Kontur22.docx

  • Uploaded by: Ikhwani Saputra
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kontur22.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,714
  • Pages: 17
EKSTRAKSI FITUR GEOMETRI KONTUR DAUN SHOREA BERBASIS CITRA DIGITAL Muhammad Ikhwani Saputra / G651170401 Mahasiswa Departemen Ilmu Komputer, FMIPA IPB

1. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan hutan hujan tropis dengan keanekaragaman spesies tumbuhan yang sangat tinggi dan formasi hutan yang beragam. Dipterocarpaceae adalah pohon kayu utama dari hutan hujan tropis dan merupakan salah satu famili besar dengan jumlah mencapai 506 spesies di seluruh dunia. Meranti tergolong dalam famili Dipterocarpaceae yang memiliki 194 spesies yang tumbuh di daerah tropis. (Newman et al 1999). Meranti di Indonesia umumnya tumbuh pada wilayah pulau Kalimantan, tapi beberapa juga tersebar dari Sumatra hingga Maluku. Akibat dari praktik kegiatan kehutanan yang tidak berkelanjutan serta tingginya tingkat deforestasi, Meranti saat ini mulai sulit ditemukan. Berdasarkan data pada Redlist yang diterbitkan oleh IUCN menetapkan status Meranti sebagai tumbuhan terancam punah (Asthon, 1998). Sedangkan pada PP No.7/1999 juga telah menetapkan Meranti sebagai jenis yang dilindungi. Jika ditinjau dari manfaat ekonomi. Meranti memiliki kualitas kayu yang baik sehingga memiliki nilai jual yang tinggi. Kayu Meranti sering di olah menjadi produk pertukangan berupa kusen, jendela, dan pintu. Selain itu beberapa Meranti juga menghasilkan biji yang mengandung lemak sampai 70% yang bisa digunakan untuk pembuatan coklat dan kosmetik (Maharani et al 2013). Karena alasan dan manfaat Meranti tersebut, maka diperlukan identifikasi untuk menentukan jenis Meranti yang tepat. Karena terdapat beberapa kesulitan dalam mengidentifikasi antara satu jenis Meranti dengan jenis Meranti lainnya karena memiliki kemiripan. Sehingga diperlukan analisa lebih lanjut dalam identifikasi antar jenis. Saat ini, identifikasi pada Meranti umumnya dilakukan oleh pakar dengan mengamati genetika dari tumbuhan tersebut, namun terdapat keterbatasan waktu serta biaya yang diperlukan pakar untuk identifikasi. Identifikasi pada tumbuhan umumnya dapat dilakukan berdasarkan ciri biometriknya. Nix (2014) menjelaskan bahwa biometrik daun secara umum dibagi dalam beberapa basis, yaitu basis bentuk daun (shape), susunan daun (arrangement), penampang tepi daun (margin), dan venasi daun (vein). Kondisi biometrik ini masih sulit diketahui dan proses identifikasinya hanya mudah dilakukan oleh seorang pakar (Pahalawatta 2008). Dalam upaya mempermudah identifikasi antar jenis Meranti, telah dibuat berbagai sistem identifikasi. Akan tetapi, sistem yang ada masih perlu dikembangkan.

