PEMBAHASAN 1. Definisi Tuberculosis (TBC) Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernafasan dan saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi bakteri tersebut. (Nanda : Edisi Revisi Jilid 3 2015). TB paru adalah penyakit menular yang terutama menyerang parenkim paru. Kuman TB berbentuk batang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pewarnaan yang disebut pula Basil Tahan Asam (BTA). 2. Etiologi Penyebab tuberkolosis adalah mycobacterium tubercolosis. Basil ini tidak berspora sehingga mudah di basmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakteria tuberculosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovil berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkolosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah (droplet) dan di udara yang berasal dari penderita TBC, dan orang yang terkena rentan terifeksi bila menghirupnya. (Nanda : Edisi Revisi Jilid 3 2015). Setelah organisme terinhalasi, dan masuk paru-paru bakteri dapat bertahan hidup dan menyebar kenodus limfatikus local. Penyebaran melalui aliran darah ini dapat menyebabkan TB pada organ lain, dimana infeksi laten dapat bertahan sampai bertahuntahun. (Patrick davey) Dalam perjalanan penyakitnya terdapat 4 fase : (wim de jong) 1) Fase 1 (fase tubercolosis primer) : Masuk kedalam paru dan berkembang biak tanpa menimbulkan reaksi pertahanan tubuh. 2) Fase 2 3) Fase 3 (fase laten): fase dengan kuman yang tidur (bertahun-tahun/seumur hidup) dan reaktifitas jika terjadi perubahan keseimbangan daya tahan tubuh, dan bisa terdapat di tulang panjang, vertebra, tuba fallopi, otak, kelenjar limfhilus, leher dan ginjal. 4) Fase 4 : dapat sembuh tanpa cacat atau sebaliknya, juga dapat menyebar ke organ yang lain dan yang kedua keginjal setelah paru.
1
3. Patofisiologi Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak sengaja keluarlah dropletnuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, dropletnuklei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkolosis yang terkandung dalam dropletnuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberkolosis. Penularan bakteri lewat udara disebut dengan air-borneinfection. Bakteri yang terisap akan melewati pertahanan mukosilier saluran pernapasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik lokasi di mana terjadi implantasi bakteri, bakteri akan menggandakan diri (multiplying). Bakteri tuberkolosis dan fokus ini disebut fokus primer atau lesi primer (fokus Ghon). Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe regional, yang bersama dengan fokus primer disebut sebagai kompleks primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru terkena infeksi akan menjadi sensitif terhadap tes tuberkulin atau tes Mantoux. Berpangkal dari kompleks primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui berbagai jalan, yaitu: 1) Percabangan bronkhus : Dapat mengenai area paru atau melalui sputum menyebar ke laring (menyebabkan ulserasi laring), maupun ke saluran pencernaan. 2) Sistem saluran limfe : Menyebabkan adanya regional limfadenopati atau akhirnya secara tak langsung mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus dan menimbulkan tuberkulosis milier. 3) Aliran darah : Aliran vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat membawa atau mengangkut material yang mengandung bakteri tuberkolosis dan bakteri ini dapat mencapai berbagai organ melalui aliran darah. 4) Reaktivasi infeksi primer (Infeksi-pasca Primer) : jika pertahan tubuh (inang) kuat maka bakteri tuberculosis tidak berkembang dan menjadi dorman atau tidur. Ketika suatu saat kondisi tubuh melemah, maka bakteri tuberculosis yang dorman dapat bangun kembali. Microbacterium Tuberkulosa
Masuk lewat jalan nafas
Droplet Infection
Menempel pada paru Keluar dari tracheobionchial bersama sekret
Dibersihkan oleh Makrofag
Sembuh tanpa pengobatan
Menetap dijaringan paru
Terjadi proses peradangan
2
Pengeluaran zat pirogen
Mempengaruhi hipotalamus
Tumbuh dan berkembang di sitoplasma makrofag Sarang primer / afek primer (fokus Ghon)
Mempengaruhi sel point Hipertermi
Komplek primer
Limfangitis lokal
Menyebar ke organ lain (paru lain, saluran pencernaan, tulang) melalui media (bronchogen percontinuitum hematogen, limfogen)
Radang tahunan dibronkus Berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitar Bagian tengah nekrosis Membentuk jaringan keju
