Kmb 2 (diagnostik&terapi) Senin.docx

  • Uploaded by: yuna pratiwi
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kmb 2 (diagnostik&terapi) Senin.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,755
  • Pages: 32
TUGAS MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2 DIAGNOSTIK DAN TERAPI DIABETES MELITUS & CA TIROID

NAMA KELOMPOK 1 : 1. ARI CENDANI PRABAWATI

( 17.321.2658 )

2. I WAYAN GEDE YUDI WIGATA

( 17.321.2672 )

3. NI KETUT YULIANA

( 17.321.2686 )

4. NI MADE AYU PRIYASTINI

( 17.321.2695 )

5. NI PUTU AYU WISMAYA DEWI

( 17.321.9698 )

6. NI PUTU MERRY TASIA SURYAWAN

( 17.321.2702 )

7. NI WAYAN YUNA PRATIWI

( 17.321.2705 )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI TAHUN AJARAN 2018/2019

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas limpah hidayah, rahmat dan lindungannya, akhirnya makalah ini saya selesaikan dengan lancar. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas kami. Selain itu kami menyusun makalah ini untuk menambah wawasan untuk memahami tentang Diagnostik dan Terapi pada DM serta Ca Tiroid. Mungkin makalah yang kami buat ini belum sempurna karna kami juga masih dalam proses belajar, oleh karena itu kami menerima saran atau kritikan pembaca supaya makalah selanjutnya bisa lebih baik dari sebelumnya. Dalam makalah ini kami membahas tentang Diagnostik dan Terapi pada DM serta Ca Tiroid. Semoga makalah kami buat ini bisa bermafaat bagi pembaca. Demikianlah makalah yang kami susun dan jika ada tulisan atau perkataan yang kurang berkenan (sopan) kami mohon sebesar-besarnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, 30 Maret 2019

Penyusun

2

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................................................... 2 Daftar Isi .................................................................................................................................. 3

BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 4 1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................. 4 1.3 Tujuan ................................................................................................................................ 4 1.4 Manfaat .............................................................................................................................. 4

BAB II : PEMBAHASAN 2.1 Diagnostik DM (Diabetes Mellitus)................................................................................... 5 2.2 Terapi pada DM (Diabetes Mellitus) ............................................................................... 15 2.3 Diagnostik Ca Tiroid...................................................................................................... ..26 2.4 Terapi pada Ca Tiroid ...................................................................................................... 29

BAB III : PENUTUP 3.1 Simpulan .......................................................................................................................... 31 3.2 Saran ................................................................................................................................ 31 Daftar Pustaka…………………………………………………………………….………... 32

3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan berkembang menjadi komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis (Barbara C. Long, 1996). Diabetes mellitus merupakan peyakit kronis yang berkaitan denan defisiensi atau resistansi insulin relatif atau absolut dan ditandai dengan ganguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. (Paramita, 2015). Kanker tiroid adalah sutu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe yaitu: papiler, folikuler, anaplastik dan meduller. Kanker tiroid jarang menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam kelenjar. Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak, biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan. Kanker tiroid sering kali membatasi kemampuan menyerap yodium dan membatasi kemampuan menghasilkan hormon tiroid, tetapi kadang menghasilkan cukup banyak hormon tiroid sehingga terjadi hipertiroidisme.

1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana Diagnostik pada Diabetes Mellitus? 2. Apa saja terapi yang diberikan pada penderita Diabetes Mellitus? 3. Bagaimana Diagnostik pada Ca Tiroid? 4. Apa saja terapi yang diberikan pada penderita Ca Tiroid?

1.3 Tujuan 1. Agar mengetahui Diagnostik pada Diabetes Mellitus. 2. Agar mengetahui Terapi yang diberikan pada penderita Diabetes Mellitus. 3. Untuk mengetahui Diagnostik pada Ca Tiroid. 4. Untuk mengetahui Terapi yang diberikan pada penderita Ca Tiroid.

1.4 Manfaat Memahami konsep patofisiologi dan penatalaksanaan pada gangguan system endokrin, imunologi, pencernaan dan perkemihan.

4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Diagnostik Diabetes Mellitus (DM) 1. Gejala Klinik Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering buag air kecil), polidipsia (sering haus) dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan dan kaki, timbul gatal-gatal yang sering kali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas. a)

Pada DM Tipe 1, gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue), iritabilitas dan pruritus (gatal-gatal pada kulit).

b)

Pada DM tipe 2, gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada, DM tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf.

2. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi untuk DM, yaitu kelompok usia dewasa tua (> 40 tahun), obesitas, tekanan darah tinggi, rwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi > 4.000 g, riwayat DM pada kehamilan, dan dislipidemia. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar. Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif perlu pemeriksaan penyaring ulangan tiap tahun. Bagi pasien berusia > 45 tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl). 5

Bukan DM

Belum pasti DM

DM

Kadar glukosa darah sewaktu Plasma vena

< 110

110-199

>200

Darah kapiler

< 90

90-199

>200

Plasma vena

< 110

110-125

>126

Darah kapiler

< 90

90-109

>110

Kadar glukosa darah puasa

Cara pemeriksaan TTGO, adalah : 1) Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa. 2) Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak. 3) Pasien puasa semalam selama 10-12 jam. 4) Periksa glukosa darah puasa. 5) Berikan glukosa 75 g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam waktu 5 menit. 6) Periksa Glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa. 7) Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

WHO (1985) menganjurkan pemeriksaan standar seperti ini, tetapi kita hanya memakai pemeriksaan glukosa darah 2 jam saja. Tes glukosa pada pasien DM merupakan tes saring, tes diagnostik dan tes pengendalian. A. Tes Saring 1. Tujuan tes : Untuk mendeteksi kasus DM sedini mungkin, sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi kronik akibat penyaki ini. 2. Indikasi : bila terdapat sekurang-kurangnya satu faktor sebagai berikut : 

Usia dewasa tua ( > 45 tahun )



Kegemukan, berat badan > 120 % BB ideal



Tekanan darah tinggi ( 140 / 90 mmHg)



Riwayat keluarga DM



Riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi > 4000 gram



Riwayat DM pada kehamilan



Dislipidemia (Kol. HDL < 35 mg/dl, dan atau Trigliserida > 250 mg/dl), 6



Pernah TGT (Tes Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu)

3. Sampel 

Darah a. Plasma vena atau serum b. Darah kapiler (whole blood)



