Kolelitiasis Lp.docx

  • Uploaded by: asrul
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kolelitiasis Lp.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,955
  • Pages: 9
KOLELITIASIS

A. PENGERTIAN Batu empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau dalam saluran empedu. Kolelitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu, sedangkan koledokolitiasis adalah adanya batu pada saluran empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol. Kolelithiasis berasal dari kata “ kole ” yang artinya empedu, “ lithia ” yang artinya batu, dan “ sis “ yang berarti adalah proses. Sebuah ukuran batu empedu bisa bervariasi dan dapat sekecil butiran pasir atau seperti bola golf. B. ETIOLOGI Faktor predisposisi terpenting, yaitu : gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu. 1. Perubahan komposisi empedu Faktor tersebut merupakan faktor terpenting dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol mengekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu untuk membentuk batu empedu.

2. Statis empedu Keadaan tersebut dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingter oddi, atau keduanya dapat menyebabkan statis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin ) dapat dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu. 3. Infeksi kandung empedu Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu. Mukus meningkatakn viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi/pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya batu ,dibanding panyebab terbentuknya batu.

Adapun faktor – faktor lain penyebab terjadinya cholelithiasis, antara lain adalah usia yang semakin bertambah, penyakit tersebut juga paling sering terjadi pada gender wanita, pengaruh pola hidup, pengkonsumsian obat-obatan untuk menurunkan kadar serum kolesterol.

C. MANIFESTASI KLINIS 1. Gejala akut Tanda : epigastrium kanan terasa nyeri dan spasme, saat akan melakukan inspirasi pada pernafasan ketika di raba akan terdapat nyeri tekan, kandung empedu membesar dan nyeri, ikterus ringan. Gejala : Rasa nyeri (kolik empedu) yang menetap, mual dan muntah, febris (38,5°C) 2. Gejala kronis Tanda : biasanya tak tampak gambaran pada abdomen, kadang terdapat nyeri di kuadran kanan atas. Gejala : rasa nyeri (kolik empedu), tempat : abdomen bagian atas (mid epigastrium), sifat : terpusat di epigastrium menyebar ke arah skapula kanan, mual dan muntah, intoleransi dengan makanan berlemak, flatulensi, eruktasi (bersendawa).

D. PATOFISIOLOGI Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap, yaitu : 1.

Pembentukan empedu yang supersaturasi

2.

Nukleasi atau pembentukan inti batu

3.

Berkembang karena bertambahnya pengendapan Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan

semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang meng andung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam e mpedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.

Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendap an kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larut an membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partik el debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan. Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini : bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karena adanya enzim glokuro nil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adan ya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan mengakibatkan presipitasi/pengend apan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin tak terkonjugasi tidak lar ut dalam air tapi larut dalam lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilir ubin tak terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.

E. PATHWAY Terlampir

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1.

Radiologi Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnos tik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan da pat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus.Disamping itu, pemeriksan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga k andung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasa rkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat men deteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dil atasi.

2.

Radiografi: Kolesistografi Kolesistografi digunakan bila USG tersedia atau bila hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisisan, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengososngkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila

pasien jaundice, karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras kandung empedu yang mengalami obstruksi. 3.

Sonogram Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung empedu telah menebal.

4.

ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi) Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya da pat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat op tik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabang an bilier.

G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM 1.

Kenaikan serum kolesterol

2.

Kenaikan fosfolipid

3.

Penurunan ester kolesterol

4.

Kenaikan protrombin serum time

5.

Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)

6.

Penurunan urobilirubin

7.

Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 - 10.000/iu)

8.

Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml).

H. PENATALAKSANAAN MEDIS 1. Penatalaksanaan non bedah a. Penatalaksanaan pendukung dan diet Kurang lebih 80% dari pasien yang mengalami inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik, dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut

mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi paisen memburuk. Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein. Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut. Observasi keadaan umum dan vital sign. Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok. Pemeberian antibiotik sistemik dan vitamin K ( anti koagulpati ). b. Disolusi medis Oral Disolution Therapy adalah car penghancuran batu dengan pemberian obat-obatan herbal. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih dalam pengobatan daripada chenodeoxycholic, karena efek samping yang lebih banyak pada penggunaan

