PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK)
Kelompok III : Iskandar El Qarnain Hadis Asep Riadi Eko Nur Prasetyo Manna Manurung
Pendahuluan
Epidemiologi Amerika Serikat •Peringkat 6 sebagai penyebab kematian •Biaya akibat penyakit $24 milyar per tahun Indonesia •Peringkat 6 sebagai penyebab kematian •Peringkat 1 menyumbang angka kesakitan pada penyakit tidak menular
Destruksi jaringan parenkimal dan fibrosis saluran kecil
Sesak nafas dan gejala khas PPOK
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI • Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) atau juga dikenali sebagai Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif dan ireversibel yang terjadi bersamaan dengan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya.
Faktor Risiko Tabel 2. 1. Faktor Risiko COPD1 • • • • • • • • • •
Gen Paparan terhadap partikel Asap rokok Polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun Polusi di dalam ruangan dari asap kompor, pemanas ruangan dan ventilasi rumah yang kurang baik Populasi di luar ruangan Tumbuh kembang paru Stress oksidatif Gender Umur Infeksi saluran nafas Riwayat tuberculosis dan asma Status sosioekonomi Nutrisi
Faktor Risiko • Faktor risiko meliputi faktor pejamu, faktor perilaku merokok, dan faktor lingkungan. • Faktor pejamu meliputi genetik, hiperesponsif jalan napas dan pertumbuhan paru. • Faktor genetik yang utama adalah kurangnya alfa 1 antitripsin, yaitu suatu serin protease inhibitor. Hiperesponsif jalan napas juga dapat terjadi akibat pajanan asap rokok atau polusi. • Pertumbuhan paru dikaitan dengan masa kehamilan, berat lahir dan pajanan semasa anak-anak. • Penurunan fungsi paru akibat gangguan pertumbuhan paru diduga berkaitan dengan risiko mendapatkan PPOK.
Patogenesis Keterbasan aliran udara dan air trapping • Luasnya inflamasi, fibrosis dan eksudat pada lumen saluran nafas kecil berkorelasi dengan reduksi VEP1 dan VEP1/KVP. Selama ekspirasi udara terperangkap akibat adanya obstruksi saluran nafas perifer secara progresif sehingga mengakibatkan hiperinflasi.
Patogenesis Abnormalitas pertukaran gas • Peradangan merupakan elemen kunci terhadap patogenesis PPOK. Inhalasi asap rokok atau gas berbahaya lainnya mengaktifasi makrofag dan sel epitel Hipersekresi Mukus • Hipersekresi mucus mengakibatkan batuk kronis yang produktif.
Patogenesis Eksaserbasi • Eksaserbasi dapat disebabkan oleh infeksi atau faktor – faktor lain seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi dan sepertiga dari eksersebasi akut penyebabnya tidak dapat diidentifikasi.
Diagnosis • Diagnosis PPOK dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis Anamnesis & Faktor Resiko Gejala Sesak
Keterangan
Progresif (sesak bertambah berat seiring berjalannya waktu) Bertambah berat dengan aktivitas Persisten (menetap sepanjang hari) Pasien mengeluh berupa, “Perlu usaha bernafas, berat, sukar bernafas, terengah-engah
Batuk Kronis
Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak
Batuk Kronis Berdahak
Setiap batuk kronik berdahak dapat mengindikasikan PPOK
Riwayat Terpajan Faktor Risiko
Asap rokok Debu Bahan kimia di tempat kerja Asap dapur
Diagnosis • Inspeksi Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu) Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding) Penggunaan otot bantu napas Hipertropi otot bantu napas Pelebaran sela iga Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher dan edema tungkai » Penampilan pink puffer atau blue bloater » » » » » »
• Palpasi Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah • Auskultasi » Suara napas vesikuler normal, atau melemah » Terdapat ronki pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa ekspirasi memanjang bunyi jantung terdengar jauh
Diagnosis Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap • WBC dalam batas normal atas dan penurunan jumlah sel darah merah, hemoglobin, dan hematokrit yang sangat sedikit. Analisis Gas Darah (AGD) • Adanya hipoventilasi pada banyak alveoli dan kerusakan dinding alveolus mengakibatkan terjadinya peningkatan kadar pCO2 dalam darah dan penurunan kadar pO2 dalam darah.
