Komunikasi Keperawatan.docx

  • Uploaded by: kikinatassia
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Komunikasi Keperawatan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,014
  • Pages: 34
KOMUNIKASI KEPERAWATAN A. KARAKTERISTIK PERAWAT YANG MEMFASILITASI HUBUNGAN TERAPEUTIK Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa karakteristik seoranghelper (perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik, yaitu: 1. Kejujuran Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina hubungan saling percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya pada lawan bicara yang terbuka dan mempunyai respons yang tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan berhati-hati pada lawan bicara yang terlalu halus sehingga sering menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan kata-kata atau sikapnya yang tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam Suryani,2005).). Sangat penting bagi perawat untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi dengan klien, karena apabila hal tersebut tidak dilakukan maka klien akan menarik diri, merasa dibohongi, membenci perawat atau bisa juga berpura-pura patuh terhadap perawat. 2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh klien dan tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit. Komunikasi nonverbal perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya karena ketidaksesuaian akan menimbulkan kebingungan bagi klien. 3. Bersikap positif Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat komunikasi nonverbal sangat penting baik dalam membina hubungan saling percaya maupun dalam membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan yang terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu diantara perawat dan klien akan tetapi penciptaan suasana yang dapat membuat klien merasa aman dan diterima dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya (Burnard,P dan Morrison P,1991 dalam Suryani,2005). 4. Empati bukan simpati Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang

dirasakan dan dipikirkan klien (Brammer,1993 dalam Suryani,2005). Dengan bersikap empati perawat dapat memberikan alternative pemecahan masalah karena perawat tidak hanya merasakan permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-larut dalam perasaaan tersebut dan turut berupaya mencari penyelesaian masalah secara objektif. 5. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien (Taylor, Lilis dan Le Mone, 1993), oleh karenaya perawat harus mampu untuk melihat permasalahan yang sedang dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk mampu melakukan hal ini perawat harus memahami dan memiliki kemampuan mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian. Mendengarkan dengan penuh perhatian berarti mengabsorpsi isi dari komunikasi (kata-kata dan perasaan) tanpa melakukan seleksi. Pendengar (perawat) tidak sekedar mendengarkan dan menyampaikan respon yang di inginkan oleh pembicara (klien), tetapi berfokus pada kebutuhan pembicara. Mendengarkan dengan penuh perhatian menunjukkan sikap caring sehingga memotivasi klien untuk berbicara atau menyampaikan perasaannya. 6. Menerima klien apa adanya Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya. Jika seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan interpersonal (Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005). Nilai yang diyakini atau diterapkan oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien, apabila hal ini terjadi maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa adanya. 7. Sensitif terhadap perasaan klien Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat menciptakan hubungan terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan bersikap sensitive terhadap perasaan klien perawat dapat terhindar dari berkata atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi ataupun perasaan klien. 8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang ada pada saat ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.

B. TAHAP – TAHAP DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK Tahapan Komunikasi Terapeutik

Telah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang terstruktur dan memiliki tahapan-tahapan. Stuart G.W, 1998 menjelaskan bahwa dalam prosesnya komunikasi terapeutik terbagi menjadi empat tahapan yaitu tahap persiapan atau tahap pra-interaksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi. 1. Tahap Persiapan/Pra-interaksi Dalam tahapan ini perawat menggali perasaan dan menilik dirinya dengan cara mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini juga perawat mencari informasi tentang klien sebagai lawan bicaranya. Setelah hal ini dilakukan perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahapan ini dilakukan oleh perawat dengan tujuan mengurangi rasa cemas atau kecemasan yang mungkin dirasakan oleh perawat sebelum melakukan komunikasi terapeutik dengan klien. Kecemasan yang dialami seseorang dapat sangat mempengaruhi interaksinya dengan orang lain (Ellis, Gates dan Kenworthy, 2000 dalam Suryani, 2005). Hal ini disebabkan oleh adanya kesalahan dalam menginterpretasikan apa yang diucapkan oleh lawan bicara. Pada saat perawat merasa cemas, dia tidak akan mampu mendengarkan apa yang dikatakan oleh klien dengan baik (Brammer, 1993 dalam Suryani, 2005) sehingga tidak mampu melakukan active listening(mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian). Tugas perawat dalam tahapan ini adalah: 1. Mengeksplorasi perasaan, mendefinisikan harapan dan mengidentifikasi kecemasan. 2. Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri. 3. Mengumpulkan data tentang klien. 4. Merencanakan pertemuan pertama dengan klien. 2. Tahap Perkenalan/Orientasi Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan klien dilakukan. Tujuan dalam tahap ini adalah memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat sesuai dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang telah lalu (Stuart.G.W, 1998). Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:

1. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan dan komunikasi terbuka. 2. Merumuskan kontrak (waktu, tempat pertemuan, dan topik pembicaraan) bersama-sama dengan klien dan menjelaskan atau mengklarifikasi kembali kontrak yang telah disepakati bersama. 3. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien yang umumnya dilakukan dengan menggunakan teknik komunikasi pertanyaan terbuka. 4. Merumuskan tujuan interaksi dengan klien. Sangat penting bagi perawat untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik karena tahapan ini merupakan dasar bagi hubungan terapeutik antara perawat dan klien. 3. Tahap Kerja Tahap kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart,G.W,1998). Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi terapeutik karena didalamnya perawat dituntut untuk membantu dan mendukung klien untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya dan kemudian menganalisa respons ataupun pesan komunikasi verbal dan non verbal yang disampaikan oleh klien. Dalam tahap ini pula perawat mendengarkan secara aktif dan dengan penuh perhatian sehingga mampu membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang sedang dihadapi oleh klien, mencari penyelesaian masalah dan mengevaluasinya. Dibagian akhir tahap ini, perawat diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat dan klien memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray,B. & Judith,P,1997 dalam Suryani,2005). Dengan dilakukannya penarikan kesimpulan oleh perawat maka klien dapat merasakan bahwa keseluruhan pesan atau perasaan yang telah disampaikannya diterima dengan baik dan benar-benar dipahami oleh perawat. 4. Tahap Terminasi Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien. Tahap terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart,G.W,1998). Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan klien, setelah hal ini dilakukan perawat dan klien masih akan bertemu kembali pada waktu yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu

yang telah disepakati bersama. Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh perawat setelah menyelesaikan seluruh proses keperawatan. Tugas perawat dalam tahap ini adalah: 1. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan (evaluasi objektif). Brammer dan McDonald (1996) menyatakan bahwa meminta klien untuk menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan merupakan sesuatu yang sangat berguna pada tahap ini. 2. Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. 3. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindak lanjut yang disepakati harus relevan dengan interaksi yang baru saja dilakukan atau dengan interaksi yang akan dilakukan selanjutnya. Tindak lanjut dievaluasi dalam tahap orientasi pada pertemuan berikutnya.

