Kmb Fix Klp 8.docx

  • Uploaded by: sukariasih
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kmb Fix Klp 8.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,999
  • Pages: 38
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Manusia sebagai salah satu makhluk hidup karena manusia memiliki ciri – ciri dapat bernafas, berkembang biak, tumbuh, beradaptasi memerlukan makanan dan mengeluarkan sisa metabolisme tubuh (eliminasi). Setiap kegiatan yang dilakukan oleh tubuh dikarenakan peranan masing – masing organ tersebut. Membuang urine dan alvi (eliminasi) merupakan salah satu aktivitas pokok yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Karena apabila eliminasi tidak dilakukan setiap mausia akan menimbulkan berbagai macam gangguan seperti retensi urine, inkotinensia urine, enuresis, perubahan pola eliminasi urine, konstipasin diare dan lain sebagainya. Selain berbagai macam yang telah di sebutkan diatas akan menimbulkan dampak pada sistem organ lainnya seperti : seperti sistem pencernaan, ekskresi, persyarafan dan lain sebagainya.

1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana anamnesa gangguan sistem pencernaan dan persyarafan ? 2. Bagaimana masalah keperawatan pada konstipasi, inkotinentia urin/alvi ? 3. Bagaimana tindakan keperawatan pada kebutuhan eliminasi ?

1.2 TUJUAN 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui dan memahami askep gangguan kebutuhan eliminasi akibat patologis sistem pencernaan dan persyarafan 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi anamnesa gangguan sistem pencernaan dan persyarafan b. Mengidentifikasi masalah keperawatan pada kostipasi, inkontinentia urin/alvi c. Mengidentifikasi tindakan keperawatan pada kebutuhan eliminasi

1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 ANAMNESA GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN DAN PERSARAFAN A. Anamnesa Gangguan Sistem Pencernaan 2.1.1 Keluhan Utama Keluhan utama didapat dengan menanyakan tentang gangguan terpenting yang dirasakan pasien sampai perlu pertolongan. Keluhan utama pada pasien gangguan sistem pencernaan yang berkaitan dengan eliminasi antara lain: 1. Distensi Muntah merupakan kondisi yang sering dikeluhkan dan biasanya selalu berhubungan dengan kerja involunter dari gastrointestinal. Mual (nausea) adalah sensasi subjektif yang tidak menyenangkan dan sering mendahului muntah. Mual disebabkan oleh distensi atau iritasi dari bagian manasaja dari saluran GI, tetapi juga dapat dirangsang oleh pusat-pusat otak yang lebih tinggi. Interpretasi mual terjadi di medulla, bagian samping, atau bagian dari pusat muntah. Muntah merupakan salah satu cara traktus gastrointestinal membersihkan dirinya sendiri dari isinya ketika hampir semua bagian atau traktus gastrointestinal teriritasi secara luas, sangat mengembang, atau sangat terangsang. 2. Ketidaknyamanan pada Abdomen Ketidaknyamanan pada abdomen secara lazim berhubungan dengan gangguan saraf lambung dan gangguan saluran gastrointestinal atau bagian lain tubuh. Makanan berlemak cenderung menyebabkan ketidaknyamanan karena lemak tetap berada di bawah lambung lebih lama dari protein atau karbohidrat. Sayuran kasar dan makanan yang sangat berbumbu dapat juga mengakibatkan penyakit berat. Ketidaknyamanan atau distress abdomen bagian atas yang berhubungan dengan makanan yang merupakan keluhan utama dari pasien dengan disfungsi gastrointestinal. Dasar distress gerakan abdomen ini merupakan gerakan peristaltic

lambung

pasien

sendiri.

Defekasi

dapat

atau

tidak

dapat

menghilangkan nyeri. 3. Perdarahan/Hemoroid Hemoroid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena

2

konstipasi, peregangan saat defekasi, dan lain-lain. 4. Diare Diare adalah peningkatan keenceran dan frekuensi feses. Diare dapat terjadi akibat adanya zat terlarut yang tidak dapat diserap di dalam feses, yang disebut diare osmotic, atau karena iritasi saluran cerna. Penyebab tersering iritasi adalah infeksi virus atau bakteri di usus halus distal atau usus besar. Iritasi usus oleh suatu pathogen mempengaruhi lapisan mukosa usus sehingga terjadi peningkatan produk-produk sekretorik

termasuk mucus.

Iritasi

oleh

mikroba juga

mempengaruhi lapisan otot sehingga terjadi peningkatan motilitas. Peningkatan motilitas menyebabkan banyak air dan elektrolit terbuang karena waktu yang tersedia untuk penyerapan zat-zat tersebut di kolon berkuran. Individu yang mengalami diare berat dapat meninggal akibat syok hipovolemik dan kelainan elektrolit. 5. Fecal Impaction Impaksi Fekal (Fekal Impaction) merupakan masa feses yang keras di lipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi material feses yang berkepanjangan. Biasanya disebabkan oleh konstipasi, intake cairan yang kurang, kurang aktivitas, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot (Hidayat, 2006). Tanda impaksi yang jelas ialah ketidakmampuan untuk mengeluarkan feses selama beberapa hari, walaupun terdapat keinginan berulang untuk melakukan defekasi. Apabila feses diare keluar secara mendadak dan kontinu, impaksi harus dicurigai. Porsi cairan di dalam feses yang terdapat lebih banyak di kolon meresap ke sekitar massa yang mengalami impaksi. Kehilangan nafsu makan (anoreksia), distensi dank ram abdomen, serta nyeri di rektum dapat menyertai kondisi impaksi. Perawat, yang mencurigai adanya suatu impaksi, dapat dengan mantap melakukan pemeriksaan secara manual yang dimasukkan ke dalam rektum dan mempalpasi masa yang terinfeksi ( Potter & Perry, 2005).

Serta didapatkan pula keluhan lainnya seperti : 

mulut kering



mulut luka

 

kesulitan mengunyah/menelan intoleran pada makanan

3



kram abdomen



pruritus anal/ rasa terbakar



perdarahan rektal



manifestasi yang berhubungan dengan hepatik bilier



dan sistem pankreas.

2.1.2 Riwayat kesehatan Pengkajian riwayat kesehatan dilakukan dengan anamnesis atau wawancara untuk menggali masalah keperawatan lainnya sesuai dengan keluhan utama dari pasiennya. Perawat memperoleh data subyektif dari pasien mengenai masalahnya dan bagaimana penanganan yang sudah dilakukan. Persepsi dan harapan pasien sehubungan dengan masalah kesehatan dapat mempengaruhi masalah kesehatan. Adapun yang perlu dikaji, yaitu : a.

Riwayat kesehatan sekarang Setiap keluhan utama harus ditanyakan pada pasien sedetail-detailnya dan semuanya di buat diriwayat penyakit sekarang. Pasien diminta untuk menjelaskan keluhannya dari gejala awal sampai sekarang. Tanyakan apakah pada setiap keluhan utama yang terjadi memberikan dampak terhadap intaik nutrisi, berapa lama dan apakah terdapat perubahan berat badan? Pengkajian ini akan memberikan kemudahan pada perawat untuk merencanakan intervensi dalam pemenuhan nutrisi yang tepat sesuai kondisi pasien. Tanyakan pada pasien apakah baru-baru ini mendapat tablet atau obat- obatan yang sering kali dijelaskan warna atau ukurannya dari pada nama dan dosisnya. Kemudian pasien diminta untuk memperlihatkan semua tablet-tablet jika membawanya dan catat semuanya.

b.

