipinya memerah ketika mengetahui orang itu adalah Lay, ultimate bias-nya di EXO.
127
“Aku biasanya memasang apron seperti ini. apakah sudah pas di punggungmu?” tanya Lay dengan aksen koreanya yang terdengar lucu dan menggemaskan. Ia bertanya seolah itu adalah kegiatan yang SANGAT biasa untuk di lakukan. “A..a.. iya tentu saja sudah pas. Kau bisa berbicara menggunakan bahasa mandarin kepadaku, aku menguasai bahasa itu.” ujar Eunra menutupi rasa gugupnya yang luar biasa. Rasa gamang mengalir di sekitar punggung hingga pinggangnya, sentuhan itu seolah menempel lekat. “Benarkah? Wah, syukurlah.” Lay menjawab sambil tersenyum dan menunjukkan lesung pipi-nya yang menawan, eunra tidak bisa merasakan di mana lututnya. “T..tentu saja. Apa kau juga butuh bantuan memasang apronmu?” tunjuk eunra dengan perasaan berdebar hebat ke arah tali apron pinggang Lay yang menjuntai. “Ah iya, tolong.” Lay membalikkan tubuhnya. “Masa ini saja kau tidak bisa? Sini aku yang memasangkan!” Tiba-tiba saja kris sudah muncul di antara mereka lagi dan memasang tali apron Lay dengan kasar. “Duizhang, bisa tidak kau memasangnya dengan lembut sedikit?” gerutu Lay masih dengan nada terkendali. Entah dari mana asalnya, muncul perasaan lega di hati eunra ketika melihat tubuh tinggi itu muncul di hadapannya, seolah ia melepaskan suatu beban dan ia bisa tersenyum leluasa. Eunra tertawa melihat perdebatan dua member EXO-M itu di dapurnya. “Sudah kris ge, kau duduk di bar kecil itu saja, jangan mengganggu kami.” Ujar eunra dengan senyum kecil di wajahnya karena tetap saja tubuh pria itu memenuhi dapur apartemen yang berukuran mungil. “O, kau memanggilku ge sekarang?” kris menoleh dan merasakan sesuatu menggelitik hatinya sehingga ia tanpa bisa ditahan tersenyum lebar.
128
“Iya, kenapa? Kau lebih suka yang mana? Aku panggil oppa atau gege?” tanya eunra tanpa mengalihkan tatapannya dari papan pemotong sayur. “Apapun.” Kris menjawab lembut karena ia merasakan kehangatan menelusuri hatinya. “Lay ge, coba tolong lihat panci sup kita, sepertinya itu sudah mendidih.” Eunra tidak menggubris ucapan kris dan kembali mencari Lay. Kris merasakan hatinya tersengat dan memilih keluar dari dapur dan memperhatikan Eunra dari bar mini dapur. “Seharusnya chanyeol dan rini sudah pulang sejak tadi, kemana saja sih mereka? Garam sudah habis, wortel dan bawang putih tidak ada, telur habis. Ckck. Apa mereka nyasar lagi?” *** Love side: C Chanyeol berdiri lama di depan rak supermarket yang menyediakan berbagai buah segar. Tangannya menyentuh buah-buah itu dan meletakkannya kembali. Begitu seterusnya seolah sedang memikirkan sesuatu, sangat bukan tipikal seorang chanyeol. (maaf/hha) “Kau sedang apa di sini Yeol? Kalau tidak salah tidak ada buah yang harus dibeli di list kita.” Tanya rini mendekat ke arah chanyeol setelah berkeliling di bagian bumbu. Chanyeol tersentak dan hampir menjatuhkan sekeranjang apel dari tempatnya, untung tangan lihai rini mampu menahan pembatas silver rak itu. “Ah iya, aku hanya suka melihat apel. Ya aku suka apel.” Chanyeol menceracau tidak jelas. Rini mengernyitkan dahi curiga namun memilih untuk mengabaikannya saja. Mereka berdua berjalan beriringan di satu lorong antara rak-rak yang hanya cukup untuk dilewati oleh dua orang, dengan trolli belanjaan di tangan chanyeol. Keheningan melingkupi mereka seolah mereka ada dalam lubuk pikiran masing-masing. Rini menggigiti bibirnya pelan, kebiasaannya ketika berada dalam sebuah proses mendugaduga.
129
Baiklah, rini capek menabak-nebak. “Chanyeol, apa yang sedang kau pikirkan?” Chanyeol menoleh dengan mata bulat besarnya menatap rini, menanyakan maksud pertanyaannya dengan sorot mata bingung. Ya tuhan, kapan aku bisa melihat wajah tampan (tapi konyol) pria ini lagi? “Maksudku, dari tadi kau tidak banyak bicara kecuali ayo naik mobil, kau mau ice cream, kenapa kasir itu cerewet dan tentang apel-apel tadi. Jadi aku bertanya apa yang sedang kau pikirkan?” jangan memaksakan diri untuk berpikir yeol, tambah rini dalam hati dengan jahil. “Oh,” chanyeol mengerjapkan mata seolah tersadar. “yah... aku hanya berpikir kapan kita bisa bertemu lagi.” sambungnya. Rini tersedak air liurnya sendiri. Apa mungkin mereka memikirkan hal yang sama dari tadi? tapi yang pasti rini yakin ia tidak sampai salah menyebut garam sebagai terigu. (percayalah chanyeol bersikukuh kalau garam yang ditangannya dinamakan tepung terigu, yeah, yang benar saja Park chanyeol). < maaf author error. “Kenapa?” tanya rini lagi. “Karena aku ingin bertemu denganmu Rini-ya, setiap hari kalau perlu.” Rini terbatuk hebat oleh keterus terangan chanyeol. Tangannya yang tadi menyusuri tepian kereta belanja terantuk kaleng cabe instan dan ia menahan jeritan kagetnya sambil mengernyit kecil. Perkataan chanyeol tadi entah bagaimana terdengar sangat manis terdengar. “Eumm..” Rini hanya bergumam sebagai tanggapannya. Chanyeol merengut dan berhenti berjalan di belakang rini. Ia menghentakhentakkan kakinya seperti anak kecil. Mendengar hentakan kaki itu rini menoleh dan menatap chanyeol heran. “Hanya itu? hanya itu tanggapanmu? Aku bilang aku ingin bertemu denganmu setiap hari dan kau hanya mengatakan hmm hmm??? Aku benar-ben—
130
“Aku juga ingin terus bertemu denganmu. Setiap jam, menit, detik chanyeol-a.” Giliran chanyeol yang tersedak. Ia membuka dan menutup mulutnya tanpa mengeluarkan suara dan mata tetap menatap rini. Ia bisa merasakan ada kehangatan mengalir di dalam dadanya dan menenangkan gemuruh yang sejak tadi mengganggu. Lalu tanpa sadar chanyeol tersenyum lebar memperlihatkan deretan giginya yang tersusun rapi. Rini balas tersenyum, rasanya tidak salah juga ia memilih belanja berdua seperti ini. *** Love side: D Jendela yang menghadap ruang makan memantulkan cahaya matahari yang mulai meninggi. Meja kayu berpelitur itu memiliki lapisan kaca tebal di atasnya, sungguh indah jika memilih makan di pagi hari seperti ini. Sehun menatap semua cercahan sinar itu sambil mengelapnya dengan pembersih di tangan. Ia tak banyak bicara saat itu karena rasanya ia sangat lelah. Kepalanya cukup berat untuk dibawa berpikir jadi lebih baik ia diam saja saat ini. “Apa kau selelah itu?” Sehun menemukan ada tangan yang juga sedang menggerakkan pembersih meja di depan tangannya hingga tangan mereka bersentuhan, dan orang itu tentu saja Octa, siapa lagi. “Tidak juga.” “Tapi kau diam saja dari tadi.” Sehun menghela nafas dan melipat tangannya di depan dada dengan alis terangkat. “Sejak kapan kau melihatku sebagai orang yang banyak bicara?” Octa membuat gestur Oops dan menunjukkan cengiran khasnya. Sehun otomatis mengangkat kedua sudut bibirnya dan menggeleng-gelengkan kepala. Ia kembali
