TUGAS MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2 DIABETES MELITUS, KOMPLIKASI DAN CA TIROID
NAMA KELOMPOK 1 : 1. ARI CENDANI PRABAWATI
( 17.321.2658 )
2. I WAYAN GEDE YUDI WIGATA
( 17.321.2672 )
3. NI KETUT YULIANA
( 17.321.2686 )
4. NI MADE AYU PRIYASTINI
( 17.321.2695 )
5. NI PUTU AYU WISMAYA DEWI
( 17.321.9698 )
6. NI PUTU MERRY TASIA SURYAWAN
( 17.321.2702 )
7. NI WAYAN YUNA PRATIWI
( 17.321.2705 )
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas limpah hidayah, rahmat dan lindungannya, akhirnya makalah ini saya selesaikan dengan lancar. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas kami. Selain itu kami menyusun makalah ini untuk menambah wawasan untuk memahami tentang DM, Komplikasi serta Ca Tiroid. Mungkin makalah yang kami buat ini belum sempurna karna kami juga masih dalam proses belajar, oleh karena itu kami menerima saran atau kritikan pembaca supaya makalah selanjutnya bisa lebih baik dari sebelumnya. Dalam makalah ini kami membahas tentang DM, Komplikasi serta Ca Tiroid. Semoga makalah kami buat ini bisa bermafaat bagi pembaca. Demikianlah makalah yang kami susun dan jika ada tulisan atau perkataan yang kurang berkenan (sopan) kami mohon sebesar-besarnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Denpasar, 27 Maret 2019
Penyusun,
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ......................................................................................................................... 2 Daftar Isi .................................................................................................................................. 3
BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 4 1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................. 4 1.3 Tujuan ................................................................................................................................ 4 1.4 Manfaat .............................................................................................................................. 4
BAB II : PEMBAHASAN 2.1 Pengertian DM (Diabetes Mellitus) ................................................................................... 5 2.2 Komplikasi DM (Diabetes Mellitus) ............................................................................... 11 2.3 Pengertian Ca Tiroid ...................................................................................................... ..15 2.4 Komplikasi Ca Tiroid ...................................................................................................... 19
BAB III : PENUTUP 3.1 Simpulan .......................................................................................................................... 24 3.2 Saran ................................................................................................................................ 24 Daftar Pustaka…………………………………………………………………….………... 25
3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan berkembang menjadi komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis (Barbara C. Long, 1996). Diabetes mellitus merupakan peyakit kronis yang berkaitan denan defisiensi atau resistansi insulin relatif atau absolut dan ditandai dengan ganguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. (Paramita, 2015). Kanker tiroid adalah sutu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe yaitu: papiler, folikuler, anaplastik dan meduller. Kanker tiroid jarang menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam kelenjar. Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak, biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan. Kanker tiroid sering kali membatasi kemampuan menyerap yodium dan membatasi kemampuan menghasilkan hormon tiroid, tetapi kadang menghasilkan cukup banyak hormon tiroid sehingga terjadi hipertiroidisme.
1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan DM? 2. Apa sajakah komplikasi yang terjadi pada DM? 3. Apakah yang dimaksud dengan Ca Tiroid? 4. Apa sajakah komplikasi yang terjadi pada Ca Tiroid?
1.3 Tujuan 1. Agar kita dapat mengetahui apakah yang dimaksud dengan DM. 2. Agar kita dapat mengetahui komplikasi-komplikasi yang terjadi pada DM. 3. Agar kita dapat mengetahui apakah yang dimaksud dengan Ca Tiroid. 4. Agar kita dapat mengetahui komplikasi-komplikasi yang terjadi pada Ca Tiroid.
1.4 Manfaat Untuk dapat mengetahui apa saja manfaat-manfaat dari pengertian serta komplikasi dari DM ( Diabetes Mellitus ) dan Ca Tiroid.
4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian DM ( Diabetes Mellitus ) Diabetes Mellitus merupakan sekumpulan gangguan metabolic yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah ( hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin ( Brunner & Suddarth, 2015). Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit Diabetes Melitus (DM) dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009). Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan berkembang menjadi komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. (Barbara C. Long, 1996) Berdasarkan beberapa definisi para ahli tentang DM dapat diambil kesimpulan bahwa DM adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan hormonal (dalam hal ini adalah hormon insulin yang dihasilkan oleh pankreas) dan melibatkan metabolisme karbohidrat dimana seseorang tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi dengan baik. Berikut Tipe Diabetes dalam Brunner & Suddarth (2015) : 1) Diabetes tipe I adalah diabetes tergantung insulin ( Insulin dependent diabetes mellitus atau IDDM). Kurang lebih 5% hingga 10% penderita mengalami tipe ini. Pada DM tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena selsel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi)
5
2) Diabetes tipe II adalah diabetes tidak tergantung insulin (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus atau NIDDM). Kurang lebih 90% hingga 95% penderita mengalami tipe ini,terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin yang disebut resistensi insulin atau akibat penurunan jumah produksi insulin.Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. A. Etiologi 1) Diabetes Tipe I Ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya : infeksi virus). (Brunner & Suddart, 2015). a) Faktor-faktor Genetik : Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes Tipe I itu sendiri melainkan mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes Tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memilki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan sekumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainya. 95% pasien berkulit putih (Cucasian) dengan diabetes Tipe I memperlihatkan tipe HLA yang spesfik (DR3 atau DR4) b) Faktor-faktor Imunologi : Pada Diabetes Tipe I terdapat bukti adanya respon autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut dianggapnya seolah sebagai jaringan asing. Autoantibody terhadap sel-sel dan insulin endogen (Internal) terdeteksi pada timbulnya gejala klinis Diabetes Tipe I.
