Kolamstabilisasi.doc

  • Uploaded by: Nor Haidir Al Salam
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kolamstabilisasi.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 1,382
  • Pages: 4
Ledy Rezki Tiara 15311031 Nadia Citra Kanina 15311033

Kolam Stabilisasi Pengolahan limbah bertujuan untuk menetralkan air dari bahan-bahan tersuspensi dan terapung, menguraikan bahan organic biodegradable, meminimalisasi bakteri patogen, serta memerhatikan estetika dan lingkungan. Pengolahan air limbah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara alami dan secara buatan. Pengolahan secara alami dilakukan dengan kolam stabilisasi (stabilization pond). Kolam stabilisasi terdiri atas kolam anaerob, kolam fakultatif, dan kolam maturasi. Dalam kolam stabilisasi, air limbah diolah secara alamiah untuk menetralisasi zat-zat pencemar sebelum air limbah dialirkan ke sungai. Cara ini direkomendasikan untuk daerah tropis dan sedang berkembang, ditambah lagi biaya operasional yang dibutuhkan tidak mahal. Sedangkan untuk pengolahan secara buatan, dilakukan pada IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Pengolahan ini dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu primary treatment (pengolahan pertama), secondary treatment (pengolahan kedua), dan tertiary treatment (pengolahan lanjutan). Kolam stabilisasi baik diterapkan di daerah tropis dengan intensitas cahaya matahari yang berlimpah. Wilayah tropis sangat diuntungkan oleh karakter biofisikokimia mikroba dalam kaitannya dengan temperatur air dan temperatur udaranya. Juga keragaman nutrisinya yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri aerob-anaerob dan produktivitas algae. Namun sayangnya kolam stabilisasi masih jarang di terapkan di daerah tropis seperti Indonesia. Sebab, kolam stabilisasi membutuhkan lahan yang luas karena mayoritas kedalaman masing-masing kolam yang tidak terlalu dalam atau dangkal sehingga membutuhkan kerja optimum masing-masing peran mikroba dan algae dalam mendapatkan nutrisi dan energinya. Sedangkan, di Indonesia sudah sangat sulit mencari lahan yang luas dan kosong. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa kolam stabilisasi terdiri atas kolam anaerob, kolam fakultatif, dan kolam maturasi. Kondisi mana yang akan terjadi di dalam kolam bergantung pada aktivitas biologi yang dominan dan reaksi biokimianya yang dipengaruhi oleh kecepatan pembebanan organik (KPO, organic loading rate). Untuk lebih jelasnya maka akan dijelaskan berikut ini. 