Diagnosis Chest X-Ray • Hasil pemeriksaan radiologis dapat ditemukan kelainan paru berupa gambaran hiperinflasi atau hiperlusen, diafragma mendatar, peningkatan corakan bronkovaskuler, jantung pendulum dan ruang retrosternal melebar. Spirometry • Pada pasien dengan PPOK biasanya menunjukkan penurunan nilai FEV1 dan KVP. Tingkat abnormalitas dari nilai spirometri dapat menunjukkan derajat keparahan dari PPOK
Klasifikasi Derajat Derajat I: PPOK Ringan
12 PPOK Klinis
Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tapi tidak sering.
Faal paru -VEP1/KVP < 70% -VEP1 ≥ 80% prediksi
Derajat II: PPOK Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan -VEP1/KVP < 70% Sedang kadang ditemukan gejala batuk dan produksi -50 < VEP1 < 80% prediksi sputum.
Derajat III: PPOK Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, - VEP1/KVP < 70% Berat rasa lelah dan serangan eksaserbasi makin -30 < VEP1 < 50% prediksi sering
Derajat IV: PPOK Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal - VEP1/KVP < 70% Sangat Berat napas atau gagal jantung kanan dan - VEP1<30% prediksi atau ketergantungan oksigen. VEP1 < 50% disertai gagal napas kronik.
Tabel 2.3 Diagnosis Banding PPOK1,4 Diagnosis Asma
Gagal kongestif
Bronkiektasis
Gambaran Klinis • • • • • •
jantung • • • • • • • •
Onset usia dini Gejala bervariasi dari hari ke hari Gejala pada waktu malam/dini hari lebih menonjol Ditemukan riwayat alergi, rinitis, atau eczema Ada riwayat asma dalam keluarga Hambatan aliran udara umumnya reversibel
Adanya riwayat hipertensi Ditemukan ronkhi basah pada basal paru Gambaran foto thoraks berupa pembesaran jantung dan edema paru Pemeriksaan faal paru restriksi, bukan obstruksi
Sputum purulen dalam jumlah yang banyak Sering berhubungan dengan infeksi bakteri Ronkhi basah kasar Gambaran foto thoraks tampak honeycomb appearance dengan penebalan dinding bronkus.
Tabel 2.3 Diagnosis Banding PPOK1,4 Diagnosis
Gambaran Klinis
Tuberkulosis
• Onset semua usia • Gambaran foto thoraks berupa infiltrat • Ditemukan BTA pada pemeriksaan mikrobiologi
Bronkiolitis obliterasi
• • • •
Diffuse panbronchiolitis
Usia muda Tidak merokok Dapat ditemukan riwayat adanya artritis reumatoid CT paru ekspirasi terlihat gambaran hipodens • Sering pada perempuan tidak merokok • Seringkali berhubungan dengan sinusitis • Pada foto rontgen dan CT paru resolusi tinggi memperlihatkan bayangan diffuse nodul opak sentrilobular dan hiperinflasi.
Eksaserbasi Akut • Gejala eksaserbasi utama berupa peningkatan sesak, produksi sputum meningkat, dan adanya perubahan konsistensi atau warna sputum. • Eksaserbasi akut dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu Tipe I (eksaserbasi berat) apabila memiliki 3 gejala utama, Tipe II (eksaserbasi sedang) apabila hanya memiliki 2 gejala utama, Tipe III (eksaserbasi ringan) apabila memiliki 1 gejala utama ditambah adanya infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk
PENATALAKSANAAN Bronkodilator • Bronkodilator yang lebih dipilih pada terapi eksaserbasi PPOK adalah short-acting inhaled B2agonists. Kortikosteroid • Kortikosteroid oral/intravena direkomendasikan sebagai tambahan terapi pada penanganan eksaserbasi PPOK. • Dosis prednisolon oral sebesar 30-40 mg/hari selama 7-10 hari adalah efektif dan aman (GOLD, 2009).
