Konsep Dasar Kelompok kerja Stoner, Freeman, dan Gilbert pada tahun 1955 mendefinisikan kelompok sebagai kumpulan dua orang atau lebih yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi untuk suatu tujuan tertentu yang dipahami bersama. kelompok kerja dapat didefenisikan sebagai kelompok yang disusun oleh organisasi dengan tujuan untuk menjalankan berbagai pekerjaan yang terkait dengan pencapaian tujuan organisasi. A. Jenis Kelompok Pekerja Menurut Sopiah, 2008 kelompok kerja dapat dibagi dua, yaitu kelompok kerja formal dan kelompok kerja informal. 1. Kelompok kerja formal Kelompok kerja yang dibentuk atau disusun secara resmi oleh manajer dimana kelompok kerja tersebut diberikan tugas dan pekerjaan yang terkait dengan pencapaian tujuan organisasi. Kelompok kerja formal dapat berupa formal dapat berupa kelompok kerja langsung, kepanitiaan, dan kelompok kerja temporal atau khusus. Kelompok kerja langsung merupakan kelompok kerja yang disusun oleh manajer dan beranggotakan beberapa orang bawahan yang berada dibagian dimana manajer tersebut ditugaskan. Kelompok kerja langsung biasanya dibentuk atau terbentuk dengan sendirinya (pada saat departementalisasi dilakukan) sebagai konsekuensi langsung dari rencana organisasi yang telah dibuat dan ketika struktur orgaisasi terbentuk. Kegiatankegiatan yang biasanya dilakukan oleh kelompok kerja langsung adalah kegiatan yang bersifat utama dari sebuah organisasi dan kebanyakan bersifat rutin, artinya yang selalu dilakukan oleh organisasi tersebut. Kepanitiaan adalah kelompok kerja yang disusun oleh manajer dan beranggotakan beberapa orang yang bisa berasal dari bagian yang sama, atau juga dari bagian lain dari organisasi. Kepanitiaan disusun berdasarkan tugastugas tertentu yang tidak rutin, namun disusun sebagai upaya untuk mencapai
Commented [WU1]: Sumber di isi lengkap
tujuan organisasi pula. Kepanitiaan biasanya dibuat untuk jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh organisasi. Kelompok kerja temporal atau khusus adalah kelompok kerja yang disusun untuk kepentingan-kepentingan khusus yang bersifat sementara. Diantara contoh dari kelompok kerja seperti ini, misalnya ketika perusahaan melakukan kerja sama dengan perusahaan lain dalam sebuah kegiatan, maka perusahaan dapat membentuk kelompok kerja ini, atau juga untuk suatu kepentingan internal perusahaan dapat juga membentuk kelompok kerja ini dan lain sebagainya. Sekalipun bersifat khusus, kelompok ini tetap disusun untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi, hanya saja biasanya dibenuk dari program-program yang bersifat tidak tetap dan sementara. 2. Kelompok kerja informal Kelompok kerja informal adalah kelompok kerja yang disusun atau tersusun dengan sendirinya ketika beberapa anggota dari organisasi yang kegiatannya biasanya tidak terkait langsung dengan rencana-rencana rutin dari organisasi, namun secara tidak langsung akan mempengaruhi kinerja dari orang-orang dalam organisasi. Contohya adalah kelompok olahraga yang beranggotakan para pegawai termasuk juga para manajer, kelompok hobi, dan lain-lain. Kelompok informal ini biasanya terbentuk dan dibentuk untuk memelihara budaya.