Riwayat kesehatan dahulu Pengkajian kesehatan masa lalu bertujuan untuk menggali berbagai kondisi pasien pada riwayat kesehatan dahulu. Perawat mengkaji riwayat MRS(masuk rumah sakit) dan penyakit berat yang pernah diderita, penggunaan obat – obatan dan adanya alergi.

c.

Riwayat penyakit dan riwayat MRS Perawat menanyakan pernahkah MRS sebelumnya? Apabila ada, maka perlu ditanyakan rumah sakit mana saat mendapatkan perawatan, berapa

4

lama dirawat dan apakah berhubungan dengan penyakit pada saluran gastrointestinal. Pasien yang pernah dirawat dengan ulkus peptikum, jaundice, panyakit kandung empedu, kolitis ,kanker gastrointestinal, pada pasca pembedahan pada seluran intestinal mempunya predisposisi penting untuk dilakukan rawat lanjutan. Dengan mengetahui adanya riwayat MRS, perawat dapat mengumpulkan data-data penunjang masalulu seperti status rekam medis saat dirawat sebelumnya, serta data-data diagnostik dan pembedahan. d.

Riwayat penggunaan obat-obatan Anamnesis tentang penggunaan obat atau zat yang baru baik dari segi kuantitas maupun kualitas akan memberi dampak yang merugikan pada pasien akibat efeksamping dari obat atau zat yang telah dikonsumsi. Beberapa obat akan mempengaruhi mukosa GI seperti obat anti inflamasi non-steroid (NSAIDs), asam salisilat dan kortiko steroid yang memberikan resiko peningkatan terjadinya gastritis atau ulkus peptikum. Kaji apakah pasien menggunakan preparat besi atau ferum karena obat ini akan mempengaruhi perubahan konsistensi dan warna feses (agak kehitaman) atau meningkatkan risiko konstipasi. Kaji penggunaan laksantia/laksatik pada saat melakukan BAB. Beberapa obat atau zat juga bisa bersifat fatotoksik atau bersifat racun terhadap fisiologis kerja hati yang memberikan risiko pada peningkatan peraadangan atau keganasan pada hati.

e.

Riwayat alergi Perawat mengkaji adanya alergi terhadap beberapa komponen makanan atau agen obat pada masa lalu dan bagaimana pengaruh dari alergi tersebut, apakah memberikan dampak terjadinya diare atau konstipasi.

2.1.3 Pemerikasaan fisik Pemeriksaan fisik keperawatan pada sistem GI dimulai dari survei umum terhadap setiap kelainan yang terlihat atau mengklarifikasi dari hasil pengkajianan anamnesis. a. Inspeksi 1) Mulut Inspeksi gigi, lidah, dan gusi klien. Jumlah gigi yang kurang

5

atau

gusi

yang

kurang

mendukung,

dapat

memengaruhi

kemampuan klien untuk mengunyah. Luka pada mulut dapat menyebabkan makan menjadi sulit dan nyeri. 2) Abdomen Inspeksi terhadap kontur, bentuk, kesimetrisan, dan warna kulit pada semua kuadran abdomen. Inspeksi juga meliputi pemeriksaan massa, gerakan peristaltic, luka, pola vena, stoma dan lesi, secara normal, gerakan peristaltic tidak dapat dilihat. Namun gerakan peristaltic dapat dilihat jika ada obstruksi intestinal 3) Rektum Inspeksi adanya lesi, perubahan warna, inflamasi, dan hemoroid pada area sekitar anus b. Auskultasi Auskultasi dilakukan pada abdomen dengan menggunakan stestoskop. Bunyi usus normal terjadi setiap 5-15 detik dan berakhir selama 1 hingga beberapa detik. Dengar peningkatan suara tinggi atau bunyi gemericik disertai distensi abdmen. Tidak adanya bunyi usus (Tidak terdengar bunyi usus saat diausultasi) atau bunyi usus yang hipoaktif (kurang dari lima bunyi per menit) terjadi pada ulkus paralisis, seperti pembedahan abdomen. Bunyi usus yang tinggi dan hiperaktif (35 atau lebih bunyi per menit) terjadi pada obstruksi usus dan gangguan inflamasi. c. Palpasi Palpasi adanya massa dan area yang mengalami nyeri pada abdomen. Palpasi dilakukan pada abdomen, hepar, lien, anus , dan rectum. d. Perkusi Perkusi dapat mendeteksi adanya lesi, cairan, atau gas dalam abdomen. Gas atau flatulens memberikan bunyi timpani. Massa, tumor, dan cairan memberikan bunyi tumpul saat diperkusi. Perkusi dilakukan pad abdomen, hepar, dan lien.

6

2.2 MASALAH KEPERAWATAN PADA KONSTIPASI, INKONTINENSIA URINE / ALVI 1. Konstipasi Konstipasi didefinisikan sebagai defekasi yang sulit atau jarang. Frekuensi defekasi berbeda-beda setiap orang sehingga definisi ini bersifat subjektif dan dianggap sebagai penurunan relatif jumlah buang air besar pada seseorang. Defekasi dapat menjadi sulit apabila feses mengeras dan kompak. Hal ini terjadi apabila individu mengalami dehidrasi atau apabila tindakan BAB ditunda sehingga memungkinkan lebih banyak air yang terserap keluar sewaktu feses berada di usus besar. Diet berserat tinggi mempertahankan kelembaban feses dengan cara menarik air secara osmosis ke dalam feses dan dengan merangsang peristaltik kolon melalui peregangan. Dengan demikian, orang yang makan - makanan rendah serat atau makananan yang sangat dimurnikan berisiko lebih besar mengalami konstipasi. Olah raga mendorong defekasi dengan merangsang saluran GE secara fisik. Dengan demikian, orang yang sehari-harinya jarang bergerak berisiko tinggi mengalami konstipasi. Masalah keperawatan yan mungkin muncul (SDKI EDISI 1): a. Secara Fisiologis 1. Konstipasi berhubungan dengan penurunan mobilitas gastrointestinal 2. Konstipasi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertumbuhan gigi 3. Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan diet 4. Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan serat 5. Kostipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan cairan 6. Konstipasi berhubungan dengan aganglionik (mis,penyakit hirsprung) 7. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen b. Secara Psikologis 1. Konstipasi berhubungan dengan konfusi 2. Konstipasi berhubungan dengan depresi 3. Konstipasi berhubungan dengan gangguan emosional c. Secara Situasional 1. Konstipasi berhubungan dengan perubahan kebiasaan makan ( mis. Jenis makanan, jadwal makan)

7

2. Konstipasi berhubungan dengan ketidakadekuatan toileting 3. Konstipasi berhubungan dengan aktivitas fisik harian kurang dari yang di anjurkan 4. Konstipasi berhubungan dengan penyalahgunaan laksatif 5. Konstipasi berhubungan dengan efek agen farmakologis 6. Konstipasi berhubungan dengan ketidakteraturan kebiasaan defekasi 7. Konstipasi berhubungan dengan mekbiasaan menahan dorongan defekasi 8. Konstipasi berhubungan dengan perubahan lingkungan

2. Inkontinensia Urine a. Pengertian Inkontinensia urine adalah BAK yang tidak terkontrol atau kehilangan kontrol berkemih. Inkontinensia urin juga merupakan ketidakmampuan otot sphincter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urine. Hal ini terjadi akibat pasien tidak mampu mengontrol sphinchter uretra eksternalnya, oleh karena itu merembesnya urine dapat berlangsung terus-menerus atau sedikit demi sedikit. Secara umum penyebab dari inkontinensia urine yakni proses penuaan, pembesaran

kelenjar

prostat,

serta

penggunaan

obat

narkotik.

