MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I KAJIAN PENYAKIT TROPIS
OLEH KELOMPOK 1 KELAS 2.3
Ni Luh Made Desi Ratih
P07120016010
Ni Kadek Rai Dwijayanti
P07120016081
Ni Luh Putu Sariani
P07120016082
Cok Istri Yogantari
P07120016083
Ni Kadek Dwi Handayani
P07120016084
Komang Risti Indriani
P07120016085
Kadek Kartini Anggarini Putri
P07120016086
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR TAHUN AKADEMIK 2017/2018
KATA PENGANTAR “Om Swastyastu” Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas berkat rahmat beliau penulis mampu menyelesaikan “Keperawatan Medikal Bedah I” dengan membahas tentang “Kajian Penyakit Tropis” dalam bentuk makalah. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak I Wayan Surasta, S. Kp., M.Fis selaku pembimbing yang telah memberikan penulis tugas, serta petunjuk kepada penulis. Sehingga penulis termotivasi untuk menyelesaikan tugas. 2. Orang tua yang juga turut membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehinga tugas ini selesai. Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.Sekian dan terima kasih. “Om Santi Santi Santi Om”
Denpasar, 31 Agustus 2017
Kelompok 1
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 1 1.3
Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3 2.1
Pengertian Penyakit Tropis ...................................................................... 3
2.2
Kajian Penyakit Tropis ............................................................................. 4
1.
Penyakit Malaria ....................................................................................... 4
2.
Penyakit DHF ......................................................................................... 11
3.
Penyakit Typoid ..................................................................................... 16
4.
Penyakit Filariasis .................................................................................. 20
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 26 3.1
KESIMPULAN ...................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 28
iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tropis adalah penyakit lazim yang terjadi di daerah tropis dan subtropics di 149 negara. Beberapa organisms yang menyebabkan penyakit tropis adalah bakteri dan virus. Sesuai dengan letak kepulauan Indonesia yang berada di lintang khatulistiwa maka iklim di Indonesia pun dipengaruhi oleh ikllim tropis, sehingga dikenal berbagai jenis penyakit tropis baik yang penyebarnya karena virus, penyakit non virus atau penyakit dengan mikroorganisme dan baksil tertentu yang menular. Beberapa diantara penyakit tropis adalah demam tifoid, demam berdarah, demam chingkungunya, malaria, cacar, TBC (tuberculosis), difteri, pertusis, SARS (severe acute respiratory syndrome), kaki gajah (filariasis), dan masih banyak penyakit tropis lainnya oleh karena itu penyakit tropis merupakan masalah kesehatan penting di Indonesia serta masih memerlukan perhatian yang khusus. Faktor yang cukup penting adalah bagaimana persepsi masyarakat terhadap penyakit. Dengan pengetahuan dan persepsi yang benar terhadap penyakit seseorang
atau
masyarakat
akan
tumbuh
partisipasi
dalam
upaya
penganggulangan penyakit tersebut. Contohnya saja pada malaria, apabila malaria dianggap suatu penyakit berbahaya dan menular, maka seseorang akan berupaya menghindari atau mencegah agar tidak terken malaria dan apabila sedang terserang sakit maka segera diatasi agar terhindar dari penularan penyakit. Dalam pembahasan kali ini akan membahas lebih spesifiknya mengenai tentang penyakit Malaria, DHF, Thypoid, dan Filariasis. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah pengertian dari penyakit Tropis 2. Apakah pengertian dari penyakit Malaria 3. Apakah pengertian dari penyakit DHF 4. Apakah pengertian dari penyakit Thypoid 5. Apakah pengertian dari penyakit filariasis
1
1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian dari penyakit Tropis 2. Untuk mengetahui pengertian dari penyakit Malaria 3. Untuk mengetahui pengertian dari penyakit DHF 4. Untuk mengetahui pengertian dari penyakit Thypoid 5. Untuk mengetahui pengertian dari penyakit filariasis
2
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Penyakit Tropis Penyakit Tropis adalah penyakit yang lazim terjadi di daerah tropis dansubtropis.Istilah ini juga sering mengacu pada penyakit yang berkembang di wilayah panas berkondisi lembab, seperti malaria, demam berdarah dan kusta.
