Kontribusi Perawatan Saluran Akar Terhadap Resistensi Fraktur Dentin - Sandi.docx

  • Uploaded by: andikahidayat127
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kontribusi Perawatan Saluran Akar Terhadap Resistensi Fraktur Dentin - Sandi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,661
  • Pages: 7
Kontribusi Perawatan Saluran Akar Terhadap Resistensi Fraktur Dentin Oleh: Weishi Yan, Carolina Montoya, Marit Oilo, Alex Ossa, Avina Paranjpe, Hai Zhang, Dwayne D. Arola. Penerjemah: Sandi S N Pembimbing: Abstrak Pengantar: Meskipun kekuatan dan ketahanan dari dentin menurun seiring dengan dengan usia, tidak ada penelitian yang menjelaskan bahwa perawatan restoratif adalah faktor yang berkontribusi. Metode: Beberapa gigi yang sudah diekstraksi diperoleh dari donor yang dipilih secara acak dan dikelompokkan sesuai dengan usia donor dan sebelum perawatan saluran akar. Mikro dan komposisi kimia dari dentin radikuler dievaluasi menggunakan mikroskop electron scanning dan spektroskopi Raman, masing-masing, dan kekuatannya dievaluasi dalam 4-poin flexure hingga terjadi kegagalan. Data dibandingkan dengan menggunakan Student t-test. Hasil: Dentin dari saluran akar pada gigi yang sudah dilakukan perawatan menunjukan kekuatan yang lebih rendah secara signifikan ( P < . 05) kemudian jaringan dari usia dan pasangan gigi yang tidak dilakukan perawatan donor juga sesuai. Meskipun perbedaan tersebut tidak signifikan dalam rasio mineral-kolagen antara 2 kelompok tersebut, dentin yang diperoleh dari saluran akar pada gigi yang telah dilakukan perawatan menunjukan kolagen cross-linking yang lebih luas dan rasio tubulus lebih rendah dari pasangan gigi yang tidak dilakukan perawatan. Kesimpulan: Terdapat penurunan kekuatan dentin radikuler seiiring dengan penuaan, tetapi perawatan saluran akar yang sudah dilakukan sebelumnya dapat meningkatkan tingkat degradasi. Kata kunci: Penuaan, kolagen, dentin, fraktur, akar. Dengan semakin bertambahnya jumlah senior dokter gigi, kini profesi dokter gigi menghadapi tantangan baru (1). Salah satu masalah yang lebih sering adalah fraktur gigi (2). Terdapat perubahan yang dapat merusak sifat mekanik gigi seiring dengan penuaan, khususnya pada dentin (3, 4). Terdapat pengurangan bertahap dalam diameter lumen tubulus dentin dengan bertambahnya usia karena akumulasi mineral (5-7). Akibatnya, jaringan menjadi lebih transparan, umumnya dikenal sebagai dentin sclerosis. Perubahan mikrostruktur ini disertai dengan penurunan resistensi terhadap fraktur (7-10). Degradasi terkait usia sama-sama terlihat lebih banyak terjadi pada mahkota dan akar (11); namun, belum ada penelitian yang mengevaluasi apakah degradasi terkait usia lebih banyak terjadi pada gigi yang dilakukan perawatan. Fraktur akar vertikal (VRF) adalah salah satu bentuk kegagalan gigi yang paling umum dan melibatkan retakan yang berasal dari apeks akar dan meluas ke bidang oklusal-serviks. Pasien yang didiagnosis dengan VRF sering mengalami ketidaknyamanan, tetapi tidak ada tanda atau gejala yang konsisten, membuat diagnosis menjadi sulit (12). Tidak ada pendekatan universal untuk memperbaiki gigi dengan VRF, lebih sering mengarah pada ekstraksi (13). Yang paling penting, VRF lebih sering terjadi pada manula (14, 15). Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar dengan riwayat VRF lebih sering terjadi daripada gigi yang tidak dilakukan perawatan (15, 16). Tingkat ketahanan awalnya bisa tinggi setelah perawatan (17), tetapi risiko fraktur meningkat seiring dengan berjalannya waktu (18).