C. TEHNIK – TEHNIK DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK Dua persyaratan dasar agar komunikasi menjadi efektif (Stuart dan Sundeen, 1998), yaitu 1. Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi dan penerima pesan 2. Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan lebih dahulu sebelum memberikan saran, informasi maupun masukan. Komunikasi terapeutik akan menjadi efektif hanya melalui pengguanaan dan latihan yang sering. Artinya dengan melatih diri dengan menggunakan komunikasi yang bersifat terapeutik akan meningkatkan kepekaan diri diri kita akan perasaan orang lain, khususnya klien. Selain itu dalam komunikasi terapeutik, diri kita akan terlatih mengerti akan keinginan yang dibutuhkan klien. Setiap kilen memiliki karakter yang berbeda, tidak ada klien yang sama. Oleh karena itu, diperlukan teknik yang berbeda-beda dalam berkomunikasi dengan klien. Teknik komunikasi berikut ini, yang dikutip dari artikel Purba, J.M. (2008) terdiri atas beberapa komponen berikut ini. 1.

Mendengarkan dengan penuh perhatian Dalam hal ini perawat berusaha memahami klien dengan cara mendengarkan masalah yang disampaikan klien. Satu- satunya orang yang dapat menceritakan perasaan, pikiran, dan

persepsi klien terhadap perwat adalah klien itu sendiri.Mendengarkan klien menyampaikan pesan verbal dan non-verbal mengandung arti bahwa perawat perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien. Perawat yang mendengarkann dengan penuh perhatian merupakan salah satu upaya agar dapat mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal yang sedang disampaikan klien. 2.

Menunjukkan Penerimaan Arti menerima adalah mendukung dan menerima informasi dengan dengan tingkah laku yang menunjukan ketertarikan dan tidak menilai. Perlu diketahui bahwa menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan dan ketidaksetujuan. Sebagai seorang perawat kita tidak harus menerima semua perilaku klien. Perawat sebaiknya menghindari ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan ketidak setujuan terhadap sesuatu, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala yang menandakan tidak percaya. Tuju cara memfasilitasi agar memperoleh “penerimaan” ( Bolton Cit.R,1999) 1. Tidak seorangpun dapat menerima secara sempurna 2. Beberapa orang cendrung diterima dari pada orang lain 3. Tingkah penerimaan seseorang terus menerus berganti 4. Adalah ssuatu yang alami mempunyai sesuatu yang difavoritkan 5. Setiap orang dapat lebih menerima 6. Penerimaan yang hanya pura pura merupakan suatu hal yang berbahaya untuk hubungan interpersonal 7. Penerimaan tidak sama dengan persetujuan. Berikut ini sikap perawat yang menunjukkan rasa percaya. a. Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan. b. Membarikan umpan balik verbal kepada klien dengan cara yang baik. c. Memastikan bahwa isyarat non-verbal sesuai dengan komunikasi verbal. d. Menghindari perdebatan, mengekspresikan keraguan, atau mencoba untuk mengubah pikiran klien. Perawat dapat menganggukkan kepalanya atau berkata,”Ya” atau, “Saya mengikuti apa yang Anda ucapkan”. Penerimaan juga digunakan untuk membangun rasa percaya dan mengembangkan empati ( Boyt & Nirhat, 1998) Misalnya: Klien : “Saya telah melakukan beberapa kesalahan”

Ners : “ Saya ingin mendengar itu, tidak apa jika anda ingin mendiskusikan hal itu dengan saya” 3.

Menanyakan Pertanyaan yang Berkaitan Menanyakan pertanyaan yang berkaitan bertujuan untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topikk yang dibicarakan dan menggunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien. Pertanyaan hendaknya disampaikan secara berurutan selama pengkajian.

4.

Mengulang Ucapan Klien dengan Menggunakan kata-Kata Sendiri Dengan mengulang kembali ucapan klien berarti perawat membarikan umpan balik sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut. Namun, perawat harus berhati-hati ketika menggunakan teknih ini, sebab pengertian bisa rancu jika pengulangan ucapan mempunyai arti yang berbeda. Sebagai contoh, seorang klien mengatakan, “ Saya tidak dapat tidur, semalam saya terjaga”, lalu perawat menjawab, “Anda mengalami kesulitan untuk tidur tadi malam...”. 5. Memberi Kesempatan kepada Klien memulai Pembicaraan Perawat sebaiknya memberikan kesempatan kepada klienuntuk berinisiatif dan mmemilih temapembicaraan. Klien yang merasa ragu tentang perannya dalam berinteraksi dapat diberikan stimulus untuk mengambil inisiatif, sehingga klien tersebut merasa bahwa ia diharapkan dapat membuka pembicaraan. Misalnya “Adakah sesuatu yang ingin Anda sampaikan?” atau “Apakah yang sedang Anda pikirkan?”. 6. Diam Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisasikan pikiran masing-masing. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri dalam memproses informasi yang ada. Penggunaan teknik diam memerlukan keterampilan dan ketetapan waktu, karena jika tidak demikian maka akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam berguna pada saat klien harus mengambil keputusan. Arti diam ( Miyers & Miyers Cit.R,1999) · Saat seseorang marah dan frustasi tetapi menolak mengungkapkanya · Saat seseorang mendengarkan dengan penuh perhatian untuk sesuatu yang penting · Saat seorang bosan · Saat seseorang tidak dapat berpikir apa yang akan dikatakanya · Saat seseorang berpikir tentang hal yang penbicara katakana · Saat seseorang tidak memahami yang dikatakan pembicra · Saat seorang melihat pandangan yang indah sehingga membuat seseorang tidak bicara.

Diam digunakan saat klien perlu mengekspresikan ide tapi tidak tahu cara melakukanya/menyampaikan hal tersebut ( Boyd & Nihart,1998) Msalnya: Klien : “ Saya marah” Ners : (Diam) Klien : “orang tua saya tidak perhatian lagi sama saya” 7.

Klarifikasi Jika terjadi kesalahpahaman sebaiknya perawat menghentikan pembicaraan sejenak untuk mengklarifikasi dan menyamakan pemahaman, karena keakuratan informasi sangat penting dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan. Perawat perlu membarikan contoh yang konkret agar pesan mudah dimengerti klien dan tidak ada kesalahpahaman. Contoh: Klien : “Saya kurang yakin apakah bisa mengikuti apa yang Anda sampaikan.” Perawat : “Apa yang Anda katakan tadi adalah.....” 8. Memfokuskan Teknik ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih spesifik dan dimengerti. Perawat seharusnya tidak memutus pembicaraan klien ketika menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika pemnicaraan berlanjut tanpa informasi yang baru. Misalnya, “Hal ini sangat penting, nanti kita bicarakan lebih lanjut.” 9. Menyampaikan hasil observasi Perawat perlu memberikan respons kepada klien dengan menyatakan hasil pengamatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan baik dan benar. Perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan melalui syarat non-verbal klien. Menyampaikan hasil pengamatan perawat sering membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus memfokuskan atau mengklarifikasi pesan. Contoh: “ Anda kelihatan tegang...” “ Apakah Anda merasa cemas apabila Anda...” 10. Menawarkan Infornasi Pemberian tambahan informasi dapat dijadikan sebagai pendidikan kesehatan bagi klien dan juga bisa menambah rasa percaya klien terhadap perawat. Jika ada informasi yang ditutupi oleh dokter, seorang perawat hendaknya mengklarifikasi alasannya. Perawat dalam memberikan informasi tidak boleh terkesan seperti memberikan nasihat melainkan memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan 11. Meringkas Meriingkas adalah mengulang ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat. Teknik ini bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pada pembicaraan berikutnya. Meringkas pembicaraan membantu perawat mengulang aspek penting dalam interaksinya. Sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik lain

