Konsep Belajar

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Konsep Belajar as PDF for free.

More details

  • Words: 4,754
  • Pages: 20
Pengertian belajar yang cukup komprehensif diberikan oleh Bell-Gredler (1986:1) yang menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, attitudes. Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Rangkaian proses belajar itu dilakukan dalam bentuk keterlibatannya dalam pendidikan informal, keturutsertaannya dalam pendidikan formal dan atau pendidikan nonformal. Kemampuan belajar inilah yang membedakan manusia dari mahkluk lainnya. Belajar sebagai proses manusiawi memiliki kedudukan dan peran penting, baik dalam kehidupan masyarakat tradisional maupun modern. Pentingnya proses belajar dapat dipahami dari traditional/local wisdom, filsafat, temuan penelitian dan teori tentang belajar. Traditional/local wisdom adalah ungkapan verbal dalam bentuk frasa, peribahasa, adagium, maksim, atau implicit tentang pentingnya belajar dalam kehidupan manusia. Sebagai contoh : Iqra bismirobbika ladzi kholaq (Bacalah alam semesta ini dengan nama Tuhanmu); Belajarlah sampai ke negeri China sekalipun (Belajarlah tentang apa saja, dari siapa saja dan dimana saja); Bend the willow when it is young (Didiklah anak selagi masih muda); Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian (Belajar lebih dahulu

nanti

akan

dapat

menikmati

hasilnya).

Dalam pandangan yang lebih komprehensif konsep belajar dapat digali dari berbagai sumber seperti filsafat, penelitian empiris, dan teori. Para ahli filsafat telah mengembangkan konsep belajar secara sistematis atas dasar pertimbangan nalar dan logis tentang realita kebenaran, kebajikan dan keindahan. Karena itu filsafat merupakan pandangan yang koheren dalam melihat hubungan manusia dengan alam semesta. Plato, dalam Bell-Gredler (1986: 14-16) melihat pengetahuan sebagai sesuatu yang ada dalam diri manusia dan dibawa lahir. Sementara itu Aristoteles melihat pengetahuan sebagai sesuatu yang ada dalam dunia fisik bukan dalam pikiran. Kedua kutub pandangan filosofis tersebut berimplikasi pada pandangan tentang belajar. Bagi para penganut filsafat idealisme, realita terdapat dalam pikiran, sumber pengetahuan adalah idea dalam diri manusia, dan proses belajar adalah pengembangan idea yang telah ada dalam pikiran. Sedang bagi penganut realisme, realita terdapat dalam dunia fisik, sumber pengetahuan adalah pengalaman sensorik, dan belajar merupakan

kontak

atau

interaksi

individu

dengan

lingkungan

fisik.

Pandangan lain tentang belajar, selain dari pandangan para filosof idealisme dan realisme tersebut di atas, berasal dari pandangan para ahli psikologi, yang antara lain dirintis oleh William James, John Dewey, James Cattel, dan Edward Thorndike tahun 1890-1900 (Bell-Gredler, 1986:20-25). Pada dasarnyapara ahli psikologi melihat belajarsebagai proses psikologis yang disimpulkan dari hasil penelitian tentang bagaimana anak berpikir (Hall:1883), atau disimpulkan dari bagaimana binatang belajar (Thorndike:1898) atau dari hasil pengamatan praktek pendidikan (Dewey:1899). Sejalan dengan mulai berkembangnya disiplin psikologi pada awal abad ke-20 berkembang pula berbagai pemikiran tentang belajar yang digali dari berbagai penelitian empiris. Pada zaman itu mulai berkembang dua kutub teori belajar, yakni teori Behaviorisme dan teori gestalt. Kunci dari teori behaviorisme yang digali dari penelitian Ivan Pavlov pemenang hadiah Nobel tahun 1904, dan V.M. Becthtereve serta A.B. Watson adalah proses relasi antara stimulus dan respon (S-R), sedang teori gestalt adalah relasi antara bagian dengan totalitas pengalaman. Sejak saat itu maka berkembang

253

berbagai teori belajar yang bertolak dari ontology penelitian yang berbeda-beda tetapi semua bertujuan

untuk

menjelaskan

bagaimana

belajar

sesungguhnya

terjadi.

Dalam konteks pencapaian tujuan pendidikan nasional, konsep belajar harus diletakkan secara substantif-psikologis terkait pada seluruh esensi tujuan pendidikan nasional mulai dari iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Dengan kata lain, konsep belajar yang secara konseptual menjadi konsep yang bersifat content-based atau bermuatan. Oleh karena itu, konsep belajar dalam konteks tujuan pendidikan nasional harus dimaknai sebagai belajar untuk menjadi orang yang beriman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, ber-akhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Karena pendidikan memiliki misi psiko-pedagogic dan sosio-pedagogic, maka pengembangan pengetahuan, nilai-nilai dan sikap, seta keterampilan mengenai keberagaman dalam konteks beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; keberagaman dalam konteks akhla mulia; ketahanan jasmani dan rohani dalam konteks sehat; kebenaran dan kejujuran akademis dalam konteks berilmu melekat; terampil dan cermat dalam konteks cakap; kebaruan (novelty) dalam konteks kreatif, ketekunan dan percaya diri dalam konteks mandiri; dan kebangsaan, demokrasi dan patriotisme dalam konteks warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab seyogyanya dilakukan dalam rangka

pengembangan

kamampuan

belajar

peserta

didik.

