Korelasi tata jenjang/rant/spearman A. Pengertian korelasi tata jenjang Teknik korelasi tata jenjang diciptakan oleh Spearman. Teknik ini merupakan salah satu teknik analisis korelasional yang paling sederhana. Pada teknik ini besar kecilnya korelasi antara variabel yang sedang diselidiki korelasionalnya, dihitung berdasarkan perbedaan urutan kedudukan skor pasangan dari tiap subjek. Skor tiap subjek diubah dahulu menjadi urutan kedudukan dalam kelompoknya pada kedua variabel yang akan dikorelasikan. Dengan kata lain, data yang semula berupa data interval diubah menjadi data ordinal atau data berjenjang. Persyaratan teknik ini adalah kedua variabel yang akan dikorelasikan merupakan skala atau data ordinal Teknik korelasi tata jenjang dapat efektif digunakan apabila subjek yang dijadikan sampel dalam penelitian lebih dari sembilan dan kurang dari 30. Bila jumlah subjek 30 atau lebih sebaiknya tidak menggunakan teknik korelasi ini. Lambang korelasi tata jenjang adalah huruf ρ (baca:Rho). Besarnya ρ sebagai angka indeks korelasi berkisar antara - 1,00 sampai dengan 1,00. Tanda minus (–) di depan angka indeks korelasi menunjukkan arah korelasi yang negatif, demikian pula sebaliknya. B. Syarat penggunaan korelasi tata jenjang diantaranya yaitu: Tidak semua data dapat dianalisis menggunakan teknik korelasi tata jenjang. Adapun syarat-syarat data yang dianalisis menggunakan teknik korelasi tata jenjang sebagai berikut:
.
1. Data harus berskala ordinal Dalam rumus koefisien korelasi, yaitu:
terdapat harga d yaitu beda urutan sekor pada variabel I dan II dimanavariabel tersebut berupa ranking. Jadi jika data tidak dalam bentuk ranking/ordinal, maka harga d tidak dapat dicari sehingga nilai koefisienkorelasi tata jenjangnya juga tidak dapat ditentukan. Jika data yang ada bukan data ordinal, maka untuk menjadikannya ordinal masing-masingvariabel diranking. Jika terdapat nilai data yang sama maka rankingnyaadalah rata-ratanya 2. Banyaknya data dari masing-masing variabel harus sama Jika banyak data antara variabel yang satu dengan lainnya tidak sama, maka akan ada data yang tidak terpakai. Jika terjadi yang demikian,maka yang harus dilakukan adalah membuang data yang tidak mempunyai pasangan tersebut sehingga banyaknya data antara variabel satu denganlainnya sama. 3. Penggunaan Data Ordinal Dalam Korelasi Tata Jenjang Metode nonparametrik atau dikatakan juga sebagai metode kualitatif merupakan metode yang bersifat historis, komperatif dan sebagainya,sehingga dalam pelaksanaan analisis dari data yang bersifat
kualitatif tersebut perlu dilakukan tahapan tersendiri dalam melakukan langkah perhitungan dan pengujiannya. Data yang berskala ordinal (jenjang) dimana dalam data ini urutan kode angka mempunyai arti berdasarkan urutantingkat kepentingan, misalnya sangat bagus, bagus, cukup bagus, jelek dansangat jelek, masing-masing dengan kode 1,2,3,4,5, maka urutan angka-angka tersebut mempunyai arti urutan ke bawah C. Langkah analisis korelasi tata jenjang Untuk dapat melakukan analisis data yang bersifat kualitatif,khususnya data ordinal, langkah yang diperlukan adalah 1. menaikkan peringkat data sehingga menjadi