yang berkaitan. Misalnya, “Selama kurang lebih 2 jam, Anda dan saya telah membicarakan tentang...” 12. Memberikan Penghargaan Memberikan penghargaan terhadap klien dapat dilakukan dengan cara seperti menyambutnya dengan salam dan menyebutkan namanya. Dengan melakukan hal tersebut perawata dapan menunjukkan kesadarannya tentang perubahan yang terjadi selain itu juga dapat menunjukkan bahwa perawat menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggungjawab atas dirinya sendiri sebagai individu. Namu penghargaan tersebut jangan sampai menjadi beban baginya,dengan kata lain penghargaan tersebut jangan sampai membuat klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi mendapatkan pujian atau persetujuan atas perbuatannya. Misalnya” Selamat siang, Bapak Jaya”, “Assalamualaikum” atau “Selamat datang Ibu, Ibu sangat tepat waktu sesuai janji.” Dengan agama islam, memberi salam dan penghargaan merupakan aklak terpuji, dengan begitu berarti orang tersebut telah mendoakan orang lain agar memperoleh rahmat dari Allah SWT. Salam menunjukkan betapa perawat peduli terhadap orang lain dengan bersikap ramah. 13. Menawarkan Diri Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain. Sering kali perawat hanya menawarkan kehadirannya dan ketertarikannya tenpa mempertimbangkan kondisi klien. Sesungguhnya teknik komunikasi ini harus dilakukan dengan tulus ikhas. Misalnya, “Saya mengharapkan Anda merasa tenang dan nyaman.”

14. Mempersilakan Untuk Meneruskan Pembicaraan Teknik ini mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan dan selanjutnya respek dengan apa yang akan dibicarakan. Sikap perawat lebih berusaha untuk menafsirkan dari pada mengarahkan pembicaraan. Misalnya, “...lanjutkan...!”, “... dan terus...?”, atau “Ceritakan kepaa saya...”. 15. Menganjurkan Klien untuk Menjelaskan Persepsinya Jika perawat ingin mengerti klien lebih jauh, maka perawat tersebut harus melihat klien dengan sesungguhnya dari segala perspektif. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan atau menjelaskan persepsinya tentang sesuatukepada perawat. Perawat harus mewaspadai adanya ansietas saat klien menceritakan pengalamannya. Misalnya, “Ceritakan kepada saya bagaimana perasaan Anda ketika akan dilakukan pemasangan infus”, “Atau apa yang sedang Anda lihat.” 16. Refleksi Refleksi adalah suatu teknik yang menganjurkan klien untukmengemukakan dan menerima ide serta perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Jika klien bertanya apa yang harus ia pikirkan atau kerjakan dan apa yang harus ia rasakan, maka perawat dapat menjawab,”bagaimana menurut Anda?” atau “Bagaimana perasaan Anda”. Kemudian perawat mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien mempunyai hak melakukan hal tersebut, selanjutnya klien pun akan berfikir bahwa dirinya adalah individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain yang mempunyai kapasitas dan

kemampuan. Misalnya,”Apakah menurut Anda, saya harus menyampaikannya kepada dokter?” atau “Apakah menurut Anda, Anda yang harus menyampaikannya?”. 2.10 Sikap komunikasi terapeutik. Egan (1998) dalam Kozier,et.al (2004), telah menggambarkan lima cara yang spesifik untuk menunjukkan kehadiran secara fisik ketika melaksanakan komunikasi terapeutik, yang ia definisikan sebagai sikap atas kehadiran atau keberadaan terhadap orang lain atau ketika sedang berada dengan orang lain. Berikut adalah tindakan atau sikap yang dilakukan ketika menunjukkan kehadiran secara fisik : 1. Berhadapan dengan lawan bicara Dengan posisi ini perawat menyatakan kesiapannya (“saya siap untuk anda”). 2. Sikap tubuh terbuka; kaki dan tangan terbuka (tidak bersilangan) Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk mendukung terciptanya komunikasi. 3. Menunduk/memposisikan tubuh kearah/lebih dekat dengan lawan bicara Hal ini menunjukkan bahwa perawat bersiap untuk merespon dalam komunikasi (berbicara-mendengar). 4. Pertahankan kontak mata, sejajar, dan natural Dengan posisi mata sejajar perawat menunjukkan kesediaannya untuk mempertahankan komunikasi. 5. Bersikap tenang Akan lebih terlihat bila tidak terburu-buru menggunakan gerakan/bahasa tubuh yang natural.

saat

berbicara

dan

Selain hal-hal di atas sikap terapeutik juga dapat teridentifikasi melalui perilaku non verbal. Stuart dan Sundeen (1998) mengatakan ada lima kategori komunikasi non verbal, yaitu : 1.Isyarat vokal, yaitu isyarat paralingustik termasuk semua kualitas bicara non verbal misalnya tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan kecepatan bicara. 2. Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh termasuk ekspresi wajah dan sikap tubuh. 3.Isyarat obyek, yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang seperti pakaian dan benda pribadi lainnya. 4.Ruang memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua orang. Hal ini didasarkan pada norma-norma social budaya yang dimiliki.

5.Sentuhan, yaitu fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non verbal yang paling personal. Respon seseorang terhadap tindakan ini sangat dipengaruhi oleh tatanan dan latar belakang budaya, jenis hubungan, jenis kelamin, usia dan harapan.

D. HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK Hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan hubungan perawat-klien terdiri dari tiga jenis utama : resistens, transferens, dan kontertransferens (Hamid, 1998). Ini timbul dari berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi semuanya menghambat komunikasi terapeutik. Perawat harus segera mengatasinya. Oleh karena itu hambatan ini menimbulkan perasaan tegang baik bagi perawat maupun bagi klien. Untuk lebih jelasnya marilah kita bahas satu-persatu mengenai hambatan komunikasi terapeutik itu. 1. Resisten. Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau penghindaran verbalisasi yang dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah aspek diri seseorang. Resisten sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resistens biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah. 2. Transferens. Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan mekanisme pertahanan pengisaran (displacement) yang maladaptif. Ada dua jenis utama reaksi bermusuhan dan tergantung. 3. Kontertransferens. Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien. Konterrtransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi ini biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat cemas sering kali digunakan sebagai respon terhadap resisten klien Untuk mengatasi hambatan komunikasi terapeutik, perawat harus siap untuk mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawatklien (Hamid, 1998). Awalnya, perawat harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan komunikasi terapeutik dan mengenali perilaku yang menunjukkan adanya hambatan tersebut. Latar belakang perilaku digali baik klien atau perawat bertanggung jawab terhadap hambatan terapeutik dan dampak negative pada proses terapeutik.

E. KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik, dalam hal ini komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan harus mampu memberikan khasiat therapi bagi proses penyembuhan pasien. Oleh karenanya seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi. Northouse (1998) mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Stuart G.W (1998) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien. Sedangkan S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa hubungan terapeutik adalah hubungan kerjasama yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik. Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang memiliki makna terapeutik bagi klien dan dilakukan oleh perawat (helper) untuk membantu klien mencapai kembali kondisi yang adaptif dan positif. 2. Fungsi Telah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi yang dilakukan oleh perawat adalah komunikasi yang berjenjang. Masing-masing jenjang komunikasi tersebut memiliki fungsi sebagai berikut: 1. Komunikasi Intrapersonal Digunakan untuk berpikir, belajar, merenung, meningkatkan motivasi, introspeksi diri.

2. Komunikasi Interpersonal Digunakan untuk meningkatkan hubungan interpersonal, menggali data atau masalah, menawarkan gagasan, memberi dan menerima informasi. 3. Komunikasi Publik Mempengaruhi orang banyak, menyampaikan informasi, menyampaikan perintah atau larangan umum (publik). 3. Tujuan Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien kearah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi: 1. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan diri. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien yang menderita penyakit kronis ataupun terminal umumnya mengalami perubahan dalam dirinya, ia tidak mampu menerima keberadaan dirinya, mengalami gangguan gambaran diri, penurunan harga diri, merasa tidak berarti dan pada akhirnya merasa putus asa dan depresi. 2. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung dengan orang lain. Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya (Hibdon, 2000). Rogers (1974) dalam Abraham dan Shanley (1997) mengemukakan bahwa hubungan mendalam yang digunakan dalam proses interaksi antara perawat dan klien merupakan area untuk mengekspresikan kebutuhan, memecahkan masalah dan meningkatkan kemampuan koping.

3. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis. Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya. Taylor, Lilis dan La Mone (1997) mengemukakan bahwa individu yang merasa kenyataan dirinya mendekati ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi sedangkan individu yang merasa kenyataan hidupnya jauh dari ideal dirinya akan merasa rendah diri. 4. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri. Klien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas. 4.Sikap Dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik Egan (1998) dalam Kozier,et.al (2004), telah menggambarkan lima cara yang spesifik untuk menunjukkan kehadiran secara fisik ketika melaksanakan komunikasi terapeutik, yang ia definisikan sebagai sikap atas kehadiran atau keberadaan terhadap orang lain atau ketika sedang berada dengan orang lain. Berikut adalah tindakan atau sikap yang dilakukan ketika menunjukkan kehadiran secara fisik : 1. Berhadapan dengan lawan bicara Dengan posisi ini perawat menyatakan kesiapannya (“saya siap untuk anda”). 2. Sikap tubuh terbuka; kaki dan tangan terbuka (tidak bersilangan) Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk mendukung terciptanya komunikasi. 3. Menunduk/memposisikan tubuh kearah/lebih dekat dengan lawan bicara Hal ini menunjukkan bahwa perawat bersiap untuk merespon dalam komunikasi (berbicaramendengar).

4. Pertahankan kontak mata, sejajar, dan natural Dengan posisi mata sejajar perawat menunjukkan kesediaannya untuk mempertahankan komunikasi. 5. Bersikap tenang Akan lebih terlihat bila tidak terburu-buru saat berbicara dan menggunakan gerakan/bahasa tubuh yang natural. 5. Unsur-unsur Komunikasi Terapeutik Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa komunikasi mempunyai lima komponen, demikian pula dalam komunikasi terapeutik. Proses terjadinya sebuah komunikasi terapeutik antara perawat dan klien dimulai dari penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan baik secara verbal maupun non verbal, dengan menggunakan media atau tidak. Pesan yang diterima oleh komunikan kemudian akan diproses oleh komunikan, proses ini disebut dengan decoding. Setelah komunikan memahami pesan yang diterimanya, ia pun melakukan proses encoding (transformasi informasi menjadi sebuah bentuk pesan yang dapat disampaikan kepada orang lain) dalam dirinya untuk menyampaikan umpan balik (feedback) terhadap pesan yang diterimanya. Demikian proses ini akan terus berulang sampai pada akhirnya tujuan dari komunikasi yang dilakukan tercapai oleh keduanya. 6. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik Komunikasi terapeutik meningkatkan pemahaman dan membantu terbentuknya hubungan yang konstruktif diantara perawat-klien. Tidak seperti komunikasi sosial, komunikasi terapeutik mempunyai tujuan untuk membantu klien mencapai suatu tujuan dalam asuhan keperawatan. Oleh karenanya sangat penting bagi perawat untuk memahami prinsip dasar komunikasi terapeutik berikut ini; 1. Hubungan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan, didasarkan pada prinsip ‘humanity of nurses and clients’. Hubungan ini tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong (helper/perawat) dengan kliennya, tetapi hubungan antara manusia yang bermartabat (Dult-Battey,2004).

2. Perawat harus menghargai keunikan klien, menghargai perbedaan karakter, memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan setiap individu. 3. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien. 4. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif pemecahan masalah (Stuart,1998). Hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik. PRINSIP KOMUNIKASI TERAPEUTIK MENURUT SURYANI 1. Hubungan perawat dan klien saling menguntungkan 2. Perawat harus menghargai keunikan klien 3. Perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien. 4. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) PRINSIP KOMUNIKASI TERAPEUTIK MENURUT PURWANTO 1. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi 2. Tingkah laku professional 3. Membuka diri 4. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari 5. Kerahasiaan klien harus dijaga 6. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman 7. Implementasi intervensi berdasarkan teori

8. Memelihara interaksi yang tidak menilai 9. Beri petunjuk klien untuk menginterprestasikan kembali pengalamannya secara rasional 10. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik klien. PRINSIP KOMUNIKASI TERAPEUTIK MENURUT DE VITO 1. Keterbukaan 2. Empati 3. Sifat mendukung sikap positif 4. Kesetaraan 7. TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK a.

Mendengar(Listening)

Tujuan: memberi rasa aman klien dalam mengungkapkan perasaannya dan menjaga kesetabilan emosi/psikologis klien. b.

Pertanyaan Terbuka(Broad Opening)

TeKnik ini memberi kesempatan klien utuk mengungkapkan perasaan sesuai kehendak tanpa dibatasi. c.

Mengulang(Restarting)

Untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien. d.

Klarifikasi

Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien berhenti karena malu mengemukakan informasi. e.

Refleksi

Reaksi perawat-klien selama berlangsungnya komunikasi. Refleksi ini ada dua macam, yaitu: 1. Refleksi isi: memvalidasi apa yang didengar. 2. Refleksi perasaan: memebri respon pada perasaan klien

f.

