Kogenerasi Nuklir.pdf

  • Uploaded by: ui
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kogenerasi Nuklir.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 70,177
  • Pages: 195
SISTEM KOGENERASI NUKLIR

Oleh : Dr. Ir. Andang Widi Harto, M. T. Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada i

KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan ke hadlirat Allah SWT atas terselesaikannya buku ini. Shalawat beserta salam semoga terlimpah kepada Rasulullah Muhammad saw. Buku ini disusun untuk dapat digunakan sebagai bahan bagi kuliah Sistem Kogenerasi Nuklir yang merupakan mata kuliah pilihan yang diselenggarakan oleh Program Studi Teknik Nuklir yang terdapat pada Jurusan Teknik Nuklir, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Buku ini bersifat memberikan pemahaman awal yang diharapkan akan dikembangkan oleh para mahasiswa. Karena sifatnya yang demikian, maka buku ini sengaja tidak ditilus dengan pendekatan kuantitatif, yaitu melibatkan banyak perhitungan matematis. Buku ini ditulis dengan maksud untuk memahamkan para mahasiswa tentang peran penting pengembangan teknologi nuklir untuk mengatasi permasalahan energi dan industri dalam membangun peradaban manusia masa depan. Secara garis besar buku ini membahas tentang kondisi keergian dan industri sekarang yang sangat tergantung pada penggunaan sumber daya energi fosil yang semakin menipis serta menimbulkan dampak lingkungan secara signifikan terutama berupa pemanasan global. Di samping itu, juga dibahas permasalahan pengembangan energi nuklir sekarang terutama masalah penganganan limbah jangka panjang dan masalah kelangkaan bahan bakar nuklir dalam bentuk U-238. Oleh sebab itu, dalam buku pembahasan teknologi nuklir yang akan dikembangkan selalu diarahkan pada penggunaan reaktor maju yang mampu memanfaatkan bahan bakar nuklir yang lebih melimpah yaitu U-238 atau Th-232. Buku ini menjelaskan berbagai aplikasi yang mungkin diterapkan pada sistem energi nuklir untuk menggerakkan sistem industri dan mengembangkan sistem energi yang dewasa ini banyak tergantung pada pemakaian bahan bakar fosil. Berbagai aplikasi sistem energi nuklir untuk pembangkit listrik dan produksi bahan bakar alternatif seperti hidrogen dan hidrokarbom sintetik dibahas dalam buku ini. Hal ini diarahkan untuk membangun sistem industri dan energi yang tidak lagi mengemisikan gas rumah kaca. Aplikasi sistem energi nuklir untuk memenuhi kebutuhan vital manusia lainnya, misalnya air bersih juga dibahas. Di samping itu, dibahas juga potensi penggunaan kalor buangan dari sistem energi nuklir untuk penggunaan yang produktif seperti menghasilkan air bersih, pengeringan, refrigerasi serta kemungkinan untuk mendaur ulang CO2 dengan menghasilkan produk yang memiliki nilai ekonomi. Buku ini berusaha secara maksimal mengelaborasi berbagai potensi yang dapat dikembangkan dari sistem energi nuklir untuk menunjang pembangunan peradaban manusia secara berkelanjutan pada masa depan. Walaupun demikian tetap masih banyak aspek potensial yang belum tersentuh untuk dibahas dalam buku ini. Oleh karena itu, pembaca yang kreatif diharapkan mampu untuk menemukan aspek-aspek tersebut. Jika diinginkan, maka pembaca dapat mendalami lebih lanjut untuk melakukan penelaahan secara lebih detail, yaitu melakukan perhitunganperhitungan secara lebih rinci dalam rangka untuk mendapatkan gambaran desain dari sistem kogenersai nuklir. Penulis, Dr. Ir. Andang Widi Harto, M.T. ii

DAFTAR ISI Halaman Judul Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar BAB I. A. 1. 2. 3. 4. 5. B. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. BAB II. A. 1. 2. 3. B. 1. 2. 3. 4. C. 1. 2. 3. 4. 5.

PENDAHULUAN Problema energi dunia Deskripsi umum Peningkatan konsumsi energi dunia keseluruhan Ketersediaan sumber daya energi fosil dunia Proyeksi kebutuhan energi dan ketersediaan sumber daya Indonesia Dampak lingkungan akibat penggunaan sumber daya energi konvensional Sumber daya energi terbarukan dan batas penggunaannya Pengertian sumber daya energi terbarukan Sumber daya energi kelautan Sumber daya energi danau Sumber daya energi angina Sumber daya energi aliran air di daratan (hidro) Sumber daya energi surya Sumber daya energi biomassa Sumber daya energi geotermal Ketersediaan Sumber Daya Energi Terbarukan Rentang ketersediaan sumber daya energi terbarukan dan sifat penggunaannya Kendala-kendala dalam penggunaan sumber daya energi terbarukan PERAN SISTEM ENERGI NUKLIR Sumber daya energi nuklir dan penggunaannya Pengertian sumber daya energi nuklir Ketersediaan sumber daya nuklir di seluruh dunia Ketersediaan sumber daya nuklir di Indonesia Perkembangan reaktor nuklir dan permasalannya Perkembangan Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Keunggulan Teknologi Nuklir Yang Telah Tercapai Hingga Generasi 3+ Rentang ketersediaan sumber daya energi nuklir tanpa reactor maju Problema lainnya terkait penggunaan teknologi PLTN hingga generasi 3+ Urgensi pengembangan teknologi reaktor nuklir generasi maju (generasi 4) Dasar Pemikiran Memberikan solusi dalam problema ketersediaan bahan bakar nuklir Memberikan solusi dalam problema penanganan limbah nuklir Meningkatkan aspek keselamatan Meningkatkan aspek keamanan

i ii iii viii ix 1 1 1 1 2 4 6 8 8 8 9 10 10 10 11 11 12 14 15 16 16 16 16 18 19 19 22 22 25 26 26 27 27 27 28 iii

D. E.

6. Meningkatkan efisiensi konversi energi 7. Diversifikasi output energi 8. Peran reaktor nuklir sebagai penghasil daya listrik dan termal Kriteria desain reaktor nuklir generasi maju Rentang ketersediaan sumber daya energi nuklir dengan teknologi reaktor nuklir maju (advanced nuclear reactor)

BAB III. A. 1. 2. 3. 4. 5. B. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. C. 1. 2. 3. BAB IV. A. 1. 2. 3. 4. B. C. 1. 2. D. BAB V. A. B.

28 28 28 29 29

PERAN TEKNOLOGI ENERGI NUKLIR DALAM SISTEM INDUSTRI DAN INDUSTRI ENERGI MASA DEPAN Sistem industri energi Pengertian industri Sumber daya energi berdasarkan pengadaannya Pengertian umum industri energi Mata rantai industri energi Peran Teknologi Energi Nuklir Untuk Sistem Industri Energi Masa Depan Penggunaan energi masa depan pada berbagai sektor Konsumsi Energi Sektoral Suplai energi untuk sektor domestik dan publik Sektor transportasi sipil Pengembangan sistem transportasi masa depan Penggunaan energi pada sektor transportasi non militer Penggunaan energi untuk kepentingan militer Penggunaan energi untuk sektor pembangkit listrik dan pengolahan bahan bakar Penggunaan energi untuk sektor industri Peran sistem energi nuklir untuk mengembangkan sistem industri yang tidak mengemisikan CO2 Industri reduksi logam Konsep industri yang bersifat menyerap CO2 netto Sistem pengangkapan CO2 atmosferik

33

PENGERTIAN SIKLUS KOMBINASI (COMBINE CYCLE) DAN KOGENERASI Pengertian umum Sumber kalor Mesin termal Pompa kalor / refrigerator Proses termal Pengertian siklus kombinasi Contoh siklus kombinasi Aplikasi siklus kombinasi untuk sistem pengolahan sampah Aplikasi siklus kombinasi untuk sistem sel bahan bakar hidrogen Pengertian kogenerasi

63

SISTEM KOGENERASI NUKLIR DAN PEMANFAATANNYA Pengertian sistem kogenerasi nuklir Sinergi antara pengembangan sistem kogenerasi nuklir dan pengembangan teknologi reaktor nuklir maju

78 78 78

33 33 33 33 37 38 39 39 40 42 44 48 53 58 58 59 59 60 61

63 63 63 64 64 65 67 67 72 77

iv

C. D. 1. 2. 3. 4. 5. E. BAB VI. A. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. B. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. C.

Jenis-jenis aplikasi kogenerasi nuklir berdasarkan suhu sumber kalor MSR (Molten Salt Reactor) sebagai salah satu reaktor nuklir maju bersuhu tinggi Deskripsi Umum Variasi desain MSR MSR (Molten Salt Reactor) standar PCMSR (Passive Compact Molten Salt Reactor) Sistem turbin untuk PCMSR Berbagai kemungkinan aplikasi kogenerasi untuk PCMSR

79

SISTEM KOGENERASI NUKLIR UNTUK PROSES TERMAL SUHU RENDAH Kogenerasi nuklir suhu rendah untuk desalinasi air laut Latar belakang pemikiran Berbagai jenis proses desalinasi Proses Desalinasi dengan Metode MSF (Multi Stage Flash) Proses Desalinasi dengan Metode MED (Multi Effect Distiliation) Proses Desalinasi dengan Metode MVC (Mechanical Vapor Compression) Proses Desalinasi dengan Metode TVC (Thermal Vapor Compression) Kombinasi proses TVC dengan proses desalinasi termal lainnya Desalinasi dengan proses Reverse Osmosis (RO) Desalinasi dengan proses Electro Dialysis (ED) Sistem desalinasi nano filtrasi Desalinasi dengan Pembekuan Vakum (Vacuum Freezing Desalination = VFD) Proses desalinasi lainnya Aplikasi sistem kogenerasi nuklir suhu rendah untuk proses desalinasi. Kogenerasi nuklir suhu rendah untuk refrigerasi, pembekuan (freezing) dan pendinginan (chilling) Latar Belakang Pemikiran Berbagai tipe sistem refrigerasi Refrigerator kompresi uap Refrigerator kompresi gas Refrigerator siklus Brayton Refrigerator siklus Stirling Refrigerator Tabung Vortex Prinsip dasar sistem refrigerasi absorpsi standar secara umum Sistem refrigerasi absorsi menggunakan larutan NH3 dan air Sistem pendingin absorsi menggunakan larutan LiBr dan air Sistem refrigerasi absorsi tiga fluida (air, ammonia, hydrogen) Refrigerator Hidrid Sistem refrigerasi lainnya Aplikasi sistem kogenerasi nuklir suhu rendah untuk proses refrigerasi atau pendinginan Kogenerasi nuklir suhu rendah untuk pengeringan (drying)

88

80 80 81 81 82 84 87

88 88 89 90 92 94 96 97 98 98 100 101 102 102 104 104 105 105 106 106 107 107 108 109 109 111 111 112 113 114 v

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. D. BAB VII. A. 1. 2. 3. 4. 5. B. C. 1. 2. 3. 4. D.

BAB VIII. A. B. C. D. 1. 2. 3. 4. E. 1.

Latar Belakang Pemikiran Berbagai jenis sistem pengeringan Sistem pengeringan mekanik Sistem pengeringan termal Sistem pengeringan termal terbuka Sistem pengeringan termal tertutup dengan siklus aliran udara terbuka Sistem pengeringan termal tertutup dengan siklus aliran udara tertutup Sistem pengeringan vakum Sistem pengeringan absorpsi / adsorpsi Aplikasi kogenerasi nuklir suhu rendah untuk proses pengeringan Aplikasi kogenerasi nuklir suhu rendah untuk pemanasan ruang

114 114 115 115 116 116

SISTEM KOGENERASI NUKLIR UNTUK PROSES TERMAL SUHU MENENGAH Heat recovery steam generator (HRSG) Pengertian dan fungsi HRSG pada sistem kogenerasi nuklir suhu medium Jenis-jenis HRSG HRSG satu tingkat tekanan HRSG banyak tingkat tekanan HRSG Kalina Aplikasi siklus kombinasi pada PCMSR Berbagai aplikasi kogenerasi nuklir suhu medium dengan menggunakan uap Kogenerasi nuklir suhu medium untuk aplikasi enhanced oil recovery Kogenerasi nuklir suhu medium untuk aplikasi gasifikasi batubara Kogenerasi nuklir suhu medium untuk aplikasi gasifikasi batubara dalam tanah Kogenerasi nuklir suhu medium untuk aplikasi proses pemisahan dengan destilasi bertingkat Berbagai aplikasi kogenerasi nuklir suhu medium tanpa menggunakan uap

123

SISTEM KOGENERASI NUKLIR UNTUK PROSES TERMAL SUHU TINGGI Aplikasi kogenerasi nuklir suhu tinggi pada PCMSR Aplikasi kogenerasi nuklir untuk gasifikasi batubara dengan masukan kalor pada suhu tinggi Aplikasi kogenerasi nuklir untuk pencairan batubara secara langsung Produksi hidrogen Peran hidrogen dalam sistem energi dan industri masa depan Produksi hidrogen dengan bahan baku bahan bakar fosil Produksi hidrogen dengan bahan baku biomassa Produksi hidrogen dengan bahan baku air Proses produksi hidrogen dengan bahan baku air Penjelasan umum proses

144

117 118 119 120 121

123 123 124 125 126 129 130 133 134 135 137 140 141

144 145 147 148 148 149 151 152 153 153 vi

2. 3. 4. 5.

Produksi hidrogen dengan cara elektrolisis air Berbagai jenis proses elektrolisis air Produksi hidrogen dari air dengan proses termokimia Produksi hidrogen dari air dengan proses H-I-S Aplikasi kogenerasi nuklir untuk proses produksi hidrogen dengan bahan baku air

155 158 162 162 164

BAB IX. A.

168 168

B.

SISTEM KOGENERASI NUKLIR GABUNGAN Kogenerasi nuklir untuk produksi hidrogen dengan bahan baku air laut Kogenerasi nuklir untuk produksi hidrokarbon sintetik jenis pertama 1. Kogenerasi Nuklir Untuk Produksi Hidrokarbon Sintetik Dengan Proses Pencairan Batubara Secara Langsung 2. Kogenerasi Nuklir Untuk Produksi Hidrokarbon Sintetik Dengan Proses Pencairan Batubara Secara Tidak Langsung Kogenerasi nuklir untuk produksi hidrokarbon sintetik jenis kedua

170

F.

C.

REFERENSI

171 172 176

180

vii

DAFTAR TABEL Tabel 1. Konsumsi energi primer dunia pada tahun 2004 sesuai sumber daya energi Tabel 2. Cadangan batubara terbukti pada akhir tahun 2006 Tabel 3. Cadangan minyak bumi tersisa di dunia dalam berbagai kategori Tabel 4. Potensi energi di Indonesia Tabel 5. Pola pemenuhan energi dunia dan emisi CO2 per satuan energi Tabel 6. Emisi gas rumah kaca anthropogenic Tabel 7. Potensi energi sampah kota Tabel 8. Cadangan sumber daya uranium tersisa yang telah diketahui Tabel 9. Sumber daya energi nuklir (uranium dan thorium) terbukti Tabel 10. Jenis-jenis PLTN yang sedang beroperasi dan dibangun di seluruh dunia hingga tahun 2000 Tabel 11. Perbandingan rentang ketersediaan cadangan bahan bakar nuklir dunia dengan teknologi PLTN sekarang dan dengan teknologi reaktor maju Tabel 12. Karakteristik berbagai usulan desain reaktor nuklir generasi maju Tabel 13. Suplai energi final untuk kebutuhan sektor domestik dan sektor publik Tabel 14. Energi untuk sistem transportasi non militer Tabel 15. Energi untuk sistem transportasi militer, kendaraan tempur dan perlengkapan militer

1 2 3 5 6 6 14 17 18 24 31 31 41 52 56

viii

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Laju konsumsi energi primer dunia berdasarkan sumber daya energi dari tahun 1966 hingga tahun 2006 Gambar 2. Porsi pemenuhan konsumsi energi final Indonesia pada tahun 2005 Gambar 3. Porsi pemenuhan konsumsi energi primer di Indonesia Gambar 4. Estimasi konsumsi energi primer di Indonesia hingga tahun 2005 Gambar 5. Sumber daya uranium terbukti telah diproduksi dan yang tersisa Gambar 6. Grade U3O8 bijih uranium pada sumber daya uranium tersisa dan telah diketahui Gambar 7. Peta sumber daya mineral radioaktif Indonesia sampai tahun 2004 Gambar 8. Perkembangan konsumsi energi nuklir dari sisi energi primer Gambar 9. Laju produksi uranium berbagai negara penghasil uranium dan kebutuhan untuk reaktor nuklir Gambar 10. Prediksi produksi dan kebutuhan uranium RAR dan IR hingga akhir abad 21 Gambar 11. Diagram sistem industri energi secara umum Gambar 12. Sistem industri energi masa depan Gambar 13. Rangkuman penggunaan energi untuk sistem transportasi non militer maupun militer Gambar 14. Diagram skematik sistem penangkap CO2 atmosferik Gambar 15. Diagram mesin termal secara umum Gambar 16. Diagram pompa kalor / refrigerator secara umum Gambar 17. Diagram mesin termokimia secara umum Gambar 18. Diagram refrigerator / pompa kalor termokimia secara umum Gambar 19. Efisiensi konversi total siklus kombinasi dengan 2 mesin termal tersusun paralel Gambar 20. Efisiensi konversi total siklus kombinasi dengan 2 mesin termal tersusun seri Gambar 21. Efisiensi konversi total siklus kombinasi dengan 3 mesin termal tersusun seri Gambar 22. Sistem turbin gas berbahan bakar gas hasil pengolahan sampah yang dioperasikan pada perbandingan tekanan tinggi Gambar 23. Sistem turbin gas berbahan bakar gas hasil pengolahan sampah yang dioperasikan pada perbandingan tekanan rendah Gambar 24. Sistem turbin gas berbahan bakar gas hasil pengolahan sampah yang dioperasikan pada perbandingan tekanan tinggi dan dikombinasi dengan sistem turbin uap Gambar 25. Sistem turbin gas berbahan bakar gas hasil pengolahan sampah yang dioperasikan pada perbandingan tekanan rendah dan dikombinasi dengan sistem turbin uap Gambar 26. Siklus kombinasi SOFC dan turbin gas berbahan bakar hidrogen yang disimpan sebagai gas bertekanan Gambar 27. Siklus kombinasi SOFC dan turbin gas berbahan bakar hidrogen yang disimpan sebagai cairan kriogenik Gambar 28. Siklus kombinasi SOFC dan turbin gas berbahan bakar hidrogen yang disimpan dalam bentuk hidrida Gambar 29. Siklus kombinasi SOFC, turbin gas dan turbin uap berbahan bakar hidrogen yang disimpan sebagai gas bertekanan

2 4 4 5 17 18 19 23 23 25 37 39 57 61 63 64 65 65 66 66 67 69 70 71

72

74 75 75 76 ix

Gambar 30. Siklus kombinasi SOFC, turbin gas dan turbin uap berbahan bakar hidrogen yang disimpan sebagai cairan kriogenik Gambar 31. Aplikasi reaktor nuklir maju untuk sistem kogenerasi Gambar 32. Diagram Skenatik Desain MSR Gambar 33. Diagram skematik zonasi pada desain reaktor PCMSR Gambar 34. Elemen bahan bakar dan elemen kendali PCMSR Gambar 35. Reaktor PCMSR dengan siklus Brayton tertutup sederhana Gambar 36. Reaktor PCMSR dengan siklus Brayton regeneratif tertutup satu tingkat Gambar 37. Reaktor PCMSR dengan siklus Brayton regeneratif tertutup dua tingkat Gambar 38. Reaktor PCMSR dengan siklus Brayton regeneratif tertutup tiga tingkat Gambar 39. Reaktor PCMSR dengan siklus Brayton regeneratif tertutup empat tingkat Gambar 40. Kapasitas total instalasi desalinasi di seluruh dunia Gambar 41. Klasifikasi Proses Desalinasi Gambar 42. Desalinasi tipe MSF “once through” Gambar 43. Desalinasi tipe MSF “brine recirculating” Gambar 44. Desalinasi tipe MED dengan pemanas uap yang mengembun, aliran umpan seri Gambar 45. Desalinasi tipe MED dengan pemanas fluida satu fasa, aliran umpan seri Gambar 46. Desalinasi tipe MED dengan pemanas uap yang mengembun, aliran umpan paralel dengan aliran ”brine” mundur (backward) Gambar 47. Diagram refrigerator atau pompa kalor dengan sistem kompresi uap Gambar 48. Desalinasi air laut dengan proses MVC siklus tidak langsung (indirect cycle) Gambar 49. Desalinasi air laut dengan proses MVC siklus langsung (direct cycle) Gambar 50. Desalinasi air laut dengan proses TVC Gambar 51. Desalinasi tipe kombinasi TVC dan MSF Gambar 52. Desalinasi tipe kombinasi TVC dan MED Gambar 53. Desalinasi menggunakan proses RO Gambar 54. Prinsip dasar desalinasi dengan proses elektrodialisis Gambar 55. Diagram sel elektrodialisis Gambar 56. Desalinasi dengan Pembekuan Vakum (Vacuum Freezing Desalination = VFD) Gambar 57. Aplikasi sistem deasalinasi MED untuk memanfaatkan kalor buangan reaktor nuklir pembangkit listrik jenis PCMSR Gambar 58. Diagram refrigerator dengan sistem kompresi uap Gambar 59. Diagram refrigerator siklus Brayton Gambar 60. Diagram sistem refrigerasi absorpsi standar secara umum Gambar 61. Diagram sistem refrigerasi absorpsi dengan menggunakan air dan amonia Gambar 62. Diagram sistem pendingin dengan menggunakan LiBr dan air Gambar 63. Diagram sistem refrigerasi tiga fluida (air, amonia, hidrogen) Gambar 64. Skema moda operasi refrigerator hidrid Gambar 65. Penggunaan kalor buangan reaktor nuklir PCMSR untuk refrigerasi absorpsi Gambar 66. Sistem pengeringan termal tertutup dengan siklus udara terbuka Gambar 67. Sistem pengeringan termal tertutup dengan siklus udara tertutup dengan menggunakan refrigerator / pompa kalor jenis kompresi uap

77 80 81 83 83 84 85 86 86 87 89 90 91 91 92 93 93 94 95 95 96 97 97 98 99 99 101 103 106 107 109 110 110 111 112 113 116 117 x

Gambar 68. Sistem pengeringan termal tertutup dengan siklus udara tertutup dengan menggunakan refrigerator / pompa kalor jenis absorpsi Gambar 69. Sistem pengeringan vakum menggunakan vacuum jet ejector yang digerakkan oleh kompresor Gambar 70. Sistem pengeringan vakum menggunakan steam jet ejector yang digerakkan oleh sistem uap pengerak (motive steam) Gambar 71. Aplikasi sistem kogenerasi nuklir PCMSR untuk sistem pengeringan tertutup dengan siklus aliran udara terbuka Gambar 72. Aplikasi sistem kogenerasi nuklir PCMSR untuk sistem pengeringan tertutup dengan siklus aliran udara tertutup menggunakan refrigerator jenis absorpsi Gambar 73. Aplikasi sistem kogenerasi nuklir PCMSR untuk sistem pemanasan ruangan Gambar 74. HRSG satu tingkat tekanan tipe resirkulasi aliran gas horizontal Gambar 75. HRSG satu tingkat tekanan tipe sekali lintas (once through) aliran gas horizontal Gambar 76. HRSG dua tingkat tekanan tipe resirkulasi aliran gas horizontal Gambar 77. HRSG dua tingkat tekanan tipe sekali lintas (once through) aliran gas horizontal Gambar 78. HRSG tiga tingkat tekanan tipe resirkulasi aliran gas horizontal Gambar 79. HRSG tiga tingkat tekanan tipe sekali lintas (once through) aliran gas horizontal Gambar 80. HRSG Kalina Gambar 81. PCMSR dengan siklus kombinasi menggunakan HRSG satu tingkat tekanan Gambar 82. PCMSR dengan siklus kombinasi menggunakan HRSG Kalina Gambar 83. PCMSR dengan siklus kombinasi menggunakan HRSG dua tingkat tekanan Gambar 84. PCMSR dengan siklus kombinasi menggunakan HRSG tiga tingkat tekanan Gambar 85. PCMSR dengan siklus kombinasi dan kogenerasi untuk aplikasi ”enhanced oil recovery” Gambar 86. PCMSR dengan siklus kombinasi dan kogenerasi untuk aplikasi gasifikasi batubara (coal gasification) dengan masukan kalor pada suhu medium Gambar 87. PCMSR dengan siklus kombinasi dan kogenerasi untuk aplikasi gasifikasi batubara dalam tanah (underground coal gasification) Gambar 88. Diagram proses dan produk pada aplikasi reaktor nuklir untuk gasifikasi batubara dengan berbagai produk yang dapat dihasilkan Gambar 89. Aplikasi kogenerasi PCMSR untuk proses pemisahan dengan destilasi bertingkat Gambar 90. PCMSR dengan siklus kogenerasi untuk proses termal suhu medium tanpa pembangkitan uap tanpa menggunakan fluida antara Gambar 91. PCMSR dengan siklus kogenerasi untuk proses termal suhu medium tanpa pembangkitan uap dengan menggunakan fluida antara Gambar 92. Diagram PCMSR untuk tipikal kogenerasi suhu tinggi dengan konfigurasi paralel Gambar 93. PCMSR dengan siklus kombinasi dan kogenerasi untuk aplikasi gasifikasi batubara (coal gasification) dengan masukan kalor pada

118 118 119 120 121

122 125 126 127 128 128 129 130 131 131 132 133 135 137

139 140 141 142 143 145 146 xi

suhu tinggi Gambar 94. Diagram PCMSR untuk kogenerasi pada pencairan batubara dengan proses langsung Gambar 95. Entalpi yang diperlukan untuk memproduksi satu mol hidrogen dari air Gambar 96. Kebutuhan tegangan elektroda untuk proses produksi hidrogen dengan cara elektrolisis air sebagai fungsi suhu Gambar 97. Diagram sel elektroliser alkalin Gambar 98. Diagram sel elektroliser asam Gambar 99. Diagram sel elektroliser PEM (Proton Exchange Membran = Membran Penukar Proton) Gambar 100. Diagram sel elektroliser SOEC (Solid Oxide Fuel Cell) yang menggunakan keramik penghantar ion oksigen Gambar 101. Sistem produksi hidrogen dengan elektrolisa suhu tinggi dilengkapi dengan sistem pengembali kalor regeneratif Gambar 102. Diagram umum proses produksi hidrogen dari air secara termokimia Gambar 103. Diagram umum produksi hidrogen dengan proses H-I-S Gambar 104. Sistem produksi hidrogen dengan proses H-I-S Gambar 105. Diagram sistem kogenerasi PCMSR untuk produksi hidrogen dengan elektrolisa suhu tinggi dengan konfigurasi pemberian kalor sebagai kogenerasi paralel (paralel cogeneration) Gambar 106. Diagram sistem kogenerasi PCMSR untuk produksi hidrogen dengan elektrolisa suhu tinggi dengan konfigurasi pemberian kalor sebagai kogenerasi seri atas (top cogeneration) Gambar 107. Diagram sistem kogenerasi PCMSR untuk produksi hidrogen dengan proses H-I-S dengan konfigurasi pemberian kalor sebagai kogenerasi paralel (paralel cogeneration) Gambar 108. Diagram sistem kogenerasi PCMSR untuk produksi hidrogen dengan proses H-I-S dengan konfigurasi pemberian kalor sebagai kogenerasi seri atas (top cogeneration) Gambar 109 . Diagram aplikasi PCMSR untuk kogenerasi bagi proses produksi hidrogen dengan elektrolisa air suhu tinggi dan desalinasi air laut dengan cara MED (multi effect distillation) Gambar 110. Diagram proses dan produk pada aplikasi nuklir untuk kogenerasi gabungan produksi hidrogen dan desalinasi air laut Gambar 111. Diagram proses dan produk pada aplikasi nuklir pencairan batubara langsung dilengkapi dengan sistem produksi hidrogen dan desalinasi secara mandiri Gambar 112. Diagram aplikasi PCMSR untuk produksi hidrogen sekaligun produksi hidrokarbon sintetik dengan proses pencairan batubara langsung Gambar 113. Diagram sistem kogenerasi nuklir dengan menggunakan PCMSR untuk produksi hidrogen dengan proses elektrolisa suhu tinggi dan gasifikasi batubara suhu tinggi hingga menghasilkan metanol atau metana Gambar 114. Diagram sistem kogenerasi nuklir dengan menggunakan PCMSR untuk produksi hidrogen dengan proses elektrolisa suhu tinggi dan gasifikasi batubara dalam tanah hingga menghasilkan metanol atau metana Gambar 115. Diagram proses dan produk pada aplikasi nuklir pada pencairan

148 154 156 159 159 160 161 161 162 163 164 166

166

167

167

169

170 171

172

173

174

175 xii

batubara tidak langsung yang dilengkapi dengan sistem produksi hidrogen dan desalinasi secara mandiri Gambar 116. Diagram skematik sistem penangkap CO2 atmosferik yang dilanjutkan dengan proses produksi hidrokarbon sintetik Gambar 117. Diagram skematik aplikasi reaktor nuklir tipe PCMSR bagi kogenerasi nuklir untuk proses produksi metanol Gambar 118. Diagram proses dan produk pada aplikasi nuklir pada Produksi hidrokarbon sintetik jenis kedua yang dilengkapi dengan sistem produksi hidrogen dan desalinasi secara mandiri

177 178 179

xiii

BAB I. PENDAHULUAN A. PROBLEMA ENERGI DUNIA 1. Deskripsi Umum Secara umum, problema energi global dunia dan juga Indonesia meliputi : a. Peningkatan kebutuhan energi akibat peningkatan jumlah penduduk dan tuntutan kepada standar hidup yang lebih baik b. Ketergantungan yang sangat besar terhadap sumber daya energi konvensional (fosil) yaitu batubara, minyak bumi dan gas bumi c. Keterbatasan ketersediaan cadangan sumber daya energi konvensional d. Dampak negatif terhadap lingkungan akibat penggunaan sumber daya energi konvensional Semua ini mengharuskan pentingnya upaya untuk mengembangkan sumber daya energi alternatif yaitu sumber daya energi nuklir dan sumber daya energi terbarukan 2. Peningkatan Konsumsi Energi Dunia Keseluruhan Laju konsumsi energi primer (pemanfaatan sumber daya energi) total dunia pada tahun 2004 kurang lebih 15 TW sebesar (1 TW = 1012 Watt) dengan faktor ketidakpastian data sebesar 10 % [1]. Laju konsumsi ini setara dengan 470 EJ per tahun (1 EJ = 1018 Joule). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Konsumsi energi primer dunia pada tahun 2004 sesuai sumber daya energi[2]

Sumber daya energi primer Konvensional Minyak bumi Batubara LNG LNG Comb Nuklir Uranium Thorium Terbarukan Hidro Biomassa Biofuel Surya Geotermal Angin Kelautan Total

Emisi CO2 Konsumsi Spesifik Laju konsumsi tahunan Emisi sumber daya sumber daya Persentase (trilyun Persentase (kg/ (kg/ (TW) (EJ / tahun) (%) (%) kWeh) kWth) ton/tahun) 12.75 5.550 402.36 175.145 85.00 37.00 0.73 0.212 10.30 36.98 99.36 3.750 118.341 25.00 0.99 0.337 11.06 39.73 1.725 54.437 11.50 0.65 0.208 3.15 11.29 1.725 54.437 11.50 0.51 0.209 3.16 11.35 0.90 0.900 28.40 28.402 6.00 6.00 0.02 0.006 0.05 0.18 0.18 0.000 0.000 0.00 0.00 0.00 1.35 0.555 42.60 17.514 9.00 3.70 0.02 0.016 0.08 0.28 0.46 0.600 18.935 4.00 0.00 0.00 0.030 0.947 0.20 0.00 0.00 0.081 2.556 0.54 0.06 0.048 0.03 0.12 0.030 0.947 0.20 0.02 0.016 0.00 0.02 0.045 1.420 0.30 0.04 0.032 0.01 0.05 0.009 0.284 0.06 0.00 0.00 15.00 15.000 473.364 473.364 100.00 100.00 27.85 100.00 100.00

Laju konsumsi energi dunia terus mengalami kenaikan. Gambar 1 memperlihatkan konsumsi berdasarkan sumber daya energi dari tahun 1966 hingga tahun 2006 1 2

World Energy Resources and Consumption – Wikipedia, free encyclopedia, Bab 2 Resources World Energy Resources and Consumption – Wikipedia, free encyclopedia, Bab 1 Consumption

1

Gambar 1. Laju konsumsi energi primer dunia berdasarkan sumber daya energi dari tahun 1966 hingga tahun 2006[3] 3. Ketersediaan Sumber daya Energi Fosil Dunia Sumber daya energi fosil terdiri dari batubara, minyak bumi dan gas alam maupun hidrat gas alam. Dari Tabel 1 terlihat bahwa sumber daya energi fosil memberikan kontribusi terbesar (85%) dalam pemenuhan energi dunia. Sementara itu cadangan sumber daya energi fosil semakin terbatas. a. Ketersediaan batubara Tabel 2 menunjukkan cadangan terbukti batubara dunia berdasarkan data pada akhir tahun 2006. Dari Tabel 2 ini, cadangan batubara diestimasi sebesar terbukti 909 trilyun ton. Sementara itu, laju produksi batubara total dunia diperkirakan sebesar 5,86 trilyun ton per tahun sehingga cadangan total batubara terbukti dunia diestimasikan bertahan hingga 155 tahun ke depan [4] Tabel 2. Cadangan batubara terbukti pada akhir tahun 2006 (juta ton) [5] Negara Amerika Serikat Rusia China India Australia Afrika Selatan Ukraina Kazakhstan Polandia Brazil Jerman Colombia 3 4 5

Bitumin dan antrasit 111,338 49,088 62,200 90,085 38,600 48,750 16,274 28,151 14,000 183 6,230

Sub bitumin dan lignite 135,305 107,922 52,300 2,360 39,900 17,879 3,128 10,113 6,556 381

TOTAL 246,643 157,010 114,500 92,445 78,500 48,750 34,153 31,279 14,000 10,113 6,739 6,611

Kontribusi (%) 27.1 17.3 12.6 10.2 8.6 5.4 3.8 3.4 1.5 1.1 0.7 0.7

World Energy Resources and Consumption – Wikipedia, free encyclopedia, Bab 1 Consumption IEA – International Energy Agency (2006), p. 127 Coal - From Wikipedia, the free encyclopedia 2

Tabel 2. Cadangan batubara terbukti pada akhir tahun 2006 (juta ton) [5] Negara Canada Republik Cheko Indonesia Turki Yunani Hungaria Pakistan Bulgaria Thailand Korea Utara Selandia Baru Spanyol Zimbabwe Romania Venezuela Negara lainnya Total dunia

Bitumin dan antrasit 3,471 2,094 740 278 198 4 300 33 200 502 22 479 5,551 478,771

Sub bitumin dan lignite 3,107 3,458 4,228 3,908 3,900 3,159 3,050 2,183 1,354 300 538 330 472 24,462 430,293

TOTAL 6,578 5,552 4,968 4,186 3,900 3,357 3,050 2.187 1,354 600 571 530 502 494 479 32,198 909,064

Kontribusi (%) 0.7 0.6 0.5 0.5 0.4 0.4 0.3 0.2 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 3 100.0

b. Ketersediaan minyak bumi Tabel 3 menunjukkan cadangan minyak bumi tersisa dunia pada berbagai kategori. Tabel 4. menunjukkan status cadangan sumber daya minyak bumi, laju produksi serta estimasi rentang waktu ketersediaan sumber daya minyak bumi pada negara-negara penghasil minyak utama. Tabel 3. Cadangan minyak bumi tersisa di dunia dalam berbagai kategori [6] Cadangan minyak tersisa di dunia Terbukti (Proven Reserves) Tambahan (Future Additional) Pasir Tar (Tar sand) Minyak berat (Heavy oil) Endapan minyak (oil shales) Tak terambil (Unrecoverable)

ZJ 8 11 2 3 11 22

milyar barel 1201 1651 300 450 1651 3302

Kuantitas Akumulatif rentang ketersediaan (milyar barel) akumulatif (tahun) 1201 42 2852 100 3152 110 3602 126 5253 184 8555 299

Berdasarkan Tabel 3, rentang waktu ketersediaan sumber daya minyak bumi terbukti dunia secara rata-rata adalah 42 tahun. Jika semua sumber daya minyak bumi pada berbagai kategori diperhitungkan, maka rentang waktu ketersediaannya menjadi 299 tahun. c. Ketersediaan Gas Alam Gas alam pada umumnya terdiri dari metana. Cadangan gas alam terbukti di seluruh dunia pada tahun 2006 sebesar 179,83 trilyun meter kubik (6350,6 trilyun kaki kubik). Cadangan ini terus mengalami kenaikan dari tahun 1986 hingga tahun 2006 dengan adanya penemuan ladang gas baru [7]. World Energy Resources and Consumption – Wikipedia, free encyclopedia, Bab 1 Consumption BP Stastitical Review of World Energy, June 2006, Stastitical review of world energy full report.pdf, Natural Gas - Reserves 6

7

3

Pada tahun 2004 gas alam memasok 23 % dari kebutuhan energi primer manusia [8]. Sementara itu, konsumsi gas alam terus mengalami kenaikan hingga sekarang. Rentang ketersediaan cadangan terbukti gas alam dunia sekitar 65 tahun [9]. 4. Proyeksi Kebutuhan Energi dan ketersediaan Sumber daya Indonesia Konsumsi energi final pada umumnya dalam dua bentuk, yaitu energi listrik dan bahan bakar. Porsi pemenuhan energi final Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2 Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa energi listrik hanya mensuplai 10 % dari konsumsi energi final. Bahan bakar minyak memenuhi porsi sebesar 63 %, bahan bakar gas sebesar 17 %, LPG sebesar 2 % dan batubara sebesar 8 %.

Gambar 2. Porsi pemenuhan konsumsi energi final Indonesia pada tahun 2005 [10] Berdasarkan hal ini, maka konsumsi energi final total Indonesia pada tahun 2005 adalah sebesar 1070 MWh. Estimasi untuk tahun 2025 adalah sebesar 4300 MWh. Akan tetapi penghematan energi serta penggunaan peralatan-peralatan baru yang lebih hemat energi diperkirakan akan mampu mengurangi konsumsi energi hingga 40 % [11]. Konsumsi energi primer diartikan sebagai konsumsi sumber daya energi sebelum dikonversi menjadi bentuk-bentuk yang dipakai dalam penggunaan akhir (final). Gambar 3 menunjukkan porsi pemenuhan energi primer di Indonesia.

Gambar 3. Porsi pemenuhan konsumsi energi primer di Indonesia [12] World Energy Resources and Consumption – Wikipedia, free encyclopedia, Bab 1 Consumption BP Stastitical Review of World Energy, June 2006, Stastitical review of world energy full report.pdf, Oil – Reserves to Production (R/P) ratio 10 Pemerintah Republik Indonesia, Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005 – 2025, Lampiran G3, Jakarta, 2005 11 Pemerintah Republik Indonesia, Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005 – 2025, Lampiran J, Jakarta, 2005 12 Pemerintah Republik Indonesia, Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005 – 2025, Lampiran K, Jakarta, 2005 8

9

4

Dari Gambar 3, tampak bahwa minyak bumi mendominasi pemenuhan energi primer sebesar 54,4 %; disusul gas bumi sebesar 26,5 %; batubara sebesar 14,1 %. Dengan demikian sumber energi konvensional memenuhi konsumsi energi primer dengan porsi 95 %. Estimasi peningkatan konsumsi energi primer di Indonesia hingga tahun 2025 dapat dilihat pada Gambar 4. Garis putus-putus pada Gambar 4 menunjukkan estimasi kebutuhan (konsumsi) energi primer Indonesia tanpa penghematan, yaitu dengan menggunakan peralatan serta desain sistem pengunaan energi yang ada sekarang. Sedangkan garis solid menunjukkan proyeksi kebutuhan Indonesia dengan penghematan

Gambar 4. Estimasi konsumsi energi primer di Indonesia hingga tahun 2005 [13] Tabel 4 menunjukkan potensi energi di Indonesia yang telah diketahui hingga tahun 2004. Potensi ini meliputi cadangan energi fosil (batubara, minyak dan gas), cadangan energi nuklir (hanya untuk daerah Kalan yang telah terbukti) dan potensi energi terbarukan. Tabel 4. Potensi energi di Indonesia [14] Jenis Energi Fosil Minyak Gas Batubara Energi Non Fosil Tenaga Air Panas bumi Mini / Mikro Hidro Biomass Tenaga Surya Tenaga Angin Uranium (nuklir) *

Sumber daya 86,9 milyar barel 384,7 TSCF 57 milyar ton Sumber daya 845,00 juta BOE 219,00 juta BOE 458,75 MW

Cadangan (Proven + Possible) 9 milyar barel 182 TSCF 19,3 milyar ton Setara 75,67 GW 27,00 GW 458,75 MW 49,81 GW 4,80 kWh/m2/hari 9,29 GW

Produksi (per tahun) 500 juta barel 3,0 TSCF 130 juta ton Pemanfaatan 6851,00 GWh 2593,50 GWh

Rasio cad/produksi (tanpa eksplorasi) 18 tahun 61 tahun 147 tahun Kapasitas Terpasang 4200,00 MW 800,00 MW 84,00 MW 302,40 MW 8,00 MW 0,50 MW

24112 ton*

data untuk daerah Kalan (Kalimantan Barat) saja

Pemerintah Republik Indonesia, Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005 – 2025, Lampiran J, Jakarta, 2005 14 Pemerintah Republik Indonesia, Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005 – 2025, Lampiran B1, Jakarta, 2005 13

5

5. Dampak lingkungan akibat penggunaan sumber daya energi konvensional Dampak negatif terhadap lingkungan akibat penggunaan sumber daya energi konvensional meliputi : a. emisi CO2 yang menyebabkan pemanasan global (global warming) b. kerusakan lingkungan area pertambangan akibat eksplorasi sumber daya tersebut c. dampak lainnya a. Pemanasan global sebagai dampak utama penggunaan sumber daya konvensional Dari Tabel 1 [15], terlihat bahwa sumber daya energi fosil memberikan kontribusi terbesar dalam pemenuhan energi dunia (85 %) sekaligus memberikan sumbangan pada hampir semua emisi CO2 ke atmosfir, yaitu sebesar 99,36 % dari emisi CO2 keseluruhan. Tabel 5 menunjukkan tingkat emisi CO2 per satuan energi final yang dihasilkan dari berbagai penggunaan sumber daya energi. Dapat dilihat pada Tabel 7 bahwa emisi CO2 spesifik penggunaan sumber daya energi fosil jauh lebih besar dibandingkan dengan emisi CO2 spesifik pada penggunaan sumber daya energi alternative.

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Tabel 5. Pola pemenuhan energi dunia dan emisi CO2 per satuan energi 16 Moda pemenuhan energi Fraksi Penenuhan Emisi CO2 spesifik (kg energi dunia CO2 / setara kWh) Batubara 23 % 0,99 Minyak bumi 36 % 0,73 Gas alam 21 % 0,65 Gas alam siklus kombinasi 0,51 Hidropower 2% 0,02 Nuklir 7% 0,02 Geotermal 11 % 0,02 Angin 0,04 Photovoltaic 0,06

Disamping CO2, peradaban manusia juga mengemisikan gas rumah kaca lainnya (CH4, NOx) dan juga gas perusak ozon (CFC). Tabel 8 menunjukkan emisi gas rumah kaca oleh berbagai aktifitas manusia (anthropogenic). Perlu diketahui bahwa NOx merupakan produk lain dari proses pembakaran sumber daya energi konvensional Tabel 6. Emisi gas rumah kaca anthropogenic [Wikipedia – Global Warming] Jenis aktifitas % emisi dari total Total CO2 (72%) CH4 (18%) NOX (9%) Pembangkit listrik 21,3 29,5 0,5 Industri 16,8 20,6 5,9 Transportasi 14,0 19,2 0,6 Pengolahan bahan bakar 11,3 8,4 29,6 Hasil samping pertanian 12,5 40,0 62,0 Pemukiman 10,3 12,9 4,8 1,5 Pengolahan limbah 3,4 18,1 2,3 Pembakaran biomassa 10,0 9,1 6,6 26,0 15 16

World Energy Resources and Consumption – Wikipedia, free encyclopedia, Bab 1 Consumption Real Climate, 2005 temperatures. RealClimate (2007-12-15). Retrieved on 2007-01-17 6

Pemanasan global menimbulkan dua macam akibat yaitu akibat langsung dan akibat ikutan. Akibat langsung berupa perubahan iklim sedangkan akibat ikutan adalah segala hal yang terjadi sebagai konsekuensi dari perubahan iklim. Fenomena teramati sebagai bukti adanya perubahan iklim global diantaranya adalah : 1). Kenaikan permukaan laut Pengamatan menunjukkan bahwa sejak tahun 1900, permukaan laut naik rata-rata 1 – 3 mm per tahun 17. Kenaikan permukaan laut terjadi sebagai akibat pelelehan gunung es di kutub dan pemuaian air laut. [Wikipedia-Rising sea level]. 2). Pelelehan lapisan es [Wikipedia-Retreat of Glacier] Pengamatan es di Glacier National Park (US) menunjukkan terjadinya kemunduran batas es sampai 1,1 km sejak tahun 1850 hingga tahun 1981. Lapisan es di beberapa pegunungan di Eropa menunjukkan kemunduran batas rata-rata 1 km selama abad 20. Sedangkan pada daerah kutub, kemunduran batas es mencapai rata-rata sekitar 3 km selama abad 20. Pelelehan lapisan es akan mempercepat pemanasan global karena mengurangi reflektifitas dan menambah absortifitas permukaan bumi terhadap radiasi matahari 18. 3). Perubahan pola penguapan dan jatuhan air Kenaikan temperatur atmosfir juga mengubah pola penguapan air dan jatuhan air (hujan, salju, embun). Perubahan ini seringkali memunculkan berbagai fenomena cuaca ekstrem seperti banjir, kekeringan, gelombang panas, badai dan tornado [Wikipedia – Global Warming] 4). Kepunahan beberapa spesies tumbuhan dan binatang [Wikipedia – Extinction risk from climate change] Perubahan iklim telah mengakibatkan perubahan distribusi spesies. Sebagian spesies bertambah banyak sedangkan sebagian yang lain terancam punah. Diperkirakan sekitar 15 sampai 37 % spesies yang kita kenal sekaang akan punah pada tahun 2050 sebagai akibat pemanasan global. 5). Peningkatan penyakit dan vektor-vektor penyakit [Wikipedia – Extinction risk from climate change] Peningkatan suhu global juga memicu pertumbuhan berbagai jenis penyakit dan vektor penyakit baik karena perubahan pola pertumbuhan berbagai spesies maupun perubahan pola migrasi berbagai spesies binatang 6). Perubahan pola pertanian Dampak yang memiliki dampak paling luas barangkali adalah perubahan pola pertanian. Pemanasan global akan mengubah pola distribusi suhu global. Daerah yang sekarang beriklim tropis aka menjadi lebih panas. Daerah yang sekarang berilkim subtropis akan menjadi sepanas daerah tropis sekarang dan seterusnya. Perubahan pola ini tidak selalu segera sesuai dengan kondisi tanah. Dengan demikian, perubahan pola ini akan memberikan ancaman gagal panen dalam skala global yang akan membawa pada bencana kemanusiaan global. b. kerusakan lingkungan area pertambangan akibat eksplorasi sumber daya konvensional Dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan energi, manusia melakukan eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya berupa batubara, minyak dan gas bumi sehingga 17

abcdef

Climate Change 2007: The Physical Science Basis - Summary for Policymakers. Intergovernmental Panel on Climate Change (2007). Retrieved on 2007-02-02 18 Climate Change 2001: Working Group I: The Scientific Basis, 7.5.2 Sea Ice, 2001. Retrieved February 11, 2007 7

menimbulkan kerusakan lingkungan berupa penggundulan hutan, kerusakan sumber daya air dan tanah akibat limbah. Sepertiga hutan hujan tropis dunia telah rusak dari tahun 1960 hingga 1990. Pada tahun era tahun 1990-an terjadi kehilangan hutan tropis antara 50000 hingga 120000 km2 per tahun. Dengan laju kerusakan sebesar ini, hutan hujan tropis diperkirakan akan lenyap pada tahun 2090. [Wikipedia – Deforestation]. Di Indonesia, laju kerusakan hutan sebesar 1,8 juta hektar per tahun. Sebagai contoh, di Jawa Timur terdapat tidak kurang dari 582 ribu hektar lahan hutan kritis 19. Sementara itu, proses produksi untuk mengolah hasil pertambangan sumber daya alam menjadi produk sesuai dengan keperluan manusia juga menghasilkan limbah. Hal ini dapat dilihat dari berbagai industri seperti industri baja, aluminium, konversi energi (seperti pembangkit listrik). Berbagai industri dan pertambangan di dunia juga merusak lingkungan dengan melepaskan unsur-unsur logam berat (heavy metal seperti Hg, Cd, Pt dan sebagainya) maupun senyawa kimia beracun lainnya ke lingkungan. Unsur atau senyawa ini biasanya digunakan sebagai katalisator dalam industri maupun sebagai pelarut maupun pelindi (leaching agent). c. dampak lainnya Dampak lainnya penggunaan sumber daya energi konvensional adalah emisi gasgas SOx dan NOx sebagai penyebab hujan asam. Disamping itu penggunaan sumber daya energi konvensional (batubara) juga menimbulkan abu (abu terbang maupun abu dasar).

B. SUMBER DAYA ENERGI TERBARUKAN DAN BATAS PENGGUNAANNYA 1. Pengertian Sumber Daya Energi Terbarukan Sumber daya energi terbarukan adalah sumber daya energi yang tersedia secara terus menerus dalam waktu sangat lama karena siklus alaminya. Sumber daya energi terbarukan terdiri dari : a. energi angin b. energi surya c. geotermal d. aliran air (sungai) e. biomassa (sampah, kultivasi) f. energi kelautan (arus laut, gelombang, pasang surut, beda suhu) g. energi badan air besar / danau (beda suhu) 2. Sumber daya energi kelautan[20] Sumber daya energi kelautan adalah energi yang terkandung dalam air laut. Sumber daya energi kelautan berupa : - arus laut, - gelombang laut, - beda suhu air laut dan - gerakan pasang surut air laut. 19

Em Lukman Hakim, Di Balik Krisis Klimatik, Wahana Lingkungan Hidup Jawa Timur, 2007, [email protected] 20 Yuen, P.C., 1985, Solar Derived Power – Ocean Energy, Handbook of Energy System Engineering – Production and utilization, John Wiley and Sons, New York 8

Pada dasarnya air laut merupakan materi utama yang berkaitan dengan sumber daya energi ini. Disamping itu, interaksi antara sistem air laut dengan gerakan udara atmosfir memberikan kontribusi sangat besar bagi pembentukan gelombang laut. Sumber energi mula yang utama bagi pembentukan sumber daya energi kelautan diurutkan dari yang paling dominan adalah : - radiasi matahari (gelombang laut, arus laut dan beda suhu air laut) - gerakan rotasi bumi (gelombang laut, arus laut) - gerakan relatif bumi terhadap matahari dan bulan (pasang surut). a. Arus laut Arus laut terbentuk akibat interaksi berbagai fenomena yaitu :  Perbedaan suhu air laut akibat perbedaan lokasi di bumi sehingga menyebabkan perbedaan dalam menyerap radiasi matahari.  Perbedaan densitas air laut kadar garam  Gerakan rotasi bumi Energi yang terkandung dalam arus laut dapat dimanfaatkan dengan memasang turbin yang mengubah gerakan aliran air laut menjadi gerakan berputar turbin (dengan putaran sangat lambat). Gerakan berputar ini selanjutnya dikonversi menjadi bentuk energi yang dapat digunakan (misalnya energi listrik) b. Beda suhu air laut Permukaan air laut mampu menyerap radiasi lebih banyak daripada laut bagian bawah. Hal ini menyebabkan laut bagian atas pada umunya lebih hangat daripada laut bagian atas. Beda suhu ini dapat dipergunakan untuk menggerakkan mesin termal untuk menghasilkan energi dalam bentuk sesuai dengan kebutuhan (misalnya dalam bentuk energi listrik). c. Gelombang laut Gelombang laut merupakan gerakan turun naik lokal yang menjalar (berpropagasi) pada permukaan air laut. Gerakan ini sebagian besar diakibatkan oleh gerakan udara yang ada di atas permukaan air laut. Gerakan turun naik permukaan air laut secara mekanik dapat dikonversi menjadi energi dalam bentuk yang dapat digunakan oleh manusia. d. Pasang surut air laut Pasang surut air laut merupakan gerakan turun naik permukaan air laut dalam area cukup luas. Sumber energi mula bagi gerakan pasang surut air laut adalah variasi percepatan gravitasi akibat gerakan relativ bumi terhadap matahari dan bulan. Moda konversi untuk memanfaatkan energi pasang surut adalah dengan terlebih dahulu mengubah energi perbedaan elevasi pasang surut menjadi energi aliran air dengan cara membuat bendungan. Selanjutnya energi aliran air dikonvesi menjadi bentuk energi yang siap digunakan manusia. 3. Sumber daya energi danau Danau merupakan badan air yang relatif tidak mengalir dan memiliki permukaan terbuka yang berkontak dengan udara atmosfir dan dikelilingi oleh oleh daratan. Ukuran danau sangat bervariasi. Danau terbesar di dunia adalah Laut Kaspia. Energi yang secara potensial dapat diekstrak dari danau adalah energi yang terkait dengan perbedaan suhu antara permukaan danau dengan bagian kedalaman danau. Beda suhu ini tergantung dari penyerapan radiasi matahari oleh air danau tersebut. Hal ini juga 9

tergantung pada kedalaman danau, sistem vegetasi air danau dan juga kadar garam air danau. Pada umumnya suhu air di permukaan danau lebih tinggi daripada suhu air di bagian kedalaman danau. Beberapa danau dangkal yang memiliki kadar garam cukup tinggi justru memiliki suhu air kedalaman yang lebih tinggi daripada suhu air permukaan. Air berkadar garam tinggi memiliki kemampuan menyerap energi radiasi matahari lebih besar. Hal ini menyebabkan energi kalor lebih banyak terperangkap di kedalaman danau sehingga bagian kedalaman bersuhu lebih tinggi daripada bagian permukaan. Beda suhu ini selanjutnya dapat dipergunakan untuk menggerakkan mesin termal untuk menghasilkan energi dalam bentuk sesuai dengan kebutuhan manusia. 4. Sumber daya energi angin[21] Atmosfir bumi menahan sebagian pelepasan ini sehingga menghangatkan bumi sehingga sesuai dengan rentang suhu untuk menopang kehidupan di bumi. Perbedaan letak geografis, cuaca, iklim, kondisi permukaan bumi, gerak rotasi bumi, kemiringan sudut rotasi bumi terhadap bidang revolusi bumi mengelilingi matahari dan perbedaan sistem vegetasi membuat suhu di permukaan bumi menjadi tidak seragam. Semuanya ini mengakibatkan perbedaan suhu, kelembaban dan densitas udara atmosfir yang selanjutnya menyebabkan terjadinya gerakan udara atmosfir bumi yang disebut angin. Energi aliran udara dalam angin dapat dikonversi menjadi energi listrik dengan menggunakan berbagai jenis turbin angin. Terdapat dua macam sub tipe sumber daya energi angin, yaitu : - dengan memanfaatkan angin di dekat permukaan bumi - dengan memanfaatkan angin ketinggian 5. Sumber daya energi aliran air di daratan (hidro) [22] Siklus materi pendukung sumber daya aliran air (hidro) adalah sistem aliran air di daratan. Aliran ini mengalir karena pengaruh grafitasi bumi. Energi aliran air sungai pada umumnya dikonversi menggunakan berbagai jenis turbin air. Energi putaran turbin air pada umumnya dikonversi menjadi energi listrik. Berdasarkan daya keluaran, biasanya terdapat tiga macam kelompok sumber daya energi aliran air, yaitu : - sangat kecil (mikro hidro,dengan daya keluaran kurang dari 1 MW) - kecil (mini hidro, dengan daya keluaran pada rentang antara 1 MW hingga 10 MW) - besar (makro hidro, dengan daya keluaran di atas 10 MW) 6. Sumber daya energi surya[23] Sumber daya energi surya merupakan bentuk penggunaan secara langsung dari radiasi surya itu sendiri. Dengan demikian materi pembawa sumber daya energi surya adalah radiasi matahari itu sendiri. Radiasi matahari secara langsung dapat dikonversi menjadi bentuk energi yang bermanfaat bagi manusia melalui tiga moda, yaitu : - moda penggunaan langsung Scheffler, R.L., Wehrey, M.C., 1985, Solar Derived Power – Wind Power, Handbook of Energy System Engineering – Production and utilization, John Wiley and Sons, New York 22 Garrity, J.J.,Shiers, P.F., Harty, F.R, Lamb, T.J, 1985, Hydroelecric Power, Handbook of Energy System Engineering – Production and utilization, John Wiley and Sons, New York 23 Basu A, Lepley. T., Weber, E., 1985, Solar Derived Power – Direct Solar Energy, Handbook of Energy System Engineering – Production and utilization, John Wiley and Sons, New York 21

10

-

surya termal fotolistrik Pada moda penggunaan langsung, radiasi matahari dipergunakan secara langsung sesuai tujuannya (pengeringan, pencahayaan, pemanasan). Pada moda surya termal, energi radiasi matahari dikonversi terlebih dahulu menjadi energi termal. Energi termal ini selanjutnya dipergunakan untuk berbagai keperluan seperti digunaan untuk pemanasan, dikonversi menjadi energi mekanik maupun menjadi energi listrik. Berdasarkan suhu yang dicapai dalam proses pemanasan menggunakan radiasi matahari, sistem surya termal dibedakan menjadi tiga, yaitu : - suhu rendah (kurang dari 80 derajat C, biasanya digunakan kolektor surya datar) - suhu menengah (antara 80 hingga 150 derajat C, digunakan konsentrator garis) - suhu tinggi (lebih dari 150 derajat C, digunakan konsentrator titik) Pada moda fotolistrik, energi radiasi surya dikonversi secara langsung menjadi energi listrik dengan menggunakan efek fotolistrik. 7. Sumber daya energi biomassa[24] Sistem biomassa melibatkan sistem kehidupan biologis. Vegetasi di daratan dan lautan menyerap energi radiasi matahari pada siang hari untuk melakukan fotosintesa. Fotosintesa ini juga menyerap CO2 dan air dari udara dan mengubahnya menjadi karbohidrat. Dengan demikian reaksi fotosintesa pada dasarnya mengubah energi radiasi matahari menjadi energi kimia. Pada dasarnya sistem energi biologis dipergunakan untuk menopang siklus itu sendiri. Akan tetapi, terdapat beberapa bentuk materi sebagai hasil dari siklus ini yang dapat dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber daya energi. Sumber daya energi yang dihasilkan dalam siklus ini selanjutnya disebut sebagai sumber daya energi biomassa. Terdapat dua kelompok sumber daya energi biomassa, yaitu : - biomassa limbah (sampah) - biomassa kultivasi Sumber daya energi biomassa limbah berupa sisa-sisa materi dari sistim siklus kehidupan biologis yang masih memiliki kandungan energi cukup tinggi. Sisa-sisa ini pada umumnya merupakan sisa-sisa metabolisme maupun sisa-sisa dari industri kultivasi (pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan) yang bukan merupakan produk utama dari industri tersebut. Disamping itu, juga sisa-sisa materi (sampah) yang terbentuk dari kehidupan domestik manusia, yang disebut sebagai sampah munipikal (rumah tangga). Sumber daya energi biomassa kultivasi dihasilkan dari sistem kultivasi yang dilakukan oleh manusia (pertanian, peternakan, perikanan maupun kehutanan) yang disengaja untuk menghasilkan produk utama berupa material yang dapat digunakan sebagai sumber daya energi biomassa. 8. Sumber daya energi geotermal[25] Sumber energi mula untuk sumber daya energi geotermal adalah energi panas pada bagian dalam bumi. Energi panas dari dalam bumi ini terbentuk dari sisa-sisa energi panas kontraksi pembentukan bumi, energi reaksi kimia eksotermik batuan serta energi panas peluruhan radioaktif oleh material-material radioaktif alami yang terdapat di dalam bumi. Lipinsky, E.S., Tillman, D.A., Klass, D.L., 1985, Solar Derived Power – Biomass Conversion, Handbook of Energy System Engineering – Production and utilization, John Wiley and Sons, New York 25 Acharya, H.K., Briedis, J., 1985, Geothermal Energy Sources, Handbook of Energy System Engineering – Production and utilization, John Wiley and Sons, New York 24

11

Dari berbagai data-data pengeboran, diketahui bahwa suhu bumi naik terhadap kedalaman dengan gradien 9 – 45 °C/km. Akan tetapi, pada beberapa lokasi di bumi, gradian ini melebihi nilai tersebut. Hal ini menunjukkan adanya intrusi magma dangkal (hingga 2 – 3 km di bawah permukaan bumi) pada daeral tersebut. Daerah ini selanjutnya merupakan lokasi potensial bagi sumber daya energi geotermal. Kondisi geologi yang mendukung pemanfaatan sumber daya energi geotermal disebut reservoar geotermal. Ada dua macam reservoar geotermal, yaitu : - sistem batuan panas kering (hot dry rock / petrotermal) - sistem hidrotermal Sistem batuan panas kering adalah batuan yang berada di sekitar intrusi magma dangkal yang tidak mengandung sistem air. Sedangkan sistem hidrotermal merupakan sistem air tanah yang terdapat di dekat intrusi magma dangkal. Air yang terdapat pada sistem hidrotermal biasanya berasal dari air meteorit (air hujan) yang jatuh pada daerah pegunungan di sekitar reservoar. Air ini selanjutnya meresap ke dalam tanah. 9. Ketersediaan Sumber Daya Energi Terbarukan Ketersediaan sumber daya energi ditinjau dari beberapa macam aspek, yaitu : - keberadaan sumber daya tersebut di alam - ketersediaan teknologi untuk mengeksploitasi sumber daya tersebut - ketersediaan teknologi untuk memanfaatkan sumber daya tersebut - pertimbangan dalam aspek ekonomi - pertimbangan dampak (lingkungan, sosial) - kompetisi dengan penggunaan penting lainnya Keberadaan sumber daya energi terbarukan di alam ditentukan oleh ketersediaan siklus materi pendukungnya, bukan oleh ketersediaan sumber energi mulanya. Disamping itu, penggunaan sumber daya energi terbarukan memerlukan komponen tak terbarukan. Pada penggunaan sumber daya energi biomass kultivasi, komponen tak terbarukan tersebut adalah unsur-unsur nutrisi tanah, dan mungkin juga pestisida dan obat-obatan tanaman lainnya. Pada penggunaan energi surya, komponen tak terbarukan adalah sumber daya material untuk keperluaan konversi energi misalnya kebutuhan material silikon untuk fotovoltaik. Selain itu, proses produksi terkait dengan penggunaan sumber daya energi terbarukan juga memerlukan energi. a. Ketersediaan sumber daya energi geotermal Sumber daya energi geotermal memerlukan persyaratan sebagai berikut : - adanya intrusi magma dangkal - adanya sistem reservoar Cadangan sumber daya energi geotermal di Indonesia sebesar 27 GW[26]. Dari jumlah ini, kapasitas terpasang pembangkit listrik geotermal di Indonesia hingga saat ini adalah 800 MW. Indonesia diperkirakan memiliki 40 % cadangan geotermal dunia sehingga total cadangan sumber daya energi geotermal di dunia diestimasi sebesar 67,5 GW. Kapasitas penggunaan energi geotermal di seluruh dunia saat ini sebesar 9,3 GW ditambah 28 GW untuk keperluan pemanasan [27]. b. Ketersediaan sumber daya energi surya Pemerintah Republik Indonesia, Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005 – 2025, Lampiran B1, Jakarta, 2005 27 World Energy Resources and Consumption – Wikipedia, free encyclopedia, Bab 2 Resources 26

12

Berdasarkan ketersediaan sumber energi mula berupa radiasi matahari yang diserap oleh bumi, maka terdapat potensi sumber daya energi matahari sebesar 89 juta GW[28] di seluruh dunia. Potensi energi matahari di daratan Indonesia (dengan luas daratan 1,9 juta km2, terletak di katulistiwa, dengan asumsi 50 % cuaca cerah sepanjang tahun) adalah 238 trilyun Watt (238 ribu GW). Kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga surya di Indonesia sekarang baru sebesar 8 MW [29]. Kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga surya di seluruh dunia sebesar 74 GW. Sedangkan kapasitas terpasang penggunaan energi surya untuk pemanasan di seluruh dunia adalah 88 GW[30]. c. Ketersediaan sumber daya energi angin Ketersediaan sumber daya energi angin di Indonesia setara dengan 9290 MW (9,29 GW) dan baru dimanfaatkan sebesar 500 kW[31]. Sementara itu, potensi energi angin di seluruh dunia adalah sebesar 3700 GW[32]. d. Ketersediaan sumber daya energi aliran air (hidro) Potensi sumber daya energi air (hidro) di Indonesia setara dengan 75,67 GW untuk makro hidro dan baru dimanfaatkan sebesar 4,2 GW (4200 MW). Sementara itu potensi mikro hidro di Indonesia adalah sebesar 460 MW dan baru dimanfaatkan sebesar 64 MW[33]. Total kapasitas penggunaan energi hidro di seluruh dunia sebesar 816 GW yang terdiri dari 750 GW berskala besar dan 66 GW berskala kecil[34]. e. Ketersediaan sumber daya energi kelautan Potensi sumber daya energi pasang surut di seluruh dunia diperkirakan sebesar 3000 GW[35]. Hanya sedikit dari potensi ini yang telah digunakan, sehingga peluang pengembangan masih terbuka luas. f. Ketersediaan sumber daya energi biomass Potensi sumber daya energi biomass di Indonesia adalah setara dengan 49,81 GW dan baru dimanfaatkan sebesar 302,4 MW[36]. Tabel 7 menunjukkan potensi energi yang dapat dimanfaatkan dari sampah kota di beberapa daerah di Indonesia. Dari Tabel 9, dapat dilihat bahwa produksi sampah per kapita rerata Indonesia adalah sekitar 4,7 kg/hari/jiwa sedangkan potensi energi listrik yang dapat dibangkitkan dari sampah per kapita adalah sekitar 5,6 W/jiwa. Dari semua potensi ini, hampir belum ada yang dimanfaatkan. Dengan nilai sebesar 5,6 W/jiwa, potensi energi dari sampah pada dasarnya tidak terlalu besar. Akan tetapi potensi energi ini dapat dimanfaatkan untuk mereduksi nilai biaya dari pengolahan sampah tersebut. Basu A, Lepley. T., Weber, E., 1985, Solar Derived Power – Direct Solar Energy, Handbook of Energy System Engineering – Production and utilization, John Wiley and Sons, New York 29 Pemerintah Republik Indonesia, Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005 – 2025, Lampiran B1, Jakarta, 2005 30 World Energy Resources and Consumption – Wikipedia, free encyclopedia, Bab 2 Resources 31 Pemerintah Republik Indonesia, Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005 – 2025, Lampiran B1, Jakarta, 2005 32 World Energy Resources and Consumption – Wikipedia, free encyclopedia, Bab 2 Resources 33 Pemerintah Republik Indonesia, Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005 – 2025, Lampiran B1, Jakarta, 2005 34 World Energy Resources and Consumption – Wikipedia, free encyclopedia, Bab 2 Resources 35 World Energy Resources and Consumption – Wikipedia, free encyclopedia, Bab 2 Resources 36 Pemerintah Republik Indonesia, Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005 – 2025, Lampiran B1, Jakarta, 2005 28

13

Tabel 7. Potensi energi sampah kota (* No

Kabupaten / Kota

Penduduk (jiwa)

Jakarta * Kota Bekasi *

3 4

Kabupaten Bekasi * Kabupaten Bogor *

5

Kota Bogor *

6 7

; ** [38])

Potensi sampah bahan bakar Ton/hari

1 2

[37]

kg/hari/jiwa

DKI JAKARTA DAN JAWA BARAT 9703308 4544 0,46829 1957538 917 0,46845

Potensi energi listrik MW

W/jiwa

54,50 11,00

5,62 5,62

1813411 3600921

849 1666

0,46818 0,46266

10,20 20,20

5,62 5,61

819122

384

0,46879

4,60

5,62

Kabupaten Bandung *

3910438

1831

0,46823

22,00

5,63

Kota Bandung *

2349315

1100

0,46822

13,20

5,62

8

Kabupaten Tangerang *

3047968

1427

0,46818

17,10

5,61

9

Kota Tangerang *

1502129

703

0,46800

8,40

5,59

10

Kota Cirebon **

267986

133

0,49629

1,59

5,93

11

Kota Sukabumi **

135338

67

0,49506

0,80

5,92

105931 53 29213405 13674 JAWA TIMUR 2847133 1333 1742129 816 845566 396

0,50033 0.46807

0,63 164,22

5,98 5,62

0,46819 0,46839 0,46833

16,00 9,80 4,80

5,62 5,63 5,68

0,46820 0,46829

13,90 13,20

5,63 5,62

0.46826

57,70

5,63

12 Kota Cianjur ** Total terdata DKI, Jawa Barat 1 2 3

Kota Surabaya * Kabupaten Sidoarjo * Kabupaten Malang *

4 5

Kota Malang * Kabupaten Jember * Total terdata Jawa Timur

2469005 2346822

1156 1099

10250655 4800 JAWA TENGAH DAN DIY 1454932 727

1

Kota Semarang **

0,49968

8,69

5,97

2

Kota Yogyakarta **

442824

221

0,49907

2,64

5,96

3

Kota Magelang **

126500

63

0,49802

0,75

5,95

1011

0.49944

12,08

5,97

243

0,50048

2,90

5,98

888

0,46845

10,70

5,64

0.47498

13,60

5,71

0,46831 0,46835

11,30 4,30

5,61 5,67

314 610

0,46881 0,46862

3,80 7,30

5,67 5,61

Total terdata DIY, Jawa Tengah 1

Kota Denpasar **

2024256 BALI 485538

2

SARBAGITA *

1895631

Total terdata Bali 1 2

Kota Medan * Kota Padang *

2381169 1131 SUMATERA 2013608 943 757982 355

3 4

Kota Pakanbaru * Kota Palembang *

669784 1301685

5

Kota Bandar Lampung *

781644

366

0,46824

4,40

5,63

Total terdata Sumatera

5524703

2588

0.46844

31,10

5,63

Total Terdata Indonesia

49394188

23204

0.46977

278,71

5,64

10. Rentang ketersediaan sumber daya energi terbarukan dan sifat penggunaannya Ditinjau dari sumber energi mula, sumber energi mula yang membentuk sumber daya energi terbarukan tersedia melimpah dalam jumlah besar untuk jangka waktu sangat 37 38

Ari Darmawan Pasek, Pemanfaatan Sampah Kota Sebagai Bahan Bakar Pembangkit Listrik Sudrajat, Prof. Dr. Ir. H. R. M.Sc.,2007, Mengelola Sampah Kota, Penebar Swadaya

14

lama. Rentang ketersediaan sumber daya energi terbarukan tidak dipertimbangkan berdasarkan ketersediaan sumber energi mulanya. Rentang ketersediaan sumber daya energi terbarukan tergantung dari : a. keberlangsungan siklus materi pendukungnya b. ketersediaan sumber daya non terbarukan yang menjadi pendukung c. tingkat kesulitan lokasi bagi pemanfaatan sumber daya d. dampak lingkungan yang dapat diterima e. pertentangan penggunaan sumber daya energi terbarukan dan pendukungnya dengan penggunaan untuk kepentingan lainnya Sumber daya energi aliran air (hidro) dan geotermal (tipe hidrotermal) akan selalu tersedia selama siklus aliran air sungai dan aliran air pengisi reservoar tetap terjaga. Kerusakan hutan di daerah tangkapan air akan merusak siklus aliran air sehingga mengurangi atau bahkan menghilangkan ketersediaan sumber daya tersebut. Sumber daya energi surya tergantung dari ketersediaan materi pendukungnya. Pengembangan bahan bakar nabati (biofuel) sangat ditentukan oleh pertentangan penggunaan lahan pertanian untuk biofuel dan keperluan lainnya (terutama pangan). 11. Kendala-kendala dalam penggunaan sumber daya energi terbarukan Pemanfaatan sumber energi terbarukan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut. - ketersediaan sumber energi (hal ini tidak dianggap sebagai masalah karena dianggap tak terbatas dengan selalu adanya pembaruan) - siklus alami pendukung ketersediaan sumber energi tersebut (hal ini yang seharusnya menjadi pertimbangan, siklus alami harus terjaga demi keberlangsungan sumber energi tersebut) - komponen-komponen tak terbarukan yang mendukung pemanfaatan sumber energi terbarukan (hal ini seringkali tidak diperhitungkan) - sebaran dan fluktuasi ketersediaan sumber energi - densitas dan kualitas sumber energi Hal-hal menjadi kendala dalam pemanfaatan sumber energi terbarukan secara masif untuk menggantikan sebagian besar peran sumber energi konvensional dewasa ini. Sumber energi terbarukan diproyeksikan mampu menggantikan sebagian peran sumber energi konvensional dewasa ini. Masih diperlukan berbagai penelitian sehingga sumbersumber energi terbarukan dapat dimanfaatkan secara ekonomis dan berkelanjutan. Berdasarkan batasan-batasan ini, sumber daya energi terbarukan cocok dikembangkan untuk pemenuhan kebutuhan energi yang berskala kecil, bersifat lokal serta untuk daerah-daerah yang terisolasi.