Belajar juga sering diartikan sebagai penambahan, perluasan dan pendalaman pengetahuan, nilai dan sikap, serta keterampilan. Secara konseptual, Fontana(1981) mengartikan belajar adalah suatu proses perubahan yang relative tetap dalam perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman. Seperti Fontana, Gagne (1985) juga menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan dalam kemampuan yang

bertahan

Download

lama

dan

bukan

berasal

selengkapnya

versi

254

dari

proses document

pertumbuhan. disini

PENGAJARAN-PEMBELAJARAN KIMIA DI SEKOLAH MENENGAH: KE MANAKAH ARAH TUJUNYA ? * Abu Hassan bin Kassim Fakulti Pendidikan Universiti Teknologi Malaysia Abstrak Sejak mencapai kemerdekaan, kurikulum kimia (sains) di sekolah menengah negara kita telah mengalami pelbagai perubahan. Mekipun melalui transformasi ini pendidikan kimia menjadi semakin kompleks dan sukar, tetapi apa yang penting ianya menjadi semakin menarik. Penekanan proses pengajaran-pembelajaran sains masa kini adalah terhadap belajar melalui pengalaman, dengan penerapan kemahiran saintifik, kemahiran berfikir serta penyelesaian masalah, melalui pendekatan pembelajaran berfikrah. Persoalannya: Sejauh manakah guru-guru kimia di sekolah melaksanakan proses pengajaran-pembelajaran selaras dengan Falsafah Pendidikan Kebangsaan dan Falsafah Pendidikan Kimia, demi melahirkan generasi yang celik dan kompeten dalam kimia ? Dalam usaha untuk mencari jawapan terhadap persoalan penting ini, satu set soal selidik telah diedarkan kepada 47 orang guru kimia di beberapa daerah Negeri Johor Darul Takzim. Hasil kajian menunjukkan guru menerapkan beberapa aspek kemahiran proses sains - memerhati, mengukur, berkomunikasi, mengelas, membuat kesimpulan dan mentafsir data / maklumat dengan baik dalam proses pengajaran-pembelajaran kimia. Manakala, aspek membuat inferens dan mengawal pemboleh ubah hanya dilaksanakan guru pada tahap yang sederhana sahaja. Guru juga memberi peluang pelajar mentafsir data / maklumat yang yang diperolehi dalam sesuatu eksperimen atau aktiviti penyelidikan yang dilakukan. Walau bagaimanapun, tahap perlaksanaan dalam aspek membuat ramalan serta membuat hipotesis adalah sangat lemah. Meskipun responden menguji pengetahuan sedia ada pelajar, tetapi mereka tidak menggunakan analogi yang sesuai untuk memvisualizekan konsep kimia yang abstrak serta tidak mengaitkannya dengan kehidupan seharian. Hasil kajian juga menunjukkan responden kurang memberi peluang pelajar mengembangkan pemikiran kritis dan kreatif mereka. Di samping itu, responden tidak memberi peluang pelajar terlibat secara aktif dalam proses pengajaran-pembelajaran: Segala-galanya sebagaimana yang termaktub dalam buku teks. Prosedur sesuatu aktiviti eksperimen yang terdapat dalam buku teks diikuti responden secara langsung, tanpa melibatkan aktiviti penyelesaian masalah. Responden cenderung membincangkan teori terlebih dahulu sebelum membenarkan pelajar melakukan eksperimen dengan mengikuti “resepi” di dalam makmal, sebagaimana dalam pendekatan tradisi. Takrifan sesuatu konsep diberikan kepada pelajar sebagaimana yang terdapat dalam buku teks, tanpa memberi penekanan terhadap kata kunci atau dengan membincangkannya mengikut kefahaman guru. PENGENALAN Selaras dengan hasrat untuk mencapai status negara maju, kurikulum sains di sekolah Malaysia digubal sedemikian rupa bagi mewujudkan masyarakat yang saintifik dan progresif serta berilmu: Masyarakat yang mempunyai daya perubahan yang tinggi, memandang jauh ke hadapan, inovatif serta menjadi penyumbang kepada tamadun sains dan teknologi masa depan (Kementerian Pendidikan Malaysia, 2001). Di samping itu, melalui pendidikan sains pelajar perlu dididik dan dilatih supaya berkebolehan mengurus alam dan sumbernya secara optimum dan bertanggungjawab. Bermakna, melalui pendidikan sains, Kementerian 255