Inkontinensia urine bersifat akut yang artinya kondisi ini berkaitan dengan kondisi sakit akut dan menghilang jika kondisi akut teratasi. Sementara itu dilain sisi sifat dari inkontinensia lainnya yaitu inkontinensia kronik yang disebabkan oleh menurunnya kapasitas kandung kemih akibat hiperaktif dan kegagalan pengosongan kandung kemih akibat lemahnya kontraksi otot detrusol. Inkontinensia urine dapat disebabkan karena: 1) Sembelit 2) Infeksi saluran kemih 3) Konsumsi alkohol berlebih 4) Minum terlalu banyak atau minum cairan yang dapat mengiritasi kandung kemih, seperti minuman berkarbonasi, minuman yang mengandung kafein, buah dan jus jeruk, pemanis buatan, dan

8

termasuk kopi. b. Factor risiko terkait inkontinensia urine: 1) Kelebihan berat badan terutama orang dengan BMI 30 kg/m2 atau lebih berat akan menyebabkan regangan konstan pada kandung kemih dan otot-otot sekitarnya. Pada gilirannya akan menyebabkan kebocoran urin, misalnya ketika batuk atau bersin. 2) Merokok akan meningkatkan risiko terkena inkontinensia urin karena merokok dapat menyebabkan kandung kemih terlalu aktif karena efek nikotin pada dinding kandung kemih. 3) Konsumsi kafein dan alkohol akan meningkatkan risiko inkontinensia urin karena keduanya bersifat diuretik, yang menyebabkan kandung kemih terisi dengan cepat dan memicu keinginan untuk sering buang air kecil. 4) Olahraga seperti jogging juga dapat berkontribusi untuk inkontinensia urin, terutama pada perempuan, karena jogging dapat menekan kandung kemih, menyebabkan beser, meskipun hal ini bersifat normal dan sementara. c. Patofisiologi Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit infeksi saluran kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan tekanan abdomen secara tiba-tiba. Inkontinensia bisa bersifat permanen misalnya pada spinal cord trauma atau bersifat temporer pada wanita hamil dengan struktur dasar panggul yang lemah dapat berakibat terjadinya inkontinensia urine. Meskipun inkontinensia urine dapat terjadi pada pasien dari berbagai usia, kehilangan kontrol urinari merupakan masalah bagi lanjut usia.

d. Tipe inkontinensia urine 1) Inkontinensia Fungsional Inkotinensia Fungsional ialah keadaan individu mengalami inkontinensia karena kesulitan dalam mencapai atau ketidak mampuan untuk mencapai toilet sebelum berkemih. a) Faktor Penyebab:

9

(1) Kerusakan untuk mengenali isyarat kandung kemih. (2) Penurunan tonus kandung kemih (3) Kerusakan mobilisasi (4) Depresi dan ansietas (5) Perubahan Lingkungan (6) Lanjut usia (7) Defisit sensorik, kognitif b) Gejala: (1) Mendesaknya keinginan untuk berkemih menyebabkan urine keluar sebelum mencapai tempat yang sesuai (toilet) (2) Klien yang mengalami perubuhan kognitif mungkin telah lupa apa yang harus dilakukan c) Masalah keperwatan yang mungkin muncul (SDKI EDISI 1) 1. Inkontinensia ketidakmampuan

urin atau

fungsional penurunan

berhubungan mengenali

dengan

tanda-tanda

berkemih 2. Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan penurunan tonus kandung kemih 3. Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan hambatan mobilisasi 4. Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan faktor psikologis : penurunan perhatian pada tanda-tanda keinginan berkemih (depresi, bingung ,delirium) 5. Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan hambatan lingkungan (toilet jauh, tempat tidur terlalu tinggi, lingkungan baru) 6. Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan kehilangan sensorik dan motoric (pada geriatri)

2) Inkontinensia Stres Keadaan keluarnya urin dari uretra saat terjadi peningkatan tekanan intraabdomen. Inkontinensia ini disebabkan karena sfingter uretra yang tidak mempu mempertahankankan tekanan intrauretra pada saat

10

tekanan intravesika meningkat. a) Faktor Penyebab: (1) Batuk (2) Tertawa (3) Muntah (4) Mengangkat beban saat kandung kemih penuh (5) Obesitas (6) Kehamilan trimester 3 (7) Lemahnya otot panggul b) Gejala (1) Keluarnya urine pada saat tekanan intraabdomen meningkat (2) Urgensi (3) Sering berkemih c) Masalah keperawatan yang mungkin muncul (SDKI EDISI 1) 1. Inkontinensia urin stres berhubungan dengan kelemahan intrinsic spinkter uretra 2. Inkontinensia urin stres berhubungan dengan perubahan degenerasi/non degenerasi otot pelvis 3. Inkontinensia urin stres berhubungan dengan kekurangan estrogen 4. Inkontinensia urin stres berhubungan dengan peningkatan tekanan intra abdomen 5. Inkontinensia urin stres berhubungan dengan kelemahan otot pelvis 3) Inkontinensia Desakan (Urgency) Kondisi seseorang tidak dapat menahan kencing setelah timbul sensasi kencing. Penyebabnya adalah overaktivitas detrusor dan menurunnya komplians buli-buli. a) Faktor Penyebab: (1) Daya tampung KK menurun (2) Iritasi pada reseptor peregang KK (3) Mengkonsumsi alkohol atau kafein (4) Peningkatan asupan cairan

11

(5) Infeksi b) Gejala: (1) Urgensi berkemih, disertai seringnya frekuensi berkemih (lebih sering dari 2 (jam sekali) (2) Spasme Kandung kemih (3) Berkemih dalam jumlah sedikit (< 100 CC) atau dalam jumlah banyak (> 500 CC) (4) Nokturia c) Masalah keperawatan yang mungkin muncul (SDKI EDISI 1) 1. Inkontinensia urin urgency berhubungan dengan iritasi reseptor kontraksi kandung kemih 2. Inkontinensia urin urgency berhubungan dengan penurunan kapasitas kandung kemih 3. Inkontinensia urin urgency berhubungan dengan hiperaktivitas detrusor dengan kerusakan kontraktilitas kandung kemih 4. Inkontinensia urin urgency berhubungan dengan efek agen farmakologis (mis. Deuretik)

4) Inkontinensia Overflow (Refleks) Pada kondisi ini klien merasakan kandung kemihnya selalu penuh sebagian, akibat otot detrusor KK yang lemah. Paling banyak terjadi pada laki-laki. a) Faktor Penyebab: (1) Efek anestesi atau obat-obatan (2) Disfungsi medula spinalis (3) Cedera pada tulang belakang (4) Gangguan saraf akibat DM (5) Saluran kencing yang tersumbat b) Gejala: (1) Rasa tidak puas setelah berkemih (2) Urine yang keluar sedikit dan pancarannya lemah c) Masalah keperawatan yang mungkin muncul (SDKI EDISI 1) 1. Inkontinensia urin refleks berhubungan dengan kerusakan