15

BAB II. PERAN SISTEM ENERGI NUKLIR A. SUMBER DAYA ENERGI NUKLIR DAN PENGGUNAANNYA 1. Pengertian sumber daya energi nuklir Sumber daya energi nuklir merupakan sumber daya energi yang tersedia di alam dan hanya dapat dikonversi menjadi bentuk energi yang dapat dikonsumsi oleh manusia melalui reaksi nuklir. Sumber energi nuklir terdiri dari : a. sumber daya energi fissi nuklir (uranium, torium), b. material radioaktif alami, c. sumber daya energi fusi nuklir (deuterium, litium) Dalam tulisan ini, sumber daya energi nuklir dibatasi sebagai uranium dan torium. Hal ini karena teknologi reaktor nuklir yang tersedia sekarang menggunakan uranium sebagai bahan bakar melalui reaksi fisi U-235. Sementara itu teknologi reaktor nuklir yang menggunakan U-238 dan Th-232 dengan reaksi pembiakan dan fisi diharapkan mulai dioperasikan pada tahun 2025 dan mampu establish secara komersial pada tahun 2050. Reaktor fusi nuklir mampu menggunakan bahan bakar deuterium dan litium setelah dikonversi menjadi tritium, yang ketersediannya jauh lebih melimpah di permukaan bumi daripada ketersediaan uranium dan torium. Energi persatuan massa yang dihasilkan reaksi deuterium dan tritium sekitar 4 kali lebih besar daripada energi per satuan massa yang dihasilkan oleh uranium dan torium. Reaksi fusi nuklir tidak menghasilkan limbah radioaktif, yang bersifat radioaktif adalah bahan bakar tritium yang umur paruhnya 12 tahun, lebih pendek daripada umur paruh rerata limbah nuklir dari reaksi uranium dan torium. Akan tetapi karena teknologi reaktor fusi nuklir belum dapat diharapkan berkembang secara komersial hingga akhir abad 21, maka deuterium dan litium sebagai penghasil tritium belum dapat dianggap sebagai sumber daya bahan bakar nuklir. Ketersediaan sumber daya nuklir juga dikategorikan berdasarkan validitas dan ketersediaan data eksplorasi, yaitu sebagai berikut [39]: - RAR (reasonably assured resources), atau sumber daya terbukti (proven resources) - IR (inferred resorces) atau EAR (estimated additional resources) atau sumber daya terindikasi - Sumber daya spekulatif yang juga dikategorikan berdasarkan ketersedian data. Hanya RAR dan IR yang dapat diperhitungkan sebagai sumber daya nuklir. Grade dari bijih uranium ditentukan berdasarkan kandungan senyawa yellow cake (U3O8). Semakin tinggi kandungan yellow cake mengakibatkan biaya eksploitasi uranium (biaya penambangan dan pemisahan yellow cake) semakin rendah, demikian sebaliknya. Berdasarkan biaya eksploitasi, sumber daya uranium dibedakan dalam sebagai [40] : - biaya rendah (low cost, < 40 US$/kgU) - biaya menengah (medium cost, 40 - 80 US$/kgU) - biaya tinggi (high cost, 80 - 130 US$/kgU) 2. Ketersediaan sumber daya nuklir di seluruh dunia Secara kumulatif, sumber daya uranium yang telah diproduksi dan yang tersisa (RAR dan IR) di seluruh dunia dapat dilihat pada Gambar 5. Jika sumber daya uranium 39

Energy Watch Group, 2006, EWG Paper No 1-06, Uranium Resources and Nuclear Energy 03Dec2006 pdf 40 Energy Watch Group, 2006, EWG Paper No 1-06, Uranium Resources and Nuclear Energy 03Dec2006 pdf 16

spekulatif juga diperhitungkan, maka ketersediaan cadangan uranium di seluruh dunia dapat dilihat pada Tabel 8. Sebagian besar bijih uranium pada sumber daya uranium yang tersisa dan telah diketahui memiliki grade rendah. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 6

Gambar 5. Sumber daya uranium terbukti telah diproduksi dan yang tersisa [41] Tabel 8. Cadangan sumber daya uranium tersisa yang telah diketahui [42]

Ketersediaan sumber daya torium diestimasikan (spekulatif) sebesar 3 hingga 4 kali sumber daya torium. Akan tetapi eksplorasi torium belum terlalu berkembang jika dibandingkan dengan eksplorasi uranium. Dari hasil eksplorasi torium yang telah dilakukan, dapat diestimasikan ketersediaan torium kategori RAR dan IR. Ketersedian uranium dan torium kategori RAR dan IR yang telah diketahui, dan juga uranium yang telah diproduksi pada berbagai negara di seluruh dunia dapat dilihat pada Tabel 9. Data untuk Indonesia bersumber dari Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005 – 2025 [43]. Dalam hal ini nilai sumber daya hanya pada lokasi tambang uranium di Kalan (Kalimantan Barat), yang sudah terbukti. Tentu saja angka-angka tersebut dapat bertambah jika dilakukan eksplorasi sumber daya uranium dan torium baru. 41

Energy Watch Group, 2006, EWG Paper No 1-06, Uranium Resources and Nuclear Energy 03Dec2006 pdf 42 Energy Watch Group, 2006, EWG Paper No 1-06, Uranium Resources and Nuclear Energy 03Dec2006 pdf 43 Pemerintah Republik Indonesia, Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005 – 2025, Lampiran B1, Jakarta, 2005 17

Gambar 6. Grade U3O8 bijih uranium pada sumber daya uranium tersisa dan telah diketahui [44] Tabel 9. Sumber daya energi nuklir (uranium dan thorium) terbukti [45] Thorium (ribu ton) (Thorium - From Wikipedia - the free encyclopedia) No. Negara

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32

Versi A (*)

Versi B (**)

RAR IR RAR IR 300.00 340.00 19.00 290.00 300.00 319.00 170.00 180.00 132.00 132.00 160.00 300.00 137.00 295.00 100.00 100.00 45.00 128.00 35.00 39.00 18.00 180.00

Uranium (ribu ton) (Energi Watch Group - Uranium Resources and Nudlear Energy) RAR IR Telah < 40 40 - 80 80 - 130 < 40 40 - 80 80 - 130 diproduksi US$/kg US$/kg US$/kg US$/kg US$/kg US$/kg 150.00 730.00 10.00 25.00 450.00 15.00 25.00 5.00 30.00 20.00

Australia India Norway United States 450.00 80.00 Canada 420.00 260.00 40.00 South Africa 60.00 60.00 Rusia 160.00 45.00 60.00 Brazil 16.00 18.00 606.00 700.00 150.00 10.00 Namibia 120.00 60.00 90.00 Ukraina 80.00 20.00 30.00 Cina 120.00 20.00 Jerman 230.00 Kongo 25.00 Gabon 5.00 15.00 Perancis 5.00 110.00 Bulgaria 7.00 Romania 15.00 Spanyol Portugal 4.00 Argentina 1.00 Hongaria 15.00 Ceko 150.00 Tadzikistan 15.00 Malaysia 4.50 4.50 Mesir 15.00 309.00 Turki 380.00 500.00 Niger 140.00 200.00 Uzbekistan 120.00 45.00 10.00 Kazachstan 300.00 80.00 Indonesia (***) 18.00 18.00 6.00 Greenland 54.00 32.00 Other Countries 77.00 100.00 487.00 World Total 1170.50 1381.50 2230.00 2291.00 2340.00 1903.00 470.00 (*) US Geological Survey, Mineral Commodity Summaries (1997-2006) (**) OECD/NEA, Nuclear Energy, "Trends in Nuclear Fuel Cycle", Paris, France (2001) (***) Pemerintah Republik Indonesia, Blue Print Perencanaan Energi Nasional

320.00 60.00

60.00 40.00 10.00

20.00 5.00

50.00 5.00 5.00 5.00

10.00 10.00 10.00 50.00 15.00 5.00 10.00 5.00

10.00 50.00 10.00 5.00 5.00

4.00 4.00

40.00

120.00

0.00 20.00 100.00

80.00

10.00 10.00 70.00

580.00

745.00

250.00

223.00

3. Ketersediaan sumber daya nuklir di Indonesia Ketersediaan sumber daya nuklir di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 11. Dalam Gambar 7, terlihat bahwa Indonesia memiliki banyak lokasi yang terindikasi mengandung 44

Energy Watch Group, 2006, EWG Paper No 1-06, Uranium Resources and Nuclear Energy 03Dec2006 pdf 45 Diolah dari sumber-sumber yang disebutkan dalam tabel tersebut

18

uranium, tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian Barat. Lokasi Kalan (Kalimantan Barat) merupakan satu-satunya lokasi terbukti dengan kandungan uranium sebesar 24 kilo ton. Pulau Bangka dan Belitung merupakan lokasi yang terbukti mengandung torium.

Gambar 7. Peta sumber daya mineral radioaktif Indonesia sampai tahun 2004 [46]

B. PERKEMBANGAN REAKTOR NUKLIR DAN PERMASALANNYA 1. Perkembangan Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Teknologi reactor nuklir pembangkit listrik atau PLTN telah mengalami perkembangan menuju kepada penyempurnaan. Secara historis, perkembangan teknologi reaktor nuklir yang telah tercapai hingga rencana mendatang adalah sebagai berikut : - Reaktor nuklir generasi 1. - Reaktor nuklir generasi 2 - Reaktor nuklir generasi 3 - Reaktor nuklir generasi 3+ - Reaktor nuklir NTD - Reaktor nuklir generasi 4 atau sering disebut reactor nuklir lanjut a. Reaktor nuklir generasi 1 Reaktor nuklir generasi 1 adalah reactor nuklir yang dikembangkan pada tahun 1950 hingga tahun 1960, yaitu reaktor nuklir yang dibangun pada masa awal pengembangan teknologi energi nuklir. Reaktor generasi 1 masih dirancang per unit dan belum berkembang ke suatu desain standard. b. Reaktor nuklir generasi 2, 46

Pemerintah Republik Indonesia, Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005 – 2025, Lampiran B2, Jakarta, 2005 19

Dari berbagai jenis reactor nuklir yang dikembangkan pada awal perkembangan teknologi reaktor nuklir (yaitu reactor nuklir generasi 1), beberapa jenis desain ternyata terbukti reliable dan kompetitif secara teknologi dan ekonomi. Jenis-jenis ini selanjutnya berkembang ke arah peningkatan aspek ekonomi dan standarisasi desain. Jenis-jenis reactor ini selanjutnya disebut sebagai reactor nuklir generasi kedua. Reaktor nuklir yang dibangun sejak sekitar tahun 1960 hingga tahun 1980 pada dasarnya merupakan reactor nuklir generasi kedua. Reaktor generasi kedua telah dilengkapi dengan system keselamatan yang handal dan memadai. Jenis-jenis reactor nuklir generasi kedua adalah : 1). PWR (Pressurized Water Reactor atau Reaktor Air Tekan)[47]. Reaktor Nuklir PWR telah dan sedang dibangun di Amerika Serikat, Rusia, Jepang, Korea Selatan, Perancis, Jerman, Swedia, Finlandia, Inggris, China, India, Iran. 2). BWR (Boiling Water Reactor atau Reaktor Air Mendidih)[48]. Reaktor Nuklir BWR telah dibangun di Amerika Serikat, Jepang, Taiwan, Jerman, Swedia. 3). PHWR (Pressurized Heavy Water Reactor atau Reaktor Air Berat Bertekanan). Jenis PHWR yang paling terkenal adalan CANDU (Canadian Deuterium Uranium) Reactor [49] . Jenis ini dikembangkan di Kanada dan dibangun di Negara-negara Korea Selatan, Romania, Argentina, China dan Pakistan. Jepang membuat satu reactor dalam kelompok PHWR yang disebut sebagai ATR (Advanced Thermal Reactor) 4). GCR (Gas Cooled Reactor atau Reaktor Berpendingin Gas). Inggris telah mengembangkan reactor nuklir bermoderator grafit dengan pendingin CO2, yaitu reactor MAGNOX dan AGR (Advanced Gas Cooled Reactor) [50]. Sedangkan Jerman dan amerika Serikat telah membangun reactor nuklir bermoderator grafit dengan pendingin gas helium yang dapat dioperasikan pada suhu tinggi, yang disebut HTR (High Temperature Reactor) [51].. 5). LMFBR (Liquid Metal Fast Breeder Reactor atau Reaktor Pembiak Cepat dengan Pendingin Logam Cair) [52]. Amerika Serikat, Ingris, Rusia, Perancis, Jepang dan India telah membangun reactor nuklir berpendingin logam cair (Na) yaitu LMFBR. Reaktor nuklir ini menggunakan bahan bakar Pu-239 dan didesain untuk mengkonversi U-238 menjadi Pu-239 (yaitu pembiakan bahan bakar). 6). RBMK. Rusia pada masa Uni Sovyet mengembangkan reactor nuklir bermoderator grafit dengan pendingin air yang disebut RBMK. Salah satu di antara reactor jenis ini adalah reactor nuklir Chernobyl yang mengalami kecelakaan pada tahun 1986. c. Reaktor nuklir generasi 3, Pada tahun 1980 terjadi kecelakaan reactor nuklir jenis PWR di Three Mile Islands di Amerika Serikat. Kecelakaan ini tidak menimbulkan korban jiwa serta tidak sampai melepaskan material radioaktif ke lingkungan. Akan tetapi kecelakaan ini mendorong 47

Tong, L.S. and Weisman, J., 1970, Thermal Analysis of Pressurizer Water Reactor, American Nuclear Society 48 Lahey, R.T. and Moody, F.J., 1975, The Thermal Hydraulics of Boiling Water Reactor, American Nuclear Society 49 AECL, 1981, CANDU Nuclear Power System, Atomic Energy of canada Limited, Mississauga, Ontario, Canada 50 Knief, R. A., 1981, Nuclear Energy Technology – Theory and Practice of Comercial Nuclear Power, Hemisphere Publishing Corporation, New York 51 Djokolelono, M., 1986, Sistem Pembangkit Uap Nuklir, Pengantar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir, Badan Tenaga Atom Nasional, Jakarta 52 Djokolelono, M., 1986, Sistem Pembangkit Uap Nuklir, Pengantar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir, Badan Tenaga Atom Nasional, Jakarta 20

dilakukannya evaluasi system keselamatan reactor nuklir. Dengan demikian reactor generasi ketiga berkembang ke arah peningkatan aspek keselamatan, ekonomi dan reliabilitas (kehandalan). Reaktor nuklir generasi ketiga masih pada jenis yang sama dengan reactor nuklir generasi kedua, yaitu pada umumnya dari jenis PWR, BWR serta PHWR. Reaktor nuklir yang dibangun sejak tahun 1980 hingga tahun 2000 adalah reactor nuklir generasi ketiga. Reaktor nuklir generasi ketiga yang merupakan pengembangan dari PWR diantaranya adalah KNSP (Korean Standart Nuclear Power Plant) atau disebut juga sebagai OPR (Optimized Power Reactor) yang dikembangkan oleh Korea Selatan [53], VVER yang dikembangkan oleh Rusia. Reaktor nuklir generasi ketiga yang merupakan pengembangan dari BWR diantaranya adalah ABWR (Advanced Boiling Water Reactor) yang dikembangkan oleh Jepang. Reaktor nuklir generasi ketiga yang merupakan pengembangan dari PHWR adalah CANDU-6 yang dikembangkan oleh Kanada [54].. d. Reaktor nuklir generasi 3+, Reaktor nuklir generasi 3+ merupakan pengembangan lebih lanjut dari reactor nuklir generasi 3. Reaktor nuklir generasi 3+ berkembang ke arah peningkatan keselamatan lebih lanjut dengan mengaplikasikan lebih banyak sistem keselamatan pasif dan penyederhanaan desain. Reaktor nuklir generasi 3+ yang merupakan pengembangan dari PWR diantaranya adalah APR (Advanced Power Reactor) yang dikembangkan oleh Korea Selatan, EPR (European Power Reactor) yang dikembangkan oleh Perancis dan Jerman, APWR (Advanved Pressurized Water Reactor) yang dikembangkan oleh Jepang, AP-600 dan AP1000 yang dikembangkan oleh Amerika Serikat. Reaktor nuklir generasi 3+ yang merupakan pengembangan dari BWR diantaranya adalah SBWR (Simplified Boiling Water Reactor) yang dikembangkan oleh Jepang, Amerika Serikat, Perancis dan Jerman. Sedangkan reaktor nuklir generasi ketiga yang merupakan pengembangan dari PHWR adalah CANDU-9 yang dikembangkan oleh Kanada [55].. e. Reaktor nuklir generasi NTD Perkembangan berikutnya adalah teknologi reaktor nuklir yang disebut sebagai NTD (Near Term Deployment). Jika perkembangan teknologi reactor nuklir dari generasi 1 hingga generasi 3+ mengarah kepada peningkatan daya per unit reactor dalam rangka menekan biaya pembangkitan, maka reaktor nuklir NTD berkembang ke arah simplifikasi, modularitas, fleksibilitas operasi dan variasi penggunaan daya keluaran. Perkembangan ke arah modularitas merupakan perkembangan kearah daya yang lebih kecil per unit reactor. Reaktor nuklir generasi NTD yang merupakan pengembangan dari PWR diantaranya adalah SMART yang dikembangkan oleh Korea Selatan, CAREM yang dikembangkan oleh Argentina, IRISH yang dikembangkan oleh Amerika Serikat, KLT yang dikembangkan oleh Rusia serta PIUS yang dikembangkan oleh Swedia. Sedangkan reaktor nuklir generasi NTD yang merupakan pengembangan dari PHWR adalah CANDUACR yang dikembangkan oleh Kanada [56]. 53

KOPEC, Korean Standart Nuclear Power Plant, KSNP (OPR) Design, Korean power Engineering INC AECL, 1996, CANDU 6 Technical Outline, Atomic Energy of Canada Limited, Mississauga, Ontario, Canada 55 Snell, V. G., ang Webb, J. R., 1998, CANDU-9 – The CANDU Product to Meet Customer and Regulator Requirements Now and in The Future, Pacific Basin Nuclear Conference Proceeding, p.p. 1445-1453 56 ACR – Advanced CANDU Reactor Concept, www.aecltechnologies.com 54

21

Disamping itu, terdapat reactor nuklir generasi NTD yang merupakan pengembangan dari HTR, diantaranya adalah PBMR yang dikembangkan oleh Afrika Selatan dan China, GT-MHR [57] yang dikembangkan oleh Amerika Serikat dan Rusia, HTTR yang dikembangkan oleh Jepang. Terdapat pula reactor nuklir generasi NTD yang merupakan pengembangan dari LMFBR, yaitu PRISM yang dikembangkan oleh Amerika Serikat. f. Reaktor nuklir generasi 4 (Reaktor Maju atau Advanced Nuclear Reactor) Perkembangan reaktor maju ditujukan untuk mengembangkan reaktor nuklir dengan mengadopsi semua pencapaian dalam aspek keselamatan, ekonomi, reliabitias, simplifikasi yang telah dicapai baik secara aplikatif maupun konseptual hingga pada pengembangan reaktor nuklir generasi 3, generasi 3+ maupun NTD. Reaktor generasi 4 dikembangkan untuk menjawab problema yang belum terpecahkan hingga reaktor generasi sebelumnya, yaitu pada masalah : - ketersediaan bahan bakar nuklir - penanganan limbah nuklir jangka panjang Disamping itu, reactor nuklir generasi 4 dikembangkan dengan tujuan - aplikasi sebagai pembangkit energi kalor untuk proses-proses termal - peningkatan keamanan penggunaan material nuklir 2. Keunggulan Teknologi Nuklir Yang Telah Tercapai Hingga Generasi 3+ Hingga generasi 3+, teknologi reaktor nuklir telah mencapai pencapaian teknologi sehingga lebih unggul dibanding dengan teknologi pembangkit lainnya. Keunggulan teknologi PLTN adalah : a. Tidak menghasilkan limbah yang dilepaskan ke lingkungan. Semua limbah terkait dengan pengunaan material nuklir dikelelola dengan cara disimpan, diimobilisasi dan dikungkung b. Mengaplikasikan sistem keselamatan komprehensif (defence in depth atau sistem pertahanan berlapis) yang terdiri dari : - keselamatan melekat (inherent safety) - redundansi, interlock, reliability - hambatan ganda (multiple barrier) - prosedur operasi terstandarisasi - antar muka manusia dan mesin terstandarisasi 3. Rentang ketersediaan sumber daya energi nuklir tanpa reactor maju Teknologi reaktor nuklir mulai dikembangkan antara tahun 1950 hingga tahun 1960. Sedikit lebih awal, dimulai pada tahun 1940 an, manusia membuat senjata nuklir. Setelah Perang Dunia 2, terjadi perang dingin antara blok komunis dan blok barat. Pada perang dingin tersebut terjadi perlombaan senjata nuklir. Pada puncak perang dingin, blok komunis tercatat memiliki selitar 30000 hulu ledak nuklir sedangkan blok barat tercatat memiliki sekitar 12000 hulu ledak nuklir. Hingga tahun 1980 an, perkembangan teknologi reaktor nuklir tidak berkembang secepat perkembangan teknologi senjata nuklir. Hal ini berakibat uranium dieksploitasi lebih banyak untuk kebutuhan senjata nuklir pada era tersebut. Sejarah kemudian mencatat runtuhnya Uni Sovyet pada tahun 1992 yang menjadi pertanda berakhirnya perang dingin. Dengan berakhirnya perang dingin, dilakukan 57

IAEA TECDOC – 119, Current Status and Future Development of Modular High Temperature Reactor 22

pelucutan senjata nuklir. Hingga sekarang (2008) diperkirakan jumlah senjata nuklir yang tersisa tinggal separuh dari jumlah senjata nuklir pada puncak perang dingin. Pembangkitan listrik dengan menggunakan tenaga nuklir terus meningkat dari sejak awal dikembangkannya reaktor nuklir hingga sekarang dan diestimasikan terus mengalami peningkatan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Perkembangan konsumsi energi nuklir dari sisi energi primer [58] Gambar 9 menunjukkan perkembangan produksi dan kebutuhan uranium untuk reaktor nuklir dengan didasarkan pada data-data produksi uranium dan peningkatan laju pembangkitan listrik nuklir dari tahun 1950 hingga 2005.

Gambar 9. Laju produksi uranium berbagai negara penghasil uranium dan kebutuhan untuk reaktor nuklir [59] 58

BP Stastitical Review of World Energy, June 2006, Stastitical review of world energy full report.pdf, Nuclear – Consumption by Area 23

Dari Gambar 9, terlihat bahwa produksi uranium mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Hingga tahun 1990, produksi uranium dunia jauh melebihi produksi uranium untuk kebutuhan reaktor nuklir. Surplus produksi ini dikarenakan adanya kebutuhan uranium untuk memproduksi senjata nuklir. Setelah perang dingin usai, uranium bekas senjata nuklir sebagian besar digunakan sebagai bahan bakar reaktor nuklir. Pada Gambar 9, penggunaan uranium bekas senjata nuklir untuk reaktor nuklir dalam jumlah besar ditandai dengan penurunan tajam laju produksi uranium. Kebutuhan uranium sejak tahun 1990 hingga sekarang lebih besar daripada uranium yang diperoduksi dari pertambangan uranium. Hingga tahun 2005, di seluruh dunia terdapat sekitar 449 PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) [60] dengan daya listrik terbangkit sekitar 374 GW atau daya dari sisi energi primer sekitar 900 GW. Tabel 10 menunjukkan jenis-jenis PLTN yang sedang beroperasi dan sedang dibangun di seluruh dunia hingga tahun 2000. Tabel 10. Jenis-jenis PLTN yang sedang beroperasi dan dibangun di seluruh dunia hingga tahun 2000 [61] Jenis PLTN

Jumlah unit PWR 214 PWR VVER 53 BWR 90 BWR ABWR 4 PHWR CANDU 41 AGR 14 GCR HTR 89 LWGR RBMK 16 FBR LMFBR 3 TOTAL 524

beroperasi Kapasitas Kontribusi Jumlah (MWe) (%) unit 205398 55,58 4 35710 9,66 12 79168 21,42 0 5259 1,42 2 20933 5,66 7 8380 2,27 0 2284 0,62 0 11404 3,09 1 1039 0,28 1 369575 100.00 27

dibangun Kapasitas Kontribusi (MWe) (%) 3766 31,89 1405 11,90 0 0,00 2600 22,01 2645 22,39 0 0,00 0 0,00 925 7,83 470 3,98 11811 100,00

Pada Tabel 10, terlihat bahwa seluruh LWR berkontribusi sebesar 88,08 % bagi seluruh pembangkitan listrik nuklir dunia (kontribusi PWR sebesar 65,24 % dan kontribusi BWR sebesar 22,84 %). PHWR memberikan kontribusi sebesar 5,66 % sedangkan jenis lainnya selain FBR memberikan kontribusi sebesar 5,98 %. Jenis PHWR menggunakan uranium alam (0,71 % U-235) dengan kebutuhan sebesar sekitar 150 ton uranium alam per GWey (Giga Watt listrik tahun). Jenis LWR, LWGR dan HTR menggunakan uranium diperkaya. Jenis LWR generasi lama menggunakan pengkayaan 2 – 3 %, jenis LWR generasi baru menggunakan pengkayaan 4 – 5 %. Jenis LWGR (RBMK) menggunakan pengkayaan lebih rendah yaitu 1 – 2 %. Dalam proses pengkayaan hingga 5 %, dari umpan uranium alam akan diperoleh sekitar 12 % bahan bakar diperkaya (EU – enriched uranium) dan sisanya berupa DU (depleted uranium). EU akan digunakan sebagai bahan bakar bagi PLTN. Reaktor LWR dengan pengkayaan 5 % memerlukan sekitar 21 ton EU per GWey. Untuk mendapatkan jumlah ini, diperlukan sekitar 170 ton uranium alam per GWey. Dari 21 ton EU per GWey, hanya sekitar 5 % dari bahan bakar tersebut yang mampu digunakan oleh PLTN. Hal ini 59

Energy Watch Group, 2006, EWG Paper No 1-06, Uranium Resources and Nuclear Energy 03Dec2006 pdf 60 http://www.nucleartourist.com/ 61 http://www.nucleartourist.com/ 24

berarti reaktor LWR hanya mampu memanfaatkan sumber daya nuklir sebesar 0,6 % saja. Reaktor PHWR mampu memanfaatkan 0,7 % sumber daya nuklir. Jenis-jenis lain bervariasi dalam kemampuan memanfaatkan sumber daya nuklir dari 0,3 % hingga 2,4 %. Karena LWR memberi kontribusi terbesar dalam pembangkitan listrik nuklir (88,08 %) maka kebutuhan uranium alam diestimasi berdasarkan kebutuhan LWR (170 ton uranium alam per GWey). Dengan asumsi bahwa faktor aviabilitas PLTN di seluruh dunia secara rerata adalah 80 %, maka kebutuhan uranium alam di seluruh dunia untuk tahun 2005 adalah sebesar 51 kilo ton per tahun. Berdasarkan data konsumsi tahun 2005 ini, maka rentang ketersediaan dari sumber daya uranium RAR di seluruh dunia adalah 58 tahun. Jika sumber daya IR ikut diperhitungkan, maka rentangnya menjadi 82 tahun. Jika sumber daya spekulatif turut diperhitungkan, maka rentangnya adalah 142 tahun sedangkan jika sumber daya sangat spekulatif juga diperhitungkan, maka rentangnya menjadi 290 tahun. Estimasi lebih teliti harus dilakukan dengan memperhitungkan prediksi pertumbuhan penggunaan energi nuklir. Hasil dari estimasi ini dapat dilihat pada Gambar 10 untuk sumber daya RAR dan IR. Tentu saja dengan catatan hal ini jika tidak dilakukan eksplorasi sumber daya uranium baru. Dengan demikian sumber daya uranium yang telah diketahui di seluruh dunia sekarang tidak cukup untuk menopang penggunaan teknologi PLTN berbasis LWR (BWR dan PWR) dan PHWR yang telah berkembang hingga generasi 3+, dan bahkan juga untuk PLTN generasi NTD.

Gambar 10. Prediksi produksi dan kebutuhan uranium RAR dan IR hingga akhir abad 21[62] 4. Problema lainnya terkait penggunaan teknologi PLTN hingga generasi 3+ Disamping masalah utama yaitu sustainabilitas bahan bakar, teknologi PLTN hingga generasi 3+ masih memiliki masalah-masalah lainnya, yaitu : a. Teknologi PLTN sekarang menghasilkan limbah berupa DU (depleted uranium) sebesar sekitar 120 – 150 ton per GWey dan bahan bakar bekas sekitar 20 – 30 ton per 62

Energy Watch Group, 2006, EWG Paper No 1-06, Uranium Resources and Nuclear Energy 03Dec2006 pdf 25

b. c.

d. e.

f.

GWey. Sekitar 5 % bahan bakar bekas berupa produk fisi berumur paruh pendek (puluhan tahun) dan 95 % berupa transuranium (TU) berumur paruh panjang (ribuan tahun). Hal ini menimbulkan permasalahan dalam penanganan limbah jangka panjang. Limbah DU mengandung material fertile U-238 yang sebenarnya dapat dibiakkan menjadi Pu-239. Demikian juga TU pada bahan bakar bekas mengandung Pu-239, Pu241 yang bersifat fisil serta U-238, Pu-240 yang merupakan bahan bakar fertile. Efisiensi termal PLTN termasuk rendah (30-35 %, dibandingkan dengan PLTU (40-45 %) atau kombinasi (50-55%)). Aplikasi PLTN sekarang terbatas pada pembangkitan listrik, aplikasi lainnya belum dikembangkan. Teknologi energi nuklir diproyeksikan harus mampu menggantikan peran sumber daya energi konvensional termasuk dalam aplikasi bahan bakar. Hal ini berarti PLTN ke depan disamping membangkitkan listrik juga harus mampu untuk memproduksi bahan bakar (hydrogen, gasifikasi batubara, pencairan batubara) serta pensuplai energi kalor untuk reaksi kimia endotermik bagi keperluan industri. Suhu keluaran PLTN sekarang relative rendah. Supaya dapat diaplikasikan sebagai penghasil kalor untuk berbagai keperluan, maka suhu ini perlu ditingkatkan. Teknologi PLTN sekarang memerlukan jari-jari eksklusi cukup besar (1000 m per GW unit), sehingga menimbulkan masalah dalam penggunaan lahan. Reduksi jari-jari eksklusi dapat dilakukan dengan meningkatkan aspek keselamatan reactor nuklir. Konstruksi PLTN sekarang memerlukan biaya besar sehingga hanya ekonomis bagi pembangkitan lestrik terpusat dalam skala besar. Reaktor nuklir ke depan akan diproyeksikan untuk dipergunakan dalam berbagai tingkat daya. Semuanya ini memerlukan berbagai simplifikasi (penyederhanaan) desain untuk menekan biaya kontruksi. Simplifikasi ini tidak boleh mengorbankan aspek keselamatan.

C. URGENSI PENGEMBANGAN TEKNOLOGI REAKTOR NUKLIR GENERASI MAJU (GENERASI 4) 1. Dasar Pemikiran Berdasarkan uraian pada Sub Bab II B, dapat disimpulkan tentang urgensi pengembangan teknologi reactor nuklir maju dengan logika berfikir sebagai berikut : a. Timbulnya problema energi dunia disebabkan ketergantungan yang sangat besar terhadap sumber daya energi konvensional (minyak bumi, batubara dan gas alam). b. Sumber daya energi konvensional semakin terbatas dan dampaknya semakin mendekati batas kemampuan alam untuk mentoleransi. Hal ini mendesak kepada usaha untuk mencari sumber daya energi alternative. c. Sumber daya energi alternative tersebut berupa sumber daya energi terbarukan dan sumber daya energi nuklir d. Sumber daya energi terbarukan memiliki problema berupa ketersediaanya yang sangat menyebar, fluktuatif, rapat kandungan energi rendah, kualitas energi rendah, sangat terkait dengan aspek sustainabilitas siklus pendukungya. Hal ini mengakibatkan biaya satuan penbangkitan energi tinggi serta lebih cocok untuk pemenuhan kebutuhan energi berskala kecil dan bersifat local e. Sumber daya energi nuklir memiliki kemampuan untuk melayani pembangkitan energi final terpusat secara massif dengan biaya satuan pembangkitan relative murah. f. Akan tetapi penggunaan teknologi nuklir yang telah dikembangkan sekarang hingga generasi 3+ bahkan NTD terkendala berbagai masalah (sustainabilitas sumber daya nuklir, penanganan limbah nuklir jangka panjang, jari-jari eksklusi, keamanan material nuklir, fleksibilitas pengoperasian). 26

g. Dengan demikian teknologi reactor nuklir lanjut (advanced) atau yang sering disebut teknologi reactor nuklir maju sangat perlu untuk dikembangkan 2. Memberikan solusi dalam problema ketersediaan bahan bakar nuklir Teknologi PLTN sekarang hanya mampu memanfaatkan 0,6 % dari bahan bakar nuklir alam, karena sebagian besar bahan bakar nuklir terdiri dari nuklida fertil. Reaktor generasi lanjut harus mampu memanfaatkan bahan bakar fertil (memiliki kemampuan pembiakan). Jika hal demikian tercapai, maka faktor penggunaan bahan bakar nuklir meningkat menjadi 150 – 160 kali lipat. Di Indonesia banyak terdapat daerah berpotensi mengandung uranium dan torium, akan tetapi yang sudah dieksplorasi secara lengkap dan terbukti hanya di Kalan (Kalimantan Barat) dengan estimasi kandungan 6 kilo ton uranium dan kandungan thorium hingga 3 kalinya. Dengan menggunakan teknologi PLTN sekarang, cadangan di Kalan hanya cukup untuk mensuplai 3 PLTN (3 GW) selama 40 tahun. Akan tetapi dengan mengembangkan teknologi reaktor maju, cadangan uranium di Kalan mampu mensuplai 6 PLTN (6 GW) hingga 1000 tahun dan cadangan torium mampu mensuplai 20 PLTN (20 GW) hingga 1000 tahun ke depan. 3. Memberikan solusi dalam problema penanganan limbah nuklir Teknologi PLTN sekarang di seluruh dunia secara akumulatif telah menghasilkan sekitar 1950 kilo ton DU, 330 kilo ton TU dan 17 kilo ton produk fisi. (Per GWey : 145 ton DU; 24,5 ton TU dan 1,27 ton produk fisi). Produk fisi dapat dipandang menjadi aman setelah beberapa puluh tahun (seusia PLTN) sehingga penanganannya mudah. Akan tetapi TU berumur paruh panjang (ribuan tahun). Penanganan bahan bakar bekas jangka panjang sampai sekarang masih diperdebatkan. Dengan pengembangan teknologi reaktor maju yang memiliki kemampuan pembiakan, DU dan TU yang banyak mengandung nuklida fertil dapat digunakan sebagai bahan bakar. Dengan demikian limbah reaktor maju (dengan peningkatan efisiensi termal menjadi 55 %) secara potensial hanya berupa produk fisi sebesar 0,85 ton per GWey yang berumur paruh pendek. Limbah ini bisa ditangani dengan mudah di lokasi PLTN selama usia operasi PLTN. 4. Meningkatkan aspek keselamatan Desain PLTN sekarang pada dasarnya telah memiliki aspek keselamatan tinggi (angka probabilitas kerusakan parah pada teras reaktor di bawah 10-6 reaktor tahun, angka probabilitas kegagalan pengungkung di bawah 10-9 reaktor tahun). Angka ini jauh lebih rendah daripada misalnya angka probabilitas kecelakaan pesawat terbang (sekitar 10 -3 pesawat tahun). Beberapa masalah dalam desain PLTN sekarang dalam aspek keselamatan adalah : - desain sistem keselamatan masih cukup rumit - memerlukan jari-jari eksklusi cukup besar Desain reaktor maju diharapkan mampu menyederhanakan desain sistem keselamatan tetapi meningkatkan kehandalan sistem tersebut. Tujuan akhir dalam hal ini adalah untuk mereduksi biaya kapital serta mereduksi jari-jari eksklusi. Peningkatan desain aspek keselamatan dilakukan dengan : a. Peningkatan sifat “inherent safe”, yaitu dengan mendesain teras yang memiliki reaktivitas lebih (excess reactivity) serendah mungkin yang bisa dicapai serta sifat umpan balik daya negatif sebesar mungkin yang bisa dicapai b. Desain sistem keselamatan yang sepenuhnya pasif (all passive concept) yang meliputi : 27

- sistem shutdown pasif, - sistem pendingin teras atau bahan bakar pasca shutdown yang bersifat pasif, - sistem pendingin darurat yang pasif - sistem pendingin pengungkung yang juga pasif. c. Menghindari aspek-aspek yang mampu memicu kecelakaan, misalnya : - minimalisasi reaktivitas lebih untuk menghindari kecelakaan reaktivitas - menghindari kondisi operasi dengan menggunakan tekanan tinggi - semaksimal mungkin meningkatkan porsi aliran pendingin dengan sirkulasi alam d. Menyempurnakan aplikasi konsep “multiple barrier” 5. Meningkatkan aspek keamanan Aspek keamanan dalam hal ini adalah pencegahan terhadap penyalahgunaan material bahan bakar nuklir fisil menjadi senjata nuklir. Aspek keselamatan dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kesulitan untuk mengambil isotop fisil dari bahan bakar nuklir, yaitu : a. mengusahakan agar isotop fisil selalu tercampur dengan isotop non fisil pada unsur yang sama sehingga sulit untuk dikembangkan menjadi senjata nuklir b. mengusahakan agar material bahan bakar nuklir berbentuk senyawa yang sulit untuk dipisahkan c. mengusahakan agar bahan bakar nuklir selalu dapat diawasi dalam proses, pennggunaan dan transportasi 6. Meningkatkan efisiensi konversi energi Peningkatan efisiensi konversi dapat dicapat dengan meningkatkan suhu operasi reaktor. Teknologi PLTN sekarang (LWR dan PHWR) memiliki efisiensi termal sekitar 32 – 37 %. PLTN generasi maju dapat dikembangkan dengan efisiensi minimal 40 %. Beberapa konsep desain mampu mencapai efisiensi 50 – 57 %. 7. Diversifikasi output energi Dengan semakin harus dikuranginya porsi penggunaan sumber daya energi konvensional (batubara, gas dan minyak bumi) serta peluang sumber daya nuklir sebagai salah satu alternatif pengganti, maka diproyeksikan jumlah reaktor nuklir akan meningkat. Peningkatan peran ini tentu saja mengharuskan diversifikasi energi output energi. Desain reaktor nuklir generasi maju diarahkan sehingga : - mampu menghasilkan output energi berupa listrik atau termal - bervariasi dalam tingkat daya dari beberapa puluh MW hingga ribuan MW - bervariasi dalam moda pembangkitan daya (base load atau sekunder) 8. Peran reaktor nuklir sebagai penghasil daya listrik dan termal Disamping sebagai penghasil daya listrik, reaktor nuklir generasi maju diproyeksikan juga mampu untuk menghasilkan daya termal untuk keperluan industri. Ada tiga kategori penggunaan energi termal, yaitu : - penggunaan suhu tinggi ( > 500 ºC) - penggunaan suhu menengah ( 200 ºC hingga 500 ºC) - penggunaan suhu rendah ( < 200 ºC) Suplai energi termal bersuhu tinggi diperlukan untuk industri-industri yang memerlukan proses endotermik bersuhu tinggi, seperti misalnya : - produksi hidrogen - gasifikasi dan pencairan batubara 28

- gasifikasi batubara dalam tanah - enhanced oil recovery - industri pengolahan logam - industri kimia lain yang memerlukan suhu tinggi Suplai energi termal bersuhu menengah diperlukan untuk industri-industri yang memerlukan proses endotermik bersuhu menengah, seperti misalnya : - industri kimia yang memerlukan suhu menengah Suplai energi termal bersuhu rendah diperlukan untuk industri-industri yang memerlukan proses endotermik bersuhu rendah, seperti misalnya : - industri kimia yang memerlukan suhu rendah - desalinasi air laut - pemanasan ruang untuk berbagai keperluan - sterilisasi D. KRITERIA DESAIN REAKTOR NUKLIR GENERASI MAJU Kriteria desain reaktor nuklir generasi maju dapat disimpulkan dari uraian di atas. Kriteria penting adalah : 1. mempunyai kemampuan pembiakan (breeding), dengan tujuan mencapai sustainabilitas bahan bakar nuklir dan menyelesaikan problema limbah nuklir jangka panjang 2. inherently safe (umpan balik daya negatif, reaktivitas lebih teras sangat rendah) 3. all passive characteristic (sistem shutdown pasif, sistem pendingin darurat pasif, sistem pendingin pasca shutdown pasif, sistem pendingin pengungkung pasif) 4. multiple barrier, kombinasi multiple barrier, inherently safe dan all passive characteristic diharapkan akan mereduksi kebutuhan radius eksklusi 5. aman, sulit disalahgunakan menjadi senjata nuklir (dari aspek komposisi isotop, komposisi kimia, sifat fisis, moda operasi, moda transportasi) 6. simplifikasi (penyederhanaan) desain, dengan tujuan akhir mereduksi biaya kapital dan biaya operasi serta perawatan 7. peningkatan kehandalan, dengan tujuan akhir meningkatkan faktor aviabilitas 8. peningkatan efisiensi konversi energi 9. spektrum tingkat daya lebih lebar, memungkinkan desain dari tingkat daya beberapa puluh MW hingga beberapa ribu MW 10. diversifikasi energi output, mampu menghasilkan energi mekanik (listrik, gerak mekanik, fluida bertekanan) maupun termal (suhu tinggi, suhu menengah, suhu rendah) 11. fleksibilitas moda operasi, base load, secondary variable load E. RENTANG KETERSEDIAAN SUMBER DAYA ENERGI NUKLIR DENGAN TEKNOLOGI REAKTOR NUKLIR MAJU (ADVANCED NUCLEAR REACTOR) Reaktor yang telah berkembang sekarang pada dasarnya hanya mampu memanfaatkan U-235. Uranium di alam hanya mengandung 0,71 % U-235. Ditambah adanya beberapa “kerugian” (losses) pada berbagai proses bahan bakar nuklir, maka teknologi reaktor sekarang hanya mampu memanfaatkan sekitar 0,6 % hingga 0,7 % sumber daya nuklir uranium alam. U-238 harus diubah terlebih dahulu menjadi Pu-239 sedangkan torium alam, yaitu Th-232 harus diubah terlebih dahulu menjadi U-233. Selanjutnya Pu-239 dan U-233 dapat digunakan sebagai bahan bakar nuklir seperti halnya U-235. Konversi U-238 menjadi Pu239 dan pemanfaatan Pu-239 sebagai bahan bakar nuklir harus dilakukan pada reaktor nuklir yang sama. Demikian juga konversi Th-232 menjadi U-233 dan pemanfaatan U-233 juga harus dilakukan pada reaktor nuklir yang sama. 29

Supaya reaktor bisa menggunakan bahan bakar U-238 atau Th-232 secara berkelanjutan, maka laju konversi U-238 atau Th-232 menjadi Pu-239 atau U-233 harus sama atau lebih besar daripada laju pembakaran Pu-239 atau U-233. Reaktor semacam ini disebut sebagai reaktor pembiak (breeder reactor). Berbagai desain reaktor nuklir maju (advanced nuclear reactor) yang didesain untuk mampu membiakkan Pu-239 dari U-238 adalah : GFR (Gas Cooled Fast Reactor / Reaktor Cepat Berpendingin Gas) SCR (Sodium Cooled Reactor / Reaktor Berpendingin Sodium) yaitu LMFBR LFR (Liquid Metal Reactor / Reaktor Berpendingin Logam (Pb-Bi) Cair) SCWR (Supercritical Water Reactor / Reaktor Air Ringan (bertekanan) Superkritis) Sedangkan berbagai desain reaktor nuklir maju yang didesain untuk mampu membiakkan U-233 dari Th-232 adalah : LWBR (Light Water Breeder Reactor / Reaktor Pembiak Air Ringan) SCWR (Supercritical Water Reactor / Reaktor Air Ringan (bertekanan) Superkritis) MSR (Molten Salt Reactor / Reaktor (berbahan bakar) Garam Lebur) Dengan kemampuan pembiakan, maka reaktor nuklir dapat memanfaatkan sumber daya uranium dan torium lebih efisien. Efisiensi pemanfaatan bahan bakar hingga 90 % secara rasional diharapkan dapat dicapai. Jika reaktor nuklir LWR sekarang membutuhkan 170 ton uranium alam per GWey, maka reaktor maju pembiak Pu-239 hanya membutuhkan uranium alam 1/150 kali dari penggunaan uranium alam pada LWR. Hal ini berarti reaktor maju hanya membutuhkan 1,13 ton uranium per GWey. Perbaikan lebih lanjut pada desain reaktor maju memungkinkan peningkatan suhu operasi yang berakibat pada peningkatan efisiensi konversi energi. Reaktor LWR rata-rata memiliki efisiensi konversi 35 %. Reaktor maju bisa didesain dengan efisiensi konversi energi sebesar 40 % sampai 45 % (SCWR, LMFR, GCFR, LMFBR) dan 50 % - 55 % (HFR, MSR). Kebutuhan bahan bakar untuk reaktor maju dengan memperhitungkan peningkatan efisiensi konversi energi menjadi berkisar antara 0,7 ton hingga 1 ton uranium atau torium alam per GWey. Sebagai acuan perhitungan, diambil nilai kebutuhan bahan bakar sebesar 0,9 ton uranium atau torium alam per GWey. Untuk mengestimasi rentang ketersediaan sumber daya nuklir dengan penggunaan reaktor nuklir maju, diambil diambil tiga skenario. Pada skenario pertama, daya total pembangkitan energi nuklir dunia dianggap 500 GWe (prediksi daya total pembangkitan energi nuklir tahun 2025) dan selanjutnya dianggap konstan. Pada skenario kedua, diasumsikan daya total pembangkitan energi nuklir setara 3000 GWe (yaitu sekitar 50 % kebutuhan energi pada tahun pada tahun 2025) dan selanjutnya dianggap konstan. Pada skenario ketiga, diasumsikan daya total pembangkitan energi nuklir setara 5100 GWe (yaitu jika dilakukan penggantian semua sumber daya energi konvensional pada tahun 2005 dengan nuklir) dan selanjutnya dianggap konstan. Dalam perhitungan ini diambil asumsi bahwa faktor aviabilitas rerata PLTN sekarang adalah 80 % sedangkan faktor aviabilitas PLTN maju rerata adalah 90 %. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 11. Jika digunakan skenario pertama, seluruh sumber daya uranium dan torium RAR sekarang mampu bertahan hingga 10400 tahun. Bahkan dengan skenario paling ekstrim, yaitu skenario ketiga yang menggantikan semua pembangkitan konvensional dengan reaktor nuklir maju, cadangan uranium dan torium sekarang mampu bertahan hingga 1020 tahun. Jika ditambah dengan pemanfaatan DU dan bahan bakar bekas LWR, maka rentang ketersediaan bahan bakar nuklir RAR (uranium dan torium) ditambah DU dan bahan bakar bekas LWR dengan skenario paling ekstrim menjadi 1580 tahun. Jika sumber daya IR diperhitungkan, rentang keberadaannya menjadi 3440 tahun. Tabel 12 menunjukkan karakteristik berbagai jenis reaktor nuklir maju. 30

Tabel 11. Perbandingan rentang ketersediaan cadangan bahan bakar nuklir dunia dengan teknologi PLTN sekarang dan dengan teknologi reaktor maju Di seluruh dunia Sumber daya nuklir Jenis

Cadangan (kilo ton)

katagori

per katagori

akumulatif per jenis (U atau Th) 1903.0 2373.0 2953.0 3698.0 3948.0 4171.0 5871.0 6690.0 11247.0 14226.0 1170.0 1381.0 3400.0 3672.0 12395.0 2316.6 4228.5 6545.1

Rentang ketersediaan akumulatif per jenis (U atau Th) (tahun) LWR reaktor maju (breeder) 374 GWe 500 GWe 3000 5100 total total GWe total GWe total 37 4686 781 459 47 5844 974 573 58 7272 1212 713 73 9107 1518 893 77 9722 1620 953 82 10271 1712 1007 115 14458 2410 1417 131 16474 2746 1615 221 27696 4616 2715 279 35032 5839 3435 0 2881 480 282 0 3401 567 333 0 8373 1395 821 0 9042 1507 887 0 30523 5087 2992 0 5705 951 559 58 10413 1735 1021 58 16118 2686 1580

< 40 US$/kg 1903.0 < 80 US$/kg 470.0 < 130 US$/kg 580.0 < 40 US$/kg 745.0 Uranium IR (+) < 80 US$/kg 250.0 < 130 US$/kg 223.0 < 80 US$/kg 1700.0 Uranium URP (+) < 130 US$/kg 819.0 < 130 US$/kg 4557.0 Uranium URS (+) > 130 US$/kg 2979.0 versi A (*) 1170.0 Torium RAR versi B (**) 1381.0 versi A (*) 2230.0 Torium IR versi B (**) 2291.0 Torium (estimated 3 X uranium RAR) 8859.0 DU + bahan bakar bekas (spent fuel) LWR Total RAR (Uranium dan Torium) Total RAR (Uranium dan Torium) + DU + spent fuel Total (RAR+IR) (Uranium dan Torium) + DU + 14252.1 82 35097 5849 spent fuel (+)Energy Watch Group, 2006, EWG Paper No 1-06, Uranium Resources and Nuclear Energy 03Dec2006 pdf (*) US Geological Survey, Mineral Commodity Summaries (1997-2006) (**) OECD/NEA, Nuclear Energy, "Trends in Nuclear Fuel Cycle", Paris, France (2001) RAR : Reasonably Assured Resources IR : Inferred Resources URP : Undiscovered Resources - Prognosticated URS : Undiscovered Resources - Speculative

Uranium RAR (+)

3441

Tabel 12. Karakteristik berbagai usulan desain reaktor nuklir generasi maju Kelom -pok

Jenis Reaktor SCWR SCWR ISWR

SCWR (termal)

ISWR SNWR SNWR AHWR AHWR

SCWR (fast) VHTR

SCFR ISFR VHTR

Bahan bakar

Bentuk bahan bakar

U (low enrich) Th-232 U-233 U (low enrich) Th-232 U-233 U (low enrich) Th-232 U-233 U (low enrich) Th-232 U-233 U-238 Pu-239 Th-232 U-233 U (low

Oxide/ Nitride Oxide/ Nitride Oxide/ Nitride Oxide/ Nitride Oxide/ Nitride Oxide/ Nitride Oxide/ Nitride Oxide/ Nitride Oxide/ Nitride Oxide/ Nitride Coated

Moderator

Struktur

Pendingin

H2O **

SS

H2O **

H2O **

SS

H2O **

H2O **** H2O **** H2O *** H2O *** D2O D2O

SS SS SS SS Zirkaloy, SS Zirkaloy, SS

-

SS

-

SS

Grafit

Grafit

H2 O **** H2 O **** H2 O *** H2 O *** H2 O # H2 O # H2 O * H2 O ***** He

Sifat operasi

Suhu Pendi ngin maks (ºC)

Energi keluaran

LC

420

E, MT, LT

HC, TB

420

E, MT, LT

LC

420

E, MT, LT

HC, TB

420

E, MT, LT

LC

420

E, MT, LT

HC, TB

420

E, MT, LT

LC

500

E, MT, LT

HC, TB

500

E, MT, LT

Soft Fast

FB

500

E, MT, LT

Soft Fast

FB

500

E, MT, LT

Medium

LC

1000

E, HT,

Spektrum Neutron Medium Thermal Hard Thermal Medium Thermal Hard Thermal Medium Thermal Hard Thermal Medium Thermal Hard Thermal

31

Tabel 12. Karakteristik berbagai usulan desain reaktor nuklir generasi maju Kelom -pok

Jenis Reaktor

Bahan bakar

Bentuk bahan bakar

Moderator

Struktur

Pendingin

Spektrum Neutron

Sifat operasi

Suhu Pendi ngin maks (ºC)

Energi keluaran

(termal)

enrich) Particle Thermal MT, LT Th-232 Coated Hard E, HT, VHTR Grafit Grafit He HC 1000 U-233 Particle Thermal MT, LT U (low Coated Molten Medium E, HT, AHTR Grafit Grafit LC 1000 enrich) Particle Salt Thermal MT, LT Th-232 Coated Molten Hard E, HT, AHTR Grafit Grafit HC 1000 U-233 Particle Salt Thermal MT, LT U (low Coated Medium E, HT, FBNR Grafit Grafit He LC 1000 enrich) Particle Thermal MT, LT Th-232 Coated Hard E, HT, FBNR Grafit Grafit He HC 1000 U-233 Particle Thermal MT, LT SCR SCR / U-238 Oxide/ Medium SS Na FB 500 E, MT, LT (fast) LMFBR Pu-239 Nitride Fast U-238 Coated E, HT, GFR Grafit He Soft Fast FB 1000 Pu-239 Particle MT, LT GFR (fast) U-238 Oxide/ E, HT, GCFR SS He Hard fast FB 700 Pu-239 Nitride MT, LT U-238 Oxide/ Hard LFR SS Pb-Bi FB 500 E, MT, LT Pu-239 Nitride Fast LFR U-238 Oxide/ Haste- Molten E, HT, MFR Soft Fast FB 700 (fast) Pu-239 Nitride loy N Salt MT, LT U-238 Oxide/ Pb-Bi Hard LFBWR SS FB 500 E, MT, LT Pu-239 Nitride ## Fast U (low FluoriMolten Medium E, HT, MSR ### Grafit Grafit LC 1000 enrich) de Salt Salt Thermal MT, LT Th-232 FluoriMolten Hard HC, E, HT, MSR Grafit Grafit 1000 MSR U-233 de Salt Salt Thermal TB MT, LT (terPCMSR U (low FluoriMolten Medium E, HT, mal) Grafit Grafit LC 1000 ### enrich) de Salt Salt Thermal MT, LT Th-232 FluoriMolten Hard HC, E, HT, PCMSR Grafit Grafit 1000 U-233 de Salt Salt Thermal TB MT, LT * : Supercritical pressure, direct cycle, higher temperature ** : Supercritical pressure, direct cycle, lower temperature *** : Supercritical pressure, non direct cycle, lower temperature, natural circulation **** : Supercritical pressure, non direct cycle, lower temperature, forced circulation ***** : Supercritical pressure, non direct cycle, higher temperature, forced circulaition # : Supercritical pressure, pressure tube concept ## : Direct contact with light water to produce steam ### : Bahan bakar ditambah minor aknidida (diaplikasikan dalam rangka membakar aktinida) LC : Low Conversion Operation (CR < 0,9) HC : High Conversion (0,9 ≤ CR < 1) TB : Thermal Breeder Operation (CR ≥1) FB : Fast Breeder Operation (CR ≥1) E : Electricity Output HT : High Temperature Thermal Energy Output MT : Medium Temperature Thermal Energy Output LT : Low Temperature Thermal Energy Output Desain yang menggunakan siklus bahan bakar Th-232 dan U-233 memerlukan bahan bakar fisil awal yang berupa plutonium dari bahan bakar bekas LWR desain sekarang atau Uranium diperkaya

32

BAB III. PERAN TEKNOLOGI ENERGI NUKLIR DALAM SISTEM INDUSTRI DAN INDUSTRI ENERGI MASA DEPAN A. SISTEM INDUSTRI ENERGI 1. Pengertian industri Industri adalah aktivitas memproduksi atau memproses bahan baku atau kemampuan manusia menjadi barang atau jasa yang memiliki nilai lebih tinggi daripada nilai awalnya. Nilai dalam proses industri didasarkan pada kebutuhan manusia. Sesuatu barang atau jasa dikatakan bernilai lebih tinggi jika manusia lebih membutuhkan barang atau jasa yang dimaksud dibandingkan dengan kebutuhan manusia atas barang atau jasa lainnya. Dengan demikian industri memproses sesuatu (barang atau jasa) yang sebelumnya kurang dibutuhkan oleh manusia menjadi sesuatu yang lebih dibutuhkan oleh manusia. Tujuan industri bagi konsumen adalah untuk mendapatkan alat pemuas kebutuhan. Sedangkan tujuan industri bagi produsen adalah mendapatkan nilai tambah, yaitu selisih antara nilai hasil industri dengan nilai bahan baku yang dipergunakan dalam proses produksi. 2. Sumber Daya Energi Berdasarkan pengadaannya Berdasarkan pengadaannya, maka secara garis besar sumber daya energi dibedakan menjadi dua macam, yaitu : - sumber daya energi yang memerlukan aktivitas penambangan - sumber daya energi yang hanya tinggal memanfaatkan potensi yang telah tersedia - sumber daya energi yang memerlukan proses produksi pada sumber dayanya Jenis pertama adalah sumber daya energi (baik terbarukan maupun bukan) yang memerlukan aktivitas penambangan (mining) untuk mendapatkan sejumlah material sumber daya energi yang diperlukan. Termasuk dalam jenis ini adalah : - Semua sumber daya energi konvensional (batubara, minyak bumi, gas alam) - Sumber daya energi nuklir (uranium dan torium) - Sumber daya energi gotermal Jenis kedua adalah sumber daya energi yang tinggal memanfaatkan potensi yang tersedia. Jenis ini terdiri dari sebagian besar sumber daya energi terbarukan seperti : - Sumber daya energi kelautan (ombak, arus laut, pasang surut, beda suhu) - Sumber daya energi danau (beda suhu) - Sumber daya energi angin - Sumber daya energi aliran air (hidro) - Sumber daya energi surya - Sumber daya energi biomass sampah (limbah) Jenis ketiga adalah sumber daya energi yang memerlukan proses produksi untuk mendapatkan sumber daya tersebut. Yang termasuk jenis ini adalah : - Sumber daya energi biomass kultivasi 3. Pengertian Umum Industri Energi Industri energi meliputi semua aktivitas industri yang terkait dengan energi mulai dari sumber daya energi hingga energi final. Industri energi dengan demikian dapat dibedakan menjadi : - Industri energi hulu - Industri energi menengah 33

-

Industri energi hilir Industri pendukung

a. Industri energi hulu Industri energi hulu adalah industri yang aktivitasnya terkait dengan sumber daya energi. Berdasarkan aktivitasnya, industri hulu dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu : - industri eksplorasi sumber daya energi - industri eksploitasi sumber daya energi Industri eksplorasi sumber daya energi Untuk sumber daya energi jenis pertama, yaitu yang memerlukan penambangan, maka pengertian eksplorasi sumber daya energi adalah seluruh aktivitas yang berkaitan dengan usaha untuk memperoleh data eksplorasi yang memadai bagi sumber daya energi tersebut untuk dapat dinyatakan sebagai sumber daya energi terbukti (proven) sehingga memungkinkan untuk dieksploitasi. Pada sumber daya energi jenis kedua, yaitu yang tinggal memanfaatkan potensi yang telah tersedia, maka pengertian eksplorasi adalah seluruh aktivitas yang terkait dengan survey, pemetaan dan evaluasi tingkat ketersediaan sumber daya energi sehingga dapat dimanfaatkan secara ekonomis dengan teknologi yang telah tersedia. Sedangkan untuk sumber daya energi jenis ketiga, yaitu yang memerlukan proses produksi untuk mendapatkan sumber dayanya, maka pengertian eksplorasi adalah aktivitas yang terkait dengan survey, pemetaan dan evaluasi tingkat ketersediaan faktor-faktor produksi yang diperlukan untuk memproduksi sumber daya energi yang dimaksudkan. Industri eksploitasi sumber daya energi Industri eksploitasi sumber daya energi meliputi semua industri yang aktivitasnya berkaitan langsung dengan usaha untuk mengambil sumber daya energi. Pada sumber daya energi jenis pertama, yaitu yang memerlukan proses penambangan, maka eksploitasi tidak lain adalah industri pertambangan itu sendiri. Selanjutnya aktivitas penambangan dapat dibagi lagi menjadi dua sub proses, yaitu : - proses mengambil bijih sumber daya alam dari tempat terkandungnya di alam (mining) - proses pengolahan bijih sumber daya alam tersebut pada lokasi pertambangan (milling) menjadi bentuk material lain sehingga dapat diproses lebih lanjut atau ditransportasikan secara ekonomis. Pengertian bijih sumber daya alam adalah bentuk material sumber daya alam sebagaimana adanya pada lokasi terkandungnya (misal bijih besi, bijih emas, bijih uranium dan juga minyak mentah sebagimana yang langsung keluar dari bumi). Tidak semua material yang keluar langsung selalu memerlukan proses pada lokasi pertambangan untuk pengangkutan atau penggunaan lebih lanjut. Batubara yang dihasilkan langsung dari pertambangan pada dasarnya dapat dipergunakan atau ditransportasikan dari lokasi pertambangan tanpa memerlukan banyak pengolahan di lokasi pertambangan. Minyak mentah yang dari bumi tidak dapat dipergunakan langsung tanpa pengolahan akan tetapi dapat ditransportasikan dari lokasi pertambangan tanpa pengolahan. Sebaliknya gas alam dapat dipergunakan langsung begitu keluar dari bumi tetapi selalu memerlukan proses pengolahan untuk mereduksi volumenya (dengan kompresi atau pencairan) untuk keperluan transportasi. Sementara itu sebagian besar hasil tambang berupa mineral logam (termasuk uranium dan torium) selalu memerlukan pengolahan di lokasi pertambangan (milling) untuk keperluan transportasi maupun penggunaan lebih lanjut. Sumber daya energi jenis kedua, yaitu yang hanya tinggal memanfaatkan ketersediaan tersebut di alam tidak memerlukan aktivitas eksploitasi. Aktivitas yang terkait 34

dengan pemanfaatan sumber energi jenis ini termasuk dalam aktivitas konversi energi dan akan diperhitungkan sebagai industri energi menengah. Sedangkan untuk sumber daya energi jenis ketiga (biomass kultivasi) maka aktivitas eksploitasi tidak lain adalah aktivitas industri pertanian (agro industri) yang menanam tanaman penghasil sumber daya energi biomassa. b. Industri energi menengah Industri energi menengah adalah semua industri energi yang aktivitasnya terkait dengan proses konversi sumber daya energi (sumber energi primer) menjadi bentuk energi yang siap digunakan (energi final). Bentuk energi final adalah bentuk energi yang siap digunakan dan dapat didistribusikan dari produsn ke pengguna atau juga dapat diperdagangkan. Pada dasarnya, energi final digunakan dalam tiga macam bentuk, yaitu : - listrik - bahan bakar - kalor Untuk negara tropis seperti Indonesia, bentuk energi final hanya terdisi dari energi listrik dan bahan bakar. Pada beberapa negara dingin, terdapat pembangkit uap terpusat yang memproduksi uap panas bertekanan cukup tinggi. Uap ini selanjutnya didistribusikan ke pengguna dengan menggunakan sistem pemipaan. Oleh pengguna, uap diperguinakan untuk keperluan pemanasan ruangan (rumah tangga) atau proses-proses industri yang memerlukan panas. Bahan bakar adalah material yang secara kimia diproses untuk memiliki kandungan energi tinggi serta mudah digunakan. Sedangkan listrik adalah bentuk energi yang dapat didistribusikan dengan mengunakan sistem kabel. Dengan demikian industri energi menengah meliputi : Semua jenis pembangkit listrik, yaitu : - PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) dengan bahan bakar konvensional (batubara, minyak atau gas alam) atau alternatif (biomass, biogas, sampah) - PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas) dengan bahan bakar konvensional (gas alam atau minyak) atau alternatif (biogas) - PLTGU (Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap) dengan bahan bakar konvensional (gas alam atau minyak) atau alternatif (biogas) - PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) dengan bahan bakar dengan bahan bakar konvensional (gas alam atau minyak) atau alternatif (biogas) - PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) - PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) - Berbagai PLT (Pembangkit Listrik Tenaga) Energi Terbarukan lainnya seperti PLTGeotermal, PLT-Mikrohidro, PLT-Surya, PLT-Ombak, PLT-Arus Laut, PLT-Pasang Surut, PLT-Sampah, PLT-Fuel Sel, OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion = PLTBeda Suhu Laut), PLT-Danau. Semua industri yang memproduksi bahan bakar, yaitu : - industri bahan bakar konvensional (pengilangan minyak) - industri bahan bakar konvensional dengan metoda alternatif (gasifikasi batubara, pencairan batubara) - industri bahan bakar alternatif (hidrogen, metanol, bio fuel (bahan bakar nabati) cair, biogas) Industri yang mempersiapkan bahan bakar 35

Yang termasuk industri jenis ini adalah industri yang mengkonversi suatu bentuk sumber energi primer menjadi suatu jenis bahan bakar tetapi tidak dimaksudkan untuk penggunaan sebagai bahan bakar final seperti halnya pada industri-industri yang memang ditujukan untuk memproduksi bahan bakar bagi penggunaan energi final. Industri jenis ini hanya mempersiapkan bahan bakar bagi proses konversi energi berikutnya. Industri energi pada kelompok ini meliputi semua industri yang terkait dengan fabrikasi bahan bakar nuklir atau reprosesing bahan bakar nuklir untuk keperluan PLTN Pembangkit kalor Pembangkit kalor yang dimaksudkan di sini adalah instalasi yang mengkonversi suatu bentuk energi menjadi energi kalor untuk selanjutnya didistribusikan ke pengguna dalam bentuk kalor. c. Industri energi hilir Industri energi hilir adalah semua industri energi yang aktivitasnya terkait dengan penggunaan energi final. Yang termasuk dalam kelompok industri energi hilir adalah : - industri pengelola jaringan distribusi listrik - stasiun pengisian bahan bakar kendaraan bermotor - stasiun pengisian gas - industri pengepakan bahan bakar dan bentuk energi final lainnya (pengisian baterai, pengepakan dan pengisian bahan bakar hidrogen dalam bentuk hidrid, kriogenik, tangki beterkanan untuk kendaraan) d. Industri pendukung Industri pendukung adalah industri-industri yang tidak terkait langsung dengan mata rantai industri energi dari pengadaan energi primer hingga proses konversi energi final. Aktivitas industri pendukung adalah mendukung aktivitas industri energi baik hulu, menengah maupun hilir. Industri pendukung meliputi : - industri yang menangani rancang bangun instalasi industri energi - industri konstruksi yang membangun instalasi industri energi - industri yang membuat mesin-mesin dan peralatan yang diperlukan industri energi - industri terkait konsultan tenaga ahli bagi industri energi - industri pensuplai kebutuhan-kebutuhan operasional industri energi - industri jasa yang mendukung industri energi (perbaikan peralatan, perawatan, cleaning service, industri makanan (catering), transportasi) e. Produk samping non energi Berbagai industri energi (hulu, menengah maupun hilir) mungkin menghasilkan produk samping yang tidak terkategori energi. Pertambangan minyak menghasilkan produk minyak berat (misalnya aspal) yang pada umumnya tidak dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar. Batubara hasil pertambangan dapat dipergunakan sebagai bahan baku berbagai industri kimia non bahan bakar. Hal yang sama juga terjadi pada pertambangan gas alam. Pada perkembangan teknologi ke depan material karbon atau hidrokarbon dari sumber daya energi konvensional (minyak bumi, batubara dan gas) berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku material grafit komposit untuk industri kontruksi dan manufaktur. Pembangkit Listrik dapat dimanfaatkan untuk memproduksi air bersih dengan memanfaatkan energi panas buangannya, industri pengilangan minyak dapat menghasilkan produk-produk non energi misalnya minyak pelumas dan bahan-bahan kimia hidrokarbon untuk berbagai industri non energi. 36

4. Mata rantai industri energi Industri-industri energi dan industri-industri pendukungnya serta produk-produk yang dihasilkan membentuk mata rantai industri energi yang secara umum dapat dilihat pada Gambar 11. Sumber Daya (Industri Hulu) SUMBER DAYA ENERGI NUKLIR Uranium Thorium

SUMBER DAYA ENERGI TERBARUKAN Arus laut Gelombang laut Pasang Surut Beda Suhu Air Laut Beda suhu air danau Angin Hidro Surya Geotermal Biomass sampah Biomass kultivasi

Sistem konversi (Industri Menengah)

SISTEM KONVERSI ENERGI TERBARUKAN KE LISTRIK PLT-Ombak PLT-Arus Laut PLT-Pasang Surut PLT-Beda Suhu Air Laut PLT-Beda Suhu danau PLT-Angin PLT-Hidro/Mikrohidro PLT-Surya PLT Geotermal PLT-Sampah PLT-Biomass kultivasi

SISTEM PENANGKAP CO2 SISTEM ENERGI YANG HARUS DIKEMBANGKAN

SUMBER ENERGI KONVENSIONAL Batubara Minyak bumi Gas

SISTEM ENERGI YANG HARUS DIREDUKSI KECUALI UNTUK PENGGUNAAN KHUSUS

SISTEM APLIKASI ENERGI KALOR

SISTEM KONVERSI ENERGI NUKLIR

INDUSTRI BAHAN BAKAR NABATI Metanol Bio diesel Bio fuel lainnya

SUMBER DAYA ENERGI TERBARUKAN Biomass sampah Biomass kultivasi

Distribusi (Industri Hilir)