Pendidikan berhasrat untuk membentuk masyarakat Malaysia yang kritis, kreatif dan berketrampilan; dengan mengamalkan budaya sains dan teknologi. Dengan kata lain, masyarakat Malaysia perlu mempunyai semangat ingin tahu yang tinggi, ingin mencuba, celik sains, bersifat terbuka, membuat keputusan berdasarkan fakta yang nyata, menghargai sumbangan sains dan teknologi, menghargai kesaimbangan alam, mempunyai iltizam dan kesanggupan untuk menyumbang terhadap kemajuan sains dan teknologi (Kementerian Pendidikan Malaysia, op cit.). Di Malaysia, sains diajar melalui pendekatan inkuiri terpimpin - sebagai proses, bukannya hasil akhir. Sehubungan dengan ini, pelajar perlu dilibatkan secara aktif dalam proses pengajaran-pembelajaran serta diberi peluang untuk melakukan penyelidikan bagi menyelesaikan sesuatu masalah; bukan secara mendemonstrasi atau mengesahkan sesuatu teori, konsep, prinsip, atau maklumat (Abu Hassan, 1999). Matlamat kurikulum sains adalah untuk melahirkah generasi pelapis yang berkembang secara seimbang dari segi jasmani, emosi, rohani, intelek dan sahsiah (JERIS). Di samping itu, kurikulum sains memberi tumpuan kepada pemahaman alam, kesejahteraan manusia, dan perkembangan diri dilaksanakan melalui empat tema: Pengetahuan asas sains, aplikasi sains dalam kehidupan harian, sikap dan nilai-nilai, serta kemahiran saintifik (Kementerian Pendidikan Malaysia, op cit.). Melalui pendidikan sains, pelajar dibimbing untuk mengembangkan beberapa aspek kemahiran seperti kemahiran saintifik, kemahiran berfikir, penyelesaian masalah serta penerapan nilai murni. Pada akhir 1970an dan awal 1980an, banyak kajian yang telah dijalan menunjukkan terdapat beberapa kepincangan dan kegagalan dalam perlaksanaan kurikulum sains di sekolah (Abu Hassan, 1998). Persoalannya, adakah kurikulum sains yang digubal tidak mirip kepada cara bagaimana ahli sains berfikir dan menjalankan penyelidikan ? (sebagaimana pendekatan psikologi yang dicadang oleh Piaget dengan memberi penekanan kepada pengalaman konkrit dan aktiviti hands-on dan minds-on). Banyak hasil kajian menunjukkan antara kegagalan perlaksanaan kurikulum sains adalah berpunca daripada guru sendiri tidak memahami falsafah pendidikan sains. Kemungkinan, ramai di kalangan guru kurang yakin dan tidak cekap menggunakan kaedah inkuiri disebabkan oleh saiz kelas yang terlalu besar, di samping tekanan peperiksaan. Sebagai alternatif, guru cenderung menggunakan pendekatan dan strategi pengajaran secara tradisi (pendekatan didaktik). Masalah infrastruktur, isu pedagogi dan rintangan psikologi pelajar dan guru turut memberi kesan negatif terhadap perlaksanaan kurikulum sains di sekolah Malaysia (Tan, 1991). Di samping itu, menurut Laporan Jawatankuasa Kabinet (1980), kurikulum sains tidak menitikberatkan penggunaan sains dalam kehidupan serta tidak berusaha untuk membentuk insan kamil, sebagaimana yang diilhamkan oleh Falsafah Pendidikan Kebangsaan. Sebagai pelaksana kurikulum, guru perlu memainkan peranan penting bagi menjayakan sesuatu kurikulum yang digubal. Sebelum melaksanakan sesuatu kurikulum di dalam bilik darjah, guru perlu memahami dengan jelas falsafah, matlamat dan intipati sesuatu kurikulum, bagi membolehkan mereka menggunakan strategi dan pendekatan yang sesuai bagi mencapainya dengan berkesan. OBJEKTIF KAJIAN Kajian yang dijalankan adalah bertujuan untuk:

256

i.

Mengenalpasti sama ada guru kimia di sekolah menerapkan kemahiran proses sains dalam proses pengajaran-pembelajaran.

ii.

Mengenalpasti sama ada guru kimia di sekolah melaksanakan aktiviti pengajaranpembelajaran sebagaimana yang disaran dalam kurikulum Kimia KBSM.

METODOLOGI KAJIAN Rekabentuk Kajian Kajian yang dijalankan adalah berbentuk deskriptif, dengan menggunakan kaedah tinjauan, melalui soal selidik. Populasi dan Sampel Kajian Populasi kajian terdiri daripada guru kimia yang mengajar di sekolah menengah bantuan penuh kerajaan 2002 di negeri Johor Darul Ta’zim. Seramai 47 guru yang mengajar mata pelajaran Kimia KBSM, dipilih secara rawak kelompok, dilibatkan dalam kajian. Instrumen Kajian Maklumat yang berkaitan dengan pengajaran responden dikumpul melalui instrumen soal selidik yang mengandungi 21 item / peranyataan (rujuk Lampiran). Item soal selidik dipecahkan kepada tiga aspek: Kemahiran proses sains (asas dan bersepadu), aktiviti pengajaran-pembelajaran yang berteraskan KBSM dan aktiviti pengajaran yang tidak selaras dengan KBSM. Bagi setiap item / pernyataan, responden dikehendaki memilih salah satu daripada tiga skala, sama ada yang tidak pernah dilaksanakan di sepanjang proses pengajaran-pembelajaran (T.P.), atau yang kadang-kadang sahaja digunakan dalam proses pengajaran-pembelajaran (K. K.), atau aktiviti yang sering / kerapkali dilakukan di sepanjang proses pengajaran-pembelajaran (rujuk Lampiran). Kaedah Analisis Data Bagi setiap item / pernyataan, frekuensi respon yang diberi responden dikira, kemudian ditukar ke dalam bentuk peratusan. Pola pengajaran guru ditentu berasaskan nilai mod bagi setiap item / pernyataan. Tahap penguasaan kemahiran proses sains dan aspek pengajaran-pembelajaran responden ditentu berdasarkan nilai peratusan respon bagi setiap pernyataan, yang digunakan dengan meluas dalam sistem penilaian di sekolah, sebagaimana dalam Jadual 1. Penilaian tahap penguasaan dibuat berasaskan kepada aktiviti yang selalu / kerapkali (S. K.) digunakan responden bagi setiap item / pernyataan.