B. Pengertian Hazard Bahaya atau hazard merupakan segala hal atau sesuatu yang menpunyai kemungkinan mengakibatkan kerugian baik pada harta benda, lingkungan, maupun manusia (Budiono, 2003). Menurut Suardi (2005), bahaya adalah sesuatu yang berpotensi menjadi penyebab kerusakan. Ini dapat mencakup substansi, proses kerja dan atau aspek lainnya dari lingkungan kerja. Bahaya (hazard) adalah suatu keadaan yang dapat mengakibatkan cidera (injury) atau kerusakan (damage) baik manusia, properti dan Setiap kegiatan yang
dilakukan tidak ada satupun yang bebas dari resiko yang ditimbulkan dari bahaya, demikian pula kegiatan yang dilakukan di industri yang dalam proses produksinya menggunakan proses kimia. Proses kimia pada industri memberikan potensi bahaya yang besar, potensi bahaya yang ditimbulkan disebabkan antara lain: penggunaan bahan baku, tingkat reaktivitas dan toksitas tinggi, reaksi kimia, temperatur tinggi, tekanan tinggi, dan jumlah dari bahan yang digunakan. Potensi bahaya yang ditimbulkan diperlukan upaya untuk meminimalkan terhadap risiko yang diterima apabila terjadi kecelakaan (Baktiyar, 2009). Mengingat potensi bahaya yang besar pada industri yang menggunakan proses kimia, maka diperlukan upaya pengendalian, sehingga resiko yang ditimbulkan pada batasbatas yang dapat diterima melalui Risk Assessment. lingkungan (Baktiyar, 2009)
C. Komponen Bahaya 1. Karakteristik material 2. Bentuk material 3. Hubungan pemajanan dan efek 4. Jalannnya pemajanan dari proses individu 5. Kondisi dan frekuensi penggunaan 6. Tingkah laku pekerja D. Jenis Hazard Pada Kelompok Pekerja 1. Hazard fisik Misalnya yang berkaitan dengan peralatan seperti bahaya listrik, temperatur ekstrim, kelembaban, kebisingan, kebisingan, radiasi, pencahayaan, getaran, dan lain-lain. 2. Hazard Kimia Ialah kecederaan akibat sentuhan dan terhidu bahan kimia.Contohnya bahanbahan kimia seperti asid, alkali, gas, pelarut, simen, getah sintetik, gentian kaca, pelekat antiseptik, aerosol, insektisida, dan lain-lain.. Bahan-bahan
Commented [WU2]: Mulai dari pengetian hazaard....jenis dsb, sumber dari mana
kimia tersebut merbahaya dan perlu diambil langkah - langkah keselamatan apabila mengendalinya. 3. Hazard biologi Misalnya yang berkaitan dengan mahluk hidup yang berada di lingkungan kerja seperti virus, bakteri,
tanaman, burung, binatang yang dapat
menginfeksi atau memberikan reaksi negative kepada manusia. 4. Hazard psikososial Misalnya yang berkaitan aspek sosial psikologis maupun organisasi pada pekerjaan dan lingkungan kerja yang dapat memberi dampak pada aspek fisik dan mental pekrja. Seperti misalnya pola kerja yang tak beraturan, waktu kerja yang diluar waktu normal, beban kerja yang melebihi kapasitas mental, tugas yang tidak berfariasi, suasana lingkungan kerja yang terpisah atau terlalu ramai dll sebagainya 5. Hazard ergonomi Yang
termasuk
didalam
kategori
ini
antara
lain
desain
tempat kerja yang tidak sesuai, postur tubuh yang salah saat melakukan aktifitas, desain pekerjaan yang dilakukan, pergerakan yang berulang-ulang 6. Hazard Mekanis, semua jenis bahaya yang berasal dari benda-benda bergerak atau bersifat mekanis. Contoh : mesin-mesin pemotong, bahaya getaran. 7.
E. Pencegahan Kecelakaan Akibat Kerja Tindakan pencegahan kecelakaan haruslah dilakukan, agar dapat menekan tingkat kecelakaan tenaga kerja ditempat kerja. Umumnya kejadian kecelakaan kerja disebabkan kesalahan manusia (human error). Menurut Sedarmayanti (2011:129), dalam kecelakaan kerja dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu: 1. Kecelakaan kerja akibat langsung kerja. 2. Kecelakaan pada saat atau waktu kerja.
