KONTRIBUSI PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) OLEH PEMERINTAH DAERAH DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN DAERAH Studi Pada Pemungutan Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Pasaman Barat, Kota Padang
Oleh OKTA NAVIA 160563201087
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2018
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk badan penerimaan negara yang memiliki pengaruh penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional selain sektor minyak dan gas adalah sektor perpajakan. Pajak adalah penerimaan negara yang terbesar. Pendapatan pajak didapatkan dari pembayaran rakyat kepada negara yang kemudian memberikan kontribusi nyata dalam menunjang pengelolaan biaya pemerintahan dan pembelanjaan negara. Pajak yang dibayarkan oleh rakyat akan dikelola oleh pemerintah guna memenuhi kebutuhan umum masyarakat serta meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan daerah pajak dan negara dengan harapan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, perkembangan dan pertumbuhan suatu negara tersebut. Pajak merupakan suatu iuran wajib yang dibebankan kepada masyarakat sebagai suatu pembayaran atas jasa tidak langsung yang diberikan oleh negara. Misalnya, pelayanan jalan tol, pelayanan polisi, pemadam kebakaran, penjagaan tentara, dan sebagainya. Iuran pajak dari masyarakat tersebut akan diolah oleh pemerintah untuk pembayaran upah para pekerja tidak langsung dan juga untuk melakukan pembangunan dan pengembangan negara. Sejak tahun 1999 penetapan pajak menurut wewenang pemungutan pajak dipisahkan menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak yang menjadi wewenang daerah akan menjadi salah satu sumber kas keuangan daerah. Pemerintah daerah harus mengelola keuangan daerah dengan baik, yaitu mengelola daerah sesuai dengan kemampuan daerah tersebut dalam memenuhi kebutuhannya tanpa memaksakan input yang dimiliki. Hal ini dikarenakan adanya pemberian hak otonomi daerah yang menentukan bahwa pengelolaan dan resiko pembangunan akan ditanggung oleh daerah sendiri. Hal ini disebutkan dalam UU No.22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah, yang menyebutkan bahwa setiap daerah berkewajiban mengatur, mengurus dan melaksanakan kepentingan rumah tangganya sendiri secara nyata dan bertanggung jawab. Melalui otonomi daerah
diharapkan agar daerah lebih mandiri dalam menentukan seluruh kegiatannya sendiri dan pemerintah pusat tidak perlu terlalu aktif mengatur daerah. Pelaksanaan Otonomi Daerah dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah, pemerintah melakukan berbagai kebijakan perpajakan daerah, diantaranya dengan menetapkan Undang-Undang Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah khususnya yang berasal dari pajak sehingga diharapkan mampu untuk membiayai seluruh kegiatan daerah. Salah satu bentuk penerimaan pajak adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang memberikan kontribusi besar dalam pembangunan daerah. Pajak Bumi dan Bangunan objek yang termasuk dalam pembayaran atas pajak bumi bangunan adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan bangunan yang bersangkutan. Pajak Bumi dan Bangunan memberikan potensi yang lumayan besar dibandingkan dengan sumber pendapatan daerah lainnya karena objeknya mencakup seluruh bumi dan bangunan yang ada di wilayah pajak. Kabupaten Pasaman Barat merupakan salah satu dari 3 (tiga) Kabupaten Pemekaran di Provinsi Sumatera Barat, berdasarkan Undang-undang Nomor 38 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Dharmasraya, Solok Selatan dan Pasaman Barat. Kabupaten Pasaman Barat dengan luas wilayah 3.864,02 km², jumlah penduduk 365.129 jiwa dengan administrasi pemerintahan yang meliputi 11 (sebelas) kecamatan. Keberhasilan Pajak Bumi dan Bangunan Kabupeten Pasaman Barat ditujukan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Biasanya hasil dari pajak bumi dan bangunan tersebut untuk membangun sarana dan prasarana yang bermanfaat bagi masyarakat banyak terutama Kabupaten Pasaman Barat. Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman Barat dalam melaksanakan tugasnya memungut pajak sangat kurang dalam segi perlakuan terhadap wajib pajak, dimana wajib pajak yang masih enggan untuk membayar pajak. Sehingga muncul masalah yang menjadi tolak ukur dalam penelitian ini.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Kontribusi Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Oleh Pemerintah Daerah dalam Peningkatan Pendapatan Daerah Kabupaten Pasaman Barat?”