Sembuh sendiri tanpa pengobatan
Limfadinitis regional
Sembuh dengan bekas fibrosis
Pertahanan primer adekuat Pembentukan tuberkel
Merusak membran alveolar
Pembentuk sputum berlebihn
Menurunnya permukaan efek paru
Ketidak efektifan bersihan jalan napas
Alveolus Alveolus mengalami konsolidasi dan eksudasi
Sekret keluar Batuk produktif (batuk terus menerus )
Gangguan pertukaran gas
3
Droplet infection
Batuk berat
Terhirup orang sehat
Distensi abdomen
Risiko infeksi
Mual, muntah Intake nutria kurang Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4. Manifestasi Klinis Gejala utama TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam derajat rendah, nyeri dada, dan batuk darah. Pasien TB paru menampakan gejala klinis, yaitu : 1. Demam 40-41C, serta ada batuk/batuk darah. 2. Sesak napas dan nyeri dada. 3. Malaise, keringat malam 4. Penurunan berat badan. 5. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada. 6. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit. 5. Pemeriksaan Penunjang Menurut Mansjoer, dkk (1999 : hal 472 ) pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada klien dengan Tubervulosis Paru, yaitu : (Nanda : Edisi Revisi Jilid 3 2015) 1. Labolatorium darah rutin : LED normal / meningkatkan, limfositos . 2. Pemeriksaan sputum BTA : untuk memastikan diagnostic TB paru, namun pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30 – 70 % pasien yang dapat didiagnosis pemeriksaan ini 3. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase) Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk menentukan adanya lgG spesifik terhadap basil TB 4. tes mantoux/tuberculin merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB. 4
5. Tehnik polymerase chain reaction Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun hanya satu mikro organisme dalam specimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi 6. Becton Dickinson diagnostic instrument system (BACTEC) Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh mikobacterium tuberculosis 7. MYCODOT Deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan pada jumlah memadai memakai warna sisir akan berubah 8. Pemeriksaan radiologi : rontgen thorax PA dan laterai Gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB , yaitu : -
Bayangan lesi terletak dilapangan paru atas atau segment apical lobus bawah
-
Bayangan berwarna (patchy)atau bercak (nodular)
-
Adanya kavitas,tunggal atau ganda
-
Kelainan bilateral terutama dilapangan atas paru
-
Adanya klasifikasi
-
Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
-
Bayangan millie
6. Penatalaksaan Zain (2001) membagi penatalaksaan Tuberkulosis paru menjadi 3 bagian, yaitu pencegahan,pengobatan dan penemuan penderita (Active case finding). (Asuhan Keperawatan Klien dengan gangguan system pernapasan: 79.2014) Pencegahan Tuberkulosis paru 1) Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita tuberculosis paru BTA Positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberculin, klinis, dan radiologis. 2) Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu misalnya : karyawan rumah sakit, penghuni rumah tahan,dst. 3) Vaksinasi BCG
5
4) Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer ialah bayi yang menyusu dan ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder yang diperlukan bagi kelompok penderita diabetes mellitus, dst. 5) Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberculosis kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun tingkat rumah sakit oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM (seperti Perkumpulan pemberantasan Tuberculosis paru Indonesia-PPTI). Pengobatan Tuberkulosis Paru Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain mengobati, juga untuk mencegah kematian, kekambuhan, resistensi terhadap AOT, serta memutuskan mata rantai penularan. Berikut penatalaksaanan pengobatan tb paru. Mekanisme kerja obat Anti-Tuberkulosis (OAT) a. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat. b. Aktivitas Sterilisasi, terhadap the persisters (Bakteri semidormant) c. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam. Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif ( 2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari panduan obat utama dan tambahan. Jenis obat yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol ( Depkes RI, 2004).