6
c) Faktor-faktor Lingkungan : Sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh, hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta. 2) Diabetes Tipe II Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada dibetes Tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan penting dalam proses terjadinya resistensi insulin (Brunner & Suddart, 2015). Selain itu terdapat juga faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya Diabetes Tipe II yaitu : a) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 thn) b) Obesitas c) Riwayat keluarga 3) Perjalanan Penyakit Diabetes Melituus a) DM Tipe I Pada Diabetes Tipe I terdapat ketidakmampuan pankreas menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial. Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul glukosuria (glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotic) sehingga pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliurra) dan rasa haus (polidipsia). Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak sehingga terjadi penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan selera makan (polifagia). Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yang dapat mengganggu keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis. Ketoasidosis diabetk yang diakibatkan dapat menyebabkan tanda gejala seperti mual, muntah, nyeri abdomen, hiperventilasi, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian (Brunner & Suddarth, 2015) 7
b) DM Tipe II Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan glukosa. Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah yang berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbanginya maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah DM tipe II Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas Diabetis Tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada DM Tipe II, meskipun demikian Diabetes Tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainya, yaitu sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Penanganan primer Diabetes Tipe II adalah menurunkan berat badan, karena resistensi insulin berkaitan dengan obesitas c) Diabetes Gestasional Penyakit ini biasanya terjadi selama proses kehamilan, yang kemudian akan menghilang setelah melahirkan. Meskipun demikian, kondisi ini juga bisa menetap terjadi pada seorang wanita, meskipun ia sudah melahirkan. Diabetes gestasional memang tidak mematikan, namun berisiko tinggi menyulitkan ibu saat persalinan. Beberapa kondisi seperti tensi darah tinggi dan eklampsia menghantui ibu yang mengidap diabetes gestasional. d) Diabetes Tipe Lain Diabetes ini merupakan jenis diabetes yang ditimbulkan bukan karena faktor genetik, gaya hidup atau kehamilan. Biasanya ini terjadi karena adanya penyakit lain, atau karena adanya infeksi berat.
8
B. Patofisiologi Dalam keadaan normal, jika terdapat insulin, asupan glukosa / produksi glukosa yang melebihi kebutuhan kalori akan di simpan sebagai glikogen dalam sel-sel hati dan sel-sel otot. Proses glikogenesis ini mencegah hiperglikemia (kadar glukosa darah > 110 mg/dl). Jika terdapat defisit insulin, empat perubahan metabolic terjadi menimbulkan hiperglikemi. Empat perubahan itu adalah : 1) Transport glukosa yang melintasi membran sel berkurang 2) Glikogenesis berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah 3) Glikolisis meningkat sehingga dadangan glikogen berkurang dan glukosa hati dicurahkan ke dalam darah secara terus menerus melebihi kebutuhan. 4) Glukoneogenesis meningkat dan lebih banyak lagi glukosa hati yang tercurah ke dalam darah dari pemecahan asam amino dan lemak Pada DM Tipe I terdapat ketidakmampuan menghasikan insulin karena sel-sel beta telah dihancurkan oleh proses autoimun. Akibat produksi glukosa tidak terukur oleh hati, maka terjadi hiperglikemia. Jika konsentrasi klokosa dalam darah tinggi, ginjal tidak dapat menyerap semua glukosa, akibatnya glukosa muncul dalam urine (glukosuria). Ketika glukosa berlebihan diekskresikan dalam urine disertai pengeluaran cairan dan elektrolit (diuresis osmotik). Akibat kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan berkemih (poli uri) dan rasa haus (polidipsi). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan . pasien juga mengalami peningkatan selera makan (polifagi) akibat penurunan simpanan kalori.gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan Pada DM Tipe II terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan ganguan sekresi insulin. Resistensi insulin ini disertai dengan penurunan reaksi intra sel sehingga insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Pada gangguan sekresi insulin berlebihan, kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin maka kadar glukosa darah meningkat. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan DM tipe 2 dapat berjalan tanpa terdeteksi. Gejala yang dialami sering bersifat ringan seperti kelelahan, iritabilitas, poliuri, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi) 9
C. Pathway Lingkungan, Genetik, Imunologi, Obesitas, Usia
Penurunan Kadar Insulin
Penggunaan sel glukosa menurun, glukagon meningkat
Rendahnya Informasi
Kurangnya Pengetahuan Hiperglikemia
Resiko Infeksi
Sel Kelaparan Mual, muntah, anoreksia Dieresis Osmotik Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Mata
Penurunan perfusi retina, pengendapan sprbitol (lensa keruh)
Gangguan fungsi pengelihatan
Poliuri
Kekurangan volume cairan
Mikroangiopati
Sklerosis Mikrovaskukler
Neuron
Sel Saraf Sensori Ismkemik
Perubahan sensori persepsi perabaan
Parestesi, kebas, kesemutan
Perubahan persepsi pengelihatan
10
D. Diagnosa Keperawatan Diagnosa umum yang muncul pada pasien Diabetes Mellitus : 1) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan defisiensi insulin, penurunan intake oral, status hipermetabolisme ditantai dengan ketidakmampuan menelan makanan, peningkatan kebutuhan metbolisme dan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient. 2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuretic osmotic, kehilangan cairan gastrik berlebihan, pembatasan cairan ditandai dengan muntal-muntah ketidakseimbangan cairan atau dehidrasi dan gangguan mekanisme regulasi. 3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hiperglikemi, penurunan fungsi lekosit, perubahan sirkulasi ditandai dengan peningkatan paparan organism pathogen lingkungan, statis cairan tubuh, supresi respon inflamasi dan gangguan peristaltik. 4) Resiko tinggi perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan zat kimia endogen, ketidakseimbangan elektrolit, glukosa, insulin ditandai dengan muntah, ketidakseimbangan cairan dan gangguan mekanisme regulasi. 5) Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi, misinterpretasi pengobatan ditandai dengan menunjukkan perilaku yang tidak sesuai anjuran dan menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah.
2.2 Komplikasi DM ( Diabetes Mellitus ) 1) Komplikasi yang berkaitan dengan diabetes diklasifikasikan sebagi komplikasi yang akut dan kronik (Brunner& Suddart,2015). Komplikasi akut yang terjadi akibat intoleransi glukosa yang berlangsung dan dalam jangka waktu yang pendek, yaitu : a) Hipoglikemia Suatu keadaan dimana kadar gula darah < 80 mg/dl, dapat terjaadi karena intake nutrisi tidak adekuat, latihan fisik yang berlebihan serta efek pemberian insulin OHO b) DKA ( Ketoasidosis Diabetik) Disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.
11
c) HHNK ( Sindrom Hiperglikemia Hipeosmoler Nonketotik) Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran (sense of awareness). 2) Komplikasi kronik biasanya terjadi 10-15 tahun setelah awitan diabetes mellitus mencakup : a) Penyakit makrovaskular (pembuluh darah besar) : mempengaruhi sirkulasi koroner, pembuluh darah perifer, dan pembuluh darah otak. Misalnya, makroangiopati pada pembuluh darah perifer sehingga bila luka sukar sembuh, hipertensi akibat peningkatan viskositas dan penurunan elastisitas pembuluh darah. 1) Penyakit Arteri Koroner Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh arteri koroner menyebabkan peningkatan insidensi infark miokard pada penderita Diabetes Mellitus. 