LAPORAN PENDAHULUAN KETUBAN PECAH DINI (KPD)
1.1 Definisi Ketuban Pecah Dini (KPD) Ketuban pecah dini (KPD)
adalah pecahnya ketuban sebelum dimulainya tanda –
tanda persalinan, yang ditandai dengan pembukaan serviks 3 cm pada primipara atau 5 cm pada multipara (Maryunani, 2013). Hal ini dapat terjadi pada kehamilan aterm yaitu, pada usia kehamilan lebih dari 37 minggu maupun pada kehamilan preterm yaitu sebelum usia kehamilan 37 minggu (Sujiyantini, 2009). Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of the Membranes (PROM) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya proses persalinan pada kehamilan aterm. Sedangkan Preterm Premature Rupture of the Membranes (PPROM) adalah pecahnya ketuban pada pasien dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu (Parry and Strauss, 1998; Brian and Mercer, 2003; Mamede dkk., 2012). Pendapat lain menyatakan dalam ukuran pembukaan servik pada kala I, yaitu bila ketuban pecah sebelum pembukaan pada primigravida kurang dari 3 cm dan pada multigravida kurang dari 5 cm. Dalam keadaan normal selaput ketuban pecah dalam proses persalinan (Cunningham, 2010; Soewarto, 2010). Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu . Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini (Sarwono, 2008 ; Maharrani dkk, 2017). Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan pecahnya ketuban sebelum ada tanda-tanda persalinan atau sebelum waktunya persalinan yaitu ketuban sudah pecah pada Kala I sebelum pembukaan 3 cm pada primipara dan sebelum pembukaan 5 pada multipara yang dapat menyebabkan infeksi pada ibu.
1.2 Etiologi Ketuban Pecah Dini (KPD) Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan ada faktor-faktor yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui.
Adapun yang menjadifaktor risiko menurut (Rukiyah, 2010; Manuaba, 2009; Winkjosastro,2011) adalah
: infeksi, serviks
uterine,trauma,
letak
kelainan
tekananintrauterine,
janin,
kemungkinan
yang
keadaan
inkompeten, ketegangan intra sosial
kesempitan
ekonomi,
panggul,
peninggian
korioamnionitis,
faktorketurunan, riwayat KPD sebelumnya, kelainan atau kerusakan selaputketuban dan serviks yang pendek pada usia kehamilan 23 minggu a. Infeksi, yang terjadi secara langsung
pada selaput ketuban dari vagina atau
infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Ketegangan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (over distensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dinimerupakan masalah kontroversi obstetrik (Rukiyah, 2010). b. Inkompetensi serviks (leher rahim) adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Inkompetensi serviks adalah serviks dengan
suatu
kelainan
anatomi
yang
nyata, disebabkan laserasi
sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi (Manuaba, 2009). c. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya : Trauma hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis), Gemelli Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih). Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban) relatif kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah. Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram
kehamilan dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban, menyebabkan selaput ketuban menjadi teregang,tipis, dan kekuatan membran menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah. d. Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan mnion >2000mL. Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis adalah peningkatan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsurangsur. Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja (Winkjosastro, 2011). Faktor Risiko ibu bersalin dengan Ketuban Pecah Dini Menurut Abdul (2010) : a. Pekerjaan. Pekerjaan adalah suatu kegiatan atau aktivitas responden seharihari, namun
pada
masa kehamilan
pekerjaan
yang
berat
dan
dapat
membahayakan kehamilannya hendaklah dihindari untuk menjaga keselamatan ibu
maupun
janin. Kejadian
ketuban
pecah
sebelum waktunya dapat
disebabkan oleh kelelahan dalam bekerja. Hal ini dapat dijadikan pelajaran bagi ibu-ibu
hamil
agar
selama