Urine a. Urin post prandial (pertama kali dikemihkan 1,5 – 3 jam setelah makan) b. Urin sewaktu

4. Jenis Tes / Metode 

Darah 1) Tes Carik Celup (metode glucosa oxidase / hexokinase) a. Metode kimia: metode ortho-toluidin b. Metode enzimatik: metode glucosa oxidase / hexokinase 2) Tes Konvensional (metode redaksi / Benedict) a. Metode kimia: metode ortho-toluidin b. Metode enzimatik: metode glucosa oxidase / hexokinase



Urine 1) Tes Carik Celup (metode glucosa oxidase / hexokinase) 2) Tes Konvensional (metode redaksi / Benedict)

B. Tes Diagnostik 1. Tujuan tes : Untuk memastikan diagnosis DM pada individu dengan keluhan klinis khas DM atau mereka yang terjaring pada tes saring. 2. Indikasi a) Ada keluhan klinis khas DM:  Poliuria  Polidipsia  Polifagia  Lemah  Penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya b) Tes saring menunjukkan hasil: 

GDS:- plasma vena

= 110 - 199 mg/dl

- darah kapiler = 90 - 199 mg/dl

7



GDP:- plasma vena

= 110 - 125 mg/dl

- darah kapiler = 90 - 109 mg/dl 

Tes urin glukosa / reduksi positif

c) Indikasi Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO), bila: 1) Keluhan klinis tidak ada 

Pada tes diasnotik pertama: GDS: plasma vena = 110 - 199 mg/dl GDP: plasma vena = 110 - 125 mg/dl



Tes diagnostik pertama: GDS: plasma vena = > 200 mg/dl GDP: plasma vena = > 126 mg/dl Setelah diulang: GDS: plasma vena = < 200 mg/dl GDP: plasma vena = < 126 mg/dl

2) DM Gestasi 3. Sampel Darah (plasma vena) 4. Jenis Tes/ Sampel :  GDP  GDS  GD2PP  Glukosa jam ke-2 TTGO 5. Metode a) GDP dan GDS 

Metode kimia: metode ortho-toluidin



Metode enzimatik: metode glucosa oxidase / hexokinase

b) Glukosa 2 jam Post Prandial (GD2PP) 

Metode kimia: metode ortho-toluidin



Metode enzimatik: metode glucosa oxidase / hexokinase

c) Glukosa jam ke-2 Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) : 

Metode kimia: metode ortho-toluidin



Metode enzimatik: metode glucosa oxidase / hexokinase

8

Hal yang penting mengenai tes glukosa darah : 1. Menggambarkan faktor resiko penyakit kardiovaskuler dan berbagai penyakit dengan mortalitas tinggi. 2. Glukosa post prandial merupakan predictor mortalitas yang lebih baik dibanding glukosa puasa. 3. Glukosa

post

prandial

juga

berhubungan

dengan

kematian

non

kardiovaskuler terutama kanker. 4. Efek glukosa post prandial pada mortalitas dimulai pada peningkatan di bawah cut-point diabetes (11,1 mmol/l). 5. Peningktan kadar glukosa post prandial sejalan dengan tingkat mortalitas. C. Tes Pengendalian 1. Tujuan tes : Memantau keberhasilan pengobatan untuk mencegah terjadinya komplikasi kronik. 2. Indikasi : Individu yang didiagnosis DM, Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) pada tes saring. 3. Jenis Tes/ Sampel : 

GDP

: plasma vena, darah kapiler



GD 2 jam pp

: plasma vena



HbA1c

: darah vena, darah kapiler



Kolesterol total : plasma vena (puasa)



Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)



Kolesterol HDL : plasma vena (puasa)



Trigliserida

: plasma vena (puasa)

a) Tes Glukosa Darah 1. Pra Analitik Persiapan Pasien 

GDP a. Pasien dipuasakan 8 – 12 jam sebelum tes b. Semua obat dihentikan dulu, bila ada obat yang harus diberikan ditulis pada formulir permintaan tes



GD2PP a. Dilakukan 2 jam setelah tes GDP

9

b. Pasien dianjurkan makan makanan yang mengandung 100 gram karbohidrat sebelum tes dilakukan 

TTGO a. Selama 3 hari sebelum tes, pasien dianjurkan makan makanan yang mengandung karbohidrat seperti biasanya, tidak merokok, tidak minum kopi/alkohol. b. Puasa 10-16 jam sebelum tes dilakukan c. Tidak boleh olah raga dan minum obat sebelum dan selama tes. d. Selama tes boleh baca buku atau melakukan kegiatan yang tidak menimbulkan emosi e. Awasi kemungkinan terjadinya hipoglikemik (lemah, gelisah, keringatan, haus dan lapar). Persiapan Sampel 

Pengambilan sampel lebih baik dilakukan pada pagi hari dibanding sore hari karena adanya variasi diurnal. Pada sore hari glukosa darah lebih rendah sehingga banyak kasus DM yang tidak terdiagnosis



Untuk tes saring, atau kontrol DM sampel plasma vena, serum, atau darah kapiler. Untuk tes diagnostic sebaiknya plasma vena, karena molaritas glukosa pada plasma vena hampir sama dengan glukosa pada whole blood. Konsentrasi glukosa plasma lebih tinggi – 11 % dibanding whole blood, pada hematokrit normal. Konsentrasi plasma heparin lebih rendah 5 % dibanding serum.



Untuk sampel plasma, stabil selama kurang dari 1 jam, bila lebih dari1 jam konsentrasi glukosa turun karena adanya glikolisi ex vivo.



Dalam sampel simpan tambahkan glikosis inhibitor (Natrium fluoride 2,5 mg/ml darah). Sampel ini stabil pada suhu 15-25OC selama 24 jam dan pada suhu 4OC stabil selama 10 hari.



Sampel serum stabil selama kurang dari 2 jam.

Prinsip Metode tes : GDP, GD 2 jam pp, TTGO : metode enzimatik (glucosa oxidase / hexokinase) UV Test 

Sampel ditambahkan R1 (Buffer/ATP/NADP)



Tambahkan R2 (HK/G-6-PDH) dengan reaksi sbb : 10

HK

Glukosa + ATP

G-6-P + ADP

Heksokinase mengkatalisasi fosforilase glukosa menjadi glukosa-6fosfatase oleh ATP G-6-P + NADP

G-6-PDH

gluconate-6-P + NADPH + H

Konsentrasi glukosa diukur dengan fotometer. 