sekurang-kurangnya berskala interval.Perlakuan menaikkan peringkat data dari skala ordinal menjadi sekurang-kurangnya berskala interval yaitu dengan cara memberikan ranking terhadapdata-data kualitatif tersebut, karena data yang bersifat kualitatif tidak dapat dioperasikan sebagaimana halnya data yang berskala kuantitatif.Salah satu cara yang dianggap termudah adalah dengan ranking data agar data yang dimiliki dapat dilakukan analisis. Koefisien korelasi tata jenjang merupakan ukuran derajat keeratan hubungan antara dua variabelatau lebih yang masingmasing diukur dalam skala ordinal. Jadi, telahtersedia teknik untuk menganalisis data jika data tersebut berupa data ordinal (jenjang), yaitu menggunakan teknik korelasi tata jenjang dengan rumus
Dengan d adalah beda urutan sekor antara variabel I dengan variabel II yangtelah diranking. Dengan kata lain, dalam rumus koefisien korelasi tata jenjang, data harus berupa ranking/ordinal, jika data tidak berupa dataordinal, maka data tersebut harus diberi ranking agar dapat dikerjakandengan rumus korelasi tata jenjang. Itulah yang menjadi alasan mengapadalam korelasi tata jenjang harus menggunakan data ordinal D. Langkah perhitungan Menurut sudijono, (1987), ada tiga macam cara menghitung korelasi tata jenjang, yaitu dalam keadaan 1. Tidak terdapat urutan yang kembar Cara menghitung seperti ini digunakan apabila tidak ada sekor yang sama padatiap variabel. 2. Terdapat urutan yang kembar dua Cara menghitung seperti ini digunakan apabila terdapat dua urutan kedudukanyang sama, dalam keadaan ini maka urutan kedudukan yang kembar tersebutdijumlahkan lalu dibagi dua, sehingga kedua skor tersebut mendapat urutankedudukan yang sama 3. Urutan yang kembar ada tiga atau lebih Apabila ada tiga skor yang sama atau lebih, maka perlu dilakukan perhitunganyang lebih teliti Cara yang sederhana adalah menjumlahkan urutan kedudukanya sama lalu dibagi dengan banyaknya skor yang sama
Cara lain untuk menentukan urutan kedudukan yang sama, dapat dihitung puladengan rumus berikut ini :
√
Re = M R + 2
n2−1 12
Keterangan Re =rank ( urutan kedudukan ) dari skor yang sama M R =Rata ratadari urutan kedud ukan
N=banyaknya skor yang sama 1 dan2=bilangan konstan E. Langkah analisis data
Contoh penerapan rumus koefisien korelasi tata jenjang Data ordinal Jika diberikan data sebagai berikut: no
Nama siswa
Nilai Rangking kelas Rangking kelas
II (Y)
I(X) 1 Aulia 1 2 2 Dani 2 3 3 Tika 3 1 4 Uswatun 4 5 5 Devi 9 7 6 Ima 6 9 7 Neni 8 6 8 Novi 10 4 9 Risma 5 8 10 Suarni 7 10 11 Marni 11 12 12 dede 12 11 Tabel 3.1: Data Ranking Siswa Pada Saat Kelas 1 dan Kelas II
Karena data sudah dalam bentuk ranking, maka tinggal mencari bedakuadrat dari kedua himpunan ranking tersebut dan mensubstitusikannya dalamrumus koefisien korelasi tata jenjang. Adapun proses perhitungannya sebagai berikut:Mencari beda kuadrat kedua himpunan ranking, adapun rumus bedakuadrat antara kedua himpunan ranking adalah X −Y ¿ ¿ d 2=¿ sehingga didapatkan perhitungan sebagai berikut: Type equation here . no Nama Nilai siswa
Rangking Rangking kelas I(X)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Aulia Dani Tika Uswatun Devi Ima Neni Novi Risma Suarni Marni dede