257

Jadual 1:

Skor bagi penentuan tahap penguasaan kemahiran proses sains dan aspek pengajaran-pembelajaran kimia responden Peratus Respon

Tahap Penguasaan

80

-

100

Cemerlang / Sangat Tinggi

60

-

79

Baik / Tinggi

40

-

59

Sederhana

20

-

39

Lemah / Rendah

0

-

19

Sangat Lemah / Sangat Rendah

HASIL KAJIAN Maklumat latar belakang responden yang terlibat dalam kajian adalah sebagaimana dalam Jadual 2. Kedua-dua aspek kemahiran proses sains, asas dan bersepadu, yang diterap responden kepada pelajar semasa proses pengajaran-pembelajaran adalah sebagaimana dalam Jadual 3. Respon yang diberikan responden terhadap perlaksanaan beberapa aspek positif yang berkaitan dengan aktiviti pengajaran-pembelajaran yang berteraskan KBSM adalah sebagaimana dalam Jadual 4. Manakala, Jadual 5 merujuk kepada perlaksanaan responden terhadap beberapa aspek negatif aktiviti pengajaran-pembelajaran yang berteraskan KBSM. Jadual 2: Maklumat latar belakang responden

Demografi Jantina Keturunan

Usia pada 1.1.2002 Kelulusan Akademi Tertinggi

Bidang Pengkhususan

Lelaki Perempuan Melayu Cina India ≤ 25 Tahun 26 - 35 Tahun 36 - 45 Tahun ≥ 46 Tahun Sijil / Diploma Sarjana Muda Sarjana Kimia + Sains Kimia + Biologi Kimia + Fizik Kimia + Maths. 258

Frekuensi (f) 17 30 33 12 2 3 19 20 5 0 44 3 11 14 3 13

Peratus (%) 36.17 63.83 70.21 25.53 4.26 6.38 40.43 42.55 10.64 0.00 93.62 6.38 23.40 29.79 6.38 27.66

Sains Lain < 5 Tahun ResponMengaitkan SK35 - 10 15 topik dengan idea Tahun inovasi untuk menye29 lesaikan masalah (61.70) semasaPemusatan proses (6.38) penga-jaranpembelajaran kepada pelajarMenggunakan analogi da-lam proses pengajaranpembelajaranMenguji pengetahuan se-dia ada pelajarPerlaksanaanTP Respon17273Membuat HipotesisMengawal Pemboleh Ubah3014379115302Mer amal21251Membuat Inferens29162Mengelas3 4121Berkomunikasi 37100Mengukur7 (14.89)382 Kemahiran Proses SainsResponTahap *TPKKSKPerlaksanaanM emerhati817.02> 15 Tahun1838.30 Pengalaman 3 (6.38) (Item 4h) 17 (36.17) 24 (51.06) 6 (12.77) (Item 2e) 4 (8.51) (Item 3d) Baik 1 (2.13) (Item 3a) Baik Lemah (36.17) (57.45) 259

6 6 31.91

12.77 12.77 Mengajar

KK n = 47 Catatan: TP

KK

=

Tidak Pernah: Merujuk kepada aktiviti yang tidak pernah dilakuka n respond en di sepanjan g proses pengajar anpembela jaran. = Kadan gkadan g: Meruj uk kepada aktiviti yang hanya dilaku kan respon den se-kali atau dua kali sahaja, di sepanj ang proses

(6.38) (Item 1c) (Item 1d) (63.83) (29.79) Bersepadu Baik (78.72) (19.15) (2.13) Lemah (31.91) (63.83) (4.26) (Item 4d) Sederhana (44.68) (53.19) (2.13) (Item 4e) Baik (61.70) (34.04) (4.26) (Item 2d) Baik (72.34) (25.53) (2.13) (Item 4f) Asas Baik (78.72) (21.28) (0.00) (Item 2b) Cemerlang (80.85) (4.26) (Item 2a) n = 47

pengaj aranpembe lajaran . SK = Selalu / Kerap kali: Meruj uk kepada aktiviti yang dilaku kan respon den lebih daripa da dua kali, secara berula ng, di sepanj ang proses pengaj aranpembe lajaran . * : Tahap perla ksan aan diten tu bera sask an nilai SK. Angka bercetak tebal (bol d) meru

Jadual 3: Frekuensi (dan peratusan) penerapan kemahiran proses sains responden dalam proses pengajaran-pembelajaran

260

Jadual

TahapMenggalakkan pemikiran kritis dan kreatifMelibatkan konsep kon-struktivisme dalam proses pengajaranpembelajaranTahap25202 Mentafsir Data / MaklumatMembuat Kesimpulan11 - 15

TP

KK

261

SK

juk kepa da nilai mod bagi setia p pern yata an. 5: Frek uens i (dan perat usan ) aspe k peng ajara n guru yang tidak selar as deng an pend ekat an Kimi a KBS M