12

konduksi impuls diatas arkus reflex 2. Inkontinensia urin refleks berhubungan dengan kerusakan jaringan (mis. Terapi radisi)

3. Inkontinensia alvi a. Pengertian Inkontinesia Alvi / Ani (IA) merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan dari proses defekasi normal, sehingga mengalami proses pengeluaran feses tidak disadari. Hal ini juga disebut sebagai inkontinesia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sphincter akibat kerusakan sphincter. Inkontinensia alvi bisa terjadi karena sfingter anus yang lemah dikaitkan dengan penuaan atau cedera pada saraf dan otot-otot rektum dan anus.Feses yang keras terperangkap di rektum (impaksi feses).

b. Inkontinensia alvi yang menetap bisa terjadi pada : 1) orang yang mengalami cedera anus atau urat saraf tulang belakang 2) prolapsus rektum (penonjolan lapisan rektum melalui anus) 3) pikun 4) cedera neurologis pada kencing manis 5) tumor anus 6) cedera di panggul karena persalinan. c. Penyebab inkontinensia feses dapat dibagi dalam 4 kelompok: 1) Inkontinensia Feses Akibat Konstipasi a) Obstipasi

yang

berlangsung

lama

dapat

mengakibatkan

sumbatan/impaksi dari masa feses yang keras (skibala). Masa feses yang tidak dapat keluar ini akan menyumbat lumen bawah dari anus dan menyebabkan perubahan dari besarnya sudut ano rektal. b) Kemampuan sensor menumpul dan tidak dapat membedakan antara flatus, cairan atau feses. Akibatnya feses yang cair akan merembes keluar. c) Skibala yang terjadi dapat juga menyebabkan iritasi pada mukosa rektum dan terjadi produksi cairan dan mukus, yang selanjutnya

13

melalui sela-sela dari feses yang impaksi akan keluar dan terjadi inkontinensia feses. 2) Inkontinensia Feses Simtomatik a) Inkontinensia feses simtomatik dapat merupakan penampilan klinis dari macam-macam kelainan patologis yang dapat menyebabkan diare. b) Penyebab yang paling umum dari diare pada usia lanjut adalah obat-obatan antara lain yang mengandung unsur besi atau memang akibat obat pencahar.

3) Inkontinensia Feses Akibat Gangguan Kontrol Persyarafan Dari Proses Defekasi (Inkontinensia Neurogenik) a) Inkontinensia

neurogenik

terjadi

akibat

gangguan

fungsi

menghambat dari korteks serebri saat terjadi regangan/distensi rektum. Proses normal dari defekasi melalui refleks gastro-kolon. Beberapa menit setelah makanan sampai di lambung, akan menyebabkan pergerakan feses dari kolon desenden ke arah rektum. b) Distensi rektum akan diikuti relaksasi sfingter interna. Dan seperti halnya kandung kemih, tidak terjadi kontraksi intrinsik dari rektum pada orang dewasa normal, karena adanya inhibisi atau hambatan dari pusat di korteks serebri. 4) Inkontinensia Feses Akibat Hilangnya Refleks Anal a) Inkontinensia feses terjadi akibat hilangnya refleks anal, disertai kelemahan otot-otot seran lintang. Keadaan ini menyebabkan hilangnya refleksi anal, berkurangnya sensasi pada anus disertai menurunnya tonus anus. Hal ini dapat berakibat inkontinensia feses pada peningkatan tekanan intraabdomen dan prolaps dari rektum. d. Patofisiologi Gejala bisa berupa merembesnya feses cair yang disertai dengan buang gas dari dubur atau pasien sama sekali tidak dapat mengendalikan keluarnya feses. Umumnya, orang dewasa tidak mengalami “kecelakaan buang air besar” ini kecuali mungkin sesekali ketika terserang diare parah. Tapi itu tidak berlaku bagi orang yang mengalami inkontinensia tinja,

14

kejadian BAB di celana itu berulang-ulang dan kronis. e. Masalah keperawatan yang mungkin mucul (SDKI EDISI 1) 1. Inkontinensia alvi berhubungan dengan kerusakan susunan saraf motorik bawah 2. Inkontinensia alvi berhubungan dengan penurunan tonus otot 3. Inkontinensia alvi berhubungan dengan gangguan kognitif 4. Inkontinensia alvi berhubungan dengan penyalahgunaan laksatif 5. Inkontinensia

alvi

berhubungan

dengan

kehilangan

fungsi

pengendalian sfringter rectum 6. Inkontinensia alvi berhubungan dengan pasca operasi pullthrough dan penutupan kolosomi 7. Inkontinensia

alvi

berhubungan

dengan

ketidakmampuan

mencapaikamar kecil 8. Inkontinensia alvi berhubungan dengan diare kronis 9. Inkontinensia alvi berhubungan dengan stes berlebihan

2.3 TINDAKAN KEPERAWATAN PADA KEBUTUHAN ELIMINASI 2.3.1 KLISMA A. Pengertian Huknah/Enema/klisma adalah memasukkan suatu larutan ke dalam rectum dan kolon sigmoid bawah dengan menggunakan jeli, diolesi dengan pelicin/cairan/pelumas. (Ratna Aryani, 2009) B. Tujuan -

Merangsang peristaltik usus dan defekasi

-

Membersihkan kolon untuk persiapan operasi

-

Terapi:Mengurangi kadar Kalium yang tinggi dengan Natrium Polystyren Sulfonate/Kayexalate enema, mengurangi bakteri dengan neomicyn.

-

Persiapan kolon untuk pemeriksaan diagnostic

C. Indikasi - Konstipasi - Kebiasaan buang air besar yang tidak teratur

15

- Penggunaan laxative yang berlebihan - Peningkatan stress psikologis - Impaksi feses - Persiapan praoperasi - Untuk tindakan diagnostik misalnya pemeriksaan neurologi - Pasien dengan malena D. Kontraindikasi - Post operasi - Pasien dengan gangguan fungsi jantung atau gagal ginjal, hemoroid, tumor rectum dan kolon E. Klasifikasi Enema 1. Cleansing Enema Clesing enema merangsang peristaltik dengan mengiritasi kolon melalui pemasukkan sejumlah cairan Ada 2 macam cleansing enema : a. Enema tinggi (Huknah tinggi), yaitu membersihkan semua kolon dengan 1000ml cairan (dewasa). Umumnya dilakukan untuk persiapan operasi. b. Enema rendah (Huknah rendah), yaitu membersihkan rektum dan kolon sigmoid dengan 500ml cairan. Selama tindakan ini posisi klien dipertahankan miring ke kiri 2. Carminatif Enema Merangsang keluarnya flatus dengan cara merangsang peristaltik dengan memasukkan 60 sd. 180ml cairan (dewasa) 3. Retention Enema a. Memasukkan minyak ke rektum sigmoid b. Melembutkan feces c. Melicinkan rektum/anal sehingga memudahkan pelepasan feces

HUKNAH RENDAH A. Pengertian Huknah rendah adalah tindakan keperawatan dengan cara memasukkan cairan hangat ke dalam kolon dessendens melalui anus dengan menggunakan kanula rektal. Kanul masuk 10-15 cm ke dalam rektal dengan