Nilai Rujukan

Tes

(mg/dl)

GDS -

Darah vena

< 110

-

Darah kapiler

< 90

GDP -

Darah vena

< 100

-

Darah kapiler

< 90

GD2PP -

Darah vena

< 140

-

Darah kapiler

< 120

11

Interpretasi Tes GDS, GDP, dan GD2PP

Tes

Bukan DM

Belum Pasti DM

DM

- Darah vena

< 110

110 - 199

> 200

- Darah kapiler

< 90

90 - 199

> 200

- Darah vena

< 100

110 – 125

> 126

- Darah kapiler

< 90

90 - 109

> 110

- Darah vena

< 140

140 – 200

> 200

- Darah kapiler

< 120

120 - 200

> 200

GDS

GDS

GDS

Tes Glukosa Urin 1. Pra Analitik Persiapan Pasien : Sama dengan persiapan pasien pada tes glukosa darah puasa dan tes glukosa darah post prandial. Persiapan Sampel 

Pengambilan sampel urin dapat bersamaan dengan pengambilan sampel darah, baik untuk tes glukosa urin puasa maupun tes glukosa urin prandial.



Sampel urin dimasukkan pada penampung bersih tanpa bahan pengawet. Sebaiknya disimpan pada suhu ruangan dan tes dilakukan paling lambat 2 jam setelah pengambilan sampel.

12

Prinsip Tes 

Tes Benedict (kualitatif) : Mengubah warna zat tertentu (benedict) jika direduksi dengan glukosa.



Tes Carik Celup (semi kuantitatif) : metode enzimatik,glucose oxidase. Kertas yang dilapisi enzim dua macam enzim glucose oxidase dan peroxidase, dan zat semacam otoluidin yang berubah warna bila dioxidase, pengukuran kadar glukosa dengan alat Uriscan ProTM Urine Analyzer metodeReflectane Fotometer.

Nilai Rujukan Tes Benedict: Glukosa negatif, bukan DM bila hasil tes berwarna biru, sesuai dengan < 0,5 % glukosa. Tes Carik celup: Glukosa negatif, bila warna pada carik celup biru, atau pada uriscan menunjukkan hasil negatif sesuai dengan < 50 mg/ml glukosa.

Warna :

Interpretasi : (1+) s/d (4+) mungkin/diduga DM

Hijau kekuningan dan keruh

Positif +

(1+) : sesuai

dengan

0,5-1%

(2+) : sesuai

dengan

1-1,5%

dengan

2-3,5%

glukosa

Kuning keruh

Positif ++ glukosa

Jingga / warna lumpur keruh

Positif +++

(3+) : sesuai

glukosa

Merah keruh

Positif ++++

(4+) : sesuai dengan > 3,5%

glukosa

13

Tes Carik Celup

Hasil :

Interpretasi : + s/d (4+) mungkin/diduga DM



+

: sesuai

<250mg/100ml €

Positif + ml





(1+) : sesuai

dengan

250-<500

mg/100

glukosa

(2+) : sesuai

dengan500-<1000

mg/100

glukosa

Positif +++ mg/100ml



50-

glukosa

Positif ++ ml

dengan

Positif ++++ mg/100ml

(3+) : sesuai

dengan

1000-<2000

glukosa

(4+) : sesuai

dengan > 2000

glukosa

14

2.2 Terapi pada Diabetes Mellitus (DM) Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam penatalaksanaan diabetes yang pertama pendekatan tanpa obat dan yang kedua adalah pendekatan dengan obat. 1. Terapi Tanpa Obat a. Pengaturan Diet Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi Yng seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak sesuai dengan kecukupan gizi baik, sebagai berikut: 

Karbohidrat

: 60 – 70 %



Protein

: 10 – 15 %



Lemak

: 20 – 25 %

Jumlah kalori disesuaikan dengan disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6 % (HbA1c adalah salah satu parameter status DM) dan setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan 3 -4 bulan tambahan waktu harapan hidup. Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya diperhatikan. Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melebihi 300 mg per hari. Sumber lemak diupayakan yang berasal dari bahan nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan tempe, karena tidak banyak mengandung lemak. Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling tidak 25 gram per hari. Disamping akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa resiko masukan kalori yang berlebih. Disamping itu makanan sumber serat seperti sayur dan buah-buahan segar umumnya kaya akan vitamin dan mineral. Untuk membantu mengatasi penyakit DM, terapi produk perlebahan yang kaya akan nutrisi

alami

akan

sangat

bermanfaat

untuk

menunjang

pemulihan

kesehatan. Dynamic Trio (Bee Propolis, Royal Jelly, dan Pollenergy) merupakan kombinasi produk yang bekerja sinergis. Selain membantu memulihkan stamina tubuh, 15

produk ini juga mencegah komplikasi DM yang mengerikan serta nembantu menstabilkan gula darah. b. Olah Raga / Latihan Jasmani Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat dimintakan nasehatnya untuk mengatur jenis dan porsi olahraga yang sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu selama +0,5 jam yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance training). Latihan dilakukan terus menerus tanpa berhenti, otot-otot berkontraksi dan relaksasisecara teratur, selang-seling antara gerak cepat dan lambat, berangsur-angsur dari sedikit ke latihan yang lebih berat secara bertahap dan bertahan dalam waktu tertentu. Latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda, dan mendayung. Sedapat mungkin mencapai zona sasaran atau zona latihan, yaitu 75 – 85 % denyut nadi maksimal. Denyut adi maksimal (DNM) dapat dihitung dengan menggunakan formula berikut : DNM = 220 – umur (dalam tahun). Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani ini adalah jangan memulai olahraga sebelum makan, memakai sepatu yang pas, harus didampingi oleh orang yang tahu mengatasi serangan hipoglikemia, harus selalu membawa permen, membawa tanda pengenal sebagai pasien DM dalam pengubatan, dan memeriksa kaki secara cermat setelah olahraga. 2. Terapi Obat Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan olahraga) belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka perlu dilakukan langkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi obat, baik dalam bentuk terapi obat hipoglikemik oral, terapi insuli, atau kombinasi keduanya. a) Terapi Insulin Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam pengendalian metabolisme. Insulin yang diekskresikan oleh sel-sel b-pankreas akan langsung diinfuskan ke dalam hati melalui vena porta, yang kemudian akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Efek kerja insulin yang