1 2 3 4 9 6 8 10 5 7 11 12
d=X-Y
kelas II
X −Y ¿ ¿ 2 d =¿
(Y)
2 3 1 5 7 9 6 4 8 10 12 11
-1 -1 2
❑
-1 2 -3 2 6 -3 -3 -1 1
∑ d −o ❑
❑
1 1 4 1 4 9 4 36 9 9 1 1
2 d −80 ∑ ❑
Tabel 3.2: Perhitungan Beda Kuadrat Kedua Himpunan Ranking
KelasMensubstitusikan kedalam rumus koefisien korelasi tata jenjang: N
6 ∑ d 2i r s =1−
i=1 2
N −N
¿ 1−
6 (80) 122−22
¿ 1−
480 1728−12
¿ 1−
480 1716
¿ 1−0,27972 ¿ 0.72028
Jadi koefisien tata jenjang antara ranking kelas I dengan ranking kelas IIadalah sebesar 0.72028. besar koefisien tersebut menunjukkan bahwa terdapatkorelasi yang kuat antara ranking kelas I dengan ranking kelas II. Koefisientersebut bertanda positif, artinya kenaikan anking kelas I diikuti dengan naiknyaranking pada saat kelas II dan sebaliknya
Korelasi koefisien kontigensi A. Penegrtian koefisien kontigensi Koefisien kontingensi adalah suatu ukuran kadar asosiasi relasi antara dua himpunan atribut. Ukuran ini berguna khususnya apabila kita hanya mempunyai informasi kategori (skala nominal) mengenai satu diantara himpunanhimpunan atribut atau kedua himpunan atribut tersebut. Yaitu, pengukuran ini dapat dipergunakan kalau informasi kita tentang atribut-atribut itu terdiri dari suatu rangkaian frekuensi yang tidak berurut( Siegel, S 1994: 243).
Dalam menggunakan koefisien kontingensi, tidak perlu membuat anggapan kontinuitas untuk berbagai kategori yang dipergunakan untuk mengukur salah satu atau kedua himpunan. Koefisien kontingensi, yang dihitung dari suatu tabel kontingensi, akan mempunyai haraga yang sama bagaimanapun kategori kategori itu tersusun dalam baris-baris dan kolom-kolom. Untuk menghitung koefisien kontingensi antara skor-skor dua himpunan kategori, misal A1, A2, A3,..., Ak dan B1, B2, B3,..., Br. Dapat menyusun frekuensifrekuensinya dalam suatu tabel kontingensi, pada tabel. Dalam tabel semacam ini dapat memasukkan frekuensi yang diharapkan untuk tiap sel (Eij) dengan menentukan frekuensi manakah akan terjadi seandainya tidak terdapat asosiasi atau korelasi antara kedua variabel. Semakin besar perbedaan antara harga-harga sel yang diobservasi, makin besar pula tingkat asosiasi antara kedua variabel dan dengan demikian semakin tinggi harga C. Tabel : bentuk tabel kontingensi, untuk menghitung C Baris
Kolom
Total
A1
A2
…
Ak
B1
(A1,B1)
(A2,B1)
…
(Ak,B1)
…
B2
(A1,B2)
(A2,B2)
…
(Ak,B2)
…
…
…
…
…
…
…
Br
(A1,Br)
(A1,Br)
…
(Ar,Bk)
…
Total
…
…
….
…
N
Tingkat asosiasi antara dua himpunan, Mentah berurut atau tidak, dan tidak terpengaruh sifat hakekat variabelnya (dapat kontinu atau diskrit) atau tidak terpengaruh oleh distribusi yang mendasari (distribusi bisa saja normal atau senbarang bentuk distribusi lain), dapat diketahui dari suatu tabel kontingensi dengan,
(Siegel, S 1994: 245) mana nilai X2 dipergunakan untuk mencari nilai C. Koefisien Cramer merupakan ukuran tingkat asosiasi (hubungan) atau korelasi antara dua kelompok atribut atau va riabel. Uji korelasi ini digunakan jika informasi atau data berskala nominal atau kategorikal. Koefisien Cramer dihitung dari tabel kontingensi, dan akan memiliki nilai yang sama tanpa memandang bagaimana kategori disusun dalam kolom dan baris.