Commented [WU3]: Tampilkan gambar masing masing hazard
3. Kecelakaan diperjalanan (dari rumah ke tempat kerja dan sebaliknya, melalui jalan yang wajar). 4. Penyakit akibat kerja. Maka dari itu perusahaan perlu melakukan tindakan pencegahan kecelakaan yang mungkin terjadi terhadap tenaga kerja. Tindakan pencegahan kecelakaan bertujuan untuk mengurangi peluang terjadinya kecelakaan hingga mutlak minimum. Menurut Sedarmayanti (2011:138), salah satu pencegahan kecelakaan dimulai dengan pemeliharaan lingkungan kerja, lingkungan kerja yang buruk dapat menurunkan derajat kesehatan dan daya kerja karyawan. Dengan demikian perlu ada upaya pengendalian untuk mencegah, mengurangi bahkan menekan agar hal demikian tidak terjadi. Ada beberapa prinsip pencegahan kecelakaan menurut Ridley (2006:113), yaitu: 1. Mengidentifikasi bahaya. Dalam mengidentifikasi bahaya, meliputi teknik-teknik yang harus dilakukan, yaitu: a. Melakukan inspeksi b. Melalui patrol dan inspeksi keselamatan kerja c. Laporan dari operator d. Laporan dalam jurnal-jurnal teknis 2. Menghilangkan bahaya. a. Dengan sarana-sarana teknis b. Mengubah material c. Mengubah proses 3. Mengurangi bahaya hingga seminim mungkin jika penghilangan bahaya tidak dapat dilakukan. a. Dengan saran teknis dan memodifikasi perlengkapan b. Pemberian pelindung/kumbung c. Pemberian alat pelindung diri (personal protective equipment)
4. Melakukan penelitian resiko residual. 5. Mengendalikan resiko residual.
Menurut Sedarmayanti (2011:133), tindakan pencegahan kecelakaan dapat dilakukan diantaranya dengan program tri-E (program triple E) yang terdiri dari: 1. Teknik (Engineering) Adalah tindakan pertama yang melengkapi semua perkakas dan mesin dengan alat pencegah kecelakaan (safety guards). 2. Pendidikan (Education) Adalah perlu memberikan memberikan pendidikan dan latihan kepada para pegawai untuk menanamkan kebiasaan bekerja dan cara kerja yang tepat dalam rangka mencapai keadaan yang aman (safety) semaksimal mungkin. 3. Pelaksanaan (Enforcement) Adalah tindakan pelaksanaan, yang memberi jaminan bahwa peraturan pengendalian kecelakaan dilaksanakan.
Beberapa upaya-upaya pencegahan kecelakaan juga dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah: 1. Memberikan penanda dan isyarat keselamatan kerja
Penanda dan isyarat
digunakan agar karyawan lebih mengetahui apa saja yang menjadi bahaya ditempat kerja. Menurut Ridley (2006:98), untuk mencegah terjadinya kecelakaan maka perusahaan perlu memberikan penanda dan isyarat keselamatan kerja. Penggunaan papan penanda keselamatan yang benar di tempat kerja dapat: a. Menggalakkan instruksi-instruksi dan aturan-aturan keselamatan kerja. b. Memberikan informasi atas resiko dan tindakan pencegahan yang harus diambil. 2. Memberikan pemahaman kepada karyawan untuk selalu berhati-hati dalam bekerja.
Menurut Sedarmayanti (2011:125), untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya keselamatan kerja yaitu selalu berhatihati dalam bekerja dapat dilakukan dalam beberapa cara yaitu: a. Pengarahan singkat yang dilakukan oleh pihak perusahaan setiap hari sebelum bekerja. b. Memberi pengertian kepada karyawan mengenai cara bagaimana mereka harus bekerja dengan benar, (tepat, cepat dan selamat). c. Meyakinkan karyawan bahwa keselamatan kerja mempunyai dasar yang sama pentingnya dengan kualitas/ mutu dan target. d. Member pengertian kepada karyawan tentang cara pelaksanaan pengamanan kerja tanpa disertai suatu peraturan. e. Menginsyafkan diri sendiri beserta staf, bahwa kecelakaan kerja yang mungkin dan telah terjadi, sebenarnya dapat dihindarkan. Jika karyawan lebih dahulu mengetahuinya dan mau mencegah segera. f. Perlu ditekankan bahwa cara kerja yang baik dan aman merupakan kebiasaan dan dapat dikembangkan dengan kesadaran untuk selalu berhati-hati dalam bekerja. 3. Memberikan Sanksi kepada karyawan yang melanggar peraturan keselamatan dalam bekerja Sanksi diberikan kepada karyawan yang melanggar peraturan yang telah dibuat dan disahkan perusahaan. Menurut Ridley (2006:74), beberapa langkah sanksi yang diberikan kepada karyawan yang melanggar peraturan mengenai keselaman kerja diantaranya adalah: a. Memberikan peringatan lisan kepada pekerja dengan memberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan, menawarkan pelatihan tambahan jika dipandang perlu. Selain itu, berilah kesempatan pula kepada
karyawan
keluhannya.