Proses identifikasi salah satunya dapat di lakukan dengan ekstraksi fitur morfologi daun. Beberapa penelitian sebelumnya terkait ekstraksi fitur pada morfologi kontur daun. Yang et al (2010). Ada beberapa metode yang dipakai dalam representasi bentuk suatu citra secara umum, yaitu point linking, complex coordinate, tangent angle, contour curvature, serta triangle-area representation Metode point linking menentukan kontur citra dengan Moore’s Algorithm. Gao et al (2010) Menggunakan neural network dalam pengenalan pola kontur daun yang melakukan ektraksi fitur kontur daun berbasis geometri dengan melakukan perhitungan nilai angle of leafstalk point, angle of the tip point, angle of the lowest poin, approximate circle factor, differential angle of petiol point, differential of tip point dan ratio. Gwo et al (2013) melakukan penelitian dengan mengambil beberapa titik kunci dari tepian citra daun untuk diekstraksi dan dikenali cirinya. Penelitian lebih lanjut dilakukan oleh Lubis (2015), yang melakukan ektraksi fitur kontur daun tanaman obat berbasis geometri dengan menentukan landmark kontur daun berdasarkan kelengkungannya dan membagi citra daun tersebut kedalam 6 kelas, yaitu : lanceolate, ovate, obovate, reniform, cordate, dan deltoid. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan metode identifikasi bentuk daun Meranti dengan mengekstraksi ciri geometri daun berbasis kontur. Metode geometri kontur dalam penelitian ini akan menentukan beberapa fitur penciri citra daun pada landmark seperti Aspect ratio, form factor, rectangularity, narrow factor, perimeter ratio of diameter, perimeter ratio of physiological length and weight. Kemudian untuk mengklasifikasikan daun berdasarkan tipe kontur, salah satu teknik klasifikasi yang dapat digunakan yaitu Support Vector Machine (SVM). Pada banyak kasus seperti pattern recognition dan regression estimation, performa SVM (yaitu tingkat kesalahan pada saat pengujian data) secara signifikan lebih baik daripada metodemetode yang lain (Burges 1998). Perumusan Masalah Perumusan masalah pada penelitian ini antara lain: 1 Bagaimana melakukan ekstraksi fitur pada morfologi daun Meranti berbasis geometri? 2 Bagaimana merepresentasikan tipe kontur daun Meranti berdasarkan ciri geometri? 3 Bagaimana mengukur kemiripan tipe kontur daun Meranti berdasarkan geometri?

Tujuan Penelitian Tujuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1 Melakukan ekstrasi fitur berbasis geometri pada morfologi daun Meranti. 2 Mengukur kemiripan tipe kontur daun Meranti berdasarkan ciri geometri.

Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan dan diimplementasi dalam sistem berbasis aplikasi. Sistem ini juga dapat digunakan untuk mempermudah kerja botanikus dalam mengidentifikasi jenis-jenis Meranti. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup pada penelitian ini adalah: 1. Data yang digunakan merupakan citra daun Meranti yang telah melalui proses herbarium yang diambil menggunakan scanner. 2. Data citra daun tumbuhan yang digunakan adalah anakan pohon shorea yang diambil dari lokasi persemaian, dikarenakan shorea termasuk dalam tumbuhan benih Rekalsitran. 3. Ciri yang digunakan merupakan ciri tekstur pada daun dan implementasi hanya dilakukan pada daun Meranti Acuminata, Leprosula, Ovalis dan Selanica

2. TINJAUAN PUSTAKA Meranti Meranti adalah salah satu jenis pohon hutan hujan penghasil kayu utama Indonesia dan merupakan komoditi penting. Sebagai family dari Dipterocarpaceae, Meranti mendominasi hutan hujan dataran rendah di wilayah Indonesia bagian barat, dan merupakan spesies tumbuhan terpenting yang paling banyak dieksploitasi di kawasan hutan hujan pada kawasan Asia. Ukuran pertumbuhan rata-rata pada setiap pohon Meranti membutuhkan waktu lebih dari 30 tahun untuk mendapatkan diameter 30 cm (Newman et al. 1999). Marga Meranti meliputi sekitar 194 jenis yang terdiri dari empat kelompok, yaitu meranti merah, meranti putih, meranti kuning, dan meranti balau. Di kawasan Asia Tenggara (Thailand, Indonesia, dan Malaysia), meranti merah terdiri dari 70 jenis, meranti putih terdiri dari 22 jenis, meranti kuning 33 jenis, dan meranti balau 38 jenis (Soerianegara dan Lemens 1993). Ciri-ciri diagnostik utama tumbuhan Meranti adalah pohon sangat besar dengan kulit kayu dalam berlapislapis atau coklat merah gelap. Pohon hampir selalu besar, batang utama tinggi dan silindris. Tangkai daun berukuran sekitar 0.5-2.5 cm. Daun berukuran panjang 4-18 cm dan lebar 2-8 cm, pangkal daun biasanya simetris, permukaan bawah daun bila diraba licin, pertulangan sekunder bersisip, berjumlah sekitar 7-25 pasang (Newman et al. 1999).