131
menunduk dan mencoba fokus terhadap meja dihadapannya namun sedetik kemudian ia membeku ketika merasakan kedua tangan octa
menangkup kedua pipinya dengan
lembut. “Haah.. mukamu pucat sekali. Sudah biar aku saja yang membereskan ruang makan ini. kamu tidur di sofa itu saja.” Ujar octa sambil menunjuk sofa cokelat susu di samping pintu ruang makan. Sehun yang tidak tahu harus berbuat apa saking terpananya hanya mengangguk dan beranjak menuju sofa itu. ia menjilat bibir tipisnya lagi dengan gugup. “O, oh, apa kamu sudah mendapat album terbaru kami octa-ya?” tanya sehun mencoba mencari topik baru dengan tergesa. Kini tubuhnya sudah terbaring patuh di atas sofa dengan satu tangan menopang leher. “Tentu saja belum, bukankah albummu rilis dua hari lagi?” tanya octa balik tanpa menoleh ke arah sehun. Tangannya masih sibuk menyusun beberapa serbet untuk sarapan mereka pagi ini. “Ah iya, benar juga.” Sehun kembali menggigit bibirnya dan memejamkan mata erat-erat karena malu. Untung saja octa tidak melihat. “kenapa sehun-a? Kau mau memberiku albumnya? Dengan tanda tanganmu ya?” octa menoleh cepat ke arah sehun dan menunjukkan senyum antusiasnya. Sehun balas tersenyum. “iya iya, aku pasti berikan.” Sehun menerawang sesaat setelah ia menoleh melihat octa untuk kesekian kalinya. Rambut gadis itu yang dikuncir kuda bergoyang ke sana kemari mengikuti rima gerakan sibuknya yang sedang membersihkan kaca. Tunggu, apa? “Octa-ya! Untuk apa kau membersihkan kaca?? Ah tidak bisa, aku harus ikut bekerja sebelum kau mencuci semua tirai di ruangan ini!” ***
132
“Waaaaahhh!! Apa kita ada pesta kejutan? Kenapa kau membuat ayam turki ini Eunra-ssi? Wah kelihatannya enak.” Seru chanyeol ketika ia baru sampai ke meja makan. seluruh manusia yang ada di ruangan itu juga sudah duduk manis tepat ketika Kris mengatakan sarapan sudah siap. “Ani, Lay ge banyak membantu dari tadi.” eunra tersenyum lebar mengatakannya. “Tidak, ini semua pekerjaan Eunra. Aku hanya menolong sedikit-sedikit tadi.” Sanggah lay mengibaskan tangannya dengan senyum manis tersungging di bibirnya. “Ah gege jangan malu-malu seperti itu, semua hidangan ini buatan Lay ge, percayalah.” Kris berdehem tak suka. “kalian kenapa sih? Masakan siapapun asal enak akan kumakan.” Semua mata seketika menatap kris. “Wae? Ayo makan.” kris berkata cuek sambil meraih sendok nasi dan menyiduknya kasar. Semua itu tak luput dari mata eunra. Ada apa dengan pria berambut kuning ini ya tuhan? Acara makan-makan berlangsung seru karena mereka tak pernah kehabisan topik bicara, ada saja yang dibahas. Bagaimana suho menginjak kaki sehun saat pengambilan video, kris yang salah gerakan, rambut ungu Luhan (yang sekarang pasti tengah tidur di dorm), topi kai yang jatuh dalam MV dan lain sebagainya. Tak lupa juga mereka membahas keseharian EXO-G yang setiap harinya hanya melakukan perjalanan di sekeliling kota dan kejadian-kejadian seru di apartemen. Semua mereka bicarakan, kecuali kepulangan EXO-G seminggu lagi. *** Love side: B (encore)
133
Suasana bandara Incheon pagi itu terlihat lebih sibuk dari biasanya. Lalu lalang orang-orang terlihat sangat cepat dan agak mengerikan. Untung saja bandara itu sangat luas dengan beberapa lantai, kalau tidak mungkin akan banyak korban jiwa (?) EXO-G sudah berderet dengan koper mereka menunggu di dalam lounge menunggu jadwal check-in. Ini adalah hari terakhir mereka di korea dan sepertinya mereka akan pergi sendiri tanpa ada seorang member EXO pun yang mengantar. Agak menyedihkan memang, tapi bagaimana lagi, hari ini adalah hari pertama live performance mereka di inkigayo, mau dipaksa pun percuma. Eunra menyeruput espresso dinginnya perlahan menghayati rasa pahit manis yang menyatu dimulutnya. Tapi sejujurnya pikirannya tidak ada di situ saat ini. ia mengingat pembicaraannya kemarin dengan kris di telepon. “Yeobosseyo?” eunra bertanya ragu pada nomor tak dikenal yang masuk ke telepon genggamnya malam itu. terdengar suara berdehem kecil di seberang sana. “Eunra-ssi?” “Ne, ini siapa?” tanya eunra lagi. namun sudut hatinya seolah mengetahui pemilik suara berat dan dalam itu. “Ini... Kris.” “Oh, hai. Ini nomormu?” “Hhaha, tidak mungkin, bunuh diri itu namanya. Ini nomor telepon manager hyung.” “Ah arasseo. Ada apa? “Kau sedang apa?” “Eumm, karena besok aku mau pulang yah... aku sedang packing. Wae? Kau sedang apa?” eunra merasakan hatinya berdentum cepat oleh percakapan mereka. Percakapan ini... terdengar sangat akrab.
134
“Oh, iya kau mau pulang. Tentu saja..aku masih latihan untuk performance besok.” Lalu keheningan menyelimuti mereka. Eunra yang tadinya menjepit telepon di antara bahu dan kepalanya sambil melipat baju memilih untuk meraih telepon itu dan berjalan ke jendela apartemen, menikmati keheningan yang terjadi. “Eunra-ssi, aku mau bertanya sesuatu.” “Hmm?” “Apa kau menyukai Lay?” Kedua alis mata eunra terangkat. “Tidak. Maksudku, iya dia adalah orang yang kukagumi, tapi ternyata jika ia mengajakku menikah, aku akan mengatakan tidak.” Eunra tergelak kecil sambil mengatakannya. Jika seandainya aku yang mengajakmu menikah? “... Ha?” tawa eunra terputus tiba-tiba. “Uhuk, maksudku... mungkin ini tak layak untuk dikatakan ditelpon, tapi aku benar-benar tidak bisa ke tempatmu sekarang. Manajer hyung pasti akan membunuhku, sebelum Suho pastinya..” Eunra menunggu dengan dada berdebar. “Jadi, aku menyukaimu Eunra-ssi. Aku tak yakin alasannya kenapa tapi... aku benar-benar terus memikirkanmu hingga konsentrasiku menghilang dan, dan ketika kau pernah mengatakan bahwa kau juga mengagumi Lay, aku selalu tak tenang jika kau berbicara padanya. Aku sudah mencari segala alasan yang tepat atas semua itu, tapi itu malah membuatku frustasi. Aku orang yang dingin terhadap orang baru tapi, tapi kau berhasil masuk dengan sewajarnya. Seolah dengan dirimu di depanku segalanya terlihat normal.”
