Konsep Medis Diabetes Insipidus.docx

  • Uploaded by: Patricia Yunita Dwi Ariyani
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Konsep Medis Diabetes Insipidus.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,386
  • Pages: 6
DEFINISI Diabetes insipidus merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan poliuria polidipsi yang disebabkan oleh defisiensi ADH. (Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan, Fransisca B. Batticaca. 2008) Merupakan penyakit yang ditandai oleh penurunan produksi, sekresi atau fungsi ADH. (Buku Saku Patofisiologi, Elizabeth J. Cormin. 2007) Diabetes insipidus merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan poliuria polidipsi yang disebabkan oleh defisiensi ADH. (Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan, Fransisca B. Batticaca. 2008)

PROGNOSIS DIABETES INSIPIDUS Menurut Kusmana (2016) pada umumnya diabetes insipidus jarang menyebabkan kematian. Diabetes insipidus sentral akibat pembedahan biasanya akan remisi setelah beberapa hari/minggu, tetapi kerusakan struktural infundibulum dapat mengakibatkan kondisi diabetes insipidus yang permanen. Diabetes insipidus nefrogenik disebabkan-obat dapat remisi setelah penghentian obat, namun pada beberapa kasus penggunaan obat kronis dapat menyebabkan kondisi diabetes insipidus yang permanen.

KOMPLIKASI DIABETES INSIPIDUS Menurut Black (2009) diabetes insipidus memiliki beberapa komplikasi, yaitu sebagai berikut. 1. 2.

Ketidakseimbangan elektrolit Hipovolemia

3.

Hipotensi

4.

Syok

Selain itu, menurut Alodokter (2016) komplikasi dari diabetes insipidus, yaitu sebagai berikut. 1.

Ketidakseimbangan Elektrolit

Elektrolit adalah mineral seperti kalsium, sodium, khlor, potasium, magnesium, dan bikarbonat. Kandungan mineral ini berfungsi menjaga keseimbangan air di dalam tubuh dan berperan dalam fungsi-fungsi sel. Gejala yang mungkin akan terjadi akibat kondisi ini adalah: a. Kelelahan atau kehabisan energi b. Sakit kepala c. Sakit pada bagian otot d. Mudah marah

e. Mual dan kehilangan selera makan 2. Dehidrasi Dehidrasi adalah dampak yang paling umum ketika tubuh tidak bisa mempertahankan cukup cairan di dalam tubuh akibat diabetes insipidus. Gejala yang muncul akibat dehidrasi antara lain: a.

Mulut dan bibir kering

b.

Pusing atau sakit kepala

c.

Tekanan darah rendah (hipotensi

d.

Demam

e. Kebingungan dan mudah marah f.

Denyut jantung cepat

g.

Penurunan berat badan.

Untuk kondisi dehidrasi ringan, bisa ditangani dengan oralit. Sedangkan untuk kondisi yang parah, mungkin perlu dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan cairan melalui intravena.

KLASIFIKASI DIABETES INSIPIDUS Menurut Batticaca (2008) secara patogenesis, diabetes insipidus dibagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut. 1. Diabetes Insipidus Sentral (Central Diabetes Insipidus-CDI) 2. Diabetes Insipidus Netrogenik (Netrogenic Diabetes Insipidus-NDI) Menurut Kusmana (2016) diabetes insipidus diklasifikasikan berdasarkan sistem yang terganggu, yaitu sebagai berikut. 1. Diabetes Insipidus Sentral Pada dewasa penyebab yang sering antara lain karena kerusakan kelenjar hipofisis atau hipotalamus akibat pembedahan, tumor, inflamasi, cedera kepala, atau penyakit (seperti meningitis). Sedangkan pada anak-anak, penyebabnya karena kelainan genetik. Kerusakan ini mengganggu pembuatan, penyimpanan, dan pelepasan ADH. 2. Diabetes Insipidus Nefrogenik Kelainan akibat cacat tubulus ginjal, menyebabkan ginjal tidak berespons baik terhadap ADH. Beberapa obat juga menyebabkan kelainan ini. 3. Diabetes Insipidus Gestasional Kelainan akibat degradasi ADH oleh vasopressinase yang dihasilkan berlebihan oleh plasenta. Keadaan ini berhubungan dengan meningkatnya risiko komplikasi pada kehamilan, seperti pre-eklampsia. 4. Diabetes Insipidus Dipsogenik (Polidipsi Primer)

Kelainan akibat asupan cairan berlebihan yang merusak pusat haus di hipotalamus. Asupan air berlebihan jangka panjang dapat merusak ginjal dan menekan ADH, sehingga urin tidak dapat dikonsentrasikan.