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian adalah ingin mengetahui bagaimana kontribusi pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan dalam peningkatan pendapatan daerah Kabupaten Pasaman Barat.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Akademik Dapat menambah pengetahuan dan wawasan penulis dari penelitian yang dilakukan penulis dengan cara mengaplikasikan teori-teori yang didapat selama perkuliahan dalam pembahasan masalah mengenai kontribusi pemungutan pajak bumi dan bangunan dalam peningkatan pendapatan daerah Kabupaten Pasaman Barat. 2. Praktis Dalam Penelitian ini, mempunyai manfaat bagi Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat untuk mengevaluasi kegiatan pemungutan pajak yang diliat dari segi kontribusinya, untuk menyusun strategi yang lebih terfokus di masa mendatang.
1.5 Studi Literatur Adapun penelitian terdahulu yang saya masukkan adalah : Gambar 1.1 :
Pemungutan Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB)
Andi Abdillah Hermansyah (2015) dengan judul Penelitian Efektivitas Pemungutan Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Perkotaan (PBBP2) Di Dispenda Kota Makassar
Aulia Sukmawati (2017) Analisis Kontribusi Dan Efektivitas Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kabupaten Banyumas
Juriko Chichi, Grace B. Nangoi , Sonny Pangerapan (2017) Analisis Efektivitas Dan Kontribusi Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan (PBB-P2) Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Utara, Dan Kota Manado
Surendro Nurbawono (2016) Kontribusi Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan (PBB-P2) Bagi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Sidoarjo
Fatmawati A. Rahman (2017) Kontribusi Pajak Bumi Dan Bangunan Terhadap Tingkat Pendapatan Asli Daerah Pada Dinas Pendapatan Daerah Di Kota Makassar
Kontribusi Pemungutan Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) Oleh Pemerintah Daerah Dalam Peningkatan Pendapatan Daerah Di Kabupaten Pasaman Barat, Kota Padang
Uraian penjelasan dari Studi Literatur di atas : 1. Penelitian oleh Andi Abdillah Hermansyah (2015) menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Adapun hasil penelitiannya adalah Sistem pemungutan pajak di ukur dengan adanya indikator Pendaftaran Wajib Pajak, Penyetoran SPT Wajib Pajak, Tidak adanya Penyelundupan Pajak, dan Pembayaran penung gakan wajib pajak. Dimana ada beberapa indikator tidak men capai target dalam waktu 1 tahun. 2. Penelitian oleh Juriko Chichi, Grace B. Nangoi , Sonny Pangerapan (2017) menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Adapun hasil penelitiannya adalah Kontribusi dalam penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Minahasa 5,29% (sangat kurang), dan Kabupaten Minahasa Utara 17,27% (kurang) lebih tinggi dibandingkan Kota Manado 9,46% (sangat kurang). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemerintah Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Utara dan Kota Manado kurang optimal dalam pengelolaan PBB-P2 sebagai sumber pendapatan bagi daerahnya masing-masing. 3. Penelitian oleh Aulia Sukmawati (2017) menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Adapun hasil penelitiannya adalah Tingkat efektivitas penerimaan pajak PBB selama 3 tahun dari tahun 2013 sampai dengan 2015 dikatakan sangat efektif dengan rata-rata persentase lebih dari 100 % yaitu sebesar 112,98 %. Peran pajak PBB sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Banyumas cukup signifikan, karena pajak PBB merupakan pajak daerah yang menyumbangkan realisasi terbesar apabila dibandingkan dengan komponen pajak daerah yang lain. 4. Penelitian selanjutnya oleh Surendro Nurbawono (2016) menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Adapun hasil penelitiannya Kewenangan PBB-P2 Dari Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Kabupaten Sidoarjo Dengan dilimpahkannya Kewenangan Pemungutan PBB-P2 dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Kabupaten Sidoarjo berdampak pada penerimaan dari sektor seluruhnya masuk ke Kas Daerah Pemerintah Kabupaten Sidoarjo atau dengan kata lain Penerimaan PBBP2 yang semula didapat dari Dana bagi Hasil sebesar 64,8%, sekarang 100% masuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor Pajak Daerah. Beberapa kontribusi dari adanya pelimpahan kewenangan atas PBB-P2 ini antara lain: penyeimbangan