135
Terdengar helaan nafas di seberang telpon, sepertinya kris benar-benar berbicara dalam satu helaan nafas. “Eunra-ssi?” “Ya..?” “Kenapa... kau tidak berbicara? Apa aku terlalu lancang?” “Tidak, bukan begitu. Baiklah, kau terlalu berbelit kris-ssi.” “Eh?” “Akan kubuat simpel. Aku juga menyukaimu.” “Eunra-ssi, tunggu, aku harus menenangkan diri dulu. Dua jam lagi aku akan menelponmu. Jaljaa~” Tuut..tuuut... Eunra merasakan pipinya merona. Ini mungkin tidak mudah, tapi ia yakin kris adalah pria yang bisa di percaya. Walaupun mereka akan jarang bertemu, selagi kris dan dirinya mempercayai segalanya, mereka akan tetap bersama.
Love side: D (encore) “Ya!! Kenapa kalian tidak menunggu kami?” Semua mata menoleh ke arah asal suara dan terkejut menemukan EXO di sana, tepatnya hanya kris, suho, sehun dan chanyeol. Mereka berjalan dengan terengah-engah seolah habis berlari beberapa kilo. Mata mereka di tutupi sunglasses hitam berbeda model dan juga hoodie penutup kepala. Octa yang duduk paling dekat dengan pintu lounge yang sepi segera berdiri. Dagunya seolah akan jatuh ke lantai saking tak percayanya. “Ya pabo, tutup itu mulutmu. Dasar.” Sehun tertawa heboh menatap octa. Ia dengan polosnya menunjukkan senyum tampannya yang sangat membius.
136
“Kau,.. konser,.. bandara,.. kenapa?” octa menceracau dengan tidak jelas sambil telunjuknya bergerak kesana-kemari. Ia sudah pasti sedang di atas puncak rasa takjubnya. “Hahaha , tadi itu hanya pre-recording, jadi kami masih sempat kemari. Jam berapa jadwal check in-nya?” tanya sehun mendekat dan duduk di depan octa. di sisi lain meja tampak kris, suho dan chanyeo sudah duduk berhadapan dengan eunra, vhie dan rini. “Masih satu jam lagi.” octa masih menjawab secara otomatis namun matanya belum berkedip. Sehun merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah Album kearah octa. album itu bersampul hitam dengan tulisan GROWL tercetak tebal-tebal di atasnya, terlihat berat dan mewah. “Ini janjiku.” “Janji? Apa?” mata octa membulat. “Album kami. Dan aku juga sudah menanda-tanganinya.” “Tanda tangan member lain?” “Andwae, tidak boleh!” “Yah.. waeeee?” octa mulai memasang aegyo gagalnya. “Karena kau hanya boleh mengingatku saja.” Octa terbatuk hebat mendengar ucapan sehun. Ia tak salah dengarkan? Apa maksudnya? “Octa-ya, aku serius. Jika kita bertemu lagi aku akan memeriksa folder laptopmu. Jika terdapat Fancam ataupun foto hyung aku akan membakar laptopmu.” Apa? Apa tadi? jadi ia ingin bertemu denganku lagi? apa? Apaaaa? Untuk pertama kalinya octa tidak bisa mengeluarkan kata-kata dengan mulutnya.
137
“Dan ini juga, karena aku akan di bunuh hyung-hyung ku jika menciummu,” sehun meraih album itu lagi dan mencium sampul depannya. “jangan hilangkan album ini kalau kau tak mau kukejar ke rumahmu. Tapi kalau kau mau aku ke rumahmu aku akan datang sih.” “Sehun-a, saranghae.” Sehun mengerjapkan mata dan kemudian tersenyum. “Arayo, aku juga, menyukaimu. Melebihi bubble tea.” Mereka berdua tertawa bersama. Kapan kami akan bertemu lagi? entahlah, tapi kami berdua akan berusaha...
Love side: C (encore) Rini memperhatikan chanyeol yang sedang dengan cerianya meminum chocobrown latte milik rini. Tadi ketika muncul ia segera merampas minuman yang ada di tangan rini dan meminumnya dengan wajah kehausan. “Haaa~ segarnya. Gomawo rini.” Senyum kembali menghiasi wajah chanyeol. “Hmm, chonma. Benar tidak apa kau ada di sini?” rini kembali bertanya untuk kesekian kalinya kepada chanyeol. Ia khawatir jika seandainya ini akan memengaruhi image EXO. “Tidak apa-apa. Tenang saja. Manajer hyung kami sangat baik kok.” Rini mengangguk saja dan kembali diam menatap wajah chanyeol. Kenapa anak ini tidak terlihat sedih sama sekali? Apa ia tidak tahu jika sekarang rini merasa ingin menangis? “Kenapa kau cemberut begitu?” chanyeol akhirnya menyadari perubahan wajah rini.
138
“Apa kau tidak sedih chanyeol?” rini balik bertanya dengan mata disipitkan. Di mana pria yang seminggu yang lalu mengatakan bahwa ia ingin bertemu dengannya setiap hari? Ck. “Untuk apa?” Rini kehabisan kata-kata dan memilih untuk berkutat dengan ipad-nya saja. Mungkin nanti di pesawat ia aka menangis, mungkin. Lalu ia merasakan chanyeol berpindah duduk di sampingnya dan meraih wajahnya. Demi seluruh kupu-kupu yang berkeliaran diperutnya, rini yakin jika tangan chanyeol tak berpindah sekarang juga maka rini akan segera pingsan. Aroma tubuh pria ini sangat manis seperti wangi sabun cukur wajah ayahnya yang beraroma apel. “Untuk apa bersedih rini-ya, aku akan segera mengunjungi rumahmu sebentar lagi.” “Eeeeh? Maksudnya?” “Iya, beberapa hari lagi aku akan menuju rumahmu, jangan lupa menjemputku di bandara ya?” “Kau... tidak sedang bercanda kan?” rini meneliti sorot mata polos chanyeol dan menolak untuk berkedip. “Aku tidak akan berbohong untuk orang yang sangat aku sayangi rini. Tidak akan.” Setelah berkata begitu chanyeol meraih tubuh rini dan merengkuhnya dalam pelukan. Rini awalnya membeku, namun perlahan membalas pelukan itu. ia merasakan segalanya sempurna, lengkap. Air mata tak akan bisa mendefinisikan betapa bahagianya mereka. “Saranghae, gadis galak.” Chanyeol mencium puncak kepala rini dan kembali memeluknya.
139
Love side: A (encore) Pengumuman open check-in untuk penerbangan Seoul-Jakarta sudah diumumkan untuk kedua kalinya. Suho menatap vhie yang masih menunduk. Ini lah yang ditakutkan suho semenjak kemarin. Vhie mencoba tersenyum dan mengangkat wajahnya. “Ah, sepertinya kami harus segera masuk Suho-ssi. Sampai jumpa.” Vhie hendak mengambil kopernya namun suho dengan sigap menangkap tangan itu. “I’m gonna miss you.” Vhie membeku dan menatap suho lebih lama. Apakah boleh sekarang? Apa ia boleh megatakannya? “Aku juga, akan merindukanmu.” Vhie dengan susah payah mengucapkannya. Wajah gadis itu memerah dan mengutuki dirinya dalam hati. Suho tersenyum lega. Tak ada yang lebih membahagiakan ketika gadis yang kita sukai sudah mulai jujur. Ia berdiri dan mendekat ke arah vhie dan menggenggam tangannya. “Gomawo.” Setelah membisikkan kata itu ia segera memeluk vhie dan membiarkan mereka berdua terlena dalam posisi itu selama beberapa saat sampai pemanggilan ketiga terdengar. “Kaja.” Ia melepas pelukan dan mengambil semua barang bawaan vhie dalam genggamannya. Vhie menatap punggung suho dan berjalan di belakangnya. Bisakah ia menahan air matanya paling tidak hingga ruang tunggu nanti? Bisakah? Suho menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Tanpa berkata apa-apa ia meraih tangan mungil vhie dan menggenggamnya erat.