untuk
mengemukakan
argumentasinya
atau
b. Jika tidak ada perubahan dalam diri pekerja, perusahaan berhak mengeluarkan surat peringatan pertama berikut pernyataan kemungkinan konsekuensinya jika tidak diikuti, misalnya pemecatan. c. Memberikan surat peringatan kedua yang mengulangi pernyataan yang diberikan pada surat peringatan pertama. d. Memberikan surat peringatan terakhir beserta pernyataan tentang kemungkinan pemecatan. e. Jika tidak juga ada perubahan, perusahaan dapat melakukan pemecatan langsung kepada karyawan tersebut. 4. Memberikan pemahaman agar karyawan mematuhi standar prosedur keselamatan kerja Perusahaan perlu memberikan pemahaman kepada karyawan agar karyawan dapat lebih mengetahui dan memahami bahwa pentingnya mengikuti standar prosedur keselamatan kerja agar dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja. UU No. 1 Tahun 1970 Bab VIII pasal 13 tentang Kewajiban dan Hak Kerja yang salah satunya berbunyi: bahwa karyawan harus memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan yang diwajibkan. 5. Memberikan perhatian lebih kepada karyawan yang kondisi tubuhnya melemah Perusahaan harus melindungi karyawannya dari masalah kondisi tubuh karyawan, karena apabila karyawan kondisi tubuhnya sehat maka dapat bekerja dengan baik. Menurut Sedarmayanti (2011:165), masalah kesehatan karyawan ada beraneka ragam jenis dan sulit dihindari. Masalah tersebut dapat berkisar dari keadaan sakit kecil sampai keadaan sakit serius berhubungan dengan pekerjaan yang dilakukan. Beberapa karyawan memiliki masalah kesehatan emosional, masalah alcohol/narkoba, masalah kronis, masalah yang tidak permanen, tetapi semua masalah yang mempengaruhi operasi organisasional dan produktivitas karyawan.
JENIS - JENIS APD Dalam konsep K3, penggunaan APD merupakan pilihan terakhir atau last resort dalam pencegahan kecelakaan. Hal ini disebabkan karena alat pelindung diri bukan untuk mencegah kecelakaan (reduce likelihood) namun hanya sekadar mengurangi efek atau keparahan kecelakaan (reduce consequences). Sebagai contoh, seseorang yang menggunakan topi keselamatan bukan berarti bebas dari bahaya tertimpa benda. Namun jika ada benda jatuh, kepalanya akan terlindung sehingga keparahan dapat dikurangi. Akan tetapi, jika benda yang jatuh sangat berat atau dari tempat yang tinggi, topi tersebut mungkin akan pecah karena tidak mampu menahan beban. Alat keselamatan ada berbagai jenis dan fungsi yang dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Alat pelindung kepala (Headwear), untuk melindungi bagian kepala dari benda yang jatuh atau benturan misalnya topi keselamatan baik dari plastik, aluminium, atau fiber. a. Topi pelindung (Safety Helmets) b. Tutup kepala c. Topi (Hats/Cap
2. Alat pelindung muka (Face Shield), untuk melindungi percikan benda cair, benda padat atau radiasi sinar dan panas misalnya pelindung muka (face shield) dan topeng las. 3. Alat pelindung mata (Eyes Protection), untuk melindungi dari percikan benda, bahan cair, dan radiasi panas, misalnya kacamata keselamatan, dan kacamata las. a. Kacamata (Spectacles) b. Goggles
4. Alat pelindung pernafasan (Respiratory Protection), untuk melindungi dari bahan kimia, debu uap dan asap yang berbahaya dan beracun.