Aspek Sederhana Perlaksanaan

Tahun Lemah 12 (25.53) 32 (68.09) Lemah Lemah 18 (34.04) 25 (53.19) 20 (42.55) 24 (51.06) 3 (6.38) (Item 4g) 17 (36.17) 32 (68.09) 13 (27.66( 2 (4.26) (Item 3c) n = 47 Catatan: TP = Tidak Pernah: Merujuk kepada aktiviti yang tidak pernah dilakukan responden di sepanjang proses pengajaran-pembelajaran. KK = Kadang-kadang: Merujuk kepada aktiviti yang hanya dilakukan responden se-kali atau dua kali sahaja, di sepanjang proses pengajaran-pembelajaran. SK = Selalu / Kerapkali: Merujuk kepada aktiviti yang dilakukan responden

262

lebih daripada dua kali, secara berulang, di sepanjang proses pengajaran-pembelajaran. * : Tahap perlaksanaan ditentu berasaskan nilai SK. Angka bercetak tebal (bold) merujuk kepada nilai mod bagi setiap pernyataan. Jadual 4: Frekuensi (dan peratusan) perlaksanaan proses pengajaranpembelajaran responden yang berteraskan KBSM Aspek Sederhana (53.19) (42.55) (4.26) Baik (Item 4b) (Item 4c) Menyatakan prosedur eksperimen, sebagaimana dalam buku teks (Item 1a) Merekod data / maklumat ke dalam jadual, sebagaimana dalam buku teks (Item 2c) Membincang teori sebelum menjalankan eksperimen (Item 1b) Memberi definisi konsep, sebagaimana terdapat dalam buku teks (Item 3b) Memberi tahu pelajar kesimpulan bagi sesuatu eksperimen (Item 4a)

1 (2.13)

10 (21.28)

36 (76.60)

Tinggi

2 (4.26)

11 (23.40)

34 (72.34)

Tinggi

1 (2.13)

23 (48.94)

23 (48.94)

Sederhana

3 (6.38)

23 (48.94)

21 (44.68)

Sederhana

2 (4.26)

29 (61.70)

16 (34.04)

Sangat Rendah

n = 47 Catatan: 263

TP

=

KK =

Tidak Pernah: Merujuk kepada aktiviti yang tidak pernah dilakukan responden di sepanjang proses pengajaran-pembelajaran. Kadang-kadang: Merujuk kepada aktiviti yang hanya dilakukan responden se-kali atau dua kali sahaja, di sepanjang proses pengajaran-pembelajaran.

SK = Selalu / Kerapkali: Merujuk kepada aktiviti yang dilakukan responden lebih daripada dua kali, secara berulang, di sepanjang proses pengajaran-pembelajaran. * : Tahap perlaksanaan ditentu berasaskan nilai SK. Angka bercetak tebal (bold) merujuk kepada nilai mod bagi setiap pernyataan. PERBINCANGAN LATAR BELAKANG RESPONDEN Responden yang terlibat dalam kajian ini kebanyakkannya terdiri daripada guru lelaki (64%) yang berketurunan Melayu (70%), berusia antara 26 hingga 45 tahun (83%) dan mempunyai pengalaman mengajar lebih dari 15 tahun (40%). Hampir semua responden memiliki ijazah pertama (94%) di mana hampir sepertiga daripadanya membuat pengkhususan dalam bidang kimia dan biologi. Perlaksanaan Proses Pengajaran-Pembelajaran Hasil kajian menunjukkan responden tidak menerap beberapa aspek penting kemahiran proses sains dalam aktiviti pengajaran-pembelajaran (rujuk Jadual 3). Semasa proses pengajaran-pembelajaran, ramai di kalangan responden memberi penekanan hanya terhadap aktiviti biasa yang beraras rendah - memerhati, mengukur, berkomunikasi, mengelas membuat kesimpulan dan mentafsir data. Majoriti responden hanya kadang-kadang sahaja melibatkan pelajar untuk membuat inferens, meminta pelajar menyatakan hipotesis sebelum merancang sesuatu aktiviti penyiasatan, serta menggalakkan pelajar membuat ramalan berasaskan maklumat terkumpul (Jadual 3). Penerapan kemahiran yang dilakukan respoden dalam kajian ini tidaklah jauh berbeza dengan pendekatan yang dilakukan dalam pengajaran (kimia) tradisi. Tanpa memberi peluang pelajar membuat hipotesis dan menentukan faktorfaktor yang mungkin mempengaruhi hasil yang bakal diperolehi sebelum merancang sesuatu aktiviti penyiasatan, menyebabkan aktiviti (eksperimen) yang dilakukan pelajar lebih mirip kepada mengesahkan sesuatu teori di dalam makmal. Ramai di kalangan responden mengarahkan pelajar melakukan aktiviti penyiasatan dengan hanya mengikut resipi prosedur eksperimen sebagaimana yang terdapat dalam buku teks (Jadual 5). Segala data / maklumat yang dicerap hanya direkodkan dalam jadual yang telah tersedia di dalam buku teks, tanpa melatih dan menggalakkan pelajar merancang cara yang sesuai untuk merekod data atau maklumat (Jadual 5). Apa yang mendukacitakan adalah terdapat ramai di kalangan responden tidak melibatkan konsep belajar melalui pengalaman semasa mengajar, sebagaimana yang disaran dalam pendekatan KBSM. Para pelajar disogokkan dengan teori terlebih dahulu sebelum mereka dibenar menjalankan aktiviti eksperimen yang tertutup (Jadual 5), sebagaimana dalam kaedah tradisi. Dengan kata lain, responden tidak berusaha untuk mengembangkan daya intelek pelajar dengan memberi peluang mereka memperolehi pengetahuan dan kemahiran melalui aktiviti penyiasatan. Kemungkinan responden kurang yakin terhadap kebolehan dan