16

sudah sangat dikenal adalah membantu transpor glukosa dari darah ke dalam sel. Kekurangan insulin menyebabkan glukosa darah tidak dapat atau terhambat masuk ke daam sel. Akibatnya, glukosa darah akan menigkat, dan sebaliknya selsel tubuh kekurangan bahan sumber energi sehingga tidak dapat memproduksi energi sebagaimana seharusnya. Disamping fungsinya membantu transport glukosa masuk ke dalam sel, insulin mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap metabolisme, baik metabolisme karbohidrat dan lipid, maupun metabolisme protein dan mineral. Insulin akan meningkatkan lipogenesis, menekan lipolisis, serta meningkatkan transpor asam amino masuk ke dalam sel. Insulin juga mempunyai peran dalam modulasi transkripsi, sintesis DNA dan replikasi sel. Itu sebabnya, gangguan fungsi insulin dapat menyebabkan pengaruh negatif dan komplikasi yang sangat luas pada berbagai organ dan jaringan tubuh. Indikasi insulin, yakni: 1. Semua penderita DM tipe 1 memerlukaninsulin eksogen karena produksi insulin endogen oleh sel-sel b kelenjar pankreas tidak ada atau hampir tidak ada. 2. Penderita DM tipe 2 tertentu kemungkinan juga membutuhkan terapi insulin apabila terapi lain yang diberikan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah 3. Keadaan stres berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedaan, infark miokard akut atau stroke 4. DM gestasional dan penderita DM yang hamil membutuhkan terapi insulin, apabila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah. 5. Ketoasidosis diabetik. 6. Insulin seringkali diperlukan pada pengobatan sindroma hiperglikemia hiperosmolar non-ketolik. 7. Penderita DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin. 8. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat 9. Kontra indikasi atau alergi terhadap OHO 17

Untuk menghindari pemberian insulin yang terlalu dalam sehari, berbagai bentuk insulin telah ditemukan bekerja pada waktu yang berbeda, yaitu: a. Insulin kerja-cepat: Sediaan paling baru dan paling cepat waktu kerjanya. Insulin mulai menurunkan gula darah dalam waktu 5 menit setelah diberikan, waktu puncak sekitar 1 jam dan tidak aktif dalam 3 jam. Insulin kerja-cepat merupakan kemajuan yang mutakhir karena membebaskan orang dengan diabetes untuk menyuntik insulin sesaat sebelum makan. Pada insulin kerja pendek (insulin reguler), orang dengan diabetes harus menyuntik dan makan dalam waktu 30 menit, atau dapat terjadi hipoglikemia, karena aktivitasnya berakhir dengan sangat cepat. Sementara Insulin kerja-cepat tidak menimbulkan hipoglikemia sesering insulin pendahulunya. b. Insulin reguler kerja-pendek: Insulin reguler membutuhkan 30 menit untuk mulai menurunkan glukosa darah, puncaknya 3 jam, dan hilang efeknya setelah 6-8 jam. Insulin jenis ini digunakan sebelum makan untuk menjaga kadar glukosa darah yang rendah sampai jam makan berikutnya. c. Insulin kerja-menengah: Insulin ini mulai menurunkan glukosa darah dalam waktu 2 jam setelah pemberian dan melanjutkan kerjanya selama 10-12 jam. Insulin ini dapat terus aktif sampai dengan 24 jam. Tujuan penggunaannya adalah menyediakan insulin secara terus menerus selama setengah hari sehingga insulin aktif dengan konsentrasi rendah tetap ada di dalam tubuh. d. Insulin kerja-panjang: Insulin ini mulai bekerja 6 jam dan menyediakan kerja insulin intensitas ringan selama 24/jam. Insulin ini diciptakan untuk mengendalikan secara terus menerus, basal, yang membutuhkan hanya satu kali suntik per hari. e. Insulin premix: Insulin ini mengandung NPH Insulin 70% dan reguler 30% atau campuran 25 : 75. Insulin ini sangat membantu bagi orang yang memiliki kesulitan mencampur insulin ke dalam satu alat suntik dan mempunyai penglihatan yang buruk. Cara pemberian: Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah, lalu dinaikkan perlahan-lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Sediaan insulin saat ini tersedia dalam bentuk obat suntik yang umumnya dikemas dalam bentuk vial. Kecuali dinyatakan lain, penyuntikan dilakukan subkutan (di bawah kulit). Penyerapan insulin dipengaruhi oleh beberapa hal. Penyerapan paling cepat terjadi di daerah abdomen, diikuti oleh daerah lengan, pahabagian atas dan bokong. Bila disuntikkan secara intramuscular dalam, maka penyerapan akan terjadi lebih cepat, dan masa kerjanya menjadi lebih singkat. Kegiatan fisik yang dilakukan segera 18

setelah penyunyikan akan mempercepat waktu mulai kerja (onset) dan juga mempersingkat masa kerja. Selain dalam bentuk obat suntik, saat ini juga tersedia insulin dalam bentuk pompa (insulin pomp) atau jet injector, sebuah alat yang akan menyemprotkan larutan insulin ke dalam kulit. Sediaan insulin untuk disuntikkan atau ditransfusikan langsung ke dalam vena juga tersedia untuk penggunaan di klinik. b) Obat-Obat Hipoglikemik Oral (OHO) Penggolongan obat hipoglikemik oral berdasarkan mekanisme kerjanya dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu: 1. Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral golongan sulfonylurea dan glinida (meglitinida dan turunanfenilalanin) Obat hipoglikemik oral golongan sulfonylurea merupakan obat pilihan untuk penderita diabetes dewasa baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya. Senyawa-senyawa sulfonylurea sebaiknya tidak dibetikan pada penderita gangguan hati, ginjal dan tiroid. Obat-obat kelompok ini bekerja merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel langerhans pankreas masih dapat berproduksi. Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian senyawa-senyawa sulfonylurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Sifat perangsangan ini bebedadengan perangsangan oleh glukosa, karena ternyata pada saat glukosa (atau kondisi hiperglikemia) gagal merangsang

sekresi

insulin,

senyawa-senyawa

obat

ini

masih

mampu

meningkatkan sekresi insulin. Oleh sebab itu, obat-obat golongan sulfonylurea sangat bermanfaat untuk penderita diabetes yang kelenjar pankreasnya masih mampu memproduksi insulin, tetapi karena sesuatu hal terhambat sekresinya. Pada penderita dengan kerusakan sel-sel langerhans kelenjar pankreas, pemberian obat-obat hipoglikemik oral golongan sulfonylurea tidak bermanfaat. Pada dosis tinggi sulfonylurea menghambat degradasi insulin oleh hati. Absorbsi senyawasenyawa sulfonylurea melalui usus cukup baik, sehingga dapat diberikan per oral. Setelah diabsorbsi. Obat ini tersebar ke seluruh cairan ekstrasel. Dalam plasma sebagian terikat pada protein plasma terutama albumin (70-90%).