2) Penyakit Serebrovaskuler Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral atau pembentukan embolus ditempat lain dalam sistem pembuluh darah yang kemudian terbawa aliran darah sehingga terjepit dalam pembuluh darah serebral dapat menimbulkan serangan iskemia sepintas (TIA = Transient Ischemic Attack) 3) Penyakit Vaskuler Perifer Menurut Brunner dan Suddarth (2015), perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada ekstremitas bawah merupakan penyebab utama meningkatnya insiden gangren dan amputasi pada pasien-pasien Diabetes Mellitus. Hal ini disebabkan karena pada penderita Diabetes Mellitus sirkulasi buruk, terutama pada area yang jauh dari jantung, turut menyebabkan lamanya penyembuhan jika terjadi luka. b) Penyakit mikrovaskular (pembuluh darah kecil) : mempengaruhi mata, (retinopati), dan ginjal (nefropati, control kadar gula darah untuk menunda atau mencegah awita komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular 1) Retinopati Diabetik Retinopati Diabetik merupakan kelainan retina yang ditemukan pada penderita diabetes mellitus dimana retinopati akibat diabetes melitus yang lama yang dapat berupa melebarnya vena, perdarahan dan eksudat lemak (Ilyas, 2006). Pada retinopati diabetik secara perlahan terjadi kerusakan pembuluh darah retina atau lapisan saraf mata sehingga mengalami kebocoran sehingga terjadi 12
penumpukan cairan (eksudat) yang mengandung lemak serta pendarahan pada retina yang lambat laun dapat menyebabkan penglihatan buram, bahkan kebutaan. Bila kerusakan retina sangat berat, seorang penderita diabetes dapat menjadi buta permanen sekalipun dilakukan usaha pengobatan (Admin, 2008) 2) Nefropati Segera sesudah terjadi diabetes, khususnya bila kadar glukosa darah meninggi, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah ke dalam urin. Sebagai akibatnya, tekanan dalam pembuluh darah ginjal meningkat. Kenaikan tekanan tersebut diperkirakan berperan sebagai stimulus untuk terjadinya nefropati. 3) Neuropatik Neuropati diabetika merupakan komplikasi yang paling sering pada diabetes mellitus (DM), sekitar 50% dari pasien dengan DM tipe 1 dan tipe 2. Neuropati diabetika perifer meliputi gejala atau tanda- tanda disfungsi pada saraf perifer pada penderita diabetes mellitus setelah penyebab lainnya disingkirkan. Neuropati perifer simetrik yang mengenai system saraf motorik serta sensorik ekstremitas bawah yang disebabkan oleh je- jas sel Schwann, degenerasi myelin, dan kerusakan akson saraf. Neu-ropati otonom dapat menimbulkan impotensi seksual yang bersifat fokal (mononeuropati diabetik) paling besar kemungkinannya disebabkan oleh makroangiopati. Faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya kerusakan pada saraf : a) Kontrol gula darah yang buruk b) Usia tua c) Lama menderita DM. d) Risiko neuropati meningkat bergantung lama pasien menderita DM, terutama
pada
pasien
yang
tidak
pernah
mengontrol
gula
darahnya.Neuropati perifer sering terjadi pada pasien yang telah terkena diabetes mellitus sekitar 25 tahun. e) Merokok f) Asupan tinggi alcohol 1) Tanda dan Gejala Gejala yang muncul tergantung pada lokasi dan jenis saraf yang mengalami neuropati. Bentuk yang sering terjadi adalah:
13
a)
Neuropati sensori-motorik (saraf sensori-motorik : persarafan yang mengatur sistem sensorik/persepsi dan pergerakan)
b)
Gejala sensorik : kesemutan, baal, kebas, mati rasa, nyeri, sensasi tertusuk/terbakar.
c)
Gejala motorik : kelemahan otot
d)
Neuropati otonom (saraf otonom : persarafan yang mengatur berbagai sistem dalam tubuh dan bekerja diluar kesadaran)
e)
Gejala neuropati otonom tergantung pada persarafan otonom sistem organ mana yang mengalami neuropati.
f)
Gejala kardiovaskular : lemah, pusing, sakit kepala, penurunan toleransi latihan/aktivitas, gangguan denyut jantung, salah satu/kedua kaki sering terasa dingin, hipotensi ortostatik (tekanan darah menurun pada perubahan posisi berbaring – duduk – berdiri)
g)
Gejala saluran pencernaan : kembung, mual, muntah, diare, konstipasi, nyeri ulu hati, nyeri perut.
h)
Gejala sistem urinasi: hilangnya kontrol berkemih.
i)
Gangguan fungsi seksual : disfungsi ereksi, penurunan libido, dispareunia (nyeri selama hubungan seksual), berkurangnya pelumasan vagina, anorgasmi.
j)
Gejala kulit : gatal, kulit kering, hilangnya rambut – rambut halus kulit.
k)
Lain – lain : depresi, ansietas (kecemasan), gangguan tidur.