264

kemampuan para pelajar untuk memperolehi pengetahuan dan pengalaman secara sendiri. Mungkin juga responden mempunyai persepsi bahawa semakin banyak saya beri tahu (pelajar), semakin banyak mereka tahu atau belajar. Ramai di kalangan responden mungkin tidak yakin dengan kepentingan konsep belajar melalui pengalaman di mana dapat mempertingkatkan kefahaman pelajar; selaras dengan kenyataan: “Saya dengar, maka saya lupa; saya lihat, maka saya tahu; saya buat, maka saya faham.” Bagi menggalakkan pembelajaran berfikrah di kalangan pelajar, sebagaimana yang tersurat dalam kurikulum Kimia KBSM (yang disemak semula), mereka perlu dilibatkan secara aktif dalam proses pengajaran-pembelajaran. Semasa merancang aktiviti penyiasatan, pelajar perlu dapat mengenalpasti pemboleh ubah manakah yang perlu dikawal, dimanipulasi atau diukur dalam aktiviti penyiasatan yang dijalankan; bukan hanya mengikuti prosedur sebagaimana yang terdapat dalam buku teks atau kerja amali. Dengan kata lain, pelajar perlu faham apa yang perlu dilakukan dalam sesuatu aktiviti penyiasatan, mengapa ia perlu dilakukan dan bagaimana untuk melakukannya. Hasil kajian juga menunjukkan ramai di kalangan responden tidak memberi peluang pelajar membuat ramalan terhadap apa yang akan berlaku, berasaskan hasil eksperimen yang diperolehi (rujuk Jadual 3). Pelajar juga kurang digalak membuat inferens semasa menjalankan aktiviti penyiasatan. Tanpa penekanan terhadap kedua-dua aspek kemahiran proses sains yang asas ini mungkin akan menghambat perkembangan visi serta intelek pelajar, terutamanya untuk membina dan menggalakkan pemikiran kritis dan kreatif di kalangan mereka (rujuk Jadual 4). Hasil kajian juga menunjukkan responden masih mengawal aktiviti pengajaran-pembelajaran, dengan memberi ruang yang terhad kepada pelajar untuk terlibat secara aktif (iaitu, pemusatan guru, rujuk Jadual 4). Proses pengajaran-pembelajaran masih dimonopoli oleh responden, di mana mereka memainkan peranan utama untuk memberi maklumat (seperti definisi sesuatu konsep) serta arahan apa yang perlu dilakukan pelajar (rujuk Jadual 5). Pelajar hanya melakukan sesuatu aktiviti berasaskan arahan daripada guru, tanpa mempunyai peluang sepenuhnya untuk mereka menyumbang dalam proses pengajaran-pembelajaran. Peluang pelajar untuk mengembangkan pemikiran kritis dan kreatif serta penyelesaian masalah adalah terbatas (rujuk Jadual 4). Hasil kajian juga mendapati bahawa penggunaan analogi (yang sesuai) di kalangan responden bagi membincangkan sesuatu konsep kimia yang abstrak adalah sangat terhad (rujuk Jadual 4). Kegagalan guru memvisualisekan sesuatu konsep (abstrak) yang dipelajari ke dalam minda pelajar mungkin mengakibatkan pembelajaran hanya berlaku pada kulit sahaja. Sebagai akibat, pelajar cenderung untuk menghafal apa yang dipelajari, tanpa memahaminya terlebih dahulu. Selanjutnya, hasil kajian menunjukkan bahawa tahap perlaksanaan kemahiran penyelesaian masalah di kalangan responden adalah lemah. Aspek kemahiran penyelesaian masalah, sebagaimana yang ditekankan dalam kurikulum Kimia KBSM tidak diberi perhatian sepenuhnya oleh guru. Meskipun terdapat beberapa kelemahan ketara dalam perlaksanaan pengajaran di kalangan responden (di mana tidak selaras dengan inspirasi Kimia KBSM), namun terdapat beberapa aspek perlaksanaan pengajaran responden yang baik. Hasil kajian menunjukkan responden cenderung melibatkan konsep konstruktivisme dalam proses pengajaran-pembelajaran (rujuk Jadual 4). Sebelum memulakan sesuatu pengajaran, ramai di kalangan responden menguji pengetahuan sedia ada pelajar, mungkin bertujuan untuk mempastikan kesediaan pelajar (untuk mengikuti pelajaran) atau untuk mengelakkan berlakunya kerangka alternatif. Hasil kajian juga menunjukkan responden menggalakkan pelajar membuat kesimpulan sendiri sebaik sahaja selesai menjalankan eksperimen (rujuk Jadual 3), tanpa memberi tahu mereka