19

Efek Samping: Efek samping obat hipoglikemik oral golongan sulfonylurea umumnya ringan dan frekuensinya rendah, antara lain gangguan saluran cerna berupa mual, diare, sakit perut, hipersekresi asam lambung dan sakit kepala, serta gangguan susunan syaraf pusat berupa vertigo, bingung, ataksi dan lain sebagainya. Gejala hematologik termasuk leucopenia, tromboritopenia, agranulositosis dan anemia aplastik dapat terjadi walau jarang sekali. Klorpropamida dapat meningkatkan ADH (Antidiuretik Hormon). Hipoglikemia dapat terjadi apabila dosis tidak tepat atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati atau ginjal atau pada lansia. Interaksi Obat: Obat atau senyawa-senyawa yang dapat meningkatkan resiko hipoglikemia sewaktu pemberian obat-obat hipoglikemik sulfonylurea antara lain : alkohol, insulin,

fenformin,

sulfonamide,

salisilat

dosis

besar,

fenilbutazon,

oksifenbutazon, probenesida, dikumarol, kloramfenikol, penghambat MAO (Mono Amin Oksigenase), gunetidin, steroida anabolic, fenfluramin dan klorfibrat. Peringatan dan Kontraindikasi: a. Penggunaan obat-obat hipoglikemik oral golongan sulfonylurea harus hati-hati pada pasien usia lanjut, wanita hamil, pasien dengan gangguan fungsi hati, dan atau gangguan fungsi ginjal. Klorpropamid dan glibenklamid tidak disarankan untuk pasien usia lanjut dan pasien insufisiensi ginjal. Untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal masih dapat digunakan glikuido, gliklazida, atau tolbutamida yang kerjanya singkat. b. Wanita hamil dan menyusui, porfiria, dan ketoasidosi merupakan kontra indikasi bagi sulfonylurea. c. Tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal pada penderita diabetes yuvenil, penderita yang kebutuhan insulinnya tidak stabil, dan d.

Obat-obat golongan sulfonylurea cenderung meningkatkan berat badan.

2. Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin, meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif Obat hipoglikemik oral golongan biguanida bekerja langsung pada hati (hepar), menurunkan produksi glukosa hati. Senyawa-senyawa golongan

20

biguanida tidak merangsang sekresi insulin, dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia. Satu-satunya senyawa biguanida yang masih dipakai sebagai obat hipoglikemik oral saat ini adalah metformin. Metformin masih banyak dipakai di beberapa negara termasuk Indonesia, karena frekuensi terjadinya asidosis laktat cukup sedikit asal dosis tidak melebihi 1700 mg/hari dan tidak ada gangguan fungsi ginjal dan hati. Efek samping: Efek samping yang sering terjadi adalah nausea, muntah, kadang-kadang diare, dan dapat menyebabkan asidosis laktat. Kontra Indikasi: Sediaan biguanida tdak boleh diberikan pada penderita gangguan fungsi hepar, gangguan fungsi ginjal, penyakit jantung kongestif dan wanita hamil. Pada keadaan gawat juga sebaiknya tidak diberikan biganida. Senyawa golongan tiazolidindion bekerja meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin dengan jalan berikatan dengan PPARg(peroxisome protiferator activatod receptor-gamma) di otot jaringanlemak, dan hati untuk menurunkan resistensi insulin. Senyawa jaringan lemak, dan hati untuk menurunkan resistensi insulin.Senyawa-senyawa TZD juga menurunkan kecepatan glikneogenesis. 3. Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor a-glukosidse yang bekerja menghambat absorbsi glukosa dan umum digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia post prandial (post meal hyperglycemia). Disebut juga “starch blocker” Senyawa-senyawa inhibitor a-glukosidse bekerja menghambat enzim alfa glukosidase yang terdapat pada dinding usus halus. Enzim-enzim a-glukosidse (maltase, isomaltase, glukomaltase dan sukrase) berfungsi untuk menghidrolisis oligosakarida, pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif dapat mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post prandial pada penderita diabetes. Senyawa inhibitor a-glukosidse juga menghambat enzim a amylase pankreas yang bekerja mneghidrolisis polisakarida di dalam lumen usus halus. Obat ini merupakan obat-obat yang biasanya diberikan dengan dosis 150-600 mg/hari. Obat ini efektif bagi penderita dengan diet tinggi karbohidrat dan kadar glukosa plasma puasa kurang dari 180 mg/dl.

21

Obat ini hanya mempengaruhi kadar glukosa darah pada waktu makan dan tidak mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu. Obat-obat inhibitor a-glukosidse dapat diberikan sebagai obat tunggal atau dalam bentuk kombinasi dengan obat hipoglikemik lainnya. Obat ini umumnya diberikan dengan dosis awal 50 mg dan dinaikkan

secara

bertahap

sampai

150-600

mg/hari.