5. Alat pelindung pernafasan sangat beragam seperti masker debu, masker kimia, respirator dan Breathing Apparatus (BA).
a. Masker b. Respirator 6. Alat pelindung pendengaran (Ear Muff), untuk melindungi organ pendengaran dari suara yang bising misalnya sumbat telinga (ear plug) dan katup telinga (ear muff).
7. Alat pelindung badan (Body Protection), untuk melindungi bagian tubuh khususnya dada dari percikan benda cair, padat, radiasi sinar dan panas misalnya appron dari kulit, plastik, dan asbes.
8. Alat pelindung tangan (Hand Protection), untuk melindungi bagian jari dan lengan dari bahan kimia, panas, atau benda tajam misalnya sarung tangan kulit, PVC, asbes, dan metal
9. Sabuk Pengaman (Safety Belt) untuk melindungi ketika terjatuh dari ketinggian misalnya ikat pinggang keselamatan (safety belt), harness, dan jaring.
10. Alat pelindung kak (Safety Shoes), untuk melindungi bagian telapak kaki, tumit, atau betis dari benda panas, cair, kejatuhan benda, tertusuk benda tajam dan lainnya misalnya sepatu karet, sepatu kulit, sepatu asbes, pelindung kaki
dan betis. Untuk melindungi dari kejatuhan benda, sepatu keselamatan dilengkapi dengan pelindung logam dibagian ujungnya (steel to cap).
F. Penatalaksanaan Kecelakaan Akibat Kerja Tindakan dalam Menangani Kecelakaan Kerja Perlu diingat bahwa terjadinya suatu bencana alam dan kecelakaan-kecelakaan lainnya, biasanya datang ketika disaat tidak siap menghadapinya. Berikut tindakan yang dilakukan dalam menangani kecelakaan kerja: 1. Pertolongan Pertama pada Kecelakaan/P3K (First Aid) Menurut Vida Hasna Farida (2010:108) menyatakan bahwa: “Pertolongan Pertama pada Kecelakaan/P3K (First Aid) adalah suatu perawatan yang segera (immediate) dan sementara untuk menolong penderita yang mengalami cedera yang mendadak (emergency) dan penyakit yang tibatiba (sudden illness) sebelum penderita dibawa ke rumah sakit”. 2. Medis Dasar Menurut Vida Hasna Farida (2010:108) menyatakan bahwa: “Medis dasar adalah tindakan perawatan berdasarkan ilmu kedokteran yang dapat dimiliki oleh awam atau awam yang terlatih secara khusus sudah memiliki sertifikat”. 3. Rawat Inap Tingkat Pertama Menurut Susatyo Herlambang (2016:156) menyebutkan pengertian rawat inap tingkat pertama adalah: “Pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik dan dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk keperluan observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan, dan/atau pelayanan medis lainnya, dimana peserta dan/atau keluarganya dirawat inap paling singkat 1 (satu) hari”.
G. Peran Perawat Pada Peningkatan Kesehatan Kelompok Pekerja
Fungsi seorang perawat hiperkes sangat tergantung kepada kebijaksanaan perusahaan dalam hal luasnya ruang lingkup usaha kesehatan, susunan dan jumlah tenaga kesehatan yang dipekerjakan dalam perusahaan. Perawat merupakan satusatunya tenaga kesehatan yang full time di perusahaan, maka fungsinya adalah : 1. Membantu dokter perusahaan dalam menyusun rencana kerja hiperkes di perusahaan 2. Melaksanakan program kerja yang telah digariskan, termasuk administrasi kesehatan kerja. 3. Memelihara dan mempertinggi mutu pelayanan perawatan dan pengobatan. 4. Memelihara alat-alat perawatan, obat-obatan dan fasilitas kesehatan perusahaan. 5. Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan sesuai cara-cara yang telah disetujui. 6. Ikut
membantu
menentukan
kasus-kasus
penderita,
serta berusaha
menindaklanjuti sesuai wewenang yang diberikan kepadanya. 7. Ikut menilai keadaan kesehatan tenaga kerja dihubungkan dengan faktor pekerjaan dan melaporkan kepada dokter perusahaan. 8. Membantu usaha perbaikan kesehatan lingkungan dan perusahaan sesuai kemampuan yang ada. 9. Ikut mengambil peranan dalam usaha-usaha kemasyarakatan : UKS. 10. Membantu, merencanakan dan atau melaksanakan sendiri kunjungan rumah sebagai salah satu dari segi kegiatannya. 11. Menyelenggarakan pendidikan hiperkes kepada tenaga kerja yang dilayani. 12. Turut ambil bagian dalam usaha keselamatan kerja. 13. Mengumpulkan data-data dan membuat laporan untuk statistic dan evaluasi. 14. Turut membantu dalam usaha penyelidikan kesehatan tenaga kerja. 15. Memelihara hubungan yang harmonis dalam perusahaan 16. Memberikan penyuluhan dalam bidang kesehatan
17. Bila lebih dari satu paramedis hiperkes dalam satu perusahaan, maka pimpinan paramedis hiperkes harus mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan semua usaha perawatan hiperkes.