Risiko fraktur yang lebih besar telah dikaitkan dengan peningkatan stres akibat hilangnya struktur gigi (19). Perawatan itu sendiri juga menjadi perhatian. Meskipun instrumentasi tidak menghasilkan kerusakan yang menyebabkan kerusakan gigi (20), instrument yang berputar dan resiprokasi dapat menyebabkan kerusakan terhadap gigi (21) yang menjalani siklus mekanis selama pengisian apikal akar (22) dan selanjutnya selama fungsi. Tidak jelas apakah ini dapat menyebabkan fraktur gigi. Degradasi mungkin juga dapat terjadi setelah perawatan saluran akar. Carter et al (23) melaporkan perbedaan signifikan dalam shear strength dan ketahanan dentin antara gigi vital dan gigi dengan perawatan saluran akar; Namun, Cheron et al (24) menemukan bahwa modulus elastis dan kekerasan radikuler dentin tidak berbeda sebelum dan sesudah perawatan saluran akar. Demikian pula, Missau et al (25) melaporkan bahwa gigi yang dirawat menunjukkan ketahanan resistensi yang sama dengan gigi yang tidak dirawat. Pada penelitian ini, komposisi kimia, struktur mikro, dan kekuatan dari banyak gigi donor yang terpilih dibandingkan sebagai fungsi dari usia donor dan perawatan saluran akar sebelumnya. Hipotesis nol adalah bahwa tidak ada perbedaan dalam resistensi fraktur gigi yang tidak dilakukan perawatan dan yang telah menjalani perawatan diikuti oleh fungsi klinis. Bahan dan Metode Sebanyak 55 gigi manusia diperoleh dari ahli bedah mulut yang berpartisipasi sesuai dengan protokol yang disetujui oleh Institutional Review Board dari University of Washington, Seattle, WA. Pemeriksaan gigi dilakukan terhadap karies atau lesi, kerusakan struktural, atau perawatan sebelumnya. Gigi yang memiliki bukti karies atau kerusakan dibuang. Antara 6 dan 13 gigi diperoleh dari masing-masing donor (Gambar 1A), dan 5 donor memiliki saluran akar gigi yang sudah dilakukan perawatan. Gigi segera disimpan dalam larutan garam seimbang (HBSS) Hank’s, dengan mencatat posisi gigi, usia donor, dan jenis kelamin. Gigi-gigi yang dipilih untuk evaluasi dilemparkan dalam cetakn yang terbuat dari resin poliester dan dibelah secara aksial ke arah mesial-distal menggunakan low-speed diamond abrasive wheels dengan irigasi air secara terus menerus. Setengah dari masing-masing sasaran gigi dilakukan pembelahan lebih lanjut mengikuti metode yang telah ditetapkan (11) untuk mendapatkan balok berbentuk rektangular di seperempat bukal-lingual akar (Gbr. 1B). Setelah persiapan selesai, balok disimpan dalam HBSS pada 220C selama kurang dari 2 hari. Balok dentin ditargetkan 4-point flexural sampai mencapai kegagalan berdasarkan metode yang telah ditentukan (3). Aparatus flexural memiliki beban yang terdiri dari pengaturan rentang 1/3 (Gbr. 1C). Percobaan dilakukan dengan menggunakan sistem pengujian universal (EnduraTEC Elf Model 3200; Instruments TA, New Castle, DE) dengan spesimen direndam dalam bak HBSS (220C) untuk mempertahankan hidrasi selama pengujian. Kuasi-statis flexure dilakukan di bawah kontrol dengan beban hingga mencapai kegagalan dengan tingkat 0,001 mm / s. Kekuatan setiap balok ditentukan dari tegangan flexural maksimum hingga mencapai kegagalan, yang dihitung berdasarkan teori balok konvensional. Kekuatan saluran akar - dentin yang dirawat dan tidak dirawat dari 6 donor diperiksa normalitasnya dan dibandingkan dengan menggunakan Student ttest berpasangan dengan nilai kritis (alpha) yang diatur ke 0,05. Mikrostruktur dentin radikular diperiksa dengan menggunakan scanning electron microscope (Model JSM-6010PLUS / LA; JEOL, Peabody, MA) dan pemrosesan gambar. Setengah sisanya dari masing-masing bagian gigi yang tertanam dalam resin epoksi cold cured menunjukan saluran akar dan bagian longitudinal sesuai dengan metode yang ditetapkan (11). Dentin yang terbuka di dudukan resin dipoles menggunakan kertas abrasif silikon karbid dari # 800 - # 4000 mesh sampai