Dianjurkan

untuk

memberikannya bersama suap pertama setiap kali makan. Efek Samping: Efek samping obat ini adalah perut kurang enak, lebih banyak flatus dan kadang-kadang diare, yang akan berkurang setelah pengobatan berlangsung lebih lama. Obat ini hanya mempengaruhi kadar glukosa darah pada waktu makan dan tidak mempengaruhi kada glukosa setelah itu. Bila diminum bersama-sama obat golongan sulfonylurea (atau dengan insulin) dapat terjadi hipoglikemia yang hanya dapat diatasi dengan glukosa murni, jadi tidak dapat diatasi dengan pemberian gula pasir. Obat ini umumnya diberikan dengan dosis awal 50 mg dan dinaikkan secara bertahap, serta dianjurkan untuk memberikannya bersama suap pertama setiap kali makan. 3. Terapi Kombinasi Pada keadaan tertentu diperlukan terapi kombinasi dari beberapa OHO atau OHO dengan insulin. Kombinasi yang umum adalah antara golongan sulfonylurea dengan biguanida. Sulfonilurea akan mengawali dengan merangsang sekresi pankreas yang memberikan kesempatan untuk senyawa biguanida bekerja efektif. Keuda golongan obat hipoglikemik oral ini memiliki efek terhadap sensitivitas reseptor insulin, sehingga kombinasi keduanya mempunyai efek saling menunjang. Pengalaman menunjukkan bahwa kombinasi kedua golongan ini dapat efektif pada banyak penderita diabetes yang sebelumnya tidak bermanfaat bila dipakai sendirisnediri. Pada umumnya terapi dimulai dengan suatu sulfonilurea dan sebaiknya dengan obat kerja-pendek dimana resiko hipoglikemia adalah kecil, misalnya tolbutamida dan glipizida. Jika kadar gula tidak cukup menurun atau bila terjadi resistensi, maka zat-zat ini dapat diganti dengan derivat lain, umpamanya gliklazida, glibenklamida atau klorpropamida. Kedua obat terakhir ini lebih kuat dan lebih lama kerjanya dengan bahaya hipoglikemia yang lebih besar. Mengingat lebih sering terjadinya efek-efek samping yang sewaktu bersifat berat, maka biguanida merupakan pilihan kedua. Metformin barulah diberikan bila sulfonilurea tidak efektif dan 22

kerapkali juga dikombinasikan bersama dengan efek potensiasi. Jika pasien sudah diberikan sulfonylurea atau metformin sampai dosis maksimal namun kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dianjurkan penggunaan kombinasi sulfonylurea dengan metformin. Jika cara ini tidak berhasil juga, dipakai kombinasi sulfonylurea dan insulin. 4. Terapi Dengan Obat Tradisional Tanaman obat memiliki kelebihan dalam pengobatan DM karena umumnya tanaman obat memiliki fungsi konstruksi yaitu membangun kembali jaringan-jaringan yang rusak serta menyembuhkan penyakit komplikasi yang lain. Dengan demikian dari tanaman obat diharapkan: a)

Perbaikan kerusakan fungsi pankreas

b) Peningkatan efektifitas insulin yang dihasilkan c)

Penyembuhan penyakit komplikasi akibat DM Upaya pengobatan secara spesifik diarahkan untuk perbaikan fungsi pankreas dan

peningkatan efektifitas insulin yang dihasilkan yang berarti pengurangan resistensi terhadap insulin. Dengan demikian pengobatan diabetes mellitus dengan tanaman obat adalah upaya menyembuhkan diabetes sehingga bukan sekedar upaya menurunkan gula darah. Untuk penderita diabetes dan mengalami luka, mungkin bisa mencoba pengobatan alternatif berikut ini agar terhindar dari tindakan amputasi. Olesi madu pada kaki yang terluka. Profesor Jennifer Eddy dari University School of Medicine and Public Health, Wisconsin, AS mengatakan, madu bisa membunuh bakteri karena sifat asamnya. Selain itu madu juga efektif menghindari sifat kebal bakteri akibat penggunaan antibiotik. Dalam terapi madu ini, bagian yang luka baru bisa diolesi setelah kulit mati dibersihkan. Pasien diabetes memang seharusnya sejak dini memperhatikan secara serius bagian kaki, terutama untuk mencegah terjadinya luka yang berlanjut dengan infeksi. Penyakit diabetes bisa menyebabkan kerusakan pada saraf dan kerusakan pembuluh darah serta infeksi yang membuat penderita diabetes mengalami mati rasa pada kakinya. Karena itu, biasanya penderita diabetes tidak menyadari telah terjadi luka pada kaki karena tak langsung tampak.

23

Terapi madu telah digunakan sebagai pengobatan alternatif di Eropa, bahkan di Selandia Baru terapi ini dipakai juga untuk mengobati sulit tidur. Tanaman-tanaman obat penting untuk penyembuhan Penyakit DM: 1. Browali (Tinospora crispa (L) Miers.) 2. Ciplukan (physalis peruviana L.) 3. Daun sendok (Plantago mayor) 4. Duwet (Eugenia cumini) 5. Jarong (Achyranthes aspera L.) 6. Ki Tajam/Dandanggendis (Clinacanthus nuthans Lindau) 7. Lidah Buaya (Aloe vera L.) 8. Mengkudu (Morinda citrifolia L.) 9. Mimba (Azadirachta indica) 10. Pulutan (urena lobata) 11. Rumput mutiara (hedyotis corymbosa) 12. Salam (syzigium polyanthum (Wight) Walp.) 13. Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) Adapun tanaman serta mineral yang cukup berperan sebagai penurun kadar gula, yakni: 1. Gymnema Sylvestre Fungsi utama: Menurunkan gula darah Dosis umum: 200 - 250 miligram per hari. Nama Hindi tumbuhan ini berarti ‘penghancur gula’, dan tanaman ini dikatakan memiliki kemampuan untuk menurunkan kemampuan mendeteksi rasa manis. Tanaman ini dianggap sebagai tanaman paling kuat untuk mengendalikan gula darah. Kemungkinan besar, cara kerjanya adalah dengan meningkatkan aktivitas enzim yang membantu sel tubuh untuk menggunakan glukosa atau dengan merangsang produksi insulin. Walaupun belum ada penelitian intensif, tapi belum ditemukan adanya efek samping serius untuk penggunaan tanaman ini. 2. Pare Fungsi utama: Menurunkan gula darah Dosis umum: 50 - 100 mililiter (3-6 sdm) jus per hari. Pare yang pahit ini dianggap mampu membantu sel menggunakan glukosa secara lebih efektif dan meredam 24