Menurut Jane A. Le R.N dalam bukunya The New Nurse in Industry, beberapa fungsi specific dari perawat hiperkes adalah : 1. Persetujuan dan kerjasama dari pimpinan perusahaan/ industry dalam membuat program dan pengolahan pelayanan hiperkes yang mana bertujuan memberikan pemeliharaan / perawatan kesehatan yang sebaik mungkin kepada tenaga kerja 2. Memberikan/ menyediakan primary nursing care untuk penyakit -penyakit atau korban kecelakaan baik akibat kerja maupun yang bukan akibat kerja bedasarkan petunjuk- petunjuk kesehatan yang ada. 3. Mengawasi pengangkutan si sakit korban kecelakaan ke rumah sakit , klinik atau ke kantor dokter untuk mendapatkan perawatan / pengobatan lebih lanjut 4. Melakukan referral kesehatan dan pencanaan kelanjutan perawatan dan follow up dengan rumah sakit atau klinik spesialis yang ada 5. Mengembangkan dan memelihara system record dan report kesehatan dan keselamatan yang sesuai dengan prosedur yang ada di perusahaan 6. Mengembangkan dan memperbarui policy dan prosedur servis perawatan 7. Membantu program physical examination (pemeriksaan fisik) dapatkan datadata keterangan-keterangan mengenai kesehatan dan pekerjaan. Lakukan referral yang tepat dan berikan suatu rekomendasi mengenai hasil yang positif. 8. Memberi nasehat pada tenaga kerja yang mendapat kesukaran dan jadilaj perantara untuk membantu menyelesaikan persoalan baik emosional maupun personal. 9. Mengajar karyawan praktek kesehatan keselamatan kerja yang baik,dan memberikan motivasi untuk memperbaiki praktek-praktek kesehatan. 10. Mengenai kebutuhan kesehatan yang diperlukan karyawan dengan obyektif dan menetapkan program Health Promotion, Maintenance and Restoration
11. Kerjasama dengan tim hiperkes atau kesehatan kerja dalam mencari jalan bagaimana untuk peningkatan pengawasan terhadap lingkungan kerja dan pengawasan kesehatan yang terus menerus terhadap karyawan yang terpapar dengan bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatannya. 12. Tetap waspada dan mengikuti standar-standar kesehatan dan keselamatan kerja yang ada dalam menjalankan praktek-praktek perawatan dan pengobatan dalam bidang hiperkes ini. 13. Secara periodic untuk meninjau kembali program-program perawatan dan aktifitas perawatan lainnya demi untuk kelayakan dan memenuhi kebutuhan serta efisiensi. 14. Ikut serta dalam organisasi perawat (professional perawat) seperti ikatan paramedic hiperkes, dan sebagainya. 15. Merupakan tanggung jawab pribadi yang tidak boleh dilupakan dan penting adalah mengikuti kemajuan dan perkembangan professional (continues education).