luminal dentin menjadi jelas. Pemolesan lebih lanjut dilakukan menggunakan suspensi partikel diamond sampai ukuran 3 mm. Jumlah total lumen terbuka dan jumlah lumen yang tertutup dihitung dengan menggunakan perangkat lunak komersial (ImageJ 1.8.0; National Institutes of Health, Bethesda, MD). Hasil dinyatakan sebagai rasio oklusi, yang merupakan jumlah lumen tersumbat dengan jumlah total lumen menurut Montoya et al (7). Komposisi kimia dianalisis dengan menggunakan spektroskopi Raman (Renishaw InVia, Dundee Barat, IL) dengan pemindaian dilakukan pada rentang spektral 400-1900 cm-1 dan diperoleh pada jarak 4 mm dari puncak akar. Spektra dikoreksi pada awal untuk fluoresensi menggunakan WiRE 3.4 (Renishaw, West Dundee, IL). Rasio cross-linking dihitung dari rasio area di bawah puncak pyridinoline (Pyr) pada 1660 cm-1 dan puncak dehydrodihydroxylysinonorleucine (deH-DHLNL) pada 1690 cm-1 menurut Yan et al (11). Rasio mineral-kolagen, rasio kolagen cross-linking, dan rasio oklusi untuk saluran akar - dentin yang dirawat dan tidak dirawat diperiksa normalitasnya dan dibandingkan dengan menggunakan Student t-test yang tidak berpasangan dengan nilai kritis (alpha) diatur ke 0,05. Hasil Kekuatan flexural rata-rata dari sampel dentin radikular disajikan baik untuk gigi yang tidak dilakukan perawatan maupun yang telah dilakukan perawatan saluran akar - gigi dengan usia donor pada Gambar 2A. Kekuatan rata-rata dari dentin radikuler yang dilaporkan oleh Yan et al (11) untuk gigi donor muda juga ditunjukkan untuk referensi (199±36MPa, usia 30 tahun). Semua gigi donor dengan usia 55 tahun menunjukkan kekuatan yang secara signifikan lebih rendah (P <.0001) dibandingkan dengan dentin muda. Kekuatan flexural rata-rata dari dentin yang tidak dilakukan perawatan untuk 5 donor yang diidentifikasi sebagai "orang tua" dengan masing-masing nilai 150±16 MPa. Penurunan kekuatan secara umum terjadi seiring dengan bertambahnya usia donor untuk kelompok ini, dan kekuatan untuk gigi donor tertua adalah terendah secara keseluruhan (130±1,4 MPa). Pada saluran akar gigi yang dilakukan perawatan (Gbr. 2), tidak ada tren dalam kekuatan dentin dengan usia donor. Tidak ada perbedaan signifikan dalam kekuatan (P> .05) dentin dari saluran akar gigi yang dirawat di antara 5 donor. Kekuatan rata-rata keseluruhan fleksur dentin saluran akar yang dilakukan perawatan adalah 123±18 MPa, yang secara signifikan lebih rendah (P ≤ .0005) daripada dentin dari semua gigi yang tidak dilakukan perawatan, dan juga secara signifikan lebih rendah daripada dentin dari gigi yang tidak dilakukan perawatan antara gigi-donor yang cocok (P ≤ .05).

