MAKALAH SEMINAR AUDITING “KOMPETENSI AUDITOR”
Disusun oleh : Kelompok 3 Balqis Istiqamah Hardi
02320160098
Nurul Hasanah
02320160101
Nani Musriani Syuaib
02320160122
Nisrin Mutrif
02320160152 Kelas
C1
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2018/201
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga semua citacita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat. Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen serta teman-teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moriil maupun materil, sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Kami menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian, yang kadangkala hanya menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makah kami dilain waktu. Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa yang kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari judul ini “Seminar Auditing : Kompetensi Auditor” sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.
Makassar, 18 Maret 2018
Penyusun
i
DAFTAR ISI Kata Pengantar ....................................................................................................................... i Daftar Isi ................................................................................................................................. ii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 1 C. Tujuan Masalah ............................................................................................................ 2 BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................ 3 A. Kompetensi .................................................................................................................. 3 B. Pengetahuan ................................................................................................................. 5 C. Pengalaman .................................................................................................................. 6 D. Due professional care ................................................................................................... 7 BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 9 A. Kesimpulan ................................................................................................................. 9 B. Saran ............................................................................................................................ 9
ii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kompetensi auditor adalah auditor yang dengan pengetahuan dan pengalamannya yang cukup dan eksplisit dapat melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama. Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor (Perdany dan Suranta, 2012). Kompetensi menunjukkan kredibilitas atau kemampuan yang dimiliki seorang individu untuk melakukan pekerjaan tertentu (Arisanti dkk, 2012). Kompetensi berkaitan dengan pendidikan dan pengalaman memadai yang dimiliki akuntan publik dalam bidang auditing dan akuntansi serta mengggunakan keahlian profesionalnya dengan cermat dan seksama. Menurut Brown dan Stanner (1983) dalam Mardisar dan Sari (2007) mengungkapkan bahwa perbedaan pengetahuan di antara auditor akan berpengaruh terhadap cara auditor menyelesaikan sebuah pekerjaan. Pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan penambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa juga diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi (Kovinna dan Betri, 2014). Oleh karena itu dapat dipahami bahwa seorang auditor yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang memadai akan lebih memahami dan mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam dan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks dalam lingkungan audit kliennya. Kompleksitas pekerjaan audit dalam menentukan kualitas hasil kerjanya menuntut kepada tanggung jawab yang besar, maka penting bagi para auditor untuk memiliki kompetensi baik dalam pengetahuan yang luas, pengalaman kerja yang cukup, dan memiliki due professional care. Karena hal inilah yang menjadi pertimbangan bagi para pihak yang membutuhkan jasa audit untuk memeriksa laporan keuangan suatu perusahaan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, penulis dapat menulis rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apa yang dimaksud dengan kompetensi serta bagaimana pengaruh kompetensi terhadap kualitas audit ? 2. Apa yang dimaksud dengan pengetahuan serta bagaimana pengaruh pengetahuan terhadap kualitas audit ? 3. Apa yang dimaksud dengan pengalaman serta bagaimana pengaruh pengalaman terhadap kualitas audit ? 4. Apa yang dimaksud dengan due care professional serta bagaimana pengaruh due care professional terhadap kualitas audit ? 1