Gambar 1 Tanaman Meranti Shorea Acuminata Shorea acuminata termasuk dalam kelompok meranti merah. Perawakan pohon berbentuk ramping dengan warna dan jenis kulit coklat serta bersisik . Bentuk daun bulat panjang , panjang 7,2-13 cm, dan lebar 2,4-6,8 cm. Permukaan daun bagian bawah kasar, dan urat daun tersier terlihat jelas dengan bentuk tegak lurus. Lokasi penyebaran yaitu pada wilayah Semenanjung Selatan Malaysia dan Sumatra (Gambar 2).

Gambar 2. Daun Shorea acuminata

Shorea leprosula Shorea leprosula termasuk dalam kelompok meranti merah. Perawakan pohon berbentuk ramping dan dapat mencapai tinggi pohon hingga 60 meter, bebas cabang 35 m dengan diameter 1 m. Kulit coklat keabu-abuan. Daun lonjong sampai bulat telur, panjang 8-14 cm, dan lebar 3.54.5 cm. Permukaan daun bagian bawah bersisik seperti krim, dan urat daun tersier rapat seperti tangga. Lokasi penyebaran yaitu pada wilayah Thailand, Malaysia, Sumatra hingga Kalimantan (Gambar 3).

Gambar 3. Daun Shorea leprosula Shorea Ovalis Shorea Ovalis termasuk dalam kelompok meranti merah. Perawakan pohon besar, warna dan jenis kulit coklat merah pucat dan halus atau bersisik tipis . Daun bulat panjang , panjang 7,821,9 cm, dan lebar 2,7-6,9 cm. Permukaan daun bagian bawah cekung dan kasar, urat daun tersier terlihat jelas dengan bentuk tegak lurus. Lokasi penyebaran yaitu pada wilayah Semenanjung Malaysia, Singapura, Brunei, Filipina, Kalimantan dan Sumatra (Gambar 4).

Gambar 4. Daun Shorea ovalis Shorea selanica Shorea selanica termasuk dalam kelompok meranti merah. Perawakan pohon besar, warna dan jenis kulit coklat kemerahan dan bersisik . Daun lonjong , panjang 9-18 cm, dan lebar 3-7 cm. Permukaan daun bagian bawah kasar, dan urat daun tersier terlihat jelas dengan bentuk skalar dan tegak lurus ke sekuder. Lokasi penyebaran yaitu di sekitar kepulauan Maluku (Buru; Sula Island; Mangole; Sanana; Obi Island; Ambon) (Gambar 5).