Gambar 1. Rincian mengenai sampel dan metode evaluasi kekuatan dan ketahanan. (A) Pemeriksaan melibatkan 52 total gigi yang diperoleh dari 6 donor dengan rentang usia dari 46 hingga 74 tahun. A, gigi anterior; P, gigi posterior. Perhatikan bahwa 56A dan 56B mewakili 2 donor berbeda dengan gigi pada usia yang sama. (B) Gigi dibagi menjadi kelompok anterior dan posterior dan perawatan saluran akar dan tidak dilakukan perawatan saluran akar (kontrol). (C) Balok diperoleh dari daerah bukal-lingual dan mesial-distal gigi, dan (D) balok mengalami 4-titik flexural sesuai dengan pengaturan pembebanan 1/3 poin.

Gambar 2. Hasil kekuatan flexural dentin dari berbagai gigi. (A) Kekuatan flexural gigi yang dirawat saluran akar dan tidak dilakukan perawatan saluran akar dalam hubungannya dengan dentin radikuler muda. Kekuatan flexural rata-rata dari dentin radikuler muda (199,7 MPa) ditunjukkan untuk perbandingan berdasarkan Yan et al (11). Rasio kekuatan flexural dentin dari (B) gigi yang dilakukan perawatan saluran akar (C) dan yang dilakukan perawatan saluran akar dengan kekuatan dentin radikuler dari gigi insisif yang tidak dirawat dari donor yang sama.

Normalisasi kekuatan flexural dilakukan untuk analisis lebih lanjut. Secara khusus, kekuatan flexural dentin dari semua gigi yang dievaluasi dinormalisasi dengan yang dari non-"saluran akar" gigi insisif yang dirawat (termasuk nomor gigi 8, 9, 24, dan 25) dari donor yang sama. Hasil untuk gigi yang tidak dirawat dan gigi yang sudah dilakukan perawatan saluran akar masing-masing disajikan pada Gambar 2B dan C. Pada Gambar 2B, kekuatan gigi posterior yang tidak dilakukan perawatan tidak berbeda secara signifikan dari kontrol gigi insisif. Rasio rata-rata kekuatan saluran akar keseluruhan pada gigi yang dilakukan perawatan saluran akar adalah 0,82±0,17; rasio terkecil adalah 0,65±0,08 dan diperoleh untuk donor berusia 63 tahun. Untuk 4 dari 5 donor (56A, 56B, 60, dan 63), rasio kekuatan gigi posterior secara signifikan lebih rendah (P ≤.05) dibandingkan dengan gigi insisif yang sehat. Yang menarik, pada gigi yang sudah dilakukan perawatan saluran akar dari donor tertua tidak menunjukkan perbedaan kekuatan yang signifikan dari gigi insisif yang tidak dilakukan perawatan (P> .05) seperti terlihat pada Gambar 2C. Hasil komposisi kimia dan analisis mikrostruktur ditunjukkan dalam hal rasio mineral-kolagen, rasio cross-linking kolagen, dan rasio oklusi pada Gambar 3A-C, masing-masing. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam rasio mineral-kolagen antara dentin saluran akar dan gigi yang tidak dirawat saluran akar. Namun, dentin dari gigi yang dirawat saluran akar menunjukkan rasio kolagen cross-linking yang lebih besar secara signifikan (P ≤ .005) dan rasio oklusi yang secara signifikan lebih rendah (P ≤ .025). Diskusi Pada penelitian ini, komposisi kimia, struktur mikro, dan kekuatan radikuler dentin dievaluasi dari beberapa gigi donor yang dipilih secara acak. Perbandingan sifat yang dilakukan dengan menggunakan pasangan gigi yang sesuai usia dan donor memungkinkan penilaian tentang pentingnya perawatan saluran akar sebelumnya. Kekuatan dentin radikuler dari gigi yang tidak dilakukan perawatan (150±16 MPa, Gambar. 2) secara signifikan lebih rendah daripada yang dilaporkan untuk dentin radikuler pada usia muda (199±36 MPa). Terlepas dari kekuatan rata-rata dentin dari gigi donor yang diidentifikasi sebesar 56A, ada juga kecenderungan umum yang mengindikasikan penurunan kekuatan dengan bertambahnya usia, seperti yang diharapkan. Penurunan kekuatan maksimum (35%) sehubungan dengan dentin muda ditunjukkan oleh gigi dari donor berusia 74 tahun. Variasi kekuatan gigi yang tidak dilakukan perawatan juga merupakan yang terkecil bagi donor berusia 74 tahun. Berkenaan dengan dentin radikuler, Yan et al (11) menemukan tingkat degradasi kekuatan sekitar 25 MPa per dekade hingga mencapai usia ≥ 55 tahun, setelah itu mencapai puncaknya. Kenaikan tersebut juga tercermin dalam dentin koronal (3).