masa
kehamilan hindari/kurangi
melakukan
pekerjaan yang berat (Abdul, 2010) b. Paritas. Multigravida atau paritas tinggi merupakan salah satu dari penyebab terjadinya kasus ketuban pecah sebelum waktunya. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi, risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi / dicegah dengan keluarga berencana (Wiknjosastro, 2011). c. Umur. Adalah umur individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang
tahun. Semakin
cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Santoso, 2013). Dengan bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam berfikir semakin baik sehingga
akan
termotivasi dalam pemeriksaan kehamilam untuk mecegah
komplikasi pada masa persalinan. Menurut Mundi (2007) umur dibagi menjadi 3 kriteria yaitu < 20 tahun, 20-35 tahun dan > 35 tahun. Usia reproduksi yang aman untuk kehamilan dan persalinan yaitu usia 20-35 tahun (Winkjosastro, 2011). Pada usia ini alat kandungan telah matang dan siap untuk dibuahi, kehamilan yang
terjadi pada usia < 20 tahun atau terlalu muda sering menyebabkan komplikasi/ penyulit bagi ibu dan janin, hal ini disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, dimana rahim belum bisa menahan kehamilan dengan baik, selaput ketuban belum matang dan mudah mengalami robekan sehingga dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Sedangkan pada usia yang terlalu tua atau > 35 tahun memiliki resiko kesehatan bagi ibu dan bayinya (Winkjosastro, 2011). Keadaan ini terjadi karena otot-otot dasar panggul
tidak
elastis
lagi sehingga mudah terjadi penyulit kehamilan dan
persalinan. Salah satunya adalah perut ibu yang menggantung dan serviks mudah berdilatasi sehingga dapat menyebabkan pembukaan serviks terlalu dini yang menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. iwayat Ketuban Pecah Dini Riwayat KPD sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami KPD kembali. d. Riwayat Ketuban Pecah Dini. Riwayat KPD sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami KPD kembali. Patogenesis terjadinya KPD secara singkat ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam membran sehingga memicu terjadinya KPD aterm dan KPD preterm terutama pada pasien risiko tinggi. Wanita yang mengalami KPD pada kehamilan atau menjelang persalinan
maka
pada
kehamilan
berikutnya
akan
lebih
berisiko
mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita yang tidak mengalami KPD sebelumnya, karena komposisi membran yang menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya (Cunningham, 2006). e. Usia Kehamilan Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan15 prematur,
hipoksia
karena
kompresi
tali
pusat,
deformitas
janin,
meningkatnya insiden Sectio Caesaria, atau gagalnya persalinan normal. Persalinan prematur
setelah ketuban pecah biasanya
segera disusul oleh
persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam1minggu. Usia
kehamilan
pada
saat
kelahiran
merupakan satu-satunya alat ukur kesehatan janin yang paling bermanfaat dan waktu kelahiran sering ditentukan dengan pengkajian usia kehamilan.
Pada tahap kehamilan lebih lanjut, pengetahuan yang jelas tentang usia kehamilan mungkin sangat penting karena dapat timbul sejumlah penyulit kehamilan yang penanganannya bergantung pada usia janin. Periode waktu dari
KPD sampai kelahiran berbanding terbalik dengan usia kehamilan saat
ketuban pecah. Jika ketuban pecah trimester III hanya diperlukan beberapa hari saja hingga kelahiran terjadi dibanding dengan trimester II. Makin muda kehamilan, antar terminasi kehamilan banyak diperlukan waktu untuk mempertahankan hingga janin lebih matur.
Semakin lama menunggu,
kemungkinan infeksi akan semakin besar dan membahayakan janin serta situasi maternal (Astuti, 2012). f. Cephalopelvic Disproportion(CPD) Keadaan
panggul
merupakan
faktor
penting
dalam
kelangsungan
persalinan,tetapi yang tidak kurang penting ialah hubungan antara kepala janin dengan panggul ibu.Partus lama yang sering kali disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil,dapat menimbul dehidrasi serta asdosis,dan infeksi intrapartum.