6
ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN Riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik yang lengkap dilakukan. Manifestasi klinis seperti demam, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam, keletihan, batuk dan pembentukan sputum mengharuskan pengkajian fungsi pernapasan yang lebih menyeluruh. Setiap perubahan suhu tubuh atau frekuensi pernapasan, jumlah dan warna sekresi, frekuensi dan batuk parah, dan nyeri dada dikaji. Paru-paru dikaji terhadap konsolidasi dengan mengevaluasi bunyi napas (menghilang, bunyi bronchial atau bronkovesikuler, krekles), fremitus, egofoni,dan hasil pemeriksaan perkusi (pekak). Pasien dapat juga mengalami pembesaran nodus limfe yang terasa sangat nyeri. Keseiapan emosional pasien untuk belajar, juga persepsi dan pengertiannya tentang tuberculosis dan pengobatannya juga dikaji. Hasil evaluasi fisik dan laboratorium juga ditelaah. (Keperawatan medical bedah brunner & suddarth edisi 8 : vol 1) 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN Beberapa diagnosa keperawatan yang dapat diangkat, yaitu : 1) Ketidakefektifan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mucus yang kental, hemoptisis, kelemahan dan upaya batuk buruk, dan adema trachea / faringeal. 2) Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura. 3) Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler. 4) Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan dirumah 3. INTERVENSI KEPERAWATAN 1) Ketidakefektifan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mucus yang kental, hemoptisis, kelemahan dan upaya batuk buruk, dan adema trachea / faringeal. I. Rencana Intervensi a) Kaji funsi pernapasan (bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman, dan penggunaan otot bantu napas) b) Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi, catat karakter, volume sputum, dan adanya hemoptisis c) Berikan posisi fowler/semifowler tinggi dan bantu klien berlatih bernapas dalam dan batuk efektif. d) Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan
7
II.
e) Bersihkan secret dari mulut dan trachea, bila perlu lakukan pengisapan (suction) f) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi OAT Agen Mukolitik Bronkodilator Kortikosteroid Rasional a) Penurunan bunyi napas menunjukan atelektasis, ronkhi menunjukan akumulasi sekret dan ketidakefektifan pengeluaran sekresi yang selanjutnya dapat menimbulkan penggunaan otot bantu napas dan peningkatan pernapasan b) Pengeluaran akan sulit bila sekret sangat kental (efek infeksi dan hidrasi yang tidak adekuat). Sputum berdarah bila ada kerusakan (kavitasi) paru atau luka bronchial dan memerlukan intervensi lebih lanjut c) Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya napas. Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret ke jalan napas besar untuk di keluarkan. d) Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan sekret dan mengefektifkan pembersihan jalan napas. e) Mencegah obstruksi dan aspirasi, pengisapan diperlukan bila klien tidak mampu mengeluarkan secret. f) Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif ( 2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari panduan obat utama dan tambahan. Jenis obat yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol. Agen Mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan sekret paru untuk memudahkan pembersihan. Contohnya Asetilsistein (Mucomyst) Bronkodilator meningkatkan diameter lumen percabangan trakeobronkhial sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara. Contohnya okstrifillin (Choledyl), teofillin (Theo-Dur) Kortikosteroid (Prednison) berguna dengan keterlibatan luas pada hipoksemia dan bila reaksi inflamasi mengancam kehidupan.
8
2) Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura. I. Rencana Intervensi a) Identifikasi faktor penyebab b) Kaji fungsi pernapasan, catat kecepatan pernapasan, dispnea, sianosis, dan perubahan tanda vital c) Berikan posisi fowler/semifowler tinggi dan miring pada sisi sakit, bantu klien berlatih bernapas dalam dan batuk efektif. d) Aukutlasi bunyi napas e) Kaji pengembangan dadadan posisi trachea. f) Kolaborasi untuk tindakan thorakosentesis atau kalau perlu WSD g) Bila dipasang WSD : periksa pengontrol pengisapan dan pertahankan pada batas yang ditentukan. h) Observasi gelembung udara dalam botol penampung i) Setelah WSD dilepas, tutup sisi lubang masuk dengan kassa steril dan observasi tanda yang dapat menunjukkan berulangnya pneumothoraks seperti napas pendek, keluhan nyeri. II. Rasional a) Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis efusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat b) Distress pernapasan dan perubahan tanda vital dapat terjadi sebagai aktibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukan terjadinya syok akibat hipoksia. c) Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya napas. Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret ke jalan napas besar untuk di keluarkan. d) Bunyi napas menurun/ tak ada pada area kolaps yang meliputi satu lobus, segmen paru atau seluruh area paru (Unilateral) e) Ekspansi paru menurun pada area kolaps. Deviasi trachea kearah sisi yang sehat pada tension pnuemothoraks. f) Bertujuan sebagai evakuasi cairan atau udara dan memudahkan ekspansi paru optimum. g) Air dalam botol penampung berfungsi sebagai sekat yang mencegah udara atmosfer masuk ke dalam pleura. h) Gelembung udara selama ekspirasi menunjukan keluarnya udara dari pleura sesuai dengan yang diharapkan. Gelembung biasanya menurun seiring dengan bertambahnya ekspansi paru.tidak adanya gelembung udara dapat menunjukan bahwa ekspansi paru sudah optimal atau tersumbatnya selang drainase 9
i) Deteksi dini terjadinya komplikasi penting seperti berulangnya pnuemothoraks. 3) Risiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan jaringan efektif paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar-kapiler dan edema bronchial.. I. Rencana Intevensi a) Kaji dispnea, takipnea, bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan, ekspansi thoraks, dan kelemahan. b) Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis, dan perubahan warna kulit, termasuk membran mukosa dan kulit. c) Tunjukan dan dukung pernapasan bibir selama ekspirasi khususnya untuk klien dengan fibrosis dan kerusakan parenkim paru. d) Tingkatkan tirah baring, batasi aktivitas, dan bantu kebutuhan perawatan diri sehari-hari sesuai keadaan klien. e) Kolaborasi pemeriksaan AGD f) Pemberian oksigen sesuai kebutuhan tambahan g) Kortikosteroid. II. Rasional a) TB paru mengakibatkan efek luas pada paru dari bagian kecil bronchopneumonia sampai imflamasi difus yang luar, nekrosis, efusi pleura, dan fibrosis yang luas. Efeknya terhadap pernapasan bervariasi dari gejala ringan, dispnea berat, sampai distress pernapasan. b) Akumulasi secret dan berkurangnya jaringan paru yang sehat dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh. c) Membyat tahanan melawan udara luar untuk mencegah kolaps/ penyempitan jalan napas sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan mengurangi napas pendek. d) Menurunkan konsumsi oksigen selama penderita penurunan pernapasan dan dapat menurunkan beratnya gejala. e) Penurunan kadar O2 (PO2) dan atau saturasi dan peningkatan PCO2 menunjukan kebutuhan untuk intervensi/ perubahan program terapi. f) Terapi oksigen dapat mengoreksi hipoksemia yang terjadi akibat penurunan ventilasi/menurunnya permukaan alveolar paru. g) Kortikosteroid berguna dengan keterlibatan luas pada hipoksemia dan bila reaksi inflamasi mengancam kehidupan.
10
4) Kurangnya informasi dan pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan, proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan dirumah I. Rencana Intervensi a) Kaji kemampuan klien untuk mengikuti pembelajaran (tingkat kecemasan, kelelahan umum, pengetahuan klien sebelumnya, dan suasana yang tepat) b) Jelaskan tentang dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan, dan alasan mengapa pengobatan TB berlangsung dalam waktu lama. c) Ajarkan dan nilai kemampuan klien untuk mengidentifikasi gejala/ tanda reaktivitas penyakit (hemoptisis, demam, nyeri dadam kesulitan bernapas, kehilangan pendengaran,dan vertigo). d) Tekankan pentingnya mempertahankan intake nutrisi yang mengandung protein dan kalori yang tinggi serta intake cairan yang cukup tiap hari. II. Rasional a) Keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik, emosional, dan lingkungan yang kondusif. b) Meningkatkan partisipasi klien dalam program pengobatan dan mencegah putus obat karena membaiknya kondisi fisik klien sebelum jadwal terapi selesai c) Dapat menunjukkan pengaktifan ulang proses penyakit dan efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut. d) Diet TKTP dan cairan yang adekuat memenuhi peningkatan kebutuhan metabolic tubuh. Pendidikan kesehatan tentang hal itu akan meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan penyakitnya.
11
DAFTAR PUSTAKA Joyce M, Black, Jane Hokanson Hawks. 2014. “KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH. EDISI 8, BUKU 3”. Penerbit: CV Pentasada Media Edukasi, Jakarta. Mansjoer Arief. 2008. “KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN, EDISI KETIGA, JILID 1”. Penerbit : Media Aesculapius. Jakarta. Amin Huda Nurarif, Kusuma Hardhi.2015 “NANDA : Edisi Revisi Jilid 3 “ MediAction : Jogjakarta. Muttaqin Arif.2014 “ Asuhan Keperawatan Klien dengan gangguan system pernafasan” Penerbit : Salemba Medika. Jakarta Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare. 2001 “ Keperawatn Medikal Bedah Brunner & Suddarth : Edisi 8, Vol 1 “ Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta Maeilyn E. Doenges. 1999 “ Rencana Asuhan Keperawatan : Edisi 3” Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta
12