KONFLIK ANTAR ETNIS PRIBUMI DAN ETNIS TIONGHOA TAHUN 1998
PUTRI SARI FERDIAN NIM : 516100618 Sekolah Tinggi Pariwisata Ampta Yogyakarta (Ditulis Sebagai Tugas Lintas Budaya Dalam Multikulturalisme)
Pendahuluan Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun
1
kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat. Dalam arti ini keberagaman bukan sekedar keberagaman suku, ras, ataupun agama, melainkan keberagaman bentuk-bentuk kehidupan, termasuk di dalamnya adalah kelompok-kelompok subkultur, seperti gay-lesbian, para pecinta prangko, punk, suckerhead, dan lainnya. Bisa juga diartikan inti multikulturalisme yaitu, bahwa setiap bentuk kehidupan memiliki nilai yang berharga pada dirinya sendiri. Maka setiap bentuk
2
kehidupan layak untuk hidup dan berkembang seturut dengan pandangan dunianya, namun tetap dalam koridor hukum legal yang berlaku (bukan hukum moral).
Multikulturalisme berhubungan dengan kebudayaan dan kemungkinan konsepnya dibatasi dengan muatan nilai atau memiliki kepentingan tertentu. Secara etimologis, multikultural berasal dari kata multi, yang artinya banyak/beragam dan kultural, yang berartikan
3
budaya. Keragaman budaya, itulah arti dari multikultural. Keragaman budaya mengindikasikan bahwa terdapat berbagai macam budaya yang memiliki ciri khas tersendiri, yang saling berbeda dan dapat dibedakan satu sama lain. Paham atau ideologi mengenai multikultural disebut dengan multikulturalisme. “Multikulturalisme” pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam
4
berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik.
Mengenai Multikulturalisme Masyarakat multikultural Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri
5
dari beberapa macam komunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat serta kebiasaan
Sejarah Multikulturalisme Multikulturalisme bertentangan dengan monokulturalisme dan asimilasi yang telah menjadi norma dalam paradigma Negara – Negara sejak awal abad ke -19. Monokulturalisme menghendaki adanya
6
kesatuan budaya secara normatif. Sementara itu, asimilasi adalah timbulnya keinginan untuk bersatu antara dua atau lebih kebudayaan yang berbeda degnan cara mengurangi perbedaan – perbedaan sehingga tercipta sebuah kebudayaan baru. Multikulturalisme mulai dijadikan kebijakan resmi dinegera berbahasa inggris, yang dimulai di kanada pada tahun 1971. Kebijakan ini kemudian diadopsi oleh sebagian besar anggota Uni Eropa, sebagai kebijakan resmi,
7
dan sebagai consensus social diantara elit. Namun beberapa tahun belakangan sejumlah Negara eropa, terutama Belanda dan Denmark, mulai mengubah kebijakan mereka ke arah kebijakan monokulturalisme. Pengubahan kebijakan tersebut juga mulai menjadi subjek debat di Britama Raya dan Jerman dan beberapa Negara lainnya
Fungsi Multikulturalisme
Fungsi pelestarian, diarahkan pada
8
pengenalan dan pendalaman nilai – nilai luhur budaya masyarakat sebagai suatu bangsa yang universal.
Fungsi pengembangan, diarahkan pada penambahan nilai – nilai baru yang tidak bertentangan dengan nilai – nilai universal yang berlaku dalam masyarakat dan tidak menganggu terhadap
9
perpaduan keragaman budaya tradisional, dan berguna untuk memperkaya budaya bangsa dan memperkukuh jati diri dan kepribadian bangsa.
Faktor Penghambat Multikulturalisme
Rendahnya tingkat pengetahuan, pengalaman, dan jangkauan komunikasi.
10
Kurang maksimalnya media komunikasi sebagai mediator dan karektor informasi.
Meningkatnya gejala krisis kepedulian dalam masyarakat
Terjadinya pro dan kontra dalam masyarakat antara masyarakat yang ingin menerima perubahan dan yang ingin menolak perubahan.
11
Jenis – jenis Multikulturalisme
Multikulturalisme Deskriptif, yaitu kenyataan sosial yang dikenal oleh pakar ilmu politik sebagai kenyataan pluralistic
Multikulturalisme Normatif, yaitu berkaitan dengan dasar – dasar moral antara keterkaitan seseorang dalam suatu bangsa.
Multikulturalisme Isolasionis, mengacu pada
12
masyarakat dimana berbagai kelompok cultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang hanya minimal satu sama lain.
Multikulturalisme Akomodatif, yaitu masyarakat yang memiliki kultur dominan yang membuat penyesuaian dan akomdasi – akomodasi tertentu bagi
13
kebutuhan kultur kaum minoritas.