Gambar 3. Hasil spektroskopi Raman dan analisis mikroskopis dentin dari bagian bukal-lingual dan 4 mm dari apeks akar. (A) Rasio mineral-tokolagen, (B) rasio kolagen cross-linking, dan (C) rasio oklusi disajikan dalam hal perawatan saluran akar sebelumnya. Gigi yang dirawat secara endodontik memiliki rasio cross-linking yang signifikan lebih tinggi (P <0,005) dan rasio oklusi yang lebih rendah (P <0,025) daripada gigi yang tidak dirawat.

Berbeda dengan kelompok yang tidak dilakukan perawatan, dentin dari gigi yang direstirasi tidak menunjukkan ketergantungan usia (Gbr. 2A dan C). Namun demikian, kekuatan rata-rata kelompok yang dilakukan perawatan hampir 20% lebih rendah dari pada kelompok yang tidak dilakukan perawatan. Perbandingan hasil pada Gambar 2 menunjukkan bahwa, terlepas dari usia, kekuatan dentin dari gigi yang dilakukan perawatan saluran akar lebih rendah daripada gigi yang tidak dilakukan perawatan, yang membutuhkan penolakan terhadap hipotesis nol. Dengan demikian, terlepas dari hilangnya struktur gigi dengan instrumentasi (19), kekuatan jaringan akar menurun setelah perawatan saluran akar. Ini adalah penelitian pertama untuk membuktikan dengan jelas tentang perubahan kekuatan dentin yang terjadi setelah perawatan dan fungsi klinis. Fokus utama dalam penelitian sebelumnya pada sifat-sifat jaringan gigi adalah pentingnya kondisi mulut pasien / donor dan status kesehatan. Memang, kekhawatiran ini juga difokuskan dalam kekuatan dentin untuk 2 donor berusia 56 tahun yang berbeda (Gbr. 2). Kekuatan flexural rata-rata untuk gigi yang tidak dilakukan perawatan untuk 2 donor ini sangat berbeda (P ≤ .05). Karakteristik mikrostruktur seperti kerapatan lumen (26) dan diameter kolagen fibril (27) adalah hal yang penting. Kebiasaan diet, penggunaan obatobatan, trauma sebelumnya, dan bahkan perbedaan dalam kebiasaan pengunyahan juga merupakan kontribusi yang masuk akal. Terdapat penurunan kekuatan dentin seiring bertambahnya usia, tetapi tingkat penurunannya jelas spesifik untuk pasien. Normalisasi pengukuran kekuatan dengan referensi dari pasien yang sama mengurangi pengaruh faktor spesifik pasien dan berpotensi mengacaukan seperti yang dibahas sebelumnya. Kelebihan pendekatan ini terlihat jelas pada Gambar 2B dan C di mana semua gigi yang tidak dilakukan perawatan dan dilakukan perawatan saluran akar dinormalisasi menjadi gigi insisif yang sehat dan tidak dilakukan perawatan. Gigi yang tidak dilakukan perawatan terdapat 5 dari 6 donor memiliki kekuatan rata-rata dalam 5% dari gigi seri yang sehat, menunjukkan variasi yang sangat kecil berdasarkan sifat “antara” gigi pasien. Pada gigi yang dilakukan perawatan saluran akar, 4 dari 5 donor memiliki kekuatan 15% lebih rendah dari gigi yang tidak dilakukan perawatan, terlepas dari degradasi yang berkaitan dengan usia. Carter et al (23) menemukan bahwa dentin pada gigi yang dirawat saluran akar lebih lemah dan lebih rapuh daripada dentin vital tetapi tidak menentukan penyebab utama. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa gigi yang dirawat saluran akar lebih rapuh karena dehidrasi (28, 29), terlepas dari instrumentasi. Ini adalah subjek yang kontroversial. Sebagai contoh, Huang et al (30) melakukan kompresi, pengujian tensile tidak langsung, dan pengujian dampak pada dentin manusia dan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara sifat-sifat dentin dari gigi yang dirawat dan yang tidak dirawat. Bukti tambahan menunjukkan bahwa dehidrasi tidak serta merta mengurangi resistensi terhadap fraktur (31) atau pertumbuhan ketahanan fraktur (8) dentin. Tugas selanjutnya harus fokus pada perubahan dalam air yang bebas dan terikat pada dentin gigi yang dirawat saluran akar dan kontribusinya terhadap daya tahan mekanisnya.