kepentingan budgeter karena diskresi kebijakan ada di kabupaten/kota, penggalian potensi penerimaan yang lebih optimal karena jaringan birokrasi yang lebih luas, peningkatan kualitas pelayanan kepada wajib pajak, serta peningkatan akuntabilitas penggunaan penerimaan PBB. 5. Penelitian oleh Fatmawati A. Rahman (2017) menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Adapun hasil penelitiannya adalah Kontribusi yang diberikan Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Pendapatan Asli Daerah masih kurang pada setiap tahun yang diteliti. Kurangnya kontribusi ini dikarenakan pengoptimalan Pajak Bumi dan Bangunan belum maksimal masih ada beberapa objek pajak yang sedang dibangun nilai pajaknya belum jelas yang belum diketahui subjeknya dan beberapa wajib pajak yang belum melaporkan kewajiban pajak bumi dan bangunannya. Dari keseluruhan penelitian terdahulu di atas, penelitian saya juga menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, dimana berfokus pada tingkat kontribusi Pemda dalam pemungutan pajak, perbandingan tingkat kinerja yang dilakukan oleh fiskus pajak pada setiap daerah dalam pemungutan pajak serta membentuk pola masyarakat agar sadar akan kewajiban membayar pajak sesuai yang ditetapkan. 1.6 Konsep Teori a. Kontribusi Menurut Guritno (dalam Adelina, 2012), Kontribusi adalah suatu yang diberikan bersama-sama dengan pihak lain untuk tujuan biaya atau kerugian tertentu atau bersama. Sehingga kontribusi yang dimaksud dapat diartikan sebagai sumbangan yang diberikan Pajak Daerah terdahap besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kontribusi pajak daerah merupakah sejauh mana porsi atau hasil/jumlah dana yang dikumpulkan dari sektor pajak di suatu daerah dibandingkan dengan jumlah total pendapatan daerah. Jadi dapat disimpulkan bahwa kontribusi merupakan suatu tindakan untuk ikut serta bertindak aktif dengan mengoptimalkan kemampuan sesuai bidang dan kapasitas masing-masing yang dimaksudkan untuk memberi manfaat kepada masyarakat sekitar.
b. Pajak 1. Pengertian Pajak Menurut Mariot P Siahaan (2010,7) pengertian pajak adalah: “Pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksa dan terutang oleh yang wajib membayar dengan tidak mendapat prestasi kembali secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaan Negara dalam penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan.” Mardiasmo (2011:1) menyatakan bahwa pajak adalah : “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” Definisi pajak menurut Soemitro (1990:5) adalah sebagai berikut: “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kas ke sektor pemerintah berdasarkan Undang-Undang) dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.” Pengertian pajak menurut UU KUP Pasal 1 ayat (1), yaitu: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Jadi dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan Iuran dari rakyat kepada Negara berdasarkan undang-undang tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk guna membiayai rumah tangga negaranya berupa pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. 2. Fungsi Pajak Pada umumnya fungsi pajak sebagai alat untuk politik perekonomian, pajak memiliki kegunaan dan manfaat untuk meningkatkan kesejahteraan umum, suatu negara tidak mungkin menghendaki merosotnya kehidupan ekonomi masyarakat.
Selain itu, fungsi pajak Menurut Waluyo (2007:6) ada dua fungsi pajak yaitu: 1. Fungsi Penerimaan (Budgeteir) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiyaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh yaitu dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. 2. Fungsi Mengatur (Reguler) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah. Dari kedua penjelasan mengenai fungsi pajak tersebut, dapat diambil inti dari fungsi pajak yaitu: a. Fungsi penerimaan sebagai sumber pemasukan negara yang berasal dari pajak yang digunakan untuk membiayai belanja Negara secara rutin dan membiayai pembangunan Negara. b. Fungsi mengatur sebagai alat yang digunakan untuk menjalankan kebijakankebijakan di bidang sosial dan ekonomi seperti pengenaan pajak yang lebih tinggi terhadap barang mewah. 3. Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi (Mardiasmo: 2011:7), yaitu: a. Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. b. Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. c. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
4. Hambatan Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2011:8), hambatan pemungutan pajak dapat dikelompokan menjadi: a. Perlawanan Pasif Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain: -
Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
-
Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.
-
Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
b. Perlawanan Aktif Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditunjukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain: -
Tax Avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang.