Memfokuskan

Membantu klien bicara pada topik yang telah dipilih dan yang penting serta menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yaitu lebih spesifik, lebih jelas, dan berfokus pada realitas. g.

Membagi Persepsi

Meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan dan pikirkan. h.

Identifikasi Tema

Mengidentifikasi latar belakang masalah yang dialami klien yang muncul selama percakapan. i.

Diam(Silence)

Tujuannya untuk memberi kesempatan klien untuk berpikir dan memotivasi klien untuk bicara. j.

Informing

Tujuannya untuk memberi informasi dan fakta untuk pendidikan kesehatan bagi klien. k.

Saran

Memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah. 8. Hubungan Perawat dan Klien/Helping Relationship

Salah satu karakteristik dasar dari komunikasi yaitu ketika seseorang melakukan komunikasi terhadap orang lain maka akan tercipta suatu hubungan diantara keduanya, selain itu komunikasi bersifat resiprokal dan berkelanjutan. Hal inilah yang pada akhirnya membentuk suatu hubungan ‘helping relationship’. Helping relationship adalah hu bungan yang terjadi diantara dua (atau lebih) individu maupun kelompok yang saling memberikan dan menerima bantuan atau dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang kehidupan. Pada konteks keperawatan hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara perawat dan klien. Ketika hubungan antara perawat dan klien terjadi, perawat sebagai penolong (helper) membantu klien sebagai orang yang membutuhkan pertolongan, untuk mencapai tujuan yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar manusia klien. Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa karakteristik seorang helper (perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik, yaitu: 1. Kejujuran Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina hubungan saling percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya pada lawan bicara yang terbuka dan mempunyai respons yang tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan berhati-hati pada lawan bicara yang terlalu halus sehingga sering menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan kata-kata atau sikapnya yang tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam Suryani,2005).). Sangat penting bagi perawat untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi dengan klien, karena apabila hal tersebut tidak dilakukan maka klien akan menarik diri, merasa dibohongi, membenci perawat atau bisa juga berpura-pura patuh terhadap perawat. 2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh klien dan tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit. Komunikasi nonverbal perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya karena ketidaksesuaian akan menimbulkan kebingungan bagi klien. 3. Bersikap positif Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat komunikasi nonverbal sangat penting baik dalam membina hubungan saling percaya maupun dalam membuat

rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan yang terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu diantara perawat dan klien akan tetapi penciptaan suasana yang dapat membuat klien merasa aman dan diterima dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya (Burnard,P dan Morrison P,1991 dalam Suryani,2005).

4. Empati bukan simpati Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan klien (Brammer,1993 dalam Suryani,2005). Dengan bersikap empati perawat dapat memberikan alternative pemecahan masalah karena perawat tidak hanya merasakan permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-larut dalam perasaaan tersebut dan turut berupaya mencari penyelesaian masalah secara objektif. 5. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien (Taylor, Lilis dan Le Mone, 1993), oleh karenaya perawat harus mampu untuk melihat permasalahan yang sedang dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk mampu melakukan hal ini perawat harus memahami dan memiliki kemampuan mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian. Mendengarkan dengan penuh perhatian berarti mengabsorpsi isi dari komunikasi (kata-kata dan perasaan) tanpa melakukan seleksi. Pendengar (perawat) tidak sekedar mendengarkan dan menyampaikan respon yang di inginkan oleh pembicara (klien), tetapi berfokus pada kebutuhan pembicara. Mendengarkan dengan penuh perhatian menunjukkan sikap caring sehingga memotivasi klien untuk berbicara atau menyampaikan perasaannya. 6. Menerima klien apa adanya Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya. Jika seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan interpersonal (Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005). Nilai yang diyakini atau diterapkan oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien, apabila hal ini terjadi maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.

7. Sensitif terhadap perasaan klien Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat menciptakan hubungan terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan bersikap sensitive terhadap perasaan klien perawat dapat terhindar dari berkata atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi ataupun perasaan klien. 8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang ada pada saat ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.

9. Faktor-faktor yang berhubungan dalam proses komunikasi Sumber pesan Meliputi hal-hal berikut. Bahasa yang digunakan Faktor tekhnis adalah cara kita memperoleh informasi dari berbagai sumber. Contohnya adalah internet dan birokrasi. Ketersediaan dan keterjangkauan sumber adalah memanfaatkan fasilitas yang ada. Contohnya surat kabar, televisi, internet, dan buku. Komunikator. Komunikator atau orang yang menyampaikan pesan harus berusaha merumuskan isi pesan yang akan disampaikan. Sikap dari komunikator harus empati, jelas. Kejelasan kalimat dan kemudahan bahasa akan sangat mempengaruhi penerimaan pesan oleh komunikan. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut. a. Penampilan dan sikap b. Penguasaan masalah c. Penguasaan bahasa

d. Kesempatan adalah adanya waktu dan tempat serta suasana psikologis yang memungkinkan terlaksananya komunikasi secara dinamis. e. Saluran. Yang dimaksud adalah alat indera sebagai komunikator dalam mendapatkan dan menyampaikan pesan. Misalnya dengan pasien tuna rungu, kita menggunakan bahasa isyarat. Pesan Meliputi hal-hal berikut. a. Teknik penyampaian pesan yang digunakan yaitu faktor bahasa dan faktor tekhnis b. Bentuk pesan disampaikan dapat bersifat informatif, persuasif dan koersif (memaksa dengan menggunakan sanksi-sanksi, misal: perintah, instruksi) c. Pesan sesuai kebutuhan d. Jelas e. Simple adalah isi pesan tidak terlalu banyak dan berbelit-belit. Media Media adalah sarana atau saluran dari komunikasi. Bisa berupa media cetak, audio, visual dan audio-visual. Gangguan atau kerusakan pada media akan mempengaruhi penerimaan pesan dari komunikan. Umpan balik Respon atau umpan balik adalah reaksi komunikan sebagai dampak atau pengaruh dari pesan yang disampaikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Umpan balik langsung disampaikan komunikan secara verbal, yaitu dengan kalimat yang diucapkan langsung dan nonverbal melalui ekspresi wajah atau gerakan tubuh. Umpan balik secara tidak langsung dapat berupa perubahan perilaku setelah proses komunikasi berlangsung, bisa dalam waktu yang relative singkat atau bahkan memerlukan waktu cukup lama. Komunikan