Gambar 5. Daun Shorea selanica

Morfologi Tumbuhan Morfologi tumbuhan merupakan ilmu yang mempelajari bentuk fisik dan struktur tubuh dari tumbuhan (Raven et al. 2005). Morfologi tumbuhan berfungsi untuk menggambarkan bagaimana wujud atau bentuk tumbuhan (Tjitrosoepomo 2009). Pada dasarnya tanaman dapat diidentifikasi berdasarkan ciri morfologinya, seperti buah, daun dan bunga. Beberapa morfologi yang mencirikan suatu tanaman, terkadang hanya dapat diketahui oleh pakarnya, seperti struktur reproduksi, organ, warna, bentuk dan ukuran daun. Beberapa morfologi penciri ini memiliki peran penting dalam identifikasi tanaman (Pahalawatta 2008). Salah satu bagian tanaman yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies adalah daun (Le et al. 2014). Fitur biometrik yang dimiliki oleh daun diantaranya fitur bentuk, struktur urat daun, warna dan keadaan permukaan daun (Rahmadhani dan Herdiyeni 2010). Kontur Kontur adalah keliling atau tepian terluar dari suatu objek dalam citra digital. Sejak identifikasi tepian objek citra menjadi masalah krusial dalam analisis citra, ekstraksi kontur menjadi hal yang paling penting dilakukan dalam identifikasi suatu citra (Tejada et al. 2009). Manusia dapat mengidentifikasi dengan mudah berbagai macam objek hanya dengan mengamati bentuk tepiannya (Chih-Ying dan Chia- Hung 2013). Representasi kontur suatu citra dapat dilakukan dengan dua macam pendekatan, yaitu representasi secara konvensional dan secara struktural. Dalam perhitungannya, representasi konvensional tetap memperhitungkan bentuk keseluruhan objek. Sedangkan, representasi secara struktural membagi keseluruhan kontur ke dalam beberapa segmen untuk dianalisis (Chih-Ying dan Chia-Hung 2013). Geometri Kontur Suatu kontur memiliki berbagai parameter seperti pusat massa, pusat luas, convexity, rectangularity, dan circularity. Dari parameter ini, citra dapat dianalisis secara geometri, salah satunya adalah analisis geometri berbasis fungsi satu dimensi. Metode geometri yang termasuk dalam basis fungsi satu dimensi antara lain: koordinat kompleks, fungsi jarak titik pusat, sudut tangen, dan fungsi kelengkungan (Yang et al. 2010). Seleksi Fitur Seleksi fitur merupakan proses identifikasi dan penghapusan fitur-fitur yang tidak relevan dan berlebihan. Fitur dianggap relevan apabila nilainya bervariasi secara sistematis dengan keanggotaan kategori (Hall 2000). Proses ini penting dalam machine learning, karena banyak algoritme machine learning mengalami penurunan akurasi ketika jumlah variabelnya banyak tetapi tidak optimal. Selain itu, banyaknya variabel memperlambat kinerja algoritme dan mengambil terlalu banyak sumber daya (Kursan dan Rudnicki 2010).

Confusion Matrix Menurut Santra dan Christy (2012), confusion matrix merupakan sebuah tabel yang memiliki informasi tentang kelas sebenarnya dan hasil prediksi dari klasifikasi yang dikerjakan oleh classifier. Confusion matrix merupakan teknik yang digunakan untuk menganalisis seberapa baik kinerja model yang telah dibuat dalam mengidentifikasi data dalam kelas yang berbeda. Terdapat 4 istilah yang biasa digunakan dalam confusion matrix (Han et al. 2012), yaitu:  True Positive (TP): jumlah data positif yang benar terklasifikasi oleh classifier.  True Negative (TN): jumlah data negatif yang benar terklasifikasi oleh classifier.  False Positive (FP): jumlah data negatif yang terklasifikasi sebagai data positif.  False Negative (FN): jumlah data positif yang terklasifikasi sebagai data negatif TP dan TN menunjukkan bahwa classifier mengidentifikasi data dengan benar, sedangkan FP dan FN menunjukkan bahwa classifier salah dalam mengidentifikasi data. Tabel confusion matrix menurut Han et al. (2012) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Confusion matrix Kelas Prediksi Positif Negatif Kelas sebenarnya Positif TP FP Negatif FN TN Berdasarkan confusion matrix, hasil dapat dievaluasi dengan menghitung nilai akurasi. Nilai akurasi dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2. TP + TN Akurasi = x (1) TP + TN + FP + FN