Pengukuran
panggul
(pelvimetri)n
merupakan
cara
pemeriksaanyang penting untuk mendapat keterangan lebih banyak tentang keadaan panggul (Prawirohardjo, 2011).
1.3 Manifestasi Klinis Ketuban Pecah Dini Adapun manifestasi klinis ketuban pecah dini adalah sebagai berikut : a. Keluarnya air ketuban warna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak b. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi c. Janin mudah diraba d. Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering e. Inspeksi : Tampak air ketuban mengalir, atau selaput ketuban tidak ada air dan ketuban sudah kering. f. Bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi. (Sujiyatini, 2009). Menurut Nugroho (2012) Tanda dan gejala ketuban pecah dini yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina, aroma ketuban berbau amis dan tidak berbau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah, cairan ini tidak akan berhenti
atau kering kerana tersu diproduksi sampai kelahiran tetapi bila anda duduk atau berdiri kepala janin yang sudah terletak dibawah biasanya mengganjal. Kebocoran
untuk
sementara, demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat, merupakan tanda infeksi yang terjadi.
1.4 Patofisiologi Terjadinya Ketuban Pecah Dini Patofisiologi Terjadinya Ketuban Pecah Dini secara singkat ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam membran sehingga memicu terjadinya KPD aterm dan KPD preterm terutama pada pasien risiko tinggi. Wanita yang mengalami KPD pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya akan lebih berisiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita yang tidak mengalami KPD sebelumnya, karena komposisi membran yang menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya (Cunningham, 2006). Menurut penelitian Utomo (2013) Riwayat kejadian KPD sebelumnya menunjukkan bahwa wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan mengalami KPD pada kehamilan sebelumnya diyakini lebih berisiko akan mengalami KPD pada kehamilanb berikutnya, hal ini dikemukakan oleh Cunningham et all (2006). Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan rematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas
janin, meningkatnya insiden Sectio Caesaria, atau gagalnya persalinan
normal. Persalinan prematur
setelah ketuban pecah biasanya
segera disusul oleh
persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam1minggu. Cephalopelvic Disproportion(CPD) Keadaan panggul merupakan faktor penting dalam kelangsungan persalinan,tetapi yang tidak kurang penting ialah hubungan antara kepala janin dengan panggul ibu.Partus lama yang sering kali disertai pecahnya ketuban
pada pembukaan kecil,dapat menimbul dehidrasi serta asdosis,dan infeksi
intrapartum. Pengukuran penting
untuk
panggul
mendapat
(Prawirohardjo, 2011).
(pelvimetri)merupakan
cara
pemeriksaanyang
keterangan lebih banyak tentang keadaan panggul
1.5 Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna konsistensi bau dan PH nya. Cairan vagina yang keluar ini kecuali air ketuban mungkin urine atau seket vagina. Sekret vagina ibu hamil pH ; 4-5 dengan kertas mitrazin tidak berubah warna, tetap kuning. Tes lakumus jika kertas lakmus merah berbah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7-7,5, darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes positif yang palsu. 2. Pemeriksaan USG (Ultrasoografi) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun serig terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion. Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup hanya macam dan caranya namu pada umumnya KPD sudah bisa didiagnosis dengan anamnesis dan pemeriksaan sederhana.