2) Komplikasi Beberapa komplikasi neuropati diabetik yang paling serius adalah : a) Kaki diabetes (diabetik foot): akibat dari hilang/berkurangnya kemampuan kaki merasakan nyeri bila terjadi trauma, disertai perubahan tertentu pada kulit dan otot kaki yang juga mempermudah terjadinya ulkus (luka yang dalam). b) Silent Miocardial Infark : pada penderita neuropati diabetik, serangan jantung sering tidak disertai nyeri dada seperti yang lazimnya dialami pasien serangan jantung. Gejala seringkali tidak khas, dapat hanya berupa sesak, lelah, atau nyeri ulu hati. Absennya nyeri dada ini sering membuat serangan jantung terlambat diketahui, sehingga tidak dapat segera ditangani dan berakibat fatal
14
c) Batu empedu : akibat menurunnya gerak kontraksi kandung empedu, sehingga terjadi perlambatan aliran cairan empedu yang memudahkan terbentuknya batu empedu. d) Gastritis : akibat menurunnya gerak kontraksi lambung karena gangguan saraf otonom saluran cerna, asam lambung menggenang• lebih lama dalam lambung dan mengiritasi lambung. 3) Penatalaksanaan Medis Strategi pengelolaan penderita neuropati diabetik dibagi 3 bagian : a) Diagnosis neuropati diabetik sedini mungkin b) Kontrol gula darah dan perawatan kaki / foot care sebaik-baiknya c) Kontrol gula darah. Studi
dari
The
Diabetes
Control
Complications
Trial
(DCCT)
menunjukkan bahwa pengendalian gula darah ketat dapat menurunkan resiko terjadinya neuropati diabetes hingga 60%. The American Association of Clinical Endocrinologists merekomendasikan nilai gula darah post prandial (setelah makan) kurang dari 180 mg/dL dan nilai A1C <6,5 pada penyandang DM Tipe I dan Tipe II. Perawatan kaki / foot care. Jaga kebersihan kaki, hindari trauma kaki, gunakan alas kaki yang aman dan nyaman, rutin memeriksa sendiri kaki setiap hari sehingga dapat segera diketahui bila terdapat luka. d) Pengendalian keluhan akibat neuropati diabetik setelah strategi kedua dikerjakan Pengobatan simtomatik (sesuai gejala/keluhan), oleh dokter yang merawat.
2.3 Pengertian Ca Tiroid Karsinoma tiroid (Ca Tiroid) adalah suatu keganasan (pertumbuhan tidak terkontrol dari sel) yang terjadi pada kelenjar tiroid. Kanker tiroid adalah suatu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe, yaitu : papiler, folikuler, anaplastik dan meduller. Kanker tiroid jarang menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam kelenjar. Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak, biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan. Kanker tiroid sering kali membatasi kemampuan menyerap yodium dan membatasi kemampuan menghasilkan hormon tiroid, tetapi kadang menghasilkan cukup banyak hormon tiroid sehingga terjadi hipertiroidisme.
15
Karsinoma papiler, karsinoma ini berasal dari sel-sel tiroid dan merupakan jenis paling umum dari karsinoma tiroid. Lebih sering terdapat pada anak dan dewasa muda dan lebih banyak pada wanita. Terkena radiasi semasa kanak ikut menjadi sebab keganasan ini. Pertama kali muncul berupa benjolan teraba pada kelenjar tiroid atau sebagai pembesaran kelenjar limfe didaerah leher. Metastasis dapat terjadi melalui limfe ke daerah lain pada tiroid atau, pada beberapa kasus, ke paru. Karsinoma folikuler, karsinoma ini berasal dari sel-sel folikel dan merupakan 20-25 % dari karsinoma tiroid. Karsinoma folikuler terutama menyerang pada usia di atas 40 tahun. Karsinoma folikuler juga menyerang wanita 2 sampai 3 kali lebih sering daripada pria. Pemaparan terhadap sinar X semasa kanak-kanak meningkatkan resiko jenis keganasan ini. Jenis ini lebih infasif daripada jenis papiler. Karsinoma anaplastik, karsinoma ini sangat ganas dan merupakan 10% dari kanker tiroid. Sedikit lebih sering pada wanita daripada pria. Metastasis terjadi secara cepat, mula-mula disekitarnya dan kemudian keseluruh bagian tubuh. Pada mulanya orang yang hanya mengeluh tentang adanya tumor didaerah tiroid. Dengan menyusupnya kanker ini disekitar, timbul suara serak, stridor, dan sukar menelan. Harapan hidup setelah ditegakkan diagnosis, biasanya hanya beberapa bulan. Karsinoma parafolikular, karsinoma parafolikular atau meduller adalah unik diantara kanker tiroid. Karsinoma ini umumnya lebih banyak pada wanita daripada pria dan paling sering di atas 50 tahun. Karsinoma ini dengan cepat bermetastasis, sering ketempat jauh seperti paru, tulang, dan hati. Ciri khasnya adalah kemampuannya mensekresi kalsitonin karena asalnya. Karsinoma ini sering dikatakan herediter. A. Etiologi Etiologi dari penyakit ini belum pasti, yang berperan khususnya untuk terjadi well differentiated (papiler dan folikuler) adalah radiasi dan goiter endemis, dan untuk jenis meduler adalah faktor genetik. Belum diketahui suatu karsinoma yang berperan untuk kanker anaplastik dan meduler. Diperkirakan kanker jenis anaplastik berasal dari perubahan kanker tiroid berdiferensia baik (papiler dan folikuler), dengan kemungkinan jenis folikuler dua kali lebih besar. Radiasi merupakan salah satu faktor etiologi kanker tiroid. Banyak kasus kanker pada anak-anak sebelumnya mendapat radiasi pada kepala dan leher karena penyakit lain. Biasanya efek radiasi timbul setelah 5-25 tahun, tetapi rata-rata 9-10 tahun. Stimulasi TSH yang lama juga merupakan salah satu faktor etiologi kanker
16
tiroid. Faktor resiko lainnya adalah adanya riwayat keluarga yang menderita kanker tiroid dan gondok menahun.