-
Tax Evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak).
c. Pajak Bumi dan Bangunan Sesuai dengan Pasal 3 Ayat 3 UUD 1945, ditegaskan bahwa bumi, air dan kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dengan demikian bumi dan bangunan baik didarat maupun perairan dapat memberikan keuntungan sosial ekonomi bagi orang individu atau badan yang memiliki hak atas bumi dan bangunan tersebut. Maka dari itu sewajarnyalah jika rakyat yang memperoleh hak atau memiliki atau memperoleh keuntungan dari bumi dan bangunan membayar pajak kepada negara melalui pemerintah sebagai imbalan dari sarana tanah dan atau bangunan yang didapatkannya sebagai partisipasinya menunjang pembangunan negara. Mengetahui pengertian Pajak Bumi dan Bangunan terlebih dahulu harus diketahui pula arti dari bumi dan bangunan. Bumi adalah permukaan bumi yang ada dibawahnya. Permukaan bumi (meliputi tanah, pasir, magma, hasil material,dll) dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak, perairan,
minyak,dll) serta laut wilayah Republik Indonesia. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. a. Definisi Pajak Bumi Bangunan Definisi Pajak Bumi dan Bangunan menurut para ahli, antaranya : 1. Menurut Setiawan (2002:2), Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak yang dikenakan atas bumi dan bangunan. Yang membayar pajak bumi bangunan adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi dan memperoleh manfaat atas bangunan. 2. Menurut Aristanti Widyaningsih (2199:190), Pajak Bumi dan Bangunan adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan bangunan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besar pajak terutama ditentukan oleh keadaan obyek yaitu bumi atau tanah atau bangunan. Keadaan subyek pajak (wajib pajak atau siapa yang membayar pajak) tidak ikut menentukan besarnya pajak. 3. Menurut Suandy (2005:61), Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang bersifat kebendaan dan besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan bangunan. Keadaan subjek (yang membayar pajak) tidak ikut menentukan besar pajak. Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan atas tanah dan bangunan dikarenakan diperolehnya keuntungan atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat darinya. b. Objek Pajak Bumi Bangunan Yang menjadi objek pajak PBB adalah bumi dan bangunan dengan klasifikasi nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman untuk memudahkan penghitungan pajak yang terutang. Faktor-faktor dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah sebagai objek pajak bumi dan bangunan antara lain letak peruntukan, pemanfaatan, kondisi lingkungan dan lain-lain. Klasifikasi bangunan yang menjadi objek pajak bumi dan bangunan adalah bahan yang
digunakan, rekayasa, letak kondisi lingkungan dan lain-lain. Tidak semua bumi dan bangunan dapat dikenakan pajak, ada beberapa objek pajak yang dikecualikan. Pengecualian tersebut antara lain : 1. Digunakan semata-mata untuk kepentingan umum dan tidak untuk mencari keuntungan, misalnya masjid, rumah sakit, panti asuhan, panti jompo, meseum, dll. 2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu. 3. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak. 4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik. Maksudnya, diplomat dan konsulat Indonesia di luar negeri akan mendapatkan perlakuan yang sama. 5. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh menteri keuangan. c. Subjek Pajak Bumi Bangunan Subjek pajak (yang wajib membayar pajak) disebut juga dengan wajib pajak, yaitu individu atau badan yang secara nyata : 1. Mempunyai suatu hak atas bumi. 2. Memperoleh manfaat atas bumi. 3. Mempunyai suatu hak atas bangunan. 4. Memperoleh manfaat atas bangunan. Apabila ada suatu bidang tanah dan atau bangunan yang tidak diketahui secara jelas siapa yang menanggung pajaknya, maka yang menetapkan subjek pajak adalah Direktorat Jenderal Pajak. d. Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang mampu dihasilkan oleh setiap daerah dengan menghimpun potensi sumber-sumber dana yang terdapat didaerah yang bersangkutan guna membiayai pengelolaan daerah itu sendiri. Sektor pendapatan daerah memegang peranan yang sangat penting dalam perkembangan pembangunan suatu daerah karena melalui sector inilah
dapat dilihat sejauh mana suatu daerah dapat membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan daerah. Menurut Yani (2013:51), PAD merupakan pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PAD bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan daerah lain-lain yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan pada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. Menurut Widjaya (2003:42), Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah. Pendapatan Asli Daerah merupakan usaha daerah guna memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan dana dari pemerintah tingkat atas (subsidi). Menurut Halim (2004:96), Pendapatan Asli Daerah sebagai semua penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayah sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. Pengertian Pendapatan Asli Daerah menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 yaitu sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan daerah yang asli berasal dari daerah itu sendiri dengan menggali potensi sumber sumber yang dapat memberikan keuntungan. Misalnya adalah hasil-hasil yang berasal dari individu atau perusahaan daerah, pasar daerah, pajak daerah (salah satunya adalah Pajak Bumi Bangunan), retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) mutlak harus dilakukan oleh pemerintah daerah agar mampu untuk membiayai kebutuhannya sendiri, sehingga ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat akan berkurang dan daerah dapat mengelola hak otonominya dengan mandiri. Namun dalam menggali sumber alam guna meningkatkan PAD ada beberapa hal yang dilarang, yaitu daerah dilarang menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan dilarang menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang/jasa antar daerah, dan kegiatan ekspor/impor. Adapun sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah menurut UndangUndang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004, yaitu: 1.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari: a.