PENATALAKSANAAN Antibiotik Berdasarkan bukti terkini yang ada, antibiotik harus diberikan kepada: a. Pasien eksaserbasi yang mempunyai tiga gejala kardinal, yaitu peningkatan volume sputum, sputum menjadi semakin purulen, dan peningkatan sesak b. Pasien eksaserbasi yang mempunyai dua gejala kardinal, jika peningkatan purulensi merupakan salah satu dari dua gejala tersebut c. Pasien eksaserbasi yang memerlukan ventilasi mekanik.
PENATALAKSANAAN Terapi Oksigen • Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemia dan mencegah keadaan yang mengancam jiwa. Ventilasi Mekanik • Tujuan utama penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaserbasi berat adalah mengurangi mortalitas dan morbiditas, serta memperbaiki gejala.
KOMPLIKASI
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN Nama : ING Umur : 62 tahun Gender : Lelaki Suku : Bali Agama : Hindu Pendidikan : Tidak Tamat SD St.Perkawinan : Sudah Menikah Pekerjaan : Pedagang Alamat : JL. Pengumbungan Kauh No. 9 Tgl MRS : 07 Maret 2013 Tgl Pemeriksaan: 12 Maret 2013
ANAMNESIS
ANAMNESIS
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik Tanda Tanda Vital : KU : Sakit sedang Kesadaran : E4V5M6 /Compos mentis Gizi : Baik TD : 130/80 mmHg Nadi : 16 kali/menit Respirasi : 30 kali/menit, iregular, ekspirasi memanjang Suhu aksila : 36,7C Tinggi badan: 155 cm Berat badan : 40 kg BMI : 16,6 kg/m2
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Umum Mata : Anemis -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor, edema palpebra -/THT Telinga : Sekret -/-, hiperemis -/Hidung : Sekret (-), penggunaan otot bantu nafas(+) Tenggorokan: Tonsil T1/T1, faring hiperemi (-) Lidah : Papil atrofi (-) Leher : JVP 0 cmH2O, kelenjar tiroid normal, pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pemeriksaan Fisik Thorax Cor Inspeksi Palpasi Perkusi
:
: Iktus cordis tidak tampak : Iktus kordis tidak teraba : Batas atas jantung ICS II Batas kanan jantung PSL kanan Batas kiri jantung MCL kiri ICS V Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pemeriksaan Fisik Lungs
:
Insp.: simetris pada statis dan dinamis, barrel chest (+), tampak pelebaran celah iga Palp.: tactile fremitus ↓ ↓ , pelebaran celah iga (+) ↓ ↓
Perc.: hypersonor hypersonor sonor Ausc.