Kolam Anaerob

Kedalaman dari kolam anaerob adalah 2.5 sampai 5 m. Kolam anaerob merupakan kolam pengolahan awal pertama yang dilakukan untuk pengolahan limbah pada kolam stabilisasi. Hal ini sengaja dilakukan sebab limbah cair yang belum diolah sebelumnya masih mengandung banyak zat organik terlarut dan bahan padatan yang mudah mengendap atau dapat dikatakan bahwa kecepatan pembebanan organik (KPO) masih sangat tinggi. Sehingga, pada kolam anaerob, terjadi 2 kejadian, yaitu proses fisika dan proses biokimia. Proses fisika berupa sedimentasi padatan di dalam air limbah menjadi sludge, sedangkan proses biokimia adalah proses degradasi senyawa organik di dalam lumpur dengan bantuan bakteri anaerob untuk menghasilkan gas dan produk terlarut yang dibutuhkan di kolam selanjutnya. Biasanya, fenomena biokimia disini berlangsung melalui dua tahap. Tahap pertama, polutan organik kompleks bermolekul besar (makromolekul) diuraikan menjadi molekul kecil yang diawali oleh proses hidrolisis, asidogenesis dan selanjutnya diubah menjadi asam asetat (asetogenesis). Pada tahap satu tersebut belum terjadi reduksi BOD-COD sehingga bisa dikatakan efisiensinya nol. Tahap kedua adalah metanogenesis yang merupakan tahap dominasi perkembangan sel mikroorganisme dengan spesies tertentu yang menghasilkan metana. Pada tahap ini terjadi konversi asam organic menjadi metana, karbon dioksida, dan gas-gas lain seperti hidrogen sulfida, hydrogen dan nitrogen. Pembentukan metana dilakukan oleh bakteri penghasil metana yang terdiri dari sub divisi acetocalstic methane bacteria yang menguraikan asam asetat menjadi metana dan karbon dioksida. Karbon dioksida dan hidrogen yang terbentuk dari reaksi penguraian di atas, disintesa oleh bakteri pembentuk metana menjadi metana dan air. Proses pembentukan asam dan gas metana dari suatu senyawa organik sederhana melibatkan banyak reaksi percabangan. Perubahan polutan organik menjadi gas CH4 dan CO2 inilah yang dijadikan indikator dalam efisiensi pengolahannya. Bakteri yang digunakan untuk menguraikan zat organik pada air limbah merupakan bakteri anaerob. Pada unit pengolahan limbah saat ini pun bakteri yang lebih banyak dipilih adalah bakteri anaerob. Sebab, bakteri anaerob memiliki beberapa keunggulan dibandingkan bakteri aerob. Salah satu keunggulan utamanya yang berhubungan dengan kolam anaerob di kolam stabilisasi ini adalah mampu menghasilkan biomassa (sludge) yang lebih sedikit dibandingkan bakteri aerob. Sludge yang dihasilkan dari pengolahan air limbah akan diolah lebih lanjut. Pengolahan sludge pada saat ini tidaklah murah dan membutuhkan banyak tambahan biaya. Oleh sebab itu, unit pengolahan limbah mengharapkan hasil biomassa (sludge) yang sedikit agar biaya pengolahan slude yang dikeluarkan tidak banyak. Selain itu, terdapat beberapa keunggulan bakteri anaerob diantaranya adalah : o o o o o



Membutuhkan energi yang lebih sedikit Membentuk energi dalam bentuk gas metana Membutuhkan sedikit nutrien (Nitrogen dan phospat) Memiliki kemampuan untuk mengubah beberapa pelarut berbahaya, seperti chloroform, trichloroethylene, dan trikloroethena. Mampu menyimpan banyak ruangan, sebab bekerja pada kecepatan pembebanan organik yang tinggi (KPO) hanya membutuhkan volume reaktor yang kecil.

Kolam Fakultatif

Kedalaman kolam ini berkisar antara 1.2 sampai 2.5 m. Kolam fakultatif ini merupakan pengolahan kedua dalam kolam stabilisasi setelah dilakukan pengolahan di kolam anaerobik. Air limbah yang diterima pada kolam ini memiliki kecepatan pembebanan organik yang lebih kecil daripada KPO yang diterapkan di kolam anaerobik. Sebab, air limbah yang masuk kedalam kolam fakultatif ini sebelumnya telah diolah terlebih dahulu di kolam anaerobik sehingga zat organik yang ada dalam air limbah disini tidak sebanyak dengan air limbah pada awal pengolahan. Pada kolam fakultatif dibagi kedalam 2 lapisan, yaitu lapisan bawah anaerobik dan lapisan atas aerobik, kemudian diantara keduanya terdapat lapisan fakultatif. Pada lapisan anaerobik, zat organik yang mengendap di bawah kemudian diuraikan kembali oleh bakteri anaerob secara biokimiawi sesuai dengan yang ada di kolam anaerob. Degradasi senyawa organik dengan bakteri anaerob menghasilkan gas C02 dan CH4 yang diperlukan pada peristiwa yang terjadi pada lapisan atas. Berikut persamaan reaksi perubahan zat organik dengan selulosa sebagai substrat: (C6H12O5)n + n H2O 3n CO2 + 3n CH4 Untuk substrat yang merupakan senyawa kompleks, persamaan reaksi nya sebagai berikut: 4 C6H5COOH +24 H2O 12 CH3COOH +4 HCOOH +8 H2 12 CH3COOH 12 CH4 +12CO2 4 COOH 4CO2 +2H2 3CO2 +12H2 3 CH4 + 6 H2O Disederhanakan menjadi : 4 C6H5COOH +18 H2O 15 CH4 + 13 CO2 Konversi substrat organik menjadi CO2 dan CH4 dibawah kondisi anaerob.