Multikultural otonomis, masyarakat plural dimana kelompok – kelompok kultural berusaha mewujudkan kesetaraan dengan budaya dominan.
Multikulturalisme kritikal atau interaktif, yaitu masyarakat plural dimana kelompok – kelompok cultural tidak terlalu fokus
14
dengan kehidupan cultural otonom .
Multikulturalisme cosmopolitan, yaitu masyarakat berusaha menghapus batasbatas kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat dimana setiap individu tidak lagi terikat budaya tertentu.
15
Multikulturalisme di Indonesia Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang berbedabeda, masyarakat Indonesia bisa dikatakan sebagai masyarakat multikulturalisme karena,masyarakat multikultural dapat diartikan sebagai sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap di suatu tempat yang memiliki kebudayaan dan ciri khas
16
tersendiri yang mampu membedakan antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Setiap masyarakat akan menghasilkan kebudayaannya masingmasing yang akan menjadi ciri khas bagi masyarakat tersebut. Indonesia memiliki banyak pulau dimana setiap pulau tersebut dihuni oleh sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat. Dari masyarakat tersebut terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai masyarakat itu sendiri.
17
Hal ini menyebabkan keberadaan kebudayaan yang sangat banyak dan beraneka ragam. Dalam konsep multikulturalisme, terdapat kaitan yang erat bagi pembentukan masyarakat yang berlandaskan bhineka tunggal ika serta mewujudkan suatu kebudayaan nasional yang menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai hambatan yang menghalangi terbentuknya
18
multikulturalisme di masyarakat, hal ini terjadi karena kebanyakan masyarakat Indonesia belum memahami apa itu konsep multikulturalisme dan tiap suku atau etnis memiliki identitas diri yang sangat kuat. Hal ini menyebabkan tiap suku atau etnis saling mempertahankan budayanya sendiri dan membentuk perisai bagi suku atau etnis lain sehingga kurang terbentuknya ikatan sosial antar satu dengan yang lain.
19
Contohnya dalam kasus yang terjadi pada tahun 1998, yaitu konflik antara etnis pribumi dan etnis tionghoa .
Konflik antara etnis pribumi dan etnis tionghoa pada tahun 1998 Pergeseran pemerintahan Indonesia dari Orde Lama kedalam pemerintahan Orde Baru merubah situasi dari kehidupan masyarakat Tionghoa. Mulai adanya berbagai macam keluasan bagi warga Tionghoa untuk melakukan aktivitas
20
sosial sehingga banyak dari perkumpulan etnis tionghoa yang berdiri. Pada era orde baru ini pemerintah pada akhirnya membentuk suatu kebijakan yaitu asimilasi penduduk antara pribumi dan Tionghoa asimilasi ini dilakukan dengan cara masyarakat tionghoa diberikan pilihan yaitu antara mereka memilih untuk menjadi warga negara Indonesia atau sebagai seorang Cina perantauan .Asimilasi yang dilakukan ini dirasakan sebagai suatu bentuk kegagalan karena
21
dalam berbagai macam aktivitas kelompokkelompok etnis tionghoa ini tidak dapat merangkul dan juga membawa masyarakat pribumi dalam melakukan organisasi. Kegagalan asimilasi ini juga berlanjut atas dampak dari partai politik PKI yang melakukan perlawanan sehingga golongan komunisme menjadi sebuah ancaman termasuk bagi masyarakat Tionghoa yang dianggap memiliki hubungan dengan negara Tiongkok yang merupakan sebuah negara
22
yang berideologikan komunis. peristiwa ini memicu pada kejadian kerusuhan pada tanggal 10 Desember 1996 di Medan, terjadi suatu bentuk pembantaian atas masyarakat Tionghoa dengan tuduhan bahwa masyarakat tionghoa tersebut bersengkokol dengan partai komunis. Sejak peristiwa tersebut banyak kejadian kerusuhan yang mulai menargetkan warga tionghoa sebagai sasaran amukan warga pribumi. Kerusuhan melebar dan menyebabkan banyak
23
aset-aset milik etnis Tionghoa dijarah dan juga dibakar karena kemarahan.selain menjarah dan membakar banyak hal penting dari etnis Tionghoa. Mereka juga melakukan tindak kekerasan kepada para wanita dari etnis ini. Kasus pelecehan seksual banyak dilaporkan hingga kasus pembunuhan pun tak bisa dihindari Sikap SARA yang dilakukan oleh masyarakat Pribumi ini terhadap etnis tionghoa selain dikarenakan kebencian atas ras sosial
24
juga didorong oleh faktor ekonomi dimana hampir sebagian dari masyarakat etnis tionghoa memiliki penguasaan atas ekonomi di Indonesia. Dan juga karena, adanya gesekan sistem nilai dan normal sosial antara etnis yang satu dengan etnis yang lain, dan kurang adanya kesadaran mengenai ragamnya etnis yang terdapat di Negara kita yaitu Indonesia dan kurangnya memahami nilai-nilai dan norma yang terdapat pada kebudayaan lain.