C. Tujuan Penulisan 1. 2. 3. 4.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah : Untuk mengetahui dan memahami definisi kompetensi serta pengaruhnya terhadap kualitas audit Untuk mengetahui dan memahami definisi pengetahuan serta pengaruhnya terhadap kualitas audit Untuk mengetahui dan memahami definisi pengalaman serta pengaruhnya terhadap kualitas audit Untuk mengetahui dan memahami definisi due care professional serta pengaruhnya terhadap kualitas audit
2
BAB II PEMBAHASAN A. Kompetensi Kompetensi menunjukkan kredibilitas atau kemampuan yang dimiliki seorang individu untuk melakukan pekerjaan tertentu. Standar umum pertama (SA seksi 210 dalam SPAP 2001) menyebutkan bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor, sedangkan standar umum ketiga (SA seksi 230 dalam SPAP, 2001) menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalitasnya dengan cermat dan seksama (due professional care). Sedangkan Trotter (1986) dalam Saifuddin (2004) mendefinisikan bahwa seorang yang berkompeten adalah orang yang dengan ketrampilannya mengerjakan pekerjaan dengan mudah, cepat, intuitif dan sangat jarang atau tidak pernah membuat kesalahan. Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary (1983) dalam Sri Lastanti (2005:88) mendefinisikan kompetensi adalah ketrampilan dari seorang ahli. Dimana ahli didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki tingkat ketrampilan tertentu atau pengetahuan yang tinggi dalam subyek tertentu yang diperoleh dari pelatihan dan pengalaman. Adapun Bedard (1986) dalam Sri lastanti (2005:88) mengartikan keahlian atau kompetensi sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan prosedural yang luas yang ditunjukkan dalam pengalaman audit. Sementara itu dalam artikel yang sama, Shanteau (1987) mendefinisikan keahlian sebagai orang yang memiliki ketrampilan dan kemampuan pada derajat yang tinggi. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi auditor adalah auditor yang dengan pengetahuan dan pengalaman yang cukup dan eksplisit dapat melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama. Adapun kompetensi menurut De Angelo (1981) dalam Kusharyanti (2002) dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yakni sudut pandang auditor individual, audit tim dan Kantor AkuntanPublik (KAP). Masing-masing sudut pandang akan dibahas lebih mendetail berikut ini : a. Kompetensi Auditor Individual. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan auditor, antara lain pengetahuan dan pengalaman. Untuk melakukan tugas pengauditan, auditor memerlukan pengetahuan pengauditan (umum dan khusus) dan pengetahuan mengenai bidang pengauditan, akuntansi dan industri klien. Selain itu diperlukan juga pengalaman dalam melakukan audit. Seperti yang dikemukakan oleh Libby dan Frederick (1990) bahwa auditor yang berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik atas laporan keuangan sehingga keputusan yang diambil bisa lebih baik. b. Kompetensi Audit Tim. Standar pekerjaan lapangan yang kedua menyatakan bahwa jika pekerjaan menggunakan asisten maka harus disupervisi dengan semestinya. Dalam suatu penugasan, satu tim audit biasanya 3
terdiri dari auditor yunior, auditor senior, manajer dan partner. Tim audit ini dipandang sebagai faktor yang lebih menentukan kualitas audit (Wooten,2003). Kerjasama yang baik antar anggota tim, profesionalime, persistensi, skeptisisme, proses kendali mutu yang kuat, pengalaman dengan klien, dan pengalaman industri yang baik akan menghasilkan tim audit yang berkualitas tinggi. Selain itu, adanya perhatian dari partner dan manajer pada penugasan ditemukan memiliki kaitan dengan kualitas audit. c. Kompetensi dari Sudut Pandang KAP. Besaran KAP menurut Deis & Giroux (1992) diukur dari jumlah klien dan persentase dari audit fee dalam usaha mempertahankan kliennya untuk tidak berpindah pada KAP yang lain. Lebih spesifik lagi Dreyfus dan Dreyfus (1986) dalam Elfarini (2007) membedakan proses pemerolehan keahlian menjadi 5 tahap. 1) Novice, yaitu tahap pengenalan terhadap kenyataan dan membuat pendapat hanya berdasarkan aturan-aturan yang tersedia. Keahlian pada tahap pertama ini biasanya dimiliki oleh staf audit pemula yang baru lulus dari perguruan tinggi. 2) Advanced Beginner, pada tahap ini auditor sangat bergantung pada aturan dan tidak mempunyai cukup kemampuan untuk merasionalkan segala tindakan audit, namun demikian, auditor pada tahap ini mulai dapat membedakan aturan yang sesuai dengan suatu tindakan. 3) Competence, pada tahap ini auditor harus mempunyai cukup pengalaman untuk menghadapi situasi yang kompleks. Tindakan yang diambil disesuaikan dengan tujuan yang ada dalam pikirannya dan kurang sadar terhadap pemilihan, penerapan, dan prosedur aturan audit. 