Hasil Pajak Daerah yaitu pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik. Pajak daerah sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah daerah yang hasilnya digunakan untuk pengeluaran umum yang balas jasanya tidak langsung diberikan sedang pelaksanaannya bisa dapat dipaksakan.
b.
Hasil Retribusi Daerah, yaitu pungutan yang telah secara sah menjadi pungutan daerah sebagai
pembayaran pemakaian atau karena
memperoleh jasa atau arena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik pemerintah daerah bersangkutan. Retribusi daerah mempunyai sifat-sifat yaitu pelaksanaannya bersifat ekonomis, ada imbalan langsung walau harus memenuhi persyaratanpersyaratan formil dan materil, tetapi ada alternatif untuk mau tidak membayar, merupakan pungutan yang sifatnya budgetairnya tidak menonjol, dalam hal-hal tertentu retribusi daerah adalah pengembalian biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan anggota masyarakat. c.
Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Hasil perusahaan milik daerah merupakan pendapatan daerah dari keuntungan bersih perusahaan daerah yang berupa dana
pembangunan daerah dan bagian untuk anggaran belanja yang disetor ke kas daerah, baik perusahaan daerah yang dipisahkan, sesuai dengan motif pendirian dan pengelolaan, maka sifat perusahaan daerah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat menambah pendapatan daerah, memberi
jasa,
menyelenggarakan
kemanfaatan
umum,
dan
memperkembangkan perekonomian daerah. d.
Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah ialah pendapatan-pendapatan yang tidak termasuk dalam jenis-jenis pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan dinas-dinas. Lain-lain usaha daerah yang sah mempunyai sifat yang pembuka bagi pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan baik berupa materi dalam kegiatan tersebut bertujuan untuk menunjang, melapangkan, atau memantapkan suatu kebijakan daerah disuatu bidang tertentu.
2.
Dana Perimbangan diperoleh melalui bagian pendapatan daerah dari penerimaan Bumi dan Bangunan Pertambangan sumber daya alam dan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Dana perimbangan terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.
3.
Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah adalah pendapatan daerah dari sumber lain misalnya sumbangan pihak ketiga kepada daerah yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1.7 Kerangka Berpikir Dengan ditetapkannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, maka Pemerintah Kabupaten/Kota dituntut untuk meningkatkan kemampuan dalam merencanakan, menggali, mengelola dan menggunakan sumber-sumber keuangan sendiri sesuai dengan potensi yang dimiliki keuangan daerahnya. Hal ini disebabkan pemerintah daerah harus mengelola keuangan daerahnya sendiri dengan meningkatkan penerimaan daerahnya untuk dapat membiayai pengeluaran atau belanja daerah secara efektif dan efisien. Pajak pada dasarnya merupakan ekspresi tanggung jawab warga negara dalam pembangunan dan juga merupakan imbalan dari warga negara terhadap manfaat
yang mereka peroleh dari produk yang dihasilkan oleh Negara. Pemerintah daerah bertanggung jawab untuk melaksanakan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat di daerahnya. Dimana untuk mewujudkan tugasnya tersebut maka pemerintah daerah harus memiliki sumber keuangan yang cukup dan memadai karena untuk pelaksanaan pembangunan daerah itu diperlukan biaya yang tidak sedikit. Salah satu sumber keuangan untuk penyelenggaraan pembangunan daerah tersebut adalah dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lainlain PAD yang Sah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam membiayai kegiatan pemerintah daerah sesuai Undang-Undang No. 28 Tahun 2009. Pemerintah Nagari Kabupaten Pasaman Barat akan berusaha meningkatkan pendapatan pajak Nagari dengan menargetkan angka 100 persen dengan sosialisasikan langsung ke warga serta peningkatan kinerja Jorong (Dusun). Melakukan pengawasan dan evaluasi kendala yang dihadapi oleh kolektor pajak kejorongan dan menjalin komunikasi dengan petugas pajak yang ada di Nagari dimana agar semua elemen yang ada di Nagari membantu menyosialisasikan, sehingga tercipta rasa tanggung jawab dan kepedulian masyarakat arti pentingnya membayar pajak guna mewujudkan kelancaran pembangunan di Pasaman Barat Dalam penelitian ini akan dibahas Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang menitikberatkan efektivitasnya terhadap Pendapatan Asli Daerah. Dalam hal ini Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan merupakan faktor yang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah untuk membantu daerah dalam mendanai kegiatan pemerintah daerah. Berdasarkan uraian kerangka pemikiran di atas, berikut ini disajikan skema kerangka pemikiran sebagai berikut:
Gambar 1.2 : Kerangka Berfikir Otonomi Daerah UU No. 32 Tahun 2004 UU No. 33 Tahun 2004
Tujuannya meningkatkan penerimaan daerah sesuai potensi yang dimiliki
UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Realisasi PBB P2
Target PBB P2
Kontribusi Penerimaan PBB P2
Pendapatan Asli Daerah
1.8 Metode Penelitian a. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif sebagaimana dijelaskan Nana Syaodih Sukmadinata (2011: 73) bahwa penelitian deskriptif kualitatif ditujukan untuk mendeskripsikan dan menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik bersifat alamiah maupun rekayasa manusia, yang lebih memperhatikan mengenai karakteristik, kualitas, keterkaitan antar kegiatan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif dimana dalam penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui atau menggambarkan kenyataan dari kejadian yang diteliti sehingga memudahkan penulis untuk mendapatkan data yang objektif dalam rangka untuk mengetahui Kontribusi Pemungutan Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) Oleh Pemerintah Daerah Dalam Peningkatan Pendapatan Daerah di Kabupaten Pasaman Barat. b. Lokasi Penelitian Menurut Moleong (2005:128), lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti melakukan penelitian terutama dalam menangkap fenomena atau peristiwa yang sebenarnya terjadi dari objek yang diteliti dalam rangka mendapatkan data-data penelitian yang akurat. Lokasi yang diambil dalam penelitian ini adalah di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Pasaman Barat, Unit analisis penelitian ini adalah organisasi, dimana berfokus pada aparat / pegawai yang terlibat dalam pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan. Penentuan unit analisis ini untuk mengetahui kontribusi pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan oleh Pemerintah Daerah dalam meningkatkan Pendapatan Daerah Kabupaten Pasaman Barat. c. Sumber Data
DAFTAR PUSTAKA
Adelina, Rima. 2013. “Analisis Efektifitas Dan Kontribusi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) Terhadap Pendapatan Daerah Di Kabupaten Gresik”, http://ejournal.unesa.ac.id/article/1250/57/article.pdf. Darmin. 2010. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Mitra Wacana Media : Jakarta. Halim, Abdul. 2004. Akuntansi Sektor Publik & Akuntansi Keuangan Daerah, Jakarta : Salemba Empat. Mardiasmo. 2011. Perpajakan. Edisi Revisi. Jakarta: penerbit ANDI. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Resmi, Siti. 2012. Perpajakan di Indonesia. Salemba Empat : Jakarta. Siahaan, Pahala, Marihot. 2010. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi). Edisi Revisi. Yogyakarta. Rajawali Pers Setiawan, Setu. 2002. Hukum Pajak. Jakarta : Bayu Media. Soemitro Rochmat, dan Zainal Muttaqin, 2001, Pajak Bumi Dan Bangunan, Refika Aditama, Bandung Soemitro, Rochmat. 1990. Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan. Bandung: PT Eresco. Suandy, Erly. 2005. Hukum Pajak, Edisi Ketiga. Jakarta : Salemba Empat. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Undang –Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 1999 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Waluyo, 2007. Perpajakan Indonesia, Pembaharuan Sesuai dengan Ketentuan Perundang-Undangan Perpajakan dan Aturan Pelaksanaan Perpajakan Terbaru. Edisi Lima. Jakarta : Salemba Empat. Widyaningsih, Arisanti. 2011. Hukum Pajak dan Perpajakan. Bandung : Alfabeta Widjaja. 2003. Otonomi Daerah dan Daerah Otonomi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Yani, Ahmad. 2013. Hubungan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah Indonesia,Edisi Revisi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/13132/skripsi%20abdii.pdf?se quence=1
.