140
“Jangan berjalan di belakangku, berjalanlah bersamaku, di sampingku.” Ya, aku akan selalu berjalan bersamamu, di sampingmu...
~*fin*~
141
~My Theory~
|Author: Crazyfinder|| Genre: Romance, Brothership, Romance ||Main Cast: Kris, Chanyeol||OC: Erlain Li ||Length: Ficlet| Disclaimer: Idea is mine, but EXO is yours lol
142
Sejak
kecil, kakak beradik Kris-chanyeol selalu memiliki teori tersendiri tentang
berbagai hal, sekecil apapun. Seperti teori kenapa Ibu mereka selalu marah ketika mereka malas menyikat gigi, teori kenapa tidak boleh keluar saat senja, teori kenapa hujan dan salju itu berbeda dan bahkan teori tentang menahan buang air. Mereka bisa dianggap kakak beradik yang kompak karena jarak kelahiran mereka hanya satu tahun dan kris adalah yang tertua. Tidak ada persaingan di antara mereka karena mereka menetapkan diri sebagai partner in crime. Kehidupan sekolah dan rumah menjadi sangat nyaman karena segala hal akan selalu terselesaikan dengan cepat. Semuanya selalu sama, hingga mereka menginjak dunia perkuliahan, sedikit demi sedikit ada pemahaman yang mereka dapatkan tentang satu hal, yaitu cinta. Bukan karena mereka beda jurusan, bukan. Melainkan karena satu pertemuan bisa memberikan makna yang berbeda. Kisah yang berbeda. Pemahaman cinta yang berbeda. Kris bertemu dengan gadis itu ketika ia tengah berusaha menghubungi dosen mata kuliahnya yang memang terkenal sangat galak. Nilai ujiannya belum keluar sama sekali sehingga ia belum bisa mengurus mata kuliah untuk semester berikutnya. Lelah karena tidak bisa menghubungi sang dosen melalui telepon, kris yang sedang dalam masa liburan akhir semester segera memacu mobilnya menuju kampus. Turun dari mobil di parkiran samping kampus, kris segera berjalan cepat menuju ruang para dosen, menghiraukan betapa indahnya dedaunan yang berjatuhan bersama beberapa pucuk bunga daffodil. Kakinya yang panjang dan kukuh terus berjalan dan akhirnya ia sampai di depan ruang yang dituju. Setelah mengetuk sekilas, ia membuka pintu dan menemukan ruang dosen yang kosong melompong. Kecuali satu. Ada satu gadis tinggi berambut hitam panjang terikat rapi di puncak kepalanya yang tengah berdiri membelakangi pintu dan sedang sibuk di hadapan meja dosen yang
143
kris cari. Kris mendekat dan membuat gadis itu menoleh, memperlihatkan mata jernih dan beningnya. Gadis itu mengangkat alis heran. “Ada yang bisa saya bantu?” Bahkan suaranya saja manis dan enak didengar, batin kris. “Saya mencari ma’am klaris, apa ia sedang tidak ada di tempat?” kris menjawab, masih menemukan pengendalian dirinya. “Ah, maaf. Kau sepertinya salah satu mahasiswa beliau, benar bukan? Beliau sedang mengalami kecelakaan, jadi belum bisa ke kampus. Saya Erlain Li, panggil saja Erlain. Saya asisten dosen yang akan mengurus semua tanggungan nilai dan urusan mata kuliah ini.” gadis itu mengulurkan tangan dan kris menyambutnya. Semuanya menjadi lebih lancar setelah itu, kris menerima nomor teleponnya, nilainya keluar dengan cepat, dan urusannya untuk semester depan menjadi lebih mudah. Saat itulah kris membuat teori ini, teori tentang cinta. Cinta itu ketika semua hal menunjukkan jalan. Seperti dia. Ia tak butuh sibuk mencari nama gadis yang ia sukai, karena tanpa ia perlu repot, mereka langsung berkenalan. Ia tak perlu bercapek-capek mencari nomor gadis itu, karena memang ia harus memiliki nomornya. Dan ia tak perlu pusing mencari topik untuk berbicara, karena mereka tentu akan selalu berhubungan. Cinta itu, selalu ada jalan.
Begitu pula untuk Chanyeol. Ia juga menemukan teori cintanya sendiri. Saat itu sudah hampir menginjak senja, dan langit mulai menunjukkan siluet keemasan yang membuat rambut cokelat pria itu terlihat berkilau. Ia berdiri di samping motor besarnya dan mengeluh kecil karena motor itu tak mau bergerak sama sekali. Tentu saja ia tak bodoh dan berusaha menelpon kakaknya ataupun rumah, namun ia benar-benar bodoh karena telepon genggamnya belum ia charge sejak kemarin. Tambah lagi, pria dengan senyum renyah itu benar-benar buta akan segala permesinan sepeda motor sehingga membuat kris dulu khawatir ketika chanyeol
144
memutuskan untuk membeli satu. Kekhawatiran kris memang selalu benar, gerutu chanyeol dalam hati. Hawa di sekitar parkiran kampus itu sudah bertambah dingin ketika chanyeol menyadari malam sudah mendekat. Ia rasanya ingin segera saja pulang menggunakan taksi, tapi ternyata ia meninggalkan dompetnya di rumah. Ia sukses terkurung di kampus kedinginan dan kelaparan. Mungkin ia harus menunggu kris datang menjemput karena kahawatir. Lalu dari arah lorong kampus, terdengar ketukan sepatu runcing yang mendekat. Normalnya semua orang akan ketakutan, tapi tidak dengan chanyeol, ia justru berdiri dan menanti orang itu dengan mata bulatnya yang tambah membesar. Ia berpikir mungkin ia bisa meminjam uang pada orang yang tak dikenal itu nanti. sesimpel itulah pikiran seorang chanyeol. Ternyata dari dalam lorong itu keluarlah seorang gadis yang berjalan menunduk sambil mengobrak-abrik isi tasnya. Rambut wanita itu terlihat sangat anggun dengan jepitan menyamping dan memperlihatkan wajah lonjongnya yang manis. Tubuh sang gadis yang di balut celana jeans dan kemeja putih longgar itu tersiram cahaya bulan dan memberikan efek lembut di sekitarnya. Chanyeol sampai lupa bahwa sebenarnya ia sedang kedinginan. Lalu sang gadis menyadari kehadiran Chanyeol. Ia mendekat dan menatap motor milik pria itu. “Kenapa dengan motormu?” Ia bertanya dengan penasaran. Padahal ini sudah sangat sepi, namun gadis itu terlihat sangat percaya diri dan tidak takut sama sekali, menambah kekaguman chanyeol terhadapnya. “Motor ini tidak mau berjalan.” Ujar chanyeol tersenyum pasrah. Gadis itu tersenyum paham. “Kau tau penyebabnya?” tanya gadis itu lagi sambil kali ini mengelilingi motor itu. Chanyeol menggeleng. Lalu sang gadis memberikan tatapan bolehkah aku mengecek? Chanyeol mengangguk lagi.