PEMBANGKIT LISTRIK KONVENSIONAL (dengan bahan bakar sumber energi primer) PLTU PLTG PLTGU

INDUSTRI BAHAN BAKAR KONVENSIONAL Pengilangan minyak Pencairan batubara Gasifikasi Batubara

SISTEM DISTRIBUSI BAHAN BAKAR HIDROGEN

PRODUKSI HIDROGEN

SISTEM LISTRIK MANDIRI PLT Fuel Cell (sebagai pembangkit listrik beban puncak level 1)

PLT Bio / Synthetic Fuel (sebagai pembangkit listrik beban puncak level 2)

SISTEM DISTRIBUSI LISTRIK TERINTEGRASI

INDUSTRI SINTESA BAHAN BAKAR HIDROKARBON

PEMBANGKIT LISTRIK KONVENSIONAL (dengan bahan bakar olahan) PLTU – minyak PLTG – minyak PLTGU – minyak PLTD

SISTEM DISTRIBUSI BAHAN BAKAR SINTETIK

SISTEM DISTRIBUSI BAHAN BAKAR NABATI

SISTEM DISTRIBUSI BAHAN BAKAR KONVENSIONAL

Gambar 11. Diagram sistem industri energi secara umum 37

5. Peran Teknologi Energi Nuklir Untuk Sistem Industri Energi Masa Depan Efek global warming dipandang sebagai efek yang paling serius dalam isu pembangunan peradaban ke depan. Efek global warming disebabkan oleh peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir. Berdasarkan Tabel 6, CO2 memberi peran terbesar terhadap efek global warming (72 %). Sementara itu sektor penggunaan energi (pembangkit listrik, transportasi dan pemukiman) memberikan kontribusi terbesar dalam emisi CO2 di atmosfir. Hal ini tidak lain karena sebagian besar sumber daya untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut menggunakan sumber daya energi konvensional (batubara, minyak bumi dan gas alam). Berdasarkan Tabel 1 63, penggunaan sumber daya energi konvensional sekarang (85 % bagi pemenuhan kebutuhan energi), memberikan kontribusi 99,36 % emisi CO2 untuk sektor energi. Penggunaan sumber daya energi konvensional juga mengemisikan gas rumah kaca lainnya, yaitu NOx. Dengan demikian penggantian penggunaan sumber daya energi konvensional (batubara, minyak bumi dan gas alam) dengan sumber daya energi alternatif (sumber daya energi nuklir dan sumber daya energi terbarukan) akan menyelesaikan sebagian besar dari problema global warming. Faktor lain yang mendorong urgensi penggantian pemakaian sumber daya energi konvensional dengan sumber daya energi alternatif adalah fakta semakin menipisnya cadangan sumber daya energi konvensional tersebut. Dengan demikian arah dari pengembangan sistem industri energi masa depan adalah mereduksi penggunaan sumber daya energi konvensional dan menggantukannya dengan penggunaan sumber daya energi alternatif. Gambar 12 menunjukkan diagram sistem industri energi masa depan yang tidak lagi menggunakan sumber daya energi konvensional. Dalam sistem energi masa depan, sumber daya energi yang digunakan adalah sumber daya energi nuklir dan sumber daya energi terbarukan. Reaktor nuklir akan mengkonversi energi yang terkandung dalam bahan bakar nuklir menjadi bentuk energi final yang dapat digunakan oleh manusia yaitu berupa listrik, kalor dan bahan bakar. Reaktor nuklir yang dimaksudkan dalam hal ini adalah jenis reaktor maju (advanced nuclear reactor) yang memiliki kemampuan pembiakan. Hal ini penting dalam rangka mencapai sustainabilitas sumber daya bahan bakar nuklir. Karena sifatnya, reaktor nuklir akan difungsikan untuk mensuplai kebutuhan energi final yang bersifat masif atau memerlukan jaminan kontinuitas suplai energi. Reaktor nuklir tetap diutamakan untuk mensuplai kebutuhan energi final dalam sistem jaringan. Reaktor nuklir akan tetap diutamakan untuk pensuplai energi final dasar (based load) atau setidaknya untuk pensuplai kebutuhan energi final yang tidak begitu bervariasi bebannya (secondary load). Sementara itu, untuk mengantisipasi variasi beban, diutamakan untuk digunakan sistem konversi energi antara yang sekaligus juga berfungsi sebagai sistem penyimpan energi. Sebagai contohnya adalah sistem konversi energi fuel cell. Sistem ini diaktifkan untuk mengantisipasi kenaikan permintaan energi final. Sementara pada pada saat permintaan energi final rendah, sistem fuel cell dapat difungsikan sebagai sistem elektrolisa untuk mengubah air menjadi hidrogen dan oksigen. Hidrogen selanjutnya disimpan untuk digunakan kembali pada saat kebutuhan energi final meningkat. Sistem energi terbarukan dapat diintegrasikan ke sistem jaringan sesuai dengan kondisinya masing-masing. Dalam hal ini, sistem konversi geotermal sebagai base load, 63

Wikipedia – Global Warming 38

sistem makro hidro sebagai secondary load atau sistem penyimpan energi. Sistem energi terbarukan lain yang berskala lebih kecil difungsikan untuk pensuplai kebutuhan energi final yang bersifat independen. Sumber Daya (Industri Hulu) SUMBER DAYA ENERGI NUKLIR Uranium Thorium

SUMBER DAYA ENERGI TERBARUKAN Arus laut Gelombang laut Pasang Surut Beda Suhu Air Laut Beda suhu air danau Angin Hidro Surya Geotermal Biomass sampah Biomass kultivasi

SUMBER DAYA ENERGI TERBARUKAN Biomass sampah Biomass kultivasi

SISTEM PENANGKAP CO2

Sistem konversi (Industri Menengah)

SISTEM APLIKASI ENERGI KALOR

SISTEM KONVERSI ENERGI NUKLIR

SISTEM KONVERSI ENERGI TERBARUKAN KE LISTRIK PLT-Ombak PLT-Arus Laut PLT-Pasang Surut PLT-Beda Suhu Air Laut PLT-Beda Suhu danau PLT-Angin PLT-Hidro/Mikrohidro PLT-Surya PLT Geotermal PLT-Sampah PLT-Biomass kultivasi

INDUSTRI BAHAN BAKAR NABATI Metanol Bio diesel Bio fuel lainnya

Distribusi (Industri Hilir)

PRODUKSI HIDROGEN

SISTEM DISTRIBUSI BAHAN BAKAR HIDROGEN

SISTEM LISTRIK MANDIRI PLT Fuel Cell (sebagai pembangkit listrik beban puncak level 1)

SISTEM DISTRIBUSI LISTRIK TERINTEGRASI

PLT Bio / Synthetic Fuel (sebagai pembangkit listrik beban puncak level 2) SISTEM DISTRIBUSI BAHAN BAKAR NABATI INDUSTRI SINTESA BAHAN BAKAR HIDROKARBON

SISTEM DISTRIBUSI BAHAN BAKAR SINTETIK

Gambar 12. Sistem industri energi masa depan B. PENGGUNAAN ENERGI MASA DEPAN PADA BERBAGAI SEKTOR 1. Konsumsi Energi Sektoral Disamping dibedakan menurut bentuk energi akhir yang dikonsumsi oleh manusia, maka pola konsumsi energi juga dapat dibedakan berdasarkan sektor-sektor konsumsi energi final (akhir). Terdapat lima sektor konsumsi energi final yaitu : - sektor rumah tangga - sektor pelayanan umum dan penyelenggaraan negara - sektor komersial non industri - sektor industri - sektor transportasi Pembagian kepada kelima sektor ini didasarkan pada pola fluktuasi permintaan energi harian serta permintaan bentuk energi final. Pola permintaan energi harian pada sektor industri dan transportasi pada umumnya hampir merata sepanjang waktu atau dengan fluktuasi yang tidak terlalu tajam. Sementara ini pola permintaan energi harian pada sektor lainnya melonjak tajam pada jam-jam tertentu dan menurun tajam pada jam39

jam lain. Waktu puncak (maksimum) dan lembah (minimum) pola permintaan energi untuk kelima sektor tersebut juga tidak sama. a. Sektor rumah tangga Konsumsi energi sektor rumah tangga meliputi semua konsumsi energi yang digunakan oleh rumah tangga yang terdiri dari penggunaan energi untuk : - penerangan - memasak - pengkondisian ruangan (pemanasan, pendinginan, pengaturan aliran udara, pengaturan kelembaban udara) - peralatan-peralatan rumah tangga (komputer, televisi, radio, refrigerator, mesin cuci, seterika, telekomunikasi, pompa air, pemanasan air) b. Sektor pelayanan umum dan penyelenggaraan negara Konsumsi energi sektor pelayanan umum dan penyelenggaraan negara meliputi semua konsumsi energi bagi keperluan pelayanan umum seperti : - lembaga pendidikan - rumah sakit dan lembaga pelayanan kesehatan lainnya - sarana umum (masjid, pasar, bandara, pelabuhan, stasiun kereta api, terminal angkutan umum dsb) - prasarana umum (jalan raya, jalan kereta api, lalu lintas udara, lalu lintas laut, fasilitas telekomunikasi) - fasilitas penyelenggaraan negara (kantor-kantor lembaga negara) - fasilitas pertahanan negara (pangkalan militer, sistem radar dsb) c. Sektor komersial non industri Konsumsi energi sektor komersial non industri meliputi semua konsumsi energi pada sektor industri baik industri milik umum, milik negara maupun milik swasta dimana energi bukan digunakan dalam proses produksinya. Energi hanya digunakan sebagai sarana penunjang dan untuk keperluan perkantoran (penerangan, suplai daya untuk sistem elektronik, pengkondisian ruangan, telekomunikansi, komputasi dan sebagainya) d. Sektor industri Konsumsi energi sektor industri meliputi semua konsumsi energi pada sektor industri baik industri milik umum, milik negara maupun milik swasta dimana energi digunakan dalam proses produksi. Contohnya adalah penggunaan energi listrik atau batubara untuk industri peleburan logam. e. Sektor transportasi Sedangkan konsumsi energi sektor transportasi meliputi semua konsumsi energi yang diperlukan untuk sebagai energi penggerak wahana transportasi (kereta api, mobil, transportasi laut, transportasi udara). 2. Suplai energi untuk sektor domestik dan publik Karena terdapat kemiripan bentuk energi final yang digunakan, maka sektor rumah tangga dan sektor komersial non industri dikelompokkan sebagai sektor domestik. Sektor pelayanan umum dan penyelenggaraan negara selanjutnya disebut sebagai sektor publik. Tabel 13 menunjukkan berbagai alternatif bentuk suplai energi final untuk pemenuhan kebutuhan energi pada sektor domestik dan publik masa depan. Kolom existing pada Tabel 13 menunjukkan bentuk energi final yang digunakan sekarang 40

Tabel 13. Suplai energi final untuk kebutuhan sektor domestik dan sektor publik Penggunaan Energi Domestik (rumah tangga, perkantoran, hotel) dan Penggunaan Energi pada Sarana Umum (sekolah, rumah sakit, pasar, tempat ibadah, bandara, stasiun kereta api, pelabuhan, sarana prasarana umum lainnya) Bentuk penggunaan energi final Penggunaan Perincian Utama Alternatif 1 Alternatif 2 Existing Lampu-lampu penerangan Pencahayaan Listrik Radiasi surya Listrik Rambu lalu lintas, penerangan jalan umum PengPengAC, kipas angin, kondisian kondisian Listrik ventilasi udara udara pasif Memasak makanan, Memasak merebus air Bio fuel atau Refrigerasi, Minyak Penyimpanan synthetic penyimpanan panas Listrik Surya termal atau gas hydrocarbon fosil Pemanasan air, fuel Pemanasan pemanasan udara, sterilisasi Mencuci pakaian Listrik menyeterika Clothing Pengeringan Listrik Radiasi surya pakaian Komputer, televisi, komunikasi, peralatan elektronika lainnya, Elektronika Listrik peralatan peraga pendidikan, peralatan medis, peralatan penelitian mencuci peralatan makan, membersihkan Pekerjaan lain Listrik lantai, pemompaan air, lift dan eskalator Sistem pengaliran Sanitasi air buangan Grafitasi Listrik Sistem pengaliran Drainase air hujan

41

Dalam Tabel 13, yang dimaksudkan dengan bentuk penggunaan energi utama adalah bentuk penggunaan energi final yang diharapkan akan dikembangkan. Alternatif 1 akan digunakan jika terdapat kesulitan untuk menggunakan bentuk utama. Demikian selanjutnya sehingga bentuk alternatif terakhir yang akan digunakan pada kondisi jika semua bentuk alternatif sulit untuk digunakan. Dalam Tabel 13, pemenuhan kebutuhan energi untuk sektor domestik dan sektor publik masa depan mempertimbangkan berbagai hal. Pertimbangan utama adalah meminimalkan penggunaan sumber daya energi fosil. Berdasarkan Tabel 6, sektor domestik (pemukiman) memberikan kontribusi emisi gas rumah kaca sebesar 10,3 %, sebagian besar berupa CO2. Oleh karena itu pemakaian bentuk energi final yang berasal dari bahan bakar fosil ditempatkan pada alternatif terakhir. Dengan mengarahkan penggunaan bentuk energi final berupa listrik sebagai bentuk energi final utama untuk sektor ini, maka emisi langsung gas rumah kaca untuk sektor ini sebagian besar dapat dieliminasikan. Pertimbangan berikutnya adalah kemudahan, kepraktisan serta aspek keselamatan. Dalam sebagian besar penggunaan energi untuk sektor domestik, bentuk energi listrik telah terbukti sebagai bentuk energi final yang paling mudah, praktis, bersih serta selamat untuk digunakan. Beberapa penggunaan energi tidak menungkinkan untuk menggunakan selain bentuk energi listrik seperti untuk peralatan elektronika. Sistem-sistem pengaliran air akan lebih praktis jika dirancang menggunakan grafitasi. Energi surya dapat digunakan sebagai alternatif yang diunggulkan untuk pencahayaan, pemanasan ruangan dan pengeringan dalam rangka mengurangi pemakaian bentuk energi listrik. Urutan alternatif berikutnya adalah bahan bakar nabati atau hidrokarbon sintetis. Ada dua jenis bahan bakar nabati, yaitu bahan bakar nabati yang dipanen dari sistem pertanian bahan bakar nabati dan bahan bakar nabati hasil pengolahan sampah organik. Bahan bakar nabati jenis pertama kurang direkomendasikan untuk skala besar sebab sektor pertanian lebih diutamakan untuk menghasilkan produk pangan, obat-obatan, pakaian. Sementara itu bahan bakar nabati hasil pengolahan sampah organik ketersediaannya terbatas. Hidrokarbon sintetis adalah bahan bakar hidrokarbon yang bukan berasal dari minyak bumi. Ada dua jenis bahan bakar hidrokarbon sintetis, yaitu : a. bahan bakar hidrokarbon sintetis yang diproduksi dari gasifikasi batubara (bahan bakar hidrokarbon sintetis jenis pertama) b. bahan bakar hidrokarbon sintetis yang diproduksi dari penangkapan CO2 dari udara (bahan bakar hidrokarbon sistetis jenis kedua). Untuk sistem energi masa depan, penggunaan bahan bakar hidrokarbon sistetis jenis kedua lebih dianjurkan daripada penggunaan bahan bakar hidrokarbon sistetis jenis pertama. 3. Sektor transportasi sipil Sistem transportasi sipil adalah sistem semua sistem transportasi yang tidak berkaitan dengan penggunaan untuk keperluan militer. Sistem transportasi meliputi semua sistem yang berkaitan dengan mobilisasi orang dan barang. Pengembangan sistem transportasi sipil harus mempertimbangan berbagai faktor antara lain : - efektifitas penggunaan sistem transportasi - efisiensi penggunaan sarana transportasi - efisiensi penggunaan energi - peningkatan keselamatan - pengurangan dampak lingkungan 42

a. Efektifitas penggunaan sistem transportasi Efektifitas penggunaan sistem transportasi berkaitan dengan beberapa hal sebagai berikut : - kemudahan masyarakat untuk mengakses sistem transportasi yang dimaksud - kemampuan untuk memindahkan orang atau barang sesuai tujuan - kemampuan untuk memindahkan orang atau barang sesuai jadwal - kemampuan untuk memindahkan orang atau barang sesuai kapasitas - kemampuan untuk menjaga kualitas, keselamatan dan kenyamanan selama pemindahan Berbagai indikator ketidakefektifan sistem transportasi diantaranya adalah : - kemacetan - keterlambatan - kelebihan muatan - ketidaknyamanan b. Efisiensi penggunaan sarana transportasi Efisiensi penggunaan sarana transportasi berkaitan dengan jumlah orang atau jumlah massa barang yang dapat diangkut sesuai kapasitasnya dibandingkan dengan jumlah sarana transportasi atau pemakaian prasarana transportasi yang digunakan. Sebagai contoh penggunaan sebuah bus berkapasitas 50 orang yang terisi penuh lebih efisien daripada penggunaan 10 mobil sedang yang masing-masing mengangkut 5 orang. Dalam perbandingan ini, jumlah orang yang diangkut adalah sama yaitu 50 orang. Akan tetapi jika digunakan bus, maka hanya perlu sebuah bus yang hanya menutup luas jalan 12 m × 2,5 m = 30 m2 (tanpa memperhitungkan jarak antar kendaraan). Jika digunakan 10 mobil sedang masing-masing berisi 5 orang, maka luas jalan yang ditutup adalah 10 × 4 m × 2 m = 80 m2 (tanpa memperhitungkan jarak antar kendaraan). Jika jarak minimal ideal antar bus yang diijinkan diasumsikan 40 m, maka luas jalan untuk satu bus menjadi 160 m2 dan jika jarak minimal ideal antar mobil sedan minimal yang dijinkan diasumsikan 20 m, maka luas jalan untuk 10 mobil sedang menjadi 320 m2. Jarak minimal ideal disini diperkirakan untuk kecepatan 70 km/jam dimana sebuah bus dapat berhenti dalam waktu 2 detik dan sebuah mobil sedan dapat berhenti dalam waktu 1 detik. Waktu tersebut adalah waktu pengereman mendadak yang masih selamat untuk kedua jenis kendaraan tersebut. Dengan demikian luas jalan per orang untuk penggunaan 1 bus dengan 50 penumpang adalah 3,2 m2/orang sedangkan untuk penggunaan luas jalan 10 mobil sedan dengan masing-masing 5 penumpang adalah 6,4 m2/orang. Dalam hal ini penggunaan 1 bus untuk mengangkut 50 penumpang menjadi lebih efisien daripada penggunaan 10 mobil sedang untuk mengangkut penumpang yang sama. Akan tetapi jika sebuah bus berkapasitas 50 orang hanya terisi 5 orang. Maka penggunaan 1 mobil sedan berkapasitas 5 orang jelas menjadi lebih efisien. c. Efisiensi penggunaan energi Penggunaan energi dihitung sebagai besarnya energi atau massa bahan bakar yang diperlukan untuk memindahkan sejumlah tertentu orang atau sejumlah tertentu massa barang per satuan jarak perpindahan. Dengan demikian penggunaan energi untuk transportasi penumpang dinyatakan dengan satuan kW/(jumlah orang km) atau (kg bahan bakar)/(jumlah orang km) sedangkan penggunaan energi untuk transportasi barang dinyatakan dengan satuan kW/(ton km) atau (kg bahan bakar)/(ton km). Semakin kecil angka ini, maka sistem transportasi yang bersangkutan dikatakan semakin efisien dalam penggunaan energi. 43

Sebuah bus berkapasitas 50 orang memerlukan daya 200 HP untuk melaju dengan kecepatan 120 km/jam sedangkan 1 modil sedan berkapasitas 5 orang memerlukan daya 70 HP untuk melaju dengan kecepatan yang sama. Maka untuk mengangkut 50 orang dengan kecepatan 120 km/jam, sebuah bus memerlukan daya 200 HP sedangkan 10 mobil sedang memerlukan daya 700 HP. Jelas terlihat bahwa penggunaan bus lebih efisien daripada penggunaan mobil sedan. Secara umum penggunaan sarana transportasi massal jauh lebih efisien untuk memindahkan penumpang atau barang dalam jumlah besar dibandingkan dengan penggunaan sarana transportasi pribadi. d. Peningkatan keselamatan Aspek keselamatan transportasi meliputi : - pengurangan resiko kecelakaan - jaminan terjaganya kualitas barang atau keselamatan penumpang selama perpindahan Beberapa indikator rendahnya keselamatan sistem transportasi adalah : - rawan kecelakaan - rawan tindak kejahatan terhadap penumpang - rawan tindak kejahatan terhadap angkutan barang - terjadi kerusakan barang selama transportasi e. Pengurangan dampak lingkungan Dampak lingkungan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu dampak sosial dan dampak terhadap biosfer. Dampak sosial berkaitan dengan resiko yang dihadapi masyarakat di sekitar prasarana atau sistem transportasi, yang diantaranya berupa berkurangnya rasa nyaman (misal kebisingan, asap) dan aman (misal terhadap resiko kecelakaan) serta peningkatan hambatan mobilitas masyarakat (misal harus menyeberang, harus melintasi rel kereta api). Dampak terhadap biosfir adalah dampak yang diterima lingkungan hidup baik lokal maupun global seperti emisi CO2 dan senyawa-senyawa beracun dari asap mesin kendaraan, resiko kerusakan lingkungan akibat kecelakaan (misal tumpahan bahan bakar minyak atau bahan kimia beracun). 4. Pengembangan sistem transportasi masa depan Hingga pada akhir abad ke 21, sistem transportasi diperkirakan masih berupa sistem transportasi udara, sistem transportasi laut dan sistem transportasi darat. Disamping itu untuk barang berbentuk fluida (cair atau gas) yang perlu ditransportasikan secara masif, sistem transportasi dengan menggunakan pemipaan lebih dianjurkan daripada sistem transportasi dengan menggunakan kendaraan. Disamping itu perlu dipertimbangkan hierarki dalam pengembangan sistem transportasi. Dalam hal ini, fakta sekarang dan juga ke depan menunjukkan bahwa pada dasarnya distribusi penduduk dunia tidak benar-benar merata. Distribusi penduduk dunia terkonsentrasi pada berbagai wilayah konsentrasi penduduk. Ada dua macam wilayah konsentrasi penduduk yaitu : - Wilayah konsentrasi penduduk yang meliputi area luas dengan jumlah penduduk banyak. Wilayah semacam ini disebut sebagai ”Large Demographic Area” yang selanjutnya disingkat sebagai LDA. - Wilayah konsentrasi penduduk yang meliputi area relatif kecil dengan jumlah penduduk sedikit. Wilayah semacam ini disebut sebagai ”Isolated Demographic Area” yang selanjutnya disingkat sebagai IDA. 44

Antar LDA atau IDA biasanya terdapat hambatan geografis yang menyulitkan untuk dibangun sistem transportasi lokal atau semi lokal misal jalan raya atau jalan kereta api dengan fasilitas yang memadai yang memudahkan bagi pengguna sistem atau prasarana transportasi tersebut (stasiun pengisian bahan bakar, tempat istirahat, pelayanan kesehatan). Hambatan-hambatan geografis tesebut berupa lautan, padang pasir luas, pegunungan tinggi, atau daratan es. Di dalam LDA juga terdapat hambatan geografis berupa pengunungan, hutan, danau. Akan tetapi hambatan tersebut masih memungkinkan untuk pembangunan sistem transportasi lokal atau semi lokal. Contoh LDA di Indonesia adalah pulau-pulau besar Indonesia seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian. Pulau-pulau kecil yang masih dapat dihubungkan dengan jembatan atau terowongan dianggap termasuk dalam wilayah LDA terdekat. Misal pulau Madura masih dianggap sebagai termasuk wilayah LDA Pulau Jawa. Bangka dan Belitung dianggap termasuk wilayah LDA pulau Sumatera. Sementara itu pulau-pulau kecil terpencil (jauh dari pulau besar) merupakan contoh IDA di Indonesia. Contohnya adalah pulau-pulau di Maluku. Terkait dengan hal ini, pengembangan sistem transportasi disamping harus mempertimbangkan efektifitas, efisiensi sarana dan prasarana, efisiensi energi, peningkatan keselamatan dan minimalisasi dampak lingkungan, juga harus menjamin pemerataan dan kemudahan akses sistem transportasi tersebut bagi semua penduduk baik pada wilayah LDA maupun IDA. Dalam pengembangan sistem tranportasi, perlu dipertimbangkan tiga macam sistem transportasi, yaitu : - Sistem transportasi antar LDA - Sistem transportasi berkaitan dengan IDA (antara LDA dengan IDA dan antar IDA) - Sistem transportasi dalam LDA - Sistem transportasi dalam IDA Pembagian sistem transportasi ini berlaku baik sistem transportasi untuk transportasi penumpang dan barang, walaupun sistem transportasinya mungkin berbeda. a.

Sistem transportasi antar LDA Pada setiap LDA dianjurkan memiliki pusat-pusat transit. Jumlah pusat transit pada satu LDA bisa satu, dua atau tiga pusat transit. Tetapi tidak perlu terlalu banyak. Pusat transit ini sebaiknya tidak berada di kota besar, didekat kota besar atau wilayah konsentrasi penduduk atau aktivitas penduduk pada LDA yang bersangkutan. Pusat transit untuk transportasi penumpang dan barang sebaiknya dibedakan. Misalnya untuk pulau Jawa, pusat transit hanya perlu dua, yaitu di barat dan di timur pulau Jawa. Pusat transit tersebut sebaiknya juga bukan di dekat kota besar (bukan di dekat Jakarta, Surabaya atau kota besar Jawa lainnya). Pusat transit ini selanjutnya dijadikan sebagai pangkal tujuan (base destination) untuk sistem transportasi antar LDA. Dengan demikian sistem transportasi antar LDA akan datang dan diberangkatkan pada pusat transit ini. Pusat transit LDA untuk transportasi penumpang harus dirancang untuk mampu menangani kedatangan dan keberangkatan bayak penumpang denikian juga untuk transportasi barang. Transportasi antar negara sebaiknya dilakukan di pusat transit LDA. Untuk transportasi penumpang, sistem transportasi antar LDA harus menggunakan sarana transportasi yang berkapasitas cukup besar serta berkecepatan tinggi. Antar LDA yang dipisahkan oleh laut atau samodera, maka dianjurkan digunakan sistem transportasi pesawat terbang jika jarak pisahnya cukup jauh. Jika jarak pisah tidak begitu jauh, dapat digunakan pesawat terbang atau sarana transportasi laut berkecepatan tinggi (misalnya ekranoplane) 45

Untuk transportasi barang antar LDA, dibedakan dua macam, yaitu transportasi barang yang harus dikirim cepat dan transportasi barang yang harus dikirim dalam jumlah besar. Transportasi barang yang harus dikirim cepat menggunakan sarana transportasi sebagaimana sarana transportasi penumpang, yaitu pesawat terbang atau ekranoplane (surface plane). Sementara itu, tranportasi barang dalam jumlah besar antar LDA dilakukan dengan menggunakan kapal laut biasa dengan kapasitas cukup besar. Dengan demikian pada pusat transit LDA, dibangun bandar udara atau pelabuhan berkapasitas cukup besar. Antar LDA yang terpisah oleh geografi daratan (pegunungan tinggi, padang pasir atau daratan es) dengan jarak pemisahan cukup jauh, maka digunakan sarana transportasi pesawat terbang. Jika jarak pemisahan tidak terlalu jauh, dapat digunakan sarana transportasi pesawat terbang atau kereta api berkecepatan tinggi (misalnya Maglev). Hal ini untuk transportasi penumpang dan barang cepat. Untuk transportasi barang yang ditranportasikan dalam jumlah besar dan tidak terlalu cepat, maka digunakan sarana kereta api barang biasa dengan rangkaian panjang Sistem transportasi antar LDA ini selanjutnya disebut sebagai sistem transportasi hierarki 1a. b.

Sistem transportasi berkaitan dengan IDA Pada setiap IDA, seharusnya dibangun satu pusat transit. Tranportasi antara suatu IDA ke LDA maupun ke IDA lainnya dipusatkan pada pusat transit IDA yang bersangkutan. Sarana transportasi penumpang atau barang cepat yang digunakan dalam hal ini sebaiknya berkecepatan tinggi tetapi daya angkutnya tidak perlu terlalu besar. Jika terpisah oleh laut, maka digunakan pesawat terbang, ekranoplane (surface plane) atau hidrofoil dengan kapasitas tidak terlalu besar. Jika terpisah oleh geografi daratan, maka digunakan pesawat terbang atau kereta api berkecepatan tinggi tergantung dari jarak pisahnya. Sistem transportasi berkaitan dengan IDA untuk barang tidak cepat dapat menggunakan kapal laut biasa (jika terpisah oleh geografi laut) atau kereta api (jika terpisah oleh geografi darat). Sistem transportasi berkaitan dengan IDA ini selanjutnya disebut sebagai sistem transportasi hierarki 1b. c.

Sistem transportasi dalam LDA Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, dalam satu LDA perlu dibangun beberapa pusat transit sebagai destination base untuk sistem transportasi antar LDA, baik untuk transportasi penumpang maupun transportasi barang. Sistem transportasi dalam LDA dibedakan menurut hierarkinya menjadi - Sistem transportasi hierarki 2 - Sistem transportasi hierarki 3 (lokal) - Sistem transportasi dalam kota Sistem transportasi hierarki 2 Diantara pusat transit, perlu dibangun sub pusat transit. Jarak antar sub pusat transit idealnya berkisar antara 50 km hingga 100 km. Sub pusat transit sebaiknya berada agak dekat dengan konsentrasi penduduk (kota-kota) atau pusat aktivitas manusia (kawasan industri dan perdagangan, tetapi sebaiknya tidak berada dalam kawasan tersebut. Semua pusat transit dan sub pusat transit dalam suatu LDA dihubungkan secara integral dengan jaringan sistem transportasi yang disebut sebagai sistem transportasi hirarki 2. Sistem transportasi hierarki 2 untuk penumpang ini sebaiknya menggunakan sarana transportasi yang memiliki kapasitas besar dan kecepatan tinggi. Dalam hal ini 46

direkomendasikan untuk menggunakan kereta api magnet (maglev) maupun kereta api cepat untuk angkutan penumpang. Sistem transportasi hierarki 2 untuk angkutan barang dibedakan untuk barang yang harus dikirim secara cepat dan barang yang dikirim dalam jumlah besar tetapi tidak mementingkan kecepatan. Transportasi barang cepat hierarki 2 sebaiknya menggunakan kereta api magnet (maglev) maupun kereta api cepat angkutan barang (kargo). Sedangkan transportasi barang biasa hierarki 2 menggunakan kereta api barang biasa. Sistem transportasi hierarki 2 hanya berhenti pada pusat transit dan sub pusat transit. Sistem transportasi hierarki 3 (lokal) Sistem transportasi hierarki 3 (sistem transportasi lokal atau komuter) adalah sistem transportasi yang menghubungkan pusat transit atau sub pusat transit dengan pusat-pusat penduduk (kota-kota) yang berdekatan. Sistem transportasi lokal dibedakan berdasarkan jumlah penduduk dari kota-kota atau pusat-pusat penduduk yang dihubungkan. Untuk kota-kota besar, digunakan sistem transportasi transportasi lokal atau komuter masif misalnya kereta api penumpang atau kereta api barang biasa. Selanjutnya digunakan bus atau truk besar, bus atau truk sedang, bus atau truk kecil, minibus atau pickup hingga sepeda motor tergantung dari kepadatan penduduk maupun jarak tempuh. Sistem transportasi dalam kota Untuk kota dengan penduduk besar (di atas 1 juta penduduk), diperlukan transportasi massal dalam kota. Transportasi ini bisa berupa kereta api (termasuk kereta api bawah tanah), busway, bus kota. Moda transportasi ini memiliki jalur tertentu. Disamping itu bilamana dipandang perlu, diadakan moda transportasi jalur bebas, misalnya taksi. Untuk kota dengan penduduk lebih sedikit, diperlukan sistem transportasi dalam kota dengan kapasitas lebih kecil, demikian seterusnya. Kota dengan penduduk sangat sedikit tidak memerlukan sistem transportasi dalam kota. d. Sistem transportasi dalam IDA Dalam suatu IDA tidak diperlukan sistem transportasi hierarki 2. Dengan demikian, sistem transportasi dalam IDA hanya terdiri dari sistem transportasi hierarki 3 (lokal / komuter) dan sistem transportasi dalam kota. Penjelasan tentang hal ini adalah sama dengan penjelasan sistem transportasi lokal dan sistem transportasi dalam kota untuk sebuah LDA. e. Sistem transportasi alternatif Semua sistem transportasi yang dibahas sebelumnya pada dasarnya diutamakan untuk menggunakan sistem transportasi yang bersifat massal. Kereta api diutamakan untuk digunakan sebagai sarana angkutan darat masif . Untuk transportasi penumpang dan barang cepat, kereta api cepat atau maglev disarankan digunakan untuk sarana transportasi hierarki 2 atau hierarki 1 jika geografi pemisahnya berupa daratan. Kereta api barang biasa digunakan untuk transportasi masal baik untuk hierarki 1, hierarki 2 maupun hierarki 2. Kereta api penumpang biasa digunakan untuk transportasi penumpang massal hierarki 3 dan transportasi dalam kota. Disamping moda transportasi utama tersebut, moda transportasi alternatif perlu dikembangkan walaupun bukan bertujuan untuk menggantikan moda transportasi utama. Moda transportasi alternatif ini dikembangkan sebagai antisipasi jika moda transportasi utama mengalami gangguan. Moda transportasi alternatif ini meliputi : - penggunaan pesawat terbang jarak dekat untuk sistem transportasi hierarki 2 - penggunaan sarana angkutan jalan raya (bus, truk) untuk sistem transportasi hirarki 2 47

- penggunaan sarana transportasi pribadi untuk semua hirarki f. Sistem transportasi barang dalam bentuk fluida secara masif Untuk barang berbentuk fluida (cair atau gas) yang harus ditransportasikan dalam jumlah besar, sebaiknya digunakan sistem pemipaan. 5. Penggunaan energi pada sektor transportasi sipil Pada masa sekarang sebagian besar penggunaan energi final untuk sektor transportasi adalah dalam bentuk bahan bakar dan sedikit dalam bentuk listrik. Sistem transportasi udara sekarang sepenuhnya menggunakan bahan bakar minyak. Sebagian besar sistem transportasi laut menggunakan bahan bakar minyak, sebagian kecil menggunakan batubara. Transportasi darat dengan moda jalan raya sekarang sepenuhnya menggunakan bahan bakar minyak. Semuanya merupakan bahan bakar fosil. Transportasi darai moda kereta api sebagian menggunakan bahan bakar minyak dan sebagian lagi menggunakan listrik. Sementara itu sebagian besar pembangkit listrik menggunakan bahan bakar fosil. Dengan demikikan hampir seluruh penggunaan energi pada sektor transportasi sekarang berasal dari sumber daya bahan bakar fosil. Berdasarkan Tabel 6 64, sektor transportasi berkontribusi hingga 14 % dalam emisi gas rumah kaca terutama CO2. Berdasarkan Tabel 5, jika penggunaan energi pada sektor transportasi dapat digantukan dari bentuk-bentuk energi final yang berasal dari sumber daya bahan bakar fosil menjadi bentuk-bentuk energi final yang berasal dari sumber daya energi terbarukan atau nuklir, maka emisi gas rumah kaca dari sektor transportasi sepenuhnya hampir dapat dieliminasikan. Dengan demikian, penggunaan energi pada sektor transportasi masa depan harus dikembangkan untuk semakin banyak menggunakan sumber daya energi nuklir atau terbarukan menggantikan penggunaan sumber daya energi fosil. Akan tetapi karena sektor transportasi memerlukan penyediaan energi secara kontinu dalam jumlah besar, maka pemakaian sumber energi nuklir akan mendominasi pembangkitan energi untuk penggunaan pada sektor transportasi masa depan. a. Penggunaan energi pada sistem transportasi darat masa depan Sesuai dengan pertimbangak efisiensi dan efektifitas, sistem transportasi darat sebaiknya dikembangkan untuk semakin banyak menggunakan sistem transportasi massal berupa kereta api. Sistem kereta api yang digunakan bisa merupakan sistem kereta api berkecetatan tinggi termasuk maglev maupun sistem kereta api biasa sesuai dengan hirarkinya. Sistem kereta api ini sebaiknya dikembangkan untuk menggunakan energi final penggerak berupa listrik dengan sistem jaringan. Sistem jaringan ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu : - memungkinkan pengaturan penggunaan energi secara integral - memungkinkan pemanfaatan energi balik selama proses pengereman regeneratif - memungkinkan penggunaan sistem pembangkit listrik terpusat yang memiliki efisiensi tinggi. Sistem pembangkit terpusat tersebut dapat menggunakan energi primer berupa sistem energi nuklir atau sumber daya energi terbarukan. Untuk sistem transportasi jalan raya dengan jalur tertentu misalnya busway, dapat digunakan sistem jaringan listrik sebagai pensuplai dayanya. Tujuan dari penggunaan 64

Wikipedia – Global Warming 48

sistem jaringan listrik ini adalah untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan sebagaimana pada sistem transportasi kereta api. Untuk kendaraan jalan raya jarak dekat (dalam kota), penggunaan kendaraan (mobil atau sepeda motor) listrik dengan sistem baterai merupakan pilihan terbaik. Hal ini karena sistem ini lebih sederhana dibandingkan misalnya dengan menggunakan sistem fuel sel (sel bahan bakar) hidrogen. Akan tetapi sistem baterai mengharuskan tersedianya prasarana pengisian baterai. Untuk penggunaan angkutan dalam kota, sistem prasarana pengisian baterai ini bisa menggunakan sistem jaringan listrik yang mensuplai listrik kepada stasiun-stasiun pengisian baterai umum yang dibangun pada beberapa tempat yang strategis dalam kota, terutama pada tempat-tempat parkir kendaraan sehingga baterai kendaraan listrik tersebut dapat diisi pada saat diparkir. Disamping tidak mengemisikan CO2, gas rumah kaca lain maupun gas-gas beracun (CO, SOx, NOx) serta asap yang terlihat kotor, kendaraan listrik memiliki beberapa keuntungan berkaitan dengan penghematan energi, yaitu : - tidak perlu membiarkan motor hidup dalam keadaan idle ketika berhenti sementara (misal pada lampu merah) - memungkinkan pengereman regeneratif, yaitu motor listrik dapat difungsikan sebagai generator listrik untuk mengisi baterai pada saat pengereman. Untuk kendaraan jalan raya jarak menengah dan jauh, diperlukan sistem penyimpanan energi yang dapat menyimpan energi lebih besar untuk jarak tempuh lebih jauh. Dalam hal ini kendaraan listrik baterai menjadi kurang praktis karena harus sering mengisi baterai. Untuk itu, digunakan kendaraan jalan raya yang menggunakan sistem sel bahan bakar dengan bahan bakar hidrogen atau kendaraan hibrida (baterai dan hidrogen). Kendaraan hidrogen atau hibrida hanya mengemisikan gas buang berupa uap air. Disamping itu, kedua jenis kendaraan ini juga mampu memanfaatkan sistem pengereman regeneratif. Keuntungan lain dari penggunaan sel bahan bakar hidrogen adalah bisa mencapai efisiensi tinggi (50 % hingga 70 %), dibandingkan dengan efisiensi mesin bensin dan mesin diesel sekarang hanya berkisar antara 25 % hingga 35 %. Untuk menopang penggunaan kendaraan kendaraan hidrogen, diperlukan stasiun pengisian bahan bakar hidrogen yang tersebar di berbagai tempat sesuai keperluan. Stasiun ini bekerja dengan menggunakan elektrolisa air. Dengan demikian perlu masukan energi (sebagian besar berupa energi listrik) untuk pengoperasian stasiu-stasiun pengisian bahan bakar hidrogen. Suplai energi listrik ini sebaiinya juga menggunakan sistem jaringan listrik sehingga memungkinkan pembangkitan listrik secara terpusat dan efisien. Dengan demikian sistem kendaraan hidrogen pasda dasarnya adalah sistem kendaraan listrik. Pengembangan sistem transportasi darat ke arah penggunaan kereta api listrik serta penggunaan mobil listrik sestem baterai dan mobil hidrogen pada dasarnya adalah elektrifikasi semua moda transportasi darat. Hal ini memerlukan sistem pembangkit listrik terpusat dan efisien yang tentu saja harus tidak mengemisikan gas rumah kaca dan polutan lainnya. Penggunaan sumber daya energi nuklir dan terbarukan sangat potensial dalam hal ini. Akan tetapi karena sektor transportasi darat tersebut memerlukan penyediaan energi secara kontinu dalam jumlah besar, maka pemakaian sumber energi nuklir akan mendominasi pembangkitan energi untuk penggunaan pada sektor transportasi darat masa depan. b. Penggunaan energi pada sistem transportasi laut masa depan Sistem transportasi laut menggunakan kapal cepat (ekranoplane, hidrofoil) atau kapal biasa sesuai dengan hierarkinya. Transportasi laut sekarang hampir seluruhnya 49

menggunakan bahan bakar minyak yang bersumber dari bahan bakar fosil. Transportasi laut masa depan harus tidak lagi menggunakan bahan bakar yang bersumber dari bahan bakar fosil. Dalam hal ini, dianjurkan untuk mengembangkan sistem sel bahan bakar dengan bahan bakar hidrogen sebagai alternatif utama bagi sistem penggerak untuk transportasi laut. Alternatif berikutnya setelah itu adalah penggunaan bahan bakar hidrokarbon sistetik yang diproduksi dari proses penangkapan CO2 dari udara. Penggunaan sistem sel bahan bakar hidrogen memberikan keuntungan karena : - bersih (hanya mengemisikan uap air) - efisiensi tinggi Hanya saja, untuk sistem ini diperlukan sistem pengisian hidrogen untuk kapal laut. Karena kapal laut harus dapat berlayar menempuh jarak ribuan atau puluhan ribu kilometer, maka sistem pengisian ini harus mampu mengisi kapal-kapal yang memerlukan bahan bakar hidrogen cukup untuk menempuh jarak tersebut. Sistem pengisian ini dapat dibangun di pelabuhan-pelabuhan sehingga kapal dapat mengisi bahan bakar hidrogen pada saat bongkar muat barang. Hidrogen dapat diproduksi dengan cara elektrolisa air. Untuk itu diperlukan masukan energi berupa listrik atau kalor untuk proses elektrolisa air tersebut. Karena sistem pengisian bahan bakar hidrogen untuk kapal laut harus mampu memproduksi hidrogen secara masif, maka hanya sistem energi nuklir yang cocok untuk penggunaan ini. Dengan demikian. Pelabuhan-pelabuhan di masa depan akan dilengkapi dengan reaktor nuklir untuk memproduksi hidrogen untuk mengisi bahan bakar kapal laut. Alternatif berikutnya adalah menggunakan bahan bakar hidrokarbon sistetik. Sifatsifat bahan bakar hidrokarbon sintetik hampir sama dengan sifat-sifat bahan bakar hidrokarbon yang digunakan sekarang. Dengan demikian penggunaan bahan bakar jenis ini memberikan keuntungan berupa kemungkinan penggunaan jenis-jenis mesin yang sama dengan yang banyak digunakan sekarang. Akan tetapi mesin-mesin jenis ini memiliki efisiensi termal yang rendah dibandingkan dengan sistem sel bahan bakar hidrogen. Penggunaan bahan bakar hidrokarbon sintetik masih menghasilkan gas buang berupa CO2 yang diemisikan ke atmosfir. Akan tetapi karena hidrokarbon sinteteik diproduksi dari proses pengangkapan CO2, maka dalam penggunaan bahan bakar hidrokarbon sintetik, terjadi kesetimbangan antara emisi dan absorsi CO2 pada atmosfir. Dengan demikian, secara netto penggunaan bahan bakar hidrokarbon sintetik tidak mengemisikan CO2 ke atmosfir. Dalam proses produksi bahan bakar hidrokarbon sintetis dengan menangkap CO2 dari atmosfir, diperlukan suplai H2. Energi diperlukan untuk produksi H2 dan untuk menggerakkan sistem aliran udara dalam pengangkapan CO2. Kedua jenis kebutuhan energi tersebut dapat disuplai dalam bentuk energi listrik yang bersumber dari penggunaan sistem energi nuklir atau sumber daya energi terbarukan. Dengan demikian, kebutuhan energi untuk transportasi laut di masa depan juga dapat dipenuhi dengan penggunaan sumber daya energi terbarukan dan sistem energi nuklir. Akan tetapi karena sektor transportasi laut tersebut memerlukan penyediaan energi secara kontinu dalam jumlah besar, maka pemakaian sumber energi nuklir akan mendominasi pembangkitan energi untuk penggunaan pada sektor transportasi laut masa depan. c. Penggunaan energi pada sistem transportasi udara Sistem transportasi udara tidak mungkin menggunakan suplai energi listrik dan sulit untuk menggunakan sistem energi hidrogen. Kesulitan utama dalam penggunaan 50

sistem energi hidrogen pada sistem transportasi udara terletak pada cara membawa hidrogen. Untuk itu alternatif yang paling memungkinkan bagi sistem transportasi udara tetap menggunakan bahan bakar dalam bentuk hidrokarbon. Untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, maka digunakan bahan bakar hidrokarbon sintetik yang diproduksi dari proses penangkapan CO2 dari udara. Seperti telah diuraikan sebelumnya, untuk menghindari emisi CO2 netto, maka sebagai sumber energi utama bagi produksi bahan bakar hidrokarbon sintetis dengan pengangkapan CO2 adalah sistem energi nuklir atau penggunaan sumber daya energi terbarukan. d. Penggunaan energi pada sistem pemipaan Benda-benda berbentuk fluida (cair atau gas) dalam jumlah besar akan lebih efektif ditransportasikan dengan menggunakan sistem pemipaan. Pada sistem pemipaan cairan, digunakan energi untuk menggerakkan pompa-pompa. Pada sistem pemipaan gas, diperlukan energi untuk menggerakkan sistem kompresor. Energi ini disuplai dalam bentuk energi listrik melalui sistem jaringan. Energi listrik untuk keperluan ini dibangkitkan dengan menggunakan sistem energi nuklir atau sumber daya energi terbarukan. e. Rangkuman penggunaan energi pada sektor transportasi Dengan demikian, dapat dikembangkan sistem energi pada sistem transportasi masa depan yang tidak lagi menggunakan sumber daya energi konvensional, dan dengan demikian secara netto tidak mengemisikan CO2 dan gas-gas polutan lain ke atmosfir. Tabel 14 menunjukkan bentuk penggunaan energi final untuk sektor transportasi non militer. Pada Tabel 14 tersebut, ditunjukkan juga berbagai alternatif dari yang paling dianjurkan (utama) hingga yang sebaliknya dihindari (alternatif terakhir). Penggunaan bentuk-bentuk energi final yang berasal dari bahan bakar fosil ditempatkan pada alternatif terakhir. Kolom existing pada Tabel 14 menunjukkan bentuk energi final yang digunakan pada teknologi sekarang. Transportasi kereta api sekarang sebagian sudah menggunakan bentuk final energi listrik sebagian lainnya masih menggunakan bahan bakar minyak fosil. Sementara itu, transportasi jalan raya, transportasi laut dan transportasi udara sekarang semuanya menggunakan bahan bakar minyak fosil Gambar 13 menunjukkan duagram rangkuman penggunaan energi untuk kepentingan transportasi non militer maupun militer secara umum untuk semua sumber daya energi. Pada Gambar 13 ini terdapat keterangan bahwa penggunaan sumber daya energi konvensional (fosil) harus senantiasa dikurangi sedangkan penggunaan sumber daya energi alternatif (nuklir dan terbarukan) harus senantiasa ditingkatkan.

51

Tabel 14. Energi untuk sistem transportasi non militer Sektor

Transportasi darat

Sub sektor

Perincian

Kriteria

Kereta api (Angkutan untuk penumpang atau barang dengan kapasitas besar)

Penumpang, kargo jarak jauh Penumpang, kargo jarak menengah Komuter atau dalam kota Angkutan barang masif penumpang massal komuter atau dalam kota penumpang atau barang jarak menengah / jauh

kecepatan sangat tinggi (> 300 km/jam) kecepatan tinggi (120 – 300 km/jam)

Transportasi jalan raya

individual komuter atau dalam kota Transportasi laut, sungai atau danau

laut sungai dan danau

Pemipaan fluida secara masif melalui daratan atau lautan

Kecepatan maksimal 120 km/jam Memiliki jalur tertentu (busway) Tidak memiliki jalur tertentu (bus kota, bus jarak dekat) Bus dan truk (besar, menengah), mobil pribadi Mobil pribadi, taksi, angkutan umum kecil, sepeda motor

berkecepatan tinggi masif dan sedang khusus berskala kecil

ekranoplane, hidrofoil Kapal besar, kapal sedang Kapal pemecah es Kapal ukuran kecil Ukuran sedang Ukuran kecil Transportasi udara

Pemipaan cairan

Menggunakan pompa

Pemipaan gas

Menggunakan kompresor

Utama

Bentuk penggunaan energi final Alternatif 1 Alternatif 2

Listrik (sistem jaringan)

Hidrogen fuel cell

Hidrogen fuel cell

Biofuel atau synthetic hydrocarbon fuel

Listrik (sistem baterai) Hidrogen fuel cell

Hidrogen fuel cell

Bio fuel atau synthetic hydrocarbon fuel

Bio fuel atau synthetic hydrocarbon fuel

Existing

Bahan bakar minyak fosil atau listrik

Bahan bakar minyak fosil

Bio fuel atau synthetic hydrocarbon fuel

Bio fuel atau synthetic hydrocarbon fuel Listrik

52

6. Penggunaan energi untuk kepentingan militer Untuk setiap masa, tentu saja termasuk masa depan, sistem pertahanan negara merupakan aspek yang sangat penting. Sistem militer merupakan sistem pertahanan negara tersebut. Dalam tulisan ini, hanya akan dibahas penggunaan energi untuk sektor militer. Penggunaan energi dalam sistem militer dibagai menjadi 3 aspek yaitu : - penggunaan energi sektor domestik untuk kepentingan militer - penggunaan energi untuk sistem transportasi militer - penggunaan energi untuk perlengkapan militer lainnya a. Penggunaan energi domestik untuk kepentingan militer Penggunaan energi sektor domestik untuk untuk kepentingan militer meliputi penggunaan energi untuk kepentingan perkantoran militer, perumahan bagi personel militer dan keluarganya, sarana-sarana pelayanan umum militer (rumah sakit militer) serta labotarorium-laboratorium untuk kepentingan penelitian militer. Bentuk energi final untuk sektor ini adalah sama dengan bentuk energi final untuk pemenuhan sektor domestik lainnya yang telah dijelaskan dalam tulisan ini b. Penggunaan energi untuk kendaraan militer. Kendaraan militer adalah semua wahana (kendaraan) yang dipergunakan untuk kepentingan militer baik sebagai sarana angkutan (personil maupun perlengkapan militer) maupun kendaraan tempur. Kendaraan militer harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : - harus memiliki mobilitas tinggi - kendaraan militer darat harus dapat beroperasi dalam medan dengan prasarana transportasi yang belum disiapkan (off road) - memiliki daya spesifik (daya per satuan massa kendaraan) besar - memiliki sistem penggerak (termasuk sistem penyimpan energi / bahan bakar) yang kompak, yaitu bervolume kecil - memiliki ketahanan operasi tinggi Penggunaan energi untuk kendaraan militer darat Kendaraan militer darat meliputi kendaraan tempur darat (tank, panser, pengangkut missil atau roket, pengangkut sistem deteksi yang bersifat mobil) dan kendarann transportasi militer (truk, jeep, bus). Dengan persyaratan-persyaratan yang telah disebutkan sebelumnya, penggunaan energi listrik dengan menggunakan sistem jaringan jelas tidak mungkin bagi operasi kendaraan militer darat. Demikian juga penggunaan energi listrik dengan sistem baterai. Kedua bentuk ini akan sangat membatasi mobilitas kendaraan militer. Penggunaan kendaraan dengan sistem baterai juga menimbulkan kesulitan pengisian baterai tersebut. Kendaraan militer darat memerlukan mesin-mesin yang memiliki daya spesifik tinggi (bervolume kecil dengan daya yang besar) serta sederhana (tidak memerlukan terlalu banyak komponen). Penggunaan sistem sel bahan bakar hidrogen kurang cocok dengan persyaratan ini karena sistem sel bahan bakar membutuhkan relatif banyak komponen (sel bahan bakar, mesin pendukung, sistem penyimpan hidrogen). Sistem penyimpan hidrogen memimbulkan masalah lain. Penyimpanan dalam bentuk gas bertekanan membutuhkan volume besar. Penyimpanan dalam bentuk hidrogen cair membutuhkan volume besar (walaupun lebih kecil daripada volume yang diperlukan untuk penyimpanan dalam bentuk gas bertekanan). Di samping itu, penyimpanan dalam bentuk hidrogen cair menimbulkan kesulitan dalam sistem kriogenik atau isolator untuk mempertahankan suhu hidrogen cair 53

(-253 °C). Sistem penyimpanan hidrogen dalam bentuk hidrida menimbulkan masalah berupa tambahan massa yang sangat signifikan untuk sistem hidrida tersebut sehingga kendaraan militer tersebut menjadi lebih masif. Penggunaan mesin-mesin konvensional (mesin-mesin pembakaran dalam atau mesin turbin gas) lebih sesuai untuk aplikasi kendaraan militer darat. Bentuk bahan bakar yang paling tepat untuk aplikasi ini adalah bahan bakar hidrokarbon. Untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, maka digunakan bahan bakar hidrokarbon sintetik yang diproduksi dari proses penanagkapan CO2 dari udara. Seperti telah diuraikan sebelumnya, untuk menghindari emisi CO2 netto, maka sebagai sumber energi utama bagi produksi bahan bakar hidrokarbon sintetis dengan pengangkapan CO 2 adalah sistem energi nuklir atau penggunaan sumber daya energi terbarukan. Penggunaan energi untuk kendaraan militer laut Pada dasarnya kendaraan militer laut terdiri dari kapal selam dan kapal atas permukaan. Kapal selam dapat dibedakan sesuai fungsinya menjadi tiga jenis yaitu kapal selam penyerang strategis, kapal selam penyerang armada laut dan kapal selam penyerang taktis atau penyusup. Kapal selam penyerang strategis adalah kapal selam yang dilengkapi dengan misil dan sistem persenjataan jarak jauh untuk menyerang target-target strategis (vital) di daratan. Kapal selam seperti ini harus mampu berlayar menempuh jarak jauh dan mampu menyelam untuk jangka waktu lama dengan lokasi yang berpindah-pindah. Hanya sistem energi nuklir yang sesuai untuk kapal selam tipe ini. Sistem energi nuklir berperan untuk mensuplai energi bagi sistem penggerak kapal selam, sistem kelistrikan kapal selam untuk berbagai fungsi serta sistem pengatur udara kapal selam termasuk sistem produksi oksigen dengan metode elektrolisa air laut. Karena sistem energi nuklir tidak memerlukan udara untuk beroperasi ditambah lagi dengan kemampuan untuk memproduksi oksigen untuk keperluan awak kapal, maka kapal dengan dengan sistem energi nuklir mampu menyelam hingga beberapa bulan. Kapal selam penyerang armada laut adalah kapal selam yang dilengkapi dengan sistem persenjataan untuk menyerang armada laut lawan termasuk kapal selam lawan. Kapal selam seperti ini juga harus mampu berlayar menempuh jarak jauh dalam kondisi tetap menyelam untuk mengikuti pergerakan armada laut dan kapal selam lawan. Dengan kemampuan seperti ini, maka hanya sistem energi nuklir yang sesuai untuk kapal selam tipe penyerang armada laut. Kapal selam tipe penyerang taktis atau penyusup berfungsi untuk menyerang pantai atau membawa pasukan untuk menyusup ke pantai lawan. Kapal selam semacam ini tidak selalu perlu untuk menempuh jarak jauh atau menyelam untuk jangka waktu lama. Dengan demikian kapal selam tipe penyerang taktis atau penyusup dapat menggunakan berbagai pilihan sistem energi sesuai dengan ukuran dan fungsi secara lebih spesifik. Untuk ukuran cukup besar, sistem energi nuklir diperlukan. Tetapi untuk ukuran yang lebih kecil dapat menggunakan sistem sel bahan bakar hidrogen atau mesin-mesin pembakaran konvensional. Karena kapal selam kecil memiliki ukuran yang jauh lebih besar dibandingkan dengan kendaraan militer darat, maka penggunaan sel bahan bakar hidrogen lebih diprioritaskan daripada penggunaan mesin-mesin konvensional. Jika digunakan mesin-mesin konvensional, maka lebih diprioritaskan untuk menggunakan bahan bakar hidrokarbon sistetis yang diproduksi dari proses penangkapan CO2 dari atmosfir. Kapal atas permukaan untuk keperluan militer sangat bervariasi dalam hal ukuran dan fungsinya. Kapal induk utama merupakan kapal pengangkut pesawat tempur untuk berbagai fungsi lengkap dengan persenjataan, operator, pilot dan berbagai perlengkapan untuk operasi pesawat (operasi take off dan pendaratan, suplai bahan bakar pesawat, 54

hanggar). Kapal induk utama tidak lain merupakan pangkalan udara yang bersifat movabel (dapat berpindah). Kapal iduk utama harus bisa berlayar menempuh jarak jauh untuk jangka waktu yang lama. Dengan demikian sistem energi nuklir merupakan sistem energi yang paling sesuai untuk diaplikasikan pada kapal induk utama. Kapal induk taktis berfungsi untuk mengangkut pasukan, helikopter atau pesawat tempur / penyerang taktis. Jumlah dan ragam pesawat yang harus diangkut oleh kapal induk taktis lebih sedikit serta fungsinya lebih sederhana dibandingkan dengan kapal induk utama. Dengan demikian untuk kapal induk taktis dapat digunakan sistem energi nuklir atau sistem energi lainnya (dengan prioritas sistem sel bahan bakar hidrogen). Sistem sel bahan bakar hidrogen lebih dituamakan karena lebih bersih, efisiensi lebih tinggi serta kapal laut memiliki ruang cukup besar bagi sistem penyimpanan bahan bakar hidrogen. Kapal perusak merupakan kapal perang utama yang dilengkapi dengan berbagai jenis persenjataan strategis (missil jarak jauh untuk menyerang sasaran strategis di daratan, armada laut lawan dan sebagiainya). Kapal perusak umumnya memiliki ukuran besar serta dengan jumlah persenjataan yang banyak dan beragam. Kapal tipe ini juga harus mampu berlayar menempuh jarak jauh untuk waktu yang lama. Untuk kapal tipe ini, dapat digerakkan dengan sistem energi nuklir atau sistemenergi lainnya (dengan prioritas sistem sel bahan bakar hidrogen). Untuk kapal-kapal militer yang lebih kecil, sebaiknya tidak digunakan sistem energi nuklir karena keterbatasan ruang maupun resiko. Untuk itu digunakan sistem energi lainnya dengan prioritas pada penggunaan sel bahan bakar hidrogen. Kapal-kapal militer yang sangat kecil (misalnya kapal patroli) bersifat mirip dengan kendaraan militer darat (ruang sangat terbatas dan mobilitas harus tinggi). Untuk itu penggunaan mesin konvensional merupakan hal yang paling sesuai. Dalam hal ini penggunaan bahan bakar hidrokarbon sintetik yang diproduksi dari proses penangkapan CO2 atmosfir lebih dirioritaskan. Penggunaan energi untuk kendaraan militer udara Kendaraan militer udara terdiri dari pesawat terbang dan helikopter dengan berbagai jenis dan fungsinya. Seperti pada istem transportasi udara non militer, kendaraan militer udara tidak mungkin menggunakan suplai energi listrik dan sulit untuk menggunakan sistem energi hidrogen. Untuk itu alternatif yang paling memungkinkan bagi kendaraan militer udara adalah tetap menggunakan bahan bakar dalam bentuk hidrokarbon. Untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, maka digunakan bahan bakar hidrokarbon sintetik yang diproduksi dari proses penanagkapan CO2 dari udara. c. Penggunaan energi untuk kepentingan militer lainnya Penggunaan energi untuk kepentingan militer lainnya meliputi penggunaan energi untuk menggerakkan roket, meluncurkan missil, meluncurkan satelit, serta sistem elektronika (sistem komunikasi, sistem deteksi, sistem navigasi, sistem kendali persenjataan). Sistem elektronika tentu saja menggunakan energi dalam bentuk listrik. d. Rangkuman penggunaan bentuk final energi untuk kepentingan militer Tabel 15 menunjukkan bentuk penggunaan energi final untuk kepentingan militer. Pada Tabel 15 tersebut, ditunjukkan juga berbagai alternatif dari yang paling dianjurkan (utama) hingga yang sebaliknya dihindari (alternatif terakhir). Penggunaan bentuk-bentuk energi final yang berasal dari bahan bakar fosil ditempatkan pada alternatif terakhir. Kolom existing pada Tabel 15 menyatakan bentuk energi final yang digunakan sekarang 55

Tabel 15. Energi untuk sistem transportasi militer, kendaraan tempur dan perlengkapan militer Jenis

darat

Sub jenis

Kendaraan tempur

Transportasi

Kapal selam

Perincian Tank, panser, pengangkut misil, roket, sistem deteksi, kendaraan amphibi Truk, jeep, bus penyerang strategis penyerang armada laut penyerang taktis / penyusup

Utama

Bentuk penggunaan energi final Alternatif 1 Alternatif 2 Existing

Bio fuel atau synthetic hydrocarbon fuel

Nuklir

Nuklir

Hidrogen fuel cell

Kapal induk utama Kapal induk taktis

laut

Kapal perusak Kapal atas permukaan

udara

Perlengkapan militer lainnya

Perlengkapan militer elektronik

penyerang cepat (ekrtanoplane, hidrofoil) Fregat, korvet Kapal pengangkut Kapal patroli Pesawat tempur / penyerang Pesawat pembom Pesawat angkut Pesawat untuk misi lainnya Helikopter Peluru kendali Roket peluncur satelit komunikasi deteksi navigasi kendali persenjataan

Bahan bakar minyak fosil

Bio fuel atau synthetic hydrocarbon fuel

Bahan bakar minyak fosil

Nuklir

Nuklir

Hidrogen fuel cell

Hidrogen fuel cell

Bio fuel atau synthetic hydrocarbon fuel

Bio fuel atau synthetic hydrocarbon fuel

Bio fuel atau synthetic hydrocarbon fuel

Hidrogen (+oksigen)

Bahan bakar fosil (minyak, batubara) Bahan bakar fosil (minyak, batubara)

Bahan bakar minyak fosil

Bahan bakar hasil pengolahan bahan bakar fosil

Listrik

56

SUMBER DAYA ENERGI NUKLIR Uranium Thorium

SUMBER DAYA ENERGI TERBARUKAN Arus laut Gelombang laut Pasang Surut Beda Suhu Air Laut Beda suhu air danau Angin Hidro Surya Geotermal Biomass sampah Biomass kultivasi

SUMBER DAYA ENERGI TERBARUKAN Biomass sampah Biomass kultivasi

SISTEM ENERGI YANG HARUS DIKEMBANGKAN

SUMBER ENERGI KONVENSIONAL Batubara Minyak bumi Gas

SISTEM ENERGI YANG HARUS DIREDUKSI KECUALI UNTUK PENGGUNAAN KHUSUS

Sistem distribusi

Sistem konversi

Sumber Daya

SISTEM KONVERSI ENERGI NUKLIR (PLTN)

SISTEM KONVERSI ENERGI TERBARUKAN KE LISTRIK PLT-Ombak PLT-Arus Laut PLT-Pasang Surut PLT-Beda Suhu Air Laut PLT-Beda Suhu danau PLT-Angin PLT-Hidro/Mikrohidro PLT-Surya PLT Geotermal PLT-Sampah PLT-Biomass kultivasi

INDUSTRI BAHAN BAKAR NABATI Metanol Bio diesel Bio fuel lainnya

SISTEM PENANGKAP CO2

PEMBANGKIT LISTRIK KONVENSIONAL (dengan bahan bakar sumber energi primer) PLTU PLTG PLTGU INDUSTRI BAHAN BAKAR KONVENSIONAL Pengilangan minyak Pencairan batubara Gasifikasi Batubara

Penggunaan yang diutamakan KENDARAAN MILITER LAUT (kapal selam, kapal induk, kapal perusak)

PRODUKSI HIDROGEN

SISTEM DISTRIBUSI BAHAN BAKAR HIDROGEN

KENDARAAN MILITER LAUT LAINNYA SISTEM TRANSPORTASI LAUT KOMERSIAL

SISTEM LISTRIK MANDIRI PLT Fuel Cell (sebagai pembangkit listrik beban puncak level 1)

TRANSPORTASI JALAN RAYA JARAK JAUH / MENENGAH SISTEM DISTRIBUSI LISTRIK TERINTEGRASI

PLT Bio / Synthetic Fuel (sebagai pembangkit listrik beban puncak level 2) SISTEM PENGISIAN BATERAI

INDUSTRI SINTESA BAHAN BAKAR HIDROKARBON

PEMBANGKIT LISTRIK KONVENSIONAL (dengan bahan bakar olahan) PLTU – minyak PLTG – minyak PLTGU – minyak PLTD

SISTEM DISTRIBUSI BAHAN BAKAR NABATI DAN BAHAN BAKAR SINTETIK

SISTEM TRANSPORTASI KERETA API SISTEM TRANSPORTASI JALAN RAYA DENGAN JALUR KHUSUS

TRANSPORTASI JALAN RAYA DALAM KOTA / KOMUTER

TRANSPORTASI SUNGAI DAN DANAU TRANSPORTASI UDARA KOMERSIAL

KENDARAAN MILITER DARAT

SISTEM DISTRIBUSI BAHAN BAKAR KONVENSIONAL

KENDARAAN MILITER UDARA

Gambar 13. Rangkuman penggunaan energi untuk sistem transportasi non militer maupun militer 57

7. Penggunaan energi untuk sektor pembangkit listrik dan pengolahan bahan bakar Pada Tabel 6 65, dapat dilihat bahwa aktifitas pembangkitan listrik memberikan kontribusi emisi gas rumah kaca sebesar 21,3 % dan sektor pengilahan bahan bakar memberikan kontribusi sebesar 11,3 %. Sektor pembangkit listrik memberikan kontribusi cukup besar karena sebagian besar pembangkit listrik sekarang menggunakan bahan bakar fosil terutama batubara. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa penggunaan batubara memberikan emisi CO2 spesifik terbesar (0,99 kg CO2 / kWeh), disusil dengan penggunaan minyak bumi (0,73 kg CO2 / kWeh) selanjutnya penggunaan gas alam (0,65 kg CO2 / kWeh) dan gas alam dengan siklus kombinasi (0,51 kg CO2 / kWeh). Sementara itu penggunaan sumber daya energi nuklir hanya mengemisikan (0,02 kg CO2 / kWeh) sedangkan penggunaan sumber daya energi terbarukan rata-rata mengemisikan (0,04 kg CO2 / kWeh). Dengan demikian penggantian penggunaan sumber daya energi konvensional (khususnya batubara) ke penggunaan energi nuklir dan energi terbarukan akan mengeliminasikan sebagian besar emisi gas rumas kaca pada sektor pembangkit listrik. Industri pengolahan bahan bakar sekarang sebagian besar didominasi oleh industri pngolahan bahan bakar hidrokarbon. Penggunaan bahan bakar hidrokarbon menghasilkan emisi gas rumah kaca. Dalam proses pengolahannya, diperlukan penggunaan energi yang pada masa sekarang sebagian besar dipenuhi dengan juga menggunakan sumber daya energi konvensional. Dengan demikian proses pengolahan bahan bakar juga mengemisikan gas rumah kaca. Sistem bahan bakar pada masa depan diarahkan kepada penggunaan bahan bakar hidrogen atau bahan bakar hidrokarbon sintetik. Bahan bakar hidrogen diproduksi dengan proses elektrolisa air. Energi untuk proses elektrolisa air disuplai dari penggunaan sistem energi nuklir sebagai pensuplai utama dan juga menggunakan sumber daya energi terbarukan. Pemakaian bahan bakar hidrogen, proses produksi hidrogen dan pembangkitan energi untuk proses produksi hidrogen tidak mengemisikan gas rumah kaca. Penggunaan bahan bakar hidrokarbon sintetik secara netto menghasilkan total emisi CO2 sebesar nol. Hal ini karena emisi gas CO2 pada penggunaan bahan bakar hidrokarbon sintetik diimbangi dengan pengangkapan CO2 pada proses produksi bahan bakar hidrokarbon sintetik. Energi yang diperlukan untuk proses produksi bahan bakar hidrokarbon sintetik menggunakan sistem energi nuklir atau sumber daya energi terbarukan. Kedua jenis penggunaan energi ini tidak mengemisikan gas rumah kaca. Dengan demikian pada masa depan sektor pembangkitan listrik dan produksi serta pengolahan bahan bakar dapat dikembangkan ke arah penggunaan teknologi yang tidak mengemisikan gas rumah kaca, terutama CO2. 8. Penggunaan energi untuk sektor industri Penggunaan energi untuk sektor industri diartikan sebagai penggunaan energi sebagai bagian dari proses industri. Dalam hal ini energi digunakan dalam proses reaksi baik reaksi kimia, reaksi non kimia atau proses pemisahan yang bersifat endotermik. Pada umumnya energi untuk proses tersebut diberikan dalam bentuk energi kalor atau energi listrik. Karena sebagian besar suplai energi (baik dalam bentuk kalor maupun listrik) bagi proses industri dewasa ini menggunakan sumber daya energi konvensional (fosil), maka penggunaan energi untuk sektor industri memberikan kontribusi emisi gas rumah kaca cukup signifikan. 65

Wikipedia – Global Warming

58

Untuk masa depan pembangkit listrik dikembangkan ke arah penggunaan sistem energi nuklir dan sistem energi terbarukan. Disamping menghasilkan listrik, sistem energi nuklir dan beberapa aplikasi sistem energi terbarukan dapat menghasilkan energi keluaran berupa kalor pada berbagai tingkat suhu sesuai dengan penggunaannya. Energi listrik dan energi kalor ini selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai masukan energi bagi berbagai industri yang menggunakan reaksi endotermis. Dengan demikian adalah mungkin untuk mengembangkan sistem energi masa depan yang tidak mengemisikan gas rumah kaca dalam hal penggunaan energi. C. PERAN SISTEM ENERGI NUKLIR UNTUK MENGEMBANGKAN SISTEM INDUSTRI YANG TIDAK MENGEMISIKAN CO2 Dari Tabel 6 66 dapat dilihat bahwa sektor industri memberikan kontribusi emisi gas rumah kaca sebesar 16,8 %. Sektor industri memberikan emisi gas rumah kaca dengan dua macam cara. Yang pertama berkaitan dengan penggunaan energi untuk proses industri. Energi digunakan dalam bentuk energi listrik atau energi kalor. Dalam hal ini, emisi gas rumah kaca dapat dieliminasikan dengan mengganti sumber energi yang digunakan dari penggunaan sumber daya energi konvensional ke arah penggunaan sistem energi nuklir dan sumber daya energi terbarukan. Cara kedua berkaitan dengan emisi gas CO2 maupun gas rimah kaca lain sebagai buangan dari proses industri. Berbagai industri yang secara potensial mengemisikan gas rumah kaca sebagai gas buangan akan diuraikan secara singkat dalam tulisan ini. Akan diuraikan juga secara singkat cara untuk mereduksi atau mengeliminasikan emisi gas buang rumah kaca tersebut. 1. Industri reduksi logam Kebanyakan logam di alam terdapat dalam bentuk oksida. Pertambangan logam menghasilkan bijih logam yang berbentuk oksida. Tahap pertama dalam industri logam adalah mendapatkan logam yang terbebas dari bentuk senyawa oksida dengan cara mereduksi bijih logam. Untuk mereduksi bijih logam, diperlukan reduktor yaitu unsur atau senyawa yang mampu mengikat oksigen. Karbon (C) yang disebut sebagai kokas merupakan reduktor yang telah digunakan secara luas dalam berbagai industri logam. Kokas tidak lain adalah batubata dengan kualitas tertentu. Reaksi reduksi bijih logam dengan menggunakan C menghasilkan CO2 sebagai berikut :

MOx 

1 1 xC  M  xCO2 2 2

Dalam hal ini M menyatakan unsur logam yang dimaksudkan. Selanjutnya CO2 dilepaskan ke atmosfir. Dengan demikian industri reduksi logam merupakan industri yang secara signifikan memberikan kontribusi bagi emisi CO2. Untuk mengeliminasi emisi CO2, maka harus digunakan reduktor lain untuk menggantikan C. Hidrogen merupakan reduktor yang dapat digunakan untuk mereduksi bijih logam dengan reaksi sebagai berikut : MOx  xH 2  M  2 xH 2 O 66

Wikipedia – Global Warming 59

Penggunaan hidrogen sebagai reduktor akan melepaskan gas buang berupa uap air yang tidak memberikan efek terhadap lingkungan. Teknologi industri logam sekarang tidak menggunakan hidrogen sebagai reduktor karena di alam (bumi) tidak banyak tersedia hidrogen dalam bentuk unsur. Sebagian besar hidrogen di alam (bumi) terdapat dalam bentuk air. Air harus dielektrolisa terlebih dahulu untuk mendapatkan hidrogen dalam bentuk unsur. Elektrolisa ini memerlukan masukan energi listrik. Untuk teknologi sekarang, proses ini masih dipandang lebih mahal daripada penggunaan C sebagai reduktor. Di samping itu, karena sebagian besar listrik sekarang dibangkitkan dengan menggunakan bahan bakar fosil, maka peningkatan produksi hidrogen akan meningkatkan kebutuhan untuk pembangkitan listrik yang berarti akan menambah emisi CO2 pada sektor pembangkitan listrik. Dengan demikian penggantian reduktor C dengan hidrogen jika pembangkitan listrik masih menggunakan bahan bakar fosil tidak akan ada pengaruhnya bagi reduksi emisi CO2 pada industri logam. Penggunaan hidrogen sebagai reduktor hanya akan mereduksi atau bahkan mengeliminasi emisi CO2 jika energi untuk produksi hidrogen dibangkitkan dengan menggunakan penggunaan sumber daya energi yang tudak mengemisikan CO2. Dalam hal ini, peran sistem energi nuklir atau sistem energi terbarukan menjadi penting. Akan tetapi karena industri logam memerlukan suplai reduktor (dalam hal ini hidrogen) secara masif dan kontinu serta dengan harga produksi (harga energi) yang relatif murah, maka sistem energi nuklir akan lebih sesuai diaplikasikan untuk tujuan ini. 2. Konsep industri yang bersifat menyerap CO2 netto Sistem industri dan sistem energi masa depan dikembangkan untuk tidak lagi menggunakan sumber daya energi konvensional yang mengemisikan CO2. Sebaliknya adalah mungkin untuk mengembangkan sistem energi yang secara netto bersifat absorptif terhadap CO2 atmosfir. Dengan demikian, sistem industri dan energi ke depan akan mengurangi konsentrasi CO2 di atmosfir. Konsep sistem industri ini berbeda dengan dengan konsep sequestrasi CO2. Dalam konsep sequestrasi CO2, masih digunakan penggunaan bahan bakar konvensional secara masif. Gas CO2 hasil pembakaran bahan bakar konvensional selanjutnya ditangkap. Dalam hal ini penangkapan dilakukan pada saluran gas buang di mana gas CO2 terdapat dalam konsentrasi tinggi (hingga 15 %). Disamping itu dimungkinkan pula untuk menangkap CO2 atmosferik yang berkonsentrasi rendah (400 ppm). Pada konsep sequestrasi CO2, gas CO2 hasil tangkapan kemudian diimobilisasi (diperangkap) dalam lapisan batuan dalam tanah. Dengan demikian, dalam pandangan konsep sequestrasi CO2, gas CO2 hasil tangkapan ini dipandang tidak memiliki nilai ekonomi. Pada konsep industri yang bersifat menyerap CO2 netto, CO2 hasil tangkapan akan diproses untuk menjadi senyawa hidrokarbon atau material karbon yang memiliki nilai ekonomi. Pengurangan konsentrasi CO2 dari 400 ppm (level sekarang) menjadi 300 ppm akan mampu menyediakan 120 milyar ton karbon. Konsep industri ini akan diberlakukan kurang lebih satu abad ke depan dan dihentikan ketika konsentrasi CO2 di atmosfir telah berkurang hingga mencapai level tertentu untuk selanjutnya dievaluasi dampaknya. Sistem industri semacam ini diharapkan tidak lagi menggunakan bahan bakar konvensional yang mengemisikan CO2 ke atmosfir. Dengan demikian sistem absorsi CO2 konsentrasi tinggi dengan penangkapan CO2 pada gs buang tidak lagi diperlukan. Yang diperlukan adalah pengangkapan CO2 atmosferik yang berkonsentrasi rendah.