Anatomi dan Fisiologi Hipofisis Posterior Kelenjar hipofisis adalah suatu kelenjar endokrin yang terletak di dasar tengkorak (sela tursika) fossa pituitaria os. Sfenoid. Besarnya kira-kira 10 x 13 x 6 mm dan beratnya sekitar 0,5 gram. Kelenjar ini memegang peranan penting dalam menyekresi hormon yang lain, dan memengaruhi pekerjaan kelenjar yang lain. Pada hipofisis diatur agar setiap kelenjar endokrin, sendiri-sendiri atau bersama-sama, dapat melaksanakan fungsi dengan baik dan terkoordinasi. Fungsi hipofisis dapat diatur oleh susunan saraf pusat melalui hipotalamus yang dilakukan oleh sejumlah hormon yang dihasilkan hipotalamus. Akibat rangsangan susunan saraf pusat, hormon-hormon yang mengatur fungsi hipofise disebut hipophysiotropic hormone dihasilkan oleh sel-sel neorosekretori yang terdapat dalam hipotalamus. Kelenjar hipofisis mempunyai tiga lobus, yaitu lobus anterior, lobus intermedia, dan lobus posterior. Lobus posterior mendapat persarafan dari nukleus supraoptik dan paraventrikular di hipotalamus. Lobus anterior mendapat suplai darah dari pembuluh darah hipofisis portal. Secara embrionik ketiga lobus ini berasal dari jaringan yang berbeda. Hipofisis posterior Lobus posterior kelenjar hipofise (neurohipofisis) berasal dari evaginasi atau penonjolan dasar ventrikel otak ketiga, menghasilkan dua macam hormon: a.

Vasopresin atau arginen vasopresin (APV), hormon anti-diuretik (ADH) yang bekerja

melalui

reseptor-reseptor

tubulus

distal

ginjal,

menghemat

air,

mengonsentrasi urine dengan menambah aliran osmotik dari lumina-lumina ke intestinum medular yang membuat kontraksi otot polos. Dengan demikian ADH memelihara konstannya osmolaritas dan volume cairan dalam tubuh. Pengaturan sekresi: 

Perubahan tekanan osmotik efek plasma (osmoreseptor)



Perubahan volume cairan ekstrasel (stres reseptor)



Peningkatan osmolalitas plasma dan penurunan volume plasma merangsang sekresi vasopresin.



Penurunan osmolalitas dan peningkatan volume plasma menghambat sekresi vasopresin.



Osmoreseptor

terdapat

di

hipotalamus

dan

stres

reseptor

sistem

kardiovaskular bertekanan rendah dan tinggi. 

Rangsangan angiotensin II, adrenalin, kortisol, estrogen, dan progesteron susunan saraf pusat dan peningkatan suhu tubuh.

Gangguan sekresi vasopresin: 

Defisiensi

vasopresin

karena

kerusakan

hipotalamus

atau

traktus

hipotalamo-hipofisis menimbulkan diabetes insipidus (poliuria, polidipsia) 

Hiposekresi vasopresin karena obat-obatan pengendalian fisiologis terganggu, retensi air, osmolalitas urine plasma, hiponatremia (Na plasma kurang dari 110 mmol/L) dapat timbul intoksikasi air.

b.

Oksitosin diproduksi oleh anterior hipotalamik nuklei, sel ganglionik dari supraoptik nuklei, dan sel paraventrikular. Efek oksitoasin: 

Kontraksi sel mioepitel kelenjar mamae (galaktokinetik), mengeluarkan air susu. Rangsangan pada papila mamae dari isapan bayi sekresi oksitosin menimbulkan ejeksi air susu.



Kontraksi uterus membantu pengeluaran fetus dan plasenta pada waktu persalinan, rangsangan serviks dari vagina menyekresi oksitosin yang membantu dalam partus. Vasopresin dan oksitosin disintesis pada nukleus paraventrikel dan supraoptik hipotalamus, bersama protein mengikat neurofusin, diangkut melalui akson serat traktus hipotalamus, dan disimpan di ujung-ujung serat neurohipofisis. Perangsangan tersebut akan menimbulkan eksositosis hormon dari ujung serat saraf ke pembuluh kapiler di sekitarnya.