145
Entah apa yang dilakukannya, hingga sang gadis mengeluarkan sebuah benda mungil dan putih panjang kehadapan chanyeol, ia memperlihatkan tangannya yang belepotan hitam. “Kau tidak pernah membersihkan businya?” gadis itu membelalakkan mata. Chanyeol menunjukkan cengiran polos dan menggeleng. “Sejak kapan kau membeli motor ini?” “Lima bulan yang lalu.” Gadis itu berdecak heran dan kembali berjongkok mengotak atik bagian dalam motor. Wajahnya yang tadi bersih sekarang sedang dipenuhi peluh. Namun di mata chanyeol itu adalah wajah terseksi yang pernah ia lihat, seumur hidupnya. Yang hanya baru berjalan beberapa tahun. Dan Chanyeol menemukan teori cinta versinya. Cinta itu adalah ketika ada yang mau belepotan untuk menolongmu. Sesederhana itu, namun ia ngotot bahwa teori miliknya memiliki makna yang dalam. Nama? Ia bisa memintanya saat itu juga. Nomor telepon? Bisa ia tanya segera setelah berkenalan. Topik pembicaraan? Pasti ada yang mau ia ceritakan, jadi tenang saja. Semua orang memiliki teori ini masing-masing. Tak akan ada yang sama. Kecuali, jika ada satu penghambat. “Boleh aku tahu namamu?” tanya chanyeol setelah gadis itu berdiri dan menerima sapu tangan dari chanyeol. “Namaku Erlain Li, panggil saja Erlian.” Lalu ia menunjukkan senyumnya yang cerah.
~*fin*~
146
You Took a Selfie With Her! GO AWAY!
|Author: Crazyfinder|| Genre: Romance, Brothership, Romance ||Main Cast: Kris ||OC: You ||Length: Drabble| Disclaimer: Idea is mine, but EXO is yours lol
Note: Bagi yang ingat ya, ini dibuat ketika EXO memiliki konser di Kazan dan para anggota EXO berfoto-foto dengan fans yang ada di sana, which is very annoying. Apalagi yang foto-foto baeng Kris itu wajahnya mirip Taylor Swift, means, cantik banget! hahaha
147
kris merasakan hawa dingin menusuk tepat ketika ia sampai di depan rumah kekasih yang telah bersamanya selama dua tahun ini, yaitu dirimu. Kaki panjangnya yang sudah lelah akibat penerbangan berjam-jam menjadi terasa lebih berat dari seharusnya. Akhirnya ia mengetuk pintu. Kamu tanpa kata-kata langsung membuka pintu pada ketukan pertama. Matamu yang biasanya hangat berubah menjadi sebeku es dan langsung berbalik tanpa sekalipun memberkan pelukan selamat datang. “Eung.. chagi, aku... membelikan oleh-oleh untukmu. Mau kuletakkan di mana?” kris masih mencoba membuka pembicaraan. Kamu dengan santai kembali berjalan ke depan TV dan membanting tubuhmu di atas sofa. Namun tepat ketika kamu duduk, dengan sialnya channel TV itu memutar penampilan special EXO di Kazan kemarin. Tanpa aba-aba kamu mematikan TV tak berdosa itu dan duduk mematung di depan televisi yang sudah mati. Kris bergerak-gerak gelisah di belakangmu dan sibuk mengacak-ngacak rambutnya yang memang telah berantakan akibat bekas tidur di dalam mobil sebelumnya. “AARRGHH, I CAN’T TAKE IT ANYMORE!” Kris meraih bahumu dan menariknya untuk dihadapkan ke wajahnya. Tubuhmu berhadapan dengan kris, namun kamu segera memalingkan wajah. Rasanya jika kamu sekali saja melihat wajah tampan dan rambut emasnya yang menyilaukan itu, kau akan segera luluh. “Chagi, aku kan sudah memosting permintaan maaf dan alasannya di kemarin.” Ujar kris sambil menangkup wajahmu agar menatap mata angelicnya. Kamu menelan ludah dan teringat update RenRen milik kris kemarin. “Entahlah kris, hanya saja..., OH GOD THAT GIRL IS SO DAMN HOT!!” Kau berseru sambil menatap kris tajam. Kris terdiam lalu kemudian terbahak heboh. Namun melihatmu yang tak bergeming kris berdehem kecil. “You know I never mean that. Tapi yah... memang dia cantik sih.” “YA! WU YIFAN!!!”
148
Kris tiba-tiba memelukmu dan menguarkan aroma tubuhnya yang manis walaupun kau yakin dia belum mandi sebelumnya akibat perjalanan yang panjang. “Kau tau betapa aku merindukanmu di negara itu? Anggap saja kami orang yang kampungan karena melihat bule jadi kami mengambil foto-foto itu. I would never throw our two years memories out just because of one selfie, got it?” Suara kris terdengar rendah di telingamu dan hatimu terenyuh seketika. “Kamu seharusnya tau kalau hatiku itu, hanya hati para fangirl di luar sana. You should have known that.” “Yeah, I know sweety. Now... where’s my breakfast?” “Gaaaah, GO AWAY!!” ~fin~
149
Bitterly Cute
Author: Crazyfinder || Cast: Wu Yifan, Tiffany, Baekhyun || Length: Ficlet || Genre: Romantic, Comedy (random)
-eung... ini cerita agak random, mohon dimaklumi ehe-
150
“Orang-orang bilang, setidaknya kita harus melewati empat musim untuk saling mengenal.” “Benarkah?” “Ya, jadi...” Tiffany menghitung di jarinya dan kemudian tersenyum, “kita tinggal melewati musim gugur dan kita sudah akan saling mengenal.” Wu Yifan mengacak rambut gadis itu pelan. “baiklah kalau begitu.”