60

3. Sistem pengangkapan CO2 atmosferik Sistem pengangkapan CO2 atmosferik bekerja dengan cara mengontakkan aliran udara dengan larutan NaOH. Semua penjelasan tentang sistem penangkapan CO2 atmosferik mengacu pada acuan 67. Dalam hal ini larutan NaOH disemprotkan dan dikontakkan dengan aliran udara. Diagram sistem penangkap CO2 atmosferik dapat dilihat pada Gambar 14. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Udara keluar (300 ppm CO2)

: : : : : : : : : :

KETERANGAN : Blower aliran udara 11 : Kolam larutan penyerap CO2 12 : Pengarah aliran udara 13 : Kolom kontak udara dan larutan NaOH 14 : Sistem spray NaOH 15 : Demister 16 : Chimney 17 : Pompa sirkulasi Na2CO3 18 : Reaktor regenerasi NaOH Pengarturan konsentrasi NaOH

Sistem filter Pompa sirkulasi larutan Reaktor pelepasan CO2 Reaktor Regenerasi Ca(OH)2 Pompa sirkulasi Ca(OH)2 slurry Kompresor CO2 Motor penggerak kompresor CO2 Tangki penampung CO2 untuk proses selanjutnya

7

H2O(l)

Ca(OH)(s) (slurry)

6

NaOH(aq)

4 2 NaOH(aq) + CO2(g)  Na2CO3(aq) + H2O(l) (slight exothermic)

CaO(s) + H2O(l)  Ca(OH)2(s) (exothermic)

10 15

5 Udara masuk (400 ppm CO2)

18

Udara masuk (400 ppm CO2)

CaO(s)

Na2CO3(aq) + Ca(OH) 2(s)

CO2(g)

 2 NaOH(aq) + CaCO3(s)

(slight endothermic)

3 2

17

9

12 1

16

14

CaCO3(s)  CaO(s) + CO2(g) (endothermic)

11 8

CaCO3(s)

13

Na2CO3(aq)

Gambar 14. Diagram skematik sistem penangkap CO2 atmosferik68 Reaksi Penyerapan CO2 oleh larutan oleh larutan NaOH adalah sebagai berikut: CO2(g)  CO2(aq) 2 NaOH(aq) + CO2(aq)  Na2CO3(aq) + H2O(l) Setelah dialirkan dalam bentuk droplet pada kolom kontak, larutan penyerap yang lebih kaya CO2 (dalam bentuk Na2CO3) ditampung dalam kolam penampung larutan penyerap yang terdapat dalam dasar sistem penangkap CO2. Cairan ini selanjutnya dialirkan ke reaktor regenerasi larutan penyerap. Dalam reaktor regenerasi ini, Na2CO2 dikembalikan menjadi NaOH dengan cara direaksikan dengan Ca(OH)2. Reaksi regenerasi adalah sebagai berikut: 67

Joshuah K Stolaroff, et.al. , Carbon Dioxide Capture from Atmospheric Air Using Sodium Hidroxide Spray, Environt. Sci. Technol, 2008, 42, 2728 – 2735 68 Joshuah K Stolaroff, et.al. , Carbon Dioxide Capture from Atmospheric Air Using Sodium Hidroxide Spray, Environt. Sci. Technol, 2008, 42, 2728 – 2735 61

Na2CO3(aq) + Ca(OH)2(s)  CaCO3(s) + 2 NaOH(aq) Selanjutnya endapan yang menjadi lebih kaya dengan CaCO2 dipisahkan dari larutan dengan penyaringan. Larutan yang menjadi lebih kaya dengan NaOH selanjutnya dialirkan ke sistem penyemprot (spray) yang terdapat pada kolom kontak untuk dipergunakan kembali dalam proses penyerapan CO2 berikutnya. Endapan CaCO3 selanjutnya dipisahkan dari larutan dengan cara penyaringan. Pada konsep sequestrasi CO2, endapan CaCO3 yang telah dipisahkan dari larutan selanjutnya dikirimkan ke lokasi sequestrasi. Pada konsep industri yang bersifat menyerap CO2 netto, endapan CaCO3 selanjutnya dimasukkan suatu reactor. Dalam reactor tersebut juga diisi dengan gas hidrogen yang disuplai aoleh suatu sistem produksi hidrogen. Reactor selanjutnya dipanaskan dan diatur tekanan dan suhunya hingga mencapai suhu dan tekanan tertentu. Akibat pemanasan, gas CO2 terlepas dari endapan CaCO2 dengan reaksi sebagai berikut: CaCO3(s)  CaO(s) + CO3(g) Padatan CaO selanjutnya direaksikan dengan air sebagai berikut: CaO(s) + H2O  Ca(OH)2(s) Selanjutnya Ca(OH)2 siap digunakan kembali untuk regenerasi Na2CO3 menjadi NaOH. Gas CO2 yang terlepas dalam reactor akan bereaksi dengan gas hydrogen dan membentuk methanol dengan reaksi sebagai berikut : CO2(g) + 3 H2(g)  CH3OH(g) + H2O(g) Methanol kemudian didehidrasi menjadi dimetil eter (DME) dengan reaksi : 2 CH3OH(g)  CH3OCH3(g) + H2O(g) Proses dehidrasi dilanjutkan sehingga dimetil eter (DME) menjadi etilena : CH3OCH3(g)  H2C=CH2(g) + H2O(g) Selanjutnya, etilena dipolimerisasikan minjadi senyawa hidrokarbon sintetik. Jumlah rerata atom C pada rantai senyawa hidrokarbon sintetik tergantung dari katalisator yang dipilih dan tingkat berlangsungnya reaksi. Senyawa hidrokarbon sintetik dapat digunakan sebagai bahan bakar hidrokarbon sintetik atau untuk material bahan baku industri berbasis polimer atau grafit komposit. Penggunaan senyawa hidrokarbon sintetik sebagai bahan bakar akan menghasilkan sistem industri dan sistem energi yang secara netto mengemisikan CO2 ke atmosfir sebesar nol (zero atmospheric CO2 emission). Jika senyawa hidrokarbon sintetik tersebut digunakan sebagai bahan bakau material, baik material polimer atau material berbasis grafit komposit, maka akan dapat dikembangkan sistem industri yang secara netto bersifat menyerap CO2 atau mengemisikan CO2 ke atmosfir berjumlah negatif (negative atmospheric CO2 emission). 62

BAB IV. PENGERTIAN SIKLUS KOMBINASI (COMBINE CYCLE) DAN KOGENERASI A. PENGERTIAN UMUM Pengertian siklus kombinasi (Combine Cycle) tidak sama dengan pengertian kogenerasi. Sebelumnya, terlebih dahulu dibahas pengertian penting sebagai berikut : - sumber kalor - mesin termal - pompa kalor / refrigerator - proses termal 1. Sumber kalor Sumber kalor adalah semua proses atau reaksi eksotermik yang menghasilkan kalor pada suhu tinggi (atau dengan istilah lain memiliki nilai eksergi tinggi). Dengan suhu tinggi (nilai eksergi tinggi) ini, maka kalor yang dihasilkan oleh sumber kalor memungkinkan untuk dikonversi menjadi bentuk energi lain (mekanik, kimia) atau ditransfer sebagai energi termal. Pengertian suhu tinggi dalam hal ini adalah sesuai dengan keperluan penggunaannya Sumber kalor bisa berupa reaksi kimia eksotermik (pembakaran bahan bakar), reaksi nuklir eksotermik atau proses lainnya yang menghasilkan kalor (energi surya), geothermal dan sebagainya. 2. Mesin termal Mesin termal adalah suatu piranti (mesin) yang menyerap kalor dari sumber kalor dan mengkonversinya menjadi energi dalam kelompok energi mekanik (mekanik, listrik, kimia). Mesin termal selalu bekerja dengan suatu medium kerja (fluida kerja) dalam suatu siklus termodinamika atau siklus termodinamika kimia. Sesuai dengan hukum kedua termodinamika maka tidak mungkin semua energi kalor yang diserap oleh mesin dari sumber kalor dapat dimanfaatkan menjadi energi mekanik yang diharapkan. Sebagian dari energi kalor yang diserap dari sumber kalor harus dibuang dalam bentuk energi kalor pada suhu rendah (memiliki nilai eksergi rendah) sehingga tidak dapat digunakan lagi. Oleh karena itu, pada mesin termal didefinisikan efisiensi, yaitu energi rasio antara jumlah energi mekanik yang dihasilkan terhadap jumlah energi kalor yang diserap dari sumber kalor. Gambar 15 menunjukkan diagram skematis dari suatu mesin termal secara umum. PROSES PENGHASIL ENERGI KALOR

QS

:

QS

QR W

: :

η

:

MESIN TERMAL

W

OUTPUT ENERGI MEKANIK

Kalor yang dihasilkan sumber kalor Kalor buangan Kerja yang dihasilkan mesin termal Efisiensi konversi mesin termal

QR Efisiensi = η = W / QS KALOR BUANGAN

Gambar 15. Diagram mesin termal secara umum 63

3. Pompa kalor / refrigerator Prinsip kerja pompa kalor / refrigerator merupakan kebalikan dari mesin termal. Pompa kalor / refrigerator menyerap kalor dari suatu reservoar kalor bersuhu rendah dan melepaskan kalor pada reservoar kalor bersuhu tinggi. Untuk itu diperlukan masukan energi berupa energi kelompok mekanik (energi mekanik, kimia atau listrik) Piranti semacam ini disebut refrigerator jika efek pendinginan (kemampuan menyerap kalor pada reservoar bersuhu rendah) merupakan efek yang diharapkan. Sebaliknya piranti semacam ini disebut refrigerator jika efek pemanasan (kemampuan melepas kalor pada reservoar bersuhu tinggi) merupakan efek yang diharapkan. Performance refrigerator dinyatakan sebagai COPR, yaitu rasio antara jumlah energi kalor yang diserap pada reservoar bersuhu rendah terhadap jumlah energi mekanik yang diperlukan. Performance pompa kalor dinyatakan sebagai COPP, yaitu rasio antara jumlah energi kalor yang dilepas pada reservoar bersuhu tinggi terhadap jumlah energi mekanik yang diperlukan. Gambar 16 menunjukkan diagram pompa kalor / refrigerator secara umum. RESERVOAR KALOR SUHU TINGGI Q1

POMPA KALOR / REFRIGERATOR Q2

RESERVOAR KALOR SUHU RENDAH

W

INPUT ENERGI MEKANIK

Q2

:

Q1

:

W

:

COPR

:

COPP

:

Kalor yang dilepas ke reservoir suhu tinggi Kalor yang diserap dari reservoir suhu rendah Kerja yang diperlukan Performance refrigerator Performance pompa kalor

COPR = Q2/ W COPP = Q1/ W

Gambar 16. Diagram pompa kalor / refrigerator secara umum 4. Proses termal Proses termal adalah semua proses yang menyerap kalor dan dipergunakan untuk berbagai keperluan, seperti menaikkan suhu, melakukan perubahan fasa, melakukan reaksi kimia. Terdapat dua macam proses termal, yaitu : - Proses termal tanpa siklus - Proses termal dengan siklus medium Pada proses termal tanpa siklus, suatu medium menerima atau melepaskan kalor untuk berubah dari suatu keadaan termodinamika atau termokimia pertama pada awal proses menuju ke keadaan termodinamika atau termokimia kedua pada akhir proses. Dalam hal ini, tidak ada keperluan untuk mengembalikan medium tersebut kepada keadaan termodinamika atau termokimia sebelumnya. Contoh dari proses termal semacam ini adalam proses pemanasan dan pendinginan, proses penguapan dan penembunan, proses pencairan (peleburan) dan pembekuan serta proses-proses kimia yang tidak menggunakan medium yang perlu dikembalikan ke keadaan termodinamika atau termokimia sehingga membentuk suatu siklus. 64

Proses termal dengan siklus medium pada dasarnya adalah mesin atau refrigerator / pompa kalor termokimia. Pada proses ini, diperlukan medium tertentu yang harus dikembalikan kepada keadaan semula. Medium ini pada bisa berfungsi sebagai katalisator proses, medium pembawa (pelarut), medium pengektraksi, medium untuk absorpsi atauadsorpsi. Pada siklus semacam ini, berlaku neraca energi sebagaimana mesin kalor atau refrigerator / pompa kalor. Gambar 17 menunjukkan diagram skematik mesin kalor termokimia. Gambar 18 menunjukkan diagram refrigerator / pompa kalor termokimia.

PROSES PENGHASIL ENERGI KALOR QS

QS QR W

: : :

η

:

Reaksi endotermik

Kalor yang dihasilkan sumber kalor Kalor buangan Kenaikan energi reaksi = Kandungan energi produk – Kandungan energi reaktan Efisiensi konversi KENAIKAN ENTALPI PRODUK TERHADAP REAKTAN

W

Reaktan Reaksi eksotermik

Produk

QR

KALOR BUANGAN

Efisiensi = η = W / QS

Gambar 17. Diagram mesin termokimia secara umum ` RESERVOAR SUHU TINGGI Q1 Reaksi eksotermik Produk Reaksi endotermik

Q1

:

Q2

:

W

:

Kalor yang dilepaskan ke reservoir suhu tinggi Kalor yang diserap dari reservoir suhu rendah Penurunan energi reaksi = Kandungan energi reaktan – Kandungan energi produk W

PENURUNAN ENTALPI PRODUK TERHADAP REAKTAN Reaktan

Q2 RESERVOAR SUHU RENDAH

Performance refrigerator = COPR = Q2/ W Performance pompa kalor = COPP = Q1/ W

Gambar 18. Diagram refrigerator / pompa kalor termokimia secara umum B. PENGERTIAN SIKLUS KOMBINASI Siklus kombinasi (Combine Cycle) adalah pemanfaatan satu sumber kalor untuk lebih dari satu mesin termal. Mesin-mesin termal tersebut dapat disusun secara paralel, yaitu masing-masing mesin termal mengambil kalor dari sumber kalor, maupun secara seri, yaitu kalor buangan mesin termal awal dijadikan sumber kalor oleh mesin termal berikutnya. Dapat juga berupa kombinasi seri dan paralel. Gambar 19 menunjukkan diagram skematik dan perhitungan efisiensi siklus kombinasi dua mesin termal secara paralel. Susunan paralel seperti ini menghasilkan efisiensi total yang merupakan rerata dari efisiensi tiap mesin termal. Dengan demikian susunan paralel tidak menghasilkan peningkatan efisiensi dibandingkan dengan siklus tunggal. Oleh karena itu susunan siklus kombinasi paralel jarang digunakan. 65

Gambar 20 menunjukkan diagram skematik dan perhitungan efisiensi siklus kombinasi dua mesin termal secara seri. Gambar 21 menunjukkan diagram skematik dan perhitungan efisiensi siklus kombinasi tiga mesin termal secara seri. Susunan seri menghasilkan efisiensi termal lebih tinggi dibandingkan dengan masing-masing siklus tunggal yang menyusun siklus seri tersebut. Susunan seri ini banyak dipergunakan untuk menghasilkan sistem konversi energi dengan efisiensi sangat tinggi. PROSES PENGHASIL ENERGI KALOR

W1= χ1η1QS

QS QR1 QR1 W1 W2 χ1 η1 η2

: : : : : : : :

χ1 QS

(1-χ1) QS

MESIN TERMAL 1

MESIN TERMAL 2

χ1(1-η1)QS

(1-χ1)(1-η2)QS

QR1= χ1(1-η1)QS

QR2=(1-χ1)(1-η2)QS

χ1η1QS

Kalor yang dihasilkan sumber kalor Kalor buangan mesin pertama Kalor buangan mesin kedua Kerja yang dihasilkan mesin pertama Kerja yang dihasilkan mesin kedua Fraksi penggunaan energi mesin pertama Efisiensi konversi mesin pertama Efisiensi konversi mesin kedua

(1-χ1)η2QS W = (1-χ )η Q 2 1 2 S

WTOTAL = W1 + W2 = = χ1η1QS +(1- χ1)η2QS η TOTAL = WTOTAL / QS η TOTAL = = χ1η1+(1- χ1)η2

Gambar 19. Efisiensi konversi total siklus kombinasi dengan 2 mesin termal tersusun paralel PROSES PENGHASIL ENERGI KALOR

QS

:

QS

QR W1

: :

W2

:

η1

:

η2

:

MESIN TERMAL 1

η1QS

W1= η1QS

(1-η1)QS

MESIN TERMAL 2

(1-η1)η2QS

Kalor yang dihasilkan sumber kalor Kalor buangan Kerja yang dihasilkan mesin pertama Kerja yang dihasilkan mesin kedua Efisiensi konversi mesin pertama Efisiensi konversi mesin kedua

W2= (1-η1)η2QS

(1-η1)(1-η2)QS WTOTAL = W1 + W2 = η1QS +(1-η1)η2QS η TOTAL = WTOTAL / QS QR=(1-η1)(1-η2)QS η TOTAL = η1 +(1-η1)η2

Gambar 20. Efisiensi konversi total siklus kombinasi dengan 2 mesin termal tersusun seri 66

PROSES PENGHASIL ENERGI KALOR QS

MESIN TERMAL 1

η1QS

W1= η1QS

(1-η1)QS

MESIN TERMAL 2

(1-η1)η2QS

W2= (1-η1)η2QS

(1-η1)(1-η1)QS

MESIN TERMAL 3

(1-η1)(1-η2)η3QS

QS : Kalor yang dihasilkan sumber kalor QR : Kalor buangan W1 : Kerja yang dihasilkan mesin pertama W2 : Kerja yang dihasilkan mesin kedua W3 : Kerja yang dihasilkan mesin ketiga η1 : Efisiensi konversi mesin pertama η2 : Efisiensi konversi mesin kedua η3 : Efisiensi konversi mesin ketiga

W3=(1-η1)(1-η2)η3QS

WTOTAL = W1 + W2 + W2 = η1QS + (1-η1)η2QS + (1-η1)(1-η2)η3QS QR=(1-η1)(1-η2) (1-η3)QS

η TOTAL = WTOTAL / QS η TOTAL = η1 + (1-η1)η2 + (1-η1)(1-η2)η3QS

Gambar 21. Efisiensi konversi total siklus kombinasi dengan 3 mesin termal tersusun seri C. CONTOH SIKLUS KOMBINASI Pada Sub Bab ini, akan diuraikan beberapa contoh aplikasi sistem konvesi energi yang menggunakan siklus kombinasi. Contoh yang diambil dalam hal ini dikaitkan dengan sistem industri dan energi masa depan dengan tujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan polutan-polutan lainnya. 1. Aplikasi siklus kombinasi untuk sistem pengolahan sampah Pada Tabel 6 69:, hasil samping pertanian, pengolahan limbah organik dan pembakaran biomassa berkontribusi cukup besar dalam hal emisi gas rumah kaca. Hasil samping pertanian memberikan kontribusi sebesar 12,5 %; pengolahan limbah memberikan kontribusi sebesar 3,4 % sedangkan pembakaran biomassa memberikan kontribusi sebesar 10,0 %. Solusi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca untuk sektor-sektor ini belum dibahas pada uraian sebelumnya. Problem emisi gas rumah kaca untuk sektor ini adalah bahwa gas rumah kaca yang diemisikan sebagian besar bukan berupa CO2, melainkan berupa metana (CH4) dan NOx. Sementara untuk sektor-sektor lainnya, sebagian besar gas rumah kaca yang diemisikan 69

Wikipedia – Global Warming 67

berupa CO2. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6 70. Problema emisi gas rumah kaca yang berupa CO2 diselesaikan dengan mengembangkan penggunaan sumber daya energi nuklir atau terbarukan, menggantikan proses industri yang semula mengemisikan gas CO2 dengan proses yang tidak mengemisikan gas CO2 serta mengembangkan sistem penangkapan CO2 dari atmosfir untuk kemudian memanfaatkan hasil tangkapan tersebut menjadi senyawa hidrokarbon yang punya nulai ekonomi. Hal-hal ini telah dibahas dalam uraian sebelumnya. Gas CO2 yang diemisikan oleh sektor-sektor pertanian dan pengolahan limbah serta pemanfaatan biomassa pada dasarnya merupakan CO2 yang dihasilkan proses biologis. Gas CO2 dari proses ini secara alami akan diimbangi oleh penyerapan CO2 oleh tumbuhtumbuhan pada proses fotosintesa. Dengan demikian, sistem biotik bumi secara alami akan menyeimbangkan emisi dan absropsi CO2 secara biologis. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah bahwa sebagian besar emisi gas rumah kaca yang diemisikan sektor pertamian dan pengolahan limbah organik atau pemanfaatan biomassa bukan berupa CO2 melainkan berupa CH4 dan NOx. Gas metana (CH4) tidak mudah untuk direproses secara alam sebagaimana dalam siklus karbon alami yang mereproses gas CO2. Dengan demikian, sekalipun efek rumah kacanya lebih rendah dibandingkan dengan CO2, gas metan akan lebih terakumulasi di atmosfir dibandingkan dengan CO2. Oleh karena itu, diperlukan upaya supaya gas metan dapat diikutkan dalam mekanisme siklus karbon alami yang berbasis gas CO2. Untuk itu, maka gas metan harus diubah menjadi gas CO2. Cara yang paling sederhana adalah dengan membakar gas metan tersebut. Gas metan terbentuk dari biodegradasi senyawa organik biologis. Pada dasarnya limbah-limbah pertanian (termasuk peternakan) dan limbah rumah tangga didominasi oleh senyawa-senyawa organik biologis. Cara untuk mencegah emisi gas metan adalah dengan membakar limbah-limbah organik biologis tersebut sehingga biodegradasi tidak berlangsung lebih lanjut dan hasil pembakaran diharapkan berupa gas CO2. Sedangkan gas metan yang sudah terlanjur terbentuk akan terbakar menjadi CO2. Gas CO2 yang terbentuk selanjutnya akan direproses secara alami oleh siklus karbon biologis alami. Akan tetapi sebagian besar senyawa-senyawa organik biologis tidak mudah terbakar dengan sempurna. Pembakaran tidak sempurna akan mengemisikan berbagai senyawa beracun seperti aneka senyawa hidrokarbon, NOx serta senyawa-senyawa belerang. Sebagian senyawa ini (misalnya NOx) merupakan gas rumah kaca. Dengan demikian, pembakaran langsung limbah-limbah organik tidak dianjurkan. Cara yang dianjurkan adalah mengubah limbah-limbah organik yang semula berbentuk senyawa-senyawa organik biologis menjadi berbentuk gas (biogas). Biogas terdiri dari komponen-komponen gas berupa metana (CH4), CO2, uap air serta beberapa senyawa belerang dalam bentuk gas (H2S) dan sedikit senyawa-senyawa gas lainnya. Gas metan, hidrogen sulfida dan senyawa-senyawa gas lain lebih muda dibakar secara sempurna sehingga hasil pembakaran akan didominasi oleh CO2 dan sedikit SOx. Emisi senyawa-senyawa yang muncul dari hasil pembakaran tak sempurna dapat dihindari. Dengan emisi yang lebih didominasi oleh CO2, maka emisi gas rumah kaca dari sektor pertanian, pengolahan limbah dan pemanfaatan biomassa dapat dilakukan melalui siklus karbon biologis alami. Proses pengubahan senyawa-senyawa organik biologis menjadi biogas dapat dilakukan dengan menggunakan proses degradasi biologis menggunakan mikroorganisme 70

Wikipedia – Global Warming 68

sebagaimana telah lazim digunakan dalam pembuatan biogas. Cara lain adalah dengan menggunakan proses gasifikasi senyawa-senyawa organik biologis tersebut. Walaupun tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan energi bagi peradaban manusia secara masif, biogas hasil pengolahan limbah organik biologis dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk sistem konversi energi. Biogas dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk mesin-mesin pembakaran dalam (seperti mesin-mesin diesel) dengan menyesuaikan sistem injeksi bahan bakarnya. Biogas dapat dibakar untuk membangkitkan uap dalam suatu boiler dan uap tersebut dapat digunakan untuk menggerakkan turbin pembangkit listrik atau untuk keperluan lain. Uap juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai proses termal seperti pemanasan ruang, pengeringan, desalinasi, refrigerasi sistem absorpsi dan berbagai penggunaan lainnya. Gambar 22 dan Gambar 23 menunjukkan diagram sistem pengolahan limbah organik biologis yang hasil biogasnya digunakan untuk proses pembangkitan listrik dengan menggunakan mesin turbin gas. Gambar 22 menunjukkan penggunaan sistem mesin turbin gas dengan perbandingan tekanan tinggi sedangkan Gambar 23 menunjukkan sistem mesin turbin gas dengan perbandingan tekanan rendah. Mesin turbin gas dengan perbandingan tekanan tinggi menghasilkan daya keluaran netto spesifik tinggi dengan suhu gas buang relatif rendah. Pengertian relatif rendah adalah untuk ukuran mesin turbin gas, walaupun suhu gas buang ini masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan suhu gas buang mesin-mesin pembakaran dalam (misalnya mesinmesin diesel). Mesin turbin gas dengan perbandingan tekanan rendah menghasilkan daya keluaran netto spesifik rendah dengan suhu gas buang masuh sangat tinggi. Untuk meningkatkan efisiensi konversi, mesin turbin gas dengan perbandingan tekanan rendah harus menggunakan regenerator. Dalam hal ini gas buangan mesin dipergunakan untuk memanaskan udara setelah dikompresi oleh kompresor sebelum memasuki runag pembakaran. Pirolisis sampah Sistem Gas treatment

: : : :

Pengolahan awal dan pemisahan sampah

Reaktor biogas

Aliran biogas Aliran udara Aliran gas buang Jaringan listrik

Sampah



8

1 4

5

3

9

6

7

2

1 2 3 4 5

: : : : :

KETERANGAN Penampung biogas / gas sampah 6 : Udara lingkungan 7 : Kompresor udara 8 : Kompresor gas 9 : Ruang pembakaran

Turbin gas Generator listrik Keluaran listrik AC Exhaust

Gambar 22. Sistem turbin gas berbahan bakar gas hasil pengolahan sampah yang dioperasikan pada perbandingan tekanan tinggi 69

Pirolisis sampah Sistem Gas treatment

: : : :

Pengolahan awal dan pemisahan sampah

Reaktor biogas

Aliran biogas Aliran udara Aliran gas buang Jaringan listrik

Sampah



9

1 4

6

7

3

8

2 5 10

1 2 3 4 5

: : : : :

KETERANGAN Penampung biogas / gas sampah 6 : Udara lingkungan 7 : Kompresor udara 8 : Kompresor gas 9 : Rekuperator 10 :

Ruang Pembakaran Turbin gas Generator listrik Keluaran listrik AC Exhaust

Gambar 23. Sistem turbin gas berbahan bakar gas hasil pengolahan sampah yang dioperasikan pada perbandingan tekanan rendah Karena gas buangan mesin turbin gas (baik yang menggunakan perbandingan tekanan pada umumnya masih bersuhu tinggi, maka gas tersebut dapat dimanfaatkan. Jika gas tersebut dimanfaatkan sebagai pemanas untuk berbagai proses termal, maka hal ini merupakan salah satu contoh dari sistem kogenerasi. Jika gas tersebut dipergunakan untuk mensuplai panas dari suatu mesin konversi lainnya, maka hal ini merupakan salah satu contoh dari siklus kombinasi. Pada Gambar 24 dan Gambar 25, ditunjukkan siklus kombinasi dari pemanfaatan biogas. Dalam hal ini biogas digunakan sebagai bahan bakar untuk suatu mesin turbin gas. Gas buang dari mesin turbin gas dialirkan ke suatu pembangkit uap (boiler). Uap yang dihasilkan oleh pembangkit uap digunakan untuk menggerakkan turbin uap dengan siklus Rankine.

70

Pirolisis sampah Sistem Gas treatment

: : : : : :

Pengolahan awal dan pemisahan sampah

Reaktor biogas

Aliran biogas Aliran udara Aliran gas buang Aliran fluida turbin uap Aliran air pendingin Jaringan listrik



Sampah

8

1 4

5

3

6

7

11

12

2

9 10

16

1 2 3 4 5 6 7 8

: : : : : : : :

15

Penampung biogas / gas sampah Udara lingkungan Kompresor udara Kompresor gas Ruang Pembakaran Turbin gas Generator listrik turbin gas Keluaran listrik AC

14 13

KETERANGAN 9 : Exhaust 10 : Heat Recovery steam Generator (HRSG) 11 : Turbin Uap 12 : Generator listrik turbin uap 13 : Kondenser 14 : Pompa umpan siklus uap 15 : Pompa pendingin kondenser 16 : Sumber air pendingin

Gambar 24. Sistem turbin gas berbahan bakar gas hasil pengolahan sampah yang dioperasikan pada perbandingan tekanan tinggi dan dikombinasi dengan sistem turbin uap

71

Pirolisis sampah Sistem Gas treatment

: : : : : :

Pengolahan awal dan pemisahan sampah

Reaktor biogas

Aliran biogas Aliran udara Aliran gas buang Aliran fluida turbin uap Aliran air pendingin Jaringan listrik



Sampah

9

1 4

6

3

7

8

12

13

2 5

10 11

17

1 2 3 4 5 6 7 8 9

: : : : : : : :

16

Penampung biogas / gas sampah Udara lingkungan Kompresor udara Kompresor gas Rekuperator Ruang Pembakaran Turbin gas Generator listrik turbin gas Keluaran listrik AC

15 14

KETERANGAN 10 : Exhaust 11 : Heat Recovery steam Generator (HRSG) 12 : Turbin Uap 13 : Generator listrik turbin uap 14 : Kondenser 15 : Pompa umpan siklus uap 16 : Pompa pendingin kondenser 17 : Sumber air pendingin

Gambar 25. Sistem turbin gas berbahan bakar gas hasil pengolahan sampah yang dioperasikan pada perbandingan tekanan rendah dan dikombinasi dengan sistem turbin uap 2. Aplikasi siklus kombinasi untuk sistem sel bahan bakar hidrogen Pada sistem energi masa depan, hidrogen memegang peranan penting. Hidrogen bukan berperan sebagai sumber daya energi. Hal ini karena hidrogen di bumi tidak tersedia sebagai unsur hidrogen. Hidrogen di bumi sebagian besar tersedia dalam bentuk air. Oleh karena itu, harus terlebih dahulu dilakukan elektrolisis air untuk mendapatkan hidrogen. Elektrolisis air memerlukan energi dan selanjutnya penggunaan hidrogen sebagai bahan bakar menghasilkan energi. Dengan demikian hidrogen berperan sebagai pembawa energi (energy carrier). Secara termodinamika, energi yang dapat dimanfaatkan pada saat penggunaan hidrogen sebagai bahan bakar lebih kecil daripada energi yang diperlukan untuk proses elektrolisis air. Dengan demikian, dapat didefinisikan efisiensi energi dalam penggunaan hidrogen sebagai rasio antara energi yang dihasilkan pada saat pemakaian hidrogen sebagai bahan bakar terhadap energi yang diperlukan untuk proses elektrolisis air. Pada sektor transportasi, hidrogen akan dikembangkan sebagai bahan bakar bagi kendaraan jalan raya untuk jarak menengah dan jarak jauh. Hidrogen juga merupakan 72

bahan bakar yang secara potensial dapat dikembangkan bagi sistem penggerak sebagian besar sistem transportasi laut. Pada sektor pembangkitan listrik dan jaringan, sistem energi hidrogen dapat difungsikan sebagai sistem penyimpan energi (energy storage system). Dalam hal ini, pembangkit listrik utama (yang sebagian besar menggunakan sistem energi nuklir) dilengkapi dengan sistem produksi hidrogen secara kogenerasi. Pada sistem jaringan listrik, juga dilengkapi dengan sistem pembangkit listrik berbahan bakar hidrogen. Pembangkit listrik berbahan bakar hidrogen ini normalnya dalam kondisi tidak beroperasi (off) dan akan difungsikan untuk mengantisipasi kenaikan permintaan listrik. Pembangkit listrik utama secara kontinu menghasilkan listrik dan memproduksi hidrogen. Hidrogen yang diproduksi secara normal dipergunakan untuk berbagai keperluan seperti untuk bahan bakar sistem transportasi maupun untuk keperluan industri. Pada saat permintaan daya listrik konsumen lebih rendah daripada kapasitas total pembangkit listrik utama, maka kelebihan keluaran daya pembangkit listrik utama akan dipergunakan untuk meningkatkan kapasitas produksi hidrogen. Kelebihan produksi hidrogen ini selanjutnya disimpan. Pada saat permintaan daya listrik konsumen meningkat, maka hidrogen yang disimpan disalurkan ke pembangkit listrik berbahan bakar hidrogen. Pembangkit listrik berbahan bakar hidrogen selanjutnya membangkitkan listrik untuk memenuhi kenaikan permintaan beban listrik. Hidrogen dapat digunakan sebagai bahan bakar pada mesin-mesin konvensional (misalnya mesin-mesin diesel) maupun mesin-mesin turbin gas. Hidrogen juga dapat dijadikan bahan bakar pada suatu pembangkit uap (boiler) dari suatu mesin turbin uap dengan menggunakan siklus Rankine. Hidrogen juga dapat dijadikan sebagai bahan bakar dengan menggunakan siklus kombinasi mesin turbin gas dan mesin turbin uap. Hal ini tentunya dapat dilakukan setelah sistem injeksi bahan bakar mesin-mesin tersebut disesuaikan untuk penggunaan bahan bakar hidrogen. Akan tetapi penggunaan hidrogen dengan cara-cara seperti di atas tidak dianjurkan. Hal ini karena mesin-mesin yang disebutkan di atas memiliki keterbatasan efisiensi konversi energi, yaitu antara 25 % (mesin pembakaran dalam) hingga 55 % (dengan siklus kombinasi mesin turbin gas dan turbin uap). Penggunaan hidrogen sebaiknya diaplikasikan pada sistem mesin-mesin yang memiliki efisiensi lebih tinggi (50 % hingga 80 %). Penggunaan hidrogen dengan menggunakan sel bahan bakar (fuel cell) akan menghasilkan efisiensi lebih tinggi daripada dengan menggunakan mesin-mesin konvensional yang telah disebutkan sebelumnya. Terdapat berbagai jenis sel bahan bakar seperti sel bahan bakar alkaline, sel bahan bakar asam, sel bahan bakar polimer, sel bahan bakar karbonat cair serta sel bahan bakar keramik. Sel bahan bakar tersebut memiliki efisiensi konversi energi yang bervariasi dari 40 % hingga 60 %. Diantara jenis-jenis sel bahan bakar, maka yang cukup menarik adalah sel bahan bakar jenis keramik yang sering disebut sebagai SOFC (solid oxide fuel cell). Sel bahan bakar jenis SOFC tidak beroperasi menggunakan cairan tetapi menggunakan keramik (oksida logam) sebagai elektrolit dengan ion O2- sebagai pembawa muatan listrik. Untuk mendapatkan konduktifitas listrik (konduktifitas ion O2- yang cukup tinggi), sel bahan bakar harus dioperasikan pada suhu tinggi (di atas 800 °K). Secara termoelektrik, semakin tinggi suhu operasi, konduktifitas listrik keramik akan semakin bertambah. Dengan demikian SOFC akan beroperasi semakin baik dengan semakin tinggi suhu operasinya. Sel bahan bakar SOFC memiliki efisiensi antara 50 % hingga 60 %. Operasi SOFC pada suhu tinggi memberikan keuntungan lain. Dengan semakin tinggi suhu operasi, maka gas buang SOFC (terutama berupa udara miskin oksigen dan uap air) juga bersuhu tinggi. Gas buang ini berpotensi untuk menggerakkan mesin termal 73

misalnya dengan menggunakan mesin turbin gas. Dengan demikian sel bahan bakar SOFC dapat dirancang dengan siklus kombinasi untuk memanfaatkan energi buangan yang berupa kalor. Gambar 26, Gambar 27 dan Gambar 28 menunjukkan sistem pembangkit listrik dengan menggunakan sel bahan bakar SOFC yang dikombinasi dengan mesin turbin gas. Sel bahan bakar SOFC akan beroperasi optimal pada tekanan tertentu (non atmosferik) sehingga diperlukan kompresor untuk mengkompresi udara dan gas hidrogen. Perbedaan Gambar 26, Gambar 27 dan Gambar 28 terletak pada sistem penyimpan bahan bakar hidrogen yaitu menggunakan tangki gas bertekanan, sistem kriogenik dan sistem hidrida. Dalam hal ini gas buang SOFC dipergunakan untuk menggerakkan turbin bertekanan tinggi. Aplikasi sel bahan bakar SOFC tidak memungkinkan untuk menggunakan semua hidrogen yang diumpankan. Dengan demikian gas buang sel bahan bakar SOFC masih mengandung hidrogen sisa. Sisa hidrogen ini dibakar dalam pembakar ulang (afterburner) dan gas hasil pembakaran dipergunakan untuk menggerakkan turbin tekanan rendah. Karena tekanan operasi SOFC tidak terlalu tinggi maka diperlukan regenerator. Gas keluaran turbin tekanan rendah dipergunakan untuk memanasi gas (udara dan hidrogen) keluar dari kompresor. Sistem sel bahan bakar yang dikombinasikan dengan mesin turbin gas dapat mencapai efisiensi berkisar antara 65 % hingga 75 %. : : : : :

Aliran hidrogen Aliran udara Aliran gas buang Excess hidrogen Jaringan listrik

11 9 8 15 3

≈ 1

6 5

14 3

7

4

3

10

12

13

2

1 2 3 4 5 6 7 8

: : : : : : : :

KETERANGAN Tangki gas hidrogen bertekanan 9 : Udara lingkungan 10 : Kompresor udara 11 : Kompresor booster hidrogen 12 : Pemanas awal hidrogen 13 : Pemanas hidrogen regeneratif 14 : Pemanas udara regeneratif 15 : Solid Oxide Fuel Cell (SOFC)

Keluaran listrik DC Turbin gas tekanan tinggi Afterburner Turbin gas tekanan rendah Generator listrik Keluaran listrik AC Exhaust

Gambar 26. Siklus kombinasi SOFC dan turbin gas berbahan bakar hidrogen yang disimpan sebagai gas bertekanan

74

: : : : :

Aliran hidrogen Aliran udara Aliran gas buang Excess hidrogen Jaringan listrik

12 10 9 16 3

1

≈ 7 4

6

15 3

8

5

13

11

3

14 3

2

1 2 3 4 5 6 7 8

: : : : : : : :

KETERANGAN Tangki gas hidrogen bertekanan 9 : Udara lingkungan 10 : Kompresor udara 11 : Pompa hidrogen cair 12 : Kompresor booster hidrogen 13 : Pemanas awal hidrogen 14 : Pemanas hidrogen regeneratif 15 : Pemanas udara regeneratif 16 :

Solid Oxide Fuel Cell (SOFC) Keluaran listrik DC Turbin gas tekanan tinggi Afterburner Turbin gas tekanan rendah Generator listrik Keluaran listrik AC Exhaust

Gambar 27. Siklus kombinasi SOFC dan turbin gas berbahan bakar hidrogen yang disimpan sebagai cairan kriogenik : : : : :

Aliran hidrogen Aliran udara Aliran gas buang Excess hidrogen Jaringan listrik

10 2 8 7

14 3

≈ 5

13 3

6

4

1 3

9

11

12 43

2

1 2 3 4 5 6 7

: : : : : : :

KETERANGAN Tangki hidrida dengan pemanas 8 : Udara lingkungan 9 : Kompresor udara 10 : Kompresor booster hidrogen 11 : Pemanas hidrogen regeneratif 12 : Pemanas udara regeneratif 13 : Solid Oxide Fuel Cell (SOFC) 14 :

Keluaran listrik DC Turbin gas tekanan tinggi Afterburner Turbin gas tekanan rendah Generator listrik Keluaran listrik AC Exhaust

Gambar 28. Siklus kombinasi SOFC dan turbin gas berbahan bakar hidrogen yang disimpan dalam bentuk hidrida 75

Efisiensi dapat ditingkatkan dengan memasang boiler pada saluran gas buang. Sisasisa kalor gas buang dipergunakan untuk menghasilkan uap dan selanjutnya uap dipergunakan untuk menggerakkan turbin uap. Dengan cara ini, efisiensi dapat ditingkatkan lagi hingga berkisar antara 70 % hingg 80 %. Siklus kombinasi antara sel bahan bakar SOFC, mesin turbin gas dan mesin turbin uap secara skematik ditunjukkan pada Gambar 29 dan Gambar 20. Masing-masing menggunakan sistem penyimpan hidrigen berupa tangki gas bertekanan (Gambar 29) dan sistem penyimpanan kriogenik (Gambar 30). : : : : : : :

Aliran hidrogen Aliran udara Aliran gas buang Excess hidrogen Aliran fluida turbin uap Aliran air pendingin Jaringan listrik

11 9

8

15



1

6 5

14

7

4

12

10

3

13

2

17

15

18

16

22

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

: : : : : : : : : : :

20

21

Tangki gas hidrogen bertekanan Udara lingkungan Kompresor udara Kompresor booster hidrogen Pemanas awal hidrogen Pemanas hidrogen regeneratif Pemanas udara regeneratif Solid Oxide Fuel Cell (SOFC) Keluaran listrik DC Turbin gas tekanan tinggi Afterburner

KETERANGAN 12 : 13 : 14 : 15 : 16 : 17 : 18 : 19 : 20 : 21 : 22 :

19

Turbin gas tekanan rendah Generator listrik turbin gas Keluaran listrik AC Exhaust Heat Recovery Steam Generator (HRSG) Turbin uap Generator listrik turbin uap Kondenser Pompa umpan siklus turbin uap Pompa air pendingin kondenser Sumber air untuk pendingin kondenser

Gambar 29. Siklus kombinasi SOFC, turbin gas dan turbin uap berbahan bakar hidrogen yang disimpan sebagai gas bertekanan 76

: : : : : : :

Aliran hidrogen Aliran udara Aliran gas buang Excess hidrogen Aliran fluida turbin uap Aliran air pendingin Jaringan listrik

12 10

9

16

1

≈ 7

6

4

15

8

5

13

11

3

14

2

18

16

19

17

23

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

: : : : : : : : : : : :

21

22

Tangki gas hidrogen bertekanan Udara lingkungan Kompresor udara Pompa hidrogen cair Kompresor booster hidrogen Pemanas awal hidrogen Pemanas hidrogen regeneratif Pemanas udara regeneratif Solid Oxide Fuel Cell (SOFC) Keluaran listrik DC Turbin gas tekanan tinggi Afterburner

KETERANGAN 13 : 14 : 15 : 16 : 17 : 18 : 19 : 20 : 21 : 22 : 23 :

20

Turbin gas tekanan rendah Generator listrik turbin gas Keluaran listrik AC Exhaust Heat Recovery Steam Generator (HRSG) Turbin uap Generator listrik turbin uap Kondenser Pompa umpan siklus turbin uap Pompa air pendingin kondenser Sumber air untuk pendingin kondenser

Gambar 30. Siklus kombinasi SOFC, turbin gas dan turbin uap berbahan bakar hidrogen yang disimpan sebagai cairan kriogenik

D. PENGERTIAN KOGENERASI Kogererasi (Cogeneration) adalah pemanfaatan satu sumber kalor untuk mesin termal dan proses terman. Mesin termal dan proses termal tersebut dapat disusun secara paralel, yaitu mesin termal dan proses termal mengambil kalor dari sumber kalor. Atau disusun secara seri dengan sistem dasar (bottom), yaitu mesin termal mengambil kalor dari suatu sumber dan selanjutnya kalor buangan mesin termal tersebut dijadikan sumber kalor untuk suatu proses termal. Dapat juga disusun secara seri dengan sistem puncak (top), yaitu proses termal mengambil kalor dari suatu sumber kalor dan selanjutnya kalor buangan proses termal tersebut dijadikan sumber kalor untuk suatu mesin termal. Dapat juga berupa kombinasi seri dan paralel. 77

BAB V. SISTEM KOGENERASI NUKLIR DAN PEMANFAATANNYA A. PENGERTIAN SISTEM KOGENERASI NUKLIR Sisten kogenerasi nuklir adalah sistem kogenerasi dengan menggunakan kalor dari suatu sumber kalor yang dibangkitkan dengan reaksi nuklir. Secara lebih spesifik, reaksi nuklir yang dimaksud adalah reaksi nuklir fisi (pembelahan). Reaktor nuklir pada masa depan disamping tetap berfungsi untuk membangkitkan listrik juga untuk menyediakan energi final yang berupa bahan bakar, misalnya hidrogen atau bahan bakar hidrokarbon sintetik. Proses produksi hidrogen yang tidak mengemisikan CO2 adalah dengan pemecahan molekul air. Produksi hidrogen dengan cara ini memerlukan masukan energi berupa listrik atau kalor. Bahan bakar hidrokarbon sintetik dibedakan menjadi 2 macam. Bahan bakar hidrokarbon sintetik jenis pertama adalah bahan bakar hidrokarbon sintetik yang diawali dari proses gasifikasi batubara. Proses ini menghasilkan gas sintetik yang mengandung metana dan CO2. Proses berikutnya adalah polimerisasi menjadi hidrokarbon. Keseluruhan proses ini bersifat endotermik dan memerlukan masukan energi berupa kalor. Penggunaan bahan bakar hidrokarbon sintetik jenis pertama masih berkaitan dengan penggunaan bahan bakar fosil sehingga secara netto mengemisikan CO2 ke atmosfir. Bahan bakar hidrokarbon sintetik jenis kedua diawali dari proses penangkapan CO2 atmosfir dengan keseluruhan proses yang telah dijelaskan sebelumnya. Proses ini harus didampingi dengan proses produksi hidrogen, yang memerlukan masukan energi berupa energi listrik atau kalor. Reaktor nuklir juga diharapkan berperan bagi proses industri. Dalam hal ini reaktor nuklir menyediakan energi bagi berbagai proses industri yang bersifat endotermik. Tergantung prosesnya, energi harus disuplai dalam bentuk energi kalor atau energi listrik. Di samping itu, reaktor nuklir perlu untuk menyediakan berbagai material untuk mendukung berbagai proses industri, misalnya menyediakan hidrogen sebagai reduktor bagai berbagai industri logam atau menyediakajn monomer bagai berbagai jenis industri polimer atau produksi material berbasis grafit komposit. Disamping itu, reaktor nuklir juga berperan dalam menopang kebutuhan dasar manusia lainnya. Salah satu contohnya adalah penyediaan air bersih melalui proses desalinasi air laut. Contoh lain adalah berperan dalam berbagai proses termal seperti pemanasan ruangan (space heating), pengeringan bahan, sterilisasi bahan, atau prosesproses refrigerasi dan pompa kalor. Untuk semua keperluan tersebut, reaktor nuklir disamping menghasilkan energi keluaran dalam bentuk listrik juga harus mampu untuk menghasilkan energi keluaran dalam bentuk kalor. Dengan demikian, sumua ini menjadikan alasan bagi pengembangan sistem kogenerasi nuklir. B. SINERGI ANTARA PENGEMBANGAN SISTEM KOGENERASI NUKLIR DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI REAKTOR NUKLIR MAJU Pengembangan sistem kogenerasi nuklir akan secara sangat signifikan meningkatkan peran penggunaan energi nuklir. Hal ini tentu saja akan meningkatkan kebutuhan penggunaan sumber daya energi nuklir. Sebagaimana telah diuraikan pada Bab II, teknologi reaktor nuklir yang berkembang sekarang hanya mampu memanfaatkan 0,6 % hingga 0,7 % sumber daya bahan bakar nuklir. Dengan keterbatasan ini, ketersediaan sumber daya bahan bakar nuklir terbukti dunia hanya cukup untuk mensuplai kebutuhan energi nuklir untuk 50 tahun hingga 80 tahun ke depan. 78

Jika dikembangkan teknologi reaktor nuklir maju yang mampu memanfaatkan sumber daya bahan bakar nuklir lebih baik (misalnya hingga 90 %), maka cadangan sumber dayan bahan bakar nuklir terbukti sekarang mampu menopang kebutuhan energi nuklir hingga lebih dari 1000 tahun ke depan. Dengan demikian pengembangan sistem kogenerasi nuklir harus disinergikan dengan pengembangan teknologi reaktor nuklir maju. Berbagai jenis reaktor maju yang sedang dikembangkan dapat dilihat pada Tabel 12. C. JENIS-JENIS APLIKASI KOGENERASI NUKLIR BERDASARKAN SUHU SUMBER KALOR Berbagai jenis reaktor maju yang ditunjukkan pada Tabel 12 dapat dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan suhu keluaran fluida pendingin reaktor. Kelompok pertama adalah reaktor maju bersuhu menengah, dengan suhu keluaran pendingin hingga 600 °C dan kelompok kedua adalah reaktor maju bersuhu tinggi dengan suhu keluaran pendingin di atas 600 °C. Berdasarkan suhu sumber kalor, berbagai jenis proses termal dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu proses termal bersuhu rendah, proses termal bersuhu menengah serta proses termal bersuhu tinggi. Proses termal bersuhu rendah adalah semua proses termal yang membutuhkan suhu kurang dari 150 °C. Proses termal suhu rendah meliputi proses pemanasan ruang untuk berbagai keperluan, proses pengeringan berbagai jenis bahan, proses sterilisasi berbagai jenis bahan yang menggunakan energi termal, proses desalinasi serta proses-proses yang berkaitan dengan refrigerasi atau pompa kalor dengan menggunakan sistem absorpsi. Proses termal suhu menengah adalah proses termal yang memerlukan suhu antara 150 °C hingga 500 °C. Di antara contoh proses termal suhu menengah adalah reaksi polimerisasi, berbagai jenis reaksi kimia endotermik pada suhu menengah, destilasi minyak bumi serta pembangkitan uap pada suhu menengah untuk berbagai keperluan seperti enhanced oil recovery, gasifikasi batubara atau biomassa dan gasifikasi batubara dalam tanah. Proses termal suhu tinggi adalah proses termal yang memerlukan suhu di atas 500 °C. Berbagai proses termal suhu tinggi diantaranya adalah gasifikasi batubara atau gasifikasi batubara dalam tanah yang menggunakan suhu tinggi, berbagai jenis reaksi kimia endotermik bersuhu tinggi, reduksi bijih logam, proses produksi hidrogen Reaktor maju bersuhu menengah disamping menghasilkan energi keluaran dalam bentuk listrik juga mampu menghasilkan energi keluaran berupa kalor untuk keperluan proses termal bersuhu rendah atau proses termal bersuhu menengah. Sementara itu, reaktor maju bersuhu tinggi disamping menghasilkan energi keluaran dalam bentuk listrik juga mampu menghasilkan energi keluaran berupa kalor untuk keperluan proses termal bersuhu rendah, proses termal bersuhu menengah atau proses termal bersuhu tinggi. . Gambar 31 menunjukkan berbagai kemungkinan aplikasi kogenerasi dari berbagai jenis reaktor maju untuk berbagai jenis proses termal

79

JENIS REAKTOR NUKLIR Reaktor maju bersuhu menengah SCWR, ISWR, SNWR, AHWR, SCFR, ISFR, SCR, LFR, LFBWR

BENTUK ENERGI KELUARAN ENERGI LISTRIK

ENERGI TERMAL SUHU RENDAH (< 150 °C)

ENERGI TERMAL SUHU MENENGAH (150 °C – 500 °C) Reaktor maju bersuhu tinggi VHTR, AHTR, FBNR, GCFR, GFR, MFR, MSR, PCMSR

ENERGI TERMAL SUHU TINGGI (> 500 °C)

APLIKASI Berbagai aplikasi energi listrik Pemanasan ruang Desalinasi Pengeringan bahan Sterilisasi bahan Refrigerasi absopsi Reaksi Polimerisasi Reaksi kimia suhu menengah Destilasi minyak bumi Enhanced Oil Recovery Gasifikasi batubara Gasifikasi batubara dalam tanah Gasifikasi batubara Gasifikasi batubara dalam tanah Pencairan Batubara Produksi Hidrogen Reduksi Bijih Logam Reaksi kimia suhu tinggi

Gambar 31. Aplikasi reaktor nuklir maju untuk sistem kogenerasi D. MSR (MOLTEN SALT REACTOR) SEBAGAI SALAH SATU REAKTOR NUKLIR MAJU BERSUHU TINGGI 1. Deskripsi Umum MSR (Molten Salt Reactor) merupakan desain reactor maju yang menggunakan bahan bakar dalam bentuk garam lebur. Bahan bakar MSR terdiri dari campuran garan fluoride PuF3-UF4-ThF4-7LiF-BeF4 dengan komposisi mol diatur sesuai dengan karakteristik neutronik yang diharapkan. Masing-masing unsur aktinium (Th, U, Pu) dapat diatur komposisi isotopnya. Desain MSR menggunakan moderator grafit. Bahan bakar dalam bentuk garam lebur (molten salt) sekaligus juga berfungsi sebagai media transfer kalor (pendingin). Penggunaan bahan bakar dalam bentuk garam lebur pada desain MSR dilakukan untuk memperoleh beberapa keunggulan, yaitu : 1). memungkinkan reaktor dioperasikan pada suhu tinggi, karena garam lebur baru akan mendidih pada suhu 1430 °C pada terkanan atmosferik sedangkan moderator grafit mampu bertahan hingga suhu 3000 °C 2). reaktor dapat dioperasikan pada tekanan rendah sehingga mengeliminasikan kemungkinan kecelakaan yang bersifat ekspansif yang melepaskan material radioaktif dari teras 3). memungkinkan peningkatan efisiensi termodinamik dan penggunaan reaktor sebagai sumber kalor proses endotermik 4). bahan bakar leburan garam menjadi padat pada suhu rendah, sehingga bahan bakar leburan garam dapat berfungsi sebagai pengungkung material radiaktif pada saat transportasi atau saat tidak digunakan di reaktor 5). memungkinkan dilakukan reprosesing bahan bakar saat reaktor beroperasi (on line), sehingga memungkinkan dilakukan ekstraksi produk fisi untuk memperbaiki reaktifitas reaktor sekaligus penambahan material fisil secara on line hanya sesuai kebutuhan. 80

6). memungkinkan pengaturan komposisi bahan bakar fisil dan fertil secara optimum untuk pembiakan. Teknologi reaktor berbahan bakar padat dewasa ini hanya dapat mencapai burn up 100 GWD/ton. Nilai burn up setinggi ini dapat dicapai oleh desain reaktor pembiak cepat (Fast Breder Reactor = FBR). Secara perhitungan neutronik, desain FBR dapat mencapai burn up lebih tinggi tetapi persyaratan integritas bahan bakar padat tidak memungkinkan untuk melampaui nilai diatas 100 GWD/ton. Disamping itu akumulasi produk fisi serta deplesi bahan bakar fertil menurunkan kemampuan pembiakan. Pada desain MSR masalah integritas bahan bakar tidak menjadi kendala untuk mencapai burn up tinggi karena bahan bakar berbentuk cair, produk fisi dapat diekstrak secara kontinu dan material fertil dapat ditambahkan juga secara kontinu. 2. Variasi desain MSR Berbagai variasi desain MSR antara lain : - MSR (Molten Salt Reactor) standar - PCMSR (Passive Compact Molten Salt Reactor) 3. MSR (Molten Salt Reactor) standar Desain MSR standard dapat dilihat pada Gambar 32.

Gambar 32. Diagram Skenatik Desain MSR [71] 71

Grimes, W. R., 1970, Molten Salt Reactor Chemistry, Nucl. Appl. Technol., 8, 137–155. 81

Desain teras MSR tersusun dari blok-blok grafit moderator berbentuk heksagonal dengan saluran tengah untuk aliran garam bahan bakar. Garam bahan bakar dialirkan dari bawah teras ke atas. Reaksi fisi nuklir menyebabkan pembangkitan panas pada bahan bakar sehingga suhunya naik. Garam bahan bakar selanjutnya dialirkan ke sebuah alat penukar panas antara untuk mentransfer panas yang dibangkitkan di teras ke sistem garam sekunder yang tidak mengandung bahan bakar. Karena pada alat penukar panas tidak terdapat moderator, maka alat penukar panas tidak dapat mencapai kondisi kritis sehingga reaksi fisi berkesinambungan sebagaimana yang terjadi pada teras reaktor tidak terjadi pada alat penukar panas. 4. PCMSR (Passive Compact Molten Salt Reactor) Desain MSR standar memiliki kelemahan, yaitu adanya bahan bakar yang berada di luar teras reaktor. Hal ini karena bahan bakar juga harus mengisi alat penukar panas perantara (intermediate heat exchanger) dan pipa-pipa di luar teras reaktor, padahal bahan bakar di luar teras reaktor tidak berperan dalam menghaslkan kondisi kritis untuk mencapai reaksi nuklir berkelanjutan. Dari aspek keselamatan, hal ini menambah material radioaktif yang harus ditangani dibandingkan dengan jika semua bahan bakar berada dalam teras reaktor. Desain sistem pemipaan di luar teras reaktor juga memungkinkan terlepasnya bahan bakar jika pipa-pipa tersebut pecah. Desain PCMSR dimaksudkan untuk mengurangi inventori bahan bakar dengan menjadikan semua bahan bakar berperan dalam membentuk kekritisan reaktor. Pada PCMSR, alat penukar panas perantara di dalam bejana reaktor. Semua komponen dalam teras reaktor yaitu moderator dan alat penukar panas perantara terbuat dari grafit. Desain ini diharapkan memberikan beberapa keuntungan yaitu : 1). tidak ada kontak langsung antara komponen logam dan bahan bakar sehingga suhu operasi reaktor dapat ditingkatkan, 2). tidak ada sirkulasi bahan bakar di luar bejana reaktor, sehingga integritas bahan bakar lebih terjamin, 3). bahan bakar pada alat penukar panas perantara yang masih di dalam bejana reaktor akan berkontribusi kepada kritikalitas reaktor sehingga mengurangi fuel inventory. PCMSR adalah reaktor integral yang terdiri dari tiga daerah (zona), yaitu : - teras (core), yaitu daerah yang dioptimasikan untuk reaksi fisi nuklir - blanket, yang dioptimasikan untuk reaksi pembiakan - alat penukar kalor antara. Konsep zonasi PCMSR dapat dilihat pada Gambar 33. Elemen bahan bakar pada teras dan blanket serta elemen kendali PCMSR berupa blok grafit berbentuk heksagonal memanjang dengan lebar 20 cm. Pada bagian tengah blok terdapat lubang (saluran) silinder memanjang. Diameter saluran pada elemen bahan bakar teras adalah 5 cm, pada elemen bahan bakar blanket adalah 9 cm sedangkan pada elemen kendali adalah 7 cm. Pada elemen bahan bakar teras dan blanket, saluran ini akan diisi oleh garam bahan bakar sedangkan pada elemen kendali, saluran ini dibiarkan kosong untuk melewatkan batang kendali pada saat shutdown. Diagram skematik elemen bahan bakar dan elemen kendali pada PCMSR dapat dilihat pada Gambar 34. Alat penukar kalor berupa pelat-pelat grafit yang diberi parit-parit (ditch) berpenampang setengah lingkaran secara paralel berselingan pada kedua sisinya. Pelatpelat tersebut digabungkan secara pirolisis membentuk blok dan parit-parit membentuk saluran paralel. Sederetan saluran difungsikan sebagai saluran bahan bakar sedangkan deretan sebelahnya difungsikan sebagai saluran pendingin sekunder. Pendingin sekunder berupa campuran 75 % 7LiF dan 25 % BeF2 tanpa bahan bakar. 82

A KETERANGAN ZONA : = Zona teras = Zona blanket

B

= Zona alat penukar kalor antara = Zona kendali (shutdown) = Zona reflektor

C PENAMPANG LONGITUDINAL

PENAMPANG MELINTANG A DAN C

PENAMPANG MELINTANG B

Gambar 33. Diagram skematik zonasi pada desain reaktor PCMSR

Saluran Konsentris Bahan Bakar

Moderator Grafit

10 cm

Gambar 34. Elemen bahan bakar dan elemen kendali PCMSR 83

5. Sistem turbin untuk PCMSR Penggunaan bagan bakar berbebtuk garam lebur menyebabkan reaktor nuklir PCMSR dapat dioperasikan pada suhu tinggi dengan tekanan rendah. PCMSR dapat dioperasikan dengan suhu keluaran hingga 1150 °C pada tekanan 1 atm. Karena bertekanan rendah, maka garam bahanbakar hanya dapat berfungsi sebagai medium pembawa kalor dan bukan sebagai medium fluida kerja. Untuk memberikan penghalang bagi pelepasan material radioaktif bahan bakar, garam bahan bakar tidak secara langsung dialirkan ke alat penukar kalor fluida kerja. Garam bahan bakar mentransferkan kalornya pada alat penukar kalor antara. Pada alat penukar kalor antara, garam bahan bakar mentransferkan kalornya kepada garam pendingin yang berupa garam flibe (LiF-BeF2). Garam pendingin ini tidak mengandung bahan bakar nuklir sehingga tidak bersifat radioaktif. Garam pendingin selanjutnya mentransferkan kalor kepada fluida kerja melalui alat penukar kalor yang berfungsi sebagai pemanas (heater) fluida kerja. Karena PCMSR mampu menghasilkan kalor pada suhu tinggi, maka sistem konversi yang digunakan bukan berupa sistem turbin uap dengan fluida cairan yang menggunakan siklus Rankine seperti pada kebanyakan reaktor nuklir sekarang. PCMSR menggunakan sistem konversi dengan mesin turbin gas dengan fluida kerja gas helium berdasarkan siklus Brayton. Gambar 35 menunjukkan diagram PCMSR dengan sistem konversi berupa mesin turbin gas dengan siklus Brayton tertutup sederhana (Simple Closed Brayton Cycle). Dalam hal ini gas helium bertekanan tinggi dipanasi garam pendingin. Gas helium selanjutnya diekspansikan dalam turbin sehingga tekanannya turun. Energi gas helium dikonversi menjadi energi mekanik putaran turbin. Gas helium keluaran turbin yang bertekanan rendah selanjutnya didinginkan. Selanjutnya gas helium dikompresi oleh kompresor. Untuk kompresi ini, diperlukan energi mekanik. Selisih energi mekanik keluaran turbin dengan energi mekanik kompresor merupakan energi mekanik netto keluaran sistem konversi. Energi mekanik netto ini selanjutnya digunakan untuk menggerakkan generator untuk membangkitkan energi keluaran berupa energi listrik. Energi kalor yang diambil pada saat pendinginan gas helium setelah keluar turbin merupakan energi kalor yang dibuang oleh sistem konversi. Efisiensi konversi didefinisikan sebagai rasio antara energi listrik yang dihasilkan oleh turbin terhadap energi kalor masukan sistem konversi, yaitu energi kalor yang dibangkitkan oleh reaktor. Untuk suhu operasi PCMSR, sistem ini mampu menghasilkan efisiensi konversi hingga 40 %.

4 2

1

5

3

7

6

8

9 10

KETERANGAN 1 Reaktor PCMSR 2 Zona HE PCMSR 3 Pompa garam sekunder 4 HE heater (garam – helium) 5 Turbin 6 HE cooler (helium –air) 7 Kompresor 8 Generator listrik 9 Pompa air pendingin 10 Pelesap kalor (heat sink) HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor) : : :

Aliran garam sekunder Aliran helium Aliran air pendingin

Gambar 35. Reaktor PCMSR dengan siklus Brayton tertutup sederhana 84

Untuk memperoleh efisiensi konvesi yang cukup tinggi, aplikasi siklus Brayton tertutup sederhana membutuhkan perbandingan tekanan yang tinggi. Untuk menghindari perbandingan tekanan yang tinggin dan tetap dapat memperoleh efisiensi konversi cukup tinggi, digunakan siklus Brayton regeneratif. Untuk nilai suhu gas masuk turbin yang ditetapkan konstan, maka jika perbandingan tekanan semakin rendah, suhu gas keluar turbin semakin tinggi. Karena suhu gas keluar turbin semakin tinggi, maka gas keluaranturbin dapat digunakan untuk memanasi gas keluaran kompresor dengan menggunakan suatu alat penukar kalor yang disebut regenerator. Siklus semacam ini disebut sebagai siklus Brayton regeneratif. Pemanasan gas keluar kompresor akan secara relatif mengurangi kebutuhan pemanasan gas oleh sumber kalor. Dengan demikian, efisiensi konversi menjadi meningkat tanpa memerlukan perbandingan tekanan terlalu tinggi. Gambar 36 menunjukkan diagram reaktor PCMSR yang menggunakan sistem konversi turbin gas dengan siklus Brayton regeneratif tertutup satu tingkat (Single Stage Regenerative Closed Brayton Cycle). Untuk suhu operasi PCMSR, sistem ini mampu menghasilkan efisiensi konversi sebesar sekitar 45 %.