3. METODE PENELITIAN Tahapan Penelitian Secara garis besar, metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Akusisi data, praproses data, deteksi vein, ekstraksi ciri, evaluasi dan analisis. Alur lengkap dari tahapan metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Alur Tahapan Penelitian Akuisisi Data Akuisisi data dilakukan pada beberapa persemaian, di antaranya : Persemaian milik Fakultas Kehutanan IPB di Dramaga, Persemaian Puslitbang Kemenhut Gunung Putri Bogor, Kawasan Hutan CIFOR Bogor dan Hutan Penelitian Gunung Dahu dengan mengambil 15 daun pada tiap pohon yang selanjutnya dilakukan proses herbarium, setelah itu dilakukan proses scan pada tiap daun. Data citra yang berhasil diambil sebanyak 1300 gambar terbagi atas citra daun Shorea Leprosula sebanyak 500 gambar, Shorea Selanica sebanyak 500 gambar, Shorea Ovalis sebanyak 200 gambar, dan Shorea Acuminata sebanyak 100 gambar. Praproses Data Tahap praproses dilakukan untuk mempersiapkan citra sebelum masuk ke tahap segmentasi. Pada tahap ini, dilakukan konversi citra, dan penskalaan citra. Konversi citra dilakukan dengan mengubah citra RGB menjadi citra grayscale. Citra grayscale dapat dihasilkan dengan mengambil salah satu channel red, green, atau blue. Untuk menghasilkan segmentasi yang optimal, antara garis terluar daun dan latar daun harus memiliki kontras yang tinggi. Citra juga diubah ukurannya secara proporsional. Kemudian dilakukan pula histogram equalisation untuk menyesuaikan kontras dan kecerahan.

Deteksi Tepian Citra Hasil dari tahapan praproses citra adalah citra daun dengan kualitas yang sesuai untuk diolah dalam tahapan berikutnya. Tahapan yang selanjutnya dilakukan yaitu proses deteksi tepi citra. Deteksi tepi citra merupakan proses untuk menghasilkan tepi-tepi dari objek citra sehingga dapat diketahui bagian yang menjadi detil citra. Suatu titik a (x,y) dikatakan sebagai tepian (edge) dari citra apabila mempunyai perbedaan intensitas yang tinggi terhadap titik tetangganya. Tepi daun akan dideteksi karena merupakan titik-titik dengan perbedaan intensitas warna yang mencolok terhadap warna latar belakang yang telah diatur menjadi warna putih. Representasi tepi daun dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 (a) Citra daun berwarna, (b) Citra daun grayscale hasil praproses citra (c) Tepi terluar daun (kontur daun) Ada beberapa metode yang dapat dipakai dalam proses deteksi tepi. Secara garis besar deteksi tepi ini dapat berdasarkan nilai turunan pertama ataupun berdasarkan nilai turunan kedua. Beberapa operator deteksi tepi berdasarkan nilai turunan pertama di antaranya adalah operator Robert, operator Prewitt, operator Sobel, operator Canny, dan operator Crisch (Acharya dan Ray 2005). Dalam penelitian ini, deteksi tepian citra dilakukan menggunakan operator Canny. Operator Canny dapat mendeteksi dengan baik titik-titik yang tepat meskipun objek memiliki noise dengan tingkat error minimum (Acharya dan Ray 2005). Kontur hasil deteksi tepi selanjutnya diurutkan sehingga dibentuk dua buah array satu dimensi untuk menyimpan nilai pixel x dan y. Array ini adalah data yang selanjutnya digunakan dalam proses pengolahan dengan algoritme geometri kontur.

Ekstraksi Ciri Wu et al. (2007) telah mendeskripsikan ekstraksi ciri morfologi. Ciri tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu ciri dasar dan ciri turunan. Ciri dasar daun di antaranya diameter, panjang fisik, lebar fisik, area, dan perimeter daun. Diameter merupakan titik terjauh di antara dua titik dari batas daun. Panjang fisik merupakan jarak dua titik pangkal daun. Lebar fisik dihitung berdasarkan panjang garis terpanjang yang memotong garis panjang fisik secara ortogonal. Area dihitung berdasarkan jumlah piksel yang berada di dalam tepi daun, sedangkan perimeter merupakan jumlah piksel yang berada pada tepi daun. Dari lima ciri dasar tersebut, didapatkan dua belas ciri morfologi turunan. Nilai ciri turunan dapat dihitung dari rasio di antara ciri dasar daun. Ciri turunan dari morfologi daun di antaranya smooth factor, aspect ratio, form factor, rectangularity, narrow factor, rasio perimeter dan diameter, rasio perimeter dengan panjang, dan lebar daun. 1. Aspect ratio adalah rasio antara physiological length (Lp) dan physiological width (Wp). Persamaannya dapat dilihat pada rumus di bawah ini: 𝐿𝑝 𝑊𝑝 Lp = panjang daun Wp = lebar daun Ciri ini untuk memperkirakan bentuk helai daun. Jika benilai kurang dari 1, bentuk helai daun tersebut melebar. Jika benilai lebih dari 1, bentuk helai daun tersebut memanjang. Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 10.