B. Patofisiologi Adenokarsinoma papiler biasanya bersifat multisentrik dan 50% penderita dengan ada sarang ganas dilobus homolateral dan lobus kontralateral. Metastasis mula-mula ke kelenjar limfe regional, dan akhirnya terjadi metastasis hematogen. Umumnya adenokarsinoma follikuler bersifat unifokal, dengan metastasis juga ke kelenjar limfe leher, tetapi kurang sering dan kurang banyak, namun lebih sering metastasisnya secara hematogen. Adenokarsinoma meduller berasal dari sel C sehingga kadang mengeluarkan kalsitonin (sel APUD). Pada tahap dini terjadi metastasis ke kelenjar limfe regional. Adenokarsinoma anaplastik yang jarang ditemukan, merupakan tumor yang tumbuh agresif, bertumbuh cepat dan mengakibatkan penyusupan kejaringan sekitarnya terutama trakea sehingga terjadi stenosis yang menyebabkan kesulitan bernafas. Tahap dini terjadi penyebaran hematogen. Dan penyembuhan jarang tercapai. Penyusupan karsinoma tiroid dapat ditemukan di trakea, faring, esophagus, N.rekurens, pembuluh darah karotis, struktur lain dalam darah dan kulit. Sedangkan metastasis hematogen ditemukan terutama di paru, tulang, otak dan hati.
17
C. Pathway Terapi penyinaran dikepala, leher dan dada, riwayat keluarga, endemis, konsumsi minim yodium
Timbul neoplasma, pertumbuhan kecil (nodul) dikelenjar tiroid
Hipotalamus melepas TRH
Hipofisis anterior akan merangsang peningkatan sekrasi TSH
T3, T4, Kalsitonin meningkat
Masa tiroid meningkat, berdiferensi
Memunculkan kanker tiroid
Ansietas
Pembengkakan laring Gangguan menelan Cedera pita suara, serak
Gangguan komunikasi verbal
Nyeri akut
18
2.4 Komplikasi Ca Tiroid Pada tahapan awal, kanker tiroid jarang menimbulkan gejala, bahkan cenderung tidak ada sama sekali. Namun, jika sudah memasuki tahap lanjutan, kanker tiroid seringkali ditandai dengan munculnya benjolan atau pembengkakan pada bagian depan leher, lebih tepatnya di bawah jakun, dan biasanya tidak terasa sakit. Ada beberapa gejala lain yang muncul setelah kanker memasuki stadium lanjutan, di antaranya : a. Sakit tenggorokan. b. Kesulitan dalam menelan. c. Suara menjadi serak dan tidak membaik setelah beberapa minggu. d. Rasa sakit pada bagian leher. e. Pembengkakan kelenjar getah bening di bagian leher. Tidak semua benjolan yang muncul pada kelenjar tiroid disebabkan oleh kanker tiroid. Sebagian besar pembengkakan kelenjar tiroid disebabkan oleh kondisi yang dikenal dengan istilah penyakit gondok. Kondisi ini disebabkan oleh hipertiroidisme (terlalu banyak hormon T3 dan T4) atau hipotiroidisme (kekurangan hormon T3 dan T4). a) Faktor Risiko Ca Tiroid : Penyebab pasti kanker tiroid masih belum diketahui, tapi terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi ini, antara lain : 1) Mengalami gangguan tiroid. Orang yang pernah mengalami penyakit tiroid jinak, seperti peradangan kelenjar tiroid atau penyakit gondok, memiliki risiko kanker tiroid yang lebih besar dibanding mereka yang belum pernah mengalaminya. 2) Riwayat kesehatan keluarga. Kelainan genetik yang diturunkan menjadi penyebab dari beberapa kasus karsinoma tiroid menduler. Risiko kanker tiroid meningkat apabila seseorang memiliki keluarga yang pernah menderita kanker ini. 3) Tinggi dan berat badan. Risiko kanker tiroid akan meningkat jika seseorang memiliki berat badan berlebih. Risiko juga akan meningkat pada orang dewasa dengan tinggi badan di atas rata-rata. 4) Pajanan terhadap radiasi. Radiasi dari nuklir atau radiasi dari pengobatan medis tertentu dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami kanker tiroid, terutama jika radiasi itu mengenai bagian leher dan kepala. 19