: vesicular
↓ ↓
hypersonor hypersonor sonor + + + + + +
rh
+ + + + + +
wh
+ + -
+
+ -
Pemeriksaan Fisik Abdomen : • Inspeksi • Auskultasi • Palpasi • Perkusi
: Distensi (-) : Bising usus (+) normal : Hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan (-) : Timpani, shifting dullness (-)
Ekstremitas : + + Hangat + + Edema
- - -
Pemeriksaan Penunjang Darah Lengkap (07/03/2013) Parameter WBC #Ne #Lym #Mo #Eo #Ba RBC HGB HCT MCV MCH MCHC RDW PLT MPV
Nilai 11,7 7,44 0,70 0,34 0,02 0,04 4,389 12,18 36,91 84,08 27,76 33,01 9.79 14,14 256,60 9,314
Unit 103/μL 103/μL 103/μL 103/μL 103/μL 103/μL 103/μL g/dl % fl pg g/dl % K/ul fL
Remarks Tinggi Normal Normal Normal Normal Normal Rendah Rendah Rendah Normal Normal Normal Normal Normal Normal
Nilai Normal 4,10-11,00 2,50 -7.50 1,00- 4,00 0,10-1,20 0,00 – 0,50 0,00 – 0,10 4,50 – 5,90 13,50 – 17,50 41,00 – 53,00 80,00 – 97,00 27,00 – 31,20 31,80 – 35,40 11,60-14,80 140,00 – 440,00 6,80-10,00
Pemeriksaan Penunjang Kimia Klinik(07/03/2013) Parameter
Nilai
Remarks
Nilai Normal
SGOT
32,30
Normal
11,00 – 33,00
SGPT
20,31
Normal
11,00 – 50,00
Albumin
3.44
Normal
3,40 – 4,80
BUN
12,60
Normal
8,00 – 23,00
Creatinin
0,70
Normal
0,50 – 0,90
GDS
92,85
Normal
70,00 – 140,00
Pemeriksaan Penunjang Analisa Gas Darah Para meter
Nilai
Unit
Nilai Normal
pH pCO2 pO2 HCO3TCO2 SO2
7,35 53,00 77,00 27,70 28,50 97
mmHg MmHg mmol/L mmol/L %
7,35 – 7,45 35,00 – 45,00 80,00-100,00 22,00-26,00 24,00-30,00 95,00 – 100,00
Beecf Natrium Kalium
1,00 140 3,50
mmol/L mmol/L mmol/L
-2,00 - 2,00 136,00-145,00 3,5 – 5,10
Pemeriksaan Penunjang Foto X-Ray PA (07/03/2013) Cor : Bentuk normal, tear drop shape tampak klasifikasi aortic knob Pulmo : Corakan bronkovaskuler normal. Tampak hyperaereted lung pada kedua lapang paru Diafragma kanan dan kiri mendatar Sinus pleural kanan dan kiri tajam Tulang-tulang : tidak tampak kelainan Kesan
: Emphysematous lung
Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiografi (EKG)
Irama Sinus normal, HR 88 x/menit, Axis normal, gelombang P normal, QRS kompleks normal, ST change (-).
Diagnosis Kerja Suspek PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) Suspek Pneumonia (HCAP) Kelas III
Penatalaksanaan
-MRS -O2 3 Lpm -IVFD NaCl 0,9% 20 tpm -Nebulizer combivent @ 6 jam -Methylprednisolone 2 x 62,5mg IV -Azitromicin 1 x 50 mg IV -Cefotaxim 3 x 1 gr IV -Ambroxol syr 3 x C (PO) -KIE
PERBAHASAAN
Hidung : Sekret (-), penggunaan otot bantu nafas(+)
WBC
PO2
INDICATIONS FOR HOSPITALIZATION — Determination of whether a patient with communityacquired pneumonia (CAP) can be treated safely as an outpatient or requires hospitalization is essential before selecting an antibiotic regimen. Severity of illness is the most critical factor in making this determination, but other factors should also be taken into account. These include ability to maintain oral intake, likelihood of compliance, history of substance abuse, cognitive impairment, living situation, and patient functional status. These issues with appropriate references are discussed in detail elsewhere. (See "Community-acquired pneumonia in adults: Risk stratification and the decision to admit".) Summarized briefly, prediction rules have been developed to assist in the decision of site of care for CAP. The two most commonly used prediction rules are the Pneumonia Severity Index (PSI) and CURB-65. The PSI is better studied and validated, but requires a more complicated assessment (calculator 1). CURB-65 uses five prognostic variables:
Confusion (based upon a specific mental test or disorientation to person, place, or time) Urea (blood urea nitrogen in the United States) >7 mmol/L (20 mg/dL) Respiratory rate ≥30 breaths/minute
Blood pressure (BP) (systolic <90 mmHg or diastolic ≤60 mmHg) Age ≥65 years
PPOK The risk of death from an exacerbation increases with the development of respiratory acidosis, the presence of significant comorbidities, and the need for ventilatory support. Patients with symptoms of respiratory distress and those at risk of distress should be admitted to the hospital to provide access to critical care personnel and mechanical ventilation. Inpatient mortality for COPD exacerbations is 3 to 4 percent.9 Patients admitted to the intensive care unit have a 43 to 46 percent risk of death within one year after hospitalization.9 Nonambulatory patients should receive routine pro-phylaxis for deep venous thrombosis. Because COPD is a progressive and often fatal illness, physicians should consider discussing and documenting the patient's wishes concerning end-of-life care.