Pw Pw

Pl

Pl

Gambar 10 Aspect ratio 2. Form factor digunakan untuk mendeskripsikan bentuk dari daun dan mengetahui seberapa bundar bentuk helai daun tersebut. Nilai form factor dapat dilihat pada rumus di bawah ini: 4𝜋𝐴 𝑃2 A = luas daun p = keliling daun 3. Rectangularity mendeskripsikan seberapa perseginya permukaan daun. Rumusnya adalah:

𝐿𝑝𝑊𝑝 𝐴 A = luas daun Wp = lebar daun Lp = panjang daun 4. Narrow factor adalah rasio antara diameter (D) dan physiological length. Ciri ini untuk menentukan apakah bentuk helai daun tersebut tergolong simetri atau asimetri. Jika helai daun tersebut tergolong simetri, narrow factor bernilai 1. Jika asimetri, narrow factor bernilai lebih dari 1. Nilainya dapat dicari menggunakan rumus di bawah ini: 𝐷 𝐿𝑝 D = diameter daun Lp = panjang daun 5. Perimeter ratio of diameter. Ciri ini untuk mengukur seberapa lonjong daun tersebut. Persamaannya dapat dilihat pada rumus di bawah ini: 𝑃 𝐷 D = diameter daun P = keliling daun 6. Perimeter ratio of physiological length and physiological width. Rumusnya adalah: 𝑃 𝐿𝑝 + 𝑊𝑝 P = keliling daun Wp = lebar daun Lp = panjang daun

Ekstraksi kelengkungan titik

Pada penelitian ini, landmark kontur citra ditentukan berdasarkan nilai kelengkungan. Sudut titik kontur (a) dapat dihitung dengan mempertimbangkan posisi beberapa titik kontur tetangga. Posisi suatu titik kontur merupakan panjang busur kontur dari titik awal kontur sampai titik tersebut. Posisi suatu titik kontur ditentukan dengan persamaan: si+1=si+dsi; dsi =

√(Xi+𝑛𝑢𝑚+1+X𝑖+1 )−(Xi+num+Xi))2 +(Yi+𝑛𝑢𝑚+1+Y𝑖+1 )−(Xi+num+Xi))2 2

dengan: -

si = nilai posisi titik kontur ke-i

-

dsi = posisi titik kontur ke-i

Dengan memperhitungkan nilai piksel kontur seperti pada Gambar 11, persamaan di atas dapat dituliskan menjadi: dsi =

√(𝑋4 −𝑋3 )+(𝑋2 −𝑋1 ))2 +(𝑌4 −𝑌3 )+(𝑌2 −𝑌1 ))2 2

Gambar 11. Representasi perhitungan nilai posisi kontur

Dalam penelitian ini dilakukan penghitungan sudut kelengkungan dengan 8 titik tetangga (Gambar 12) sehingga diperhitungkan 4 sudut antar titik (α1 s.d. α4) untuk menentukan sudut kelengkungan suatu titik. Sudut antar titik kontur (anglei) memiliki satuan radian dengan rentang

nilai [-3.14,3.14] sehingga apabila ada nilai anglei yang berada di luar selang, dilakukan normalisasi untuk mendapatkan nilai ai dalam selang [-3.14,3.14]. ∑4𝑛=1 [𝑑𝑠𝑛 x 𝑎𝑛 ] anglei= ∑4𝑛=1 [𝑑𝑠𝑛 ]

ai=norm(anglei); dengan: - 𝑑𝑠n = 𝑑𝑠𝑖+𝑛- 𝑑𝑠𝑖-𝑛 - αn = sudut antara dua titik kontur tetangga (sudut antara titik i+n dengan titik i-n) - αi = sudut kelengkungan titik kontur ke-i