4) Profiency, pada tahap ini segala sesuatu menjadi rutin, sehingga dalam bekerja auditor cenderung tergantung pada pengalaman yang lalu. Intuisi mulai digunakan dan pada akhirnya pemikiran audit akan terus berjalan sehingga diperoleh analisis yang substansial. 5) Expertise, pada tahap ini auditor mengetahui sesuatu karena kematangannya dan pemahamannya terhadap praktek yang ada. Auditor sudah dapat membuat keputusan atau menyelesaikan suatu permasalahan. Dengan demikian segala tindakan auditor pada tahap ini sangat rasional dan mereka bergantung pada intuisinya bukan pada peraturan-peraturan yang ada. Pengaruh Kompetensi Auditor Terhadap Kualitas Audit. Kompetensi auditor adalah auditor yang dengan pengetahuan dan pengalamannya yang cukup dan eksplisit dapat melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa seorang auditor yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang memadai akan lebih memahami dan mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam dan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks dalam lingkungan audit kliennya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kompetensi yang dimiliki auditor maka semakin tinggi pula kualitas audit yang dihasilkannya. B. Pengetahuan
4
Pengetahuan audit diartikan dengan tingkat pemahaman auditor terhadap sebuah pekerjaan, secara konseptual atau teoritis. Menurut Brown dan Stanner (1983), perbedaan pengetahuan di antara auditor akan berpengaruh terhadap cara auditor menyelesaikan sebuah pekerjaan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa seorang auditor akan bisa menyelesaikan sebuah pekerjaan secara efektif jika didukung dengan pengetahuan yang dimilikinya. Setiap akuntan publik harus memahami dan melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) yang relevan. Auditor harus memahami jenis industry perusahaan klien. Auditor harus memahami kondisi perusahaan klien. Auditor harus memahami sistem pengendalian internal perusahaan klien. Auditor memiliki pendidikan yang sesuai dengan pengetahuan yang dibutuhkan. SPAP 2011 tentang standar umum, menjelaskan bahwa dalam melakukan audit, auditor harus memiliki keahlian dan struktur pengetahuan yang cukup. Pengetahuan diukur dari seberapa tinggi pendidikan seorang auditor karena dengan demikian auditor akan mempunyai semakin banyak pengetahuan (pandangan) mengenai bidang yang digelutinya sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam, selain itu auditor akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks, menemukan bahwa pengetahuan akan mempengaruhi keahlian audit yang pada gilirannya akan menentukan kualitas audit, Harhinto (2004). Secara umum seorang auditor harus memiliki pengetahuan- pengetahuan, yaitu : pengetahuan umum, pengetahuan area fungsional, pengetahuan mengenai isu-isu akuntansi yang paling baru, pengetahuan mengenai industri khusus, dan pengetahuan mengenai bisnis umum serta penyelesaian masalah. Pengetahuan diperoleh melalui pengalaman langsung (pertimbangan yang dibuat di masa lalu dan umpan balik terhadap kinerja) dan pengalaman tidak langsung (pendidikan), Kusharyanti (2013). Pengetahuan akuntan publik bisa diperoleh dari berbagai pelatihan formal maupun dari pengalaman khusus, berupa kegiatan seminar, lokakarya serta pengarahan dari auditor senior kepada auditor yuniornya. Pengetahuan juga bisa diperoleh dari frekuensi seorang akuntan publik melakukan pekerjaan dalam proses audit laporan keuangan (Widiyastuti dan Pamudji, 2009). Seseorang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya akan memberikan hasil yang lebih baik daripada mereka yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup memadai akan tugasnya. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Kualitas Audit Pengetahuan audit diartikan dengan tingkat pemahaman auditor terhadap sebuah pekerjaan, secara konseptual atau teoritis. Menurut Brown dan Stanner (1983), perbedaan pengetahuan di antara auditor akan berpengaruh terhadap cara auditor menyelesaikan sebuah pekerjaan. Kusharyanti (2013) mengatakan bahwa untuk melakukan tugas pengauditan, auditor memerlukan pengetahuan pengauditan (umum dan khusus), pengetahuan mengenai bidang auditing dan akuntansi serta memahami industri klien. Dalam melaksanakan audit, auditor harus bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan auditing. Harhinto (2004) menemukan bahwa pengetahuan akan berpengaruh positif pada kualitas audit, dimana salah satu indikasi 5