Asidosis Respiratorik
Asidosis Respiratorik adalah gangguan klinis dimana PH kurang dari 7,35 dan tekanan parsial karbondioksida arteri (PaCO2) lebih besar dari 42 mmHg. Kondisi ini terjadi akibat tidak adekuatnya ekskresi CO2 dengan tidak adekuatnya ventilasi sehingga mengakibatkan kenaikan kadar CO2 plasma.
Cefotaxime Cefotaxime memiliki aktivitas spectrum yang lebih luas terhadap organisme gram positif dan gram negatif. Aktivitas Cefotaxime lebih besar terhadap bakteri gram negatif sedangkan aktivitas terhadap bakteri gram positif lebih kecil, tetapi beberapa streptococci sangat sensitif terhadap Cefotaxime.Pada pengobatan dengan Cefotaxime, bila pasien memiliki volume distribusi sangat kecil, sebagian besar obat ada didalam darah. Antibiotik Cefotaxime ini dapat diberikan secara i.v. dan i.m. karena absrpsi di saluran cerna kecil. Masa paruh eliminasi pendek sekitar 1 jam, maka diberikan tiap 12 jam MIC dapat dicapai dalam waktu 10 jam. Ikatan protein plasma sebesar 40 %.
Steroid
Decreases risk of subsequent exacerbation, rate of treatment failures, and length of hospital stay Improves FEV1 and hypoxemia
Preparation for Hospital Discharge
To qualify for discharge, a patient should have stable clinical symptoms and a stable or improving arterial partial pressure of oxygen of more than 60 mm Hg for at least 12 hours. The patient should not require albuterol more often than every four hours. If the patient is stable and can use a metered dose inhaler, there is no benefit to using nebulized bronchodilators. Patient education may improve the response to future exacerbations; suggested topics include a general overview of COPD, available medical treatments, nutrition, advance directives, and advice about when to seek medical help. In-home support, such as an oxygen concentrator, nebulizer, and home health nurse services, should be arranged before discharge. Preventing Future Exacerbations Smoking cessation, immunization against influenza and pneumonia, and pulmonary rehabilitation have been shown to improve function and reduce subsequent COPD exacerbations. Long-term oxygen therapy decreases the risk of hospitalization and shortens hospital stays in severely ill patients with COPD. The indications for long-acting inhaled bronchodilators and inhaled corticosteroids to improve symptoms and reduce the risk of exacerbations in patients with stable COPD are reviewed elsewhere.
Long-acting beta agonists relax the muscle bands that surround the airways (bronchodilation) and allow you to breathe in and out more easily. These medicines can improve asthma control only when used in combination with an inhaled corticosteroid medicine. They are used every day, even when there are no asthma symptoms. Long-acting beta agonists are not rescue medicines and do not relieve sudden asthma symptoms. They are often used in people who have asthma symptoms at night or used to prevent exercise-induced asthma symptoms. Examples: Serevent ® (salmeterol) and Foradil ® (formoterol) Prevent asthma symptoms from occurring
Can reduce and/or prevent: Inflammation and scarring in the airways Tightening of the muscle bands around the airways (bronchospasm) Do not show immediate results, but work slowly over time
Should be taken daily, even when you are not having symptoms Should NOT be used to relieve immediate asthma symptoms