4.1.1 Dua Variabel Nominal : C Menurut Cramer
Variabel A diukur pada skala nominal dengan r kategori, yaitu A1, A2, A3,..., Ar. Variabel B diukur pada skala nominal dengan k kategori, yaitu A1, A2,A3,..., Ak. Misalkan semua unsur dalam suatu populasi disusun dalam tabel silang (contingensi table, two-way table, atau crosstable) variabel A dan Variabel B, yang terdiri dari r baris dan k kolom. Pada tabel 4.1 (i,j) berisi frekuensi unsur yang bersifat Ai dan Bj, frekuensi ini ditulis Fij atau Oij . Variabel a B1
B2
Variabel b … Bj
Total
A1
F11
F12
…
F1j
…
F1k
F1
A1
F21
F22
…
F2j
…
F2k
F1
…
…
…
…
…
…
…
…
Ai
Fi1
Fi2
…
Fij
….
Fik
Fi
At
Ft1
Ft2
…
Ftj
..
Frk
Fr
Total
F1
F2
..
fj
..
Fk
N
…
Bk
Kalau satu unsur ditarik dari populasi secara random sederhana, berlaku :
Antara variabel A dan variabel B tidak ada asosiasi/hubungan apabila :
P (Ai∩ Bj ) = P (Ai) . P (Bj), dimana
∀ i∈ {1, 2, 3, …, r},
∀ j∈ {1, 2, 3, …, k}
(Zanten, V. W 1980: 268)
4.1.2 Ukuran χ 2 (Chi-Square) dan Ukuran C (Menurut Cramer) Apabila ingin mencari ukuran untuk mengukur kuatnya asosiasi (hubungan) antara variabel A dan variabel B, dapat dilakukan sebagai berikut. Misal tidak ada asosiasi antara A dan B, maka berlaku probabilitas bahwa suatu unsur termasuk kotak (i, j) dalam tabel 4.1. P (Ai∩ Bj ) = P (Ai) . P (Bj), dimana ∀ i∈ {1, 2, 3, …, r}, ∀ j∈ {1, 2, 3, …, k}
Andaikata tidak ada asosiasi dan N unsur populasi didistribusikan dalam kotak-kotak tabel dengan probabilitas tersebut, maka Eij = frekuensi yang diharapkan dalam kotak (i, j)
Demikianlah, karena Xij = banyaknya unsur yang termasuk kotak (i,j), berdistribusi binomial B (N; P ij ). Probabilitas (1 - P ij ) merupakan probabilitas
bahwa unsur termasuk suatui kotak yang lain. Jadi, kalau tidak ada asosiasi antara A dan B maka diperoleh tabel 4.2, dengan frekuensi yang diharapkan
untuk setiap nilai i dan setiap nilai j. Tabel 4.2 : tabel silang dengan frekuensi yang diharapkan kalau tidak ada asosiasi antara A dan B
Perbedaan antara tabel 4.1 dan tabel 4.2. Untuk tabel 4.1 yaitu tabel dengan frekuensi yang sebesar-besarnya ada dalam populasi, sedangkan tabel 4.2 yaitu tabel dengan frekuensi yang diharapkan kalau tidak ada asosiasi, digunakan untuk mengukur kuatnya asosiasi dalam tabel 4.1. Selisih (Fij - Eij) atau (Oij Eij), karena Fij = Oij untuk setiap kotak (i, j) akan termasuk dalam rumus untuk ukuran asosiasi. B. analisis Koefisien kontigensi
Dalam menganalisis korelasi berdasarkan Koefisien Cramer langkahlangkahnya sebagai berikut. (1) Menyajikan data dalam bentuk tabel silang kontingensi, yaitu dengan mencari nilai frekuensi yang diharapkan (Eij) (2) Menetukan hipotesis pengujian Hipotesis pengujian : H0 : C = 0 (tidak ada korelasi atau hubungan yang signifikan antara kedua variabel ) H1 : C ≠ 0 (ada korelasi atau hubungan yang signifikan antara kedua variabel) (3) Menentukan tingkat signifikan (α ) Dalam menguji korelasi ini, menggunakan tingkat signifikansi (α ) = 5 % atau 1% (4) Uji statistik yang digunakan : Digunakan rumus ukuran
Dan rumus koefisien crimer c=
r
2
k
(O −E IJ ) X =∑ ∑ ij EIJ i=1 j=1 2
√
1 L−1
{{∑ ∑ r
k
i =1 j=1
Oij2 −1 R I .C j
}}
(5) Kriteria pengujian hipotesis Dalam kriteria pengujian, H0 ditolak apabila χ 2 hitung ≥ χ 2 tabel, dimana nilai χ 2 tabel diperoleh signifikan (α ) =0.05 atau 0.01 dan dk = (r-1) (k-1), dan sebaliknya untuk H0 diterima. Atau H0 ditolak apabila nilai a^
≤α.