Menurut American Association of Occupational Health Nurses, ruang lingkup pekerjaan perawat hiperkes adalah : 1. Health promotion / Protection Meningkatkan derajat kesehatan, kesadaran dan pengetahuan tenaga kerja akan paparan zat toksik di lingkungan kerja. Merubah faktor life style dan perilaku yang berhubungan dengan resiko bahaya kesehatan. 2. Worker Health / Hazard Assessment and Surveillance Mengidentifikasi masalah kesehatan tenaga kerja dan menilai jenis pekerjaannya . 3. Workplace Surveillance and Hazard Detection Mengidentifikasi
potensi
bahaya
yang
mengancam
kesehatan
dan
keselamatan tenaga kerja.Bekerjasama dengan tenaga profesional lain dalam penilaian dan pengawasan terhadap bahaya. 4. Primary Care
Merupakan pelayanan kesehatan langsung terhadap penyakit dan kecelakaan pada tenaga kerja, termasuk diagnosis keperawatan, pengobatan, rujukan dan perawatan emergensi. 5. Counseling Membantu tenaga kerja dalam memahami permasalahan kesehatannya dan membantu untuk mengatasi dan keluar dari situasi krisis 6. Management and Administration Acap kali sebagai manejer pelayanan kesehatan dengan tanggungnya pada progran perencanaan dan pengembangan, program pembiayaan dan manajemen
7. Research Mengenali pelayanan yang berhubungan dengan masalah kesehatan, mengenali faktor – faktor yang berperanan untuk mengadakan perbaikan. 8. Legal-Ethical Monitoring Paramedis hiperkes harus sepenuhnya memahami ruang lingkup pelayanan kesehatan pada tenaga kerja sesuai perundang-undangan, mampu menjaga kerahasiaan dokumen kesehatan tenaga kerja. 9. Community Organization Mengembangkan jaringan untuk meningkatkan pelayanan kepada tenaga kerja. Perawat hiperkes yang bertanggung-jawab dalam memberikan perawatan tenaga kerja haruslah mendapatkan petunjuk-petunjuk dari dokter perusahaan atau dokter yang ditunjuk oleh perusahaan. Dasar-dasar pengetahuan prinsip perawatan dan prosedur untuk merawat orang sakit dan korban kecelakaan adalah merupakan pegangan yang utama dalam proses perawatan yang berdasarkan nursing assessment, nursing diagnosis, nursing intervention dan nursing evaluation
adalah
mempertinggi efisiensi
pemeliharaan dan pemberian perawatan selanjutnya. Perawat hiperkes mempunyai kesempatan yang besar untuk menerapkan praktek-praktek
standar perawatan secara leluasa. Seorang perawat hiperkes, melalui program pemeliharaan dan peningkatan kesehatan hendaknya selalu membantu karyawan / tenaga kerja untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
H. Penanganan Akibat Kecelakaan Kerja 1. Jangan Panik Meski situasi dan kondisi saat terjadi kecelakaan crowded, usahakan tetap tenang dan segera mengambil tindakan secara tepat dan cepat. 2. Jauhkan korban dari kecelakaan berikutnya Menjauhkan korban kecelakaan dari tempat semula berfungsi untuk menghindari kecelakaan susulan yang mungkin bisa saja terjadi. Selain itu, dengan menghindar dari lokasi terjadinya kecelakaan, petugas P3K akan dapat lebih fokus mengurus korban. 3. Perhatikan pernafasan,denyut jantung, pendarahan dan tanda-tanda shock Jika korban kecelakaan mengalami kendala dalam pernafasan, pendarahan, dan terjadi tenda-tanda shock maka segera beri pertolongan pertama sesuai dengan SOP. 4. Jangan memindahkan korban secara terburu-buru Jangan pindahkan korban sebelum diketahui secara pasti jenis dan keparahan cidera yang dialami, kecuali bila tempat tersebut tidak memungkinkan lagi untuk melalukan perawatan. Apabila korban hendak diusung, hentikan pendarahan dan pastikan tulang yang patah sudah dibidai. 5. Segera rujuk ke pusat pengobatan terdekat Pertolongan pertama pada prinsipnya adalah pertolongan sementara. Apabila korban mengalami luka parah, jangan segan untuk merujuk ke pusat pengobatan terdekat, bisa ke puskesmas, dokter spesialis maupun rumah sakit.
Sopiah, 2008. Perilaku organisasional. Penerbit Andi Offset: Yogyakarta