16

ketinggian irigator 50 cm dengan posisi sims kiri. B. Tujuan 1. Merangsang peristaltik usus, sehingga pasien dapat buang air besar karena kesulitan untuk defekasi (obstipasi konstipasi) 2. Mengosongkan usus sebagai persiapan tindakan operasi 3. Sebagai tindakan pengobatan C. Indikasi 1. Pasien yang obstipasi 2. pasien yang akan di operasi 3. Persiapan tindakan diagnostika misalnya ( Pemeriksaan radiologi ) 4. Pasien dengan melena D. Persiapan 1. Persiapan alat : a. Sarung tangan bersih b. Selimut mandi atau kain penutup c. Perlak dan pengalas bokong d. Irigator lengkap dengan canule recti, selang dan klemnya e. Cairan hangat sesuai kebutuhan (misalnya cairan Nacl, air sabun, air biasa) f. Bengkok g. Pelicin (vaselin, sylokain, Jelly 2% /pelumas larut dalam air h. Tiang penggantung irrigator i. Jika perlu sediakan pispot,air pembersih dan kapas cebok/tissue toilet

2. Orientasi : a. Mengucapkan salam terapeutik b. Memperkenalkan diri c. Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilaksanakan. d. Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya e. Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam. f. Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi

17

g. Privacy klien selama komunikasi dihargai. h. Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek selama berkomunikasi dan melakukan tindakan i. Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan) j. Pasien disiapkan dalam posisi tidur miring ke kiri (posisi sim) 3. Tahap Kerja : a. Pintu ditutup/pasang sampiran b. Mencuci tangan c. Perawat berdiri di sebelah kanan klien dan pasang sarung tangan d. Pasang perlak dan pengalas e. Pasang selimut mandi sambil pakaian bagian bawah klien ditanggalkan f. Atur posisi klien sim kiri g. Sambung selang karet dan klem (tertutup) dengan irrigator h. Isi irigator dengan cairan yang sudah disediakan i. Gantung irigator dengan ketinggian 40-50 cm dari bokong klien j. Keluarkan udara dari selang dengan mengalirkan cairan ke dalam bengkok k. Pasang kanule rekti dan olesi dengan jelly l. Masukkan kanule ke anus, klem dibuka, masukkan cairan secara perlahan m. Jika cairan habis, klem selang dan cabut kanul dan masukkan kedalam bengkok n. Atur kembali posisi klien dan minta klien menahan sebentar o. Bantu klien ke WC jika mampu, jika tidak tetap dalam posisi miring lalu pasang pispot dibokong klien. p. Klien dirapihkan q. Alat dirapikan kembali dan mencuci tangan r. Melaksanakan dokumentasi

HUKNAH TINGGI A. Pengertian Huknah tinggi adalah tindakan keperawatan dengan cara memasukkan cairan hangat ke dalam kolon assendens melalui anus dengan menggunakan

18

kanula rekti. Kanul masuk 15-20 cm ke dalam rektal dengan ketinggian irigator 30 cm dengan posisi sims kanan B. Tujuan 1. Membantu mengeluarkan fesces akibat konstipasi 2. Tindakan pengobatan/pemeriksaan diagnostic C. Sasaran 1. Massa feses terlalu besar dan keras sehingga sukar untuk keluar secara volunteer 2. Pemberian enema tidak berhasil 3. Lansia 4. Imobilisasi yang tidak mampu ambulansi secara teratur D. Persiapan 1. Persiapan alat a. Sarung tangan bersih b. Selimut mandi atau kain penutup c. Perlak dan pengalas bokong d. Irigator lengkap dengan canule recti, selang dan klemnya e. Cairan hangat sesuai kebutuhan (misalnya cairan Nacl, air sabun, air biasa) Air hangat : 

Bayi : 150 – 250 cc



Anak : 250 – 350 cc



Usia sekolah : 300 – 500 cc



Remaja : 500 – 700 cc



Dewasa : Huknah rendah 700-1000 ml

f. Bengkok g. Pelicin (vaselin, sylokain, Jelly 2% /pelumas larut dalam air h. Tiang penggantung irrigator i. Jika perlu sediakan pispot,air pembersih dan kapas cebok/tissue toilet

2. Orientasi : a. Mengucapkan salam terapeutik b. Memperkenalkan diri

19

c. Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilaksanakan. d. Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya e. Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam. f. Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi g. Privacy klien selama komunikasi dihargai. h. Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek selama berkomunikasi dan melakukan tindakan i. Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan) j. Pasien disiapkan dalam posisi tidur miring ke kiri (posisi sim) 3. Tahap Kerja a. Pintu ditutup/pasang sampiran b. Mencuci tangan c. Perawat berdiri disebelah kanan klien dan pasang sarung tangan d. Pasang perlak dan pengalas e. Pasang selimut mandi sambil pakaian bagian bawah klien ditanggalkan f. Atur posisi klien sim kiri g. Sambung selang karet dan klem (tertutup) dengan irrigator h. Isi irigator dengan cairan yang sudah disediakan i. Gantung irigator dengan ketinggian 40-50 cm dari bokong klien j. Keluarkan udara dari selang dengan mengalirkan cairan ke dalam bengkok k. Pasang kanule rekti dan olesi dengan jelly l. Masukkan kanule ke anus, klem dibuka, masukkan cairan secara perlahan m. Jika cairan habis, klem selang dan cabut kanul dan masukkan kedalam bengkok n. Atur kembali posisi klien dan minta klien menahan sebentar o. Bantu klien ke WC jika mampu, jika tidak tetap dalam posisi miring lalu pasang pispot dibokong klien. p. Klien dirapihkan

20

q. alat dirapihkan kembali r. Mencuci tangan s. Melaksanakan dokumentasi.

2.3.2 MELAKUKAN EVAKUASI VEKAL A. Pengertian Mengeluarkan feses pasien secara manual adalah suatu tindakan untuk membantu pasien yang tidak bisa BAB dengan cara mengeluarkan feses secara manual atau dengan menggunakan jari tangan. B. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk mengeluarkan feses secara manual dan untuk mengosongkan usus besar C. Persiapan Alat 1.

Sabun cair

2.

Handuk 1 buah

3.

Tissue

4.

dua baskom berisi air hangat

5.

selimut

1 buah

6.

waslap 1buah

7.

sampiran

8.

Sarung tangan bersih

9.

Masker

10. Pelumas/vaselin 11. Pispot 1 buah 12. Perlak

dan

masing-

alasnya

masing

1

buah 13. Bengkok

21

D. Pelaksanaan Tindakan 1.

Menyapa dan mengucapkan salam kepada pasien

2.

Identifikasi dan panggil nama pasien

3.

Menjelaskan prosedur kepada pasien dan keluarga

4.

Meminta keluarga dan pengunjung untuk meninggalkan ruangan

5.

Mempersiapkan alat

6.

Membawa alat kepada pasien

7.

Memasang sampiran

8.

Mencuci tangan

9.