(6) Kesimpulan.
C. Penyajian Data Da Kesimpulan Seorang peneliti di Kabupaten Cilacap melakukan penelitian pada ibu-ibu rumah tangga, untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara status pekerjaan dengan penolong persalinan saat ibu melahirkan. Dimana diambil 33 responden, adapun status pekerjaan meliputi bekerja dan tidak bekerja. Sedangkan penolong persalinan meliputi dukun bayi, bidan, dan dr.SPOG. Data penelitian ditampilkan sebagai beriku
Permasalahan : Bagaimanakah analisis korelasi berdasarkan koefisien kontingensi C (Koefisien Cramer), untuk menentukan apakah terdapat hubungan antara status pekerjaan dengan penolong persalinan saat ibu melahirkan? Penyelesaian : 1.
Penyajian data Berdasarkan tabel 4.5, dimana status pekerjaan mengisi tabel baris (r=2) dan penolong persalinan mengisi tabel kolom (k=3), diperoleh data berupa tabel silang kontingensi sebagai berikut. Tabel 4.6 : tabel silang kontingensi status pekerjaan dan penolong persalinan
2. Menentukan hipotesis pengujian Hipotesis pengujian : H0 : C = 0 (tidak ada korelasi atau hubungan yang signifikan antara status pekerjaan dengan penolong persalinan ) H1: C ≠ 0 (ada korelasi atau hubungan yang signifikan antara status pekerjaan dengan penolong persalinan)
3. Menentukan tingkat signifikan (α) Dalam menguji korelasi ini, menggunakan tingkat signifikansi (α ) = 1 % 4. Menghitung Chi-square dari tabel silang kontingensi Ukuran
r
2
k
(O −E IJ ) X =∑ ∑ ij EIJ i=1 j=1 2
Menghitung nilai Eij (frekuensi yang diharapkan), Perhitungan dimulai dari total baris 1 ke baris 2 dan seterusnya
dan hasilnya pada tabel 4.6. Selanjutnya,
5.
Menghitung Koefisien Cramer ukuran C=
6.
√
2
√
X 0,426 = =0,114 N .(L−1) 33.(2−1)
Kesimpulan Dari perhitungan diatas diperoleh nilai χ 2 hitung = 0.426 dan dk = (21) (3- 1) = 2, dengan α = 0.01 diperoleh χ 2 tabel = 9.21. Karena χ 2 hitung = 0.426 ≤ χ 2 tabel = 9.21, maka H0 diterima, artinya tidak terdapat korelasi atau hubungan yang signifikan antara status pekerjaan dengan penolong
persalinan saat ibu melahirkan. Dan diperoleh nilai Koefisien Cramer sebesar 0.114, artinya tidak terdapat hubungan atau hanya terdapat hubungan yang rendah antara status pekerjaan dengan penolong persalinan, atau status pekerjaan tidak begitu berpengaruh pada penolong persalinan saat ibu melahirkan.