*~~* “Hey Hippiest-hippiest, ngerumpi aja. Minta diceburin ke sungai Han ya?” Sekelompok orang yang tengah berkerumun di sekitar meja mendongak dan menemukan Tiffany yang tengah menghampiri mereka dengan wajah cerah, yang by the way, sangat berbeda jauh dengan mata bengkak dan suara paraunya. “Please, untuk orang yang berusaha terlihat tegar, you are the worst of all.” Baekhyun, salah satu co-worker Tiffany slash sahabat baiknya merespon dengan alis terangkat antara kesal dan prihatin. Tiffany menyipitkan mata membalas tatapan Baekhyun. “Don’t give me that look.” Tiffany memperingati Baekhyun dan mengibaskan tangannya agar teman-teman seruangannya itu kembali ke tempat mereka masingmasing. Ia yang dengan sukses meraih posisi sebagai editor in chief di perusahaan majalah itu memilih untuk tidak menggunakan ruangan terpisah dengan para author-nya. Namun kini sudah pasti ia menyesali pilihan itu karena terlihat jelas di dahinya bahwa ia sedang sangat ingin sendiri. Baekhyun menggeleng. “What look?” “Ck, kau tahu maksudku.” Tiffany mengalihkan pandangan dengan berpura-pura sibuk menyusun file folder di atas meja, “bagaimana dengan cover issue bulan depan? Kalian sudah menyelesaikan deadline untuk pembukaan kolom baru kan? Sudah berbicara dengan bagian art director?” 151
“Nice try.” Sindir Baekhyun yang hanya memperhatikan betapa berusahanya Tiffany untuk terlihat baik-baik saja. Gadis dengan rambut ikal panjang itu menghela nafas menyerah dan menghempaskan tubuhnya di atas kursi. “Jadi?” “Jadi, Ada apa dengan Yifan?” Baekhyun menyadari perubahan raut wajah Tiffany. “It’s okay to be sad, dan kau selalu bisa cerita padaku.” Sambungnya perlahan. Tiffany melongo parah. “Aku tidak pernah percaya memiliki sahabat pria yang cerewetnya melebihi ibuku.” Baekhyun hanya berdiri di seberang meja menunggu jawaban Tiffany. *~~* Wu Yifan adalah nama besar di dunia bisnis. Ia memimpin lebih dari tiga perusahaan utama yang berhubungan dengan advertising, editorial dan yang terakhir adalah foods. Semuanya berpusat di Cina dan seperti yang semua orang bayangkan ia memiliki berbagai branch perusahaan tersebut di seluruh negara di Asia, beberapa negara di Eropa, juga Australia. Dan mereka, Tiffany dan Yifan, bertemu dalam situasi yang sangat tidak... romantis. Di parkiran. Saat itu Tiffany yang ditunjuk sebagai perwakilan branch majalah korea dalam anniversary perusahaan utama di Guangzhou tengah berusaha mengendalikan kesadarannya akibat salah mengambil minuman yang ia duga sebagai soft drink, dan itu ternyata adalah sebuah liquor. Bukan hanya liquor biasa melainkan punch. Jadi hanya dengan satu teguk minuman, kepalanya sudah kehilangan separuh kesadaran, matanya buram dan tenggorokannya terbakar. Ia berencana melakukan balas dendam pada orang yang menawarkan minuman itu padanya tadi tentu saja, tapi nanti. Ia harus segera pulang sebelum ia mempermalukan
152
diri sendiri dengan muntah di tempat umum. Ia bukan orang yang tahan terhadap alkohol dan ia tak berencana menjadi salah satunya. Baru ia menginjak pedal gas, ia dapat mendengar suara keras berdebam tepat di depan mobilnya. Tiffany menahan nafas dan mencoba mempertajamkan pandangannya, lalu menemukan mobil lain yang baru memasuki parkiran basement hotel tempat acara dilangsungkan itu berada di depan mobilnya dalam keadaan ‘tidak baik’. Jantung Tiffany mencelos ketika pintu pengemudi mobil yang ia tabrak itu terbuka dan seorang pria turun, memeriksa keadaan mobil miliknya dan mendatangi mobil Tiffany. Pria itu mengetuk kaca mobil Tiffany untuk memintanya keluar. Gadis itu turun dengan susah payah, berusaha menjaga keseimbangan tubuhnya dengan berpegangan pada pintu mobil. Dalam pandangan Tiffany yang samar-samar, sepertinya pria itu ingin memarahinya, namun sedetik kemudian ia menyadari bahwa Tiffany sedang dalam keadaan mabuk. “Kau... berencana menyetir?” pria itu berbicara dalam bahasa cina dengan aksen yang sempurna, Tiffany mengernyit. Ia menguasai bahasa cina, tapi dalam situasi ini ia bahkan tak mengerti satupun kata yang diucapkan pria tinggi di hadapannya itu. “Are you drunk?” pria itu kembali mengajak berbicara, kali ini dengan bahasa inggris. Tiffany tersenyum bahagia hampir terharu karena ia mulai mengerti yang lawan bicaranya ucapkan. “No, no drunk. I’m not drunk.” Tiffany menjawab dengan intonasi lambat. Dengan helaan nafas panjang pria itu mengusap wajahnya, “Yes you are.” Itu adalah kata-kata terakhir yang mampu Tiffany ingat. *~~* “Kau tahu, ini pertama kalinya CEO kita ini terlambat, biasanya beliau selalu datang tepat waktu. Dia orang yang disiplin kau tahu.” Tiffany melirik gadis yang berbisik padanya itu dan menambahkan dalam hati bahwa sangat mungkin CEO itu terlambat jika mobilnya ditabrak oleh seorang gadis tak
153
dikenal yang ternyata adalah bawahannya, dan beliau dengan baik hati mau mengantarkan gadis tak tahu diri itu ke rumah sakit terdekat tanpa meminta kompensasi. Namun yang keluar dari bibir Tiffany hanyalah cengiran kaku. Akhirnya pesta anniversary itu dibuka resmi dengan pidato dari beberapa direktur cabang dan langsung ke CEO utama, Wu Yifan. Tiffany secara refleks menundukkan kepalanya mencoba menyembunyikan wajah, padahal ia yakin tak seorangpun yang akan mengenalinya, kecuali jika sang CEO itu adalah pria yang bermulut besar dan itu merupakan hal yang tidak mungkin. Tiffany hanya ingin segera pulang. *~~* Setelah kejadian itu, takdir seolah memusuhi Tiffany yang sebelumnya merasa lega telah kembali ke negara asalnya. Ia berpikir bahwa tak mungkin ia bertemu lagi dengan pria yang ia temui dalam keadaan terburuknya itu. Namun ia salah. Mereka bertemu di supermarket. Mereka bertemu di tempat pencucian mobil. Mereka bertemu di tempat loundry. Mereka bertemu di restoran. Dan parahnya, mereka kembali bertemu di parkiran. Kali ini parkiran kantor majalah tempat Hani bekerja di Gangnam. “Hai.” Sapanya dengan kasual saat Tiffany berdiri di samping pintu mobil merah miliknya, kebetulan saat itu mobil mereka berhenti di tempat yang bersebelahan. Rahang Tiffany terbuka lebar dan matanya hanya menatap kosong. Kemarinkemarin ia berhasil menghindari pria ini, tapi sekarang ia tak ada alasan lain selain balik menyapa. “Hai...” ia berpikir keras sebelum melanjutkan, “ tapi bagaimana?” gadis itu hanya berkedip bingung melihat bergantian antara mobilnya dan wajah Wu Yifan. Pria itu mengangkat alis heran dan mulai berjalan menjauhi Fany.
154
Tiffany cepat mensejajarkan langkah dan masih mengumpulkan suaranya untuk bertanya. “Apa?” akhirnya pria bernama wu Yifan itu berhenti dan menatap Tiffany sambil melihat jam tangannya sekilas, terlihat amat sibuk. Tiffany entah kenapa merasa bersalah, “tidak, tidak ada.” Yifan yang saat itu mengenakan setelan resmi berwarna gelap dengan dasi bergaris biru muda hanya menggelengkan kepala dan tertawa kecil, lalu berjalan menjauh dari gadis itu. *~~* Ternyata Wu Yifan datang secara pribadi ke Korea selatan setelah acara anniversary di Cina itu untuk mengurus pembukaan cabang baru majalah yang nantinya akan menjadi keluarga besar perusahaan-perusahaan yang ia bangun. Dan majalah Tiffany akan menginduki cabang baru ini. makanya ia sering bertemu lelaki tampan itu dimana-mana. Baekhyun sering menggoda Tiffany dengan mengatakan bahwa Wu Yifan itu adalah keberuntungan paket lengkap yang datang padanya. Ia tampan, kaya, mandiri, pekerja keras, pintar dan pastinya single. Sahabat prianya yang sangat cerewet itu bahkan berhasil mengetahui bahwa unit apartemen Tiffany dan apartemen sementara Wu Yifan ternyata berdekatan. Gadis itu hanya menutup wajahnya dan berteriak frustasi kecil saat mendengar ocehan Baekhyun yang tak mengerti penderitaannya. Mana ada gadis yang ingin memiliki kesan pertama pertemuan yang jelek. Pasti CEO sukses itu hanya mengingatnya sebagai gadis pemabuk, tidak bertanggung jawab dan berantakan. Padahal, protes Tiffany dalam hati, ia adalah gadis yang paling tidak bisa mabuk, rajin, pekerja keras dan sangat bertanggung jawab. Tapi lagi, ia tidak bisa menjelaskan apa-apa.