25
Pada konflik ini terdapat dua dampak yang terjadi yaitu,dampak positif yang menimbulkan rasa untuk memperbaiki kebiasaankebiasaan buruk ras yang jelek, dan juga dampak negatif yaitu,terjadinya konflik itu sendiri
Selain itu, konflik antara dua etnis ini juga timbul karena adanya rasa tidak aman atau insecurity dari masyarakat pribumi terhadap perkembangan masyarakat tionghoa yang semakin cepat sejak dilakukannya proses asimilasi meskipun
26
mengalami kegagalan kedalam negara Indonesia yang mana menjadikan masyarakat etnis tionghoa ini semakin luas jangkauan dalam melakukan aktiviats sosial, ekonomi, dan juga politik. Kegagalan asismilasi yang terjadi pada kebijakan pemerintah dalam permasalahan etnis tionghoa ini terjadi karena dalam lingkup etnis tionghoa banyak dari masyarakatnya yang masih memegang nilainilai dan juga kebudayaan asli dari Tiongkok atau
27
nenek luhur mereka dalam kehidupan sosial, hal inilah yang menyebabkan etnis tionghoa menjadi sebuah etnis yang berbeda dari asimilasi kedalam kebudayaan Indonesia yang memunculkan gap antar etnis pribumi dan etnis tionghoa. Dalam proses resolusi konflik terdapat fase yang dinamakan early warning. Pada fase ini biasanya mulai dilakukan analisa untuk memprediksi kemungkinan yang dapat terjadi dari konflik tersebut (Miall et.al,
28
1999: 101). Pada proses resolusi konflik, permasalahan konflik etnis pribumi dan etnis tionghoa ini pada dasarnya dapat diantisipasi oleh pemerintah dimana sebelumnya telah terdapat fase-fase early warning yang mana telah terdapat unsur-unsur kerusuhan yang menargetkan etnis tionghoa sebagai korban dalam beberapa kerusuhan sebelum kerusuhan Mei 1998, seperti pada tahun 1996 di Medan. Namun sayang analisa early warning ini
29
tidaklah ditangkap oleh pemerintahan Indonesia sehingga menyebabkan adanya kerusuhan anarkis yang menimbulkan korban etnis tionghoa. Selanjutnya berakhirnya sebuah konflik etnis ini juga disebabkan karena munculnya pihak ketiga atau mediasi yang dibentuk melalui Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Dimana tim ini merupakan bentuk dari kehadiran pemerintahan dalam proses resolusi konflik etnis di Indonesia. Meskipun dalam penerapannya TGPF ini
30
tidaklah membuahkan hasil yang maksimal karena tidak tertangkapnya para oknum yang bertanggung jawab dalam peristiwa Mei kelabu ini.
Penutup Indonesia yang mana notebene merupakan sebuah negara yang pluralisme dengan adanya multikulturalisme menyebabkan banyaknya konflik yang dapat timbul dari perbedaan etnis yang ada. namun, konflik antar etnis dapat dipicu oleh adanya faktor dari luar
31
dan juga dari dalam seperti faktor ekonomi dan juga adanya kegagalan asimilasi yang menyebabkan etnis tionghoa ini menjadi satu etnis yang dianggap berbeda dari etnis lainnya di Indonesia. Oleh sebab itu, untuk menjadikan sebuah negara yang lebih damai dan terhindar dari konflik maka diperlukan adanya rasa toleransi antar etnis dan juga agama agar stabilitas negara dapat tercapai. Selain itu, permasalahan etnis antar pribumi dan juga etnis tionghoa ini di
32
Indonesia telah mengalami penurunan dalam hal SARA sejak pemerintahan Abdurrahman Wahid yang melegalkan agama konghuchu menjadi salah satu agama resmi di Indonesia yang menyebabkan rasa SARA antar etnis mulai berkurang anatara warga Pribumi dan juga etnis tionghoa.
Referensi Sejarah Multikulturalisme [online] dalam http://rudiilmusosial.blogspot.co.id/
33
2014/10/sejarahmultikulturalisme.html (diakses pada 26 November 2016) Multikulturalisme . [online] dalam http://id.wikipedia.org/wi ki/Multikulturalisme (diakses pada 26 November 2016) Anon. 2014. Kerusuhan Mei 1998, Harga Yang Harus Dibayar Oleh Etnis Tionghoa. [online] dalam http://www.tionghoa.info (diakses pada 26 November 2016) Resolusi Konflik Global [online] dalam http://nurfaghmarul-
34
fisip13.web.unair.ac.id (diakses pada 27 November 2016)
35
36
37