1.6 Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini 1. Penatalaksanaan Medis Menurut Abadi (2008) membagi penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan aterm, kehamilan pretem, ketuban pecah dini yang dilakukan induksi, dan ketuban pecah dini yang sudah inpartu. 1) Ketuban pecah dengan kehamilan aterm Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm yaitu : diberi antibiotika,n Observasi suhu rektal tidak meningkat, ditunggu 24 jam, bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi. Bila saat datang sudah lebih dari 24 jam, tidak ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi 2) Ketuban pecah dini dengan kehamilan prematur Penatalaksanaan KPD pada kehamilan prematur yaitu a. EFW (Estimate Fetal Weight) < 1500 gram yaitu pemberian b. Ampicilin 1 gram/ hari tiap 6 jam, IM/ IV selama 2 hari dan gentamycine 60-80 mg tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari, pemberian Kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru (betamethasone 12 mg, IV, 2x selang 24 jam), melakukan Observasi 2x24 jam kalau belum
inpartu segera terminasi, melakukan Observasi suhu rektal tiap 3 jam bila ada kecenderungan meningkat > 37,6°C segera terminasi c. EFW (Estimate Fetal Weight) > 1500 gram yaitu melakukan Observasi 2x24 jam, melakukan Observasi suhu rectal tiap 3 jam, Pemberian antibiotika/kortikosteroid, pemberian Ampicilline 1 gram/hari tiap 6 jam, IM/IV selama 2 hari dan Gentamycine 60-80 mg tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari, pemberian Kortikosteroid untuk merangsang meturasi paru (betamethasone 12 mg, IV, 2x selang 24 jam ), melakukan VT selama observasi
tidak
dilakukan,
kecuali
ada his/inpartu, Bila suhu rektal
meningkat >37,6°C segera terminasi, Bila 2x24 jam cairan tidak keluar, USG: bagaimana jumlah air ketuban : Bila jumlah air ketuban cukup, kehamilan dilanjutkan, perawatan ruangan sampai dengan 5 hari, Bila jumlah air ketuban minimal segera terminasi. Bila 2x24 jam cairan ketuban masih tetap keluar segera terminasi, Bila konservatif sebelum pulang penderita diberi nasehat : Segera kembali ke RS bila ada tanda-tanda demam atau keluar cairan lagi, Tidak boleh coitus, Tidak boleh manipulasi digital. 2. Penatalaksanaan Kpeerawatan Manajemen terapi pada ketuban Pecah Dini: Konservatif : rawat rumah sakit dengan tirah baring,
tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat
janin, umur
37
kehamilan
kurang
minggu,
antibiotik
profilaksis
dengan amoksisilin 3 x 500 mg selama 5 hari, memberikan tokolitik bila ada kontraksi
uterus
mematangkan fungsi
paru
dalam
dan memberikan janin, jangan
kortikosteroid
memeriksakan
untuk
pemeriksaan
vagina kecuali ada tanda-tanda gawat janin, melakukan terminasi
kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau gawat janin, bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan
air dan tidak ada kontraksi
mobilisasi bertahap. lakukan
Apabila
terminasi kehamilan.
pelepasan
uterus
maka
lakukan
air berlangsung
terus,
Aktif, bila didapatkan infeksi berat maka
berikan antibiotik dosis tinggi. Bila ditemukan tanda-tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka lakukan terminasi persalinan,
lakukan
persalinan
mengalami
terdapat
tanda-tanda
kehamilan,
sectio cesarean
infeksi
bila
kegagalan, lakukan uterus
induksi induksi sectio
atau akselerasi atau
akselerasi
histrektomi
bila
berat ditemukan. Hal-hal yang harus
diperhatikan saat terjadi pecah ketuban. Yang
harus
segera
dilakukan
:
pakai
pembalut
tiap
keluar
banyak
atau handuk yang bersih,
tenangkan diri jangan bergerak terlalu banyak pada saat ini. Ambil nafas dan tenangkan diri. Yang tidak boleh dilakukan : tidak boleh berendam dalam
bath
tub,
karena
bayi
ada
resiko
terinfeksi
kuman, jangan
bergerak mondar-mandir atau berlari kesana kemari, karena air ketuban akan terasa keluar. Berbaringlah dengan pinggang diganjal supaya lebih tinggi.
1.7 Komplikasi Ketuban Pecah Dini (KPD) Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden SC, atau gagalnya persalinan normal (Mochtar, 2011). Persalinan Prematur Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28- 34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu (Mochtar, 2011). Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi korioamnionitis.
Pada
bayi
dapat
terjadi
septikemia,
pneumonia, omfalitis.
Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini premature, infeksi lebih sering dari pada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada KPD meningkat sebanding dengan lamanya periode laten (Mochtar, 2011). Pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat. Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan
disebabkan
kompresi
pulmonal (Mochtar, 2011).
muka
dan anggota badan janin, serta hipoplasi
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KETUBAN PECAH DINI (KPD)
1.1 Pengkajian a. Biodata Biodata klien yang perlu dikaji adalah meliputi : 1) Nama : nama terang dan lengkap agar tepat dalam menentukan identifikasi serta tidak terjadi kesalahan dalam memberikan terapi selanjutnya. 2) Tempat tanggal lahir dan usia perlu dikaji sebab KPD ini sering terjadi pada usia < 20 tahun atau terlalu muda sering menyebabkan komplikasi/ penyulit bagi ibu dan janin, hal ini disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, dimana rahim belum bisa menahan kehamilan dengan baik, selaput ketuban belum matang dan mudah mengalami robekan sehingga dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, serta umur yang lebih dari 35 tahun memiliki otot-otot dasar panggul tidak elastis lagi sehingga mudah terjadi penyulit kehamilan dan persalinan. Salah satunya adalah
perut
ibu
yang
menggantung dan serviks mudah berdilatasi sehingga dapat menyebabkan pembukaan serviks terlalu dini yang menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini (Winkjosastro, 2011). 3) Alamat : tempat tinggal klien apakah dekat degan pelayanan kesehatan dan apakah terdapaat tetangga dekat 4) Pekerjaan Ibu : janin. Kejadian
ketuban
pecah
sebelum waktunya dapat
disebabkan oleh kelelahan dalam bekerja (Abdul, 2010) 5) Hamil Ke- : atau paritas tinggi merupakan salah satu dari penyebab terjadinya kasus ketuban pecah sebelum waktunya. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian (Wiknjosastro, 2011). b. Keluhan Utama Pada klien dengan ketuban pecah dini mengeluh keluar cairan warna putih, keruh, jernih, kuning, hijau / kecoklatan sedikit / banyak pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering, inspeksikula tampak air ketuban mengalir / selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering c. Riwayat penyakit dahulu Apakah klien sebelumnya memiliki riwayat KPD. Klien dengan riwayat KPD sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami KPD kembali. Patogenesis terjadinya KPD secara singkat ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam
membran sehingga memicu terjadinya KPD aterm dan KPD preterm terutama pada pasien risiko tinggi (Cunningham, 2006). Penyakit kronis atau menular dan menurun seperti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus. d. Riwayat haid Umur menarche pertama kali, lama haid, jumlah darah yang keluar, konsistensi, siklus haid, hari pertama haid dan terakhir, perkiraan tanggal partus. e. Riwayat kesehatan keluarga Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang diturunkan secara genetic seperti panggul sempit, apakah keluarga ada yg menderita penyakit menular, kelainan congenital atau gangguan kejiwaan yang pernah di derita oleh keluarga. f. Pola Fungsi Kesehatan 1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya. 2) Pola nutrisi dan metabolisme Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan untuk menyusui bayinya. 3) Pola aktifitas Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri. 4) Pola eleminasi Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB. 5) Pola istirahat dan tidur Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan 6) Pola hubungan dan peran 7) Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang lain.
8) Pola penagulangan sters Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas. 9) Pola sensori dan kognitif Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya 10) Pola persepsi dan konsep diri 11) Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri 12) Pola reproduksi dan sosial Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas. 13) Pola tata nilai dan kepercayaan Biasanya pada saat menjelang persalinan dan sesudah persalinan klien akan terganggu dalam hal ibadahnya karena harus bedres total setelah partus sehingga aktifitas klien dibantu oleh keluarganya. g. Pemeriksaan Fisik a. Kepala Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan b. Leher Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tiroid, karena adanya proses menerang yang salah. c. Mata Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva, dan kadangkadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kuning. d. Telinga Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga. e. Hidung Adanya polip atau tidak dan apabila pada pos partum kadang-kadang ditemukan pernapasan cuping hidung
f. Dada Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya hiperpigmentasi areola mamae dan papila mamae. g. Abdomen Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat. h. Genitaliua Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak. i. Anus Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur. j. Ekstermitas Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus, karena preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal. k. Muskulis skeleta Pada klien post partum biasanya terjadi keterbatasan gerak karena adanya luka episiotomi. l. Tanda-tanda vital Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