155
Gadis itu segera mengasihani diri sendiri. *~~* Pekerjaan di kantor semakin menumpuk dengan semakin bertambahnya deadline yang harus Tiffany urus. Ia kehabisan tenaga untuk melakukan hal lain setelah pulang dari kantornya. Ia juga menjadi jarang berkumpul dengan co-worker kantor seperti yang dulu selalu mereka lakukan di akhir pekan, pergi karaoke. Ia kurang mengetahui perkembangan berita tentang CEO yang katanya masih ada di korea, mereka tidak pernah bertemu lagi sejak kejadian di parkiran kantor. Hanya sesekali ia mendengar kabar akan pria jangkung itu ketika ia ke toilet wanita dan mendengar staf-staf perempuan berisik itu bergosip dengan suara keras. Tiffany menjadi sedikit merindukan wajah tampan Yifan, namun setengah hatinya sedikit takut untuk bertemu pria itu lagi. Memang hidup itu memiliki banyak pilihan sulit. *~~* Tanpa diduga, suatu malam ketika ia baru saja pulang dari kantor diantara jadwal padatnya, Tiffany melihat Wu Yifan tengah berdiri di depan toko 24 jam yang ada di seberang apartemen. Kemudian pria itu masuk ke sana dengan jas yang ia sampirkan ke bahu kanannya. Tiffany tidak tahu apa yang ia lakukan, tapi ia segera turun dari mobil dan mengikuti Yifan ke dalamnya. Pria itu berdiri lama di depan rak mi instan, berjalan mondar-mandir hingga akhirnya mengambil satu cup mie yang berwarna merah. Lalu pria yang berbahu bidang itu berjalan santai menuju dispenser toko untuk mengambil air panas dan kemudian berdiri di meja kecil dekat jendela menunggu mie-nya masak. Tiffany menikmati semua kegiatan pria itu, tidak perduli bahwa sikapnya hampir menyerupai seorang stalker. Tanpa sadar Tiffany ikut mengambil satu cup mie dan mengikuti tempat wu Yifan berdiri. Butuh waktu lama hingga pria itu menyadari kehadirannya. “Annyeonghasseyo.” Sapa Tiffany cepat ketika akhirnya wu Yifan menoleh. Pria bermata tajam itu berkedip bingung sebentar sebelum membalas sapaan Fany.
156
“Kita pernah bertemu sebelumnya. Kau tidak ingat aku?” Tiffany masih menggunakan bahasa formal, namun tidak memanggil Yifan dengan embel-embel CEO. Wu Yifan tertawa kecil, “tentu saja ingat. Kau gadis yang menabrak mobilku dan kemudian kabur dari rumah sakit, tanpa mengucapkan apa-apa. Tapi aku heran kenapa kau ada disini.” Gadis itu merasa senang dengan banyaknya kalimat yang diucapkan wu Yifan. Untuk menjawab keheranan pria itu, fany mengangkat cup mie-nya menunjukkan bahwa ia juga mau makan disana. “Well, aku tidak tahu apa kau benar-benar lupa atau kau memang suka makan mie yang keras. Tapi mie-mu belum kau beri air panas.” Tiffany mati kutu. *~~* Entah mungkin karena pekerjaan yang sudah mulai berkurang atau juga mungkin karena takdir, mereka kembali sering bertemu. Akan tetapi kali ini Tiffany menyukai setiap pertemuan-pertemuan mereka. Ia tidak lagi merasa malu ataupun takut akibat kejadian yang ia perbuat dulu di Guangzhou. Ia perlahan-lahan melupakan peristiwa itu dan membentuk banyak memori dengan Yifan. Hingga akhirnya setelah dua musim pertemuan, mereka sepakat untuk menjalin hubungan. Saat itu Seoul sedang mengalami musim dingin ketika mereka pertama kali bertemu di Guangzhou. Lalu pertemuan selanjutnya terjadi pada sepanjang musim semi. Lalu secara resmi, mereka menjadi kekasih pada saat musim panas menyelimuti negri kimchi itu. “Orang-orang bilang, setidaknya kita harus melewati empat musim untuk bisa saling mengenal.” Ucap Tiffany saat makan siang kantor, mereka menghalau panas dengan menikmati ice cream coklat sebagai dessert siang itu.
157
Yifan menyendok ice creamnya dan menyuapkannya ke bibir Tiffany. “Benarkah?” “Ya, jadi...” Tiffany menghitung di jarinya dan kemudian tersenyum, “kita tinggal melewati musim gugur dan kita sudah akan saling mengenal dengan sempurna.” Wu Yifan mengacak rambut gadis itu pelan, “baiklah kalau begitu.” “Oh ya, sebenarnya aku ingin bertanya ini padamu sejak dulu.” “Apa?” “Kenapa kau menyukaiku? Bukankah kesan pertamamu tentangku sangat buruk ya?” Pria itu mengernyit atas ucapan gadis bermata cantik itu. “Siapa yang mengatakan itu?” “Hanya menebak.” Jawab Tiffany sambil mengangkat bahu. “Kau salah. Justru kesan pertamaku padamu itu adalah yang terbaik dari pertemuan-pertemuanku dengan semua orang yang pernah kukenal.” Mata gadis itu membelalak. “Tidak mungkin. Aku sangat berantakan saat itu!” “Memang.” Yifan tergelak dan dibalas Fany dengan dengusan, namun kemudian ia menjawab serius. “tapi anehnya kau terlihat sangat imut. Anehkan?” Tiffany tersenyum. *~~* Akan tetapi, tepat setelah hari pertama musim gugur, Wu Yifan menghilang. Kabarnya ia kembali ke cina namun Tiffany tidak mendapatkan kabar yang pasti. Ia terlalu shock dengan kepergian mendadak kekasihnya hingga ia tak berani menghubungi pria itu. Baekhyun juga sering membantunya dengan menghubungi asisten pria itu namun ia juga tidak mendapatkan clue yang pasti.
158
“Yah, sudahlah. Ia pria sibuk yang mencintai pekerjaannya, jadi mungkin ia tengah tenggelam akan ide-ide baru untuk membentuk bisnis terbaru.” Ujar Tiffany lebih pada diri sendiri. Baekhyun yang masih belum beranjak dari meja gadis itu hanya menatap prihatin, namun sedetik kemudian berbalik ke mejanya ketika kekasihnya menelpon. “Dasar.” Dengus Tiffany. *~~* Setahun berlalu sejak kejadian itu dan Tiffany sudah ‘hampir’ melupakan sosok Wu Yifan. Anak perusahaan yang dibangun pria itu sudah maju pesat, namun karena Fany bukan salah seorang penanggung jawab, ia masih tidak tahu-menahu kabar kekasihnya itu dan apa yang ia lakukan sekarang. Namun ingatan akan sosok Wu Yifan semakin hari semakin jelas dipikirannya karena musim gugur sudah semakin dekat. Ia juga tidak paham namun ia berdebar ketika aroma musim gugur hinggap di penciumannya. “Hey, kamu mau ikut pesta musim gugur di pub milik Taeyon tidak?” seru baekhyun yang menyebut nama temannya yang merupakan pemilik bar terbesar di Gangnam. Tiffany yang masih berkutat dengan naskah di layar laptop hanya melambaikan tangan menolak tanpa mengangkat wajah. Lalu keheningan menyelimuti ruangan tempat gadis itu bekerja karena ternyata mereka semua telah pulang. Ketika halaman terakhir dari artikel yang ia kerjakan sudah berhasil ia edit, Fany menyambar coat merah tuanya untuk segera menyusul Baekhyun. Ia mungkin hanya terlambat tiga puluh menit di pesta itu. Ia mengeluarkan mobil dengan cepat dan... terdengar bunyi berdebum keras dari arah depan mobil. Parkiran sedang sangat gelap malam itu dan Fany menangkupkan wajahnya di atas setir. Ketakutan. Ia lebih memilih menabrak tiang parkiran basemen daripada mobil orang lain.