Gambar 12. Representasi perhitungan nilai kelengkungan titik kontur

Kelengkungan adalah suatu nilai yang menunjukkan tingkat ketajaman suatu kurva yang melengkung (Purcell dan Varberg 1987). Kelengkungan diperoleh dari perubahan nilai sudut antar titik terhadap posisinya. Dalam penelitian ini, kelengkungan antara dua titik kontur ditentukan dengan persamaan:

a’i=

𝑎i+1−𝑎i−1 𝑠i+1−𝑠i−1

Nilai a’ menunjukkan bentuk kelengkungan kontur, yakni melengkung ke dalam (cekung) atau melengkung ke luar (cembung). Dengan nilai selisih posisi titik kontur (si+1-si-1) selalu memiliki nilai positif, titik kontur dengan nilai a’ negatif (ai+1 < ai-1) berbentuk cekung. Sebaliknya, titik kontur dengan nilai a’ positif (ai+1 > ai-1) memiliki bentuk cembung (Gambar 13). Nilai ini digunakan untuk menentukan nilai optimal dari kelengkungan yang dapat berupa nilai minimum atau nilai maksimum.

Gambar 13. (a) Kontur cekung dan (b) Kontur cembung

Evaluasi

Pada tahap ini akan dilakukan evaluasi terhadap data untuk mengukur kemiripan pada antar jenis tumbuhan Meranti berdasarkan kontur daun. Untuk mengukur kemiripan akan menggunakan perhitungan kemiripan cosine. Hasil perhitungan cosine akan digunakan untuk evaluasi dalam memprediksi objek benar atau salah.

Analisis Hasil

Analisis hasil yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain: 1. Analisis fitur kontur daun. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui fitur-fitur mana saja yang penting, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis Meranti berdasarkan konturnya. 2. Analisis sebaran fitur. Analisis ini dilakukan dengan menganalisa hubungan antara kesamaan karakteristik daun dengan hasil pengelompokan jenis Meranti berdasarkan kontur daun. Hal ini dilakukan untuk melihat kemiripan kontur daun berdasarkan pengelompokan jenis Meranti.

DAFTAR PUSTAKA 1. Acharya T, Ray A K. 2005. Image Processing Principal and Aplication. New Jersey (US): John Wiley & Sons, Inc. 2. Ashton P. 1998. IUCN Red List of Threatened Species. [terhubung berkala]. http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.1998.RLTS.T33146A9762519.en. [13 Sep 2018]. 3. Bühler J, Rishmawi L, Pflugfelder D, Huber G, Scharr H, Hülskamp M, Koornneef M, Schurr U, Jahnke S. 2015. Phenovein - A tool for leaf vein segmentation and analysis. Plant Physiology. 169:2359-2370. doi:10.1104/pp.15.00974. 4. Burges CJC. 1998. A tutorial on support vector machines for pattern recognition. Data Mining and Knowledge Discovery. 2:121-167. 5. Chih-Ying G, Chia-Hung W. 2013. Plant identification through images: using feature extraction of key points on leaf contours. Botanical Society of America. 1(11):1-9. doi: 10.3732/apps.1200005.