4 2

1

5

7

3

: : :

11 Aliran garam sekunder Aliran helium Aliran air pendingin

6

8

9

KETERANGAN 1 Reaktor PCMSR 2 Zona HE PCMSR 3 Pompa garam sekunder 4 HE heater (garam – helium) 5 Turbin 6 HE cooler (helium –air) 7 Kompresor 8 Generator listrik 9 Pompa air pendingin 10 Pelesap kalor (heat sink) 11 HE regenerator (heliumhelium) HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor)

10

Gambar 36. Reaktor PCMSR dengan siklus Brayton regeneratif tertutup satu tingkat Efisiensi dapat ditingkatkan lebih lanjut dengan menggunakan sistem pemanasan dan pendinginan bertingkat (Multi Stage Regenerative Closed Brayton Cycle). Dalam hal ini pemanasan dilakukan berturutan dan bergantian dengan ekspansi dan demikian juga pendinginan dilakukan berturutan dan bergantian dengan kompresi. Jumlah tingkat pemanasan dan pendinginan boleh sama atau berbeda. Pemanasan dan ekspansi bertingkat ini akan mendekati proses pemanasan isotermal. Demikian juga pendinginan dan kompresi bertingkat akan mendekati proses pendinginan isotermal. Siklus Brayton regeneratif bertingkat semacam ini akan mendekati siklus Ericsson di mana pemanasan dan pendinginan dilakukan secara isotermal. Mesin termal dengan pemanasan dan pendinginan isotermal akan serupa dengan mesin termal dengan siklus ideal, yaitu siklus Carnot. Siklus Carnot akan mampu mencapai efisiensi teoritis maksimal untuk rentang suhu operasi (suhu pemanasan dan suhu pendinginan tertentu). Gambar 37, Gambar 38 dan Gambar 39 menunjukkan diagram PCMSR yang menggunakan sistem konversi turbin gas siklus Brayton tertutup regereratif bertingkat. Masing-masing untuk 2 tingkat, 3 tingkat dan 4 tingkat. Secara teoritis efisiensi akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya tingkat. Akan tetapi penambahan tingkat lebih dari 4 tidak memberikan perbaikan efisiensi secara signifikan. Untuk suhu operasi 85

PCMSR, sistem turbin gas tertutup regereratif 4 tingkat mampu mencapai efisiensi konversi sebesar 57 %. 4a

4b

2

1

5b

3 : : :

7b

5a

7a

6b

11

8

6a

9

Aliran garam sekunder Aliran helium Aliran air pendingin 10

1 2 3 4a 4b 5a 5b

KETERANGAN Reaktor PCMSR 6a HE cooler tingkat 1 (helium –air) Zona HE PCMSR 6b HE cooler tingkat 2 (helium – air) Pompa garam sekunder 7a Kompresor tingkat 1 HE heater tingkat 1 (garam – helium) 7b Kompresor tingkat 2 HE heater tingkat 2 (garam – helium) 8 Generator listrik Turbin tingkat 1 9 Pompa air pendingin Turbin tingkat 2 10 Pelesap kalor (heat sink) 11 HE regenerator (helium- helium) HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor)

Gambar 37. Reaktor PCMSR dengan siklus Brayton regeneratif tertutup dua tingkat

4a

4c 4b 2

1

5c

5b

3 : : :

5a

7c

11

7a

7b

6c

6b

8

6a

9

Aliran garam sekunder Aliran helium Aliran air pendingin 10

1 2 3 4a 4b 4c 5a 5b 5c

KETERANGAN Reaktor PCMSR 6a HE cooler tingkat 1 (helium –air) Zona HE PCMSR 6b HE cooler tingkat 2 (helium – air) Pompa garam sekunder 6c HE cooler tingkat 3 (helium – air) HE heater tingkat 1 (garam – helium) 7a Kompresor tingkat 1 HE heater tingkat 2 (garam – helium) 7b Kompresor tingkat 2 HE heater tingkat 3 (garam – helium) 7c Kompresor tingkat 3 Turbin tingkat 1 8 Generator listrik Turbin tingkat 2 9 Pompa air pendingin Turbin tingkat 3 10 Pelesap kalor (heat sink) 11 HE regenerator (helium- helium) HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor)

Gambar 38. Reaktor PCMSR dengan siklus Brayton regeneratif tertutup tiga tingkat 86

4a

4d 4b

4c 2

1

5d

5c

3

5b

5a

7d

9

6d

7c

7a

7b

6b

6c

8

6a

10

: Aliran garam sekunder : Aliran helium : Aliran air pendingin 11

1 2 3 4a 4b 4c 4d 5a 5b 5c 5d

KETERANGAN Reaktor PCMSR 6a HE cooler tingkat 1 (helium –air) Zona HE PCMSR 6b HE cooler tingkat 2 (helium – air) Pompa garam sekunder 6c HE cooler tingkat 3 (helium – air) HE heater tingkat 1 (garam – helium) 6d HE cooler tingkat 4 (helium – air) HE heater tingkat 2 (garam – helium) 7a Kompresor tingkat 1 HE heater tingkat 3 (garam – helium) 7b Kompresor tingkat 2 HE heater tingkat 4 (garam – helium) 7c Kompresor tingkat 3 Turbin tingkat 1 7d Kompresor tingkat 4 Turbin tingkat 2 8 Generator listrik Turbin tingkat 3 9 HE regenerator (helium- helium) Turbin tingkat 4 10 Pompa air pendingin 11 Pelesap kalor (heat sink) HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor)

Gambar 39. Reaktor PCMSR dengan siklus Brayton regeneratif tertutup empat tingkat E. BERBAGAI KEMUNGKINAN APLIKASI KOGENERASI UNTUK PCMSR Karena PCMSR merupakan reaktor maju bersuhu tinggi, maka PCMSR dapat diaplikasikan untuk berbagai jenis kogenersi baik untuk proses termal bersuhu rendah, proses termal bersuhu menengah maupun proses termal bersuhu tinggi. Aplikasi kogenerasi PCMSR untuk proses termal suhu rendah dapat dilakukan dengan memanfaatkan kalor buangan tanpa mempengaruhi kinerja (performance) dari sistem konversi energi (sistem turbin). Pada aplikasi kogenerasi nuklir suhu menengah, bagian suhu tinggi dari sistem konversi energi PCMSR, yaitu pemanas helium dan turbin tidak mengalami perubahan konfigurasi. Hanya bagian suhu rendah, yang meliputi sistem kompresor, regenerator dan sistem penbuangan kalor (pendingin helium) harus dimodifikasi untuk mendapatkan kalor buangan pada suhu yang lebih tinggi, sesuai dengan keperluan proses kogenerasi suhu medium. Modifikasi ini akan menurunkan efisiensi termal sistem konversi energi, akan tetapi menghasilkan energi kalor dengan potensi lebih tinggi bagi proses kogenerasi. Untuk aplikasi suhu kogenerasi suhu tinggi, PCMSR harus mampu menghasilkan energi kalor pada suhu tinggi. Hal ini hanya dapat dicapai jika pengambilan kalor untuk proses kogenerasi dilakukan pada bagian suhu tertinggi, yaitu langsung dari sistem pendingin reaktor nuklir. Untuk itu, sistem kogenerasi dan sistem konversi energi diposisikan paralel (paralel cogeneration system), yaitu sama-sama mengambil kalor dari sistem pendingin reaktor.

87

BAB VI. SISTEM KOGENERASI NUKLIR UNTUK PROSES TERMAL SUHU RENDAH Dalam tulisan ini, proses termal suhu rendah adalah semua proses termal yang memerlukan suplai energi berupa kalor pada suhu kurang dari 150 °C. Berbagai contoh proses termal yang dapat diterapkan sebagai sistem kogenerasi nuklir suhu rendah diantaranya adalah proses pemanasan ruang untuk berbagai keperluan, proses pengeringan berbagai jenis bahan, proses sterilisasi berbagai jenis bahan yang menggunakan energi termal, proses desalinasi serta proses-proses yang berkaitan dengan refrigerasi atau pompa kalor dengan menggunakan sistem absorpsi. A. KOGENERASI NUKLIR SUHU RENDAH UNTUK DESALINASI AIR LAUT 1. Latar belakang pemikiran Salah satu kebutuhan vital manusia adalah air bersih. Air bersih diperlukan oleh manusia untuk berbagai keperluan seperti untuk air minum, kebutuhan sehari-hari lainnya (mandi, mencuci), untuk sanitasi dan untuk berbagai jenis kebutuhan industri. Pada masa depan, air bersih juga diperlukan sebagai bahan baku untuk produksi hydrogen. Air bersih tidak lain adalah air tawar dengan campuran berbagai zat yang berjumlah sangat sedikit yaitu di bawah ambang batas persyaratan untuk dapat dikategorikan sebagai air bersih. Lebih dari 99 % air di permukaan bumi dalam bentuk air asin (yaitu air laut). Terdapat berbagai sumber air di daratan dalam bentuk danau, sungai, mata air, air tanah, danau bawah tanah dan sungai bawah tanah. Akan tetapi pada masa sekarang sumbersumber air tawar ini semakin tercemari oleh berbagai limbah aktifitas manusia. Kerusakan komponen-komponen ekosistem penopang sistem tata air alam (misalnya hutan-hutan di daerah tangkapan air) semakin mengurangi kualitas dan kuantitas tata air tawar daratan. Dalam hal ini keberadaan air menjadi sulit untuk dimanfaatkan (kekeringan pada musim kemarau dan banjir pada musim hujan). Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan ragam aktifitas manusia serta tuntutan untuk hidup lebih baik, kebutuhan terhadap air bersih juga semakin meningkat. Peningkatan kebutuhan ini di satu sisi dan penurunan kualitas sistem tata air tawar di sisi lain akan menyebabkan terjadinya kelangkaan air bersih. Pada tahun 2025, diperkirakan dua per tiga penduduk dunia akan mengalami kekurangan air bersih, khususnya di Afrika, Amerika Latin dan Asia Selatan dan Asia Tenggara [72]. Dengan melimpahnya air laut sebagai air bergaram (asin) maka sistem desalinasi merupakan jawaban bagi problema kekurangan air bersih tersebut. Teknologi desalinasi telah digunakan sejak tahun 1950-an oleh negara-negara di kawasan Timur-Tengah untuk memenuhi kebutuhan air bersih [73]. Sejak tahun 1990-an penyediaan air bersih dengan teknologi desalinasi telah umum digunakan [74]. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar, akan tetapi masih ada beberapa tempat yang kekurangan air bersih. Dengan demikian teknologi desalinasi air laut perlu dikembangkan di Indonesia. 72

International atomic Energy Agency. Nuclear Desalination. Diakses dari http://www.freerepublic.com/focus/news/660315/posts, 27 Mei 2009. 73 International Water Resources Association, Water International, Volume 25, Nomor 1, Halaman 54-65, Maret 2000. 74 International atomic Energy Agency. Nuclear Desalination. Diakses dari http://www.freerepublic.com/focus/news/660315/posts, 27 Mei 2009. 88

Jumlah unit desalinasi meningkat sejak tahun 1965 dan sekarang telah mencapai kapasitas sekitar 36 milyar m3 air besih / hari [75]. Gambar 40 menunjukkan perkembangan kapasitas desalinasi air laut di seluruh dunia.

Gambar 40. Kapasitas total instalasi desalinasi di seluruh dunia [76] Tergantung dari proses yang digunakan, system desalinasi air laut merupakan masukan energi dalam bentuk energi kalor atau energi listrik. Dewasa ini sebagian besar energi yang diperlukan untuk proses desalinasi masih berasal dari penggunaan sumber daya energi konvensional. Peningkatan kapasitas desalinasi dengan masih menggunakan sumber daya energi konvensional tentu saja akan menimbulkan masalah serius lain, yaitu peningkatan emisi gas rumah kaca. Untuk itu, peningkatan kapasitas sistem desalinasi dunia ini harus disinergikan dengan penggunaan sumber daya energi alternatif yaitu sumber daya energi nuklir atau sumber daya energi terbarukan. Untuk pengembangan sistem desalinasi berkapasitas besar, penggunaan sistem energi nuklir (sistem kogenerasi nuklir) merupakan hal yang sangat menjanjikan. 2. Berbagai jenis proses desalinasi Berdasarkan metode yang digunakan, proses desalinasi dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu proses desalinasi yang berdasarkan pada proses distilasi, proses membran dan proses lainnya. Gambar 41 menunjukkan klasifikasi berbagai jenis proses desalinasi 75

Tecdoc. IAEA No.1561, Economics of Nuclear Desalination: New Developments and Site Specific Studies, Juli 2007. 76 Tecdoc. IAEA No.1561, Economics of Nuclear Desalination: New Developments and Site Specific Studies, Juli 2007. 89

PROSES DESALINASI

MEMBRAN

DISTILASI

Vapor Compression (VC)

Reverse Osmosis (RO)

Elektrodialisis (ED)

Tipe Lain

Freezing

Multi Effect Distillation (MED)

Pertukaran Ion

Multi Stage Flash (MSF)

Solar Humidification

MSF Satu Arah

Brine Resirculating MSF

Gambar 41. Klasifikasi Proses Desalinasi [77] 3. Proses Desalinasi dengan Metode MSF (Multi Stage Flash) Proses desalinasi dengan metode flash pada dasarnya adalah memanasi umpan air laut (air bergaram lainnya) pada tekanan tertentu tetapi tidak sampai mendidih. Air umpan yang telah dipanasi ini selanjutnya diekspansikan secara isentalpik (flash) ke suatu bejana yang bertekanan lebih rendah. Akibat ekspansi isentalpik ini, sebagian air umpan menguap. Karena ion-ion garam memiliki volatilitas yang jauh lebih rendah daripada molekul air, maka uap yang terbentuk tidak lain merupakan uap air murni. Sisa cairan yang tidak menguap merupakan larutan dengan kandungan garam yang lebih tinggi yang disebut “brine”. Uap air selanjutnya diembunkan dengan suatu proses pendinginan sehingga terbentuk produk air tawar. Pada sistem MSF, proses ekspansi isentalpik ini diulang hingga beberapa tingkat. Dalam hal ini, “brine” yang terbentuk pada tingkat pertama diekspansikan lagi pada bejana kedua yang bertekanan lebih rendah. Terbentuklah uap air dan “brine” dengan konsentrasi lebih tinggi. Uap air diembunkan sedangkan “brine” diekspansikan lagi pada bejana berikutnya. Demikian seterusnya sehingga suhu dan tekanan mencapai nilai cukup rendah secara minimal yang masih memungkinkan terjadinya transfer kalor secara efektif untuk pengembunan uap air. Untuk meningkatkan penggunaan energi, dilakukan pemanasan awan umpan secara bertahap. Pemanasan ini dilakukan sekaligus merupakan proses pengembunan uap untuk masing-masing tahap. Selanjutnya air umpan dipanasi dengan suatu sumber panas sebelum diekspansikan pada tahap pertama. 77

Tecdoc. IAEA No.1561, Economics of Nuclear Desalination: New Developments and Site Specific Studies, Juli 2007.

90

Gambar 42 menunjukkan diagram yang disederhanakan dari suatu proses desalinasi MSF standar (“once through”). Pada Gambar ini, medium pemanas berupa uap yang mengembun.

Gambar 42. Desalinasi tipe MSF “once through” [78] Untuk semakinn meningkatkan penggunaan energi, sebagian “brine” dicampur dengan umpan air laut dan diresirkulasikan. Sistem MSF semacam ini disebut sebagai sistem MSF dengan resirkulasi ”brine”. Diagram sistem desalinasi MSF dengan resirkulasi ”brine” dapat dilihat pada Gambar 43.

Gambar 43. Desalinasi tipe MSF “brine recirculating” [79] 78 79

www.sidem-desalination.com/en/pr...ess/MSF/ www.sidem-desalination.com/en/pr...ess/MSF/ 91

4. Proses Desalinasi dengan Metode MED (Multi Effect Distiliation) Proses desalinasi MED mirip dengan proses desalinasi MSF, yaitu menggunakan metode pemisahan berdasarkan proses penguapan. Kedua proses desalinasi ini juga memiliki kemiripan dalam hal penggunaan energi pemula dalam bentuk kalor. Perbedaan MED dengan MSF adalam dalam cara penguapannya. Pada MSF, umpan atau ”brine” dipanaskan tidak sampai mendidih. Penguapan terjadi setelah umpan atau ”brine” mengalami ”flash” (ekspansi isentalpik). Pada MED, umpan atau ”brine” dipanaskan sampai mendidih. Seperti pada MSF, MED juga bertingkat sesuai dengan tekanan operasinya. Masing-masing tingkat dalam MED disebut efek. Efek pertama (tingkat pertama) bertekanan paling tinggi. Tingkat berikutnya bertekanan lebih rendah daripada tingkat sebelumnya. Sumber panas memanasi umpan atau ”brine” pada efek pertama sehingga terjadi pendidihan. Uap yang terbentuk tidak lain adalah uap air tawar sedangkan sisa cairan berupa “brine” yang lebih pekat (berkandungan garam lebih tinggi). Uap yang terbentuk pada efek pertama diembunkan. Kalor pengembunan uap efek pertama digunakan untuk mendidihkan umpan atau “brine” pada efek kedua. Demikian seterusnya untuk efek lebih lanjut. Terdapat berbagai variasi sistem MED berdasarkan cara pemberian panas maupun sistem pengumpanan. Dalam sistem pengumpanan terdapat MED dengan sistem umpan seri, paralel atau kombinasi. Pada MED dengan sistem umpan seri, air laut diumpankan pada efek terakhir. Sebagian ”brine” yang terbentuk dibuang untuk mendapatkan perimbangan kalor. Sebagian ”brine” diumpankan pada efek sebelumnya. Demikian seterusnya. Gambar 44 menunjukkan diagram sistem desalinasi MED dengan sistem umpan seri dengan medium pemanas berupa uap yang mengembun. Karena uap mengembun pada suhu konstan, maka pemberian kalor hanya diberikan pada efek pertama. Efek berikutnya menggunakan kalor dari efek sebelumnya secara regeneratif.

Gambar 44. Desalinasi tipe MED dengan pemanas uap yang mengembun, aliran umpan seri [80] Jika fluida pemanas merupakan fluida satu fasa, misalnya gas atau cairan yang mendingin, maka pemberian kalor tidak bisa dilakukan pada suhu konstant. Untuk itu, disamping penggunaan kalor antar efek secara regeneratif, maka sistem MED dalam hal ini 80

Per F Peterson, Haihua Zhao, 2006, Advanced Multiple Desalination Prosesses For Nuclear Cogeneration, . American Nuclear Society Winter Meeting Albuquerque, NM 92

disempurnakan dengan mengaplikasikan pemanas tambahan pada semua efek untuk memanfaatkan kalor dari medium pemanas. Gambar 45 menunjukkan diagram sistem desalinasi MED dengan sistem umpan seri dengan medium pemanas berupa fluida satu fasa (gas atau cair) yang mendingin.

Gambar 45. Desalinasi tipe MED dengan pemanas fluida satu fasa, aliran umpan seri [81] Di samping sistem MED dengan sistem umpan seri, terdapat juga sistem MED dengan sistem umpan paralel. Dalam hal ini semua efek diumpani dengan umpan air laut, bukan umpan dari efek berikutnya ke efek sebelumnya (forward) sebagaimana pada MED dengan sistem umpan seri. ”Brine” yang terbentuk pada suatu efek dapat diumpankan ke efek berikutnya (mundur / backward) atau ke efek sebelumnya (maju / forward). Gambar 46 menunjukan diagram sistem desalinasi MED dengan sistem umpan paralel dan aliran ”brine” mundur (backward). Sistem ini dapat menggunakan fluida pemanas berupa upa yang mengembun maupun fluida satu fasa (gas atau cair) yang mendingin.

Gambar 46. Desalinasi tipe MED dengan pemanas uap yang mengembun, aliran umpan paralel dengan aliran ”brine” mundur (backward) [82] 81

Per F Peterson, Haihua Zhao, 2006, Advanced Multiple Desalination Prosesses For Nuclear Cogeneration, . American Nuclear Society Winter Meeting Albuquerque, NM 93

5. Proses Desalinasi dengan Metode MVC (Mechanical Vapor Compression) Seperti pada proses MSF atau MED, proses MVC menggunakan proses pemisahan berdasarkan mekanisme penguapan. Jika proses MSF dan MED menggunakan pemberian energi awal berupa kalor, maka proses MVC menggunakan pemberian energi awal dalam bentuk energi mekanik. Pada dasarnya, proses MVC menggunakan pompa kalor atau refrigerator jenis kompresi uap. Diagram refrigerator atau pompa kalor jenis kompresi uap dapat dilihat pada Gambar 47. KETERNGAN : 1. Kompresor 2. Kondenser 3. Katup ekspansi 4. Evaporator 5. Motor penggerak

2

3

1

5

4

Gambar 47. Diagram refrigerator atau pompa kalor dengan sistem kompresi uap Refrigerator atau pompa kalor tipe kompresi uap terdiri dari sebuah kompresor, evaporator, katup ekspansi dan kondenser. Fluida kerja (refrigeran) dalam bentuk uap yang semula bertekanan rendah dan bersuhu rendah (lebih rendah daripada suhu udara lingkungan) dikompresi oleh kompresor sehingga suhu dan tekanannya menjadi cukup tinggi (lebih tinggi daripada suhu udara lingkungan). Uap bersuhu dan bertekanan tinggi selanjutnya dialirkan ke kondenser. Tekanan operasi kondenser diatur sehingga suhu pengembunan refrigeran lebih tinggi daripada suhu medium yang digunakan untuk pelepasan kalor. Dengan demikian kalor akan dilepaskan melalui kondenser. Refrigeran keluar dari kondenser dalam keadaan cair. Selanjutnya katup ekspansi mengekspansikan refrigeran cair secara isentalpik sehingga suhu dan tekanannya turun. Refrigeran sekarang berupa campuran cair dan uap tetapi fraksi massa cairannya lebih tinggi (kualitas uap rendah). Refrigeran selanjutnya dialirkan ke evaporator. Tekanan operasi evaporator diatur supaya suhu saturasi refrigeran lebih rendah daripada suhu medium yang didinginkan. Dengan demikian terjadi transfer kalor dari medium yang didinginkan ke refrigeran pada evaporator. Karena menerima kalor, kualitas uap refrigeran bertambah (refrigeran mengalami pengupanan). Refrigeran keluar evaporator dalam keadaan uap bertekanan dan bersuhu rendah. Demikian seterusnya uap keluar evaporator selanjutnya dikompresi oleh kompresor dan kembali ke siklus semula. Pada sistem desalinasi dengan metoda MVC, kondenser dari pompa kalor atau refrigerator akan digunakan untuk menguapkan umpan air laut atau ”brine”. Sisa pengupan berupa ”brine” dengan kandungan garam yang lebih tinggi. Uap yang terbentuk kemudian diembunkan pada evaporator dari refrigerator atau pompa kalor. Pemanasan umpan regeneratif menggunakan produk ”brine” atau produk air tawar diperlukan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi. Gambar 48 menunjukkan diagram sistem desalinasi MVC dengan siklus tidak langsung (indirect cycle). Dalam hal ini, fluida refrigeran bukan merupakan fluida yang sedang diproses (umpan air laut atau umpan ”brine”, uap hasil desalinasi maupun produk ”brine). Sistem ini memerlukan 4 alat penukar kalor, yaitu kondenser refrigeran (untuk 82

Sea Water Trreatment By MED Desalination, www.water-kingdom.com/MED-Desalination.html 94

menguapkan air umpan), evaporator refrigeran (untuk mengembunkan destilat) serta pendingin produk destilat dan pendingin ”brine” yang keduanya sekaligus berfungsi sebagai pemanas umpan. KETERNGAN : 1. Kompresor 2. Kondenser 3. Katup ekspansi 4. Evaporator 5. Motor penggerak 6. Pendingin destilat 7. Penampung destilat 8. Pendingin brine 9. Penampung brine 10. Filter 11. Pompa umpan

2

1

3

4

7

6

9

8 Umpan air laut

5

10

11

Gambar 48. Desalinasi air laut dengan proses MVC siklus tidak langsung (indirect cycle) Desalinasi sistem kompresi uap dapat disederhanakan dengan menggunakan uap fluida proses sekaligus sebagai refrigeran (fluida kerja). Dengan demikian, kalor pengembunan uap hasil distilasi sekaligus digunakan untuk mendidihkan air umpan. Sistem ini disebut sebagai sistem desalinasi MVC siklus langsung (direct cycle). Sistem desalinasi MVC siklus langsung dapat dilihat pada Gambar 49. Sistem MVC siklus langsung menjadi lebih sederhana daripada sistem MVC siklus tidak langsung karena kondenser dan evaporator digabung menjadi satu alat penukar kalor serta tidak perlu fluida refrigeran yang berbeda dengan fluida yang diproses. KETERNGAN : 1. Kompresor 2. Kondenser evaporator 3. Motor penggerak 4. Pendingin destilat 5. Penampung destilat 6. Pendingin brine 7. Penampung brine 8. Filter 9. Pompa umpan

3

1

2

4 5

6 Umpan air laut

9

7 8

Gambar 49. Desalinasi air laut dengan proses MVC siklus langsung (direct cycle) 95

6. Proses Desalinasi dengan Metode TVC (Thermal Vapor Compression) Sistem desalinasi TVC (Thermal Vapor Compression) merupakan pengembangan dari sistem desalinasi MVC (Mechanical Vapor Compression) siklus langsung. Pada sistem MVC siklus langsung, uap dikompresi dengan menggunakan kompresor mekanik. Dengan demikian sistem MVC siklus langsung memerlukan masukan energi dalam bentuk energi mekanik atau listrik untuk menggerakkan kompresor tersebut. Sistem TVC menggunakan masukan energi dalam bentuk energi kalor. Untuk itu sistem TVC memerlukan uap pemanas yang sering disebut sebagai uap penggerak (motive steam). Uap penggerak tersebut dapat merupakan uap yang diekstraksi dari suatu turbin uap atau uap yang dibangkitkan oleh suatu pembangkit uap. Pembangkit uap yang dimaksud bisa berupa sisem pembangkit uap rekoveri kalor buangan (heat recovery steam generator = HRSG) atau pembangkit uap dengan cara lain. HRSG adalah pembangkit uap yang menggunakan kalor buangan dari suatu mesin kalor. Uap penggerak ini harus dibangkitkan pada tekanan cukup tinggi. Uap penggerak kemudian dialirkan ke suatu kompresor jet. Uap penggerak menyedot uap dari evaporator dan menghasilkan aliran uap keluaran dengan tekanan di antara tekanan uap penggerak dan tekanan uap evaporator. Aliran uap keluaran kompresor jet dibagi dua. Sejumlah uap keluaran dengan laju aliran massa yang sama dengan laju aliran massa uap penggerak diembunkan pada suatu kondenser khusus dan selanjutnya embunannya dialirkan kembali ke pembangkit uap. Sisa uap keluaran (dengan laju aliran massa yang sama dengan laju aliran massa uap keluaran evaporator) selanjutnya diembunkan pada evaporator untuk menguapkan air umpan sebagaimana pada sistem TVC. Selanjutnya produk destilat dan produk ”brine” didinginkan dengan sekaligus digunakan untuk memanaskan air umpan seperti pada proses MVC. Gambar 50 menunjukkan diagram sistem desalinasi dengan proses TVC. KETERNGAN : 1. Pembangkit uap pemanas 2. Kompresor jet uap 3. Kondenser uap pemanas 4. Pompa sirkulasi fluida pemanas 5. Evaporator 6. Pendingin destilat 7. Penampung destilat 8. Pendingin brine 9. Penampung brine 10. Filter 11. Pompa umpan

2 3 1 4 5

6

9

8 Umpan air laut

11

7

10

Gambar 50. Desalinasi air laut dengan proses TVC 96

7. Kombinasi proses TVC dengan proses desalinasi termal lainnya Proses TVC sering dikkombinasikan dengan proses termal lainnya, yaitu proses MSF atau MED. Sebagian besar proses MSF dan MED dioperasikan dalam kondisi vakum (tekanan dalam bejana kurang dari tekanan atmosfir). Sistem TVC memiliki keuntungan dalam hal kemampuan untuk menyedot uap atau gas dan menciptakan kondisi vakum. Kombinasi TVC dengan MSF atau MED akan saling memberikan keuntungan timbal balik yang pada akhirnya akan meningkatkan pendayagunaan energi masukan (berupa kalor). Dalam hal ini sistem TVC berfungsi untuk menciptakan kondisi vakum yang sesuai untuk operasi MSF atau MED. Sementara itu kondenser sistem TVC sekaligus berfungsi sebagai tingkat pertama bagi proses MSF atau sebagai efek pertama bagi proses MED. Gambar 51 menunjukkan diagram sistem desalinasi kombinasi TVC dan MSF, sedangkan Gambar 52 menunjukkan diagram sistem desalinasi kombinasi TVC dengan MED. Motive steam Steam Generator

Gambar 51. Desalinasi tipe kombinasi TVC dan MSF [83] Sea Water Discharge Steam Generator

Brine

Sea Water Feed Distillate Water

Gambar 52. Desalinasi tipe kombinasi TVC dan MED [84] 83 84

www.sidem-desalination.com/en/pr...ess/MSF/ Sea Water Treatment By MED Desalination, www.water-kingdom.com/MED-Desalination.html 97

8. Desalinasi dengan proses Reverse Osmosis (RO) Proses Reverse Osmosis (RO) termasuk proses desalinasi dengan menggunakan membran. Prinsip kerja sistem desalinasi RO merupakan kebalikan dari proses osmosis. Komponen penting dalam proses osmosis adalah membran semi permeabel. Pada membran semacam ini, jika dilewatkan suatu larutan, maka molekul-molekul pelarut yang biasanya berukuran kecil lebih mudah melewati membran. Sementara itu, molekul-molekul zat terlarut yang umumnya berukuran lebih besar daripada molekul-molekul pelarut lebih sulit mampu menembus membran. Pada proses desalinasi RO, umpan air laut dilewatkan secara paksa melalui suatu membran semi permeabel. Molekul-molekul air akan lebih mudah melewati membran sedangkan molekul-molekul garam akan lebih mudah melewati membran. Dengan demikian cairan yang berhasil menembus membran, yang disebut sebagai permeate lebih banyak mengandung molekul air, atau dengan kata lain kandungan garamnya berkurang. Sementara cairan yang tidak dapat melewati membran akan memiliki kandungan garam lebih tinggi (”brine”). Untuk memaksa umpan air laut melewati membran, diperlukan tekanan yang cukup. Dengan demikian, sistem RO memerlukan masukan energi dalam bentuk energi mekanik atau energi listrik. Energi tersebut diperlukan untuk menggerakkan pompa untuk memberikan tekanan yang cukup bagi umpan air laut untuk mampu melewati membran. Supaya membran tidak cepat rusak, terutama akibat terkena partikel-partikel padatan yang terbawa umpan air laut, maka proses RO memerlukan sistem filter yang intensif. Diperlukan pula penambahan sedikit bahan kimia untuk mengatur pH untuk menghasilkan proses pemisahan membran yang optiual. Gambar 53 menunjukkan diagram sistem desalinasi dengan proses Reverse Osmosis

Gambar 53. Desalinasi menggunakan proses RO [85] 9. Desalinasi dengan proses Electro Dialysis (ED) Proses Electro Dialysis (ED) termasuk proses desalinasi yang juga menggunakan membran seperti pada proses Reverse Osmosis (RO). Perbedaan proses RO dan proses ED adalah cara menggerakkan molekul atau ion untuk melewati membran. Proses RO menggunakan tekanan (energi mekanik) untuk memaksa molekul-molekul air melewati membran, sedangkan proses ED menggunakan beda potensial (tegangan) listrik untuk 85

www2.aream.pt/greenhotel/desalinaion.htm 98

memaksa ion-ion bergerak melewati membran penukar ion. Gambar 54 menunjukkan prinsip dasar desalinasi dengan menggunakan proses elektrodialisis.

Gambar 54. Prinsip dasar desalinasi dengan proses elektrodialisis [86] Perangkat desalinasi elektrodialisis terdiri dari beberapa sel elektrodialisis. Tiap sel terdiri dari sebuah katoda yang diberi muatan negatif dan anoda yang diberi muatan positif. Diantara katoda dan anoda ditempatkan beberapa membran penukar ion. Ada dua jenis membran penukar ion, yaitu membran penukar anion yang diberi muatan positif dan membran penukar kation yang diberi muatan negatif. Kedua jenis membran ini diletakkan secara berselingan. Gambar 55 menunjukkan diagram sel elektrodialisis.

Gambar 55. Diagram sel elektrodialisis

[87]

Susunan elektroda dan membrane penukar ion akanmembentuk kompartemen sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 55. Aliran fluida melalui kompartemen terbagi menurut posisi kompartemen, yaitu aliran E, aliran D dan aliran C. Aliran E adalah aliran fluida yang bersebelahan langsung dengan elektroda. Aliran C dan aliran D berselingan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 55 [88]. Electrodialysis – Wikipedia, free encyclopedia Electrodialysis – Wikipedia, free encyclopedia 88 Electrodialysis – Wikipedia, free encyclopedia 86 87

99

Air laut umpan dimasukkan ke sisi masukan sel elektrodialisis sebagai aliran C dan aliran D.Aliran E dapat merupakan aliran yang sama dengan umpan air laut atau larutan garam lain yang terpisah, misalnya larutan garam natrium sulfat (Na2SO4). Aliran E mengandung ion-ion garam. Jika larutan E sama dengan air umpan, maka akan terdapat ion-ion Na+ dan Cl-. Jika larutan E merupakan larutan garam natrium sulfat, maka akan terdapat ion-ion Na+ dan SO42-. Larutan C dan D pada sisi masukan jiga mengandung ionion garam terutama ion-ion Na+ dan Cl- [89]. Ion-ion negatif (anion) dapat melewati membran penukar anion tetapi tidak dapat melewati membran penukar kation. Demikian juga ion-ion positif (kation) dapat melewati membran penukar kation tetapi tidak dapat melewati membran penukar anion. Beda potensial listrik antara anoda dan katoda menyebabkan ion-ion positif (kation) akan bergerak ke arah elektrode negatif (katoda) sedangkan ion-ion negatif (anion) akan bergerak ke arah elektrode positif (anoda). Dalam pergerakannya, ion-ion positif (kation) dapat melewati membran penukar kation tetapi tertahan oleh membran penukar anion. Demikian juga dalam pergerakannya, ion-ion negatif (anion) dapat melewati membran penukan anion tetapi tertahan oleh membran penukar kation [90]. Akibatnya, ketika fluida (umpan air laut) bergerak sepanjang kompartemen pada sel elektrodialisis, ion-ion pada aliran D akan semakin berkurang sedangkan ion-ion pada aliran C akan semakin bertambah. Aliran D menjadi semakin berkurang kadar garamnya (semakin encer) sedangkan aliran C menjadi semakin bertambah kadar garamnya (menjadi ”brine”). Ion-ion positif pada aliran E dekat katode akan bergerak ke arah katode. Ion-ion ini harus dinetralkan oleh katode. Reaksi penetralan oleh katode adalah dimulai dari reaksi disosiasi air sebagai berikut [91] : 2e- + 2 H2O → H2 (g) + 2 OHIon OH- selanjutnya menetralkan ion-ion Na+. Dengan demikian, aliran E pada katode menjadi bersifat basa. Ion-ion negatif pada aliran E dekat anode juga harus dinetralkan oleh anode. Reaksi penetralan tersebut dimulai dari reaksi disosiasi air sebagai berikut [92]: H2O → 2 H+ + ½ O2 (g) + 2e- or 2 Cl- → Cl2 (g) + 2eIon-ion H+ selanjutnya menetralkan anion. Dengan demikian aliran E dekat anoda menjadi bersifat asam. Setelah keluar dari sel elektrodialisis, aliran E katoda dan aliran E anoda dicampur sehingga terjadi netralisasi asam dan basa dan selanjutnya diresirkulasikan kembali sebagai aliran E masukan. Dalam proses ini terbentuk sedikit H2 pada katoda dan sedikit O2 pada katoda. Hidrogen dan oksigen ini, dengan jumlah sedikit, dapat dibuang ke lingkungan atau dianggap sebagai produk samping. Diperlukan penambahan air (make up water) untuk mempertahankan jumlah air pada aliran E. Proses Elektro Dialisis memerlukan energi masukan berupa listrik untuk mempertahankan beda potensial antara katoda dan anoda. 10. Sistem desalinasi nano filtrasi Sistem desalinasi nano filtrasi termasuk dalam kelompok sistem desalinasi dengan menggunakan membran (filter). Sistem ini menggunakan filter nano yang mampu menahan Electrodialysis – Wikipedia, free encyclopedia Electrodialysis – Wikipedia, free encyclopedia 91 Electrodialysis – Wikipedia, free encyclopedia 92 Electrodialysis – Wikipedia, free encyclopedia 89 90

100

molekul-molekul yang memiliki ukuran lebih besar daripada ukuran molekul pelarut (dalam hal ini molekul air) [93]. Sistem desalinasi ini beroperasi mirip dengan sistem desalinasi reverse osmosis. Air laut umpan diberi tekanan untuk dipaksa mengalir melalui filter nano. Ion-ion garam yang memiliki ukuran lebih besar daripada molekul air akan tertahan oleh filter. Dengan demikian cairan yang berhasil melewati filter berupa air tawar. Sistem desalinasi nano filtrasi biasanya tidak hanya menggunakan satu jenis filter tetapi menggunakan beberapa jenis filter secara bertahap. Tahap pertama dengan menggunakan filter nano untuk menahan molekul atau ion ukuran “besar”. Kemudian tahap berikutnya menggunakan filter nano untuk menahan molekul atau ion dengan ukuran yang lebih “kecil”. 11. Desalinasi dengan Pembekuan Vakum (Vacuum Freezing Desalination = VFD) Proses desalinasi dengan pembekuan vakum didasarkan pada fakta bahwa zat-zat terlarut dalam air akan menurunkan titik beku larutan. Demikian juga, hal ini terjadi pada air garam (air laut). Jika air laut dibekukan, maka akan terbentuk es dalam bentuk kristalkristal es. Kristal-kristal es yang terbentuk pertama (pada saat suhu mencapai suhu pembekuan air) akan terdiri dari air murni. Jika efek ketidakpastian suhu diperhitungkan, maka kristal es yang terbentuk akan mengandung lebih sedikit garam dibandingkan umpan air laut. Sedangkan sisa air laut yang belum membeku akan mengandung lebih banyak garam (menjadi ”brine”). Gambar 56 menunjukkan diagram sistem desalinasi dengan pembekuan vakum (VFD).

Gambar 56. Desalinasi dengan Pembekuan Vakum (Vacuum Freezing Desalination = VFD) [94] Sistem desalinasi VFD terdiri dari dua bejana, yaitu bejana vakum (vacuum chamber) dan bejana pencuci pencair (washer melter chamber). Umpan air laut disemprotkan (spray) dalam bejana vakum. Untuk mempertahankan kondisi vakum, bejana vakum dilengkapi dengan sistem penyedot. Sistem ini dapat menggunakan kompresor mekanik atau kompresor jet. Kompresor jet dapat menggunakan sistem pengerakan fluida secara mekanik (sebagaimana pada sistem eduktor vakum) atau menggunakan uap (sebagaimana pada steam jet ejector). 93 94

www.lbwater.org/pdf/desal_lbmethod.pdf www.thewatertreatmentplant.com/vacuum-freezing.html 101

Dalam kondisi vakum, sebagian air laut menguap. Uap yang terbentuk tentu saja merupakan uap air murni. Penguapan ini sekaligus mengambil kalor dari sisa umpan air laut. Pengambilan kalor ini menyebabkan suhu umpan air laut dalam bejana vakum turun hingga mencapai suhu pembekuan. Umpan air laut dalam bejana vakum akan membeku sebagian dan membentuk kristal-kristal es. Dengan demikian terbentuk campuran antara kristal-kristal es dengan sisa cairan yang belum membeku. Campuran ini disebut ”slurry”. ”Slurry” selanjutnya dialirkan keluar dari bejana vakum dan ditampung dalam bejana pencuci pencair (washer melter chamber). Untuk mengalirkan diperlukan sistem pompa yang sesuai, misalnya pompa ulir tunggal. Alternatif lain adalah pengaliran alami secara grafitasi (tanpa menggunakan pompa) dengan menempatkan bejana pencuci pencair di bawah bejana vakum dengan beda ketinggian yang cukup. Karena kristal es memiliki densitas lebih rendah daripada densitas air dalam keadaan cair, maka dalam bejana pencuci pencair, kristal-kristal es akan terapung dan menempati bagian atas bejana. Sementara itu, sisa air laut yang masih cair (”brine”) akan menempati bagian bawah bejana. Air tawar (yang berasal dari sebagian produk destilasi) selanjutnya disemprotkan ke permukaan atas bejana pencuci pencair. Uap air yang berasal dari sistem penyedot vakum juga dialirkan ke ruang di atas bejana pencuci pencair. Semprotan air tawar ini akan mengembunkan uap air tersebut dan sekaligus akan mencairkan kristal-kristal es yang berada pada permukaan atas bejana pencuci pencair. Kristal-kristal es yang telah mencair akan meluap dan luapan yang berupa air tawar (air dengan kandungan garam rendah) tersebut selanjutnya ditampung. Sebagian air tampungan digunakan untuk proses pencucian dan pencairan kristal es berikutnya. Sebagian lainnya disalurkan keluar sebagai produk air tawar netto dari proses desalinasi VFD ini. Proses VFD perlu masukan energi. Sebagian besar energi digunakan untuk menggerakkan sistem vakum. Masukan energi lainnya dalam kuantitan lebih kecil diperlukan untuk pemompaan umpan air laut, pemompaan air produk, pemompaan air untuk proses pencucian pencairan kristal es dan pemompaan ”brine”. Pengaliran ”slurry” memerlukan energi (pemompaan) jika tidak menggunakan sistem pengaliran grafitasi. Energi untuk pemompaan disuplai dalam bentuk energi mekanik atau energi listrik. Sedangkan bentuk suplai energi untuk sistem vakum tergantung dari sistem vakum yang digunakan. Sistem vakum dengan kompresor mekanik atau eduktor vakum memerlukan energi masukan dalam bentuk energi mekanik atau energi listrik. Sistem vakum dengan ”steam jet ejector” memerlukan masukan energi dalam bentuk energi termal untuk membangkitkan uap penggerak (motive steam). 12. Proses desalinasi lainnya Masih terdapat berbagai jenis proses desalinasi lainnya. Diantaranya adalah proses desalinasi menggunakan zeolit sebagai penukar ion [95]. Dalam ini zeolith akan menukarkan kation dengan ion H+ dan anion dengan ion OH-. 13. Aplikasi sistem kogenerasi nuklir suhu rendah untuk proses desalinasi. Berdasarkan bentuk energi masukan, sistem desalinasi dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu : - sistem desalinasi dengan energi masukan utama dalam bentuk energi termal 95

Ghali, A.E., Verma.M., 2008, Desalination of Saline Sludges Using Ion Exchange Column with Zeolith, American Journal of Environtmental Sciences 4 (4) : 388-396, www.scipub.org/fulltext/ajes/ajes44388396.pdf 102

- sistem desalinasi dengan energi masukan utama dalam bentuk selain energi termal Sistem desalinasi kelompok pertama, yaitu sistem desalinasi dengan energi masukan utama dalam bentuk energi termal meliputi MSF, MED, TVC, kombinasi TVCMSF, kombinasi TVC-MED serta proses VFD dengan sistem vakum menggunakan steam jet ejector. Sistem desalimasi lainnya yang termasuk dalam kelompok kedua meliputi MVC, RO, ED, proses desalinasi nano filtrasi, proses VFD dengan sistem vakum menggunakan selain steam jet ejector serta sistem desalinasi dengan penukaran ion. Pada dasarnya sistem energi nuklir dapat mensuplai energi untuk semua jenis sistem desalinasi. Hal ini karena sistem energi nuklir dapat menghasilkan energi keluaran dalam bentuk energi listrik dan kalor. Akan tetapi karena pengembangan sistem kogenerasi nuklir suhu rendah bertujuan utama untuk dapat memanfaatkan kalor buangan dari suatu sistem nuklir, maka prosesproses desalinasi yang menggunakan energi masukan utama dalam bentuk energi kalor lebih cocok untuk diterapkan sebagai aplikasi sistem kogenerasi nuklir suhu rendah. Gambar 57 menunjukkan sistem desalinasi MED yang diaplikasikan untuk memanfaatkan kalor buangan dari suatu reaktor nuklir pembangkit listrik jenis PCMSR.

4a

4d 4b

4c 2

1

5d

5c

5a

5b

7d

7c

7a

7b

8

3

9

6d

6c

6b

6a

13

12 15 23

10c

10d

10b

16 11 17

20 14d

14b

14c

14a

10a

1 2 3 4a 4b 4c 4d 5a 5b 5c 5d 6a 6b 6c 6d 7a 7b 7c 7d 8 9 10a 10b 10c 10d 11 12 13 14a 14b 14c 14d 15 16 17 18 19 20 21 22 23

KETERANGAN Reaktor PCMSR Zona HE PCMSR Pompa garam sekunder HE heater tingkat 1 (garam – helium) HE heater tingkat 2 (garam – helium) HE heater tingkat 3 (garam – helium) HE heater tingkat 4 (garam – helium) Turbin tingkat 1 Turbin tingkat 2 Turbin tingkat 3 Turbin tingkat 4 HE cooler tingkat 1 (helium – air) HE cooler tingkat 2 (helium – air) HE cooler tingkat 3 (helium – air) HE cooler tingkat 4 (helium – air) Kompresor tingkat 1 Kompresor tingkat 2 Kompresor tingkat 3 Kompresor tingkat 4 Generator listrik HE regenerator (helium- helium) Desalinator efek 1 Desalinator efek 2 Desalinator efek 3 Desalinator efek 4 Pompa fluida antara Kondenser Jet Pump Pemanas umpan efek 1 Pemanas umpan efek 2 Pemanas umpan efek 3 Pemanas umpan efek 4 Pompa air laut Pompa sirkulasi umpan Pompa pengurasan brine Penampung destilat sementara Pompa Pengurasan destilat Penampung produk brine Penampung produk destilat Pompa booster jet pump Sumber air laut

22

21

19 18 4

: : : : : : :

Aliran garam sekunder Aliran helium Aliran fluida antara Aliran brine Aliran non condensable Aliran air laut Aliran destilat

Gambar 57. Aplikasi sistem deasalinasi MED untuk memanfaatkan kalor buangan reaktor nuklir pembangkit listrik jenis PCMSR 103

B. KOGENERASI NUKLIR SUHU RENDAH UNTUK PEMBEKUAN (FREEZING) DAN PENDINGINAN (CHILLING)

REFRIGERASI,

1. Latar Belakang Pemikiran Refrigerasi, pembekuan (freezing) dan pendinginan (chilling) banyak diaplikasikan dalam berbagai industri. Refrigerasi, freezing dan chilling memiliki kesamaan arti yaitu mengambil kalor daru suatu ruang, obyek atau reservoir yang bersuhu rendah dan kemudian melepaskan kalor tersebut ke lingkungan yang tentu saja suhunya lebih tinggi daripada ruang atau obyek atau reservoir yang diambil kalornya. Perbedaan pengertian refrigerasi, pembekuan (freezing) dan pendinginan (chilling) terkait dengan suhu rendah yang ingin dicapai. Pada proses pendinginan (chilling) suhu rendah tersebut masih di atas suhu pembekuan air. Pada proses refrigerasi suhu rendah yang ingin dicapai sudah di bawah suhu pembekuan air. Sementara itu proses pembekuan (freezing) bertujuan untuk mencapai suhu yang lebih rendah lagi dibandingkan dengan proses refrigerasi. Dalam bidang industri pertanian, proses chilling dilakukan untuk penyimpanan produk pertanian seperti buah-buahan, sayur-sayuran, umbi-umbian, biji-bijian. Tujuan proses ini adalah untuk mengawetkan produk tersebut supaya dapat disimpan dalam waktu cukup lama. Pengawetan ini meliputi memperlambat reaksi kimia yang akan mengarahkan kepada pematangan dan selanjutnya pembusukan, mencegah pertunasan pada umbiumbian serta menghambat pertumbuhan bakteri. Biasanya sebagian besar produk pertanian akan rusak jika dibekukan sehingga proses chilling lebih banyak diaplikasikan daripada proses refrigerasi dan pembekuan. Dalam bidang industri peternakan dan perikanan, sering diperlukan proses refrigerasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Refrigerasi langsung diaplikasikan pada penyimpanan produk-produk daging dan ikan dalam ruang yang didinginkan dengan proses refrigerasi. Refrigerasi tidak langsung dilakukan untuk membuat es. Selanjutnya es tersebut digunakan dalam penyimpanan produk-produk daging dan ikan. Refrigerasi tidak langsung dilakukan dalam kondisi di mana penggunaan mesin refrigerasi secara langsung tidak praktis, misalnya pada kapal nelayan ukuran kecil. Disamping itu sering pula diperlukan proses pembekuan (freezing) untuk menyimpan produk-produk perikanan dan peternakan untuk penyimpanan dalam jangka waktu lebih lama, yaitu hingga beberapa bulan. Aplikasi refrigerasi, chilling dan freezing juga cukup penting dalam industri kimia dan farmasi yaitu untuk menyimpan bahan-bahan kimia dan bahan-bahan obat-obatan yang akan menjadi rusak jika terkena suhu agak tinggi. Aplikasi lain adalah dalam bidang kesehatan, industri pengolahan pangan serta untuk pengkondisian ruang dalam rangka mencapai kenyamanan. Sistem refrigerasi juga sering digunakan dalam proses pengeringan (drying) dalam kondisi tertentu di mana medium udara pengering harus dicegah untuk berkontak langsung dengan udara lingkungan. Dalam hal ini sistem refrigerasi bertujuan untuk mengambil air dari udara pengering setelah udara tersebut melewati bahan yang dikeringkan. Pengambilan air dilakukan dengan cara mendinginkan udara tersebut sehingga air yang terdapat di udara tersebut mengembun. Selanjutnya sisi suhu tinggi dari sistem refrigerasi memanasi udara yang telah kering tetapi dingin tersebut menjadi udara hangat kering. Udara hangat kering ini selanjutnya siap dialirkan melalui bahan yang dikeringkan untuk mengambil air dari bahan tersebut. Peningkatan jumlah penduduk dunia serta peningkatan tuntutan untuk hidup lebih baik dengan sendirinya akan meningkatkan kebutuhan manusia terhadap pangan, obat104

obatan dan kebutuhan vital lainnya. Hal ini akan mengembangkan industri pertanian, peternakan, perikanan serta obat-obatan. Di samping peningkatan secara kuantitas, juga dituntut peningkatan kualitas produk-produk industri sektor-sektor tersebut. Dalam kaitan dengan hal ini, aplikasi proses chilling, freezing, refrigrasi dan pengeringan akan meningkat cepat seiring dengan peningkatan industri pertanian, peternakan, perikanan, kimia dan farmasi baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal ini masih ditambah lagi dengan peningkatan kebutuhan sistem refrigerasi atau pompa kalor untuk pengkondisian ruangan hunian atau aktivitas manusia seperti rumah-rumah, kantorkantor, sekolah-sekolah, rumah sakit dan fasilitas umum. 2. Berbagai tipe sistem refrigerasi Sistem refrigerasi atau pompa kalor, termasuk untuk pendinginan (chilling) dan pembekuan (freezing), dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yaitu : - sistem refrigerasi mekanik - sistem refrigerasi termal - sistem refrigerasi lainnya Sistem refrigerasi mekanik memerlukan energi masukan utama dalam bentuk energi mekanik untuk terutama untuk menggerakkan kompresor. Sistem refrigerasi mekanik meliputi sistem refrigerasi kompresi uap, sistem refrigerasi kompresi gas dan tabung vorteks. Sistem refrigerasi termal memerlukan energi masukan utama berupa energi termal. Energi termal diperlukan untuk membentuk tekanan tinggi dengan cara menguapkan refrigeran. Hal ini merupakan mekanisme pengganti kompresor pada sistem refrigerasi mekanik. Sistem refrigerasi termal meliputi sistem refrigerasi absorpsi dan sistem refrigerasi adsorpsi. Beberapa jenis sistem refrigerasi termal masih memerlukan masukan energi dalam bentuk energi mekanik dalam jumlah relatif sangat kecil dibandingkan dengan masukan energi utama yang berbentuk energi termal. Energi mekanik ini diperlukan untuk menggerakkan pompa-pompa cairan. Jenis-jenis lainnya dirancang untuk mampu mengalirkan cairan secara grafitasi berdasarkan perbedaan densitas cairan. Jenis ini tidak lagi memerlukan masukan energi mekanik sama sekali. Sistem refrigerasi lainnya diantaranya adalah sistem refrigerasi magnetik dan dielektrik. Sistem refrigerasi magnetik bekerja dengan mekanisme magnetisasi dan demagnetisasi suatu medium secara adiabatik sedangkan sistem refrigerasi dielektrik bekerja dengan pengisian dan pengosongan muatan listrik pada suatu medium dielektrik secara adiabatik. 3. Refrigerator kompresi uap Sistem refrigerasi atau refrigerator kompresi uap termasuk dalam kelompok sistem refrigerasi mekanik. Sistem ini terdiri dari sebuah kompresor, evaporator, katup ekspansi dan kondenser. Fluida kerja (refrigeran) dalam bentuk uap yang semula bertekanan rendah dan bersuhu rendah (lebih rendah daripada suhu udara lingkungan) dikompresi oleh kompresor sehingga suhu dan tekanannya menjadi cukup tinggi (lebih tinggi daripada suhu udara lingkungan). Uap bersuhu dan bertekanan tinggi selanjutnya dialirkan ke kondenser. Tekanan operasi kondenser diatur sehingga suhu pengembunan refrigeran lebih tinggi daripada suhu medium yang digunakan untuk pelepasan kalor. Dengan demikian kalor akan dilepaskan melalui kondenser. 105

Refrigeran keluar dari kondenser dalam keadaan cair. Selanjutnya katup ekspansi mengekspansikan refrigeran cair secara isentalpik sehingga suhu dan tekanannya turun. Refrigeran sekarang berupa campuran cair dan uap tetapi fraksi massa cairannya lebih tinggi (kualitas uap rendah). Refrigeran selanjutnya dialirkan ke evaporator. Tekanan operasi evaporator diatur supaya suhu saturasi refrigeran lebih rendah daripada suhu medium yang didinginkan. Dengan demikian terjadi transfer kalor dari medium yang didinginkan ke refrigeran pada evaporator. Karena menerima kalor, kualitas uap refrigeran bertambah (refrigeran mengalami pengupanan). Refrigeran keluar evaporator dalam keadaan uap bertekanan dan bersuhu rendah. Demikian seterusnya uap keluar evaporator selanjutnya dikompresi oleh kompresor dan kembali ke siklus semula. Gambar 58 menunjukkan diagram refrigerator kompresi uap. KETERNGAN : 1. Kompresor 2. Kondenser 3. Katup ekspansi 4. Evaporator 5. Motor penggerak 6. Ruang yang didinginkan 7. Blower ruang dingin 8. Blower pembuangan kalor

Pelepasan udara hangat ke lingkungan

2 8

1

3

Udara dari lingkungan

5

4

7 6

Sirkulasi tertutup udara ruang dingin

Gambar 58. Diagram refrigerator dengan sistem kompresi uap 4. Refrigerator kompresi gas Sistem refrigerasi atau refrigerator kompresi uap termasuk dalam kelompok sistem refrigerasi mekanik. Berbeda dengan sistem refrigerator kompresi uap yang menggunakan refrigeran dalam fase cair yang berubah menjadi fase gas, sistem refrigerator kompresi gas menggunakan fluida refrigeran yang dalam siklusnya selalu dalam fasa gas. Refrigerator kompresi gas bekerja dengan siklus gas yang merupakan kebalikan dari siklus mesin termal dengan fluida gas. Tergantung siklusnya terdapat berbagai jenis refrigerator kompresi gas, diantaranya yang banyak digunakan adalah : - refrigerator siklus Brayton - refrigetaror siklus Stirling 5. Refrigerator siklus Brayton Refrigerator siklus Brayton bekerja berdasarkan kebalikan dari siklus Brayton untuk mesin termal. Sistem ini terdiri dari sebuah kompresor, penyerap kalor, turbin dan pelepas kalor. Fluida kerja (refrigeran) dalam bentuk gas yang semula bertekanan rendah (lebih rendah daripada suhu udara lingkungan) dan bersuhu rendah dikompresi oleh kompresor sehingga suhu dan tekanannya menjadi cukup tinggi (lebih tinggi daripada suhu udara lingkungan). Gas refrigeran bersuhu dan bertekanan tinggi selanjutnya dialirkan ke pelepas kalor yang berupa alat penukar kalor. Pada alat pelepas kalor ini, gas refigeran melepaskan kalornya ke udara lingkungan sehingga suhunya turun tetapi tekanannya masih tetap tinggi. 106

Refrigeran setelah keluar dari alat pelepas kalor selanjutnya diekspansikas pada turbin secara adiabatik sehingga suhu dan tekanannya turun. Refrigeran selanjutnya dialirkan ke alat penyerap kalor. Alat penyerap kalor ini mengambil kalor dari runag yang didinginkan. Gambar 59 menunjukkan diagram refrigerator siklus Brayton. KETERNGAN : 1. Kompresor 2. Alat pelepas kalor 3. Turbin 4. Alat penyerap kalor 5. Motor penggerak 6. Ruang yang didinginkan 7. Blower ruang dingin 8. Blower pembuangan kalor

Pelepasan udara hangat ke lingkungan

2 8

1

3

5

Udara dari lingkungan 4

7 6

Sirkulasi tertutup udara ruang dingin

Gambar 59. Diagram refrigerator siklus Brayton 6. Refrigerator siklus Stirling Refrigerator siklus Stirling merupakan salah satu jenis refrigerator kompresi gas. Refrigerator Stirling terdiri dari penyerap kalor dan pelepas kalor. Dalam penyerap kalor, gas refrigeran mengambil kalor dari ruang yang didinginkan sedangkan dalam pelepas kalor gas refigeran melepaskan kalor ke lingkungan. Hal yang menarik dari refrigerator siklus Stirling adalah bahwa refrigeran gas harus dapat berekspansi di dalam penyerap kalor. Dengan demikian, ekspansi gas refrigeran terjadi bersamaan dengan penyerapan kalor. Demikian juga gas refrigeran harus dikompresi di dalam alat pelepas kalor, sehingga kompresi gas refrigeran terjadi bersamaan dengan pelepasan kalor. Selama berpindah dari penyerap kalor ke pelepas kalor atau sebaliknya, gas refrigeran dilewatkan pada regenerator, sehingga kalor sisa dari gas panas digunakan untuk memanaskan gas dingin. Tujuan dari penggunaan siklus Stirling adalah untuk mendapatkan proses penyerapan kalor dan proses pelepasan kalor mendekati proses isotermal. Dengan demikian refrigerator siklus Stirling diharapkan mampu mencapai COP yang mendekati COP refrigerator ideal teoritis, yaitu refrigerator Carnot. 7. Refrigerator Tabung Vortex Refrigerator tabung Vortex sering disebut sebagai refrigerator Ranquel-Hilsch. Refrigerator ini terdiri dari sebuah tabung kosong. Udara atau gas lain dialirkan pada kecepatan cukup tinggi pada salah satu ujung tabung tersebut dengan arah masukan tangensial. Gas akan mengalir membentuk aliran vortek sepanjang tabung. Gaya sentrifugal akan mendorong gas ke arah luar dari putaran vortex tersebut. Hal ini mengakibatkan gas di dekat dinding tabung mengalami kompresi sedangkan gas di dekan sumbu pusat tabung mengalami ekspansi. Akibat gerakan gas, tidak terjadi waktu yang cukup untuk terjadinya transfer kalor antara gas di dekat dinding tabung dengan gas di dekat sumbu pusat tabung. Dengan demikian kompresi dan enspansi gas akibat gaya sentrifugal tersebut mendekati kompresi 107

dan ekspansi adiabatis. Sebagai akibat berikutnya, suhu gas di dekat dinding tabung akan meningkat sedangkan suhu gas di dekat sumbu pusat tabung akan menurun. Pada bagian keluaran tabung, aliran gas di dekat dinding tabung dan aliran gas di dekat sumbu pusat tabung dikeluarkan dari tabung vortek melalui saluran terpisah. Gas yang lebih dingin, yaitu gas keluaran yang berasal dari aliran gas di dekat sumbu pusat tabung vortek digunakan untuk memberikan efek pendinginan (refrigerasi). Refrigerator tabung vortek memerlukan masukan energi mekanik untuk mengalirkan gas dalam tabung vortek dengan kecepatan cukup tinggi. Oleh karena itu, refrigerator tabung vortek termasuk dalam kelompok refrigerator mekanik. 8. Prinsip dasar sistem refrigerasi absorpsi standar secara umum Sistem refrigerasi absoprsi termasuk jenis sistem refrigerasi termal yang paling banyak digunakan. Sistem refrigerasi absorpsi standar menggunakan dua jenis fluida. Salah satu fluida berperan sebagai refrigeran sedangkan fluida lainnya berperan sebagai penyeran refrigeran (absorben). Sistem refrigerasi absorpsi standar terdiri dari kondenser, evaporator dan katup ekspansi, sama dengan sistem refrigerasi kompresi uap. Dalam hal fungsi refrigeran, sistem refrigerasi absorpsi standar juga memiliki kemiripan dengan sistem refrigerasi komprsi uap. Dalam kedua sistem tersebut, refrigeran diuapkan pada tekanan rendah dalam evaporator dan kemudian diembunkan pada tekanan tinggi dalam kondenser. Evaporator menyerap kalor dari ruang yang didinginkan sedangkan kondenser melepas kalor ke udara lingkungan. Yang membedakan sistem refrigerasi absorpsi standar dengan sistem refrigerasi kompresi uap adalah cara mengkompresi refrigeran. Pada sistem refrigerasi absorpsi, refrigeran dikompresi dengan menggunkan kompresor mekanik. Kompresor mekanik dan katup ekspansi berfungsi untuk mempertahankan tekanan pada bagian suhu rendah (evaporator) dan bagian suhu tinggi (kondenser). Pada sistem refrigerasi absorpsi fungsi kompresi dilakukan olek sistem generator dan absorber refrigeran. Tekanan rendah dibentuk dengan menyerap refrigeran oleh absorben pada komponen yang disebut absorber. Pada penyerapan ini, dilepaskan sejumlah kalor ke lingkungan. Dalam hal ini, suhu operasi absorber lebih tinggi daripada suhu operasi evaporator. Suhu operasi absorber juga harus lebih tinggi daripada suhu udara lingkungan untuk memungkinkan pelepasan kalor ke udara lingkungan. Larutan yang keluar dari absorber menjadi lebih banyak mengandung refrigeran (sering disebut sebagai larutan lemah / weak solution). Larutan lemah selanjutnya dipompa ke generator. Pada generator, sejumlah kalor diberikan untuk menguapkan refrigeran. Pembentukan uap refrigeran memberikan efek tekanan tinggi pada generator. Uap refrigeran yang terbentuk selanjutnya diembunkan pada kondenser. Suhu operasi kondenser diatur sehingga memungkinkan pelepasan kalor pengembunan ke lingkungan. Embunan refrigeran yang masih bertekanan tinggi selanjutnya diekspansikan secara isentalpik pada oleh katup ekspansi sehingga suhu dan tekanannya turun. Selanjutnya refrigeran siap digunakan kembali untuk mengambil kalor dari ruang yang didinginkan sebagaimana pada sistem refrigerasi kompresi uap. Karena melepaskan refrigeran, larutan absorben refrigeran keluar absorber menjadi lebih sedikin mengandung refrigeran (sering disebut sebagai larutan kuat / strong solution). Larutan kuat ini selanjunnya dialirkan kembali ke absorber untuk kembali menyerap refrigeran. Untuk meningkatkan penggunaan energi kalor, sistem refrigerasi absorpsi perlu dilengkapi dengan alat penukar kalor regeneratif. Alat penukar kalor ini bertujuan untuk 108

memanasi larutan lemah sebelum memasuki generator dengan memanfaatkan kalor yang dibawa oleh larutan kuat sebelum memasuki absorber. Sistem refrigerasin absorpsi memerlukan energi masukan utama dalam bentuk energi kalor. Energi masukan ini tidak lain adalah energi kalor yang disuplai ke generator untuk menguapkan refrigeran. Gambar 60 menunjukkan diagram refrigerator absorpsi standar

Gambar 60. Diagram sistem refrigerasi absorpsi standar secara umum [96] 9. Sistem refrigerasi absorsi menggunakan larutan NH3 dan air Sistem refrigerasi absorpsi standar yang banyak dipergunakan adalah sistem refrigerasi dengan menggunakan air dan amonia (NH3). Dalam sistem ini, air berfungsi sebagai absorben sedangkan amonia berfungsi sebagai refrigeran. Komponen utama sistem ini adalah evaporator amonia, kondenser amonia, katup ekspansi, absorber, generator, alat penukar kalor regeneratif serta pompa larutan amonia – air. Fungsi dari semua komponen ini adalah sama dengan fungsi-fungsi komponen yang telah dijelaskan pada uraian tentang sistem refrigerasi absorpsi standar. Komponen tambahan adalah rektifier yang berfungsi untuk memisahkan uap air yang terikut pada uap amonia. Gambar 61 menunjukkan diagram sistem refrigerasi absorpsi dengan menggunakan air dan amonia. 10. Sistem pendingin absorsi menggunakan larutan LiBr dan air Contoh sistem pendingin absorpsi standar adalah sistem pendingin yang menggunakan LiBr dan air. Dalam sistem pendingin ini, air berperan sebagai refrigeran sedangkan LiBr berperan sebagai absorben. Cara kerja sistem ini adalah sama dengan sistem refrigerasi dengan amonia dan air yang telah dijelaskan sebelumnya. Karena menggunakan air sebagai refrigeran, maka sistem LiBr dan air hanya dapat digunakan untuk mendinginkan pada suhu di atas titik beku air. Dengan demikian sistem LiBr dan air tidak dapat digunakan sebagai refrigerator apalagi sebagai freezer. Sistem ini hanya dapat digunakan sebagai pendingin (chiller) Gambar 62 menunjukkan diagram sistem pendingin dengan menggunakan LiBr dan air. 96

Bula, A.J., Navardo, L.F., Herrera, D.L., Corredor, L.A., 2008, Thermodynamics Simulation of A Solar Refrigeration Absorption System Generator – Heat Exchanger, Uso Racional de La Energia y Preservation del Medio Ambiente, Department of Mechanical Engineering, Universidad del Norte, Barranqulia, Colombia 109

Gambar 61. Diagram sistem refrigerasi absorpsi dengan menggunakan air dan amonia.[97]

Gambar 62. Diagram sistem pendingin dengan menggunakan LiBr dan air [98] 97 98

www.ideal-refrigerator.com/99625/hus...ion.html www.reliant.com/en_US/Page/Gener..._gen.jsp 110

11. Sistem refrigerasi absorsi tiga fluida (air, ammonia, hydrogen) Sistem refrigerasi absorpsi standar masih memerlukan masukan energi mekanik walaupun dalam jumlah sedikit. Masukan energi mekakin diperlukan untuk menggerakkan pompa cairan. Sistem pendingin tiga fluida dirancang untuk sama sekali tidak memerlukan masukan energi mekanik. Aliran fluida terbentuk sebagai aliran konveksi alamiah akibat perbedaan densitas fluida-fluida tersebut.Sistem ini menggunakan air sebagai absorben, ammonia sebagai refrigerant dan hydrogen sebagai promoter sirkulasi alamiah. Gambar 63 menunjukkan diagram sistem refrigerasi tiga fluida (air, amonia, hidrogen).

Gambar 63. Diagram sistem refrigerasi tiga fluida (air, amonia, hidrogen) [99] 12. Refrigerator Hidrid Refrigerator hidrid merupakan contoh berikutnya dari refrigerator absorpsi. Berbeda dengan refrigerator absorpsi yang telah dijelaskan sebelumnya yang menggunakan absorben cair, refrigerator hidrid menggunakan absorben padat. Pada refrigerator hidrid, gas hidrogen berfungsi sebagai refrigeran sedangkan komponen logam hidrid berfungsi sebagai absorben. Refrigerator hidrid terdiri dari dua tabung hidrid. Tabung pertama berfungsi sebagai tabung hidrid suhu tinggi sedangkan tabung kedua berfungsu sebagai tabung hidrid suhu rendah. Refrigerator hidrid harus dioperasikan pada dua mode operasi secara bergantian. Dengan demikian refrigerator hidrid tidak dapat dioperasikan secara kontinu melainkan harus dioperasikan secara batch. Dua mode operasi tersebut adalah mode pengisian (pemanasan) atau mode recharging dan mode pendinginan (cooling). Gambar 64 menunjukkan skema refrigerator hidrid pada mode pemanasan (pengisian) dan mode pendinginan. 99

www.polarpowerinc.com/products/r...view.htm 111

Gambar 64. Skema moda operasi refrigerator hidrid [100] Pada mode pemanasan (pengisian), tabung hidrid suhu tinggi dipanaskan oleh suatu sumber panas sedangkan tabung hidrid suhu rendah dikenakan pada udara lingkungan (didinginkan oleh udara lingkungan). Pada tabung hidrid suhu tinggi, kalor yang diberikan selama pemanasan disertap dan selanjutnya dipergunakan untuk melepaskan gas hidrogen dari senyawa hidrid. Gas hidrogen ini selanjutnya mengalir ke tabung hidrid suhu rendah. Karena didinginkan oleh udara lingkungan, maka tabung hidrid suhu rendah melepaskan kalor ke lingkungan. Dengan adanya pelepasan kalor, maka material logam pada tabung hidrid harus membangkitkan kalor dengan cara menyerap hidrogen menjadi senyawa hidrid. Moda pemanasan terus dilakukan hingga tabung hidrid suhu rendah menjadi jenuh dengan hidrogen Pada mode pendinginan, tabung hidrid suhu rendah dikenakan (dimasukkan) ke ruang yang akan didinginkan. Sementara itu, tabung hidrid suhu tinggi dikenakan ke udara lingkungan (didinginkan oleh udara lingkungan). Karena jenuh, maka senyawa hidrid pada tabung hidrid suhu rendah cenderung untuk melepaskan hidrogen. Pelepasan ini memerlukan kalor. Kalor yang diperlukan diperoleh dengan menyerap kalor dari ruang yang didinginkan. Selanjutnya gas hidrogen mengalir ke tabung hidrid suhu tinggi yang sedang kekurangan hidrogen. Gas hidrogen diserap oleh logam pada tabung hidrid suhu tinggi dan membentuk senyawa hidrid. Hal ini dilakukan sampai senyawa hidrid pada tabung hidrid suhu tinggi menjadi jenuh dengan hidrogen. Selama penyerapan gas hidrogen, sejumlah kalor diserap. Kalor ini kemudian dibuang ke udara lingkungan. Setelah tabung hidrid suhu tinggi dalam keadaan jenuh dengan hidrogen, maka proses pendinginan dihentikan dan selanjutnya siap dilakukan proses pemanasan (pengisian) kembali. 13. Sistem refrigerasi lainnya Sistem refrigerasi atau sistem pendingin lainnya yang termasuk dalam kelompok refigerator termal diantaranya adalah sistem refrigerator atau pendingin adsorpsi. Sistem ini menggunakan medium adsorben untuk mengadsorpsi refrigeran. Pada umumnya medium adsorben berbentuk padatan. Dengan demikian refrigerator atau pendingin adsorpsi tidak dapat dioperasikan secara kontinu sebagamana refrigerator absorpsi. Moda operasi refrigerator atau pendingin adsorpsi mirip dengan moda operasi refrigerator hidrid. 100

www.nrel.gov/vehiclesandfuels/an...ion.html

112

Salah satu contoh sistem pendingin adsorpsi adalah sistem pendingin zeolith. Refrigerator ini menggunakan zeolith sebagai adsorben dan air sebagai refrigeran. Karena menggunakan air sebagai refrigeran, maka sistem pendingin zeolith hanya dapat difungsikan sebagai sistem pendinginan (chilling). Sistem refrigerasi lainnya diantaranya adalah sistem refrigerasi magnetik dan dielektrik. Sistem refrigerasi magnetik bekerja dengan mekanisme magnetisasi dan demagnetisasi suatu medium secara adiabatik sedangkan sistem refrigerasi dielektrik bekerja dengan pengisian dan pengosongan muatan listrik pada suatu medium dielektrik secara adiabatik. 14. Aplikasi sistem kogenerasi nuklir suhu rendah untuk proses refrigerasi atau pendinginan Pada dasarnya sistem energi nuklir dapat mensuplai energi untuk semua jenis sistem refrigerasi atau pendinginan. Hal ini karena sistem energi nuklir dapat menghasilkan energi keluaran dalam bentuk energi listrik dan kalor. Akan tetapi karena pengembangan sistem kogenerasi nuklir suhu rendah bertujuan utama untuk dapat memanfaatkan kalor buangan dari suatu sistem nuklir, maka prosesproses refrigerasi atau pendinginan yang menggunakan energi masukan utama dalam bentuk energi kalor lebih cocok untuk diterapkan sebagai aplikasi sistem kogenerasi nuklir suhu rendah. Gambar 64 menunjukkan pengunaan kalor buangan reaktor nuklir tipe PCMSR untuk memberikan kalor masukan bagi sistem refrigerasi absorpsi.