265

(rujuk Jadual 5). Di samping itu, responden juga turut melatih pelajar untuk mentafsir data atau maklumat terkumpul dengan memberi peluang mereka melakukannya (rujuk Jadual 3). Hasil kajian ini mengukuhkan lagi apa yang diperolehi oleh beberapa penyelidik terdahulu dalam aspek penerapan kemahiran proses sains di kalangan guru. Misalnya, tahap penguasaan kemahiran membuat hipotesis yang rendah di kalangan pelajar - sebagaimana yang diperolehi dalam kajian yang dijalankan oleh Brotherton dan Peer (1995), Germann et al. (1996) dan Kamariah (1996) - mungkin disebabkan guru tidak memberi peluang atau membimbing pelajar untuk membuat hipotesis sebelum merancang sesuatu aktiviti penyelidikan. Begitu juga halnya di mana hasil daripada kurangnya penekanan terhadap kemahiran meramal di kalangan guru semasa proses pengajaran-pembelajaran mungkin menyebabkan ramai di kalangan pelajar menghadapi kesukaran untuk membuat interpolating data, sebagaimana yang diperolehi dalam kajian Griffith dan Thomson (1993) serta Roadrangka et al. (1996). Keadaan ini berlaku mungkin disebabkan para pelajar tidak diberi peluang untuk membuat ramalan sendiri, sebaliknya guru membincang dan memberikan jawapan kepada mereka. KESIMPULAN Setelah lebih dari satu dekad kurikulum Kimia KBSM perkenalkan di sekolah, namun kaedah perlaksanaannya masih berada di takuk lama - sebagaimana pendekatan dalam pengajaranpembelajaran (kimia) tradisi. Hasil kajian menunjukkan ramai di kalangan responden masih tidak memahami falsafah dan matlamat Kimia KBSM; justeru, mereka lebih cenderung mengawal proses pengajaran-pembelajaran sepenuhnya tanpa memberi peluang pelajar terlibat secara aktif bagi membolehkan mereka mengembangkan pemikiran kritis, kreatif serta kemahiran penyelesaian masalah. Guru bertindak sebagai peneraju utama dalam proses pengajaran-pembelajaran, bukan sebagai navigator, dengan menggunakan buku teks sebagai sumber utama bahan pengajaran, tanpa melibatkan pelajar secara aktif. Konsep belajar melalui pengalaman hampir tidak pernah didedahkan kepada pelajar. Kelihatannya, responden mempunyai persepsi tersendiri mengenai konsep pembelajaran: “Semakin banyak saya memberi tahu pelajar, maka semakin banyak pelajar belajar, seterusnya dapat menyediakan mereka dalam peperiksaan ?” RUJUKAN Abu Hassan bin Kassim (1998). Skudai.

Pengajaran dan Pembelajaran Kimia KBSM.

UTM,

Abu Hassan bin Kassim (1999). Perspektif Amali Sains Di Sekolah: Kemahiran Saintifik. UTM, Skudai. Abu Hassan bin Kassim (2001). Pendidikan Amali Sains: Kemahiran Saintifik. UTM, Skudai. Germann, P. J., Aram, R. and Burke, G. (1996). “Identifying patterns and relationshipas among the responses of seventh-grade students to the science process skills of designing experiments.” Journal of Research in Science Teaching. 33, 79-99.

266

Kementerian Pendidikan Malaysia. (2001). Kurikulum Bersepadu Sekolah Menengah (KBSM) Yang Disemak Semula. Kuala Lumpur: Pusat Perkembangan Kurikulum. Roadrangka, V., Muhd Nor bin Ahmad and Said Manap. (1996). “Science process skills performance among students in Malaysia, the Philippines and Thailand.” Penang: SEAMEO Regional Centre for Education in Science and Mathematics. Tan, L. T. (1991). Menyiasat Tahap Kemahiran-Kemahiran Proses Sains Bersepadu Di Kalangan Pelajar Tahun 1 UTM dan Kesan Kursus Amali Yang Diikuti. UTM: Tesis Sarjana Muda yang tidak diterbitkan.

LAMPIRAN

UNIVERSITI TEKNOLOGI MALAYSIA FAKULTI PENDIDIKAN BORANG SOAL SELIDIK UNTUK GURU KIMIA Soal selidik ini adalah bertujuan untuk mendapatkan maklumat mengenai PERLAKSANAAN KURIKULUM KIMIA KBSM DI SEKOLAH MENENGAH Soal selidik ini mengandungi 6 (enam) muka surat yang terbahagi kepada dua bahagian: Bahagian A dan Bahagian B. Bahagian A: Maklumat latar belakang responden. Bshagian B: Aspek yang berkaitan dengan kaedah perlaksanaan kurikulum Kimia KBSM di sekolah menengah. Sila berikan respon anda terhadap semua pernyataan dalam setiap bahagian, sebagaimana yang diarahkan. Segala maklumat yang anda beri akan dirahsiakan. Sila respon anda dengan ikhlas. Kerjasama anda didahului dengan ucapan terima kasih. Penyelidik ABU HASSAN BIN KASSIM 267

FAKULTI PENDIDIKAN UNIVERSITI TEKNOLOGI MALAYSIA SKUDAI, JOHOR BAHRU BAHAGIAN A MAKLUMAT LATAR BELAKANG RESPONDEN ARAHAN:

1 .

Sila berikan maklumat mengenai diri anda, dengan menandakan ( ) dalam kotak yang berkenaan, bagi setiap pernyataan.

Jantina

Lelaki Perempuan

2 .

Keturunan

Melayu Cina India Lain-lain: Sila nyatakan ……………..………..

3 .

Umur pada 1.1.2002.

≤ 25 Tahun 26 - 35 Tahun 36 - 45 Tahun ≥ 46 Tahun

4 .

5 .

Kelulusan Akademik

Sijil / Diploma

Tertinggi

Sarjana Muda Sarjana

Bidang Pengkhususan

Kimia dan Sains Kimia dan Biologi Kimia dan Fizik Kimia dan Matematik Bidang Sains Yang Lain

6 .