Memasang selimut mandi dan menurunkan selimut tidur pasien

10. Buka pakaian bawah pasien 11. Mengatur posisi klien (miring ke kiri dengan lutut sedikit fleksi) 12. Pasang alas di bawah bokong pasien 13. Menganjurkan pasien untuk mengangkat bokong atau memiringkan badannya dan memasang pot dengan tepat. 14. Tinggikan bagian kepala 30o dari tempat tidur (bila tidak ada kontraindikasi) dan kedua lutut ditekuk 15. Menutup bagian bawah handuk bawah dan memasang selimut mandi 16. Memakai masker 17. Memakai sarung tangan 18. Memberi pelumas pada jari telunjuk dan jari tengah 19. Memasukkan jari telunjuk ke lubang anus pasien sampai rektum 20. Gerakkan jari untuk menghancurkan feses 21. Melepaskan feces dari dinding rektum dengan membuat gerakan melingkar di sekitarnya. 22. Menarik feces ke anus, dikeluarkan dan letakkan ke dalam pispot.

22

23. Ulangi kembali tindakan jika masih teraba skibala di rectum pasien namun sebelum mulai memasukkan jari lagi observasi irama jantung, perdarahan, rasa nyeri dan tanda kelelahan pada klien (napas pendek, berkeringat)

secara

periodik

selama

prosedur

berlangsung;

menghentikan prosedur bila ada perubahan irama jantung dan memberi istirahat pada klien sebelum prosedur dilanjutkan. 24. Menganjurkan pasien untuk mengangkat bokong, pot diangkat dan ditutup 25. Bersihkan daerah perianal dengan tisu 26. Lepaskan sarung tangan 27. Gunakan waslap untuk membersihkan daerah perianal dengan sabun 28. Bilas dengan air bersih dan keringkan dengan handuk 29. Lepaskan alas bokong dan selimut mandi, kenakan kembali selimut klien, ganti jika kotor 30. Kenakan kembali pakaian klien 31. Buka sampiran 32. Merapikan peralatan 33. Buka sampiran 34. Bersihkan pispot 35. Mencuci tangan 36. Mendokumentasikan warna, konsistensi, bau feces dan respons klien dalam catatan klien

23

2.3.3 MEMBERIKAN OBAT SESUAI PROGRAM TERAPI B. Pengertian Pemberian obat suppositoria adalah cara memberikan obat dengan memasukkan obat melalui anus atau rektum dalam bentuk suppositoria. C. Tujuan Pemberian 1. Untuk memperoleh efek obat lokal maupun sistemik 2. Untuk melunakkan feses sehingga mudah untuk dikeluarkan D. Berdasarkan Penggunaan : 1. Suppositoria rektal Suppositoria rektal untuk dewasa berbentuk lonjong pada satu atau kedua ujungnya dan biasanya berbobot lebih kurang 2g. 2. Suppositoria vaginal Umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan berbobot lebih kurang 5g, dibuat dari zat pembawa yang larut dalam air atau yang dapat bercampur dalam air, seperti polietilen glikol atau gelatin tergliserinasi. Ukuran berkisar, panjang 1,25 – 1,5 inchi dan diameter 5/8 inchi. Biasanya digunakan untuk lokal dengan efek sebagai antiseptik, kontrasepsi, anastetik lokal, dan pengobatan penyakit infeksi seperti trichomonal, bakteri dan monilial. 3. Suppositoria Lemak Coklat Suppositoria dengan bahan dasar lemak coklat dapat dibuat dengan mencampur bahan obat yang dihaluskan ke dalam minyak padat pada suhu kamar dan massa yang dihasilkan dibuat dalam bentuk sesuai, atau dibuat dengan minyak dalam keadaan lebur dan membiarkan suspensi yang dihasilkan menjadi dingin di dalam cetakan. Sejumlah zat pengeras yang sesuai dapat ditambahkan untuk mencegah kecenderungan beberapa obat, (seperti kloralhidrat dan fenol) melunakkan bahan dasar.Yang penting, suppositoria meleleh pada suhu tubuh. 24

4. Pengganti Lemak Coklat Suppositoria dengan bahan dasar jenis lemak, dapat dibuat dari berbagai minyak nabati, seperti minyak kelapa atau minyak kelapa sawit yang dimodifikasi dengan esterifikasi, hidrogenasi, dan fraksionasi hingga diperoleh berbagai komposisi dan suhu lebur (misalnya minyak nabati terhidrogenasi dan lemak padat). Produk ini dapat dirancang sedemikian hingga dapat mengurangi terjadinya ketengikan 5. Suppositoria Gelatin Tergliserinasi Bahan obat dapat dicampur ke dalam bahan dasar gelatin tergliserinasi, dengan menambahkan sejumlah tertentu kepada bahan pembawa yang terdiri dari lebih kurang 70 bagian gliserin, 20 bagian gelatin dan 10 bagian air. Suppositoria ini harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, sebaiknya pada suhu dibawah 35 derajat. 6. Suppositoria dengan Bahan Dasar Polietilen Glikol Beberapa kombinasi polietilen glikol mempunyai suhu lebur lebih tinggi dari suhu badan telah digunakan sebagi bahan dasar suppositoria.Karena pelepasan dari bahan dasar lebih ditentukan oleh disolusi dari pada pelelehan, maka massalah dalam pembuatan dan penyimpanan jauh lebih sedikit dibanding massalah yang disebabkan oleh jenis pembawa yang melebur. Tetapi polietilen glikol dengan kadar tinggi

dapat

memperpanjang waktu

disolusi

sehingga

menghambat pelepasan. Pada etiket suppositoria polietilen glikol harus tertera petunjuk “basahi dengan air sebelum digunakan”, meskipun dapat disimpan tanpa pendinginan, suppositoria ini harus dikemas dalam wadah tertutup rapat. 7. Suppositoria dengan Bahan Dasar Surfaktan Beberapa surfaktan nonionik dengan sifat kimia mendekati polietilen

glikol

dapat

digunakan 25

sebagai

bahan

pembawa

suppositoria.Contoh

surfaktan

ini

adalah

ester

asam

lemak

polioksietilen sorbitan dan polioksietilen stearat. Surfaktan ini dapat digunakan dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan pembawa suppositoria lain untuk memperoleh rentang suhu lebur yang lebar dan konsistensi. 8. Suppositoria Kempa atau Suppositoria Sisipan Suppositoria vaginal dapat dibuat dengan cara mengempa massa serbuk menjadi bentuk yang sesuai. Dapat juga dengan cara pengkapsulan dalam gelatin lunak. E. Prosedur kerja 1. Persiapan alat 2. Supositoria rectal 3. Jeli pelumas 4. Sarung tangan 5. Tissue 6. Masker 7. Cek kembali order pengobatan, mengenai jenis pengobatan, waktu, jumlah dan dosis 2. Siapkan klien a. Berikan salam dan perkenalkan diri b. Identifikasikan klien dengan tepat dan tanyakan namanya c. Jelaskan prosedur yang akan dan tujuannya kepada pasien dan keluarga d. Meminta keluarga dan pengunjung meninggalkan ruangan e. Menutup pintu, jendela / tirai atau memasang sampiran f. Jaga privasi, dan mintalah klien untuk berkemih terlebih dahulu g. Atur posisi klien berbaring supinasi dengan kaki fleksi dan pinggul supinasi eksternal h. Tutup dengan selimut mandi dan ekspose hanya pada area perineal 26