4a

4d 4b

4c 2

1

: : : :

5d

5c

5b

5a

7d

7c

Aliran garam sekunder Aliran helium Aliran air pendingin Aliran refrigerant dan absorben

7a

7b

8

3 1 Reaktor PCMSR 2 Zona HE PCMSR 3 Pompa garam sekunder 4a HE heater tingkat 1 (garam – helium) 4b HE heater tingkat 2 (garam – helium) 4c HE heater tingkat 3 (garam – helium) 4d HE heater tingkat 4 (garam – helium) 5a Turbin tingkat 1 5b Turbin tingkat 2 5c Turbin tingkat 3 5d Turbin tingkat 4 6a HE cooler tingkat 1 (helium –air) 6b HE cooler tingkat 2 (helium – air) 6c HE cooler tingkat 3 (helium – air) 6d HE cooler tingkat 4 (helium – air) 7a Kompresor tingkat 1 7b Kompresor tingkat 2 7c Kompresor tingkat 3 7d Kompresor tingkat 4 8 Generator listrik 9 HE regenerator (helium- helium) 10 Pompa air pendingin 11 Pelesap kalor (heat sink) 12 Blower HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor)

9

6d

6c

6b

6a

10

Ruang yang didinginkan

12 11

Gambar 65. Penggunaan kalor buangan reaktor nuklir PCMSR untuk refrigerasi absorpsi 113

C. KOGENERASI NUKLIR SUHU RENDAH UNTUK PENGERINGAN (DRYING) 1. Latar Belakang Pemikiran Pengeringan adalah proses untuk mengambil atau mengurangi kandungan air yang terdapat pada suatu bahan. Proses pengeringan dijumpai dalam berbagai industri seperti industri pertanian, peternakan, perikanan, obat-obatan, pakan ternak, industri kimia, industri material bahan bangunan (semen, kayu) dan sebagainya Dalam bidang industri pertanian, proses pengeringan dilakukan untuk pengawetan produk pertanian seperti buah-buahan, sayur-sayuran, umbi-umbian, biji-bijian. Tujuan proses ini adalah untuk mengawetkan produk tersebut supaya dapat disimpan dalam waktu cukup lama. Pengawetan ini meliputi memperlambat reaksi kimia yang akan mengarahkan kepada pematangan dan selanjutnya pembusukan, mencegah pertunasan pada umbiumbian serta menghambat pertumbuhan bakteri.. Dalam bidang industri peternakan dan perikanan, sering diperlukan proses pengeringan. Tujuan utama proses pengeringan dalam hal ini pada dasarnya sama dengan tujuan pengeringan dalam industri pertanian, yaitu untuk pengawetan produk. Proses pengeringan dijumpai pula dalam industri makanan dan industri obatobatan. Pengeringan diperlukan untuk mengawetkan bahan, produk, mencegah pertumbuhan bakteri serta menjaga kualitas. Dalam bidang indutri kayu, pengeringan juga diperlukan untuk mencegah rusaknya kayu serta mencegah perubahan bentuk kayu. Sementara itu, dalam industri materal bahan bangunan seperti semen, pengeringan merupakan salah satu tahap yang harus dilalui dalam proses industri tersebut. Sistem refrigerasi sering digunakan dalam proses pengeringan (drying) dalam kondisi tertentu di mana medium udara pengering harus dicegah untuk berkontak langsung dengan udara lingkungan. Dalam hal ini sistem refrigerasi bertujuan untuk mengambil air dari udara pengering setelah udara tersebut melewati bahan yang dikeringkan. Pengambilan air dilakukan dengan cara mendinginkan udara tersebut sehingga air yang terdapat di udara tersebut mengembun. Peningkatan jumlah penduduk dunia serta peningkatan tuntutan untuk hidup lebih baik dengan sendirinya akan meningkatkan kebutuhan manusia terhadap pangan, obatobatan, pakan ternak, bahan bangunan, pakaian dan kebutuhan vital lainnya. Hal ini akan mengembangkan industri-industri tersebut. Di samping peningkatan secara kuantitas, juga dituntut peningkatan kualitas produk-produk industri sektor-sektor tersebut. Dalam kaitan dengan hal ini, aplikasi proses pengeringan akan meningkat cepat seiring dengan peningkatan industri pertanian, peternakan, perikanan, pakan ternak, obatobatan, bahan bangunan, kimia dan farmasi baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal ini masih ditambah lagi dengan peningkatan kebutuhan sistem pengeringan untuk aktivitas manusia lainnya seperti rumah-rumah, kantor-kantor, sekolah-sekolah, rumah sakit dan fasilitas umum. 2. Berbagai jenis sistem pengeringan Sistem pengeringan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yaitu : - sistem pengeringan mekanik - sistem pengeringan termal - sistem pengeringan lainnya Sistem pengeringan mekanik yang menggunakan efek energi mekanik untuk mengeluarkan air dari suatu medium. Sistem pengeringan termal adalah sistem pengeringan yangmenggunakan efek termal (yaitu penguapan air) untuk mengambil atau 114

mengurangi kandungan air yang terdapat dalam bahan. Sistem pengeringan lainnya meliputi sistem pengeringan vakum, sistem pengeringan absorpsi atau adsorpsi dan sistem pengeringan kimia. 3. Sistem pengeringan mekanik Sistem pengeringan mekanik yang menggunakan efek energi mekanik untuk mengeluarkan air dari suatu medium. Terdapat berbagai macam sistem pengeringan mekanik. Salah satu contoh sistem pengeringan mekanik adalah sistem pengeringan sentrifugal. Dalam sistem ini, medium yang akan dikeringkan dimasukkan dalam suatu tabung yang dindingnya diberi lubang-lubang. Lubang-lubang tersebut harus cukup kecil untuk mencegah bahan bakar dikeringkan terlempar keluar ketiga tabung pengering diputar. Selanjutnya tabung pengering diputar dengan laju putaran yang cukup. Gaya sentrifugal akan melemparkan air yang terkandung bahan. Sistem pengeringan mekanik lainnya adalah pengeringan dengan menekan atau mengkompresi bahan yang dikeringkan dengan tujuan untuk memperkecil volume bahan tersebut. Dengan berkurangnya volume, air didesak keluar dari bahan yang dikeringkan. Jenis pengeringan mekanik yang juga sering dilakukan adalah pengeringan grafitasi. Pengeringan ini sangat sederhana yaitu meletakkan bahan yang akan dikeringkan dalam suatu wadah yang bagian bawahnya diberi lubang-lubang berukuran kecil. Ukuran lubang tersebut harus cukup kecil sehingga bahan yang dikeringkan tertahan (tidak jatuh). Proses pengeringan terjadi hanya dengan membiarkan air mengalir secara grafitasi ke bawah dan jatuh melalui lubang-lubang di dasar wadah. Sistem pengeringan mekanik memiliki kelemahan utama yaitu masih menyisakan sejumlah cukup air pada bahan yang dikeringkan. Sistem pengeringan mekanik biasanya tidak mampu mengambil air yang tersisa tersebut. Untuk mengambil air yang tersisa, sistem pengeringan lain, terutama sistem pengeringan termal, harus diaplikasikan. Sekalipun demikian, sistem pengeringan mekanik biasanya digunakan untuk pengeringan awal suatu bahan yang masih mengandung cukup banyak air. Selanjutnya pengeringan dilanjutkan dengan menggunakan sistem pengeringan termal atau sistem pengeringan lainnya. Fungsi sistem pengeringan mekanik dalam hal ini adalah mengurangi beban sistem pengeringan berikutnya dengan cara mengurangi kandungan air dalam jumlah yang cukup signifikan. 4. Sistem pengeringan termal Sistem pengeringan termal adalah sistem pengeringan yangmenggunakan efek termal (yaitu penguapan air) untuk mengambil atau mengurangi kandungan air yang terdapat dalam bahan. Kebanyakan sistem pengeringan termal menggunakan udara panas / hangat sebagai medium pengering. Dalam sistem semacam ini, udara pengering terlebih dahulu dipanasi sehingga suhunya naik. Tujuan dari kenaikan suhu ini adalah untuk mengurangi kelembaban relatif udara. Pada dasarnya kenaikan suhu tidak mengubah nilai kelembaban absolut, yaitu fraksi massa uap air yang terkandung dalam udara pengering. Akan tetapi kenaikan suhu akan meningkatkan kelembabab jenuh udara. Dengan demikian kelembaban relatif, yaitu rasio kelembaban absolut terhadap kelembaban jenuh, menjadi berkurang. Pengurangan kelembaban relatif memungkinkan udara untuk menampung tambahan uap air. Peningkatan kemampuan udara untuk menampung tambahan uap air inilah yang digunakan untuk memanfaatkan udara tersebut bagi proses pengeringan bahan. Sistem pengeringan termal dengan medium pengering udara dibedakan menjadi : - sistem pengeringan termal terbuka 115

-

sistem pengeringan termal tertutup dengan siklus aliran udara terbuka sistem pengeringan termal tertutup dengan siklus aliran udara tertutup

5. Sistem pengeringan termal terbuka Sistem pengeringan termal terbuka adalah sistem pengeringan yang dilakukan di ruang terbuka. Sistem semacam ini pada umumnya merupakan sistem pengeringan tradisional yang dilakukan dengan menjemur bahan yang dikeringkan terhadap radiasi matahari. Bahan yang dikeringkan akan menyerap energi radiasi matahari. Energi ini selanjutnya digunakan untuk menguapkan air dan selanjutnya udara lingkungan akan mengambil uap air tersebut. Cara lain adalah tidak dengan menjemur di bawah sinar matahari, tetapi hanya sekedar meletakkan bahan yang dikeringkan di ruang terbuka dan membiarkan bahan tersebut terkenai aliran udara (angin) yang belum jenuh. Udara yang belum jenuh uap air akan mengambil air dari bahan yang dikeringkan. Sistem pengeringan ini sangat sederhana sehingga banyak diaplikasikan secara terbuka. Akan tetapi sistem ini memiliki kelemahan. Kelemahan utama sistem ini adalah kesulitan untuk menjaga kualitas bahan yang dikeringkan. Kontak antara bahan yang dikeringkan dengan udara lingkungan memungkinkan bahan tersebut tercemari debu, bakteri dan kotoran-kotoran lain yang terbawa oleh udara. Dengan demikian pengeringan termal terbuka hanya cocok jika efek dari kontak antara bahan dengan udara terbuka dipandang tidak secara signifikan menurunkan kualitas bahan yang dikeringkan. 6. Sistem pengeringan termal tertutup dengan siklus aliran udara terbuka Untuk pengeringan bahan yang harus dijaga kualitasnya, maka pengeringan sebaiknya dilakukan di dalam ruang tertutup. Sistem pengeringan semacam ini disebut sebagai sistem pengeringan tertutup. Akan tetapi aliran udara yang digunakan dalam hal ini berupa aliran udara terbuka. Udara lingkungan dialirkan masuk ke dalam ruang pengering dengan menggunakan blower. Untuk menjaga kualitas bahan yang dikeringkan, sebelum masuk ruang pengering, udara terlebih dahulu dilewatkan pada filter untuk menyaring debu, kotoran yang terikut. Udara lingkungan selanjutnya dipanaskan sehingga kelembaban relatifnya berkurang. Udara panas (hangat) dan relatif kering selanjutnya dialirkan melalui medium yang dikeringkan. Udara pengering memanasi medium yang dikeringkan sehingga mempercepat penguapan air. Air selanjutnya diambil oleh udara pengering sehingga udara pengering menjadi lebih lembab. Udara pengering yang telah menjadi lembab selanjutnya dilepaskan ke lingkungan melalui saluran pelepasan udara. Gambar 66 menunjukkan sistem pengeringan termal tertutup dengan siklus aliran udara terbuka.

1 2

3

6 4

7

5

1. Saluran udara masuk 2. Blower

3. Filter 4. Pemanas udara

5. Bahan yang dikeringkan 6. Ruang pengering

7. Saluran udara keluar

Gambar 66. Sistem pengeringan termal tertutup dengan siklus udara terbuka 116

7. Sistem pengeringan termal tertutup dengan siklus aliran udara tertutup Jika kebutuhan untuk menjaga kualitas bahan yang dikeringkan menjadi sangat penting. Maka digunakan udara pengering yang benar-benar steril. Dalam hal ini udara pengering yang digunakan tidak boleh berkontak dengan udara lingkungan. Oleh karena itu, untuk hal ini dipergunakan sistem pengeringan termal tertutup dengan siklus udara tertutup. Karena udara pengering akan digunakan kembali setelah mengambil air dari bahan yang dikeringkan, maka sistem pengeringan siklus udara tertutup harus dilengkapi dengan mekanisme untuk mengambil air dari udara yang telah dipakai untuk mengeringkan bahan. Mekanisme yang paling mudah adalah dengan mengembunkan udara yang telah dipakai untuk mengeringkan bahan pada suhu yang cukup rendah sehingga sebagian besar uap air di udara tersebut terembunkan. Udara sekarang menjadi udara dingin jenuh tetapi dengan kandungan uap air sedikit. Selanjutnya udara dipanaskan sehingga menjadi udara hangat dengan kandungan uap air cukup rendah (kelembaban relatif cukup rendah). Dengan kata lain udara menjadi udara hangat kering. Udara hangat kering ini siap dipergunakan lagi untuk proses pengeringan berikutnya. Pemanasan dan pengembuan udara pengering dapat dilakukan secara efektif dengan menggunakan pompa kalor atau refrigerator. Evaporator refrigerator yang bersuhu rendah digunakan untuk mendinginkan udara pengering setelah mengambil air dari bahan yang dikeringkan. Pendinginan ini menyebabkan uap air di udara mengembun. Selanjutnya embunan ditampung atau dibuang. Sementara itu, kondenser refrigerator dapat dipergunakan untuk memanasi udara yang telah diambil uap airnya sebelum digunakan untuk proses pengeringan. Karena kalor yang diberikan kondenser refrigerator lebih besar daripada kalor yang diserap oleh evaporator refrigerator, maka diperlukan pendingin tambahan yang dipasang pada aliran udara pengering sebelum memasuki evaporator refigerator. Gambar 67 menunjukkan sistrm pengeringan termal tertutup dengan siklus udara tertutup yang menggunakan pompa kalor atau refrigerator jenis kompresi uap. Gambar 68 menunjukkan sistrm pengeringan termal tertutup dengan siklus udara tertutup yang menggunakan pompa kalor atau refrigerator jenis absorpsi.

9

8

13 10

11

12

7

1 3

2

6 4 5

14

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

Saluran udara dingin Blower udara Filter Kondenser Bahan yang dikeringkan Ruang pengering Saluran udara hangat Pendingin tambahan Evaporator Katup ekspansi Kompresor refrigeran Motor penggerak Penampung air embunan sementara 14. Penampung air embunan

Gambar 67. Sistem pengeringan termal tertutup dengan siklus udara tertutup dengan menggunakan refrigerator / pompa kalor jenis kompresi uap

117

7

2

3

8

6 4 5

1

Penampung air embunan 1. Saluran udara dingin 2. Blower

3. Filter 4. Pemanas udara

5. Bahan yang dikeringkan 6. Ruang pengering

7. Saluran udara hangat 8. Pendingin tambahan

Gambar 68. Sistem pengeringan termal tertutup dengan siklus udara tertutup dengan menggunakan refrigerator / pompa kalor jenis absorpsi 8. Sistem pengeringan vakum Sistem pengeringan lainnya adalah sistem pengeringan vakum. Sistem ini sesuai jika bahan yang dikeringkan tidak boleh terkena suhu tinggi. Sistem ini ditinjau dari mode pengeringannya dapat dikategorikan sebagai sistem pengeringan termal karena masih menggunakan efek termal yaitu penguapan air untuk mengambil air dari bahan yang dikeringkan. Sistem ini membutuhkan masukan energi untuk menciptakan keadaan vakum. Energi masukan dapat berupa energi mekanik untuk menggerakkan pompa vakum atau eduktor (pompa vakum jet). Energi masukan dapat juga berupa energi termal jika digunakan ejektor uap (steam jet ejector) untuk menciptakan keadaan vakum. Pada sistem pengeringan vakum, bahan yang dikeringkan diletakkan dalam suatu ruang pengeringan yang tertutup. Selanjutnya udara pada ruang pengeringan disedot sehingga tekanan ruang pengeringan menjadi sangat rendah. Pada tekanan yang rendah ini, suhu bahan, yang sebenarnya sama dengan suhu lingkungan, menjadi sama atau bahkan melampaui titik didih air. Dengan demikian air akan menguap. Untuk mempertahankan tekanan, sistem vakum dioperasikan terus-menerus (kontinu) sehingga uap yang terbentuk langsung tersedot dan keadaan vakum dapat dipertahankan hingga proses pengeringan selesai. Gambar 69 menunjukkan sistem pengeringan vakum menggunakan vacuum jet ejector yang digerakkan oleh kompresor. 1 2

4 3 5

1. Saluran udara masuk 2. Kompresor 3. Vacuum jet ejector 4. Saluran udara buang 5. Saluran penyedotan vakum 6. Ruang pengeringan vakum 7. Bahan yang dikeringkan

6 7

Gambar 69. Sistem pengeringan vakum menggunakan vacuum jet ejector yang digerakkan oleh kompresor 118

Gambar 70 menunjukkan sistem pengeringan vakum menggunakan steam jet ejector yang uap penggerak (motive steam). Pembangkit uap dalam hal ini dapat merupakan sistem ekstraksi uap dari suatu turbin, HRSG (heat recovery steam generator) atau pembangkit uap berskala kecil.

3 2

6

1 7 Pembangkit uap (Steam generator)

4

5

1. Saluran uap penggerak 2. Steam jet ejector 3. Saluran penyedotan vakum 4. Kondenser 5. Pompa umpan pembangkit uap 6. Ruang pengeringan vakum 7. Bahan yang dikeringkan

Gambar 70. Sistem pengeringan vakum menggunakan steam jet ejector yang digerakkan oleh sistem uap pengerak (motive steam) 9. Sistem pengeringan absorpsi / adsorpsi Sistem pengeringan absorpsi merupakan sistem pengeringan yang menggunakan bahan yang bersifar higroskopis (mengikat uap air). Bahan yang banyak digunakan adalah silika gel. Dalam sistem ini, bahan yang dikeringkan dimasukkan dalam ruang pengeringan yang juga telah diisi oleh bahan higroskopis yang telah dikondisikan dengan kandungan air minimal. Bahan higroskopis ini selanjutnya menyerap air dari udara yang terdapat pada ruang pengering. Udara pada ruang pengering menjadi kering dan mampu menarik uap air dari bahan yang dikeringkan. Uap air pada udara rungan pengering diserap lagi oleh bahan higroskopis sehingga udara menjadi kering dan mampu untuk menarik lagi uap air dari bahan yang dikeringkan. Proses ini berlangsung terus hingga bahan higroskopis menjadi jenuh air atau baha yang dikeringkan menjadi memiliki kandungan air yang cukup kecil. Bahan higroskopis yang telah jenuh dengan air selanjutnya dikeluarkan dari ruang pengeringan dan diganti dengan bahan higroskopis baru yang kering (mengandung sedikit air) untuk proses pengeringan berikutnya. Bahan higroskopis yang telah jenuh dengan air selanjutnya diregenerasi dengan cara mengeluarkan air. Bahan higroskopis dipanaskan dalam lingkungan udara kering. Pemanasan ini akan menguapkan air yang telah dikandung bahan tersebut sehingga bahan higroskopis menjadi kering lagi. Bahan higroskopis yang telah kering selanjutnya siap digunakan untuk proses pengeringan berikutnya. Sistem pengeringan adsorpsi bekerja dengan cara yang sama dengan sistem pengeringan absorpsi. Perbedaannya tentu saja dalam proses pengambilan air. Sistem pengeringan adsorpsi menggunakan medium pengering yang mengadsorp air, bukan mengabsorp air. Atau dengan kata lain, sistem pengeringan adsorpsi menggunakan medium adsorben, bukan medium absorben. Medium adsorben yang digunakan diantaranya adalah zeolith. Zeolith kering dimasukkan dalam ruang pengeringan bersama dengan bahan yang akan dikeringkan. Zeolith kering akan mengambil uap air dari udara ruang pengering sehingga udara tersebut menjadi lebih kering. Udara kering akan menarik air dari bahan yang dikeringkan. Demikian seterusnya hingga zeolith menjadi jenuh dengan air. 119

Untuk melanjutkan proses pengeringan, zeolith pada ruang pengeringan diganti dengan zeolith yang telah dikeringkan. Sementara itu, zeolith yang telah jenuh diregenerasi dengan cara dipanaskan untuk menguapkan air yang terdapat pada permukaan zeolith. Zeolith yang telah kering selanjutnya dipergunakan kembali untuk proses pengeringan berikutnya. 10. Aplikasi kogenerasi nuklir suhu rendah untuk proses pengeringan Sistem kogenerasi nuklir suhu rendah dapat diaplikasikan untuk proses pengeringan. Sesuai dengan tujuan sistem kogenereasi nuklir suhu rendah, yaitu memanfaatkan kalor buangan dari sistem energi nuklir, maka sistem pengeringan dengan energi masukan utama berbentuk energi termal lebih sesuai untuk diaplikasikan berkaitan dengan sistem kogenersai nuklir. Gambar 71 menunjukkan aplikasi sistem kogenerasi nuklir untuk sistem pengeringan tertutup dengan siklus aliran udara terbuka. Pada sistem ini, kalor yang dibawa air pendingin setelah mendinginkan gas helium pada pendingin kompresor digunakan untuk memanasi udara pengering sebelum memasuki ruang pengeringan.

4a

4d

1

5d

5c

5b

3

13 2

5a

7d

9

12 14 3

17 15 4

Aliran garam sekunder Aliran helium Aliran air pendingin

4b

4c 2

: : :

6d

7c

7a

7b

6b

6c

8

6a

10

18 7

16 5

11 1 2 3 4a 4b 4c 4d 5a 5b 5c 5d

KETERANGAN Reaktor PCMSR 6a HE cooler tingkat 1 (helium –air) Zona HE PCMSR 6b HE cooler tingkat 2 (helium – air) Pompa garam sekunder 6c HE cooler tingkat 3 (helium – air) HE heater tingkat 1 (garam – helium) 6d HE cooler tingkat 4 (helium – air) HE heater tingkat 2 (garam – helium) 7a Kompresor tingkat 1 HE heater tingkat 3 (garam – helium) 7b Kompresor tingkat 2 HE heater tingkat 4 (garam – helium) 7c Kompresor tingkat 3 Turbin tingkat 1 7d Kompresor tingkat 4 Turbin tingkat 2 8 Generator listrik Turbin tingkat 3 9 HE regenerator (helium- helium) Turbin tingkat 4 10 Pompa air pendingin HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor)

11 Pelesap kalor (heat sink) 12 Saluran udara masuk 13 Blower 14 Filter 15 Pemanas udara 16 Bahan yang dikeringkan 17 Ruang pengering 18 Saluran udara keluar

Gambar 71. Aplikasi sistem kogenerasi nuklir PCMSR untuk sistem pengeringan tertutup dengan siklus aliran udara terbuka

120

Sistem kogenerasi nuklir suhu rendah juga dapat diaplikasikan pada sistem pengeringan tertutup dengan siklus udara tertutup. Penggunaan refrigerator jenis absorpsi lebih sesuai untuk tujuan ini karena memungkinkan pemanfaatan kalor buangan sistem energi nuklir sebagai energi penggeraknya. Kalor buangan dari sistem energi nuklir digunakan sebagai pensuplai energi masukan untuk generator uap refrigeran dan pemanas udara pengering. Gambar 72 menunjukkan aplikasi sistem kogenerasi nuklir untuk sistem pengeringan tertutup dengan siklus aliran udara tertutup. 4a

4d 4b

4c 2

1

5d

5c

5b

5a

3

7d

9

18

13

: : : :

14

6d

7c

Aliran garam sekunder Aliran helium Aliran air pendingin Aliran fluida refrigerant dan absorben 7a

7b

6b

6c

8

6a

19

17 15

12

16

10

Penampung air embunan 11

1 2 3 4a 4b 4c 4d 5a 5b 5c 5d

KETERANGAN Reaktor PCMSR 6a HE cooler tingkat 1 (helium –air) Zona HE PCMSR 6b HE cooler tingkat 2 (helium – air) Pompa garam sekunder 6c HE cooler tingkat 3 (helium – air) HE heater tingkat 1 (garam – helium) 6d HE cooler tingkat 4 (helium – air) HE heater tingkat 2 (garam – helium) 7a Kompresor tingkat 1 HE heater tingkat 3 (garam – helium) 7b Kompresor tingkat 2 HE heater tingkat 4 (garam – helium) 7c Kompresor tingkat 3 Turbin tingkat 1 7d Kompresor tingkat 4 Turbin tingkat 2 8 Generator listrik Turbin tingkat 3 9 HE regenerator (helium- helium) Turbin tingkat 4 10 Pompa air pendingin HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor)

11 12 13 14 15 16 17 18 19

Pelesap kalor (heat sink) Saluran udara dingin Blower Filter Pemanas udara Bahan yang dikeringkan Ruang pengering Saluran udara hangat Pendingin tambahan

Gambar 72. Aplikasi sistem kogenerasi nuklir PCMSR untuk sistem pengeringan tertutup dengan siklus aliran udara tertutup menggunakan refrigerator jenis absorpsi 121

D. APLIKASI KOGENERASI NUKLIR SUHU RENDAH UNTUK PEMANASAN RUANG Pemanasan ruangan banyak diaplikasikan pada wilayah pada permukaan bumi yang beriklim dingin. Pemanasan ruangan juga banyak diaplikasikan pada berbagai bidang seperti pada bidang pertanian dalam ruang tertutup di wilayah yang beriklim dingin. Suhu ruang tersebut harus dikondisikan lebih tinggi daripada suhu udara luar sedemikian sehingga memungkinkan tercapainya kondisi optimal untuk pertanian. Gambar 73 menunjukkan aplikasi kogenerasi sistem energi nuklir dari PCMSR untuk pemanasan ruangan. Kalor untuk pemanasan ruangan diambil dari kalor yang dibawa fluida pendingin kompresor sebelum fluida tersebut dilepas kembali ke lingkungan.

4a

4d

1

5d

5c

Aliran garam sekunder Aliran helium Aliran air pendingin

4b

4c 2

: : :

5a

5b

3

7d

9

6d

7c

7a

7b

6b

6c

8

6a

10

17

12 13 2

14 3

16 15 4

11 1 2 3 4a 4b 4c 4d 5a 5b 5c 5d

KETERANGAN Reaktor PCMSR 6a HE cooler tingkat 1 (helium –air) Zona HE PCMSR 6b HE cooler tingkat 2 (helium – air) Pompa garam sekunder 6c HE cooler tingkat 3 (helium – air) HE heater tingkat 1 (garam – helium) 6d HE cooler tingkat 4 (helium – air) HE heater tingkat 2 (garam – helium) 7a Kompresor tingkat 1 HE heater tingkat 3 (garam – helium) 7b Kompresor tingkat 2 HE heater tingkat 4 (garam – helium) 7c Kompresor tingkat 3 Turbin tingkat 1 7d Kompresor tingkat 4 Turbin tingkat 2 8 Generator listrik Turbin tingkat 3 9 HE regenerator (helium- helium) Turbin tingkat 4 10 Pompa air pendingin HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor)

11 Pelesap kalor (heat sink) 12 Saluran udara masuk 13 Blower 14 Filter 15 Pemanas udara 16 Ruang yang dipanasi / dihangatkan 17 Saluran udara keluar

Gambar 73. Aplikasi sistem kogenerasi nuklir PCMSR untuk sistem pemanasan ruangan

122

BAB VII. SISTEM KOGENERASI NUKLIR UNTUK PROSES TERMAL SUHU MENENGAH Dalam tulisan ini, proses termal suhu menengah adalah semua proses termal yang memerlukan suplai energi berupa kalor pada suhu antara 150 °C hingga 500 °C. Berbagai contoh proses termal yang dapat diterapkan sebagai sistem kogenerasi nuklir suhu menengah diantaranya adalah proses pengilangan minyak, pengambilan minyak lanjut (enhanced oil recovery), gasifikasi batubara dan biomassa, gasifikasi batubara dalam tanah, pembuatan hidrokarbon sintetis dari batubara (pencairan batubara) serta berbagai proses kimia lain pada rentang suhu antara 150 °C hingga 500 °C. A. HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR (HRSG) 1. Pengertian dan fungsi HRSG pada sistem kogenerasi nuklir suhu medium Heat recovery steam generator (HRSG) adalah alat yang digunakan untuk membangkitkan uap dengan menggunakan energi kalor yang dibawa oleh aliran gas. Gas panas yang dimanfaatkan oleh HRSG pada umumnya merupakan gas buangan dari mesinmesin termal seperti mesin turbin gas dan mesin pembakaran dalam (misalnya mesin diesel). Proses-proses termal pada suhu medium banyak yang menggunakan uap bertekanan tinggi sebagai medium pembawa kalor. Dengan demikian, pada aplikasi kogenerasi nuklir untuk kebanyakan proses termal suhu medium, reactor nuklir yang digunakan sebagai sumber kalor proses harus mampu menghasilkan uap dengan tekanan tinggi yang cukup untuk proses yang bersangkutan. Reaktor nuklir yang dibahas pada tulisan ini adalah PCMSR yang menggunakan sistem konversi turbin gas berdasarkan siklus Brayton multi reheat, multi cooling dan regeneratif. Fluida kerja yang digunakan berbentuk gas, yaitu gas helium. Dengan demikian desain asal reactor PCMSR tidak dimaksudkan untuk menghasilkan uap. Akan tetapi desain ini dapat dimodifikasi untuk menghasilkan uap dengan menggunakan HRSG. Gas pembawa kalor dalam hal ini adalah gas helium. Dalam hal arah aliran gas dan arah aliran fluida yang diuapkan, sebagian besar HRSG menggunakan pola aliran berlawanan (counter flow), yaitu arah aliran gas berlawanan dengan arah aliran fluida yang diuapkan. Sebagian besar HSRG menggunakan air sebagai fluida kerja, yaitu fluida yang diuapkan. Beberapa jenis HRSG menggunakan fluida kerja selain air seperti senyawa hidrokarbon dan refrigeran. Pada umumnya HRSG terdiri dari beberapa bagian, yaitu : - pemanas awal (preheater) - ekonomiser - evaporator - superheater a. Pemanas awal Pemanas awal merupakan bagian HRSG yang bersuhu paling rendah. Pemanas awal merupakan bagian yang pertama kali dilewati oleh fluida yang akan diuapkan. Pemanas awal terletak di dekat ujung keluaran gas. Pemanas awal bertujuan untuk memanasi fluida yang akan diuapkan hingga mencapai suhu di mana kelarutan gas paling rendah. Setelah melalui pemanas awal, fluida 123

yang diuapkan selanjutnya dialirkan ke deaerator untuk mengurangi kandungan gas terlarut dalam fluida umpan hingga di bawal level yang dapat ditoleransi. b. ekonomiser Ekonomiser merupakan bagian dari HRSG yang berfungsi untuk memanaskan fluida yang akan diuapkan (fluida kerja) dari keadaan subcooled hingga mendekati titik didihnya. Fluida tersebut dipanasi oleh ekonomiser setelah kandungan gas terlarutnya dikurangi oleh deaerator. c. evaporator Evaporator merupakan bagian berikutnya dari HRSG setelah ekonomiser. Evaporator berfungsi untuk memanasi fluida kerja hingga mendidih dan berubah menjadi uap. Uap yang dihasilkan oleh evaporator merupakan uap jenuh. d. Superheater Uap jenuh yang dihasilkan evaporator selanjutnya dialirkan ke superheater. Pada superheater, uap jenuh tersebut dipanaskan lagi sehingga menjadi uap panas lanjut (superheat). 2. Jenis-jenis HRSG HRSG dapat dibedakan berdasarkan beberapa karakteristik seperti : - kontruksi - aliran gas - tekanan uap yang dihasilkan - sistem sirkulasi evaporator - jumlah tingkat tekanan Dari segi kontruksi, HRSG dapat dibedakan menjadi HRSG pipa gas (gas tube) dan HRSG pipa fluida kerja (working fluida tube). Jika fluida yang fluida yang digunakan adalah air, maka HRSG pipa fluida kerja disebut sebagai HRSG pipa air (water tube). Pada HRSG pipa gas, gas mengalir di dalam pipa sedangkan fluida kerja (salah satu contohnya air) berada dalam sebuah bejana bertekanan (pressure vessel). Pipa-pipa gas berada dalam bejana tersebut. HRSG pipa gas pada dasarnya mirip dengan boiler pipa api (fire tube boiler). Tipe ini memiliki beberapa kelebihan yaitu konstruksinya sederhana, memerlukan ruang yang relatif kecil, serta memiliki inventori air (fluida kerja) relatif cukup besar sehingga tidak mudah mengalami kekeringan (burn out). Akan tetapi HRSG tipe ini memiliki kekurangan yaitu tidak praktis untuk dirancang beroperasi pada tekanan tinggi serta terbatas dalam kapasitas uap yang dihasilkan. Hal ini berkaitan dengan kesulitan untuk membuat dinding bejana untuk mampu menahan tekanan tinggi atau pada kapasitas besar. Untuk tekanan yang lebih tinggi atau kapasitas lebih besar, digunakan HRSG tipe pipa fluida kerja yang pada dasarnya mirip dengan boiler pipa air (water tube boiler). Pada HRSG tipe ini, fluida kerja yang biasanya bertekanan tinggi mengalir di dalam pipa (tube) sedangkan gas yang bertekanan lebih rendah mengalir di luar tube. Keuntungan lain dari HRSG tipe ini adalah aliran gas di luar tube menimbulkan rugi-rugi tekanan (pressure drop) relative lebih kecil. Dari segi aliran gas terdapat HRSG tipe aliran gas horizontal, tipe aliran gas vertikal naik, tipe aliran gas vertikal turun serta tipe aliran gas berbelok. Masing-masing tipe ini dibuat sesuai dengan ketersediaan ruang dan pola aliran gas pada mesin termal yang menghasilkan gas panas tersebut. 124

Dari segi tekanan uap terakhir yang dihasilkan, HRSG dapat dibedakan menjadi HRSG tekanan rendah (bertekanan kurang dari 10 bara), HRSG tekanan medium (bertekanan antara 10 bara hingga 70 bara). HRSG tekanan tinggi subkritis (bertekanan antara 70 bara hingga tekanan kritis 228 bara) serta HRSG superkritis (bertekanan lebih dari tekanan kritis 228 bara). Dari segi sirkulasi fluida pada evaporator HRSG dibedakan menjadi HRSG tipe resirkulasi dan HRSG tipe sekali lintas (once through). Ciri utama HRSG tipe resirkulasi adalah memiliki drum uap (steam drum). Pada HRSG tipe resirkulasi, fluida kerja keluar evaporator tidak menjadi uap secara sempurna. Fluida kerja keluar evaporator masih berupa campuran antara uap dan cairan. Selanjutnya campuran uap dan cairan ini dipisahkan pada drum uap. Uap yang terbentuk selanjutnya disalurkan ke superheater. Cairan yang tersisa dicampur dengan cairan umpan yang berasal dari ekonomiser dan kemudian disirkulasikan kembali melewati pipa-pipa evaporator. HRSG tipe resirkulasi pada umumnya digunakan pada tekanan uap rendah atau medium dan suhu gas relatif cukup tinggi. Tujuan resirkulasi ini adalah menghindari kontak yang terlalu banyak antara uap dengan pipa-pipa evaporator. Kontak terlalu banyak ini akan menyebabkan pipa evaporator mengalami pengeringan (burn out). Keuntungan lain dari HRSG tipe evaporasi ini adalah menjaga pipa-pipa evaporator berkontak lebih banyak dengan cairan atau dengan pendidihan kualitas rendah (nucleate boiling) yang memiliki koefisien transfer kalor sangat tinggi. Dengan demikian ukuran evaporator menjadi lebih kecil. HRSG tipe sekali lintas dicirikan dengan tiadanya drum uap (steam drum). Pada HRSG tipe sekali lintas, fluida kerja memasuki evaporator untuk diuapkan sempurna sehingga keluar evaporator dalam kondisi uap jenuh atau kualitas unap tinggi atau bahkan sedikit superheat. Dengan demikian keberadaan drum uap untuk memisahkan uap dengan cairan tidak diperlukan. HRSG sekali lintas biasanya digunakan pada tekanan uap tinggi di mana kalor laten penguapan bernilai kecil. HRSG yang diperasikan pada tekanan superkritis selalu merupakan HRSG tipe sekali lintas. Hal ini karena keberdaan cair dan uap menjadi tidak dapat dibedakan pada tekanan superkritis. 3. HRSG satu tingkat tekanan Dari segi jumlah tingkat tekanan, maka HRSG satu tingkat tekanan merupakan HRSG yang paling sederhana. HRSG satu tingkat tekanan hanya memiliki satu pemanas awal (preheater), satu ekonomiser, satu evaporator dan satu superheater. Gambar 74 menunjukkan HRSG satu tingkat tekanan tipe resirkulasi dengan aliran gas horizontal. Gambar 75 menunjukkan HRSG satu tingkat tekanan tipe sekali lintas dengan aliran gas horizintal. h

Gas dingin keluar

b

e

g

Air umpan a

f c

Gas panas masuk

d

i

a. b. c. d. e. f. g. h. i.

Pompa umpan Pemanas awal Deaerator Pompa booster Ekonomiser Evaporator Pompa sirkulasi Drum uap Superheater

Uap

Gambar 74. HRSG satu tingkat tekanan tipe resirkulasi aliran gas horizontal 125

Gas dingin keluar

b

Gas panas masuk

e

Air umpan a

f c

d

g

a. b. c. d. e. f. g.

Pompa umpan Pemanas awal Deaerator Pompa booster Ekonomiser Evaporator Superheater

Uap

Gambar 75. HRSG satu tingkat tekanan tipe sekali lintas (once through) aliran gas horizontal HRSG satu tingkat tekanan cocok jika tekanan fluida kerja tinggi atau jika selisih suhu masukan dan suhu keluaran gas tidak terlalu besar. Pada tekanan fluida kerja tinggi tetapi masih dalam kondisi subkritis, kalor laten penguapan fluida kerja menjadi kecil. Dengan demikian distribusi suhu fluida kerja sepanjang HRSG (berlawanan arah alirannya dengan arah aliran gas) mendekati distribusi suhu gas pemanas. Hal yang mirip (dan lebih baik / lebih dekat ) adalah jika fluida dioperasikan pada tekanan superkritis Kedekatan ini membuat selisih suhu rerata antara fluida kerja dengan gas pemanas tidak terlalu besar. Dalam pandangan termodinamika, semakin besar selisih suhu, semakin banyak exergi (yaitu energi yang berpotensi untuk dapat dimanfaatkan) yang terbuang tanpa dapat dimanfaatkan. Dengan demikian harus diusahakan selisih suhu rerata kecil antara fluida kerja dengan gas pemanas untuk menekan jumlah exergi yang terbuang. Jika tekanan operasi fluida kerja tidak terlalu tinggi, atau jika selisih suhu masukan dan keluaran gas cukup besar, maka penggunaan HRSG satu tingkat tekanan akan menghasilkan selisih suhu rerata yang cukup besar antara fluida kerja HRSG dengan gas pemanas. Dengan demikian exergi yang terbuang menjadi cukup besar. Selisih suhu yang cukup besar ini terjadi akibat efek pendidihan pada evaporator. Selama mendidih pada evaporator, suhu fluida kerja konstan. Pada tekanan operasi tidak terlalu tinggi, kalor laten penguapan fluida kerja umumnya menjadi lebih besar. Dengan demikian, harus semakin banyak kalor yang diserap ioleg fluida kerja pada suhu konstan. Sementara itu gas dalam kondisi satu fasa sehingga selalu mengalami penurunan suhu ketika terjadi penyerapan kalor. Hal yang sama juga terjadi ketika selisih suhu masukan dan keluaran gas cukup tinggi walaupun tekanan operasi HRSG cukup tinggi. Dalam kondisi seperti ini, HRSG satu tingkat tekanan menjadi kurang cocok untuk digunakan. 4. HRSG banyak tingkat tekanan HRSG banyak tekanan dirancang untuk mengatasi keterbatasan HRSG satu tingkat tekanan. HRSG banyak tingkat tekanan perlu digunakan jika tekanan akhir fluida kerja tidak terlalu tinggi. HRSG banyak tingkat tekanan juga perlu digunakan jika beda suhu gas masuk dan gas keluar cukup tinggi baik untuk tekanan akhir fluida kerja cukup tinggi maupun tidak terlalu tinggi. Pada HRSG banyak tingkat tekanan, aliran fluida kerja setelah keluar deaerator dibagi sejumlah tingkat tekanannya. Selanjutnya pompa booster pada masing-masing aliran fluida kerja akan memberikan tekanan kepada aliran tersebut sesuai dengan tekanan yang dimaksudkan.

126

Aliran fluida pada tingkat tekanan pertama (paling rendah) selanjutnya akan dialirkan melalui ekonomiser tekanan rendah, evaporator tekanan rendah dan superheater tekanan rendah. Aliran fluida pada tingkat tekanan kedua terlebih dahulu dipanasi pada dua tahap ekonomiser bertekanan tingkat kedua (medium) sebelum masuk evaporator tekanan medium dan akhirnya superheater tekanan medium. Demikian juga aliran fluida pada tingkat ketiga terlebih dahulu dipanasi pada tiga tahap ekonomiser tekanan tingkat ketiga (tinggi) sebelum masuk evaporator tekanan tinggi dan akhirnya superheater tekanan tinggi. Pada umumnya HRSG banyak tingkat tekanan merupakan HRSG dengan dua tingkat tekanan atau tiga tingkat tekanan. Adalah mungkin untuk dirancang HRSG dengan lebih dari tiga tingkat tekanan. Gambar 76 menunjukkan HRSG dua tingkat tekanan tipe resirkulasi aliran gas horizontal. Gambar 77 menunjukkan HRSG dua tingkat tekanan tipe sekali lintas (once through) aliran gas horizontal. Gambar 78 menunjukkan HRSG tiga tingkat tekanan tipe resirkulasi aliran gas horizontal. Gambar 79 menunjukkan HRSG tiga tingkat tekanan tipe sekali lintas (once through) aliran gas horizontal. Pada HRSG banyak tingkat tekanan rangkaian ekonomiser, evaporator dan superheater disusun sedemikian rupa sehingga rangkaian tersebut untuk tekanan fluida kerja yang semakin tinggi ditempatkan semakin dekat dari sisi masukan gas. Dengan kata lain, fluida kerja yang bertekanan lebih tinggi dipanasi oleh gas yang bersuhu lebih tinggi. Dengan susunan ini, beda suhu rerata antara gas dengan fluida kerja pada evaporator dapat semakin dikurangi. Semakin banyak tingkat tekanannya, maka beda suhu rerata antara gas dengan fluida kerja akan semakin kecil. Dengan demikian, berdasarkan pandangan termodinamika, dengan semakin banyak tingkat tekanan, maka exergi yang terbuang semakin kecil. Akan tetapi semakin banyak tingkat tekanan akan semakin membuat desain HRSG menjadi semakin komplek. Hal inilah yang menyebabkan bahwa sangat jarang dibuat HRSG dengan lebih dari tiga tingkat tekanan. Gas dingin keluar

j b

f

a c Air umpan a. b. c. d. e. f. g. h.

i

g

o k

l

h

Gas panas masuk

n

m

p

d e

Uap tekanan rendah

Pompa air umpan Pemanas awal Deaerator Pompa booster tekanan rendah Pompa booster tekanan tinggi Ekonomiser tekanan rendah Ekonomiser tekanan tinggi tingkat 1 Evaporator tekanan rendah

i. j. k. l. m. n. o. p.

Uap tekanan tinggi

Pompa sirkulasi tekanan rendah Drum uap tekanan rendah Superheater tekanan rendah Ekonomiser tekanan tinggi tingkat 2 Evaporator tekanan tinggi Pompa sirkulasi tekanan tinggi Drum uap tekanan tinggi Superheater tekanan tinggi

Gambar 76. HRSG dua tingkat tekanan tipe resirkulasi aliran gas horizontal 127

Gas dingin keluar

b

f

a

g c

Gas panas masuk

j

h

l

k

d

Air umpan a. b. c. d. e. f.

i

Uap tekanan tinggi

Uap tekanan rendah

e

Pompa air umpan Pemanas awal Deaerator Pompa booster tekanan rendah Pompa booster tekanan tinggi Ekonomiser tekanan rendah

g. h. i. j. k. l.

Ekonomiser tekanan tinggi tingkat 1 Evaporator tekanan rendah Superheater tekanan rendah Ekonomiser tekanan tinggi tingkat 2 Evaporator tekanan tinggi Superheater tekanan tinggi

Gambar 77. HRSG dua tingkat tekanan tipe sekali lintas (once through) aliran gas horizontal

Gas dingin keluar

l b

g

r n

k

Gas panas masuk

w t

q

v

h a

i c

Air umpan

j

m

o

p

s

u

x

d e

Uap tekanan rendah

Uap tekanan medium

Uap tekanan tinggi

f a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l.

Pompa air umpan Pemanas awal Deaerator Pompa booster tekanan rendah Pompa booster tekanan medium Pompa booster tekanan tinggi Ekonomiser tekanan rendah Ekonomiser tekanan medium tingkat 1 Ekonomiser tekanan tinggi tingkat 1 Evaporator tekanan rendah Pompa sirkulasi tekanan rendah Drum uap tekanan rendah

m. n. o. p. q. r. s. t. u. v. w. x

Superheater tekanan rendah Ekonomiser tekanan medium tingkat 2 Ekonomiser tekanan tinggi tingkat 2 Evaporator tekanan medium Pompa sirkulasi tekanan medium Drum uap tekanan medium Superheater tekanan medium Ekonomiser tekanan tinggi tingkat 3 Evaporator tekanan tinggi Pompa sirkulasi tekanan tinggi Drum uap tekanan tinggi Superheater tekanan tinggi

Gambar 78. HRSG tiga tingkat tekanan tipe resirkulasi aliran gas horizontal

128

Gas dingin keluar

b

g

Gas panas masuk

p

l h

a

i c

Air umpan

j

k

m

n

o

q

r

d e

Uap tekanan rendah

Uap tekanan medium

Uap tekanan tinggi

f a. b. c. d. e. f. g. h. i.

Pompa air umpan Pemanas awal Deaerator Pompa booster tekanan rendah Pompa booster tekanan medium Pompa booster tekanan tinggi Ekonomiser tekanan rendah Ekonomiser tekanan medium tingkat 1 Ekonomiser tekanan tinggi tingkat 1

j. k. l. m. n. o. p. q. r.

Evaporator tekanan rendah Superheater tekanan rendah Ekonomiser tekanan medium tingkat 2 Ekonomiser tekanan tinggi tingkat 2 Evaporator tekanan medium Superheater tekanan medium Ekonomiser tekanan tinggi tingkat 3 Evaporator tekanan tinggi Superheater tekanan tinggi

Gambar 79. HRSG tiga tingkat tekanan tipe sekali lintas (once through) aliran gas horizontal 5. HRSG Kalina Permasalahan HRSG satu tingkat tekanan adalah pada evaporator, yaitu suhu pendidihan yang konstan sementara suhu gas menurun. Permasalahan ini yang diselesaikan dengan desain HRSG banyak tingkat tekanan. HRSG banyak tingkat tekanan mampu membuat distribusi suhu fluida kerja sepanjang HRSG mendekati distribusi suhu gas pemanas sepanjang HRSG. Hal ini akan mengurangi exergi yang terbuang. Semakin banyak tingkat tekanan, distribusi tersebut akan menjadi semakin mendekati sehingga exergi yang terbuang semakin berkurang. Kelemahan HRSG banyak tingkat tekanan adalah desainnya yang komplek. Kompleksitas desain akan semakin bertambah dengan semakin bertambahnya jumlah tingkat tekanan yang digunakan. Terdapat cara penyelesaian alternatif yang memungkinkan HRSG satu tingkat tekanan tetap dapat digunakan tetapi dengan distribusi suhu fluida kerja mendekati distribusi suhu gas sepanjang HRSG. Cara tersebut adalah dengan mengusahakan agar fluida kerja selama mendidih dalam evaporator tidak bersuhu konstan. Fluida kerja diusahakan mengalami kenaikan suhu. Cara ini dapat dilakukan dengan menggunakan fluida kerja yang merupakan campuran dua fluida yang memiliki volatilitas berbeda. Siklus mesin turbin uap yang menggunakan campuran dua fluida yang memiliki volatilitas yang berbeda disebut siklus Kalina. Dengan demikian HRSG yang menggunakan fluida kerja berupa campuran dua fluida yang memiliki volatilitas yang berbeda selanjutnya disebut sebagai HRSG Kalina. Pada evaporator HRSG Kalina, pendidihan pertama terjadi pada komponen fluida yang lebih volatil yang memiliki titih didih lebih rendah. Suhu penduduhan pertama adalah sama dengan tidik didih komponen fluida yang volatil. Secara berangsur-angsur komponen fluida yang kurang volatil mendidih sehingga suhu pendidihan semakin tinggi. Pendidihan terakhir terjadi pada suhu tertinggi yang tidak lain adalah titik didih komponen fluida yang kurang volatil. 129

Dengan memilih dua komponen fluida yang tepat, dapat dirancang HRSG Kalina yang menghasilkan distribusi suhu fluida kerja paling mendekati distribusi suhu gas pemanas sepanjang HRSG. HRSG Kalina titak memerlukan resirkulasi sehingga desainnya mirip dengan HRSG tipe sekali lintas (once through). Gambar 80 menunjukkan diagram HRSG Kalina Gas dingin keluar

b

Gas panas masuk

e

Air umpan a

f c

d

g

a. b. c. d. e. f. g.

Pompa umpan Pemanas awal Deaerator Pompa booster Ekonomiser Evaporator Superheater

Uap

Gambar 80. HRSG Kalina

B. APLIKASI SIKLUS KOMBINASI PADA PCMSR PCMSR (Passive Compact Molten Salt Reactor) termasuk salah satu jenis reactor nuklir yang mampu mencapai suhu tinggi. Desain PCMSR standar menggunakan siklus Brayton regeneratif multi reheat dan multi cooling dengan menggunakan helium sebagai fluida kerja. Desain PCMSR standar tidak menghasilkan uap. Untuk dapat menghasilkan uap, HRSG dapat diaplikasikan pada desain PCMSR dengan memodifikasi sistem kompresor dan sistem pendingin antar kompresor. Desain standar menggunakan empat tingkat kompresor. Suhu air pendingin antar kompresor untuk desain ini mampu mencapai 90 °C. Pada suhu ini, air pendingin bertekanan 1 atmosfir belum mendidih. Dengan demikian desain ini tidak dirancang untuk menghasilkan uap untuk aplikasi siklus kombinasi dengan menggunakan turbin uap disamping turbin gas sebagai sistem konversi utama. Suhu air pendingin keluar sistem pendingin antar kompresor pada desain PCMSR standar yang mencapai 90 °C memungkinkan desain PCMSR standar dapat dialikasikan untuk kogenerasi nuklir suhu rendah tanpa memodifikasi sistem mesin konversi utamanya, yaitu mesin turbin gas. Untuk menghasilkan uap bertekanan rendah (tetapi lebih dari 1 bara), maka suhu gas (helium) yang akan digunakan sebagai pemanas harus ditingkatkan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggabungkan dua diantara empat kompresor. Sebagai contoh, dua tingkat kompresor terakhir digabungkan. Rasio kompresi gabungannya merupakan perkalian dari rasio kompresi kedua kompresor sebelum digabung. Dengan rasio kompresi yang lebih tinggi, suhu gas keluar kompresor terakhir menjadi lebih tinggi. Demikian juga suhu gas (helium) bertekanan rendah menjadi lebih tinggi daripada suhu tersebut pada desain standar. Dengan suhu yang lebih tinggi, gas dapat digunakan untuk sebagai pemanas pada HRSG. Gambar 81 menunjukkan diagram PCMSR dengan siklus kombinasi menggunakan HRSG satu tingkat tekanan. Penggunaan HRSG satu tingkat dalam hal ini memungkinkan cukup banyak exergi yang terbuang. Tetapi untuk rentang suhu gas yang tidak terlalu tinggi, dan juga jumlah kalor yang relatif tidak terlalu banyak, penggunaan HRSG banyak tingkat tekanan menjadi terlalu komplek. Untuk aplikasi semacam ini, penggunaan HRSG Kalina adalah yang sesuai. Gambar 82 menunjukkan diagram PCMSR dengan siklus kombinasi menggunakan HRSG Kalina. 130

4a

4d

5d

5c

Aliran garam sekunder Aliran helium Aliran air pendingin

4b

4c 1

: : :

5a

5b

7c

7b

8

6a 2

9

3

7a

10 13 13 20 12 20

1 2 3 4a 4b 4c 4d 5a 5b 5c

Reaktor PCMSR Zona HE PCMSR Pompa garam sekunder HE heater tingkat 1 (garam – HE heater tingkat 2 (garam – HE heater tingkat 3 (garam – HE heater tingkat 4 (garam – Turbin tingkat 1 Turbin tingkat 2 Turbin tingkat 3

helium) helium) helium) helium)

11 20

8

14 13 20

KETERANGAN 5d Turbin tingkat 4 6a HE cooler tingkat 1 (helium –air) 6b HE cooler tingkat 2 (helium – air) 7a Kompresor tingkat 1 7b Kompresor tingkat 2 7c Kompresor tingkat 3 8 Generator listrik 9 HE regenerator (helium- helium) 10 Pompa air pendingin

11

Sumber air pendingin 12 HRSG satu tingkat tekanan 13 Turbin uap 14 Kondenser HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor)

Gambar 81. PCMSR dengan siklus kombinasi menggunakan HRSG satu tingkat tekanan

4a

4d

5d

5c

Aliran garam sekunder Aliran helium Aliran air pendingin

4b

4c 1

: : :

5a

5b

7c

7b

10 13 13 20 12 20

1 2 3 4a 4b 4c 4d 5a 5b

Reaktor PCMSR Zona HE PCMSR Pompa garam sekunder HE heater tingkat 1 (garam – helium) HE heater tingkat 2 (garam – helium) HE heater tingkat 3 (garam – helium) HE heater tingkat 4 (garam – helium) Turbin tingkat 1 Turbin tingkat 2

8

6a 2

9

3

7a

KETERANGAN 5c Turbin tingkat 3 5d Turbin tingkat 4 6a HE cooler tingkat 1 (helium –air) 6b HE cooler tingkat 2 (helium – air) 7a Kompresor tingkat 1 7b Kompresor tingkat 2 7c Kompresor tingkat 3 8 Generator listrik 9 HE regenerator (helium- helium)

8

11 20

14 13 20 10

Pompa air pendingin

11

Sumber air pendingin 12 HRSG Kalina 13 Turbin uap 14 Kondenser HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor)

Gambar 82. PCMSR dengan siklus kombinasi menggunakan HRSG Kalina 131

Untuk mendapatkan uap yang bertekanan lebih tinggi suhu gas helium yang akan dijadikan sebagai medium pemanas HRSG harus ditingkatkan lagi Hal ini dilakukan dengan menggabingkan tiga kompresor terakhir. Untuk aplikasi siklus kombinasi turbin gas dan turbin uap, penggunaan HRSG banyak tingkat tekanan menjadi lebih sesuai. Gambar 83. PCMSR dengan siklus kombinasi menggunakan HRSG dua tingkat tekanan. Jika diinginkan untuk menghasilkan uap bertekanan lebih tinggi lagi, suhu gas helium untuk pemanas HRSG perlu ditingkatkan lagi. Hal ini dilakukan dengan menggabungkan seluruh kompresor. Penggunaan HRSG dengan jumlah tingkat tekanan yang lebih banyak menjadi lebih memungkinkan. Gambar 84 menunjukkan diagram PCMSR dengan siklus kombinasi menggunakan HRSG tiga tingkat tekanan. Keuntungan yang diharapkan dari aplikasi siklus kombinasi pada PCMSR dibandingkan dengan siklus standar PCMSR adalah dalam hal pembuangan kalor. Dengan aplikasi siklus kombinasi, kalor dibuang melalui kondenser bukan melalui sistem pendingin antar kompresor seperti pada siklus standar. Pembuangan pada kondenser menyebabkan kalor dibuang pada suhu rerata lebih rendah. Dengan demikian efisiensi termal diharapkan dapat semakin ditingkatkan. Akan tetapi keuntungan yang diharapkan ini harus diimbangi dengan adanya rugirugi exergi pada HRSG. Di samping itu, penggunaan siklus kombinasi tentu saja akan menambah kompleksitas sistem karena harus menggunakan komponen tambahan seperti HRSG, turbin uap serta menggunakan fluida tambahan. Oleh sebab itu, keuntungan yang diharapkan biasanya tidak sebanding dengan peningkatan kompleksitas. Untuk aplikasi pembangkitan listrik semata, lebih disarankan untuk menggunakan desain standar PCMSR daripada menggunakan PCMSR dengan siklus kombinasi.

4a

4d

1

5d

5c

Aliran garam sekunder Aliran helium Aliran air pendingin

4b

4c 2 6 b 2

: : :

5b

5a

7a

7b

6 2

9

3

10 13a 132 0

13b 132 0

12 20

1 2 3 4a 4b 4c 4d 5a 5b

Reaktor PCMSR Zona HE PCMSR Pompa garam sekunder HE heater tingkat 1 (garam – helium) HE heater tingkat 2 (garam – helium) HE heater tingkat 3 (garam – helium) HE heater tingkat 4 (garam – helium) Turbin tingkat 1 Turbin tingkat 2

8

8

11 20

14 13 20 KETERANGAN 5c Turbin tingkat 3 5d Turbin tingkat 4 6 HE cooler (helium –air) 7a Kompresor tingkat 1 7b Kompresor tingkat 2 8 Generator listrik 9 HE regenerator (helium- helium) 10 Pompa air pendingin 11 Sumber air pendingin

12 HRSG dua tingkat tekanan 13a Turbin uap tekanan tinggi 13b Turbin uap tekanan rendah 14 Kondenser HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor)

Gambar 83. PCMSR dengan siklus kombinasi menggunakan HRSG dua tingkat tekanan 132

4a

4d

1

5d

5c

3

Aliran garam sekunder Aliran helium Aliran air pendingin

4b

4c 2 6 b 2

: : :

5b

5a

8

7

9

11 20

13a 132 0

13b 132 0

13c 132 0

12 20

1 2 3 4a 4b 4c 4d 5a

Reaktor PCMSR Zona HE PCMSR Pompa garam sekunder HE heater tingkat 1 (garam – helium) HE heater tingkat 2 (garam – helium) HE heater tingkat 3 (garam – helium) HE heater tingkat 4 (garam – helium) Turbin tingkat 1

8

14 13 20 KETERANGAN 5b Turbin tingkat 2 5c Turbin tingkat 3 5d Turbin tingkat 4 7 Kompresor 8 Generator listrik 9 HE regenerator (helium- helium) 10 Pompa air pendingin 12 HRSG tiga tingkat tekanan

10

13a

Turbin uap tekanan tinggi 13b Turbin uap tekanan medium 13c Turbin uap tekanan rendah 14 Kondenser HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor)

Gambar 84. PCMSR dengan siklus kombinasi menggunakan HRSG tiga tingkat tekanan Penggunaan siklus kombinasi menjadi menarik jika uap yang dihasilkan oleh HRSG tidak hanya digunakan untuk menggerakkan turbin uap bagi pembangkitan listrik, tetapi juga digunakan untuk berbagai proses termal. Dengan demikian penggunan siklus kombinasi semata kurang menarik, akan tetapi penggunaan siklus kombinasi bersamaan dengan kogenerasi suhu medium menjadi menarik untuk diaplikasikan pada PCMSR. C. BERBAGAI APLIKASI KOGENERASI NUKLIR SUHU MEDIUM DENGAN MENGGUNAKAN UAP Aplikasi siklus kombinasi turbin gas dan pembangkitan uap pada PCMSR kurang menarik jika uap yang dihasilkan digunakan semata-mata untuk menggerakkan turbin uap pembangkit listrik. Hal ini karena efisiensi termal yang dihasilkan hanya bertamabah sangat sedikit jika dibandingkan dengan efisiensi termal pada desain standar yang hanya menggunakan turbin gas saja (siklus Brayton regerenatif multi reheat multi cooling). Akan tetapi jika uap tersebut disamping dipergunakan untuk menggerakkan turbin uap juga dipergunakan untuk kogenerasi, maka aplikasi ini menjadi menarik. Hal ini karena uap tersebut dapat dipergunakan untuk berbagai proses yang menghasilkan produk dengan nilai ekonomi tinggi.. Berbagai aplikasi kogenerasi berbasis reaktor nuklir PCMSR dengan menggunakan uap hasil HRSG diantaranya adalah : - aplikasi enhanced oil recovery - aplikasi gasifikasi batubara dengan suhu masukan medium - aplikasi gasifikasi batubara dalam tanah - aplikasi pengilangan minyak 133

1. Kogenerasi nuklir suhu medium untuk aplikasi enhanced oil recovery Sistem energi masa depan diharapkan dikembangkan untuk tidak lagi menggunakan sumber daya energi fosil seperti minyak bumi, batubara dan gas alam sebagai sumber energi primer yang utama Sekalipun demikian, cadangan minyak bumi, batubara dan gas alam yang tersisa tidak berarti menjadi tidak memiliki nilai ekonomi sama sekali. Cadangan minyak bumi, batubara dan gas alam yang tersisa tersebut diproyeksikan digunakan sebagai bahan baku material berbasis hidrokarbon atau karbon. Penggunaan material komposit dimana grafit sebagai penyusun utamanya diproyeksikan berkembang. Material grafit komposit akan banyak digunakan sebagai material dalam pembuatan mesin-mesin (turbin, kompresor, pompa dan komponenkomponen mesin lainnya), kontruksi, pesawat terbang, pesawat ruang angkasa, reaktor nuklir, elektronika dan banyak aplikasi lainnya. Demikian juga material polimer berbasis hidrokarbon juga akan berkembang pemanfaatannya. Dalam hal pengambilan cadangan minyak bumi yang semakin menipis, masalah yang dihadapi adalah bahwa cadangan minyak bumi yang tersisa terjebak dalam reservoar yang menyulitkan untuk diambil. Minyak yang tersisa cukup kental dan terjebak dalam pori-pori batuan reservoar. Untuk itu minyak dapat diambil dengan konsep ”enhanced oil recovery”. Pada konsep ini, pada reservoar minyak minimal dibuat dua sumur, yaitu sumur injeksi dan sumur produksi. Pada sumur injeksi, diinjeksikan uap bertekanan tinggi dan surfaktan. Surfaktan berfungsi untuk menurunkan viskositas minyak dengan cara membuat minyak menjadi emulsi. Uap bertekanan disamping berfungsi untuk menyediakan air juga berfungsi untuk menimbulkan tekanan guna mendorong minyak. Minyak yang sudah lebih encer terdorong oleh tekanan uap hingga keluar melalui sumur produksi. Konsep ini sudah dilakukan sekarang. Hanya saja, untuk menghasilkan uap bertekanan tinggi, digunakan boiler konvensional yang juga menggunakan bahan bakar minyak. Dengan demikian, sebagian produk minyak setelah diolah harus digunakan sebagai bahan bakar boiler. Di samping itu, penggunaan bahan bakar minyak pada boiler juga akan mengemisikan CO2 ke udara atmosfir. Pada sistem industri yang akan dikembangkan ke depan, emisi CO2 harus sangat dikurangi bahkan jika perlu harus dieliminasikan. Dengan demikian diperlukan sumber kalor yang bukan merupakan bahan bakar minyak. Keuntungan lain yang akan dicapai adalah semua produk minyak tidak perlu sebagiannya digunakan untuk bahan bakar. Sumber kalor untuk menghasilkan uap tersebut tentunya juga bukan batubara atau gas, karena keduanya masih mengemisikan CO2. Di samping itu, sumber kalor tersebut juga harus mampu untuk mensuplai kalor dalam jumlah yang cukup secara kontinu sesuai kebutuhan proses enhanced oil recovery tersebut. Dalam hal ini, penggunaan kalor yang dibangkitkan sistem energi nuklir menjadi hal yang sangat menjanjikan. Kalor tersebut digunakan untuk menghasilkan uap bertekanan tinggi ynag selanjutnya diinjeksikan ke sumur injeksi. Gambar 85 menunjukkan diagram PCMSR dengan siklus kombinasi dan kogenerasi untuk aplikasi ”enhanced oil recovery”. Untuk keperluan ini, diperlukan uap bertekanan cukup tinggi sehingga digunakan HRSG tiga tingkat tekanan. Uap superheat bertekanan tinggi yang dihasilkan digunakan untuk proses enhanced oil recovery. Sementara itu, untuk memaksimalkan penggunaan energi, uap bertekanan medium dan uap bertekanan rendah yang dihasilkan HRSG dipergunakan untuk menggerakkan turbin uap untuk keperluan pembangkitan listrik tambahan. 134

4a

4d 4b

4c 2 6 b 2

1

: Aliran garam sekunder : Aliran helium : Aliran air pendingin

5d

5c

5a

5b

8

7

9

3

11 20

13a 132 0

13b 132 0

12 20

15

8

14 13 20 16

10 6

20

17 19

21 18

1 2 3 4a 4b 4c 4d 5a 5b 5c 5d

Reaktor PCMSR Zona HE PCMSR Pompa garam sekunder HE heater tingkat 1 (garam – helium) HE heater tingkat 2 (garam – helium) HE heater tingkat 3 (garam – helium) HE heater tingkat 4 (garam – helium) Turbin tingkat 1 Turbin tingkat 2 Turbin tingkat 3 Turbin tingkat 4

KETERANGAN 6 Sistem pengolahan air umpan 7 Kompresor 8 Generator listrik 9 HE regenerator (helium- helium) 10 Pompa air pendingin 11 Sumber air alam 12 HRSG tiga tingkat tekanan 13a Turbin uap tekanan medium 13b Turbin uap tekanan rendah 14 Kondenser

15 16 17 18 19 20 21

Penampung surfaktan Pompa surfaktan Sumur injeksi Reservoar minyak Lapisan overburden Sumur produksi Penampung minyak mentah HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor)

Gambar 85. PCMSR dengan siklus kombinasi dan kogenerasi untuk aplikasi ”enhanced oil recovery” 2. Kogenerasi nuklir suhu medium untuk aplikasi gasifikasi batubara Sebagaimana cadangan minyak bumi yang tersisa, cadangan batubara yang tersisa juga sebaiknya tidak digunakan sebagai bahan bakar. Cadangan batubara yang tersisa sebaiknya digunakan sebagai bahan mentah untuk pembuatan berbagai jenis material atau produk yang berbasis grafit atau hidrokarbon maupun senyawa-senyawa turunannya. Proses untuk membuat batubara menjadi senyawa hidrokarbon dusebut proses pencairan batubara. Terdapat dua macam proses pencairan batubara, yaitu : - proses pencairan tidak langsung - proses pencairan langsung Pada proses pencairan batubara langsung, batubara direaksikan langsung dengan gas hidrogen pada suhu dan tekanan tinggi sehingga terbentuk senyawa hidrokarbon. 135

Proses pencairan batubata langsung lebih sulit untuk dilakukan sehingga proses tidak langsung lebih banyak dipilih. Proses ini harus diawali dengan proses gasifikasi batubara. Pada proses pencairan tidak langsung, batubara terlebih dahulu digasifikasi untuk menghasilkan gas sintetik. Pada proses gasifikasi batubara dengan kalor masukan pada suhu medium, batubara dimasukkan dalam sebuah reaktor. Uap bertekanan tinggi dan oksigen diinjeksikan dalam reaktor tersebut. Fungsi uap air adalah untuk menyediakan hidrogen. Suhu uap yang diinjeksikan harus cukup tinggi sehingga memungkinkan reaksi antara C dalam batubara dengan uap air dan oksigen. Oksigen terlebih dahulu mendominasi reaksi dengan C pada batubara. Reaksi antara oksigen dengan C ini bersifat eksotermik dan menghasilkan CO 2 serta sejumlah energi kalor. Kalor reaksi akan meningkatkan suhu sehingga meningkatkan peluang reaksi antara batubara dengan uap air. Reaksi batubara dengan oksigen semakin berkurang hingga akhirnya berhenti setelan oksigen habis. Pada saat ini, suhu reaktor mecpaia maksimum. Dengan suhu yang lebih tinggi, reaksi batubara dengan uap air menjadi lebih mendominasi. Demikian juga sebagian gas CO2 yang telah terbentuk sebelumnya terurai menjadi CO dan oksigen. Hasil keseluruhan dari reaksi gasifikasi batubara disebut gas sintetik . Gas sintetik ini didominasi oleh H2, CO, CO2, dan sedikit CH4 serta senyawasenyawa hidrokarbon ringan, senyawa belerang serta senyawa nitrogen dalam fraksi yang sangat sedikit [101]. Komposisi gas sintetik tergantung dari tekanan dan suhu injeksi uap air serta tergantung dari perbandingan mol uap air dan oksigen yang diinjeksikan. Untuk menghasilkan senyawa hidrokarbon, gas sintetik ini selanjutnya direaksikan dengan gas hidrogen. Sebagian gas hidrogen yang digunakan adalah gas hidrogen yang telah terdapat dalam sintetik gas, tetapi masih perlu gas hidrogen yang ditambahkan. Hasil reaksi ini adalah banyak mengandung CH4 dan metanol. Berlansungnya reaksi lebih lanjut akan lebih banyak menghasilkan metanol. Selanjutnya metanol didehidrasi menjadi dimetil eter dan dehidrasi selanjutnya menjadi etilena. Etilena siap dipolimerisasikan menjadi senyawa hidrokarbon. Di samping itu CH4 juga dapat dipolimerisasikan menjadi senyawa hidrokarbon. Dengan demikian gasifikasi batubara merupakan tahap pertama untuk mengubah batubara menjadi senyawa hidrokarbon. Proses gasifikasi batubara memerlukan energi kalor untuk membangkitkan uap. Disamping itu diperlukan energi listrik atau mekanik untuk menggerakkan sistem kompresor penyedia oksigen. Pada sistem penyediaan oksigen, udara dikompresi oleh kompresor udara dan dilewatkan pada zeolith. Zeolith tersebut akan mengikat nitrogen sehingga dihasilkan gas yang lebih banyak mengandung oksigen. Kompresor oksigen selanjutnya memberikan tekanan kepada gas oksigen yang cukup untuk diinjeksikan pada reaktor gasifikasi bersamaan dengan injeksi uap air bertekanan tinggi. Nitrogen akan dilepaskan pada saat regenerasi zeolith. Nitrogen ini selanjutnya dilepaskan kembali ke udara lingkungan atau ditampung sebagai produk samping. Gambar 86. PCMSR dengan siklus kombinasi dan kogenerasi untuk aplikasi gasifikasi batubara (coal gasification) dengan masukan kalor pada suhu medium. Untuk keperluan ini, diperlukan uap bertekanan cukup tinggi sehingga digunakan HRSG tiga tingkat tekanan. 101

Visagie J.P, 2008, Generic Gasifier Modelling : Evaluating Model by Gasifier Type, University of Pretoria. http : // upetd.up.ac.za/thesis/available/edt-07022009-133535/unrestricted/dissertation.pdf

136

Uap superheat bertekanan tinggi yang dihasilkan digunakan untuk proses gasifikasi batubara. Sementara itu, untuk memaksimalkan penggunaan energi, uap bertekanan medium dan uap bertekanan rendah yang dihasilkan HRSG dipergunakan untuk menggerakkan turbin uap untuk keperluan pembangkitan listrik tambahan.