Komunikan adalah penerima pesan. Seorang penerima pesan harus tanggap atau peka dgn pesan yg diterimanya dan harus dapat menafsirkan pesan yang diterimanya. Satu hal penting yang harus diperhatikan adalah persepsi komunikan terhadap pesan harus sama dengan persepsi komunikator yang menyampaikan pesan. Efek Efek adalah hasil akhir apakah komunikasio itu berhasil atau tidak, tersampainya pesan atau tidak. 10. Tahapan Komunikasi Terapeutik Telah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang terstruktur dan memiliki tahapan-tahapan. Stuart G.W, 1998 menjelaskan bahwa dalam prosesnya komunikasi terapeutik terbagi menjadi empat tahapan yaitu tahap persiapan atau tahap prainteraksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi. 1. Tahap Persiapan/Pra-interaksi Dalam tahapan ini perawat menggali perasaan dan menilik dirinya dengan cara mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini juga perawat mencari informasi tentang klien sebagai lawan bicaranya. Setelah hal ini dilakukan perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahapan ini dilakukan oleh perawat dengan tujuan mengurangi rasa cemas atau kecemasan yang mungkin dirasakan oleh perawat sebelum melakukan komunikasi terapeutik dengan klien. Kecemasan yang dialami seseorang dapat sangat mempengaruhi interaksinya dengan orang lain (Ellis, Gates dan Kenworthy, 2000 dalam Suryani, 2005). Hal ini disebabkan oleh adanya kesalahan dalam menginterpretasikan apa yang diucapkan oleh lawan bicara. Pada saat perawat merasa cemas, dia tidak akan mampu mendengarkan apa yang dikatakan oleh klien dengan baik (Brammer, 1993 dalam Suryani, 2005) sehingga tidak mampu melakukan active listening (mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian). Tugas perawat dalam tahapan ini adalah: 1. Mengeksplorasi perasaan, mendefinisikan harapan dan mengidentifikasi kecemasan.

2. Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri. 3. Mengumpulkan data tentang klien. 4. Merencanakan pertemuan pertama dengan klien.

2. Tahap Perkenalan/Orientasi Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan klien dilakukan. Tujuan dalam tahap ini adalah memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat sesuai dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang telah lalu (Stuart.G.W, 1998). Tugas perawat dalam tahapan ini adalah: 1. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan dan komunikasi terbuka. 2. Merumuskan kontrak (waktu, tempat pertemuan, dan topik pembicaraan) bersama-sama dengan klien dan menjelaskan atau mengklarifikasi kembali kontrak yang telah disepakati bersama. 3. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien yang umumnya dilakukan dengan menggunakan teknik komunikasi pertanyaan terbuka. 4. Merumuskan tujuan interaksi dengan klien. Sangat penting bagi perawat untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik karena tahapan ini merupakan dasar bagi hubungan terapeutik antara perawat dan klien. 3. Tahap Kerja Tahap kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart,G.W,1998). Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi terapeutik karena didalamnya perawat dituntut untuk membantu dan mendukung klien untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya dan kemudian menganalisa respons ataupun pesan komunikasi verbal dan non verbal yang disampaikan oleh klien. Dalam tahap ini pula perawat mendengarkan secara aktif dan dengan

penuh perhatian sehingga mampu membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang sedang dihadapi oleh klien, mencari penyelesaian masalah dan mengevaluasinya. Dibagian akhir tahap ini, perawat diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat dan klien memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray,B. & Judith,P,1997 dalam Suryani,2005). Dengan dilakukannya penarikan kesimpulan oleh perawat maka klien dapat merasakan bahwa keseluruhan pesan atau perasaan yang telah disampaikannya diterima dengan baik dan benar-benar dipahami oleh perawat. 4. Tahap Terminasi Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien. Tahap terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart,G.W,1998). Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan klien, setelah hal ini dilakukan perawat dan klien masih akan bertemu kembali pada waktu yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati bersama. Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh perawat setelah menyelesaikan seluruh proses keperawatan. Tugas perawat dalam tahap ini adalah: 1. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan (evaluasi objektif). Brammer dan McDonald (1996) menyatakan bahwa meminta klien untuk menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan merupakan sesuatu yang sangat berguna pada tahap ini. 2. Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. 3. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindak lanjut yang disepakati harus relevan dengan interaksi yang baru saja dilakukan atau dengan interaksi yang akan dilakukan selanjutnya. Tindak lanjut dievaluasi dalam tahap orientasi pada pertemuan berikutnya.

F.

G.

A. Hambatan Dalam Proses Komunikasi Terapeutik.

H.

2.1

I.

Resistens merupakan upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari penyebab cemas atau

Resistens

kegelisahan yang dialami. Ini juga merupakan keengganan alamiah atau penghindaran secara verbal yang dipelajari. Klien yang resisten biasanya menunjukkan ambivalensi antara menghargai tetapi juga menghindari pengalaman yang menimbulkan cemas padahal hal ini merupakan bagian normal dalam proses terapeutik. Resisten ini sering akibat dari ketidaksesuaian klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resisten biasanya diperlihatkan oleh klien pada fase kerja, karena pada fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaiaan masalah (Stuart danSundeen dalam Intan. 2005). J.

Beberapa bentuk resistensi (Stuart dan Sundeen , 1995)

K.

a.

Supresi dan represi informasi yang terkait

L.

b.

Intensifikasi gejala

M.

c.

Devaluasi diri serta pandangan dan keputusasaan tentang masa depan

N.

e.

Hambatan intelektual yang mungkin tampak ketika klien mengatakan ia tidak

mempunyai pikiran apapun atau tidak mampu memikirkan masalahnya, saat ia tidak memenuhi janji untuk pertemuan atau tiba terlambat untuk suatu sesi, lupa, diam, atau mengantuk O.

f.

P.

g. Penghayatan intelektual dimana klien memverbalisasi pemahaman dirinya dengan

Pembicaraan yang bersifat permukaan/ dangkal

menggunakan istilah yang tepat namun tetap berprilaku maladaptive, atau menggunakan mekanisme pertahanan intelektualisasi tanpa diikuti penghayatan Q.

h. Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika klien telah mempunyai penghayatan tetap menolak memikul tanggung jawab untuk berubahdengan alas an bahwa normalitas adalah hal yang tidak penting

R.

i. Reaksi transference (respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sakit

terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dengan kehidupan yang dulu) S. j. Perilaku amuk atau tidak rasional T. U.

2.2 Transference

V.

Transference merupakan respon tak sadar berupa perasaan atau perilaku terhadap perawat yang sebetulnya berawal dari berhubungan dengan orang-orang tertentu yang bermakna baginya pada waktu dia masih kecil (Stuart dan Sundeen , 1995)

W.

Reaksi transference membahayakan untuk proses terapeutik hanya bila hal ini diabaikan dan tidak ditelaah oleh perawat. Ada dua jenis utama reaksi transference yaitu reksi bermusuhan dan tergantung.

X. Y.

Contoh reaksi transference bermusuhan (Intan, 2005) :

Z.

Bungkus (15 tahun) adalah klien yanag dirawat dirumah sakit karena demam berdarah. Tanpa sebab yang jelas klien ini marah-marah kepada perawat Gengki. Setelah dikaji, ternyata Gengki ini mirip pacar si Bungkus yang pernah menyakiti hatinya. Hal ini dikarenakan klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh kehidupan yang lalu.