Kelenjar hipofise posterior (neurohipofisis) bekerja sebagai struktur penunjang bagi ujung-ujung saraf. Kelenjar ini terletak pada nukleus supraoptik dan para ventrikuler hipotalamus, di bawah kelenjar hipofise posterior, di dalam aksoplasma, serat-serat neuron berjalan dari hipotalamus. Hormon yang dihasilkan: a.

Hormon antidiuretik (ADH) dibentuk dalam nukleus supraoptik yang mengandung asam amino. Mekanisme kerja ADH adalah meningkatkan permeabilitas duktus dan mereabsorpsi sebagian besar air yang disimpan dalam tubuh. Salah satu rangsangan yang menyebabkan sekresi ADH menjadi kuat adalah penurunan volume darah.

b.

Hormon oksitosin dibentuk dalam nukleus paraventrikel, merupakan salah satu zat yang dapat menimbulkan kontraksi uterus dalam keadaan hamil, rangsangan sangat kuat pada akhir kehamilan. Efek oksitosin selama persalinan meningkat pada stadium akhir sehingga menimbulkan sinyal saraf melewati hipotalamus membantu proses

persalinan. Di samping itu membentuk laktasi sehingga timbulnya pengiriman air susu dari alveoli ke duktus sehingga diisap bayi.

Peran Anti-Diuretik Hormon pada Mekanisme Perkemihan Pengaturan final urine diatur oleh 3 jenis hormon. Osmoreseptor pada hipotalamus sangat sensitif terhadap osmolaritas serum. Selama dehidrasi osmolaritas serum meningkat. Osmoreseptor pada hipotalamus merangsang sekresi, meningkatkan permeabilitas sel tubulus koligentes terhadap air ADH. Oleh karena penting untuk mempertahankan suatu keseimbangan yang tepat antara reabsorpsi tubulus dan filtrasi glomerulus, mekanisme saraf, faktor hormonal, dan kontrol setempat meregulasi reabsorpsi dari beberapa zat terlarut dapat diatur secara bebas terpisah dari yang lain terutama melalui mekanisme pengontrolan hormonal. Hormon antidiuretik (ADH) meningkatkan permeabilitas sel tubulus kolegentes terhadap air, memungkinkan resorpsi air sehingga cairan ekstraselular (CES) kembali normal. Hormon lain yang memengaruhi konsentrasi urine adalah renin. Bila laju filtrasi glomerulus (LFG) turun karena dehidrasi atau kehilangan darah, kadar natrium di bawah normal pada filtrasi, yang merangsang sekresi renin. Renin mengubah angiotensin yang disekresi hati menjadi angiotensin I. Sel kapiler paru selanjutnya mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II mengonsentrasi otot polos sekeliling arteriola. Hal ini meningkatkan tekanan darah, selanjutnya meningkatkan laju filtrasi glomerulus (LFG). Angiotensin II juga mendorong sekresi aldosteron, hormon ketiga yang memengaruhi. Korteks adrenal jika dirangsang oleh angiotensin II menyekresi aldosteron dengan meningkatkan resorpsi air di ginjal, meningkatkan tekanan darah dan menurunkan osmolitas serum. Aldosteron juga berespons terhadap kadar abnormal natrium darah. Permeabilitas duktus koligentes bagian medula di kontrol oleh ADH, bersifat permeabel terhadap ureum dan membantu meningkatkan osmolitas daerah ginjal untuk membentuk urine yang pekat.

EPIDEMIOLOGI

Diabetes insipidus merupakan suatu penyakit langka yang jarang ditemukan. Menurut sebuah konsorsium europian partner, menyatakan ini merupakan penyakit langka yang terdapat 1: 2000 orang.

PENCEGAHAN a. Caga kesehatan Tubuh, melakukan pemeriksaan kadar gula darah,

b. Ubah pola makan, perbanyak makan-makanan sayur serta buah yang kaya akan serat, kurangin makanan instant siap saji yang banyak mengandung bahan kimia dan pengawet. c. Perbanyak aktivitas, olahraga teratur mencegah diabetes dengan mengontrol berat badan dan meningkatkan aliran darah d. Diet Sehat, membatasi konsumsi gula dan karbohidrat e. Tidak merokok, f. Hindari Stress, stress yang berlebih dapat meningkatkan kadar gula dalam darah g. Tidur Nyenyak, kurang tidur dapt meningkatkan hormon kortisol dalam tubuh yang dapat meningkatkan tingkat insulin dan menyebabkan ketidakseimbangan dula darah

Related Documents


More Documents from ""