3. Tahap Kerja 1) Pakai sarung tangan 2) Buka supositoria dari kemasannya dan beri pelumas pada ujung bulatnya dengan jelly. Beri pelumas sarung tangan pada jari telunjuk dari tangan dominan anda. 3) Minta klien untuk menarik nafas dalam melalui mulut dan untuk merelakkan sfingter ani 4) Regangkan bokong klien dengan tangan non dominan, dengan jari telunjuk masukkan supositoria ke dalam anus, melalui sfingter ani dan mengenai dinding rectal 10 cm pada orang dewasa dan 5 cm pada bayi dan anak – anak 5) Tarik jari anda dan bersihkan area kanal klien 6) Anjurkan klien untuk tetap berbaring terlentang atau miring selama 5 menit 7) Bila supositoria mengandung laksatif atau pelunak feses, letakkan tombol pemanggil dalam jangkauan klien sehingga ia dapat mencari bantuan untuk mengambil pispot atau ke kamar mandi 8) Lepaskan sarung tangan, buang ditempat semestinya 9) Cuci tangan 10) Kaji respon klien 11) Dokumentasikan semua tindakan

2.3.4 MEMBERIKAN PENDIDIKAN KESEHATAN Perawat dalam peran dan fungsinya memiliki banyak kewajiban terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan. Salahsatu peran yang dilakukan perawat adalah melaksanakan pendidikan kesehatan dalam perencanaan pulang pada pasien di ruang rawa tinap. Pendidikan kesehatan sangat penting dilakukan oleh seorang perawat. Pendidikan kesehatan merupakan proses yang direncanakan dengan sadar, agar individu bisa belajar 27

serta meningkatkan pengetahuan serta ketrampilan demi (Nursalam

&Efendi,F,

kesehatannya

2008). Sebelum melaksanakan pendidikan

kesehatan perawatperlu mengkaji masalah klien dan bagaimana pendapat klien tentang masalah tersebut. Sebab bisa saja klien tidak menyadari kalau hal

yang akan dibicarakan tersebut adalah

masalah yang perlu ditangani

lebih lanjut. Perawat perlu

mengetahui apayang akan disampaikan dan cara yang

baik dalam memberikan pendidikan kesehatan. Teknik pendekatan yang digunakan pada pendidikan pasien dalam perencanaan pulang

difokuskan

pada enam area penting yang dikenal dengan istilah“METHOD”(Medications, Environment, Treatments, Health Teaching,

Outpatient

referral, Diet).

Tujuan dari Pendidikan kesehatan agar pasien dan keluarga

mengetahui

tentang obat yang diberikan, lingkungan yang baik untuk pasen, terapi dan latihan yang perlu untuk kesehatan pasien, infomasi waktu kontrol ulang dan pelayanan dikomunitas serta diet(Timby,2009). Hal-hal lain yang harus diketahui klien sebelum pulang adalah informasi tentang penyakit yang dideritanya. Informasi tersebut diantaranya adalah pengertian penyakit, penyebab, masalah dan komplikasi yang dapat terjadi serta cara mengantisipasinya, informasi tertulis tentang perawatan dirumah dan informasi tentang sumber pelayanan yang dapat dimanfaatkan untuk kontrol, nomor telepon layanan perawatan, dokter dan kunjungan rumah bila klien memerlukan (Nursalam&Efendi,2008). Dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dankeluarga dapat bermanfaat untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien. Banyak

manfaat

dari

pemberian

pendidikan

kesehatan

dalam

perencanaan pulang. Menurut World Health Organisation (WHO) tahun 2005 dengan pendidikan kesehatan dapat

meningkatkan pemahaman pasien dan

keluarga tentang masalah kesehatannya, mengurangi insiden komplikasi penyakit,

menurunkan

kecemasan 28

pasien

dankeluarga,

meningkatkan

kemandirian dalam melakukan aktifitas sehari-hari dan memungkinkan perawatan berkelanjutan setelah pasien pulang kerumah atau komunitas. Jika pendidikan kesehatan pasien tidak dilakukan dengan baik akan dapat menimbulkan dampak yang tidak baik pula pada pasien. Dampak yang dapat terjadi ketika perawat tidak memberikan pendidikan kesehatan yang baik dapat

menyebabkan

lamanya

hari

rawat

dan

meningkatnya

angka

kekambuhan pasien setelah berada dirumah (Nursalam&Efendi,2008).

2.3.5 MELAKUKAN EVALUASI A. Pengertian Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri. (Ali, 2009). Evaluasi

dilakukan

berdasarkan

kriteria

yang

telah

ditetapkan

sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan. (Mubarak, dkk., 2011). Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana : S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan. O: Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan yang objektif. A:

Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.

P:

Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.

29

B. Tujuan Evaluasi Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mecapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan: 1. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang ditetapkan) 2. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan) 3. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan) (Lyer dalam Nursalam, 2008) C. Tahap Evaluasi Ada beberapa tahap evaluasi keperawatan, yaitu: (Ali, 2009) 1. Membaca kembali diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, intervensi keperawatan. 2. Mengidentifikasi tolak ukur keberhasilan yang akan digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan atau tingkat pencapaian tujuan, misalnya: a. Tekanan darah normal 120/80 b. Mampu mandi sendiri minimal dua kali/hari c. Mampu menyebut dengan benar minimal tiga cara mencegah penyakit demam berdarah 3. Mengumpulkan data atau mengkaji ulang pencapaian hasil sesuai dengan tolak ukur keberhasilan atau kesesuaian proses pelaksanaan asuhan keperawatan dengan standar/rencana keperawatan 4. Mengevaluasi pencapaian tujuan dengan cara sebagai berikut: a. Penilaian hasil, yaitu membandingkan hasil (output) yang dicapai dengan standar/tujuan yang telah ditetapkan. 30

b. Penilaian proses, yaitu mambandingkan proses pelakasaan dengan standar prosedur atau rencana yang telah ditetapkan. c. Cari penyebab ketidakberhasilan atau penyimpangan prosedur untuk bahan penyesuaian/modifikasi rencana keperawatan. d. Modifikasi rencana keperawatan. Apabila ada tujuan telah tercapai, kegiatan dapat diarahkan pada masalah lain, misalnya pencegahan atau promosi kesehatan atau promosi kesehatan atau diagnosis keperawatan yang lain. Apabila tujuan belum tercapai, perlu dilakukan modifikasi rencana keperawatan dapat dihentikan. Jika masalah telah teratasi semuanya, asuhan keperawatan dapat dihentikan. Langkah-langkah modifikasi rencana keperawatan, yaitu: 1. Jika ada penyimpangan atau ada masalah baru, diagnosis keperawatan/diagnosis kolaboratif tersebut tetap menjadi modifikasi diagnosis yang lama. 2. Susun urutan prioritas masalah tersebut. 3. Tetapkan tujuan sesuai dengan diagnosis baru tersebut. Dengan memperhatikan: 4. Tujuan direncanakan secara spesifik dan realistis dalam kesempatan dan waktu yang memungkinkan. 5. Tujuan merefleksikan kemampuan perawatan sesuai dengan pilihan klien. 6. Kaji kembali intervensi keperawatan yang telah diberikan 7. Identifikasi faktor-faktor yang dapat mendukung dan menghambat pencapaian tujuan. 8. Catat waktu (tanggal, jam) untuk revaluasi kembali. 9. Laksanakan intervensi sesuai dengan rencana modifikasi. 10. Semua data tersebut dicatat dalam format dokumentasi yang telah ditetapkan. 31

CONTOH ASKEP ELIMINASI

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN NY.A DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN ELIMINASI DI RUANG CEMPAKA RSUD KARANGASEM TANGGAL 20-22 OKTOBER 2018