AA. BB. Contoh

reaksi transference tergantung ( Intan, 2005) :

CC. Seorang klien,

Sinchan (18 tahun), dirawat oleh perawat bidadari. Perawat itu mempunyai

wajah dan suara mirip Ibu klien, sehingga dalam setiap tindakan keperawatan yang harus dilakukan selalu meminta perawat bidadari yang melakukannya. DD. EE. 2.3

Coutertransference

FF. Coutertrasference

merupakan kebutuhan terapeutik yang di buat oleh perawat dan bukan

oleh klien. Hal ini dapat mempengaruhi hubungan perawat-klien. GG.

Beberapa bentuk countransference ( Stuart dan Sundeen dalamIntan, 2005):

HH.

a. Ketidakmampuan berempati terhadap klien dalam masalah tertentu.

II.

b. Menekan perasaan selama atau sesudah sesi.

JJ.

c. Kecerobohan dalam mengimplementasikan kontrak dengan datang terlambat, atau melampaui waktu yang telah ditentukan.

KK. d. LL.

Mengantuk selama sesi.

e. Perasaan marah atau tidak sabar karena ketidak inginan klien untuk berubah.

MM.

f. Dorongan terhadap ketergantungan, pujian atau efeksi klien.

NN.

g. Berdebat dengan klien atau kecendrungan untuk memaksa klien sebelum ia siap.

OO.

h. Mencoba untuk menolong klien dalam segala hal tidak berhubungan dengan

tujuan keperawatan yang telah diidentifikasi. PP. i. QQ.

Keterlibatan dengan klien dalam tingkat personal dan sosial. j. Melamunkan atau memikirkan klien.

RR. k.

Fantasi seksual atau agresi yang diarahkan kepada klien.

SS. l.

Perasaan cemas, gelisah atau persaan bersalah terhadap kien

TT. m.

Kecendrungan untuk memusatkan secara berulang hanya pada satu aspek atau cara

memandang pada informasi yang di berikan klien. UU.

n. Kebutuhan untuk mempertahankan intervensi keperawatan dengan klien.

VV. WW.

Reaksi coutrtrasference biasanya dalam tiga bentuk ( Stuart danSundeen dalam

Intan, 2005): XX. a. YY.

Reaksi sangat mencintai atau “caring”. Perawat Dono melakukan perawatan pada klien dini dengan cara yang berlebih-

lebihan yaitu dengan cara ,masih berlama-lama mengobrol dengan klien tersebut padahal masih banyak klien yang perlu di tangani.perawat Dono juga mencoba menolong klien dengan segala hal yang tidak berhubungan dengan tujuan yang telah diidentifikasi. ZZ. b. AAA.

Reaksi sangat bermusuhan. Perawat Dora mempunyai klien yang sangat Menjenkelkan.Derry (25 tahun) Derry

ini selalu marah-marah dan menjengkelkan perawat Dora sangat dendam pada klienini dan selalumengacuhkan Derry meskipun dia membutuhkan pertolongan BBB.

c. Reaksi sangat cemas sering kali di gunakan sebagai respon terhadap resistensi.

CCC. DDD.

Lima

cara

mengidentifikasikan

terjadi

countertransference

(StuartG.Wdalam Suryani,2006): EEE.

a.

Perawat harus mempunyai standaryang sama terhadap dirinya sendiriatas apa

yang di harapkan kepada kliennya. FFF.

b. Perawat harus menguji diri sendiri melalui latihan menjalin hubungan, terutama

ketika klien menentang atau mengeritik. GGG.

c.

HHH.

d. Ketika countertrasference terjadi, perawat harus dapat melatih diri untuk

Perawat harus dapat menemukan sumber masalahnya.

mengontrolnya.

III. e.

Jika

perawat

membutuhkan

pertolongan

dalam

mengatasicountertransference, pengawasan secara individumaupun kelompok dapat lebih membantu. JJJ. KKK.

2.4 Pelanggaran batas.

LLL.

Perawat perlu membatasi hubungannya dengan klien. Batas hubungan perawat-

klien adalah bahwa hubungan yang di bina adalah hubungan terapeutik,dalam hubungan ini perawat berperan sebagai penolong dan klien berperan sebagai yang di tolong. Baik perawat maupun klien harus menyadari batas tersebut (Suryani, 2006). MMM.

Pelanggaran batas terjadi jika perawat melampaui batas hubungan yang

terapeutik dan membina hubungan sosial, ekonomi, atau personal dengan klien. NNN.

Beberapa batas hubungan perawat dank lien (stuart dansundeen,

dalam Intan, 2005) OOO.

a.

PPP.

Masalah batas peran ini memerlukan wawasan dan pengetahuan yang luas dari

Batas peran

perawat serta penentuan secara tegas mengenai batas-batas terapeutik perawat dan klien. QQQ.

b. Batas waktu

RRR.

Penetapan waktu perlu dilakukan dimana perawat mengadakan hubungan

terapeutiknya dengan klien. Waktu pengobatan atau hubungan terapeutik yang tidak wajar dan tidak mempunyai tujuan terapeutik harus dievaluasi kembali untuk mencegah terjadinya pelanggaran batas. SSS. TTT. UUU.

c.

Batas tempat dan ruang Misalnya wawancara dimana? Kapan dan berapa lama? Batas ini biasanya berhubungan dengan perawatan yang dilakukan .

Pemanfaatan terapeutik diluar kebiasaan misalnya dimobil atau dirumah klien, harus dengan tindakan terapeutik yang rasional dan mempunyai tujuan yang jelas. Perawat tidak di perbolehkan t dalam melakukan tindakan dikamar klien kadang perlu menghormati batas-batas tertentu misanya pintu terbuka atau ada pegawai yang lain. VVV. WWW.

d. Batas uang Batas ini berhubungan dengan penghargaan klien dengan perawat berupa uang.

Disini juga perluadanya perhatian mengenai tawar-menawar terhadap klien miskin tentang biaya pengobatan untuk mencegah timbulnya pelanggaran batas.

XXX.

e.

YYY.

Batas pemberian hadiah dan pelayanan Masalah ini controversial dalam keperawatan, namun yang pasti hal ini

melanggar batas. ZZZ.

f.

AAAA.

Batas pakaian Batas ini berhubungan dengan kebutuhan perawat dalam berpakaian secara tepat

dalam hubungan terapeutik perawat dank lien. Dimana perawat tidak diperbolehkan memakai pakaian yang tidak sopan. BBBB.

g. Batas bahasa ;

CCCC.

Perawat perlu memperhatikan nada bicara dan pilihan kata ketika komunikasi

dengan klien. Tidak terlalu akrab, mengarah sikap seksul dan memberikan pendapat dengan nada menggurui merupakan pelanggaran batas. DDDD. EEEE.

h. Batas pengungkapan diri secara personal;

FFFF.

Mengungkapkan diri secara personal dari perawat yang tidak berhubungan

dengan tujuan terapeutik dapat mengarah kepada pelanggaran batas. GGGG.

i.

HHHH.