6. Douaihy B, Sobierajska K, Jasinska AK, Boratynska K, Ok T, Romo A, Machon N, Didukh Y, Dagher-Kharrat MB, Boratynski A et al. 2012. Morphological versus molecular markers to describe variability in juniperus excelsa subsp. excelsa (cupressaceae). AoB Plants. 2012(0):pls013-pls013. doi:10.1093/aobpla/pls013. 7. Fried George H, Hademenos George J. 2006. Biologi Edisi Kedua. Indonesia: Penerbit Erlangga. 8. Fu H, Chi Z. 2006. Combined thresholding and neural network approach for vein pattern extraction from leaf image. IEEE proceedings. Vision, image and signal processing. Vol 153 no 6 hlm 881-892. 9. Gonzalez, R. C., dan Woods, R. E. (2008). Digital Image Processing. USA: Pearson. 10. Hall MA. 2000. Correlation-based feature selection for discrete and numeric class machine learning. Di dalam: ICML '00 Proceedings of the Seventeenth International Conference on Machine Learning; June 29 - July 02; San Francisco (US): Morgan Kaufmann Publishers Inc. hlm 359-366. 11. Han, J., Kamber, M., & Pei, J. (2012). Data Mining: Concepts and Techniques 12. Kursa MB, Rudnicki WR. 2010. Feature Selection with the Boruta Package. Journal of Statistical Software. 36(11):1-13. 13. International Union for Conservation on Nature (IUCN) . 20018. Meranti. http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2017-3.RLTS.T33123A2833148.en. Diakses pada 11 September 2018. 14. Le TL, Tran DT, Hoang VN. Fully automatic leaf-based plant identification, application for Vietnamese medicinal plant search. Proceedings of the Fifth Symposium on Information and Communication Technology - SoICT '14. New York. 2014: 146154. 15. M B Pratama. (2013) Identifikasi Daun Tanaman Jati dengan K-Nearest Neighbour Menggunakan Ekstraksi Fitur Ciri Morfologi Daun. 16. Maharani R, Handayani P, Hardjana AK. 2013. Panduan Identifikasi Jenis Pohon Tengkawang. Samarinda (ID) : ITTO 17. Newman MF, Burgess PF, Whitmore TC. 1999. Pedoman Identifikasi Pohon-pohon Dipterocarpaceae Jawa sampai Nugini. Bogor (ID): Prosea Indonesia. 18. Nix S. 2014. A tree leaf's shape, margin and venation [internet]. [diacu 2014 Des 24]. Tersedia dari: http://forestry.about.com/od/treephysiology/tp/ leaf_structure _shape.htm. 19. Pahalawatta, K. K. 2008. Plant species biometric using feature hierarchies [disertasi].

Canterburry: University of Canterbury. 20. Raven PH, Evert RF, Eichhorn SE. 2005. Biology of Plants. Ed ke-7. New York (US): Freeman and Company. ISBN 0-7167-1007-2. 21. Soerianegara, I. And R.H.M.J. Lemmens (eds). 1993. Plant Resources of South-East Asia No. 5 (1). Timber Trees:major commercial timbers. Wageningen, Netherlands: Pudoc Scientific Publishers. Also pub-lished by Prosea Foundation, Bogor, Indonesia. 22. Tejada PJ, Xiaojun Q, Minghui J. 2009. Computational geometry of contour extraction. 21st Canadian Conference on Computational Geometry. 2009 Agu 17-19; Vancouver, BC. hlm 25-28. 23. Tjitrosoepomo G. 2013. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. ISBN 979-420-241-X. 24. Yang M, Kpalma K, Ronsin J. 2010. A survey of shape feature extraction techniques. Di dalam: Peng-Yeng Yin. Pattern Recognition, IN-TECH. 2008. hlm 43-90.

Kegiatan

Sep-18 1

2

3

Okt-18 4

1

2

3

Nov-18 4

1

2

3

Des-18 4

1

2

3

Jan-19 4

1

2

3

4

Studi Literatur Pengambilan Gambar Scan Gambar Rekap Citra Gambar Draft Proposal Sidang Komisi 1 Penentuan Metode Kolokium Kompresi Ukuran Citra Proses Segmentasi 1 Feb-19 1 Proses Segmentasi 2 Ekstraksi Fitur kontur daun Penghitungan nilai Seleksi Fitur Klasifikasi Sidang Komisi 2 Publikasi Seminar Sidang Tesis

2

3

Mar-19 4

1

2

3

Apr-19 4

1

2

3

Mei-19 4

1

2

3

Jun-19 4

1

2

3

4

More Documents from "Ikhwani Saputra"