159
“Nona, kau harus keluar sekarang. Sepertinya kau juga tidak sedang mabuk jadi kau harus bertanggung jawab.” Seseorang mengetuk kaca mobil gadis itu dan Tiffany merasakan de javu. “Wu Yifan!” *~~* “Jadi kemana saja kau selama ini?” Tiffany segera menginterogasi Yifan tepat setelah pria itu duduk di kursi penumpang di samping Fany. “Tidak akan kujawab sampai mobilku yang kau tabrak selesai direparasi.” “Yifan!” teriak gadis itu kesal. “Baiklah, baiklah.” Pria itu tertawa. “Aku harus mengejar orang yang mencuri rahasia perusahaan. Dan dia pergi ke negara yang sangat sulit untuk kami tebus aksesnya.” “Ha?” Tiffany merespon skeptis. “Aku sungguh-sungguh! Ia pergi ke Swiss.” “Jadi kau ke sana selama ini tanpa mengabariku?” “Yah, aku takut kalau aku mengabarimu kau akan segera menyusul kesana.” “Cih, seolah aku mau saja.” Sindir Tiffany. “Tapi aku menepati janjikan?” “Janji yang mana?” “Menemuimu pada musim gugur hingga kita bisa mengenal dengan lebih baik.” Gadis itu mengerucutkan bibir mencemooh. “Bagaimana kau yakin aku belum memiliki kekasih lain?” “Tidak mungkin kau bisa melupakanku secepat itu.” goda Yifan dengan nada bergurau. Tiffany hanya meliriknya malas.
160
Akhirnya Yifan berujar dengan serius. “Aku minta maaf. Tapi aku berusaha kembali secepat yang aku bisa.” “Jadi, setelah musim gugur berakhir, kau mau menghilang lagi?” “Ya, begitulah.” Gadis itu tersedak. “Wu Yifan!!!”
—TEEHEE—
161
Author:
crazyfinder || Main Cast: Kris wu (EXO) || Length: Drabble || Genre: Romance, 'bit angst
Foreword: Bahkan sedikit pengingat tentangmu saja sudah membuat segalanya terasa jelas dan senyummu langsung terproyeksi di depan wajahku. Berkali-kali aku mengingatkan diri bahwa kau sudah tak ada, namun hatiku tak mampu berbohong, kau masih menguasai sebagian besar hati ini.
162
Dia
menyukai banyak hal yang menurutku terlihat manis walau ia membenci
kebiasaanku mengingat semua detail tak penting itu. Terkadang ia akan memicingkan mata dan bertanya dengan suara lembutnya apakah aku baru saja menambahkan daftar kebiasaan-kebiasaan tak penting lain tentangnya, dan aku akan dengan polos mengangguk, membuat mata indahnya membulat tak percaya dan tergelak. Jenis tawa yang benar-benar lepas dan kaget tak percaya. Ia suka sekali berdiam di depan cangkir teh sambil memegang sesendok gula hanya untuk berpikir apakah ia harus menambah atau justru mengurangi porsinya. Ia juga suka sekali mengelus pinggiran cangkir hanya untuk menimbang-nimbang kapan ia harus meneguk minuman itu; setelah lawan bicaranya selesai bercerita atau di selasela pembicaraan atau tidak usah minum sekalian. Ia menyukai satu titik pemandangan di kejauhan sebagai alasannya untuk bisa termenung tanpa harus terlihat menatap kosong. Ia menyukai ujung bajunya yang memiliki lipitan samar agar ia bisa merasakan bahannya di saat ia benar-benar bosan. Ia menyukai benda antik walau tetap saja ia akan membuangnya jika benda itu sudah tak berguna. Ia suka berjalan-jalan di trotoar menuju kantornya walau terkadang ia tak memiliki waktu luang yang banyak. Ia suka bereksperimen dengan makanan, ia suka sekali makanan baru dan menghargai makanan yang benar-benar lezat. Ia suka kesibukan, itu bisa membunuh waktu dan menghindarinya dari memikirkan hal-hal yang tidak penting. Ia suka ketika orang menghargai yang ia lakukan walau ia tak menunjukkannya dengan jelas. Ia suka melempar jokes ketika ia sudah terlalu gugup. Dan semua memori itu membuatku membeku setiap satu persatu dari mereka mencuat dalam pikiran, membungkamku dari niat sebelumnya: melupakan. `~*~` Kris menundukkan kepala dan menatap pantulan wajahnya dari cangkir kopi yang bergeming. Apa ia terlihat begitu melankolis dari seharusnya? Ia juga tak mengerti. Ia justru heran akan semua teman-temannya yang dengan cepat melupakan semua kenangan-kenangan dengan kekasih mereka untuk merajut yang baru, sesuatu yang sulit untuk ia lakukan. Ia amat suka meniti setiap momen dengan telaten
163
sehingga kini ia amat terluka, walau ia tak pernah menangis, namun luka itu terefleksi jelas dari sulitnya ia tersenyum. Padahal gadis itu tak seharusnya membuat hatinya seperti ini namun ia bukanlah orang yang bisa memerintah hati. Namun hari ini adalah untuk yang terakhir, janjinya dalam hati sambil menatap kosong keluar jendela. Ketika denting cangkir ini terdengar menyentuh dasar tatakannya, ketika ia melangkah keluar dari kafe ini, ketika ia menghela nafas terakhir di depan pintu sambil diiringi kelontengan lonceng kafe, ketika ia mengambil satu langkah menjauh, semuanya akan benar-benar berakhir. Karena waktu akan mendiamkan semua gemuruh memori yang menyalak. Waktu akan menutupi semua kekosongan. Waktu akan menolongnya.
'~*fin*~`
164
Closing: Hello Guys! ^^ Sebenarnya author gak tau ya mau nulis apa lagi kecuali banyak kata terima kasih udah mau baca tulisan author yang terkadang inkonsisten ini. Tapi dengan dukungan kalian, author jadi lebih bersemangat untuk menulis. Itu berkah yang luar biasa sekali. Apalagi ketika buka-buka folder lama dan liat betapa berantakannya tulisan author dulu dengan diksi yang kurang, well, agak malu jadinya *tutup muka, di balik punggung Kris* Niat menggabungkan tulisan ini adalah untuk mengumpulkan tulisan-tulisan lama dan mengeditnya agar jadi lebih keren aja *digampar* ngehehe. Maksudnya ya, sesuai judul aja sih: Tribute, untuk Kris yang kini officially bukan anggota EXO. However, I have lots of fun being here. Karena menjadi fans mereka bikin author semakin rajin nulis, dan berkhayal juga hahaha. Lastly, terima kasih para reader tercinta yang selalu meninggalkan komentar berharganya di kolom komentar dan tak jarang memberi like buat Crazyfinder. Bunch of kisses for you mmuah :*
Yours,
Crazyfinder a.k.a Yani
165