penyerapan gula di dalam usus. Para peneliti di Filipina yang meneliti konsumsi pare kepada pria dan wanita dalam bentuk kapsul selama 3 bulan menemukan adanya penurunan gula darah, walaupun sedikit, tetapi konstan. Permasalahan yang muncul adalah masalah pencernaan, tapi tidak jelas apa. 3. Magnesium Fungsi utama: Menurunkan gula darah Dosis umum: 250 - 350 miligram per hari. Kekurangan magnesium tidak jarang ditemui sebagai salah satu penyebab diabetes, bahkan gejala ini memperburuk kondisi gula darah dan resistansi insulin. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa suplemen magnesium dapat memperbaiki fungsi insulin dan menurunkan gula darah. Coba konsultasikan dengan dokter Anda sebelum mengkonsumsi insulin. 4. Prickly Pear Cactus (Daging buah kaktus) Fungsi utama: Menurunkan gula darah Dosis umum: jika dikonsumsi sebagai makanan, 150 gram rebusan kaktus per hari. Buah matang dari kaktus ini mampu menurunkan kadar gula darah dalam tubuh. Bentuk yang bisa ditemui adalah dalam bentuk buah, atau jus, atau bubuk. Para peneliti menemukan bahwa buah ini menurunkan kadar gula darah karena adanya komponen yang mirip dengan insulin. Buah ini juga tinggi kadar seratnya. 5. Gamma-Linolenic Acid (Asam Linoleat Gamma) Fungsi utama: Mengurangi sakit saraf Dosis umum: 270 - 540 milligrams sekali per hari. Asam Linoleat Gamma, atau GLA adalah asam lemak yang ditemukan dalam minyak bunga evening primrose. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penderita diabetes adalah orang yang memiliki level GLA rendah dalam darah, dan penelitian menunjukkan bahwa suplemen ini dapat menurunkan, bahkan mencegah sakit di saraf yang muncul akibat diabetes 6. Chromium (Krom) Fungsi utama: Menurunkan kadar gula Dosis umum: 200 mikrogram per hari. Mineral ini dianggap mampu meningkatkan kinerja insulin dan terlibat juga dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Beberapa penelituan menunjukkan bahwa mineral ini membantu menurunkan gula darah, tapi hanya untuk mereka yang memang kekurangan krom. 7. Bilberry Fungsi utama: Melindungi mata dan syaraf 25

Dosis umum: 80-120 miligram standar billberry extract per hari.

2.3 Diagnostik Ca Tiroid Kecurigaan klinis adanya karsinoma tiroid didasarkan pada observasi yang dikonfirmasikan dengan pemeriksaan patologis dan dibagi dalam kecurigaan tinggi, sedang dan rendah. Yang termasuk kecurigaan tinggi adalah:  Riwayat neoplasma endokrin multipel dalam keluarga.  Pertumbuhan tumor cepat.  Nodul teraba keras.  Fiksasi daerah sekitar.  Paralisis pita suara.  Pembesaran kelenjar limpa regional.  Adanya metastasis jauh. Kecurigaan sedang adalah:  Usia < 20 tahun atau > 60 tahun.  Riwayat radiasi leher.  Jenis kelamin pria dengan nodul soliter.  Tidak jelas adanya fiksasi daerah sekitar.  Diameter lebih besar dari 4 cm dan kistik. Kecurigaan rendah adalah: tanda atau gejala diluar/selain yang disebutkan diatas. Secara klinis karsinoma tiroid dibagi menjadi kelas-kelas, yaitu: I. Infra Tiroid. II. Metastasis Kelenjar Limpa Leher. III. Invasi Ekstra Tiroid. IV. Metastasis Jauh. Gejala klinis yang dijumpai dapat berupa penekanan organ sekitar, gangguan dan rasa sakit waktu menelan, sulit benafas, suara serak, limfadenopati leher serta dapat terjadi metastasi jauh. Paling sering ke paru-paru, tulang dan hati.

26

STADIUM KLINIS

Karsinoma Tiroid Papilare atau Folikulare Umur < 45 th Stadium I

Tiap T

Tiap N

M0

Stadium II

Tiap T

Tiap N

M1

Papilare atau Folikulare umur > 45tahun dan Medulare Stadium I

T1

N0

M0

Stadium II

T2

N0

M0

Stadium III

T3

N0

M0

T1,T2,T3

N1a

M0

Stadium IVA T1,T2,T3

N1b

M0

T4a

N0,N1

M0

Stadium IVB T4b

Tiap N

M0

Stadium IVC

Tiap N

M1

Tiap T

Anaplastik/Undifferentiated (Semua kasus stadium IV) Stadium IVA

T4a

Tiap N

M0

Stadium IVB

T4b

Tiap N

M0

Stadium IVC

TiapT

TiapN

M1

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Pemeriksaan laboratorium  Human thyroglobulin, suatu penanda tumor (“tumor marker”) untuk keganasan tiroid; jenis yang berdiferensiasi baik, terutama untuk follow up.  Pemeriksaan kadar FT4 dan TSHS untuk menilai fungsi tiroid  Kadar calcitonin hanya untuk pasien yang dicurigai karsinoma meduler. 2. Pemeriksaan radiologis  Dilakukan pemeriksaan foto paru posteroanterior, untuk menilai ada tidaknya metastasis. Foto polos leher antero-posterior dan lateral dengan metode ”soft tissue technique” dengan posisi leher hiperekstensi, bila tumornya besar. Untuk melihat ada tidaknya mikrokalsifikasi.

27

 Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda adanya infiltrasi ke esofagus.  Pembuatan foto tulang dilakukan bila ada tanda-tanda metastasis ke tulang yang bersangkutan. 3. Pemeriksaan ultrasonografi Diperlukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior yang secara klinis belum dapat dipalpasi. Disamping itu dapat dipakai untuk membedakan nodul yang padat dan kistik serta dapat dimanfaatkan untuk penuntun dalam tindakan biopsi aspirasi jarum halus. 4. Pemeriksaan sidik tiroid Pemeriksaan sidik tiroid : bila nodul menangkap jodium lebih sedikit dari jaringan tiroid yang normal disebut nodul dingin (cold nodule), bila sama afinitasnya maka disebut nodul hangat (warm nodule) dan bila afinitasnya lebih maka disebut nodul panas (hot nodule). Karsinoma tiroid sebagian besar adalah nodule dingin. Sekitar 10 – 17 % struma dengan nodule dingin ternyata adalah suatu keganasan. Bila akan dilakukan pemeriksaan sidik tiroid maka obat-obatan yang mengganggu penangkapan jodium oleh tiroid harus dihentikan selama 2 – 4 minggu sebelumnya. Pemeriksaan sidik tiroid ini tidak mutlak diperlukan, jika tidak ada fasilitasnya, tidak usah dikerjakan 5. Pemeriksaan sitologi melalui biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) Keberhasilan dan ketepatan pemeriksaan Bajah tergantung dari 2 hal yaitu: Faktor kemampuan pengambilan sampel dan faktor ketepatan interpretasi oleh seorang sitolog sehingga angka akurasinya sangat bervariasi. Ketepatan pemeriksaan sitologi untuk kanker tiroid anaplastik,

medulare dan

papilare hampir mendekati 100% tetapi untuk jenis folikulare hampir tidak dapat dipakai karena gambaran sitologi untuk adenomatous goiter, adenoma folikuler dan adeno karsinoma folikuler adalah sama, tergantung dari gambaran invasi ke kapsul dan vaskular yang hanya dapat dilihat dari gambaran histopatologi. 6. Pemeriksaan Histopatologi 

Merupakan pemeriksaan diagnostik utama jaringan diperiksa setelah dilakukan tindakan lobektomi atau isthmolobektomi

28



Untuk kasus inoperabel, jaringan yang diperiksa diambil dari tindakan biopsi insisi

Secara klinis, nodul tiroid dicurigai ganas apabila: 

Usia dibawah 20 tahun atau diatas 50 tahun



Riwayat radiasi daerah leher sewaktu kanak-kanak



Disfagia, sesak nafas perubahan suara



Nodul soliter, pertumbuhan cepat, konsistensi keras



Ada pembesaran kelenjar getah bening leher



Ada tanda-tanda metastasis jauh.