Kolagen cross-linking dianggap sebagai kontributor utama degradasi resistensi fraktur tulang dihubungkan dengan usia (32). Dalam membandingkan gigi yang dirawat saluran akar dengan rujukan yang tidak direstorasi, tidak ada perbedaan dalam rasio mineral-kolagen (Gbr. 3A), dan, meskipun secara statistik signifikan, ada perbedaan kecil dalam rasio oklusi (Gbr. 3C ). Namun, gigi yang dilakukan perawatan saluran akar menunjukkan rasio kolagen cross-linking yang jauh lebih besar, yang terkait dengan penuaan. Hal ini menandakan peningkatan hubungan silang antara hidroksifiridinium yang tidak dapat berkurang, Pry dan deoxypyridinoline relatif terhadap hubungan silang divalen deH-DHLNL dan dehydrohydroxylysinonorleucine yang dapat berkurang. Peningkatan cross-link yang tidak dapat berkurang telah diamati pada dentin dengan penuaan (33) dan berkontribusi terhadap kerapuhannya (11, 34). Rasio Pyr dan deH-DHLNL menjadi ciri kematangan kolagen (35). Rasio cross-linking yang lebih tinggi dari dentin yang dirawat saluran akar (Gambar 3B) menunjukkan bahwa itu adalah kontribusi utama terhadap pengurangan kekuatan relatif terhadap gigi yang tidak dilakukan perawatan. Karena ini ditumpangkan dengan efek penuaan alami, perawatan saluran akar tampaknya mempercepat proses penuaan, yang menyebabkan peningkatan kerapuhan gigi. Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Perawatan saluran akar sering diterapkan pada gigi yang telah terpapar bakteri dan telah mengalami radang pulpa. Meskipun ini bisa menjadi faktor dalam kekuatan yang lebih rendah, rasio mineral-kolagen tidak menunjukkan perbedaan berdasarkan perawatan (Gbr. 3A). Kekhawatiran terkait adalah bahwa periode antara perawatan dan ekstraksi tidak diketahui, dan gigi yang dirawat tidak diragukan lagi memiliki periode unik fungsi klinis post-treatment. Topik ini penting dan perlu untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.

Related Documents


More Documents from "asriani kasim"