5) Gangguan pencernaan. Jika seseorang mengalami gangguan pencernaan familial adenomatous polyposis (FAP), dia lebih berisiko mengalami kanker tiroid. FAP merupakan penyakit turunan yang disebabkan oleh gen yang cacat. 6) Jenis kelamin. Wanita memiliki risiko kanker tiroid 2-3 kali lipat dibandingkan pria. Kondisi ini mungkin berkaitan dengan hormon yang dilepaskan pada saat wanita mengalami menstruasi atau ketika sedang hamil. 7) Akromegali. Ini adalah kondisi langka dimana tubuh menghasilkan terlalu banyak hormon pertumbuhan. Kondisi ini menyebabkan orang yang mengalami akromegali lebih berisiko terkena kanker tiroid. b) Pemeriksaan Penunjang Ca Tiroid Untuk mendiagnosis kanker tiroid, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik sebagai tahap awal pemeriksaan. Dokter juga akan menanyakan tentang riwayat kesehatan keluarga serta gejala-gejala yang dialami pasien, salah satunya adalah suara serak yang tidak kunjung menghilang. Beberapa tes lanjutan yang bisa dilakukan untuk mendiagnosis kanker tiroid adalah : 1) Tes fungsi tiroid. Ini merupakan jenis tes darah yang berfungsi untuk memeriksa apakah terdapat gangguan pada fungsi kelenjar tiroid, dengan mengukur kadar hormon-hormon tiroid di dalam darah. 2) Sitologi aspirasi jarum halus. Pada tes ini, sebuah jarum yang sangat kecil dimasukkan ke benjolan pada leher untuk mengambil sampel jaringan yang kemudian diteliti dengan mikroskop. Tes ini bisa mendeteksi keberadaan sel abnormal dan sel kanker. 3) Pemindaian. Pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk memastikan apakah kanker yang muncul sudah menyebar ke luar dari kelenjar tiroid. Pemindaian bisa dilakukan melalui CT scan, USG, atau PET (positron emission tomography). 4) Tes penyakit turunan. Dokter mungkin perlu melakukan pemeriksaan genetik pada pasien untuk mencari adanya kelainan gen yang bisa meningkatkan risiko kanker tiroid medular. c) Pengobatan Ca Tiroid Jenis pengobatan kanker tiroid sangat bergantung kepada jenis dan stadium dari kanker yang diderita. Beberapa jenis kanker, seperti karsinoma papiler, 20
karsinoma folikuler, dan sebagian karsinoma tiroid meduler, memiliki peluang yang lebih baik untuk sembuh. Kanker tiroid jenis ini ditangani dengan cara operasi pengangkatan kelenjar tiroid, dan mungkin dikombinasikan dengan radioterapi. Berikut ini adalah beberapa langkah pengobatan untuk menangani kanker tiroid: 1) Tiroidektomi. Prosedur ini dilakukan untuk mengangkat kelenjar tiroid, baik sebagian (hemitiroidektomi) atau keseluruhannya (tiroidektomi total). Prosedur ini bergantung pada jenis dan ukuran kanker tiroid, serta apakah sudah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Pasien dianjurkan untuk beristirahat selama 2-3 minggu setelah operasi untuk menghindari aktivitas yang memberikan beban pada bagian leher. 2) Terapi pengganti hormon. Pasien tidak akan bisa menghasilkan hormon yang mengatur sistem metabolisme tubuh setelah melakukan prosedur tiroidektomi. Oleh karena itu pasien akan memerlukan tablet pengganti hormon seumur hidupnya. Tes darah secara teratur perlu dilakukan untuk menyesuaikan dosis dan memantau kadar hormon yang tepat untuk tubuh. 3) Pengaturan kadar kalsium. Operasi pengangkatan kelenjar tiroid seringkali berpengaruh terhadap kelenjar paratiroid. Kelenjar paratiroid terletak di dekat kelenjar tiroid dan berfungsi mengatur kadar kalsium dalam darah. Oleh karena itu, kadar kalsium juga harus terus diperhatikan. 4) Perawatan iodium radioaktif. Pengobatan ini berfungsi untuk menghancurkan sel-sel kanker yang masih ada dan mencegah agar tidak muncul lagi setelah menjalani operasi. Efek samping yang mungkin terjadi akibat prosedur ini adalah mual, mulut kering, mata kering, serta indera perasa dan penciuman yang berubah. 5) Radioterapi eksternal. Pada prosedur ini, gelombang radioaktif diarahkan ke bagian tubuh yang terpengaruh. Pengobatan ini biasanya dilakukan untuk mengatasi kanker tahap lanjutan atau karsinoma tiroid anaplastik. Jangka waktu radioterapi sendiri bergantung kepada jenis kanker dan perkembangannya.