2.4 Terapi pada Ca Tiroid Jenis pengobatan kanker tiroid sangat bergantung kepada jenis dan stadium dari kanker yang diderita. Beberapa jenis kanker, seperti karsinoma papiler, karsinoma folikuler, dan sebagian karsinoma tiroid meduler, memiliki peluang yang lebih baik untuk sembuh. Kanker tiroid jenis ini ditangani dengan cara operasi pengangkatan kelenjar tiroid, dan mungkin dikombinasikan dengan radioterapi. Berikut ini adalah beberapa langkah pengobatan untuk menangani kanker tiroid: 1) Tiroidektomi. Prosedur ini

dilakukan untuk

mengangkat

kelenjar tiroid, baik sebagian

(hemitiroidektomi) atau keseluruhannya (tiroidektomi total). Prosedur ini bergantung pada jenis dan ukuran kanker tiroid, serta apakah sudah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Pasien dianjurkan untuk beristirahat selama 2-3 minggu setelah operasi untuk menghindari aktivitas yang memberikan beban pada bagian leher. 2) Terapi pengganti hormon. Pasien tidak akan bisa menghasilkan hormon yang mengatur sistem metabolisme tubuh setelah melakukan prosedur tiroidektomi. Oleh karena itu pasien akan memerlukan tablet pengganti hormon seumur hidupnya. Tes darah secara teratur perlu dilakukan untuk menyesuaikan dosis dan memantau kadar hormon yang tepat untuk tubuh. 3) Pengaturan kadar kalsium. Operasi pengangkatan kelenjar tiroid seringkali berpengaruh terhadap kelenjar paratiroid. Kelenjar paratiroid terletak di dekat kelenjar tiroid dan berfungsi mengatur

29

kadar kalsium dalam darah. Oleh karena itu, kadar kalsium juga harus terus diperhatikan. 4) Perawatan iodium radioaktif. Pengobatan ini berfungsi untuk menghancurkan sel-sel kanker yang masih ada dan mencegah agar tidak muncul lagi setelah menjalani operasi. Efek samping yang mungkin terjadi akibat prosedur ini adalah mual, mulut kering, mata kering, serta indera perasa dan penciuman yang berubah. 5) Radioterapi eksternal. Pada prosedur ini, gelombang radioaktif diarahkan ke bagian tubuh yang terpengaruh. Pengobatan ini biasanya dilakukan untuk mengatasi kanker tahap lanjutan atau karsinoma tiroid anaplastik. Jangka waktu radioterapi sendiri bergantung kepada jenis kanker dan perkembangannya. 6) Kemoterapi. Prosedur ini biasanya hanya digunakan untuk mengatasi karsinoma tiroid anaplastik yang sudah menyebar hingga ke bagian tubuh lain. Pasien akan diberikan obat yang sangat kuat untuk membunuh sel-sel kanker. Pengobatan ini tidak bisa menyembuhkan

kanker

anaplastik

sepenuhnya,

tapi

bisa

memperlambat

perkembangan kanker dan membantu meredakan gejala yang muncul akibat kanker tiroid.

30

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan berkembang menjadi komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis (Barbara C. Long, 1996). Diabetes mellitus merupakan peyakit kronis yang berkaitan denan defisiensi atau resistansi insulin relatif atau absolut dan ditandai dengan ganguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. (Paramita, 2015). Komplikasi yang berkaitan dengan diabetes diklasifikasikan sebagi komplikasi yang akut dan kronik (Brunner& Suddart,2015). Komplikasi akut yang terjadi akibat intoleransi glukosa yang berlangsung dan dalam jangka waktu yang pendek Kanker tiroid adalah sutu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe yaitu: papiler, folikuler, anaplastik dan meduller. Kanker tiroid jarang menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam kelenjar. Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak, biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan. Kanker tiroid sering kali membatasi kemampuan menyerap yodium dan membatasi kemampuan menghasilkan hormon tiroid, tetapi kadang menghasilkan cukup banyak hormon tiroid sehingga terjadi hipertiroidisme. Kanker tiroid yang sudah diobati bisa muncul kembali, meski kelenjar tiroid sudah diangkat melalui prosedur operasi. Hal ini bisa terjadi karena sel-sel kanker yang ada sudah menyebar hingga ke luar kelenjar tiroid. Untuk mendeteksi tanda-tanda kekambuhan, dokter akan menganjurkan pasien melakukan tes darah dan pemindaian tiroid secara berkala.

3.2 Saran Jika dalam penuilisan makalah ini terdapat kekuarangn dan kesalahan, kami mohon maaf. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar kami dapat membuat makalah yang lebih baik di kemudian hari.

31

DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck, Gloria M. dkk. 2013. Nursing Interventions Classification ( NIC) six edition.America: Elsevier Brunner&Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : Penerbit Buku Kedoketran EGC Brunner&Suddarth. 2015. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : Penerbit Buku Kedoketran EGC https://www.pdfcoke.com/document/251304313/Pemeriksaan-Diagnostik-Tes-Dm diakses pada tanggal 30 Maret 2019 https://www.academia.edu/35159384/KANKER_TIROID diakses pada tanggal 30 Maret 2019

32

Related Documents

Kmb
November 2019 48
Makalah Kmb 2.docx
June 2020 24
Kmb 2 Revisi.docx
December 2019 34
Typoid Kmb 2.docx
May 2020 13
Kmb 2.docx
November 2019 20
Makalah Kmb 2.docx
June 2020 19

More Documents from "nurafifah"