I. PENGKAJIAN A. Identitas Pasien Nama

: Ny.A

No. RM

: 234666

Umur

: 48 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pekerjaaan

: Wiraswasta

Agama

: Hindu

Status

: Menikah

Tanggal MRS

: 16 Oktober 2018

Tanggal Pengkajian

: 20 Oktober 2018

B. Keluhan Utama Pasien mengeluh tidak bisa BAB sejak masuk rumah sakit , hanya dapat BAB sangat sedikit dengan feses keras dan keluarnya sulit C. Riwayat Kesehatan 1. Riwayat Kesehatan Dahulu Pasien mengatakan belum pernah dirawat di rumah sakit dan belum pernah mendapat tindakan operasi seperti sekarang 2. Riwayat Kesehatan Sekarang Pasien datang ke IGD RSUD Karangasem pada tanggal 18 Oktober 2018 pukul 09.00 WITA dengan keluhan sakit pada kaki kiri bagian 32

depan dan tidak dapat digerakkan, pasien mengatakan sebelum dibawa ke IGD pasien terjatuh dari sepeda motor saat akan mengeluarkan sepeda motor dari garase dirumah. Di IGD pasien dilakukan pemeriksaan TTV dengan hasil TD : 140/80 mmHg N : 90x/menit RR : 20X/menit S : 36,5OC. Dan dilakukan pemeriksaan rontgen, oleh dokter pasien didiagnosa Fraktur os.fibula 1/3 distal dextra dan disarankan untuk rawat inap di Ruang Cempaka sebelum dilakukan tindakan operasi. Di IGD pasien mendapat terapy IVFD RL 20tpm, Paracetamol 500mg, Ceftriaxone 1g. Pasien tiba di Ruang Cempaka pukul 11.00 WITA. 3. Riwayat Kesehatan Keluarga Pasien mengatakan dalam keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit keturunan dan belum pernah ada yang dilakukan tindakan operasi seperti pasien saat ini.

II. ANALISA DATA Data Fokus DS : -

Pasien

mengatakan

tidak

bisa

Etiologi

Masalah

Ketidakcukupan asupan

Konstipasi

serat

BAB

semenjak

masuk

rumah

sakit,

hanya

dapat

BAB

sangat

Bising usus menurun

sedikit dengan feses keras dan keluarnya sulit

sebelumnya

dirumah pasien biasa 33

BAB 2-3X sehari -

Pasien

Pola BAB tidak teratur

mengatakan

tidak

dapat

mengonsumsi

sayur

semenjak MRS karena tidak

suka

makanan

dengan yang

Konstipasi

disediakan oleh rumah sakit DO : -

Feses keras Peristaltik

usus

menurun ( 4x/menit)

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan serat ditandai dengan pasien mengatakan tidak bisa BAB semenjak masuk rumah sakit, hanya dapat BAB sangat sedikit dengan feses keras dan keluarnya sulit sebelumnya dirumah pasien biasa BAB 2-3X sehari, Pasien mengatakan tidak dapat mengonsumsi sayur semenjak MRS karena tidak suka dengan makanan yang disediakan oleh rumah sakit, Feses keras, peristaltik usus menurun (4x/menit).

34

IV. PERENCANAAN/ INTERVENSI KEPERAWATAN Hari/ tanggal/

Dx. Keperawatan

Tujuan

Intervensi

Rasional

jam Minggu/

Konstipasi

Setelah

20-10-18/ berhubungan 09.00 WITA

dilakukan 1. Catat dan kaji 1. Pengkajian

tindakan keperawatan

kembali

dasar

dengan

selama

warna,

mengetahui

ketidakcukupan

diharapkan konstipasi

konsistensi,

adanya

jumlah,

masalah

asupan

serat pasien dapat teratasi

ditandai

dengan dengan kriteria hasil :

pasien mengatakan tidak

bisa

semenjak

-

BAB masuk

dapat BAB sangat

-

sulit

sebelumnya

dirumah

pasien

BAB

sehari,

serat

BAB

-

lancar

Konsistensi feses lembek

-

Bising

dan

waktu buang

bowel

air besar 2. Kaji dan catat 2. Deteksi

2-3xsehari

sedikit dengan feses keras dan keluarnya

Asupan terpenuhi

rumah sakit, hanya

biasa

2x24jam

untuk

usus

pergerakan

penyebab

usus

konstipasi

dini

3. Berikan cairan 3. Membantu feses lebih adekuat lunak

normal (5-30x/menit)

4. Bantu

klien 4. Meningkatka

2-3X dalam

n pergerakan

melakukan

usus

Pasien

mengatakan

tidak aktivitas pasif

dapat mengonsumsi dan aktif sayur

semenjak 5. Berikan

5. Menurunkan

MRS karena tidak makanan suka

konstipasi

dengan tinggi

makanan

yang

disediakan

oleh

dan 35

serat hindari

rumah sakit, Feses

makan

keras,

peristaltik

banyak

usus

menurun

yang

mengandung

(4x/menit).

gas

dengan

konsultasi bagian gizi 6. Konsultasikan dengan dokter tentang: pemberian laksatif, enema, pengobatan

V.

PELAKSANAAN/IMPLEMENTASI

VI. EVALUASI

36

6. Meningkatka

n eleminasi

BAB III PENUTUP 3.2 Simpulan Huknah/Enema/klisma adalah memasukkan suatu larutan ke dalam rectum dan kolon sigmoid bawah dengan menggunakan jeli, diolesi dengan pelicin/cairan/pelumas. (Ratna Aryani, 2009) yang bertujuan untuk merangsang peristaltik usus dan defekasi, membersihkan kolon untuk persiapan operasi, terapi: Mengurangi

kadar

Kalium

yang

tinggi

dengan

Natrium

Polystyren

Sulfonate/Kayexalate enema, mengurangi bakteri dengan neomicyn dan persiapan kolon untuk pemeriksaan diagnostic. Pada huknah terdapat dua macam yaitu Huknah rendah dan Huknah tinggi. Melakukan evkuasi vekal adalah suatu tindakan untuk membantu pasien yang tidak bisa BAB dengan cara mengeluarkan feses secara manual atau dengan menggunakan jari tangan. Bertujuan sebagai acuan

penerapan

langkah-langkah

untuk

mengeluarkan

feses

secara

manual memberikan obat sesuai program terapi adalah cara memberikan obat dengan memasukkan obat melalui anus atau rektum dalam bentuk suppositoria. Perawat dalam peran dan fungsinya memiliki banyak kewajiban terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan. Salah satu peran yang dilakukan perawat adalah melaksanakan pendidikan kesehatan dalam perencanaan pulang pada pasien di ruang rawati inap. Dan melakukan evaluasi dalam penilaian hasil menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. 3.3 Saran Berdasarkan kesimpulan yang ada maka penyusun dapat memberikan saran yang kiranya dapat bermanfaat bagipembaca maupun penulis sendiri yaitu agar lebih memahami mengenai tindakan keperawatan pada kebutuhan eliminasi terkhususnya pada makalah ini yaitu mengenai keperawatan medical bedah, demi mewujudkankualitas pelayanan yang baik dengan tindakan keperawatan yang baik dalam pengaplikasiannya di bidang keperawatan. 37

38

Related Documents


More Documents from "Ayu Dima Cintia II"