Batas kontak fisik; Semua kontak fisik dengan klien harus dievaluasi untuk melihat apakah

melanggar batas atau tidak. Beberapa jenis kontak fisik/ seksual terhadap kien yang tidak pernah tercangkup dalam hubungan terpeutik antara perawat dengan klien. IIII. JJJJ.

Untuk mencegah terjadinya pelanggaran batas dalam berhubungan dengan

klien, perawat sejak awal interkasi perlu menjelaskan atau membuat kesepakatan bersama klien tentang hubungan yang mereka jalin. Kemudian selama berinteraksi perawat harus berhati-hatidalam berbicara agar tidak banyak terlibat dalam komunikasi sosial. Dengan selalu berfokus pada tujuan interaksi, perawat bisa terhindar daripelanggaran terhadap batas-batas dalam berhubungan dengan klien.selalu mengingatkan kontrak dan tujuan interaksi setiap kali bertemu dengan klien juga dapat menghindari pelanggaran batas ini.(Suryani 2006). KKKK.

Contoh pelagggaran batas yaitu (Intan 2005):

LLLL.

-

Klien mengajak makan perawat siang atau maka malam di luar.

MMMM.

-

Klien memperkenalkan perawat pada keluarganya.

NNNN.

-

Perawat menerimah pemberian hadiah dari bisis klien.

OOOO.

-

Perawat menghadiri acara-acara sosial.

PPPP.

-

Klien member perawat hadiah.

QQQQ.

-

Perawat secara rutin memeluk dan memegang klien.

RRRR.

-

Perawat menjalankan bisnis atau memesan pelayanan dari klien.

SSSS.

-

Perawat secara teratur memberi informasi personal kepada klien.

TTTT.

-

Hubungan professional berubah menjadi hubungan sosial.

UUUU.

-

Perawat menghadiri undangan klien.

VVVV. WWWW.

2.5 Pemberian hadiah

XXXX.

Pemberian hadia merupakan masalah yang kontroversial dalam keperawatan.

Disatu pihak ada yang menyatakan bahwa pemberian hadiah dapat membantu dalam mencapai tujuan terapeutik, tapi dipihak lain ada yang menyatakan bahwa pemberian hadiah bisa merusak hubungan terapeutik. YYYY.

Hadiah dapat dalam berbagai bentuk misalnya yang nyata seperti sekotak permen,

rangkaian bunga, rajutan atau lukisan. Sedangkan yang tidak nyata bisa berupa ekspresi ucapan terima kasih dari klien kepada perawat sebagai orang yang akan meninggalkan rumah sakit atau dari anggota keluarga yang lega dan berterima kasih atas bantuan perawat dalam meringankan beban emosional klien. ZZZZ. AAAAA.

2.6 Cara mengatasi hambatan komunikasi

BBBBB.

Untuk mengatasi hambatan teurapeutik, perawat harus siap mengungkapkan

perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat -pasien. Awalnya , perawat harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan teurapeutik dan mengenali prilaku yang menunjukkan adanya hambatan tersebut. Kemudian perawat dapat mengklarifikasi dan mengungkapkan perasaan serta isi agar lebih berfokus secara objektif pada apa yang sedang terjadi. CCCCC.

Latar belakang prilaku dikaji, baik pasien (untuk reaksi resistens dan transferensa)

atau perawat (untuk reaksi kontertransferens dan pelanggaran batasan) bertanggung jawab terhadap hambatan teurapeutik dan dampak negatifnya pada proses teurapeutik. Terakhir, tujuan hubungan, kebutuhan, dan masalah pasien ditinjau kembali. Hal ini dapat membantu perawat untuk membina kembali kerja sama teurapeutik yang sesuai dengan proses hubungan perawat-pasien.

DDDDD.

B. Analisa Proses Interaksi

EEEEE.

2.7 Pengertian

FFFFF.

Analisa proses interaksi (API) (the interactional process analysis) merupakan alat

kerja yang dipakai perawat (mahasiswa) untuk memahami interaksi yang terjadi antara perawat dan klien. GGGGG. HHHHH.

2.8 Tujuan API

IIIII.

1. Meningkatkan kemampuan mendengar

JJJJJ.

2. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi

KKKKK.

3. Memberi dasar belajar artinya berupa alat untuk mengkaji kemampuan perawat

(mahasiswa) dalam berinteraksi dengan klien, dan data bagi CI / supervisor / pembimbing untuk memberi arahan LLLLL.

4. Meningkatkan

kepekaan

perawat

terhadap

kebutuhan

klien,

serta

mempermudah perkembangan dan perubahan pendekatan perawat MMMMM.

5. Membantu perawat merencanakan tindakan keperawatan

NNNNN. OOOOO.

Analisa Proses Interaksi (API)

PPPPP.



Pencatatan dan pelaporan merupakan alat komunikasi antar tim keperawatan

dan tim kesehatan QQQQQ.



Aspek yang penting dicatat dan dilaporkan dalam keperawatan jiwa adalah

pola perilaku dan hubungan interpersonal perawat-klien. RRRRR.

 Ada 3 macam catatan :

SSSSS.

- Catatan perkembangan (proses keperawatan)

TTTTT.

- Catatan hubungan perawat-klien

UUUUU.

- Catatan resume

VVVVV.

 Catatan hubungan P-K adalah interaksi yang terjadi selama perawat berhubung

individual klien, kelompok klien, pada terapi modalitas keperawatan. WWWWW. 

Catatan hubungan P-K secara verbal dapat berupa :

XXXXX.

- Video tape; tape recording

YYYYY.

- Catatan secara garis besar

ZZZZZ.

- Catatan interaksi

AAAAAA. 

Analisa proses interaksi merupakan alat kerja yang dipakai perawat (mahasiswa)

untuk memahami interaksi yang terjadi antara perawat dan klien. BBBBBB. 

Semua pasien dapat dilakukan API.

CCCCCC. DDDDDD.

2.9 Komponen API :

EEEEEE.

1. Komunikasi verbal dan non-verbal perawat dan klien

FFFFFF.

2. Analisa dan identifikasi perasaan perawat serta kemungkinan komunikasi yang

dapat dilakukan perawat GGGGGG.

3. Analisa dan identifikasi persepsi perawat terhadap emosi dan komunikasi klien

HHHHHH.

4. Analisa makna dan rasional dari komunikasi

IIIIII.

5. Kesan atau evaluasi terhadap efektivitas dari komunikasi berdasarkan data 1

sampai dengan 4 JJJJJJ.

6. Rencana lanjutan tindakan keperawatan

212121[[1][9

Penerima :: TIARA Perumahan Griya Asri Blok H – 27 Kecamatan Tanjung Karang Barat, Kelurahan Segala Mider, Kota Bandar Lampung, Tanjung Karang Barat, Lampung 31511 (+62) 82282214949

Pengirim :: KINAT Jl. Gajah Mada No 07 Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah 58111 (+62) 82290000092

Related Documents

Komunikasi
May 2020 43
Komunikasi
June 2020 38
Komunikasi
May 2020 39
Komunikasi
August 2019 54
Komunikasi
July 2020 30
Komunikasi
June 2020 27

More Documents from ""