1.2 Diagnosa Keperawatan (NANDA,2013) 1.
Risiko infeksi b.d ketuban pecah dini.
2.
Nyeri Akut b.d ketegangan ototrahim.
3.
Ansietas b.d persalinan premature dan neonatus berpotensi lahir premature.
1.3 Intervensi Keperawatan No. 1.
Diagnosa Keperawatan Risiko infeksi
NOC
NIC
Rasional
Setelah dilakukan tindakan
1. Monitor tanda-
b.d ketuban
keperawatan selama 3×24
tanda infeksi
pecah dini
jam diharapkan pasien
muncul seperti
tidak menunjukan tanda-
peningkatan
tanda infeksi dengan
suhu tubuh,
kriteria hasil :
adanya bau
1. tanda-tanda infeksi yang
pada ketuban 1. Tanda-tanda infeksi tidak tidak ada. 2. Tidak ada lagi cairan ketuban yang keluar dari pervaginaan.
perlu dicatat 2. Monitor
2. pengeluaran
pengeluaran
cairan perlu
cairan pada
diperiksa
vagina
dengan
3. DJJ normal
pengguaan
4. Leukosit kembali
kertas lakmus
normal 5. Suhu tubuh normal (36,5-37,5ºC)
3. Berikan
3. Agar istirahat
lingkungan yang
pasien
nyaman untuk
terpenuhi
pasien
4. Kolaborasi
4. Antiseptik
dengan dokter
mencegah
untuk
terjadinya
memberikan
infeksi
obat antiseptik sesuai terapi
2.
Nyeri Akut b.d
Setelah dilakukan tindakan
ketegangan
keperawatan selama 3×24
ototrahim.
jam di harapkan nyeri berkurang atau nyeri hilang dengan kriteria hasil :
1. Kali tanda-tanda 1. mengetahui Vital pasien
keadaan umum pasien
2. Kaji skala nyeri (1-10)
2. mengetahui derajat nyeri pasien dan
1. Tanda-tanda vital dalam
menentukan
batas normal.
tindakan yang
TD:120/80 mm Hg N: 60-120 X/ menit. 2. Pasien tampak tenang
akan dilakukan 3. Ajarkan pasien teknik relaksasi
dan rileks
berkurang
nyeri yang dirasakan
3. Pasien mengatakan nyeri pada perut
3. mengurangi
pasien 4. Atur posisi pasien
4. Untuk memberikan rasa nyaman
5. Berikan
5. Untuk
lingkungan
mengurangi
yang nyaman
tingkat stress
dan batasi
pasien dan
pengunjung
pasien dapat beristirahat
4.
Ansietas b.d persalinan premature dan neonatus berpotensi lahir premature
Setelah dilakukan tindakan
1. Kaji tingkat
1. Mengetahui
keperawatan selama 3×24
kecemasan
tingkatan
jam di harapkan ansietas
pasien
kecemasan
pasien teratasi dengan
yang dialami
kriteria hasil :
pasien 2. Dorong pasien
1. Pasien tidak cemas lagi 2. Pasien sudah mengetahui
2. Untuk
untuk istirahat
mempercepat
total
proses
tentang penyakit
penyembuhan 3. Berikan suasana yang tenang dan
3. Untuk memberikan
ajarkan
rasa nyaman
keluarga untuk
dan
memberikan
menurunkan
dukungan
kecemasan
emosional
pasien
pasien.