21
6) Kemoterapi. Prosedur ini biasanya hanya digunakan untuk mengatasi karsinoma tiroid anaplastik yang sudah menyebar hingga ke bagian tubuh lain. Pasien akan diberikan obat yang sangat kuat untuk membunuh sel-sel kanker. Pengobatan ini tidak bisa menyembuhkan kanker anaplastik sepenuhnya, tapi bisa memperlambat perkembangan kanker dan membantu meredakan gejala yang muncul akibat kanker tiroid. d) Komplikasi Ca Tiroid Kanker tiroid yang sudah diobati bisa muncul kembali, meski kelenjar tiroid sudah diangkat melalui prosedur operasi. Hal ini bisa terjadi karena sel-sel kanker yang ada sudah menyebar hingga ke luar kelenjar tiroid. Kemunculan kembali kanker tiorid biasanya terjadi dalam kurun waktu lima tahun setelah operasi, tapi bisa juga muncul puluhan tahun setelah penanganan awal. Kemunculan kembali kanker ini bisa terjadi pada bagian kelenjar getah bening di leher, jaringan kelenjar tiroid yang masih tertinggal pada saat operasi, atau di bagian tubuh lainnya. Untuk mendeteksi tanda-tanda kekambuhan, dokter akan menganjurkan pasien melakukan tes darah dan pemindaian tiroid secara berkala. e) Diagnosa Keperawatan 1) Ansietas berhubungan dengan faktor kurang pengetahuan tentang kejadian pra operasi dan pasca operasi, takut tentang beberapa aspek pembedahan. Tujuan
: Klien mengungkapkan ansietas berkurang/hilang.
Kriteria Hasil : Klien melaporkan lebih sedikit perasaan gugup, mengungkapkan pe-mahaman tentang kejadian pra operasi dan pasca operasi, postur tubuh riileks. 2) Gangguan Menelan berhubungan dengan fungsi menelan abnormal akibat defisit struktur atau fungsi oral, faring atau esophagus ditandai dengan batuk sebelum menelan, batuk setelah makan atau minum, tersedak, makanan tertinggal dirongga mulut dan mengeluh sulit menelanan. 3) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan, perlambatan atau ketiadaan kemampuan untuk menerima, memproses, mengirim atau menggunakan sistem symbol dan ditandai dengan tidak mempu berbicara atau mendengar, menunjukkan respon tidak sesuai, sulit memahami komuikasi dan sulit mengungkapkan kata-kata. 4) Nyeri akut berhubungan dengan tiroidektomi dan perasaan tidak nyaman pada bagian belakang tenggorokan atau lambung yang dapat mengakibatkan muntuh 22
dan ditandai dengan mengeluh mual, merasa ingin muntah, tidak minat makan dan merasa asam dimulut. Tujuan
: Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil : Menyangkal nyeri, tidak ada rintihan, ekspresi wajah rileks.
23
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan berkembang menjadi komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis (Barbara C. Long, 1996). Diabetes mellitus merupakan peyakit kronis yang berkaitan denan defisiensi atau resistansi insulin relatif atau absolut dan ditandai dengan ganguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. (Paramita, 2015). Komplikasi yang berkaitan dengan diabetes diklasifikasikan sebagi komplikasi yang akut dan kronik (Brunner& Suddart,2015). Komplikasi akut yang terjadi akibat intoleransi glukosa yang berlangsung dan dalam jangka waktu yang pendek Kanker tiroid adalah sutu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe yaitu: papiler, folikuler, anaplastik dan meduller. Kanker tiroid jarang menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam kelenjar. Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak, biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan. Kanker tiroid sering kali membatasi kemampuan menyerap yodium dan membatasi kemampuan menghasilkan hormon tiroid, tetapi kadang menghasilkan cukup banyak hormon tiroid sehingga terjadi hipertiroidisme. Kanker tiroid yang sudah diobati bisa muncul kembali, meski kelenjar tiroid sudah diangkat melalui prosedur operasi. Hal ini bisa terjadi karena sel-sel kanker yang ada sudah menyebar hingga ke luar kelenjar tiroid. Untuk mendeteksi tanda-tanda kekambuhan, dokter akan menganjurkan pasien melakukan tes darah dan pemindaian tiroid secara berkala.
3.2 Saran Jika dalam penuilisan makalah ini terdapat kekuarangn dan kesalahan, kami mohon maaf. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar kami dapat membuat makalah yang lebih baik di kemudian hari.
24
DAFTAR PUSTAKA
Bulecheck, Gloria M. dkk. 2013. Nursing Interventions Classification ( NIC) six edition.America: Elsevier Brunner&Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : Penerbit Buku Kedoketran EGC Brunner&Suddarth. 2015. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : Penerbit Buku Kedoketran EGC Https://www.pdfcoke.com/doc/252108877/LP-Diabetes-Mellitus diakses pada tanggal 27 Maret 2019 Https://www.pdfcoke.com/doc/230917298/KARSINOMA-TIROID diakses pada tanggal 27 Maret 2019 Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 2000
25