4a

4d 4b

4c 2 6 b 2

1

: Aliran garam sekunder : Aliran helium : Aliran air pendingin

5d

5c

5b

5a

8

7

9

3

11 20

13a 132 0 12 20

13b 132 0

8

14 13 20 6

10

18

17 16

21 Udara masuk 1 2 3 4a 4b 4c 4d 5a 5b 5c 5d

15

19

Masukan batubara

22

20

Reaktor PCMSR Zona HE PCMSR Pompa garam sekunder HE heater tingkat 1 (garam – helium) HE heater tingkat 2 (garam – helium) HE heater tingkat 3 (garam – helium) HE heater tingkat 4 (garam – helium) Turbin tingkat 1 Turbin tingkat 2 Turbin tingkat 3 Turbin tingkat 4

KETERANGAN 6 Sistem pengolahan air umpan 7 Kompresor helium 8 Generator listrik 9 HE regenerator (helium- helium) 10 Pompa air pendingin 11 Sumber air alam 12 HRSG tiga tingkat tekanan 13a Turbin uap tekanan medium 13b Turbin uap tekanan rendah 14 Kondenser 15 Kompresor udara

16 Pemisah oksigen nitrogen 17 Produk nitrogen 18 Penampung oksigen 19 Kompresor oksigen 20 Motor penggerak 21 Reaktor gasifikasi 22 Penampung produk gas sintetik HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor)

Gambar 86. PCMSR dengan siklus kombinasi dan kogenerasi untuk aplikasi gasifikasi batubara (coal gasification) dengan masukan kalor pada suhu medium 3. Kogenerasi nuklir suhu medium untuk aplikasi gasifikasi batubara dalam tanah Pada proses gasifikasi batubara dengan menggunakan reaktor gasifikasi yang telah disebutkan di atas, masih diperlukan proses penambangan batubara. Proses penambangan batubara ada dua macam, yaitu proses penambangan batubara permukaan dan proses penambangan batubara dalam tanah. 137

Proses penambangan batubara permukaan menimbulkan dampak kerusakan lingkungan. Proses penambangan batubara dalam tanah memerlukan biaya mahal dan resiko besar. Proses ini secara ekonomis terbatas untuk dilakukan pada reservoar batubara dalam tanah yang tidak berada terlalu dalam (jauh) dari permukaan tanah. Untuk itu, diperlukan alternatif pengambilan langsung batubara dari reservoar batubara dalam tanah dengan cara yang lebih mudah (dengan sendirinya lebih murah) serta resiko yang lebih kecil dan menimbulkan dampak kerusakan lingkungan yang juga lebih kecil. Disamping itu, cara ini juga memungkinkan untuk dilakukan pada reservoar batubara yang terletak lebih dalam (lebih jauh dari permukaan tanah). Cara ini tidak lain adalah melakukan gasifikasi langsung dalam tanah (underground coal gasification). Proses gasifikasi yang terjadi adalah sama dengan proses gasifikasi yang telah dijelaskan sebelumnya. Hanya saja dalam hal ini reservoar batubara dalam tanah sekaligus digunakan sebagai reaktor gasifikasi. Cara ini hanya dapat dilakukan untuk reservoar batubara dalam tanah yang terperangkap di antara dua lapisan kedap air. Cara ini tidak dapat dilakukan untuk cadangan batubara yang terletak pada permukaan tanah. Pada konsep gasifikasi batubara dalam tanah, pada reservoar batubara tersebut minimal dibuat dua sumur, yaitu sumur injeksi dan sumur produksi. Pada sumur injeksi, diinjeksikan uap bertekanan tinggi dan oksigen[102]. Selanjutnya berlangsung reaksi gasifikasi sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Hanya saja reaksi ini tidak terjadi dalam reaktor gasifikasi melainkan terjadi pada reservoar batubara dalam tanah tersebut. Hasil reaksi berupa gas sintetik sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Konsep gasifikasi dalam tanah belum diaplikasikan secara komersial melainkan sedang dalam taraf pengembangan. Pada konsep pengembangan dewasa ini, untuk menghasilkan uap bertekanan tinggi, digunakan boiler konvensional. Dengan demikian, sebagian produk gas sintetik harus digunakan sebagai bahan bakar boiler. Di samping itu, penggunaan bahan bakar gas sintetik pada boiler juga akan mengemisikan CO2 ke udara atmosfir. Pada sistem industri yang akan dikembangkan ke depan, emisi CO2 harus sangat dikurangi bahkan jika perlu harus dieliminasikan. Dengan demikian diperlukan sumber kalor yang bukan merupakan bahan bakar minyak. Keuntungan lain yang akan dicapai adalah semua produk gas sintetik tidak perlu sebagiannya digunakan untuk bahan bakar. Sumber kalor untuk menghasilkan uap tersebut tentunya juga bukan berasal dari minyak bumi atau gas, karena keduanya masih mengemisikan CO2. Di samping itu, sumber kalor tersebut juga harus mampu untuk mensuplai kalor dalam jumlah yang cukup secara kontinu sesuai kebutuhan proses gasifikasi batubara dalam tanah tersebut. Dalam hal ini, penggunaan kalor yang dibangkitkan sistem energi nuklir menjadi hal yang sangat menjanjikan. Kalor tersebut digunakan untuk menghasilkan uap bertekanan tinggi ynag selanjutnya diinjeksikan ke sumur injeksi. Gambar 87 menunjukkan diagram PCMSR dengan siklus kombinasi dan kogenerasi untuk aplikasi gasifikasi batubara dalam tanah (underground coal gasification). Untuk keperluan ini, diperlukan uap bertekanan cukup tinggi sehingga digunakan HRSG tiga tingkat tekanan. Uap superheat bertekanan tinggi yang dihasilkan digunakan untuk proses gasifikasi batubara dalam tanah (underground coal gasification). Sementara itu, untuk memaksimalkan penggunaan energi, uap bertekanan medium dan uap bertekanan rendah 102

Walker, L., 1999, Underground Coal Gasification : A Clean Coal Technology Ready for Development. The Australian Coal Review, www.google.com/walker.pdf

138

yang dihasilkan HRSG dipergunakan untuk menggerakkan turbin uap untuk keperluan pembangkitan listrik tambahan.

4a

4d 4b

4c 2 6 b 2

1

: Aliran garam sekunder : Aliran helium : Aliran air pendingin

5d

5c

5a

5b

8

7

9

3

11 20

13a 132 0

13b 132 0

12 20

14 13 20 6

10

18

17

21

16

24 23

Udara masuk 1 2 3 4a 4b 4c 4d 5a 5b 5c 5d 6

8

15

19

20

Reaktor PCMSR Zona HE PCMSR Pompa garam sekunder HE heater tingkat 1 (garam – helium) HE heater tingkat 2 (garam – helium) HE heater tingkat 3 (garam – helium) HE heater tingkat 4 (garam – helium) Turbin tingkat 1 Turbin tingkat 2 Turbin tingkat 3 Turbin tingkat 4 Sistem pengolahan air umpan

25

22

KETERANGAN 7 Kompresor helium 8 Generator listrik 9 HE regenerator (helium- helium) 10 Pompa air pendingin 11 Sumber air alam 12 HRSG tiga tingkat tekanan 13a Turbin uap tekanan medium 13b Turbin uap tekanan rendah 14 Kondenser 15 Kompresor udara 16 Pemisah oksigen - nitrogen 17 Produk sampiing nitrogen

18 19 20 21 22 23 24 25

Penampung oksigen Kompresor oksigen Motor penggerak Sumur injeksi Lapisan batubara Lapisan overburden Sumur produksi Penampung produk gas sintetik

HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor)

Gambar 87. PCMSR dengan siklus kombinasi dan kogenerasi untuk aplikasi gasifikasi batubara dalam tanah (underground coal gasification) Gambar 88 menunjukkan diagram proses dan produk pada aplikasi reaktor nuklir untuk gasifikasi batubara (baik dengan reaktor gasifikasi maupun dengan proses gasifikasi dalam tanah) dengan berbagai produk yang dapat dihasilkan. Sumber daya alam yang dapat diolah dari sistem tersebut adalah sumber daya energi nuklir, sumber daya batubara serta sumber daya air. Sistem tersebit dapat dioptimalkan untuk menghasilkan berbagai produk seperti energi listrik, energi kalor untuk berbagai penggunaan, oksigen ekstra, nitrogen dan gas sintetik. 139

SUMBER DAYA ENERGI NUKLIR (uranium, torium)

Aneka penggunaan energi kalor

REAKTOR DAYA NUKLIR

Energi kalor

Produk energi listrik

Energi listrik

Sistem pemisahan udara Oksigen

Sumber air alam

Sumber daya batubara

Steam Generator

Uap panas lanjut

Produk Nitrogen Produk oksigen

Gasifikasi batubara / UCG

Produk gas sintetik

Gambar 88. Diagram proses dan produk pada aplikasi reaktor nuklir untuk gasifikasi batubara dengan berbagai produk yang dapat dihasilkan 4. Kogenerasi nuklir suhu medium untuk aplikasi proses pemisahan dengan destilasi bertingkat Proses pemisahan dengan destilasi bertingkat banyak digunakan dalam industri. Proses ini digunakan untuk memisahkan berbagai komponen campuran dalam suatu fasa cair yang titik didihnya berdekatan. Proses ini paling banyak digunakan dalam pengilangan minyak mentah. Pada masa depan proses ini digunakan juga dalam pengilangan bahan bakar hidrokarbon sintetik dari hasil pencairan batubara atau hasil dari kelanjutan proses penangkapan CO2. Proses pengilangan ini bertujuan untuk mendapatkan berbagai produk yang merupakan fraksi-fraksi dari minyak mentah atau hidrokarbon sintetik mentah hasil langsung gasifikasi batubara atau polimerisasi etilena sebagai bagian dari produksi hidrokarbon sintetik dari pengangkapan CO2. Produk-produk tersebut dipisahkan berdasarkan volatilitasnya. Pada industri nuklir proses destilasi bertingkat diaplikasikan sebagai salah satu tahapan dalam pemisahan air berat (D2O) dari air alami. Hidrogen pada air alami mengandung 1/1500 mol deuterium. Air berat ini selanjutnya digunakan sebagai moderator pada reaktor nuklir air berat (Heavy Water Reactor / HWR). Air berat juga digunakan untuk berbagai bidang penelitian. Aplikasi lain proses destilasi bertingkat dalam industri nuklir adalah untuk memisahkan berbagai produk fisi pada bahan bakar nuklir garam florida pada MSR. Gambar 89 menunjukkan aplikasi kogenerasi PCMSR untuk proses pemisahan dengan destilasi bertingkat. Dalam hal ini kalor dari reaktor nuklir disuplaikan ke reboiler untuk menguapkan fraksi yang paling non volatil. Selanjutnya dalam menara destilasi terjadi saling kontan antara cairan yang menguap dan uap yang mengembun. Makin ke atas, suhu sistem makin rendah dan fraksi komponen volatil akan semakin banyak. Produk atas yang disebut sebagai produk destilat mengandung paling banyak komponen volatil sedangkan produk bawah yang disebut produk rafinat mengandung paling banyak komponen non volatil. 140

4a

4d

1

5d

5c

Aliran garam sekunder Aliran helium Aliran air pendingin

4b

4c 2 6 b 2

: : :

5b

5a

8

7

9

3

11 20

13a 132 0

8

13b 132 0

12 20

10

6 15 13 20

Umpan bahan mentah (campuran) Produk dasar (rafinat) 1 2 3 4a 4b 4c 4d 5a 5b 5c

Produk destilat Aneka produk antara

16 13 20

Reaktor PCMSR Zona HE PCMSR Pompa garam sekunder HE heater tingkat 1 (garam – helium) HE heater tingkat 2 (garam – helium) HE heater tingkat 3 (garam – helium) HE heater tingkat 4 (garam – helium) Turbin tingkat 1 Turbin tingkat 2 Turbin tingkat 3

17 13 20

14 13 20

KETERANGAN 5d Turbin tingkat 4 6 Sistem pengembalian air pemanas 7 Kompresor 8 Generator listrik 9 HE regenerator (helium- helium) 10 Pompa air pendingin 11 Sumber air alam 12 HRSG tiga tingkat tekanan 13a Turbin uap tekanan tinggi

13b Turbin uap tekanan rendah 14 Kondenser turbin uap 15 Menara destilasi bertingkat 16 Boiler sistem destilasi 17 Kondenser sistem destilasi HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor)

Gambar 89. Aplikasi kogenerasi PCMSR untuk proses pemisahan dengan destilasi bertingkat D. BERBAGAI APLIKASI KOGENERASI NUKLIR SUHU MEDIUM TANPA MENGGUNAKAN UAP Berbagai proses kogenerasi suhu medium tidak perlu menggunakan uap sebagai medium pembawa kalor. Dengan demikian, penggunaan HRSG tidak lagi diperlukan. Dalam hal ini, fluida kerja sistem konversi, yaitu helium dipergunakan sekaligus sebagai medium pembawa energi kalor dalam proses termal. Terdapat dua kemungkinan dalam aplikasi semacam ini. Yang pertama tanpa menggunakan fluida antara. Gas helium digunakan untuk memanasi reaktor proses termal. Tentu saja gas helium harus tidak berkontak langsung dengan dengan material yang diproses. Dalam hal ini, eaktor proses termal berbentuk seperti alat penukar kalor 141

(misalnya sheel and tube), di mana gas helium mengalir pada satu sisi (baik sisi shell maupun sisi tube) sedangkan material yang diproses berada pasd sisi lainnya. Pada kondisi yang kedua, medium pembawa energi kalor harus berkontak langsung dengan material yang diproses. Kemungkinan lainnya adalah material yang diproses memiliki sifat korosif atau reaktif sehingga jika bocor ke aliran gas kelium akan merusak komponen-komponen pada sistem konversi energi (suhu turbin, sudu kompresor, alat penukar kalor). Untuk kedua keadaan ini, digunakan fluida antara yang membawa energi kalor dari gas helium ke reaktor proses termal. Fluida antara dapat berupa cairan atau gas. Gambar 90 menunjukkan diagram PCMSR dengan siklus kogenerasi untuk proses termal suhu medium tanpa pembangkitan uap tanpa menggunakan fluida antara. Gambar 91 menunjukkan diagram PCMSR dengan siklus kogenerasi untuk proses termal suhu medium tanpa pembangkitan uap dengan menggunakan fluida antara Proses kogenerasi suhu medium tanpa menggunakan uap dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang industri, diantaranya adalah : - proses destilasi yang memerlukan suhu medium (antara 150 °C hingga 500 °C) - proses polimerisasi - proses gasifikasi biomassa - proses sterilisasi - proses termal suhu medium lainnya

4a

4d 4b

4c 2 6 b 2

1

: Aliran garam sekunder : Aliran helium : Aliran air pendingin

5d

5c

5b

5a

7a

7b

8

6b 2 9

3

6a

11 20

Proses termal suhu medium

1 2 3 4a 4b 4c 4d 5a

Reaktor PCMSR Zona HE PCMSR Pompa garam sekunder HE heater tingkat 1 (garam – helium) HE heater tingkat 2 (garam – helium) HE heater tingkat 3 (garam – helium) HE heater tingkat 4 (garam – helium) Turbin tingkat 1

12 13 KETERANGAN 20 5b Turbin tingkat 2 5c Turbin tingkat 3 5d Turbin tingkat 4 6a HE cooler tingkat 1 (helium –air) 6a HE cooler tingkat 2 (helium –air) 7a Kompresor tingkat 1 7b Kompresor tingkat 2 8 Generator listrik

10

9 HE regenerator (helium- helium) 10 Pompa air pendingin 11 Sumber air pendingin 12 Reaktor proses termal suhu HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor)

Gambar 90. PCMSR dengan siklus kogenerasi untuk proses termal suhu medium tanpa pembangkitan uap tanpa menggunakan fluida antara

142

4a

4d 4b

4c 2 6 b 2

1

: Aliran garam sekunder : Aliran helium : Aliran air pendingin

5d

5c

5b

5a

7a

7b

12 20

6b 2

9

3

6a

11 20

Proses termal suhu medium

1 2 3 4a 4b 4c 4d 5a 5b

8

Reaktor PCMSR Zona HE PCMSR Pompa garam sekunder HE heater tingkat 1 (garam – helium) HE heater tingkat 2 (garam – helium) HE heater tingkat 3 (garam – helium) HE heater tingkat 4 (garam – helium) Turbin tingkat 1 Turbin tingkat 2

14 13 13 13 20 KETERANGAN 20 5c Turbin tingkat 3 5d Turbin tingkat 4 6a HE cooler tingkat 1 (helium –air) 6a HE cooler tingkat 2 (helium –air) 7a Kompresor tingkat 1 7b Kompresor tingkat 2 8 Generator listrik 9 HE regenerator (helium- helium) 10 Pompa air pendingin

10

11 Sumber air pendingin 12 HE proses termal suhu medium 13 Reaktor proses termal suhu 14 Pompa atau blower fluida antara HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor)

Gambar 91. PCMSR dengan siklus kogenerasi untuk proses termal suhu medium tanpa pembangkitan uap dengan menggunakan fluida antara

143

BAB VIII. SISTEM KOGENERASI NUKLIR UNTUK PROSES TERMAL SUHU TINGGI Dalam tulisan ini, proses termal suhu menengah adalah semua proses termal yang memerlukan suplai energi berupa kalor pada suhu lebih dari 500 °C. Berbagai contoh proses termal yang dapat diterapkan sebagai sistem kogenerasi nuklir suhu tinggi diantaranya adalah proses produksi hidrogen, gasifikasi batubara pada suhu tinggi, pencairan batubara. A. APLIKASI KOGENERASI NUKLIR SUHU TINGGI PADA PCMSR Sebagaimana telah diuraikan pada Sub bab V.D, PCMSR merupakan reaktor nuklir bersuhu tinggi sehingga dapat diaplikasikan pada kogenersai nuklir suhu rendah, suhu menengah maupun suhu tinggi. Aplikasi kogenerasi nuklir suhu rendah meliputi aplikasi untuk destilasi, pengeringan, refrigerasi termal dan pemanasan ruangan. Pada PCMSR semua aplikasi kogenerasi nuklir suhu rendah dioptimalkan sehingga hanya menggunakan kalor buangan PCMSR tanpa melakukan perubahan pada sistem konversi energinya. Hal ini berarti sistem konversi energi PCMSR, yaitu sistem turbin gas dengan siklus Brayton multi reheat, multi cooling, regenerative akan tetap sama jika sistem kogenerasi diaplikasikan maupun tidak diaplikasikan. Aplikasi kogenerasi nuklir suhu rendah pada PCMSR tidak mengurangi efisiensi konversi energi dan kinerja sistem konversi energi PCMSR. Hal ini telah dijelaskan pada Bab VI. Sementara itu, dalam aplikasi kogenerasi nuklir suhu menengah, bagian suhu tinggi dari sistem konversi energi PCMSR, yaitu pemanas helium dan turbin tidak mengalami perubahan konfigurasi. Hanya bagian suhu rendah, yang meliputi sistem kompresor, regenerator dan sistem penbuangan kalor (pendingin helium) harus dimodifikasi untuk mendapatkan kalor buangan pada suhu yang lebih tinggi, sesuai dengan keperluan proses kogenerasi suhu medium. Modifikasi ini akan menurunkan efisiensi termal sistem konversi energi, akan tetapi menghasilkan energi kalor dengan potensi lebih tinggi bagi proses kogenerasi. Hal ini telah diuraikan pada Bab VII. Untuk aplikasi suhu kogenerasi suhu tinggi, PCMSR harus mampu menghasilkan energi kalor pada suhu tinggi. Hal ini hanya dapat dicapai jika pengambilan kalor untuk proses kogenerasi dilakukan pada bagian suhu tertinggi, yaitu langsung dari sistem pendingin reaktor nuklir. Untuk itu, sistem kogenerasi dan sistem konversi energi diposisikan paralel (paralel cogeneration system), yaitu sama-sama mengambil kalor dari sistem pendingin reaktor. Hal ini berbeda dengan sistem kogenerasi nuklir suhu rendah dan menengah di mana sistem konversi energi dan sistem kogenerasi diposisikan seri. Sistem kogenerasi menggunakan kalor sisa dari sistem konversi energi. Sistem kogenerasi semacam ini disebut sebagai sistem kogenerasi dasar (bottom cogeneration system). Jika suhu lebih tinggi dapat dicapai, maka dimungkinkan penggunaan konfigurasi seri tetapi sistem kogenerasi yang terlebih dahulu mengambil kalor dari sistem pendingin reaktor nuklir. Kalor buangan dari sistem kogenerasi suhu tinggi ini selanjutnya digunakan oleh sistem konversi energi. Sistem kogenerasi semacam ini disebut sebagai sistem kogenerasi puncak (top cogeneration system). Gambar 92 menunjukkan diagram sistem kogenerasi nuklir suhu tinggi yang diaplikasikan pada PCMSR dengan konfigurasi paralel (paralel cogeneration system).

144

4a

4d

2

5d

5c

Aliran garam sekunder Aliran helium Aliran air pendingin

4b

4c 1

: : :

5b

3

5a

7d

9

12

6d

7c

7a

7b

6a

6b

6c

8

10

Proses termal suhu tinggi 13

1 2 3 4a 4b 4c 4d 5a 5b 5c 5d

Reaktor PCMSR Zona HE PCMSR Pompa garam sekunder HE heater tingkat 1 (garam – HE heater tingkat 2 (garam – HE heater tingkat 3 (garam – HE heater tingkat 4 (garam – Turbin tingkat 1 Turbin tingkat 2 Turbin tingkat 3 Turbin tingkat 4

14

helium) helium) helium) helium)

11 KETERANGAN 6a HE cooler tingkat 1 (helium –air) 6b HE cooler tingkat 2 (helium – air) 6c HE cooler tingkat 3 (helium – air) 6d HE cooler tingkat 4 (helium – air) 7a Kompresor tingkat 1 7b Kompresor tingkat 2 7c Kompresor tingkat 3 7d Kompresor tingkat 4 8 Generator listrik 9 HE regenerator (helium- helium) 10 Pompa air pendingin

11

Pelesap kalor (heat sink) 12 HE proses suhu tinggi 13 Pompa sirkulasi fluida pembawa kalor suhu tinggi 14 Reactor proses termal suhu tinggi HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor)

Gambar 92. Diagram PCMSR untuk tipikal kogenerasi suhu tinggi dengan konfigurasi paralel B. APLIKASI KOGENERASI NUKLIR UNTUK GASIFIKASI BATUBARA DENGAN MASUKAN KALOR PADA SUHU TINGGI Pada sub bab VII.C.2, telah dijelaskan aplikasi kogenerasi nuklir untuk proses gasifikasi dengan masukan kalor pada suhu medium. Dalam hal ini reaktor nuklir berfungsi untuk membangkitkan uap panas lanjut bertekanan tinggi dengan suhu medium. Dalam proses ini, suhu uap masih kurang tinggi untuk menghasilkan proses gasifikasi dengan laju reaksi yang cukup. Usaha untuk menghasilkan uap dengan suhu lebih tinggi mengalami kesulitan karena memerlukan tekanan operasi HRSG sangat tinggi. Untuk mendapatkan suhu gasifikasi yang lebih tinggi, oksigen diinjeksikan dalam reaktor gasifikasi. Oksigen dan grafit akan bereaksi dengan reaksi yang besifat eksotermik. Reaksi ini akan terhenti ketika oksigen telah habis. Reaksi ini akan meningkatkan suhu hingga lebih daru 1000 °C. Nilai suhu maksimum yang dicapai tergantung dengan perbandingan mol oksigen terhadap uap air. Makin tinggi perbandingan mol oksigen yang diinjeksikan, maka nilai suhu maksimum yang dapat dicapai semakin tinggi. Semakin tinggi suhu yang dapat dicapai, reaksi gasifikasi akan berlangsung semakin cepat. Akan tetapi, hal ini membutuhkan relatif semakin banyak injeksi oksigen. Semakin tinggi fraksi mol oksigen, maka gas sintetik yang dihasilkan akan semakin banyak mengandung CO dan CO2 [103]. Sementara itu, gas sintetik yang diharapkan seharusnya lebih banyak mengandung H2 dan CH2. Kandungan H2 dan CH4 dapat ditingkatkan jika laju aliran massa injeksi oksigen relatif terhadap laju aliran massa injeksi air dikurangi. Hal ini berarti reaksi gasifikasi lebih lambat. 103

Visagie J.P, 2008, Generic Gasifier Modelling : Evaluating Model by Gasifier Type, University of Pretoria. http : // upetd.up.ac.za/thesis/available/edt-07022009-133535/unrestricted/dissertation.pdf 145

Dengan demikian, terjadi pertentangan antara keinginan untuk meningkatkan kualitas gas sintetik dengan keinginan untuk meningkatkan laju reaksi gasifikasi. Hal ini diatasi dengan memberikan kalor dari sumber selain reaksi grafit dengan oksigen untuk mencapai suhu lebih tinggi. Dengan demikian injeksi oksigen dapat dikurangi tetapi suhu yang dicapai lebih tinggi sehingga didapatkan kualitas gas sintetik lebih baik dengan laju reaksi yang cukup cepat. Dalam aplikasi kogenerasi nuklir untuk tujuan ini, kalor tambahan untuk mencapai suhu lebih tinggi disuplai oleh reaktor nuklir. Kalor ini diambil dari sistem pendingin reaktor nuklir yang bersuhu tinggi. Konsep semacam ini selanjutnya disebut sebagai konsep gasifikasi batubara dengan masukan kalor pada suhu tinggi. Gambar 93 menunjukkan diagram PCMSR dengan siklus kombinasi dan kogenerasi untuk aplikasi gasifikasi batubara (coal gasification) dengan masukan kalor pada suhu tinggi. : : : 4d 2 6 b 2

1

5d

5c

4a

4b

4c

5b

Aliran garam sekunder Aliran helium Aliran air pendingin

5a

8

7

9 3

24

11 20

13a 132 0

13b 132 0

8

12 20

14 13 20

10 6

18

17 16

21 22 Udara masuk

15

19

20

1 Reaktor PCMSR 2 Zona HE PCMSR 3 Pompa garam sekunder 4a HE heater tingkat 1 (garam – helium) 4b HE heater tingkat 2 (garam – helium) 4c HE heater tingkat 3 (garam – helium) 4d HE heater tingkat 4 (garam – helium) 5a Turbin tingkat 1 5b Turbin tingkat 2 5c Turbin tingkat 3 5d Turbin tingkat 4 HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor)

23 Masukan batubara KETERANGAN 6 Sistem pengolahan air umpan 7 Kompresor helium 8 Generator listrik 9 HE regenerator (helium- helium) 10 Pompa air pendingin 11 Sumber air alam 12 HRSG tiga tingkat tekanan 13a Turbin uap tekanan medium 13b Turbin uap tekanan rendah 14 Kondenser 15 Kompresor udara

16 17 18 19 20 21 22 23

24

Pemisah oksigen nitrogen Produk nitrogen Penampung oksigen Kompresor oksigen Motor penggerak Reaktor gasifikasi Penampung gas sintetik Pompa fluida penghantar kalor suhu tinggi HE proses suhu tinggi

Gambar 93. PCMSR dengan siklus kombinasi dan kogenerasi untuk aplikasi gasifikasi batubara (coal gasification) dengan masukan kalor pada suhu tinggi 146

Konsep kogenerasi nuklir ini sesungguhnya merupakan kombinasi antara kogenerasi nuklir suhu medium dan kogenerasi nuklir suhu tinggi. HRSG tetap digunakan untuk menghasilkan uap panas lanjut bertekanan tinggi dengan suhu medium. Akan tetapi setelah uap air diinjeksikan pada ke dalam reaktor gasifikasi, reaktor gasifikasi tersebut dipanasi dengan menggunakan kalor yang diambil dari sistem pendingin reaktor yang bersuhu tinggi. Dengan cara ini, suhu reaktor gasifikasi ditingkatkan untuk memberikan kesempatan terjadinya reaksi antara uap air dengan grafit sehingga mengasilkan gas sintetik. Karena oksigen belum diinjeksikan, maka gas sintetik yang dihasilkan lebih banyak mengandung H2 dan CH4. Jika diinginkan untuk mencapai suhu yang lebih tinggi lagi, barulah oksigen diinjeksikan setelah pemanasan dari reaktor nuklir. C. APLIKASI KOGENERASI NUKLIR UNTUK PENCAIRAN BATUBARA SECARA LANGSUNG Pada sub bab VII.C.2, telah dijelaskan bahwa terdapat dua macam proses pencairan batubara, yaitu pencairan batubara secara langsung dan pencairan batubara secara tidak langsung. Pencairan batubara pada dasarnya adalah proses untuk mendapatkan hidrokarbon cair dari batubara. Pada proses pencairan batubara tidak langsung, batubara digasifikasi sehingga menghasilkan gas sintetik. Gas sintetik ini selanjutnya dieaksikan dengan gas hidrogen untuk mendapatkan monomer hidrokarbon. Selanjutnya monomer hidrokarbon dipolemirasisasikan untuk menghasilkan polimer hidrokarbon sesuai yang diinginkan. Dalam hal ini peran kogenerasi nuklir adalah menyediakan kalor untuk proses gasifikasi (untuk pembangkitan uap maupun untuk pemanasan tambahan / lanjut), produksi hidrogen dan polimersisasi. Pada proses pencairan batubara langsung, batubara direaksikan langsung dengan gas hidrogen sehingga terbentuk hidrokarbon. Proses ini memerlukan suhu dan tekanan tinggi. Peran kogenerasi nuklir dalam hal ini adalah menyediakan kalor untuk proses tersebut serta untuk produksi hidrogen. Gambar 94. Diagram PCMSR untuk kogenerasi pada pencairan batubara dengan proses langsung. Pada Gambar ini, hidrogen yang diperlukan untuk proses pencairan batubara diasumsikan telah tersedia. Gas hidrogen dari tangki penampung dikompresi untuk mencapai tekanan operasi reaktor. Gas hidrogen selanjutnya dipanasi secara regeneratif dengan mengambil kalor dari gas hasil yang masih bersuhu tinggi. Selanjutnya hidrogen diumpankan ke reaktor proses bersama dengan umpan batubara. Gas hasil setelah didinginkan oleh gas hidrogen umpan selanjutnya didinginkan lagi untuk memperoleh produk hidrokarbon cair. Produk hidrokarbon cair ini selanjutnya disimpan dalam suatu tangki penyimpan untuk diproses lebih lanjut, misalnya didestilasi bertingkat. Jika hidrogen belum tersedia, maka diperlukan sistem produksi hidrogen. Reaktor nuklir dapat digunakan secara efektif untuk mensuplai energi yang diperlukan memproduksi hidrogen dengan bahan baku air. Dengan demikian sistem kogenerasi nuklir untuk pencairan batubara dengan proses langsung sebaiknya digabungkan dengan sistem kogenerasi nuklir untuk produksi hidrogen. Alternatifnya adalah reaktor nuklir yang digunakan untuk kogenerasi pencairan batubara dengan proses langsung sekaligus juga digunakan untuk memberikan energi masukan bagi proses produksi hidrogen dengan bahan baku air.

147

4a

4d

2

5d

5c

Aliran garam sekunder Aliran helium Aliran air pendingin

4b

4c 1

: : :

5b

3

5a

7d

9

12

6d

7c

7a

7b

6b

6c

8

6a

10

14

13

Masukan batubara

16

1 2 3 4a 4b 4c 4d 5a 5b 5c 5d 6a

20

18

15 17

Reaktor PCMSR Zona HE PCMSR Pompa garam sekunder HE heater tingkat 1 (garam – helium) HE heater tingkat 2 (garam – helium) HE heater tingkat 3 (garam – helium) HE heater tingkat 4 (garam – helium) Turbin tingkat 1 Turbin tingkat 2 Turbin tingkat 3 Turbin tingkat 4 HE cooler tingkat 1 (helium –air)

11

19

6b 6c 6d 7a 7b 7c 7d 8 9 10 11 12

KETERANGAN HE cooler tingkat 2 (helium – air) HE cooler tingkat 3 (helium – air) HE cooler tingkat 4 (helium – air) Kompresor tingkat 1 Kompresor tingkat 2 Kompresor tingkat 3 Kompresor tingkat 4 Generator listrik HE regenerator (helium- helium) Pompa air pendingin heat sink HE proses suhu tinggi

13

Pompa sirkulasi fluida suhu tinggi 14 Reactor pencairan barubara 15 Tangki hidrogen 16 Kompresor hidrogen 17 Motor kompresor 18 HE rehenerator proses 19 Pendingin produk 20 Penampung produk HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor)

Gambar 94. Diagram PCMSR untuk kogenerasi pada pencairan batubara dengan proses langsung D. PRODUKSI HIDROGEN 1. Peran hidrogen dalam sistem energi dan industri masa depan Dalam sistem energi dan industri masa depan, di mana emisi gas rumah kaca serta gas-gas polutan lainnya yang muncul dari penggunaan sumber daya energi konvensional harus dikurangi, hidrogen memegang peran penting. Dalam bidang energi pada sektor transportasi, hidrogen diproyeksikan digunakan sebagai bahan bakar dalam sistem transportasi laut serta kendaraan jalan raya (mobil) yang digunakan untuk menempuh jarak menengah atau jauh. Sementara itu sistem angkutan darat berupa kereta api lebih diproyeksikan untuk menggunakan energi listrik melalui sistem jaringan. Sedangkan kendaraan angkutan darat jarak dekat diproyeksikan untuk menggunakan energi listrik melalui sistem baterai. Sektor transportasi udara diproyeksikan menggunakan bahan bakar hidrokarbon sintetis yang diperoleh dari proses penangkapan CO2 dari udara. Proses pembuatan bahan bakar hidrokarkon sintetik ini juga memerlukan hidrogen. Pada proses pencairan batubara baik secara langsung maupun tidak langsung, diperlukan hidrogen. Produk dari proses pencairan batubara diproyeksikan sebagai bahan baku untuk berbagai proses pembuatan material berbasis karbon atau hidrokarbon. Tidak direkomendasikan untuk menggunakan produk proses pencairan batubara ini sebagai 148

bahan bakar masa depan sebab hal ini akan meningkatkan emisi CO2 secara netto. Sistem energi masa depan diharapkan dapat mencapai kesetimbangan antara emisi dan absorpsi CO2, atau jika perlu bersifat net absorptif selama beberapa puluh tahun untuk mengembalikan konsentrasi CO2 di atmosfir hingga mencapai level tertentu di bawah level maksimum pemanasan global sekarang. Pada sektor industri logam, hidrogen diproyeksikan menggantikan peran karbon sebagai bahan reduktor. Karbon merupakan bahan reduktor yang digunakan olek sebagian besar industri logam sekarang untuk mereduksi senyawa oksida logam dari bijih logam untuk mendapatkan produk logam dasar mentah. Penggunaan karbon sebagai reduktor akan menghasilkan emisi CO2. Hidrogen dapat digunakan sebagai bahan reduktor tanpa mengemisikan CO2. Di samping peran yang telah diuraikan di atas, hidrogen juga merupakan bahan baku bagi berbagai jenis industri kimia. Peran ini tentunya akan tetap atau bahkan berkembang pada sistem industri masa depan. Dengan demikian, hidrogen akan memegang peran penting dalam sistem industri dan energi masa depan. Peningkatan peran ini tentu saja akan berakibat pada peningkatan kebutuhan terhadap hidrogen. Selanjutnya tentu saja akan menuntut kepada peningkatan produksi hidrogen. Hidrogen dalam bentuk unsur harus diproduksi karena sekalipun hidrogen melimpah pada permukaan bumi, namun sebagaian besar terikat dalam bentuk senyawa dengan unsur lainnnya. Sebagian besar hidrogen terdapat di permukaan bumi dalam bentuk senyawa terutama air dan hidrokarbon. Produksi hidrogen dewasa ini masih memerlukan biaya yang relatif mahal dengan hasil produksi yang relatif terbatas. Dengan demikian, pengembangan teknologi produksi hidrogen yang dapat memberikan hasil secara masif (dalam jumlah besar) dengan biaya produksi relatif murah merupakan kunci penting bagi pengembangan sistem energi dan industri masa depan. 2. Produksi hidrogen dengan bahan baku bahan bakar fosil Dewasa ini, sebagian besar hidrogen diproduksi dengan menggunakan bahan baku sumber daya energi konvensional yaitu batubara dan hidrokarbon fosil (minyak bumi dan gas alam). Penjelasan tentang produksi hidrogen dari bahan bakar fosil yang diuraikan pada tulisan ini mengacu pada tulusan Gaudernak[104]. Dalam acuan tersebut, sisebutkan bahwa proses yang sering digunakan adalah proses steam reforming, oksidasi parsial dan perekahan suhu tinggi (pyrolitic cracking). Dalam proses steam reforming, uap air panas lanjut pada suhu tinggi dikontakkan dengan batubara atau hidrokarbon. Uap air akan bereaksi dengan batubara atau hidrokarbon tersebut dan menghasilkan gas CO dan gas hidrogen (H2). Selanjutnya gas CO akan beraksi dengan uap air yang tersisa untuk menghasilkan CO2 dan H2. Pada proses oksidasi parsial, oksigen dalam jumlah terbatas (kurang dari kebutuhan pembakaran stoikiometris) dikontakkan pada batubara atau hidrokarbon pada suhu tinggi. Mula-mula oksigen akan mengoksidasi batubara atau hidrokarbon dan menghasilkan CO, CO2 serta H2. Pada proses pyrolitic cracking, hidrokarbon dipanasi pada suhu tinggi sehingga terpecah menjadi C dan H2. Gasifikasi batubara termasuk salah satu contoh produksi hidrogen dengan menggunakan bahan baku berupa bahan bakar fosil. Proses yang terjadi dalam gasifikasi 104

Gaudernak, B., 1997, Hydrogen Production from Fossil Fuel, Hydrogen Power : Theoritical and Engineering Solutions, Proceeding of the HYPOTHESIS II Symposium, Grimstad, Norway.

149

batubara adalah kombinasi dari ketiga proses yang telah disebutkan di atas (steam reforming, oksidasi parsial, pyrolitic cracking). Dalam proses gasifikasi batubara, gas hasil (yaitu gas sintetik) mengandung komponen utama berupa CO dan hidrogen (H2), ditambah komponen lainnya seperti CO2, CH4, hidrokarbon dengan rantai lebih panjang serta senyawa belerang dalam fraksi mol yang lebih kecil. Untuk mendapatkan produk hidrogen, maka yang harus dilakukan adalah memisahkan gas hidrogen tersebut dari gas sintetik. Produksi hidrogen dengan bahan baku sumber daya energi konvensional (bahan bakar fosil) memiliki kelemahan mendasar yaitu menghasilkan gas CO2 sebagai produk samping. Oleh karena itu, produksi hidrogen dengan bahan baku berupa bahan bakar fosil tidak dapat memecahkan problema yang seharusnya dapat dipecahkan dalam aplikasi sistem industri dan sistem energi masa depan, yaitu mengurangi atau mengeliminasikan emisi gas rumah kaca terutama emisi CO2. Berbagai konsep yang diusulkan mengkombinasikan produksi hidrogen dari bahan bakar fosil dengan sequestrasi CO2[105]. Dengan demikian, diharapkan emisi CO2 ke atmosfir dapat dikurangi atau dieliminasikan. Akan tetapi proses sequestrasi pada dasarnya adalah proses yang tidak memiliki nilai ekonomi sehingga akan membebani buaya produksi hidrogen. Jika produksi hidrogen dari bahan bakar fosil dilakukan dalam skala besar, maka proses sequestrasi akan menghadapi kesulitan untuk mendapatkan lokasi sequestrasi yang cukup. Permasalahan lain adalah bahwa proses produksi H2 dari bahan bakar fosil adalah proses endotermik, sehingga membutuhkan masukan energi. Jika energi ini juga diperoleh dari pembakaran bahan bakar fosil atau pembakaran gas hasil, maka hal ini akan meningkatkan emisi gas rumah kaca (terutama CO2) per satuan massa hidrogen yang diproduksi. Berbagai konsep telah diusulkan untuk menggunakan sumber energi non bahan bakar fosil untuk keperluan produksi hidrogen dari bahan bakar fosil. Usulan tersebut berupa penggunaan sumber energi terbarukan [106], maupun nuklir (konsep kogenerasi nuklir untuk gasifikasi dilanjutkan dengan pemisahan H2 dari produk gas sintetik). Konsep-konsep ini mampu mengeliminasikan emisi gas rumah kaca berkaitan dengan kebutuhan energi untuk produksi hidrogen dari bahan bakar fosil. Akan tetapi emisi gas rumah kaca (terutama CO2) yang berkaitan dengan proses produksinya tetap tidak dapat dihindari. Atau sekalipun dapat dihindari dengan sequestrasi, akan tetapi sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, proses sequestrasi ini tidak menghasilkan sesuatu yang bernilai ekonomi, serta akan menghadapi kesulitan untuk mendapatkan lokasi sequestrasi yang cukup. Dengan demikian, produksi hidrogen dengan bahan baku bahan bakar fosil tidak direkomendasikan sebagai proses produksi hidrogen bagi pengembangan sistem industri dan energi masa depan. Aplikasi kogenerasi nuklir bagi proses gasifikasi dan pencairan yang telah diuraikan pada tulisan ini (yaitu pada Bab VII dan Bab VIII awal) tidak diproyeksikan untuk memproduksi hidrogen atau menghasilkan bahan bakar, melainkan untuk menghasilkan hidrokarbon yang akan dijadikan sebagai sumber material yang berbasis pada grafit, grafit komposit atau hidrokarbon dalam bentuk polimer untuk berbagai keperluan non energi (non bahan bakar). 105

Gaudernak, B., 1997, Hydrogen Production from Fossil Fuel, Hydrogen Power : Theoritical and Engineering Solutions, Proceeding of the HYPOTHESIS II Symposium, Grimstad, Norway. 106 Gaudernak, B., 1997, Hydrogen Production from Fossil Fuel, Hydrogen Power : Theoritical and Engineering Solutions, Proceeding of the HYPOTHESIS II Symposium, Grimstad, Norway. 150

3. Produksi hidrogen dengan bahan baku biomassa Biomassa adalah semua material yang diperoleh dari hasil metabolisme makhluk hidup. Material biomassa berupa hasil-hasil masupun sisa-sisa dari tumbuh-tumbuhan binatang dan sisa-sisa aktivitas biologis manusia. Biomassa meliputi kayu, daun-daun, sampah tumbuhan, produk dari binatang, sampah dari binatang, kotoran binatang maupun kotoran manusia. Secara kimia, biomassa dapat berupa berbagai jenis senyawa karbohidrat, lemak, protein, dan hasil dekomposisi dari senyawa-senyawa tersebut. Secara umum dapat dibedakan dua jenis biomassa, yaitu : - biomassa limbah (sampah) - biomassa bukan sampah Biomassa limbah berupa sisa-sisa materi dari sistim siklus kehidupan biologis yang masih memiliki kandungan energi cukup tinggi. Sisa-sisa ini pada umumnya merupakan sisa-sisa metabolisme maupun sisa-sisa dari industri kultivasi (pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan) yang bukan merupakan produk utama dari industri tersebut. Disamping itu, juga sisa-sisa materi (sampah) yang terbentuk dari kehidupan domestik manusia, yang disebut sebagai sampah munipikal (rumah tangga). Biomassa limbah ini dianggap sudah tidak lagi mempunyai nilai ekonomi. Biomassa bukan sampah atau biomassa kultivasi dihasilkan dari sistem kultivasi yang dilakukan oleh manusia (pertanian, peternakan, perikanan maupun kehutanan) yang disengaja untuk menghasilkan produk utama berupa material biomassa yang mempunyai nilai ekonomi. Baik biomassa sampah maupun non sampah mengandung berbagai senyawa yang dapat bereaksi dengan oksigen dengan reaksi yang bersifat eksotermis. Dengan demikian, biomassa dapat dijadikan sebagai sumber energi. Untuk biomassa non limbah, penggunaan biomassa untuk energi sebaiknya dijadikan prioritas terakhir, yaitu jika biomass tersebut tidak lagi memiliki nilai manfaat untuk penggunaan lain. Nilai manfaat lain non energi, misalnya sebagai bahan makanan, obat-obatan, pakaian, material bangunan, pakan ternak dan sebagainya harus didahulukan daripada nilai manfaat energi. Pada biomassa limbah nilai manfaat energi dapat langsung diaplikasikan. Nilai manfaat energi dari biomassa lombah pada umumnya bersamaan dengan nilai manfaat daur ulang lainnya misalnya untuk pupuk organik. Penggunaan biomassa secara langsung sebagai sumber daya energi akan mengemisikan CO2 ke atmosfir. Akan tetapi emisi ini akan diimbangi dengan penagkapan CO2 pada saat fotosintesa oleh tumbuh-tumbuhan. Proses fotosintesa ini merupakan awal dari mata rantai pembentukan biomassa dengan menggunakan energi matahari. Dengan demikian penggunaan biomass sebagai sumber daya energi secara keseluruhan akan menghasilkan emisi CO2 netto sebesar nol karena emisi CO2 saat pemakaian biomassa akan diimbangi dengan absorpsi CO2 oleh tumbuh-tumbuhan. Penggunaan biomassa sebagai sumber daya energi berarti memanfaatkan energi matahari yang tersimpan dalam material biomassa tersebut. Biomassa juga dapat dijadikan sebagai alternatif bahan baku untuk produksi hidrogen. Dalam hal ini dapat digunakan proses gasifikasi atau pirolisa untuk menghasilkan hidrogen dari biomassa. Proses lain menggunakan peruraian biologis dari biomassa dengan menggunakan bakteri tertentu yang mampu menghasilkan hidrogen. Akan tetapi, produksi hidrogen dari biomassa tidak direkomendasikan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidrogen bagi pengembangan sistem industri dan siste energi masa depan. Hal ini didasarkan pada alasan-alasan sebagai berikut : a. Pemanfaatan biomassa non limbah untuk sumber daya energi termasuk untuk produksi hidrogen harus diprioritaskan terakhir setelah pemanfaatan untuk penggunaan lainnya 151

b. Produksi biomass limbah tidak tersedia dalam jumlah besar sehingga mampu untuk dijadikan sebagai sumber daya energi termasuk produksi hidrogen secara masif c. Keseluruhan penggunaan biomass harus dibatasi berkaitan dengan parameter-parameter kesetimbangan alam seperti ketersediaan lahan dan nutrisi tanah sehingga biomassa tidak bisa diproyeksikan sebagai sumber daya energi termasuk produksi hidrogen secara masif d. Biomassa bisa dimanfaatkan sebagai sumber daya energi dalam jumlah terbatas. Akan tetapi dalam penggunaan ini, lebih direkomendasikan untuk digunakan tanpa terlebih dulu dijadikan hidrogen. Dengan kata lain penggunaan biomassa dengan proses biogas, gasifikasi dan kemudian gas hasilnya langsung dibakar lebih direkomendasikan daripada dijadikan sebagai bahan baku untuk produksi hidrogen. Hal ini karena produksi hidrogen dari biomassa hanya memperpanjang mata rantai proses penggunaan biomass. Dari sudut pandang ekonomi, hal ini hanya akan menambah biaya produksi sedangkan dari sudut pandang termodinamika, penambahan proses akan menambah rugi-rugi yang berarti akan semakin mengurangi potensi biomassa yang seharusnya dapat dimanfaatkan. 4. Produksi hidrogen dengan bahan baku air Pada dasarnya, bahan baku potensial untuk memproduksi hidrogen hanya ada tiga macam yaitu bahan bakar fosil (batubara dan hidrokarbon), biomassa dan air. Produksi hidrogen dari bahan bakar fosil dan biomassa, sebagaimana telah diuraikan pada sub bab VIII. D.2 dan sub bab VIII.D.3, tidak direkomendasikan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan hidrogen dalam proyeksi pengembangan sistem energi dan industri masa depan. Oleh karena itu, produksi hidrogen dengan bahan baku air menjadi pilihan yang paling potensial. Hal ini karena produksi hidrogen dengan bahan baku air memiliki keuntungan-keuntungan sebagai berikut : a. Air tersedia sangat melimpah di permukaan bumi b. Produksi hidrogen dengan bahan baku air benar-benar tidak mengemisikan gas rumah kaca termasuk CO2 c. Produksi hidrogen dengan bahan bakau air menghasilkan produk samping berupa oksigen yang juga memiliki nilai ekonomi d. Penggunaan hidrogen sebagai bahan bakar maupun sebagai reduktor pada industri logam tidak mengemisikan CO2 Hanya saja dalam penggunaan hidrogen sebagai bahan bakar, hasil reaksi berupa air, yaitu bentuk yang sama dengan bahan baku yang dipergunakan untuk produksi hidrogen. Dengan demikian, reaksi penggunaan hidrogen hanya merupakan kebalikan dari reaksi produksi hidrogen. Dengan demikian dalam kondisi ideal, energi per satuan massa maksimal yang dilepaskan pada saat penggunaan hidrogen sebagai bahan bakar adalah tepat sama dengan energi per satuan massa yang diperlukan untuk produksi hidrogen dari air. Dalam penggunaan nyata, energi per satuan massa yang dapat dipergunakan akan lebih kecil daripada energi per satuan mass yang diperlukan untuk produksinya. Hal ini sesuai dengan hukum kedua termodinamika karena dalam suatu siklus materi, akan selalu terdapat rugi-rugi energi yang bersifat non reversibel. Dengan demikian, hidrogen bukan sumber energi primer melainkan hanya pembawa energi (energy carrier). Hidrogen hanya merupakan pembawa energi yang dibangkitkan oleh sistem pensuplai energi bagi produksi hidrogen kepada sistem pengguna hidrogen. Hal ini tepat sama dengan energi listrik yang juga merupakan energi carrier. Energi listrik membawa energi dari pembangkit listrik kepada pengguna listrik. 152

Kunci utama kelayakan teknologi dan ekonomi bagi sistem hidrogen dengan bahan baku air terletak pada : a. Sejauh mana energi yang diperlukan untuk proses produksi hidrogen dari air dapat tersedia dalam jumlah besar (masif) dengan biaya pembangkitan yang cukup rendah. b. Sejauh mana mesin-mesin pengguna hidrogen dapat dirancang untuk memiliki efisiensi tinggi serta layak secara teknologi dan ekonomi (kemampuan fabrikasi material, life time, availability, reliability) c. Sejauh mana sistem penyimpanan dan transportasi hidrogen dapat dikembangkan untuk mencapai kelayakan teknologi dan ekonomi. E. PROSES PRODUKSI HIDROGEN DENGAN BAHAN BAKU AIR 1. Penjelasan umum proses Produksi hidrogen dengan bahan baku air diproyeksikan merupakan salah satu sistem pembawa energi (energy carrier) yang potensial bagi sistem energi masa depan. Proses ini juga sangat potensial untuk memproduksi hidrogen dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan hidrogen yang diproyeksikan meningkat bagi pengembangan sistem industri masa depan. Produksi hidrogen dengan bahan baku air tidak lain merupakan proses pemecahan air menjadi hidrogen dan oksigen. Reaksi pemecahan tersebut adalah sebagai berikut : H2O → H2 +

1 O2 2

Reaksi ini tidak lain merupakan kebalikan dari reaksi pembakaran hidrogen, yaitu sebagai berikut : 1 H2 + O2 → H2O 2 Karena reaksi pembakaran hidrogen merupakan reaksi yang bersifat eksotermik (melepaskan energi), maka reaksi produksi hidrogen dari air dengan sendirinya merupakan reaksi yang bersifat endotermik. Dalam kondisi idfeal, energi satuan mol hidrogen yang diperlukan untuk reaksi produksi hidrogen adalah tepat sama dengan energi per satuan mol hidrogen yang dilepaskan pada saat pembakaran hidrogen. Dalam aplikasi praktis, energi per satuan mol hidrogen yang diperlukan untuk produksi hidrogen menjadi lebih besar daripada energi per satuan mol hidrogen yang dapat dimanfaatkan pada saat penggunaan (pembakaran) hidrogen. Energi (entalpi) per satuan mol hidrogen yang diperlukan untuk pembakaran hidrogen dapat dirumuskan sebagai berikut : h  g  Ts

Komponen h merupakan entalpi total per satuan mol hidrogen yang diperlukan untuk reaksi produksi hidrogen. Komponen g sering disebut sebagai energi bebas Gibbs per satuan mol gas hidrogen. Komponen g sering disebut sebagai komponen non termal. Komponen Ts merupakan komponen energi termal per satuan mol gas hidrogen yang diperlukan untuk produksi gas hidrogen. 153

Dalam prakteknya, komponen Ts harus dipenuhi dengan energi dalam bentuk kalor sedanagkan komponen g harus dipenuhi dengan energi dalam bentuk non kalor (listrik atau energi kimia). Kebutuhan energi per satuan mol gas hidrogen bervariasi terhadap suhu proses. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 95. Dalam Gambar 95, yang dimaksud dengan komponen q tidak lain adalah komponen Ts .

Gambar 95. Entalpi yang diperlukan untuk memproduksi satu mol hidrogen dari air[107] Pada Gambar 95, dapat dilihat bahwa komponen Ts semakin meningkat dengan semakin tingginya suhu proses. Pada suhu 4050 °C, komponen g menjadi nol, sedangkan pada suhu di atas 4050 °C komponen g bernilai negatif. Suatu reaksi akan berlangsung scara spontan jika komponen g -nya bernilai negatif. Dengan demikian, pada suhu di atas 4050 °C, proses pemecahan air hanya memerlukan energi dalam bentuk energi termal. Dengan kata lain, jika uap air dipanasi hingga mencapai suhu di atas 4050 °C, maka secara spontan uap air tersebut akan terpecah menjadi hidrogen dan oksigen. Proses semacam ini disebut sebagai proses termolisis. Pada suhu kurang dari 4050 °C, komponen g bernilai positif. Dengan demikian, reaksi pemecahan air menjadi hidrogen dan oksigen tidak berlangsung secara spontan. Disamping tetap memerlukan masukan energi dalam bentuk kalor untuk memenuhi komponen Ts , proses memerlukan masukan energi dalam bentuk non kalor untuk memenuhi komponen g . Bentuk energi yang telah digunakan dan akan banyak dikembangkan adalah bentuk energi listrik. Proses produksi hidrogen secacam ini disebut sebagai proses elektrolisis. Di samping itu, dimungkinkan juga digunakan energi dalam bentuk energi kimia, sehingga dapat dikembangkan proses termokimia untuk produksi hidrogen. Bentuk energi lain misalnya cahaya juga mungkin untuk digunakan meskipun belum banyak dikembangkan. Proses produksi hidrogen dengan menggunakan cahaya disebut sebagai proses fotolisis. Dimungkinkan juga untuk menggunakan aktivitas biologis bakteri tertentu untuk memproduksi hidrogen dengan dengan proses biolosis. 107

Nuclear Options for Hydrogen and Hydrogen Based Liquid Fuel Production, MIT Report : MIT-NES-TR001, September 2003 154

Proses elektrolisis dan termokimia merupakan proses yang berpotensi untuk dikembangkan untuk produksi hidrogen dalam jumlah besar. Kunci utama dalam proses produksi hidrogen dalam skala besar adalah tersedianya sistem suplai energi yang mampu menghasilkan energi dalam jumlah besar dan murah. Disamping itu sistem suplai energi untuk produksi hidrogen harus tidak mengemisikan gas rumah kaca. Sistem energi nuklir dan sistemenergi terbarukan merupakan sistem energi yang potensial untuk digunakan sebagai sistem suplai enegi bagi produksi hidrogen. Secara umum, berdasarkan bentuk energi yang dihasilkan secara langsung, terdapat dua macam sistem energi yaitu sistem energi termal dan sistem energi non termal. Sistem energi non termal merupakan sistem energi yang menghasilkan energi keluaran secara langsung dalam bentuk non termal (mekanik atau listrik). Contoh dari sistem energi non termal adalah sistem energi angin, hidro, kelautan (pasang surut, gelombang laut, arus laut). Sistem energi termal adalah sistem energi yang menghasilkan energi keluaran pertama kali dalam bentuk energi termal. Untuk memperoleh bentuk energi akhir non termal (misalnya mekanik atau listrik), maka diperlukan sistem konversi energi. Sistem energi nuklir termasuk sistem energi termal. Sistem suplai energi bagi proses produksi hidrogen harus mampu mensuplai energi termal dan energi non termal. Energi termal disuplai dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan rugi-rugi energi yang terjadi dari suplai energi non termal dan dengan mensuplai energi termal secara langsung. Jika sistem suplai energi yang diaplikasikan untuk produksi hidrogen dari air merupakan sistem energi termal, maka akan lebih efisien jika fraksi suplai energi termal untuk produksi hidrogen ditingkatkan. Hal ini karena bentuk energi termal dapat disuplai oleh sistem suplai energi tersebut tanpa melalui proses konversi energi. Dengan kata lain semua energi yang disuplai oleh sistem suplai energi dalam bentuk energi termal seluruhnya dapat digunakan untuk memenuhi komponen energi termal dalam proses produksi hidrogen dari air. Sementara itu, untuk mensuplai komponen energi non termal, energi yang disuplai harus melalui sistem konversi energi. Dalam proses konversi energi, sesuai dengan hukum kedua termodinamika, tidak mungkin seluruh energi termal dapat menghasilkan bentuk energi non termal yang diharapkan. Dengan demikian, untuk memenuhi komponen energi non termal, sebagian energi termal dari sistem suplai energi produksi hidrogen harus terbuang. Dari Gambar 95, dapat dilihat bahwa pada suhu proses yang semakin tinggi, fraksi komponen energi termal ( Ts ) makin meningkat. Dengan demikian proses produksi hidrogen yang menggunakan sistem suplai energi termal akan semakin efisien jika suhu proses semakin tinggi. Reaktor nuklir merupakan sistem energi suplai termal. Dengan demikian, proses produksi hidrogen dengan menggunakan sumber energi proses yang berasal dari reaktor nuklir akan menjadi makin efisien jika suhu proses makin tinggi. Untuk produksi hidrogen dengan sistem suplai energi non termal (misalnya menggunakan sistem energi angin, hidro da kelautan), maka tidak diperlukan proses bersuhu tinggi. Dengan demikian untuk aplikasi semacam ini, sebaiknya digunakan proses produksi hidrogen dengan suhu rendah. 2. Produksi hidrogen dengan cara elektrolisis air Pada proses elektrolisis, komponen energi non termal untuk produksi hidrogen dari air ( g ) disuplai dalam bentuk energi listrik. Secara umum, sistem elektrolisis yang disebut sebagai sel elektrolisis terdiri dari bejana yang berisi elektrolit dengan dua jenis 155

elektroda yaitu katoda dan anoda). Tergantung jenis proses eletrolisis, maka pada salah satu elektroda, air akan dipecah untuk menghasilkan ion positif (H+) dan O2 atau ion negatif (OH- atau O2-) dan H2. Elektroda lainnya digunakan untuk menetralkan ion H+ menjadi H2 atau ion negatif menjadi O2 dan / atau H2O. Elektrolit diperlukan untuk menghantarkan muatan ini di antara katida dan anoda. Kebutuhan tegangan listrik elektroda sebagai fungsi suhu proses dapat dilihat pada Gambar 96.

Gambar 96. Kebutuhan tegangan elektroda untuk proses produksi hidrogen dengan cara elektrolisis air sebagai fungsi suhu[108] Dalam kondisi ideal, tegangan ini diperlukan untuk mengatasi kebutuhan g perpartikel pembawa muatan (proton (H+), ion hidroksil (OH-) atau ion oksigen (O2-)). Nilai tegangan ini disebut sebagai tegangan reversibel, yang dirumuskan sebagai berikut :

E rev 

g 2F

Dalam hal ini E rev adalah tegangan reversibel elektroda, sedangkan F adalah konstanta Faraday. Angka 2 sebagai pembagi diperlukan sesuai dengan kenyataan bahwa untuk mendapatkan satu molekul hidrogen, perlu digerakkan dua satuan muatan listrik (dalam bentuk 2 ion H+, 2 ion OH- atau 1 ion O2-). Tegangan reversibel merupakan tegangan minimal yang diperlukan untuk proses elektrolisis. Dengan kata lain proses elektrolisis tidak akan terjadi jika tegangan antar elektroda kurang kurang dari E rev . Tegangan netralisasi adalah tegangan yang diperlukan seandainya semua energi untuk proses elektrolisis disuplai dalam bentuk energi listrik. Nilai tegangan netralisasi dapat dirumuskan sebagai berikut :

En 

h 2F

108

Nuclear Options for Hydrogen and Hydrogen Based Liquid Fuel Production, MIT Report : MIT-NES-TR001, September 2003 156

Dalam hal ini E n adalah tegangan netralisasi. Untuk dapat dioperasikan tegangan elektroda harus lebih besar daripada tegangan reversibel. Hal ini untuk mengantisikasi rugi-rugi tegangan yang dinyatakan dengan Er . Rugi-rugi tegangan ini meliputi rugi-rugi ohmik internal, rugi-rugi permukaan elektroda, rugi-rugi akumulasi muatan pada permukaan elektroda serta rugi-rugi ohmik eksternal. Rugi-rugi ohmik internal terjadi karena hambatan aliran muatan pada saat melintasi elektrode, elektrolit maupun struktur internal sel elektrolisis. Rugi-rugi ohmik eksternal terjadi akibat hambatan arus listrik (elektron) oleh struktut eksternal seperti bus, sambungan dan kabel. Rugi-rugi permukaan elektroda terjadi karena untuk lepas dari elektroda, muatan listrik dari ion-ion harus melawan energi potensial penghalang (barrier) pada permukaan elektroda. Sedangkan rugi-rugi akumulasi muatan terjadi karena muatan listrik ion-ion pada saat berada di dekat elektroda menghalangi muatan sejenis yang berada di elektrolit yang akan memasuki atau meninggalkan elektroda. Dengan memperhatikan rugi-rugi tersebut, maka tegangan operasi efektif elektroda ( Eeff ) adalah :

Eeff 

g  Er 2F

Dalam kondisi ideal, di mana tidak terdapat rugi-rugi, maka tegangan operasi elektroda sama dengan tegangan reversibelnya. Dalam kondisi ini, semua komponen energi non termal untuk produksi hidrogen ( g ) disuplai dalambentuk energi listrik. Selanjutnya masukan energi dalam bentuk energi termal diperlukan untuk mensuplai semua komponen energi termal ( Ts ). Tentu saja hal ini tidak akan terjadi pada sistem riil. Dalam sistem elektrolisis riil, selalu terdapat rugi-rugi. Rugi-rugi ini berbanding dengan kuadrat densitas arus listrik atau dengan kata lain, rugi-rugi ini berbanding dengan densitas reaksi elektrolisis. Semakin tinggi densitas arus yang diberikan ke sistem elektrolisa, densitas laju reaksi elektrolisa akan meningkat sebanding dengan densitas arus tetapi tegangan rugi-rugi yang ditimbulkan meningkat lebih cepat sebanding dengan kuadrat densitas arus. Rugi-rugi ini akan terkonversi menjadi energi kalor. Dengan menggunakan sistem isolasi termal yang cukup bagus, sebagian besar energi kalor akibat rugi-rugi arus listrik tidak dibiarkan lolos begitu saja ke luar sistem. Energi kalor ini dapat dimanfaatkan untuk mensuplai komponen energi termal ( Ts ) bagi proses elektrolisis. Akan tetapi hal ini akan mengurangi fraksi suplai energi termal dari sistem pensuplai energi, dan dengan demikian akan mengurangi efisiensi suplai energi proses elektrolisis dibandingkan dengan kondisi idealnya. Terdapat tiga kondisi operasi riil dari sistem elektrolisis, yaitu kondisi 1, kondisi 2 dan kondisi 3. Pada kondisi operasi 1, densitas arus yang disuplaikan rendah. Tegangan rugi-rugi yang ditimbulkan kurang dari selisih antara E n dan E rev . Dengan kata lain tegangan operasi efektif sel elektrolisa diantara E rev dan E n atau dapat ditulis E rev < Eeff < E n . Hal ini berarti energi kalor yang terbentuk akibat rugi-rugi listrik kurang dari komponen energi termal ( Ts ) yang diperlukan untuk proses elektrolisis. Dengan demikian, pada kondisi ini proses elektrolisis masih memerlukan suplai energi termal dari sistem pensuplai energi utamanya. Pada kondisi operasi 2, densitas arus yang disuplaikan ditingkatkan sedemikian rupa sehingga tegangan rugi-rugi yang ditimbulkan sama dengan selisih antara E n dan 157

E rev . Dengan kata lain tegangan operasi efektif sel elektrolisa sama dengan E n atau dapat ditulis Eeff = E n . Hal ini berarti energi kalor yang terbentuk akibat rugi-rugi listrik sama

dari komponen energi termal ( Ts ) yang diperlukan untuk proses elektrolisis. Dengan demikian, pada kondisi ini proses elektrolisis tidak memerlukan suplai energi termal dari sistem pensuplai energi utamanya karena energi kalor akibat rugi-rugi listrik mencukupi untuk memenuhi kebutuhan energi komponen Ts . Pada kondisi operasi 3, densitas arus yang disuplaikan lebih ditingkatkan lagi sehingga tegangan rugi-rugi yang ditimbulkan lebih besar dari selisih antara E n dan E rev . Dengan kata lain tegangan operasi efektif sel elektrolisa lebih besar E n atau dapat ditulis Eeff > E n . Hal ini berarti energi kalor yang terbentuk akibat rugi-rugi listrik melebihi komponen energi termal ( Ts ) yang diperlukan untuk proses elektrolisis. Dengan demikian, pada kondisi ini proses elektrolisis tidak memerlukan suplai energi termal dari sistem pensuplai energi utamanya. Pada kondisi operasi ini, sistem elektrolisis justru membutuhkan sistem pengambil kalor (pendingin) untuk mengambil kelebihan energi kalor akibat rugi-rugi listrik yang tidak dapat dimanfaatkan. Pada aplikasi kogenerasi nuklir untuk produksi hidrogen dengan proses elektrolisa, maka kondisi operasi 1 adalah yang direkomendasikan. Hal ini karena pada kondisi operasi 1, sebagian energi untuk produksi hidrogen disuplai dalam bentuk energi termal. Karena sistem energi nuklir merupakan sistem suplai energi termal, maka efisiensi keseluruhan proses produksi hidrogen menjadi semakin meningkat jika fraksi suplai energi termal semakin ditingkatkan. 3. Berbagai jenis proses elektrolisis air Proses eletrolisis air untuk produksi hidrogen dapat dibedakan berdasarkan elektrolit yang digunakan. Perbedaan penggunaan elektrolit ini sekaligus juga memerlukan suhu operasi yang berbeda. Penjelasan tentang berbagai proses elektrolisa air yang akan dijelaskan di bawah ini mengacu kepada tulisan Andreassen[109]. Dalam acuan tersebut, disebutkan bahwa terdapat empat jenis sistem elektrolisis air (elektroliser), yaitu : - elektroliser alkalin - elektroliser asam - elektroliser dengan membran penukar proton - elektroliser dengan keramik penghantar ion oksigen a. Elektroliser alkalin Berdasarkan acuan yang telah disebutkan (Andreassen), elektroliser alkalin merupakan elektroliser yang banyak digunakan sekarang. Elektroliser alkalin menggunakan larutan basa kuat (NaOH atau KOH) dalam air sebagai elektrolit. Dengan penggunaan larutan basa dalam air, maka elektroliser alkaline hanya dapat dioperasikan pada suhu di bawah titik didih air. Karena menggunakan larutan basa, maka muatan listrik yang harus digerakkan melintasi elektrolit adalah ion hidroksil (OH-). Gambar 97 menunjukkan diagram skematis sel elektroliser alkalin. Reaksi pada katoda dan anoda juga ditunjukkan pada Gambar 97. 109

Andreassen, K., 1997, Hydrogen Production by Electrolysis, Hydrogen Power : Theoritical and Engineering Solutions, Proceeding of the HYPOTHESIS II Symposium, Grimstad, Norway. 158

Sumber arus listrik -

+ H2

O2

5

4

7

No. 1 2 3 4 5 6 7 8

KETERANGAN : Komponen Material Ruang cairan katoda Larutan basa dalam air Ruang cairan anoda Larutan basa dalam air Diafragma Ruang gas katoda Gas hidrogen Ruang gas anoda Gas Oksigen Katoda Anoda Saluran penyeimbang konsentrasi basa

6

Arus OH-

3

Arus OH

2

Katoda Anoda Total

-

1

: : :

REAKSI : 2 H2O + 2eH2 + 2 OH2 OHH2O + 0,5 O2 + 2 eH2O H2 + 0,5O2

H2O umpan (cair)

Arus basa

8

Gambar 97. Diagram sel elektroliser alkalin b. Elektroliser asam Berbeda dengan elektroliser alkalin, elektroliser alkalin menggunakan larutan asam kuat (HCl atau H2SO4) dalam air sebagai elektrolit. Dengan penggunaan larutan asam dalam air, maka elektroliser asam hanya dapat dioperasikan pada suhu di bawah titik didih air. Karena menggunakan larutan asam, maka muatan listrik yang harus digerakkan melintasi elektrolit adalah ion hidrogen (H+). Gambar 98 menunjukkan diagram skematis sel elektroliser asam. Reaksi pada katoda dan anoda juga ditunjukkan pada Gambar 98. Sumber arus listrik -

+ H2

O2

5

4

7 H2O umpan (cair)

No. 1 2 3 4 5 6 7 8

KETERANGAN : Komponen Material Ruang cairan katoda Larutan asamdalam air Ruang cairan anoda Larutan asam dalam air Diafragma Ruang gas katoda Gas hidrogen Ruang gas anoda Gas Oksigen Katoda Anoda Saluran penyeimbang konsentrasi asam

6

Arus H

2

+

3

Katoda Anoda Total

+

Arus H

: : :

REAKSI : 2H+ + 2eH2 H2O 2 H+ + 0,5 O2 + 2eH2O H2 + 0,5O2

1 Arus asam

8

Gambar 98. Diagram sel elektroliser asam c. Elektroliser PEM Elektroliser PEM (proton exchange membrane) menggunakan membran yang memiliki sifat dapat dilalui (dapat mengkonduksikan) ion hidrogen (proton). Membran yang banyak digunakan adalah polimer perflorosulfonik yang sering disebut sebagai nafion [110] . Elektroliser PEM memerlukan medium air dalam kondisi cair sehingga harus dioperasikan pada suhu di bawah suhu didih air. Akan tetapi untuk mengaktifkan 110

Andreassen, K., 1997, Hydrogen Production by Electrolysis, Hydrogen Power : Theoritical and Engineering Solutions, Proceeding of the HYPOTHESIS II Symposium, Grimstad, Norway. 159

membran, diperlukan suhu sekitar 150 °C. Dengan demikian, sel elektroliser PEM harus bekerja dengan tekanan cukup tinggi supaya air dapat mencapai suhu sekitar 150 °C tanpa mengalami pendidihan. Gambar 99 menunjukkan diagram skematis sel elektroliser PEM. Reaksi pada katoda dan anoda juga ditunjukkan pada Gambar 99. Sumber arus listrik -

+ H2O + H2

H2O + O2

1

2

No. 1 2 3 4 5 6

4

3

5

+

6

1

Katoda Anoda Total

KETERANGAN : Komponen Material Bus konduktor Besi Saluran anoda Aliran air cair dan gas oksigen Anoda Grafit + Pt (berpori) Elektrolit Nafion (Perfluorosulfonic Acid) Katoda Grafit PTFE + Ti (berpori) Saluran katoda Aliran air cair dan gas hidrogen

: : :

REAKSI : 2 H3O+ + 2e2 H2O + H2 3 H2O 2 H3O+ + 2e- + 0,5 O2 H2O H2 + 0,5 O2

H3O

1

2

3 4 5 Sel tampak depan H2O umpan (cair)

1

6 Sel tampak atas

Gambar 99. Diagram sel elektroliser PEM (Proton Exchange Membran = Membran Penukar Proton) d. Elektroliser keramik Elektroliser keramik seing disebut sebagai SOEC (Solid Oxide Electrolysis Cell / Sel Elektrolisa Oksida Padat) Elektroliser ini menggunakan keramik sebagai elektrolit. Keramik yang digunakan adalah Zr(Y) oksida yang memiliki sifat mampu menghantarkan ion O2-. Elektroliser keramik harus dioperasikan pada suhu tinggi (700 °C hingga 1000 °C). Oleh karena itu elektroliser keramik sering disebut elektroliser suhu tinggi. Suhu tinggi ini diperlukan untuk memberikan energi aktivasi yang cukup bagi ion 2O yang semula terikat dalam struktur kisi atom-atom keramik menjadi lebih bersifat bebas atau memasuki tingkat energi konduksi. Hal ini adalah mirip dengan memberikan energi pada elektron valensi pada semi konduktor untuk memiliki tingkat energi konduksi. Pada SOEC, semakin tinggi suhu operasi, semakin banyak ion O2- yang memasuki tingkat energi konduksi. Dengan kata lain, konduktifitas arus listrik elektrolit keramik akan meningkat jika suhunya makin tinggi. Hal ini berarti rugi-rugi listrik akan semakinberkurang jika suhu operasi proses elektrolisa ditingkatkan. Dengan kata lain, efisiensi proses elektrolisis akan menjadi semakin tinggi jika SOEC dioperasikan pada suhu makin tinggi. Gambar 100 menunjukkan diagram skematis sel elektroliser SOEC. Reaksi pada katoda dan anoda juga ditunjukkan pada Gambar 100. Elektroliser keramik memerlukan masukan uap air bersuhu tinggi. Untuk itu, maka air umpan perlu dipanasi terlebih dahulu hingga menjadi uap panas lanjut. Disamping itu, proses elektrolisis juga memerlukan masukan energi kalor untuk memenuhi komponen energi termal ( Ts ). Karena proses beralngsung pada suhu tinggi, maka hasil proses berupa gas oksigen dan campuran uap air dengan gas hidrogen juga bersuhu tinggi. Hasil proses ini dapat dipergunakan untuk memanasi air umpan secara regeneratif. Dengan demikian energi kalor dikembalikan lagi 160

ke proses. Pemanas air umpan dengan pada aliran hidrogen berfungsi untuk mendinginkan campuran serta mengembunkan uap air sementara hidrogen tetap dalam kondisio gas. Dengan demikian sistem ini sekaligus berfungsi sebagai pemisah hidrogen dari uap air. Gambar 101 menunjukkan produksi hidrogen dengan elektrolisa suhu tinggi dilengkapi dengan sistem pengembali kalor regeneratif [111] Sumber arus listrik -

+ H2O + H2

O2

1

2

4

3

5

6

KETERANGAN : Komponen Material Bus konduktor Logam Saluran anoda Aliran gas oksigen Anoda Logam (berpori) Elektrolit Keramik Zr(Y) oksida solid Katoda Logam (berpori) Saluran katoda Aliran uap air dan gas hidrogen

No. 1 2 3 4 5 6

Katoda Anoda Total

1

2-

REAKSI : H2O + 2eO2H2O

: : :

H2 + O20,5 O2 + 2eH2 + 0,5 O2

O

1

2

3 4 5 6

1

Sel tampak depan H2O umpan (uap panas lanjut)

Sel tampak atas

Gambar 100. Diagram sel elektroliser SOEC (Solid Oxide Fuel Cell) yang menggunakan keramik penghantar ion oksigen Distribution Circulation Header Pump

Feed Pump

Cooler Blower

H2O 1

4 3

5 O2

Distribution Header

2

Hydrogen Separator

7

H2 17

16 6

7a Oxygen Cooler

Hydrogen Steam Cooler

Distribution Header 8

9 15

14 10 Jet Pump 13

11

Distribution Header

13a

Electrolyzer

Process Heater

12

Gambar 101. Sistem produksi hidrogen dengan elektrolisa suhu tinggi dilengkapi dengan sistem pengembali kalor regeneratif 111

Harto, A.W., Kusnanto, Negara, T.,A., Melfiana, E., 2007, Analisis Sistem Produksi Hidrogen dari Air Menggunakan Reaktor Nuklir Generasi Keempat 161

4. Produksi hidrogen dari air dengan proses termokimia Pada proses produksi hidrogen dari air dengan cara termomikia, komponen energi non termal ( g ) dan komponen enegi termal ( Ts ) diberikan melalui suatu siklus termokimia. Dalam hal ini pemberiak kalor dilakukan pada bagian endotermik yang bersuhu tinggi dari siklus termokimia tersebut. Sementara itu, pengambilan kalor dilakukan pada bagian eksotermik yang bersuhu rendah dari siklus tersebut. Siklus termo kimia memerlukan zat penghantar yang akan bereaksi pada salah satu bagian dari siklus dan terbentuk kembali pada bagian lain dari siklus tersebut. Dapat dikatakan zat penghantar tersebut berperan sebagai katalisator.. Efisiensi energi dari siklus termo kimia dihitung sebagai rasio antara entalpi produk (dalam hal ini adalah entalpi hidrogen per mol) terhadap total energi kalor yang diberikan kepada proses per satuan mol produk (hidrogen). Siklus termokimia pada dasarnya merupakan mesin termal termokimia sehingga efisiensi energinya dibatasi oleh efisiensi Carnot. Dengan kata lain efisiensi energi maksimal yang dapat dicapai oleh siklus termokimia adalah batasan efisiensi Carnot yang berkaitan dengan suhu maksimal proses endotermik suhu tinggi (di mana kalor diberikan pada proses) dan suhu minimal proses eksotermik suhu rendah (di mana kalor dilepaskan). Gambar 102 menunjukkan diagram umum proses produksi hidrogen dengan bahan baku air secara termokimia.