chenodeoxycholic,

seperti

terjadinya

diare,

peningkatan

aminotransfrase dan hiperkolesterolemia sedang c. Disolusi kontak Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu kolesterol dengan memasukkan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter perkutaneus melalui hepar atau alternatfi lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam. Kelemahan teknik ini hanya digunakan untuk kasus dengan batu kolesterol radiolusen. Larutan yang digunakan dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu. d. ESWL/ litotrispi gelombang elektrosyok Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang (repeated shock wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledukus dengan memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen. ESWL sangat populer digunakan beberapa tahun lalu. Manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.. e. ERCP Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung, dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak massuk ke dalam

saluran empedu melalui sebuah selang didalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbay saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat. 2. Penatalaksanaan bedah a. Kolesistektomi terbuka Indikasi yang paling umum untuk dilakukan kolesistektomi terbuka adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Operasi ini merupakan standart terbaik untuk penanganan pasien dengan koletiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris

b. Kolesistektomi laparaskopi Kolesistektomi laporoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu emepdu di Inggris dibuang dnegan cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,10-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru-paru. Kadnung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil didinding perut. Indikasi awal hanya pasien dngan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibanding prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan dirumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laposrasokpi.

I.

KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis : 1.

Asimtomatik

2.

Obstruksi duktus sistikus

3.

Kolik bilier

4.

Kolesistitis akut

5.

Perikolesistitis

6.

Peradangan pankreas (pankreatitis)

7.

Perforasi

8.

Kolesistitis kronis

9.

Hidrop kandung empedu

10.

Empiema kandung empedu

11.

Fistel kolesistoenterik

12.

Batu empedu sekunder (Pada 26% penderita, saluran menciut kembali dan batu e mpedu muncul lagi)

13.

Ileus batu empedu (gallstone ileus)

J. KONSEP ASUHAN KEPERWATAN 1. Pengkajian a. Aktivitas/Istirahat Gejala :kelemahan. Tanda : gelisah.

b. Sirkulasi Gejala/Tanda : takikardia, berkeringat.

c. Eliminasi Gejala : perubahan warna urine & feses. Tanda : distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan atas, urine gelap, pekat, feses warna tanah liat, steatorea.

d. Makanan/Cairan Gejala : anoreksia, mual/muntah, tidak toleran terhadap lemak & makanan pembentukan gas, regurgitasi berulang, nyeri epigastrium, tidak dapat makan, flatus,dyspepsia. Tanda : kegemukan, adanya penurunan berat badan.

e. Nyeri/Kenyamanan Gejala : nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau bahu kanan, kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan, nyeri mulai tibatiba & biasanya memuncak dalam 30 menit. Tanda : nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan.

f. Pernapasan Tanda : peningkatan frekuensi pernapasan, penapasan tertekan ditandai oleh napas pendek, dangkal.

g.

Keamanan Tanda : demam, menggigil, ikterik, dan kulit berkeringat & gatal (pruritus), kecendrungan perdarahan (kekurangan vit. K).

h. Penyuluhan dan Pembelajaran Gejala : kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu, adanya kehamilan/melahirkan ; riwayat DM, penyakit inflamasi usus, diskrasias darah.

i. Pemeriksaan Diagnostik 

Darah lengkap : Leukositis sedang (akut).



Billirubin & amilase serum : meningkat.



Enzim hati serum-AST (SGOT) : ALT (SGOT), LDH : agak meningkat, alkalin fosfat & S-nukleotidase, ditandai pe obstruksi bilier.



Kadar protombin : menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus menurunkan absorpsi vit. K.



Ultrasound : menyatakan kalkuli & distensi empedu/duktus empedu.



Kolangiopankreatografi

retrograd

endoskopik

:

memperlihatkan

percabangan bilier dengan kanulasi duktus koledukus melalui duodenum.



Kolangiografi transhepatik perkutaneus : pembedaan gambaran dengan fluoroskopi antara penyakit kandung empedu & kanker pangkreas.



CT-Scan : dapat menyatakan kista kandung empedu.



Scan hati : menunjukkan obstruksi percabangan bilier.

2. Diagnosa keperawatan post operasi 1. Gangguan rasa nyaman : nyeri akut berhubungan dengan adanya post tindakan operasi 2. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya port de entry

Daftar pustaka Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan da n Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, edisi 3, Jakart a: EGC Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, al ih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC Price Sylvia Anderson (1997) Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit, alih bahasa: Peter Anugerah, Buku Kedua, edisi 4, Jakarta: EGC Mansjoer,Arif M . 2001 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Aesculapius Carpenito, Lynda Juall (1997) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa: Yasmin Asih, edisi 6, Jakarta: EGC

Related Documents


More Documents from "Ignasius Hans"