Pengalaman Mengajar

< 5 Tahun

268

5 - 10 Tahun 11 - 15 Tahun > 15 Tahun

BAHAGIAN B PERLAKSANAAN KURIKULUM KIMIA KBSM DI SEKOLAH MENENGAH ARAHAN: Bagi setiap pernyataan berikut, anda dikehendaki memilih salah satu daripada tiga (3) aras persetujuan. Sila bulatkan pilihan anda. PANDUAN 1

= Tidak Pernah (TP)

:

Merujuk kepada aktiviti yang tidak pernah anda lakukan di sepanjang proses pengajaran-pembelajaran.

2

= Kadang-Kadang (KK)

:

Merujuk kepada aktiviti yang anda hanya lakukan sekali atau dua kali sahaja, di sepanjang proses pengajaranpembelajaran.

3

= Selalu / Kerapkali (SK)

:

Merujuk kepada aktiviti yang anda lakukan lebih daripada dua kali, secara berulang, di sepanjang proses pengajaranpembelajaran.

269

PERNYATAAN TP

RESPON KK

SK

1

2

3

1

2

3

1

2

3

TP 1

RESPON KK 2

SK 3

1

2

3

membuat pemerhatian dengan teliti (misalnya, melihat perubahan warna kuprum okisida semasa dipanaskan dengan dialirkan gas hidrogen ke atasnya).

1

2

3

b. mengukur kuantiti bahan yang terlibat dalam eksperimen dengan tepat, dan merekod data dengan kaedah yang betul (misalnya, mengukur kuantiti asid yang digunakan dalam titratan dan merekodkannya sebagai 20.15).

1

2

3

c.

merekod segala pemerhatian (dan data) ke dalam jadual, sebagaimana yang terdapat dapam buku teks.

1

2

3

d.

mengasing dan mengumpulkan objek atau fenomena ke dalam beberapa kumpulan, berasaskan kriteria tertentu (misalnya, mengasingkan sebatian asid, bes

1

2

3

Contoh: Sebaik sahaja selesai melakukan eksperimen, pelajar dikehendaki menuangkan kembali lebihan larutan yang digunakan ke dalam botol reagen. Jika anda tidak pernah melakukan aktiviti tersebut, sila bulatkan pilihan nombor 1 (iaitu, TP). 1.

Sebelum menjalankan eksperimen, saya a. membincangkan prosedur eksperimen dengan jelas, sebagaimana yang terdapat dalam buku kerja / teks. b. membincangkan teori yang berkaitan terlebih dahulu bagi mempastikan pelajar memperolehi hasil eksperimen yang baik. PERNYATAAN

2.

c.

meminta pelajar membuat pernyataan awal terhadap hasil yang dijangkakan.

d.

minta pelajar mengenalpasti aspek eksperimen yang perlu dikawal, dimanipulasi dan diukur.

Semasa menjalankan eksperimen, saya mengarahkan pelajar a.

270

dan neutral berasaskan perubahan warna kertas limus yang dicelup ke dalamnya). e. membincangkan (dalam kumpulan) isu semasa yang berkaitan dengan topik. 3.

1

2

3

1

2

3

1

2

3

TP 1

RESPON KK 2

SK 3

1

2

3

Selepas menjalankan eksperimen, saya meminta pelajar a. menyalin (menulis) kesimpulan eksperimen yang di tulis di white board.

1

2

3

b.

menganalisis dan mensintesis data yang diperolehi (misalnya, memplot graf daripada data eksperimen yang mengkaji kesan suhu terhadap pelarutan gula dalam air).

1

2

3

c.

membuat pernyataan tentang hasil yang diperolehi berdasarkan hipotesis (misalnya, kesan baja terhadap pertumbuhan pokok).

1

2

3

d. membuat jangkaan / ramalan terhadap fenomena yang tidak diuji dalam eksperimen.

1

2

3

e.

membuat kesimpulan berasaskan data atau maklumat yang diperolehi.

1

2

3

f.

membuat (menulis) laporan eksperimen dengan lengkap.

1

2

3

Semasa proses pengajaran-pembelajaran, saya a. mengemukakan beberapa soalan untuk menguji persediaan pelajar bagi membolehkan mereka mengikuti konsep yang akan dipelajari (misalnya, sebelum membincang konsep asid, pelajar ditanya mengenai konsep derma, proton dan akuas). b.

memberi definisi konsep, sebagaimana yang terdapat dalam buku teks atau rujukan. PERNYATAAN

4.

c.

menyusun konsep mengikut urutan atau keutamaan (misalnya, membincangkan konsep bes terlebih dahulu sebelum membincang konsep alkali).

d.

mengaitkan konsep tersebut dengan konsep maujud yang mudah di mana mempunyai ciri yang (hampir) serupa (misalnya, mengaitkan aktiviti mendayung perahu menongkah arus atau berjalan di atas eskalator secara menyongsang pergerakan semasa membincang konsep kesaimbangan dinamik).

271

g.

membuat cadangan bagaimanakah cara untuk mempertingkatkan hasil yang diperolehi.

1

2

3

h.

mengaitkan topik dengan rekacipta berkaitan bagi tujuan menyelesaikan masalah semasa yang berkaitan (misalnya, pembinaan kelalang thermos untuk mengekalkan kepanasan / suhu air minuman).

1

2

3

Terima kasih di atas segala kerjasama yang diberikan

272

Related Documents