Sumber kalor QS Reaksi endotermik H2O Reaksi eksotermik QR

KALOR BUANGAN

QS QR W

: : :

η

:

W

Kalor yang dihasilkan sumber kalor Kalor buangan Kenaikan energi reaksi = Kandungan energi produk – Kandungan energi reaktan Efisiensi konversi Entalpi hydrogen = ΔH = Δh × jumlah mol hydrogen yang dihasilkan H2 0,5 O2

Efisiensi = η = ΔH / QS

Gambar 102. Diagram umum proses produksi hidrogen dari air secara termokimia 5. Produksi hidrogen dari air dengan proses H-I-S Salah satu proses produksi hidrogen secara termokimia yang sedang dikembangkan adalah proses H-I-S. Sebagian besar uraian berkaitan dengan proses H-I-S didasarkan pada acuan[112]. Proses ini menggunakan yod (I2) dan SO2 sebagai bahan penghantar (yang disikluskan) atau sebagai katalisator. Produksi hidrogen dari air dengan proses H-I-S terdiri dari tiga reaksi utama, yaitu : - Reaksi Bunsen - Reaksi disosiasi asam sulfat - Reaksi disosiasi hidrogen yodida Reaksi Bunsen merupakan reaksi eksotermis ke arah pembentukan HI dan H2SO4. Reaksi ini merupakan bagian eksotermis dari siklus dimana kalor dilepaskan. Reaksi ini 112

Pandiangan, T.., 2006, Kajian konsep Siklus Sulphur-Iodium untuk Produksi Hidrogen secara Termokimia, Pusat Pengembangan Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN 162

terjadi pada suhu 120 °C yaitu suhu optimal kesetimbangan. Reaksi Bunsen adalah reaksi kesetimbangan sebagai berikut : 2 H2O + SO2 + I2 ↔ 2 HI + H2SO4 Reaksi ini sekaligus merupakan bagian awal proses di mana air diumpankan. Suhu dan tekanan reaktor diatur sehingga komposisi reaktor lebih didominasi komponen ruas kanan dalam reaksi Bunsen (yaitu HI dan H2SO4). Selanjutnya HI dan H2SO4 dikeluarkan dari reaktor Bunsen dan dipisahkan. Senyawa HI selanjutnya dialirkan menuju reaktor disosiasi HI sedangkan senyawa H2SO4 dialirkan menuju reaktor disosiasi H2SO4. Reaksi disosiasi HI adalah reaksi yang bersifat sedikit endotermik (memerlukan sedikit kalor) ke arah pruraian HI. Reaksi ini juga merupakan reaksi kesetimbangan yang terjadi pada suhu optimal kurang lebih 400 °C. Reaksi disosiasi HI adalah sebagai berikut : 2 HI ↔ H2 + I2 Selanjutnya H2 dan I2 dikeluarkan dari reaktor dan dipisahkan. Yodium (I2) dialirkan kembali ke reaktor Bunsen sedangkan H2 dialirkan ke penampung produk hidrogen. Reaksi disosiasi H2SO4 juga merupakan reaksi kesetimbangan dengan suhu optimal reaksi sekitar 850 °C. Reaksi ini bersifat endotermis ke arah peruraian H2SO4. Dengan demikian sebagian besar energi (dalam bentuk kalor) proses diberikan pada reaksi disosiasi H2SO4. Reaksi peruraian H2SO4 adalah sebagai berikut : H2SO4 ↔ H2O + SO2 + 0,5 O2 Produk reaksi selanjutnya dikeluarakan dari reaktor dan dipisahkan. Oksigen (O2) ditampung pada sistem penampung produk oksigen. Sementara itu H2O dan SO2 dikembalikan dialirkan ke reaktor Bunsen. Gambar 103 menunjukkan diagram produksi hidrogen dengan bahan baku air dengan proses H-I-S. Dalam kondisi ideal, efisiensi Carnot yang dapat dicapai oleh proses H-I-S adalah 65 %. Efisiensi nyata tentu saja lebih rendah daripada angka ini karena rugirugi termal proses.

SUMBER KALOR 0,5 O2

H2

Reaksi Disosiasi H2SO4 (850 °C) H2SO4 ↔ H2O + SO2 + 0,5 O2 Reaksi Disosiasi HI (400 °C) 2 HI ↔ H2 + I2

H2SO4

2 HI H2O + SO2

Reaksi Bunsen (120 °C) 2 H2O + SO2 + I2 ↔ 2 HI + H2SO4

I2

H2O KALOR BUANGAN

Gambar 103. Diagram umum produksi hidrogen dengan proses H-I-S 163

Sistem produksi hidrogen dengan proses H-I-S secara skematik ditunjukkan pada Gambar 104. Sistem ini terdiri dari reaktor Bunsen, reaktor disosiasi HI dan reaktor disosiasi H2SO4, serta sistem sirkulasi gas. Masing-masing reaktor dilengkapi dengan sistem pemisah gas. Reaktor disosiasi HI dan reaktor disosiaso H2SO4 dilengkapi dengan sistem pemanas yang menggunakan kalor dari suatu sumber kalor, misalnya reaktor nuklir. Sedangkan reaktor Bunsen delingkapi dengan sistem pendingin. D

H2SO4 HI

C

B

A

H2 O

A. Reaktor Bunsen B. Reaktor disosiasi HI C. Reaktor disosiasi H2SO4 D. Pemisah HI dan H2SO4 E. Pemisah H2 dan I2 F. Pemisah H2O, SO2 dan O2 G. Penampung H2 H. Penampung O2

Sumber kalor

I2 E

F

H2O + SO2 H2

Heat Sink

H

O2

G

Gambar 104. Sistem produksi hidrogen dengan proses H-I-S F. APLIKASI KOGENERASI NUKLIR UNTUK PROSES PRODUKSI HIDROGEN DENGAN BAHAN BAKU AIR Produksi hidrogen dengan bahan baku air sangat potensial dikembangkan pada masa depan sebagai bagian dari pengembangan sistem industri dan energi yang ramah lingkungan, yaitu tidak mengemisikan CO2 dan gas rumah kaca lainnya. Hanya saja hidrogen berfungsi sebagai pembawa energi (energy carrier) dan bukan sumber energi. Hidrogen juga dapat diproduksi dari batubara dan bahan bakar fosil lainnya. Akan tetapi, produksi hidrogen dengan cara ini tidak sesuai dengan tujuan utama dari pengembangan sistem energi dan industri masa depan yaitu tidak mengemisikan CO2 dan gas rumah kaca lainnya. Proses produksi dari air merupakan proses endotermik sehingga memerlukan energi masukan. Sesuai dengan tujuan utama pengembangan hidrogen, yaitu untuk mengeliminasi emisi CO2, maka sumber energi untuk produksi hidrogen dari air tidak boleh menggunakan bahan bakar fosil. Sumber energi untuk produksi hidrogen harus menggunakan energi alternatif yaitu energi nuklir dan energi terbarukan. 164

Untuk pengembangan sistem hidrogen bagi aplikasi sistem energi dan industri masa depan, maka sistem produksi hidrogen harus mampu memproduksi hidrogen dalam jumlah besar (masif) secara kontinu dan ekonomis. Hal ini berarti sumber energi untuk produksi hidrogen harus mampu menghasilkan energi dalam jumlah besar, kontinu serta dengan harga pembangkitan energi yang murah. Berdasarkan kriteria ini, sumber energi nuklir menjadi lebih unggul daripada sumber energi terbarukan untuk digunakan dalam produksi hidrogen dari air. Hal ini karena sumber daya energi terbarukan pada umumnya tidak mampu mensuplai energi secara masif, kontinu serta dengan harga murah. Berdasarkan penjelasan pada Sub Bab VIII.E.1, proses produksi hidrogen dari air akan semakin efisien jika dilakukan pada suhu tinggi jika digunakan sumber energi yang bersifat termal. Hal ini karena pada suhu tinggi, fraksi energi termal proses semakin bertambah sehingga kebutuhan konversi energi berkurang. Reaktor nuklir pada dasarnya merupakan sumber energi yang bersifat termal, yaitu memberikan energi output pertama kali dalam bentuk energi termal. Oleh karena itu produksi hidrogen dari air dengan sumberv energi nuklir akan semakin efisien jika dilakukan pada suhu tinggi. Reaktor nuklir yang digunakan seharusnya juga reaktor nuklir yang bersuhu tinggi seperti VHTR, AHTR, MSR dan PCMSR. Proses yang sesuai dengan aplikasi kogenersai nuklir untuk produksi hidrogen tentunya juga proses-proses produksi hidrogen yang bersuhu tinggi. Dalam hal ini, terdapat dua macam proses produksi hidrogen yang potensial untuk diaplikasikan dalam kogenerasi nuklir, yaitu proses elektrolisis suhu tinggi (HTE = High Temperature Electrolysis) dan proses termikimia H-I-S (Hydrogen – Iod – Sulphur). Kedua proses ini mampu mencapai efisiensi cukup tinggi (55 % hingga 60 %) jika dikopel dengan reaktor nuklir yang bersuhu tinggi (VHTR, AHTR, MSR atau PCMSR). Dalam mengkopel dengan reaktor nuklir yang merupakan sumber energi bagi proses, terdapat beberapa konfigurasi yang mungkin yaitu konfigurasi paralel (paralel cogeneration) dan konfigurasi seri atas (top cogeneration). Pada konfigurasi paralel (paralel cogeneration), aliran fluida pendingin keluaran reaktor nuklir dibagi menjadi dua aliran. Aliran yang pertama diarahkan pada alat penukar kalor proses yang selanjutnya akan memberikan kalor bagi proses produksi hidrogen. Sementara itu aliran yang kedua diarahkan pada alat penukar kalor untuk sistem konversi energi. Sistem ini memberikan kalor pada sistem proses termal (sistem produksi hidrogen) dan sistem konversi energi dengan suhu yang kurang lebih sama. Pada konfigurasi seri atas (top cogeneration), aliran fluida pendingin keluaran reaktor nuklir pertama kali diarahkan ke alat penukar kalor untuk proses termal (produksi hidrogen) dan setelah itu diarahkan ke alat penukar kalor untuk sistem konvesi energi. Dengan demikian, kalor untuk proses termal diberikan pada suhu lebih tinggi daripada kalor untuk sistem konversi energi. Sistem ini memerlukan reaktor nuklir yang mampu dioperasikan pada suhu yang lebih tinggi daripada reaktor nuklir untuk sistem kogenerasi paralel. Berbagai aplikasi PCMSR untuk proses produksi hidrogen dari air ditunjukkan dalam tulisan ini. Gambar 105 dan Gambar 106 menunjukkan diagram sistem kogenerasi PCMSR untuk produksi hidrogen dengan elektrolisa suhu tinggi dengan konfigurasi pemberian kalor masing-masing sebagai kogenerasi paralel (paralel cogeneration) dan seri atas (top cogeneration). Gambar 107 dan Gambar 108 menunjukkan diagram sistem kogenerasi PCMSR untuk produksi hidrogen dengan proses H-I-S dengan konfigurasi pemberian kalor masing-masing sebagai kogenerasi paralel (paralel cogeneration) dan seri atas (top cogeneration) 165

Distribution Circulation Header 21 Pump

22 Pump Feed

: Aliran garam sekunder : Aliran helium : Aliran air pendingin

Cooler 20 Blower

H2O 1

3

5 Distribution Header

O2

2

Hydrogen 19 Separator

7

4b

4c

H2 23

17

16

4a

4d

4

1

6

2

5d

5c

5a

5b

7d

7c

7a

7b

8

7a Oxygen Cooler

18

Hydrogen Steam 17 Cooler

3

12

Distribution Header

9

6d

6a

6b

6c

10

9

8

15

14 10 Jet Pump 13

11

Distribution Header

15

24

13a

16 Process Heater

25

13

11

14

Electrolyzer

12

Sistem konversi listrik AC ke DC untuk elektroliser

1 2 3 4a 4b 4c 4d 5a 5b 5c 5d

Reaktor PCMSR Zona HE PCMSR Pompa garam sekunder HE heater tingkat 1 (garam – helium) HE heater tingkat 2 (garam – helium) HE heater tingkat 3 (garam – helium) HE heater tingkat 4 (garam – helium) Turbin tingkat 1 Turbin tingkat 2 Turbin tingkat 3 Turbin tingkat 4 6a HE cooler tingkat 1 (helium –air) 6b HE cooler tingkat 2 (helium – air)

6c 6d 7a 7b 7c 7d 8 9 10 11 12 13 14

KETERANGAN HE cooler tingkat 3 (helium – air) HE cooler tingkat 4 (helium – air) Kompresor tingkat 1 Kompresor tingkat 2 Kompresor tingkat 3 Kompresor tingkat 4 Generator listrik HE regenerator (helium- helium) Pompa air pendingin heat sink HE proses suhu tinggi Pompa sirkulasi fluida suhu tinggi Pemanas uap proses produksi H2

15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Elektroliser suhu tinggi Jet Pump Pendingin campuran uap air dan H2 Pendingin oksigen Pemisah air cair dan gas H2 Pendingin air resirkulasi Pompa air resirkulasi Pompa air umpan proses Sistem penampung produk hidrogen Sistem penampung produk oksigen Sistem pengolahan awal air proses

HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor)

Gambar 105. Diagram sistem kogenerasi PCMSR untuk produksi hidrogen dengan elektrolisa suhu tinggi dengan konfigurasi pemberian kalor sebagai kogenerasi paralel (paralel cogeneration) Distribution Circulation Header 21 Pump

22 Pump Feed

: Aliran garam sekunder : Aliran helium : Aliran air pendingin

Cooler 20 Blower

H2O 1

3

5

4d

Distribution Header

O2

4a

4

2

Hydrogen 19 Separator

7

17

16

1

6

2

5d

4b

4c

H2 23

5c

5a

5b

7d

7c

7a

7b

8

7a Oxygen Cooler

18

Hydrogen Steam 17 Cooler

8

3

12

Distribution Header

9

6d

6c

6a

6b

9

10

15

14 10 Jet Pump 13

11

Distribution Header

15

24

13a

16

Electrolyzer

Process Heater

13

25

11

14

12

Sistem konversi listrik AC ke DC untuk elektroliser

1 2 3 4a 4b 4c 4d 5a 5b 5c 5d

Reaktor PCMSR Zona HE PCMSR Pompa garam sekunder HE heater tingkat 1 (garam – helium) HE heater tingkat 2 (garam – helium) HE heater tingkat 3 (garam – helium) HE heater tingkat 4 (garam – helium) Turbin tingkat 1 Turbin tingkat 2 Turbin tingkat 3 Turbin tingkat 4 6a HE cooler tingkat 1 (helium –air) 6b HE cooler tingkat 2 (helium – air)

6c 6d 7a 7b 7c 7d 8 9 10 11 12 13 14

KETERANGAN HE cooler tingkat 3 (helium – air) HE cooler tingkat 4 (helium – air) Kompresor tingkat 1 Kompresor tingkat 2 Kompresor tingkat 3 Kompresor tingkat 4 Generator listrik HE regenerator (helium- helium) Pompa air pendingin heat sink HE proses suhu tinggi Pompa sirkulasi fluida suhu tinggi Pemanas uap proses produksi H2

15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Elektroliser suhu tinggi Jet Pump Pendingin campuran uap air dan H2 Pendingin oksigen Pemisah air cair dan gas H2 Pendingin air resirkulasi Pompa air resirkulasi Pompa air umpan proses Sistem penampung produk hidrogen Sistem penampung produk oksigen Sistem pengolahan awal air proses

HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor)

Gambar 106. Diagram sistem kogenerasi PCMSR untuk produksi hidrogen dengan elektrolisa suhu tinggi dengan konfigurasi pemberian kalor sebagai kogenerasi seri atas (top cogeneration) 166

17

H2SO4

: Aliran garam sekunder : Aliran helium : Aliran air pendingin

HI

4a

4d 16

15

14

4b

4c

24 1

2

5d

5c

5a

5b

7d

7c

7a

7b

8

H2 O

3

12

9

6d

6a

6b

6c

10

I2 18

19

H2O + SO2 O2

H2

25

13 20

11

21

1 2 3 4a 4b 4c 4d 5a 5b 5c 5d

Reaktor PCMSR Zona HE PCMSR Pompa garam sekunder HE heater tingkat 1 (garam – helium) HE heater tingkat 2 (garam – helium) HE heater tingkat 3 (garam – helium) HE heater tingkat 4 (garam – helium) Turbin tingkat 1 Turbin tingkat 2 Turbin tingkat 3 Turbin tingkat 4 6a HE cooler tingkat 1 (helium –air) 6b HE cooler tingkat 2 (helium – air)

6c 6d 7a 7b 7c 7d 8 9 10 11 12 13 14

KETERANGAN HE cooler tingkat 3 (helium – air) HE cooler tingkat 4 (helium – air) Kompresor tingkat 1 Kompresor tingkat 2 Kompresor tingkat 3 Kompresor tingkat 4 Generator listrik HE regenerator (helium- helium) Pompa air pendingin heat sink HE proses suhu tinggi Pompa sirkulasi fluida suhu tinggi Reaktor Bunsen

15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Reaktor Disosiasi HI Reaktor Disosiasi H2SO4 Pemisah HI dan H2SO4 Pemisah H2 dan I2 Pemisah H2O, SO2 dan O2 Sistem penampung produk hidrogen Sistem penampung produk oksigen Blower sirkulasi I2 Blower sirkulasi H2O (Uap) dan SO2 Pompa air umpan proses Sistem pengolahan awal air proses

HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor)

Gambar 107. Diagram sistem kogenerasi PCMSR untuk produksi hidrogen dengan proses H-I-S dengan konfigurasi pemberian kalor sebagai kogenerasi paralel (paralel cogeneration) 17

H2SO4

: : :

HI

4a 16

15

14

4b

4c

4d

Aliran garam sekunder Aliran helium Aliran air pendingin

24 1

2

5d

5c

5a

5b

7d

7c

7a

7b

8

H2 O

3

12

9

6d

6c

6a

6b

I2 18

10

19

H2O + SO2 H2

O2

13 20

1 2 3 4a 4b 4c 4d 5a 5b 5c 5d

25

11

21

Reaktor PCMSR Zona HE PCMSR Pompa garam sekunder HE heater tingkat 1 (garam – helium) HE heater tingkat 2 (garam – helium) HE heater tingkat 3 (garam – helium) HE heater tingkat 4 (garam – helium) Turbin tingkat 1 Turbin tingkat 2 Turbin tingkat 3 Turbin tingkat 4 6a HE cooler tingkat 1 (helium –air) 6b HE cooler tingkat 2 (helium – air)

6c 6d 7a 7b 7c 7d 8 9 10 11 12 13 14

KETERANGAN HE cooler tingkat 3 (helium – air) HE cooler tingkat 4 (helium – air) Kompresor tingkat 1 Kompresor tingkat 2 Kompresor tingkat 3 Kompresor tingkat 4 Generator listrik HE regenerator (helium- helium) Pompa air pendingin heat sink HE proses suhu tinggi Pompa sirkulasi fluida suhu tinggi Reaktor Bunsen

15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Reaktor Disosiasi HI Reaktor Disosiasi H2SO4 Pemisah HI dan H2SO4 Pemisah H2 dan I2 Pemisah H2O, SO2 dan O2 Sistem penampung produk hidrogen Sistem penampung produk oksigen Blower sirkulasi I2 Blower sirkulasi H2O (Uap) dan SO2 Pompa air umpan proses Sistem pengolahan awal air proses

HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor)

Gambar 108. Diagram sistem kogenerasi PCMSR untuk produksi hidrogen dengan proses H-I-S dengan konfigurasi pemberian kalor sebagai kogenerasi seri atas (top cogeneration) 167

BAB IX. SISTEM KOGENERASI NUKLIR GABUNGAN Untuk lebih mendayagunakan energi dalam aplikasi kogenerasi nuklir, maka dimungkinkan untuk menggabungkan berbagai proses kogenerasi yang meliputi berbagai jenis kogenerasi baik kogenerasi suhu rendah, suhu menengah maupun suhu tinggi. Tentu saja penggabungan proses kogenerasi ini akan efektif jika proses-proses yang digabung adalah proses-proses yang saling berkaitan. Pada tulisan ini, akan diberikan beberapa contoh gabungan proses kogenersai nuklir diantaranya adalah : - Proses produksi hidrogen sekaligus desalinasi air laut - Proses produksi hidrokarbon sintetik jenis pertama - Proses produksi hidrokarbon sintetik jenis kedua A. KOGENERASI NUKLIR UNTUK PRODUKSI HIDROGEN DENGAN BAHAN BAKU AIR LAUT Hidrogen sangat berperan dalam sistem industri dan energi masa depan. Hidrogen diproyeksikan menjadi bahan bakar utama untuk sistem transportasi laut. Transportasi darat diarahkan kepada penggunaan kereta api di mana listrik merupakan bentuk energi final yang digunakan. Akan tetapi untuk kasus tertentu, diperlukan sistem kereta api di mana jaringan listrik sulit diaplikasikan. Contoh dalam hal ini adalah sistem kereta api barang lokal untuk mendukung angkutan pelabuhan dan sisten kereta api lokal pada suatu area industri. Dalam hal ini sistem jaringan listrik di atas kereta api akan mengganggu kemudahan bingkar muat barang. Untuk itu, diperlukan sistem kereta api dengan menggunakan bahan bakar hidrogen dengan sistem fuel cell. Hidrogen merupaka bahan bakar potensial untuk sistem transportasi jalan raya jarak menengah dan jauh di mana sistem baterai menjadi kurang efektif digunakan. Hidrogen diproyeksikan juga digunakan pada industri logam sebagai reduktor menggantikan peran kokas (C). Sistem produksi hidrogen akan efektif jika dilakukan di dekat penggunanya. Hal ini akan mengurangi biaya dan resiko transportsai hidrogen. Dengan demikian, sistem produksi hidrogen untuk transportasi laut sebaiknya dilakukan di dekat area pelabuhan. Demikian juga sistem produksi hidrogen untuk industri dilakukan dekat area industri. Kebanyakan area industri besar berada dekat pantai untuk memudahkan transportasi bahan baku dan produk. Oleh karena itu, sebagian besar produksi hidrogen akan dilakukan dekat dengan laut. Produksi hidrogen dengan skala lebih kecil untuk transportasi ja;an raya sebaiknya dilakukan menyebar. Karena sebagian besar sistem produksi hidrogen dilakukan dekat dengan laut, maka dengan sendirinya bahan baku yang digunakan adalah air laut. Karena air laut mengandung garam, sedangkan bahan baku untuk produksi hidrogen harus berupa air murni, maka sudah tentu diperlukan proses desalinasi. Untuk lebih mendayagunakan energi nuklir, maka kalor buangan reaktor nuklir dapat digunakan untuk proses desalinasi. Dalam faktanya, kalor buangan reaktor nuklir yang tersedia mampu untuk menghasilkan air murni dari proses desalinasi jauh melebihi air yang diperlukan untuk produksi hidrogen. Dengan demikian sebagian air yang tidak diperlukan untuk produksi hidrogen dapat dianggap sebagai produk samping yang dapat dimanfaatkan. Dengan demikian kombinasi kogenerasi nuklir untuk produksi hidrogen dan desalinasi akan menghasilkan aneka produk berupa energi listrik, hidrogen, oksigen, air bersin dan brine serta kalor sisa yang kemungkinan dapat digunakan untuk keperluan lain. 168

Gambar 109 menunjukkan aplikasi PCMSR untuk kogenerasi bagi proses produksi hidrogen dengan elektrolisa suhu tinggi dan desalinasi air laut dengan cara MED (multi effect distillation). Gambar 110 menunjukkan diagram proses dan produk pada aplikasi nuklir untuk kogenerasi gabungan produksi hidrogen dan desalinasi air laut. B

29

11 3

4 19 16

31

32

6

2

1

30 34

15 4 13

14

33

35

17

5

12 20

28

10

27

B

18

26

25

7 24

9

21

36

23 22

8

37

A

38

55 39 40

41 42

49

46

52

43 50

47 44

53 55

C

45

51

48 A. B. C. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.

PLTN TIPE PCMSR INSTALASI PRODUKSI HIDROGEN INSTALASI DESALINASI Teras reaktor Alat penukar panas antara Pompa sirkulasi bahan bakar Sistem shutdown Pompa sirkulasi leburan garam sekunder Alat penukar panas primer produksi H2 Tangki pengurasan bahan bakar Pompa pengurasan bahan bakar Sistem reprosesing bahan bakar Pompa pengumpan bahan bakar Generator listrik Pemanas utama sistem turbin gas Turbin tingkat pertama Pemanas ulang tingkat pertama Turbin tingkat kedua Pemanas ulang tingkat kedua Turbin tingkat ketiga

18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37.

KETERANGAN HURUF DAN NOMOR Pemanas ulang tingkat ketiga Turbin tingkat keempat Rekuperator Pendingin awal sistem turbin gas Kompresor tingkat pertama Pendingin antara tingkat pertama Kompresor tingkat kedua Pendingin antara tingkat kedua Kompresor tingkat ketiga Pendingin antara tingkat ketiga Kompresor tingkat keempat Pengubah listrik AC menjadi listrik DC Pompa sirkulasi leburan garam antara Alat penukar panas sekunder produksi H2 Elektroliser tipe oksida padatan Sirkulator campuran uap air dan hidrogen Pendingin campuran uap air dan hidrogen Pendingin oksigen Pemisah campuran air dan hidrogen Pompa sirkulasi air

38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55.

Pompa air umpan untuk produksi hidrogen Ventilasi pelepasan kelebihan oksigen Instalasi pencairan oksigen Instalasi pencairan hidrogen Pompa oksigen cair Pompa hidrogen cair Tangki penyimpan oksigen cair Tangki penyimpan hidrogen cair Pompa air laut umpan proses desalinasi Pompa buangan larutan garam pekat (brine) Pompa penyedot hasil desalinasi air laut Ejektor uap untuk proses desalinasi air laut Instalasi desalinasi air laut tipe MED Pompa sirkulasi proses desalinasi air laut Pembangkit uap untuk proses desalinasi Alat pembuangan panas akhir Pompa sirkulasi air pendingin sistem turbin Pompa sirkulasi air laut untuk pendinginan

Gambar 109 . Diagram aplikasi PCMSR untuk kogenerasi bagi proses produksi hidrogen dengan elektrolisa air suhu tinggi dan desalinasi air laut dengan cara MED (multi effect distillation) 169

SUMBER DAYA ENERGI NUKLIR (uranium, torium)

Aneka penggunaan energi kalor

Umpan air laut

Produk brine

REAKTOR DAYA NUKLIR

Energi kalor

Desalinasi air laut

Produk energi listrik

Energi listrik

Elektrolisis suhu tinggi

Air destilat

Oksigen

Hidrogen

Produk Oksigen

Produk hidrogen

Produk air destilat

Gambar 110. Diagram proses dan produk pada aplikasi nuklir untuk kogenerasi gabungan produksi hidrogen dan desalinasi air laut B. KOGENERASI NUKLIR UNTUK PRODUKSI HIDROKARBON SINTETIK JENIS PERTAMA Hidrokarbon sintetik adalah senyawa hidrokarbon yang tidak berasal dari minyak bumi. Terdapat tiga jenis hidrokarbin sintetik, yaitu : - hidrokarbon sintetik jenis pertama - hidrokarbon sintetik jenis kedua - hidrokarbon sintetik jenis ketiga Hidrokarbon sintetuk jenis pertama adalah hidrokarbon sintetik yang berasal dari batubara, yaitu hidrokarbon sintetik yang diproduksi dengan proses pencairan batubara. Hidrokarbon sintetik jenis kedua adalah hidrokarbon sintetik yang berasal dari penangkapan CO2 atmosfir. Hidrokarbon sintetik jenis ketiga adalah hidrokarbon sintetik yang dihasilkan dari proses yang melibatkan aktivitas kehidupan biologis. Hidrokarbon sintetik jenis kedua dan jenis ketiga berasal dari penangkapan CO2 atmosfir. Perbedaan kedua jenis hidrokarbon sintetik tersebut terletak pada cara penangkapannya. Hidrokarbon sintetik dapat digunakan sebagai bahan bakar sistem transportasi di mana penggunaan energi final dalam bentuk listrik dan sel bahan bakar hidrogen sulit diaplikasikan. Contohnya adalah dalam sistem transportasi udara dan sistem transportasi militer. Dalam industri kimia, hidrokarbon sintetik dipakai untuk menggantikan peran hidrokarbon sebagai bahan baku berbagai industri polimer, farmasi dan kimia lainnya. Hanya saja hidrokarbon sintetik jenis pertama sebaiknya tidak digunakan sebagai bahan bakar. Penggunaan bahan bakar hidrokarbon sintetik jenis pertama akan menghasilkan emisi CO2 secara netto. Hidrokarbon sintetik jenis pertama sebaiknya hanya digunakan sebagai bahan baku industri. Hidrokarbon jenis kedua dan ketiga dapat digunakan sebagai bahan bakar dan untuk keperluan industri. Hanya saja untuk pemakaian dalam skala besar, sebaiknya digunakan hidrokarbon jenis kedua. Penggunaan hidrokarbon jenis ketiga akan dibatasi oleh sustainabilitas sistem biologis yang digunakan. 170

Hidrokarbon sintetik jenis pertama dapat diproduksi dengan dua cara, yaitu dengan proses pencairan batubara secara langsung dan secara tidak langsung. 1. Kogenerasi Nuklir Untuk Produksi Hidrokarbon Sintetik Dengan Proses Pencairan Batubara Secara Langsung Pada proses pencairan batubara secara langsung, batubara direaksikan dengan gas hidrogen pada suhu dan tekanan tinggi sehingga mengkasilkan senyawa hidrokarbon. Aplikasi kogenerasi nuklir untuk proses ini telah dijelaskan pada Sub Bab VIII.C. Hanya saya pada Sub Bab tersebut, hidrogen yang diperlukan diasumsikan telah tersedia. Jika hidrogen belum tersedia, maka hidrogen harus diproduksi. Untuk memaksimalkan hasil, maka sebaiknya hidrogen tidak diproduksi dari batubara atau hidrokarbon sebab hal ini akan mengurangi hasil hidrokarbon sintetik yang diperoleh. Di samping itu, produksi hidrogen dari hidrokarbon akan mengemisikan CO2, dan hal ini tentunya tidak sesuai dengan tujuan pengembangan sistem industri dan sistem energi masa depan. Oleh karena itu, hidrogen sebaiknya diproduksi dari air. Jika demikian, maka reaktor nuklir yang digunakan untuk mensuplai energi bagi proses pencairan batubara sekaligus juga digunakan untuk mensuplai energi bagi proses produksi hidrogen. Jika bahan baku yang digunakan adalah air laut, maka sistem desalinasi perlu diterapkan dengan menggunakan kalor buangan reaktor nuklir yang bersangkutan. Gambar 111 menunjukkan diagram proses dan produk pada aplikasi nuklir untuk kogenerasi gabungan untuk produksi hidrokarbon sintetik jenis pertama dengan proses pencairan batubara langsung yang dilengkapi dengan sistem produksi hidrogen dan desalinasi secara mandiri. Sistem ini menghasilkan aneka produk seperti energi listrik, hidrogen, oksigen, air bersih, brine, hidrokarbon sintetik dan kalor sisa yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain. Gambar 112 menunjukkan diagram aplikasi PCMSR untuk produksi hidrogen sekaligun produksi hidrokarbon sintetik dengan proses pencairan batubara langsung. SUMBER DAYA ENERGI NUKLIR (uranium, torium)

Aneka penggunaan energi kalor

Umpan air laut

REAKTOR DAYA NUKLIR

Energi kalor

Desalinasi air laut

Elektrolisis suhu tinggi

Air destilat

Produk brine

Produk hidrokarbon sintetik

Produk energi listrik

Energi listrik

Oksigen

Hidrogen

Produk Oksigen

Produk hidrogen

Produk air destilat

Pencairan batubara proses langsung

Sumber daya batubara

Gambar 111. Diagram proses dan produk pada aplikasi nuklir pencairan batubara langsung dilengkapi dengan sistem produksi hidrogen dan desalinasi secara mandiri 171

Distribution Circulation Header 21 Pump

22 Pump Feed

Cooler 20 Blower

: : :

H2O 1

4 3

5 Distribution Header

O2

2

Hydrogen 19 Separator

7

1

6

2

5d

5c

Aliran garam sekunder Aliran helium Aliran air pendingin

4b

4c

H2 23

17

16

4a

4d

5a

5b

7d

7c

7a

7b

8

7a Oxygen Cooler

18

Hydrogen Steam 17 Cooler

12

Distribution Header 8

3 9

6d

6c

6a

6b

10

9 15

14 10 Jet Pump 13

11

Distribution Header

24

15

13a

13

16

25

11

Process Heater

14

Electrolyzer

12

Sistem konversi listrik AC ke DC untuk elektroliser

29

Masukan batubara

28 27

26 31 30

KETERANGAN 1 Reaktor PCMSR 2 Zona HE PCMSR 3 Pompa garam sekunder 4a HE heater tingkat 1 (garam – helium) 4b HE heater tingkat 2 (garam – helium) 4c HE heater tingkat 3 (garam – helium) 4d HE heater tingkat 4 (garam – helium) 5a Turbin tingkat 1 5b Turbin tingkat 2 5c Turbin tingkat 3 5d Turbin tingkat 4 6a HE cooler tingkat 1 (helium –air)

6b HE cooler tingkat 2 (helium – air) 6c HE cooler tingkat 3 (helium – air) 6d HE cooler tingkat 4 (helium – air) 7a Kompresor tingkat 1 7b Kompresor tingkat 2 7c Kompresor tingkat 3 7d Kompresor tingkat 4 8 Generator listrik 9 HE regenerator (helium- helium) 10 Pompa air pendingin 11 heat sink HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor)

12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31

HE proses suhu tinggi proses hidrogen Pompa sirkulasi fluida suhu tinggi Pemanas uap proses produksi H2 Elektroliser suhu tinggi Jet Pump Pendingin campuran uap air dan H2 Pendingin oksigen Pemisah air cair dan gas H2 Pendingin air resirkulasi Pompa air resirkulasi Pompa air umpan proses Sistem penampung produk hidrogen Sistem penampung produk oksigen Sistem pengolahan awal air proses Reaktor pencairan batubara Pemanas hidrogen regeneratif Kompresor umpan hidrogen Motor penggerak kompresor Pendingin produk hidrokarbon Penampung hidrokarbon cair

Gambar 112. Diagram aplikasi PCMSR untuk produksi hidrogen sekaligun produksi hidrokarbon sintetik dengan proses pencairan batubara langsung Pada Gambar 112, reaktor nuklir (PCMSR) menghasilkan energi dalam bentuk listrik dan kalor. Sebagian energi listrik digunakan untuk produksi hidrogen dengan menggunakan proses elentrolisa air suhu tinggi dan sebagian lainnya disuplai ke jaringan eksternal. Energi kalor pada suhu tinggi digunakan untuk mensuplai kalor untuk proses produksi hidrogen dan pencairan batubara. Hidrogen yang dihasilkan sebagian dipakai untuk proses pencairan batubara dan sebagian lainnya digunakan sebagai produkk hidrogen. 2. Kogenerasi Nuklir Untuk Produksi Hidrokarbon Sintetik Dengan Proses Pencairan Batubara Secara Tidak Langsung Cara lain untuk memproduksi hidrokarbon sintetis adalah dengan proses tidak langsung. Dalam hal ini terlebih dahulu dilakukan gasifikasi batubara sehingga dihasilkan gas sintetik. Gas sintetik ini selanjutnya direaksikan dengan hidrogen untuk terlebih dahulu menghasilkan metanol atau dapat juga langsung menghasilkan metana. Kebutuhan energi cukup besar pada tahap produksi hidrogen dan gasifikasi batubara. Dalam hal ini reaktor nuklir berperan sebagai sumber energi proses. Gambar 113 menunjukkan diagram sistem kogenerasi nuklir dengan menggunakan PCMSR untuk produksi hidrogen dengan proses elektrolisa suhu tinggi dan gasifikasi batubara suhu tinggi hingga menghasilkan metanol atau metana. Gambar 114 menunjukkan diagram sistem kogenerasi nuklir dengan menggunakan PCMSR untuk produksi hidrogen dengan proses 172

elektrolisa suhu tinggi dan gasifikasi batubara dalam tanah hingga menghasilkan metanol atau metana. Pada Gambar 113 dan Gambar 114, reaktor nuklir (PCMSR) menghasilkan energi dalam bentuk listrik dan kalor. Sebagian energi listrik digunakan untuk produksi hidrogen dengan menggunakan proses elentrolisa air suhu tinggi dan sebagian lainnya disuplai ke jaringan eksternal. Energi kalor pada suhu tinggi digunakan untuk mensuplai kalor untuk proses produksi hidrogen dan gasifikasi batubara. Sebagian oksigen yang merupakan hasil samping proses produksi hidrogen dapat digunakan untuk proses gasifikasi batubara dan sisanya sebagai produk oksigen. Hidrogen yang dihasilkan sebagian dipakai untuk proses sintesa metanol atau metana dan sebagian lainnya digunakan sebagai produk hidrogen. Karena proses gasifikasi batubata membutuhkan suplai uap air bersuhu dan bertekanan tinggi, maka sistem konversi energi pada PCMSR dimodifikasi dengan menggunakan siklus kombinasi dengan memanfaatkan HRSG. : Aliran garam sekunder : Aliran helium : Aliran air pendingin

Distribution Circulation Cooler Header 27 28 Blower Pump

29 Pump Feed H2O 1

O2

4d

4 3

5 Distribution Header

7

H2

2 6 b 2

17

16 6

7a Oxygen Cooler

25

4a

4b

4c

30

2

Hydrogen 26 Separator

1

5d

5c

5b

5a

8

7

Hydrogen Steam 24 Cooler

9 3

Distribution Header

20

11 20

9

8

15

14 10 Jet Pump 13

11

Distribution Header

22

13a Process Heater

21

Electrolyzer

13b 132 0

8

12 20

12

34

13a 132 0

23

14 13 20

10 6

32 17 19 15

31

1 2 3 4a 4b 4c 4d 5a 5b 5c 5d

16 18

33

Reaktor PCMSR Zona HE PCMSR Pompa garam sekunder HE heater tingkat 1 (garam – helium) HE heater tingkat 2 (garam – helium) HE heater tingkat 3 (garam – helium) HE heater tingkat 4 (garam – helium) Turbin tingkat 1 Turbin tingkat 2 Turbin tingkat 3 Turbin tingkat 4 6 Sistem pengolahan air umpan 7 Kompresor helium 8 Generator listrik HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor)

Masukan batubara

9 10 11 12 13a 13b 14 15 16 17 18 19 20 21

KETERANGAN HE regenerator (helium- helium) Pompa air pendingin Sumber air alam HRSG tiga tingkat tekanan Turbin uap tekanan medium Turbin uap tekanan rendah Kondenser Kompresor oksigen Penggerak kompresor oksigen Reaktor gasifikasi batubara Pompa sirkulasi fluida suhu tinggi Penampung produk gas sintetik HE Proses Suhu Tinggi Pensuplai kalor untuk produksi H2

22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34

Elektroliser suhu tinggi Jet Pump Pendingin Oksigen regeneratif Pendingin Campuran H2 dan uap air Pemisah H2 dan air Pendingin tambahan Pompa sirkulasi air produksi H2 Pompa air umpan produksi H2 Penampung produk hidrogen Penampung Produk Oksigen Reaktor sintesa metanol atau metana Penampung produk metanol atau metana Sistem pensuplai listrik untuk elektroliser suhu tinggi

Gambar 113. Diagram sistem kogenerasi nuklir dengan menggunakan PCMSR untuk produksi hidrogen dengan proses elektrolisa suhu tinggi dan gasifikasi batubara suhu tinggi hingga menghasilkan metanol atau metana 173

: Aliran garam sekunder : Aliran helium : Aliran air pendingin

Distribution Circulation Cooler Header 30 31 Blower Pump

32 Pump Feed H2O 1

O2

4d

4 3

5 Distribution Header

7

H2

2 6 b 2

17

16 6

7a Oxygen Cooler

28

4a

4b

4c

33

2

Hydrogen 29 Separator

1

5d

Hydrogen Steam 27 Cooler

3

Distribution Header

5c

5b

5a

8

7

9

23

11 20

9

8

15

14 10 Jet Pump 13

11

Distribution Header

25

13a Process Heater

24

Electrolyzer

13b 132 0

12 20

12

37

13a 132 0

26

8

14 13 20

10 6

35 20

17

22 15

34

1 2 3 4a 4b 4c 4d 5a 5b 5c 5d

19

21

36

Reaktor PCMSR Zona HE PCMSR Pompa garam sekunder HE heater tingkat 1 (garam – helium) HE heater tingkat 2 (garam – helium) HE heater tingkat 3 (garam – helium) HE heater tingkat 4 (garam – helium) Turbin tingkat 1 Turbin tingkat 2 Turbin tingkat 3 Turbin tingkat 4 6 Sistem pengolahan air umpan 7 Kompresor helium 8 Generator listrik 9 HE regenerator (helium- helium) HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor)

16

18

10 11 12 13a 13b 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

KETERANGAN Pompa air pendingin Sumber air alam HRSG tiga tingkat tekanan Turbin uap tekanan medium Turbin uap tekanan rendah Kondenser Kompresor oksigen Penggerak kompresor oksigen Sumur injeksi gasifikasi Reservoar batubara Lapisan overburden Sumur produksi gasifikasi Pompa sirkulasi fluida suhu tinggi Penampung produk gas sintetik HE Proses Suhu Tinggi

24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37

Pensuplai kalor untuk produksi H2 Elektroliser suhu tinggi Jet Pump Pendingin Oksigen regeneratif Pendingin Campuran H2 dan uap air Pemisah H2 dan air Pendingin tambahan Pompa sirkulasi air produksi H2 Pompa air umpan produksi H2 Penampung produk hidrogen Penampung Produk Oksigen Reaktor sintesa metanol atau metana Penampung produk metanol atau metana Sistem pensuplai listrik untuk elektroliser suhu tinggi

Gambar 114. Diagram sistem kogenerasi nuklir dengan menggunakan PCMSR untuk produksi hidrogen dengan proses elektrolisa suhu tinggi dan gasifikasi batubara dalam tanah hingga menghasilkan metanol atau metana Jika produk yang dihasilkan adalah metanol, maka dapat dilanjutkan dengan proses dehidrasi metanol untuk menghasilkan dimetil eter. Selanjutnya dilakukan dimetil eter untuk menghasilkan etilena. Etilena selanjutnya dapat dipolimerisasikan untuk menghasilkan hidrokarbon sintetik. Jika produk yang dihasilkan adalam metana, maka metana dapat langsung dipolimerisasikan atai diubah terlebih dahulu menjadi etilena dan selanjutnya dipolimerisasikan. Jumlah rantai C rerata pada hidrokarbon sintetik dapat diatur dengan mengatur tingkat reaksi polimerisasi. Hal ini dapat dilakukan dengan memilih katalis yang tepat atau mengatur suhu dan tekanan reaksi. Proses-proses lanjutan setelah terbentuk metana atau metanol adalah proses kimia biasa yang melibatkan energi reaksi yang tidak terlalu besar. Pada proses-proses lanjutan ini, reaktor nuklir tidak lagi berperan sebagai pensuplai energi utama. 174

Gambar 115 menunjukkan diagram proses dan produk pada aplikasi nuklir untuk kogenerasi gabungan untuk produksi hidrokarbon sintetik jenis pertama dengan proses pencairan batubara tidak langsung (melalui tahap gasifikasi batubara) yang dilengkapi dengan sistem produksi hidrogen dan desalinasi secara mandiri. Sistem ini menghasilkan aneka produk seperti energi listrik, hidrogen, oksigen, air bersih, brine, gas sintetik, metanol atau metana, dimetil eter, hidrokarbon sintetik dan kalor sisa yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain. Selanjutnya, jika diperlukan, sebagian produk hidrokarbon sintetik dapat diproses lanjut untuk menghasilkan material grafit komposit untuk berbagai keperluan industri. SUMBER DAYA ENERGI NUKLIR (uranium, torium)

Aneka penggunaan energi kalor

Umpan air laut

Produk brine

Sumber daya Batubara

REAKTOR DAYA NUKLIR

Energi kalor

Desalinasi air laut

Produk energi listrik

Energi listrik

Elektrolisis suhu tinggi

Oksigen

Produk air destilat

Air destilat

Hidrogen

Steam Generator

Produk Oksigen

Produk hidrogen

Uap panas lanjut Gasifikasi Batubara

Produk Gas Sintetik

Produk metanol

Sintesa metanol

Metanol

Dehidrasi metanol DME

Produk bahan bakar hidrokarbon sistetis

Produk polimer polietilen

Berbagai moda Polimerisasi etilen

Etilen

Proses produksi grafit komposit

Dehidrasi DME

Produk DME Produk grafit komposit

Gambar 115. Diagram proses dan produk pada aplikasi nuklir pada pencairan batubara tidak langsung yang dilengkapi dengan sistem produksi hidrogen dan desalinasi secara mandiri

175

C. KOGENERASI NUKLIR UNTUK PRODUKSI HIDROKARBON SINTETIK JENIS KEDUA Hidrokarbon sintetik jenis kedua adalah hidrokarbon sintetik yang proses pembuatannya diawali dengan proses penangkapan CO2 dari udara atmosfior. Salah satu proses pengangkapan CO2 dari atmosfir telah dijelaskan pada Sub Bab III.C.2 berdasarkan acuan 113. Tujuan proses ini adalah menangkap CO2 dari atmosfir yang berkonsentrasi rendag dan menghasilkan CO2 dengan konsentrasi tinggi. Dalam konsep awalnya, CO2 konsentrasi tinggi ini selanjutnya akan disequestrasi 114, yang berarti tidak memiliki nilai ekonomi. Akan tetapi konsep penangkapan CO2 atmosfir ini dapat dikembangkan untuk menghasilkan produk yang memiliki nilai ekonomi yaitu hidrokarbon sintetik. Hidrokarbon sintetik dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk sistem energi di mana penggunaan energi final dalam bentuk listrik dan bahan bakar hidrogen sulit diaplikasikan. Hidrokarbon sintetik juga dapat digunakan sebagai material polimer maupun bahan untuk membuat grafit komposit. Keuntukngan dari penggunaan hidrokarbon sintetik jenis kedua dalam aplikasi industri adalah menghasilkan sistem industri dengan kemampuan untuk mendaur ulang CO2. Dalam aplikasi produksi hidrokarbon sintetik jenis kedua, CO2 konsentrasi tinggi hasil proses penangkapan CO2 atmosfir direaksikan dengan gas hidrogen untuk menghasilkan metanol. Proses dilanjutkan dengan dehidrasi metanol untuk menghasilkan dimetil eter. Selanjutnya dilakukan dimetil eter untuk menghasilkan etilena. Etilena selanjutnya dapat dipolimerisasikan untuk menghasilkan hidrokarbon sintetik. Jumlah rantai C rerata pada hidrokarbon sintetik dapat diatur dengan mengatur tingkat reaksi polimerisasi. Hal ini dapat dilakukan dengan memilih katalis yang tepat atau mengatur suhu dan tekanan reaksi. Gambar 116 menunjukkan diagram skematik sistem penangkap CO2 atmosferik yang dilanjutkan dengan proses produksi hidrokarbon sintetik Keseluruhan proses ini memerlukan energi untuk menggerakkan blower udara bagi menara penangkap CO2 serta pompa-pompa cairan. Di samping itu juga untuk memberikan energi bagi berlangsungnya reaksi-reaksi yang bersifat endotermik yang merupakan bagian dari proses ini. Akan tetapi penggunaan energi terbesar bagi keseluruhan proses ini adalah untuk memproduksi hidrogen. Hal ini karena hidrogen sebagai unsur tidak tersedia di alam. Hidrogen harus diproduksi dari air supaya tidak mengemisikan CO2. Menghindari emisi CO2 merupakan dasar pemikiran dari pengembangan produksi hidrokarbon sintetik. Dengan demikian, diperlukan sumber energi yang mampu menghasilkan energi dalam jumlah besar secara kontinu dan murah untuk menunjang proses produksi hidrokarbon sintetik jenis kedua. Reaktor nuklir berperan sebagai sumber energi utama, terutama untuk komponen proses yang paling banyak memerlukan energi, yaitu produksi hidrogen dari air. Di samping itu, reaktor nuklir tentu saja mampu untuk memberikan energi bagi komponen proses lainnya. Gambar 117 menunjukkan diagram skematik aplikasi reaktor nuklir tipe PCMSR bagi kogenerasi nuklir untuk proses produksi hidrokarbon sintetik jenis kedua. Peran utama reaktor nuklir adalah untuk memproduksi hidrogen dan mensuplai energi untuk komponen proses lainnya. Sistem penangkap CO2 yang dimaksud pada Gambar 117 adalah sebagaimana yang tertera pada Gambar 14 yang telah diuraikan pada Sub Bab III.C.3. 113

Joshuah K Stolaroff, et.al. , Carbon Dioxide Capture from Atmospheric Air Using Sodium Hidroxide Spray, Environt. Sci. Technol, 2008, 42, 2728 – 2735 114 Joshuah K Stolaroff, et.al. , Carbon Dioxide Capture from Atmospheric Air Using Sodium Hidroxide Spray, Environt. Sci. Technol, 2008, 42, 2728 – 2735 176

Gambar 117 hanya menunjukkan sampai pada tahap produksi metanol. Hal ini karena proses lanjutan sejak dehidrasi metanol hingga polimerisasi etilena adalah proses kimia biasa di mana peran reaktor nuklir tidak lagi signifikan.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Udara keluar (300 ppm CO2)

7

: : : : : : : : : : : :

KETERANGAN : Blower aliran udara 13 : Kolam larutan penyerap CO2 14 : Pengarah aliran udara 15 : Kolom kontak udara dan larutan NaOH 16 : Sistem spray NaOH 17 : Demister 18 : Chimney 19 : Pompa sirkulasi Na2CO3 20 : Reaktor regenerasi NaOH 21 : Pengatur konsentrasi larutan 22 : Sistem filter 23 : Pompa sirkulasi larutan

Reaktor pelepasan CO2 Reaktor Regenerasi Ca(OH)2 Pompa sirkulasi Ca(OH)2 slurry Kompresor CO2 Motor penggerak kompresor CO2 Reaktor sintesa metanol Kompresor hidrogen Motor penggerak kompresor Sistem pensuplai hidrogen Reaktor dehidrasi metanol Reaktor dehidrasi dimetil eter

H2O(l) 6

NaOH(aq)

10

15

5 Udara masuk (400 ppm CO2)

4 2 NaOH(aq) + CO2(g)  Na2CO3(aq) + H2O(l) (slight exothermic)

CaO(s) + H2O(l)  Ca(OH)2(s) (exothermic)

Ca(OH)(s) (slurry)

Udara masuk (400 ppm CO2)

9 CaO(s)

Na2CO3(aq) + Ca(OH) 2(s)  2 NaOH(aq) + CaCO3(s)

3

CaCO3(s)  CaO(s) + CO2(g) (endothermic)

11 CaCO3(s)

8

2

CO2(g)

(slight endothermic) 12

1

17

16

14

13

Na2CO3(aq) CO2(g)

CH3OCH3  C2H4 + H2O(g) 23 C2H4(g) (etilena) Polimerisasi etilena

CH3OCH3(g) (dimetil eter / DME)

2 CH3OH(g)  CH3OCH3 + H2O(g) 22

CH3OH(g) (metanol)

CO2(g) + 3 H2(g)  CH3OH(g) + H2O(g) (slight exothermic) 20

19

18 H2(g)

Produk hidrokarbon sintetik

21

Gambar 116. Diagram skematik sistem penangkap CO2 atmosferik115 yang dilanjutkan dengan proses produksi hidrokarbon sintetik Gambar 118 menunjukkan diagram proses dan produk pada aplikasi nuklir untuk kogenerasi gabungan untuk produksi hidrokarbon sintetik jenis kedua dengan proses penangkapan CO2 atmosferik yang dilengkapi dengan sistem produksi hidrogen dan desalinasi secara mandiri. Sistem ini menghasilkan aneka produk seperti energi listrik, hidrogen, oksigen, air bersih, brine, gas sintetik, metanol atau metana, dimetil eter, hidrokarbon sintetik dan kalor sisa yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain. 115

Joshuah K Stolaroff, et.al. , Carbon Dioxide Capture from Atmospheric Air Using Sodium Hidroxide Spray, Environt. Sci. Technol, 2008, 42, 2728 – 2735 177

Distribution Circulation Header 21 Pump

22 Pump Feed

Cooler 20 Blower

: : :

H2O 1

4 5

Distribution Header

O2

2

Hydrogen 19 Separator

7

1

6

2

5d

5c

Aliran garam sekunder Aliran helium Aliran air pendingin

4b

4c

H2 23

17

16

4a

4d

3

5a

5b

7d

7c

7a

7b

8

7a Oxygen Cooler

18

Hydrogen Steam 17 Cooler

12

Distribution Header 8

3 9

6d

6c

6a

6b

10

9 15

14 10 Jet Pump 13

11

Distribution Header

24

15

13a

13

16

25

11

Process Heater

14

Electrolyzer

12

Sistem konversi listrik AC ke DC untuk elektroliser

29

30

KETERANGAN 1 Reaktor PCMSR 2 Zona HE PCMSR 3 Pompa garam sekunder 4a HE heater tingkat 1 (garam – helium) 4b HE heater tingkat 2 (garam – helium) 4c HE heater tingkat 3 (garam – helium) 4d HE heater tingkat 4 (garam – helium) 5a Turbin tingkat 1 5b Turbin tingkat 2 5c Turbin tingkat 3 5d Turbin tingkat 4 6a HE cooler tingkat 1 (helium –air)

26

27

28

31

6b HE cooler tingkat 2 (helium – air) 6c HE cooler tingkat 3 (helium – air) 6d HE cooler tingkat 4 (helium – air) 7a Kompresor tingkat 1 7b Kompresor tingkat 2 7c Kompresor tingkat 3 7d Kompresor tingkat 4 8 Generator listrik 9 HE regenerator (helium- helium) 10 Pompa air pendingin 11 heat sink HE = Heat Exchanger (Alat Penukar Kalor)

12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31

HE proses suhu tinggi proses hidrogen Pompa sirkulasi fluida suhu tinggi Pemanas uap proses produksi H2 Elektroliser suhu tinggi Jet Pump Pendingin campuran uap air dan H2 Pendingin oksigen Pemisah air cair dan gas H2 Pendingin air resirkulasi Pompa air resirkulasi Pompa air umpan proses Sistem penampung produk hidrogen Sistem penampung produk oksigen Sistem pengolahan awal air proses Sistem penangkap CO2 atmosferik Kompresor umpan CO2 Kompresor umpan hidrogen Motor penggerak kompresor Reaktor sintesa metanol Penampung hidrokarbon cair

Gambar 117. Diagram skematik aplikasi reaktor nuklir tipe PCMSR bagi kogenerasi nuklir untuk proses produksi metanol

178

SUMBER DAYA ENERGI NUKLIR (uranium, torium)

Aneka penggunaan energi kalor

Umpan air laut

REAKTOR DAYA NUKLIR

Energi kalor

Elektrolisis suhu tinggi

Desalinasi air laut

Sistem penangkap CO2

Oksigen

CO2

Sintesa metanol

Hidrogen

Produk hidrogen

Metanol

Produk metanol

Dehidrasi metanol

Udara bersih

DME

Produk bahan bakar hidrokarbon sistetis

Produk polimer polietilen

Produk Oksigen

Produk air destilat

Air destilat

Produk brine

Udara lingkungan

Produk energi listrik

Energi listrik

Berbagai moda Polimerisasi etilen

Etilen

Produk DME

Dehidrasi DME

Proses produksi grafit komposit

Produk grafit komposit

Gambar 118. Diagram proses dan produk pada aplikasi nuklir pada Produksi hidrokarbon sintetik jenis kedua yang dilengkapi dengan sistem produksi hidrogen dan desalinasi secara mandiri

179

REFERENSI 1. 2.

3. 4. 5. 6.

7. 8.

9. 10. 11. 12.

13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.

20.

21.

abcdef

Climate Change 2007: The Physical Science Basis - Summary for Policymakers Acharya, H.K., Briedis, J., 1985, Geothermal Energy Sources, Handbook of Energy System Engineering – Production and utilization, John Wiley and Sons, New York ACR – Advanced CANDU Reactor Concept, www.aecltechnologies.com AECL, 1981, CANDU Nuclear Power System, Atomic Energy of canada Limited, Mississauga, Ontario, Canada AECL, 1996, CANDU 6 Technical Outline, Atomic Energy of Canada Limited, Mississauga, Ontario, Canada Andreassen, K., 1997, Hydrogen Production by Electrolysis, Hydrogen Power : Theoritical and Engineering Solutions, Proceeding of the HYPOTHESIS II Symposium, Grimstad, Norway Ari Darmawan Pasek, Pemanfaatan Sampah Kota Sebagai Bahan Bakar Pembangkit Listrik Basu A, Lepley. T., Weber, E., 1985, Solar Derived Power – Direct Solar Energy, Handbook of Energy System Engineering – Production and utilization, John Wiley and Sons, New York BP Stastitical Review of World Energy, June 2006, Stastitical review of world energy full report.pdf, Natural Gas - Reserves BP Stastitical Review of World Energy, June 2006, Stastitical review of world energy full report.pdf, Nuclear – Consumption by Area BP Stastitical Review of World Energy, June 2006, Stastitical review of world energy full report.pdf, Oil – Reserves to Production (R/P) ratio Bula, A.J., Navardo, L.F., Herrera, D.L., Corredor, L.A., 2008, Thermodynamics Simulation of A Solar Refrigeration Absorption System Generator – Heat Exchanger, Uso Racional de La Energia y Preservation del Medio Ambiente, Department of Mechanical Engineering, Universidad del Norte, Barranqulia, Colombia Climate Change 2001: Working Group I: The Scientific Basis, 7.5.2 Sea Ice, 2001. Retrieved February 11, 2007 Coal - From Wikipedia, the free encyclopedia Djokolelono, M., 1986, Sistem Pembangkit Uap Nuklir, Pengantar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir, Badan Tenaga Atom Nasional, Jakarta Electrodialysis – Wikipedia, free encyclopedia Em Lukman Hakim, Di Balik Krisis Klimatik, Wahana Lingkungan Hidup Jawa Timur, 2007, [email protected] Energy Watch Group, 2006, EWG Paper No 1-06, Uranium Resources and Nuclear Energy 03Dec2006 pdf Garrity, J.J.,Shiers, P.F., Harty, F.R, Lamb, T.J, 1985, Hydroelecric Power, Handbook of Energy System Engineering – Production and utilization, John Wiley and Sons, New York Gaudernak, B., 1997, Hydrogen Production from Fossil Fuel, Hydrogen Power : Theoritical and Engineering Solutions, Proceeding of the HYPOTHESIS II Symposium, Grimstad, Norway Ghali, A.E., Verma.M., 2008, Desalination of Saline Sludges Using Ion Exchange Column with Zeolith, American Journal of Environtmental Sciences 4 (4) : 180

388-396, www.scipub.org/fulltext/ajes/ajes44388-396.pdf 22. Grimes, W. R., 1970, Molten Salt Reactor Chemistry, Nucl. Appl. Technol., 8, 137– 155. 23. Harto, A.W., Kusnanto, Negara, T.,A., Melfiana, E., 2007, Analisis Sistem Produksi Hidrogen dari Air Menggunakan Reaktor Nuklir Generasi Keempat 24. http://www.nucleartourist.com/ 25. IAEA TECDOC – 119, Current Status and Future Development of Modular High Temperature Reactor 26. IEA – International Energy Agency (2006), p. 127 27. International Atomic Energy Agency. Nuclear Desalination. Diakses dari http://www.freerepublic.com/focus/news/660315/posts, 27 Mei 2009 28. International Water Resources Association, Water International, Volume 25, Nomor 1, Halaman 54-65, Maret 2000 Joshuah K Stolaroff, et.al. , Carbon Dioxide Capture from Atmospheric Air Using Sodium Hidroxide 29. Spray, Environt. Sci. Technol, 2008, 42, 2728 – 2735

30. Knief, R. A., 1981, Nuclear Energy Technology – Theory and Practice of Comercial Nuclear Power, Hemisphere Publishing Corporation, New York 31. KOPEC, Korean Standart Nuclear Power Plant, KSNP (OPR) Design, Korean power Engineering INC 32. Lahey, R.T. and Moody, F.J., 1975, The Thermal Hydraulics of Boiling Water Reactor, American Nuclear Society 33. Lipinsky, E.S., Tillman, D.A., Klass, D.L., 1985, Solar Derived Power – Biomass Conversion, Handbook of Energy System Engineering – Production and utilization, John Wiley and Sons, New York 34. Nuclear Options for Hydrogen and Hydrogen Based Liquid Fuel Production, MIT Report : MIT-NES-TR-001, September 2003 35. Pandiangan, T.., 2006, Kajian konsep Siklus Sulphur-Iodium untuk Produksi Hidrogen secara Termokimia, Pusat Pengembangan Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN 36. Pemerintah Republik Indonesia, Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005 – 2025, Lampiran B1, Jakarta, 2005 37. Pemerintah Republik Indonesia, Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005 – 2025, Lampiran B2, Jakarta, 2005 38. Pemerintah Republik Indonesia, Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005 – 2025, Lampiran G3, Jakarta, 2005 39. Pemerintah Republik Indonesia, Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005 – 2025, Lampiran J, Jakarta, 2005 40. Pemerintah Republik Indonesia, Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005 – 2025, Lampiran K, Jakarta, 2005 41. Per F Peterson, Haihua Zhao, 2006, Advanced Multiple Desalination Prosesses For Nuclear Cogeneration, . American Nuclear Society Winter Meeting Albuquerque, NM 42. Real Climate, 2005 temperatures. RealClimate (2007-12-15). Retrieved on 2007-0117 43. Scheffler, R.L., Wehrey, M.C., 1985, Solar Derived Power – Wind Power, Handbook of Energy System Engineering – Production and utilization, John Wiley and Sons, New York 44. Sea Water Treatment By MED Desalination, www.water-kingdom.com/MEDDesalination.html 181

45. Snell, V. G., ang Webb, J. R., 1998, CANDU-9 – The CANDU Product to Meet Customer and Regulator Requirements Now and in The Future, Pacific Basin Nuclear Conference Proceeding, p.p. 1445-1453 46. Sudrajat, Prof. Dr. Ir. H. R. M.Sc.,2007, Mengelola Sampah Kota, Penebar Swadaya 47. Tecdoc. IAEA No.1561, Economics of Nuclear Desalination: New Developments and Site Specific Studies, Juli 2007. 48. Tong, L.S. and Weisman, J., 1970, Thermal Analysis of Pressurizer Water Reactor, American Nuclear Society 49. Visagie J.P, 2008, Generic Gasifier Modelling : Evaluating Model by Gasifier Type, University of Pretoria. http : // upetd.up.ac.za/thesis/available/edt-07022009133535/unrestricted/dissertation.pdf 50. Walker, L., 1999, Underground Coal Gasification : A Clean Coal Technology Ready for Development. The Australian Coal Review, www.google.com/walker.pdf 51. Wikipedia – Global Warming 52. World Energy Resources and Consumption – Wikipedia, free encyclopedia, Bab 1 Consumption 53. World Energy Resources and Consumption – Wikipedia, free encyclopedia, Bab 2 Resources 54. www.ideal-refrigerator.com/99625/hus...ion.html 55. www.lbwater.org/pdf/desal_lbmethod.pdf 56. www.nrel.gov/vehiclesandfuels/an...ion.html 57. www.polarpowerinc.com/products/r...view.htm 58. www.reliant.com/en_US/Page/Gener..._gen.jsp 59. www.sidem-desalination.com/en/pr...ess/MSF/ 60. www.thewatertreatmentplant.com/vacuum-freezing.html 61. www2.aream.pt/greenhotel/desalinaion.htm 62. Yuen, P.C., 1985, Solar Derived Power – Ocean Energy, Handbook of Energy System Engineering – Production and utilization, John Wiley and Sons, New York

182

Related Documents

Kogenerasi Nuklir.pdf
October 2019 26

More Documents from "ui"

Kogenerasi Nuklir.pdf
October 2019 26
Jawban Lo Dapus.docx
June 2020 12
Varel2001
November 2019 52
Operasionalisasi Konsep
November 2019 51
Budget
October 2019 64