kualitas audit yang baik adalah jika kecurangan maupun kekeliruan dapat dideteksi (Alim, dkk., 2007). Dalam mendeteksi sebuah kesalahan, seorang auditor harus didukung dengan pengetahuan tentang apa dan bagaimana kesalahan tersebut terjadi (Mardisar dan Sari, 2007). Mardisar dan Sari (2011) mengungkapkan bahwa karakteristik sebuah pekerjaan seperti tingkat kerumitan dan jumlah informasi yang disajikan / tersedia mempengaruhi hubungan pengetahuan, akuntabilitas, dan kualitas hasil kerja. C. Pengalaman Pengalaman kerja seseorang menunjukkan jenis-jenis pekerjaan yang pernah dilakukan seseorang dan memberikan peluang yang besar bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik. Semakin luas pengalaman kerja seseorang, semakin terampil melakukan pekerjaan dan semakin sempurna pola berpikir dan sikap dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Abriyani, 2011). Menurut Suraida (2005) pengalaman audit adalah pengalaman auditor dalam melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu maupun banyaknya penugasan yang pernah ditangani. Suraida (2005) menemukan bahwa semakin banyak pengalaman auditor semakin dapat menghasilkan berbagai macam dugaan dalam menjelaskan temuan audit. Pengalaman pada penelitian Singgih dan Bawono (2010) menggunakan dua indikator yaitu : 1) Lamanya menjadi auditor Sesuai dengan jabatan dan masa kerja auditor di KAP, pengalaman auditor terus bertambah terutama dalam praktik audit. Auditor dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai prosedur karena pengalaman yang dimiliki. 2) Frekuensi pekerjaan pemeriksaan Auditor mengetahui prosedur audit seiring frekuensi mengaudit yang telah dilakukannya. Auditor paham karakter jenis perusahaan tertentu karena sering mengaudit jenis perusahaan tersebut. Auditor dapat mengurangi kesalahan pekerjaan karena telah terbiasa mengerjakannya. Pengaruh Pengalaman Dengan Kualitas Audit Knoers dan Haditono (1999) dalam Asih (2006: 12) mengatakan bahwa pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan penambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa juga diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Variabel pengalaman akan diukur dengan menggunakan indikator lamanya bekerja, frekuensi pekerjaan pemeriksaan yang telah dilakukan, dan banyaknya pelatihan yang telah diikutinya. Kebanyakan orang memahami bahwa semakin banyak jumlah jam terbang seorang auditor, tentunya dapat memberikan kualitas audit yang lebih baik daripada seorang auditor yang baru memulai kariernya. Atau dengan kata lain auditor yang berpengalaman diasumsikan dapat memberikan kualitas audit yang lebih baik dibandingkan dengan auditor yang belum berpengalaman. Hal ini dikarenakan pengalaman akan membentuk keahlian seseorang baik secara teknis maupun secara psikis. 6
Secara teknis, semakin banyak tugas yang dia kerjakan, akan semakin mengasah keahliannya dalam mendeteksi suatu hal yang memerlukan treatment atau perlakuan khusus yang banyak dijumpai dalam pekerjaannya dan sangat bervariasi karakteristiknya (Aji, 2009: 5). Jadi dapat dikatakan bahwa seseorang jika melakukan pekerjaan yang sama secara terus menerus, maka akan menjadi lebih cepat dan lebih baik dalam menyelesaikannya. Hal ini dikarenakan dia telah benar-benar memahami teknik atau cara menyelesaikannya, serta telah banyak mengalami berbagai hambatan-hambatan atau kesalahan-kesalahan dalam pekerjaannya tersebut, sehingga dapat lebih cermat dan berhati-hati menyelesaikannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Herliyansyah dan Ilyas (2006) yang mengatakan bahwa penggunaan pengalaman didasarkan pada asumsi bahwa tugas yang dilakukan secara berulang-ulang memberikan peluang untuk belajar melakukannya dengan yang terbaik. Secara psikis, pengalaman akan membentuk pribadi seseorang, yaitu akan membuat seseorang lebih bijaksana baik dalam berpikir maupun bertindak, karena pengalaman seseorang akan merasakan posisinya saat dia dalam keadaan baik dan saat dia dalam keadaan buruk. Seseorang akan semakin berhati- hati dalam bertindak ketika ia merasakan fatalnya melakukan kesalahan. Dia akan merasa senang ketika berhasil menemukan pemecahan masalah dan akan melakukan hal serupa ketika terjadi permasalahan yang sama. Dia akan puas ketika memenangkan argumentasi dan akan merasa bangga ketika memperoleh imbalan hasil pekerjaannya (Bonner dan Lewis, 1990; Farhan, 2004 dalam Noviari dkk., 2005). Dian indri purnamasari (2005) memberikan kesimpulan bahwa seorang karyawan yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal diantaranya: mendeteksi kesalahan, memahami kesalahan, dan mencari penyebab munculnya kesalahan (dalam Asih, 2006: 12). Jadi pengalaman merupakan hal yang sangat penting bagi sebuah profesi yang membutuhkan profesionalisme yang sangat tinggi seperti akuntan publik, karena pengalaman akan mempengaruhi kualitas pekerjaan seorang auditor. D. Due Professional Care Due professional care memiliki arti kemahiran profesional yang cermat dan seksama. Menurut PSA No. 4 SPAP (2001), kecermatan dan keseksamaan dalam penggunaan kemahiran profesional menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme profesional, yaitu suatu sikap auditor yang berpikir kritis terhadap bukti audit dengan selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi terhadap bukti audit tersebut. Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama memungkinkan auditor untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan. Due professional care adalah sikap mutlak yang harus dimiliki oleh seorang auditor dalam menjalankan profesinya sebagai auditor agar menghasilkan laporan audit yang berkualitas. Kecermatan dan keseksamaan menuntut auditor untuk selalu melaksanakan skepticme professional, yaitu suatu sikap yang mengharuskan auditor untuk berpikir kritis terhadap bukti audit yang ada dengan selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi terhadap bukti audit
7
tersebut, berhat-hati dalam bertugas, serta tidak ceroboh dalam melakukan pemeriksaan dan memiliki keteguhan dalam melaksanakan tanggung jawab (Febriyanti R, 2014). Pengaruh Due Professional Care Dengan Kualitas Audit Due professional care merupakan hal yang penting yang harus diterapkan setiap akuntan publik dalam melaksanakan pekerjaan profesionalnya agar dicapai kualitas audit yang memadai. Due professional care menyangkut dua aspek, yaitu skeptisme profesional dan keyakinan yang memadai. Hasil penelitian Kopp, Morley, dan Rennie dalam Mansur (2007: 38) membuktikan bahwa masyarakat mempercayai laporan keuangan jika auditor telah menggunakan sikap skeptis profesionalnya (professional skepticism) dalam proses pelaksanaan audit. Auditor harus tetap menjaga sikap skeptic profesionalnya selama proses pemeriksaan, karena ketika auditor sudah tidak mampu lagi mempertahankan sikap skeptis profesionalnya, maka laporan keuangan yang diaudit tidak dapat dipercaya lagi, dan memungkinkan adanya litigasi paska audit. Nearon (2005) dalam Mansur (2007) juga menyatakan hal serupa bahwa jika auditor gagal dalam menggunakan sikap skeptis atau penerapan sikap skeptis yang tidak sesuai dengan kondisi pada saat pemeriksaan, maka opini audit yang diterbitkannya tidak berdaya guna dan tidak memiliki kualitas audit yang baik. Menurut GAO (2007: 116) dalam Mansur (2007: 42), audit kinerja yang sesuai dengan GAGAS harus memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) bahwa bukti audit telah mencukupi dan sesuai untukmendukung temuan dan kesimpulan auditor. Keyakinan yang memadai atas bukti-bukti yang ditemukan akan sangat membantu auditor dalam menentukan scope dan metodologi yang akan digunakan dalam melaksanakan pekerjaan audit agar tujuan dapat tercapai. Dengan demikian due professional care berkaitan dengan kualitas audit.
BAB III PENUTUP 8
A. Kesimpulan Seorang auditor wajib memiliki kemampuan atau kompetensi yang memadai sebelum ia benar-benar terjun ke dalam dunia audit dan melaksanakan tugasnya. Kompetensi yang dimaksud di sini adalah keahlian di bidang auditing dan mempunyai pengetahuan yang cukup luas mengenai bidang yang diauditnya. Hal ini dapat dilihat dari sisi latar belakang pendidikan auditor, idealnya seorang auditor memiliki latar belakang pendidikan formal dan melalui proses sertifikasi di bidang auditing. Selain itu, dilihat dari sisi pengalaman, ditunjukkan oleh lamanya yang bersangkutan berkarir di bidang audit atau intensitas/sering dan bervariasinya melakukan audit. Due professional care atau kemahiran profesional yang cermat dan seksama merupakan hal yang mutlak harus diterapkan auditor dalam pelaksanaan tugasnya. Auditor harus menyadari bahawa suatu saat dia harus mempertanggung jawabkan hasil auditnya, termasuk apabila dia tidak berhasil menemukan dan mengungkapkan kesalahan yang sebenarnya telah terjadi dalam laporan yang diauditnya. Karena hasil audit yang ia ungkap akan berpengaruh terhadap pihak-pihak yang menyandarkan keputusannya terhadap hasil audit yang dilakukan. Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugasnya, auditor harus menggunakan keahliannya dengan cermat (due professional care), direncanakan dengan baik, menggunakan pendekatan yang sesuai, serta memberikan pendapat berdasarkan bukti yang cukup dan ditelaah secara mendalam. B. Saran Jika dalam suatu proses audit seorang auditor kurang berpengalaman dan tidak memiliki pengetahuan yang cukup, maka orang tersebut dapat dibimbing oleh auditor yang lebih senior, atau untuk mengantisipasi adanya hal-hal fatal dalam proses audit, maka perlu dilakukan tindakan preventif seperti mengadakan diklat-diklat audit untuk para auditor yang akan ditugaskan untuk mengaudit. Dalam hal menugaskan auditor untuk mengaudit suatu entitas, sebaiknya menempatkan auditor tersebut dengan jenis audit yang sesuai dengan latar belakang pendidikan dan keahliannya
9