Pada reaksi tersebut terjadi simbiosis mutualisme pada bakteri anaerob dengan algae. Pada proses tersebut zat organik diuraikan oleh bakteri anaerob menjadi metana dan karbon dioksida. Kehadiran karbon dioksida digunakan oleh algae untuk bahan fotosintesis. Proses fotosintesis mendapatkan cahaya matahari secara langsung dari kolam yang terbuka. Algae akan menghasilkan oksigen dari proses fotosintesis serta bahan organik. Bahan organik tersebut sebagian digunakan oleh mikroorganisme sendiri dan sebagian lagi dipecah menjadi karbon dioksida dan air. Jadi algae pun menghasilkan bahan organik untuk dikonsumsi oleh bakteri fakultatif (anaerob). Namun demikian, suburnya perkembangan algae di permukaan kolam lama-lama dapat menimbulkan masalah pada kinerjanya. Algae dapat menambah konsentrasi TSS (total

suspended solid) antara 40 s.d 100 mg/l. Algae yang blooming karena keberlimpahan nutrien (senyawa nitrogen dan fosfat) dapat memunculkan kondisi eutrofikasi yang ujungnya adalah pendangkalan kolam secara cepat. 

Kolam Maturasi Kedalaman kolam ini sekitar 30 sampai 45 cm. Kolam maturasi ini tidak selamanya selalu harus digunakan. Kolam maturasi dapat tidak perlu digunakan apabila standart mikroorganisme yang terkandung dalam air limbah yang telah diproses telah masuk kedalam batas aman. Untuk itu, biasanya sebelum ditetapkan penggunaan kolam maturasi ini dilakukan perhitungan dan pengukuran mikroorganisme yang terkandung dalam air yang telah diolah di kolam anaerob dan fakultatif. Apabila penggunaan kolam maturasi ditiadakan, maka akan mengurangi pengeluaran biaya operasional dalam unit pengolahan limbah dengan kolam stabilisasi. Kecepatan pembebanan organik (KPO) pada kolam ini sangatlah rendah. Sebab, air limbah telah diolah secara maksimal dan optimum pada kolam-kolam sebelumnya sehingga kandungan zat organik pada air limbah sudah semakin menipis. Oleh karena itu, pada kolam maturasi terjadi pembersihan terakhir air limbah dari pencemar berupa padatan tersuspensi, zat organik terlarut dan yang utama adalah pengurangan bakteri sebelum air limbah dibuang ke badan air atau sungai. Karena kedalamannya yang sangat dangkal, maka sinar matahari dapat menembus keseluruhan ketebalan lapisan air sehingga dapat membasmi bakterinya. Namun juga membutuhkan lahan yang semakin luas juga karena kolamnya semakin dangkal. Di kolam inipun terjadi simbiosis mutualisme pada bakteri aerob dan algae. Hubungan saling menguntungkan ini dikarenakan oleh oksigen yang dihasilkan algae digunakan oleh bakteri aerob untuk metabolisme serta menghasilkan karbon dioksida yang dibutuhkan algae untuk tumbuh. Kemudian proses tersebut terjadi secara kontinu atau terus menerus. Hanya saja, tujuan akhirnya mengharapkan bakteri yang masih ada dalam air dapat dibasmi dan dihilangkan sebelum dibuang ke sungai. Kandungan algae juga jangan sampai banyak yang masuk ke sungai agar tidak menurunkan kulaitas air sungai atau danau, waduk di hilirnya karena terbentuknya eutrofikasi. Sumber pustaka:  http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-14961-3306100047-Presentation.pdf (Diakses 5 November 2013 pukul 20.15 WIB)  http://www.airlimbahku.com/2010/02/kolam-stabilisasi.html (Diakses tanggal 5 November 2013 pukul 20.20)  http://eprints.undip.ac.id/17365/1/Elly_Yuniarti_Sani.pdf (Diakses tanggal 5 November 2013 pukul 20.22)  http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/DIANA_ROCHINTANIAWATI/ BIOLOGY_TERAPAN/PEMBUATAN_BIOGAS.pdf (Diakses tanggal 5 November 2013 pukul 21.00)

More Documents from "Nor Haidir Al Salam"