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TROPIS Dalam ilmu kesehatan istilah penyakit tropis (tropical medicine)
dilibatkan pada wilayah-wilayah beriklim panas seputar garis khatulistiwa. Istilah ini diperkenalkan para peneliti kesehatan dari Barat (Eropa dan Amerika) yang keadaanwilayahnya jauh berbeda dengan Indonesia. Penyakit tropis sebenarnya memiliki konotasi yang negatif yang berhubungan dengan cara hidup yang tidak sehat, hygieneyang buruk, dan penyakit yang menular.Selama penjajahan Belanda, Bataviaasch Genootschap van Kunsten enweten schappen, organisasi ilmiah Belanda dalam bidang kesehatan melakukan risetselama seratus enam puluh empat tahun tentang penyakit tropis untuk kepentingan pemerintah kolonial Belanda dalam melancarkan sistem politik sosial-ekonominyadalam penguasaan sumber-sumber kekayaan negara jajahannya. Dalam perkembangan penelitian kesehatan, didapatkan fakta bahwa penyakit tropis bukanlah penyakit yang aneh dan mengerikan seperti yang disangkaoleh kebanyakan orang sebelumnya. Bahkan beberapa jenis penyakit tropis mungkinsaja terjadi di daerah yang beriklim sedang, hanya berbeda pada frekuensi penderitanyasaja. Perbedaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti iklim, demografi, sosial-ekonomi dan faktor genetik. Menurut Dr dr Umar Zein, ada beberapa macam penyakit tropis yang sudah dikenal sejak masa penjajahan Belanda, ratusan tahun lalu seperti penyakit cacar, polio, frambusia (puru), malaria, kolera, tuberkulosis, kusta dan elefantiasis (kakigajah). Kategori penyakit tropis lainnya adalah malaria, demam berdarah, tifus, sepsis,hepatitis, dan TBC. Namun, meski telah diteliti selama ratusan tahun, penyakit- penyakit tropis ini masih saja ditemui dan
3
berkembang di kelompok masyarakattertentu seperti, di Indonesia. Berbagai penelitian yang mengeluarkan dana yangtergolong besar yang dilakukan untuk mencari cara penanggulangan dan pemberantasan penyakit tropis ini masih belum juga menunjukkan hasil yang memuaskan karena penyakitpenyakit ini berhubungan erat dengan pola hidup masyarakat itu sendiri.
SIFAT PENYEBAB PENYAKIT TROPIS Kemajuan
penguasaan
bioteknologi
dan
biologi
molekuler
telahmemberikan harapan untuk mengatasi masalah penyakit-penyakit tropis.Demikian dikemukakan pakar kesehatan dari UGM, Prof Dr Supargiyono
di
Yogyakarta,
sepertidilansir
dari
Antara.Supargiyono
mengingatkan, beberapa penyakit tropis sepertidemam berdarah, hepatitis, malaria dan TBC masih menjadi masalah kesehatan yangutama. Penyebabnya adalah lingkungan fisik, kondisi sosial, ekonomi, budaya,dan perubahan biologis dari vektor penyakit. Penyakit tropis erat kaitannya dengankesehatan lingkungan yang sering tidak diperhitungkan dalam kehidupan sehari-harimasyarakat.
2.2 Kajian Penyakit Tropis 1. Penyakit Malaria Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronik, di sebabkan oleh protozoa genus Plasmodium. Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang di sebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit menyebabkan babesiosis dan di tandai dengan di temukannya bentuk aseksual di dalam darah.Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang di kenal sebagai malaria berat. Malaria adalah penyakit yang di tularkan nyamuk menular dari manusia
dan
hewan
parasit Protozoa (kelompok
lain bersel
yang tunggal
disebabkan mikroorganisme)
oleh yang
termasuk dalam genus Plasmodium. Penyakit malaria dalam kasus yang
4
parah dapat menyebabkan kuning pada kulit, kejang, koma, atau kematian.Penyakit ini di tularkan oleh gigitan nyamuk dan gejala biasanya mulai 10-15 hari setelah di gigit.Pada mereka yang belum tepat di obati penyakit bisa kambuh sebulan kemudian.Pada mereka yang barubaru ini selamat infeksi, infeksi ulang biasanya menyebabkan gejala ringan.Parasit ini resistensi menghilang selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun jika tidak ada paparan berkelanjutan untuk malaria. Di dalam tubuh manusia, parasit Plasmodium akan berkembang biak di organ hati kemudian menginfeksi sel darah merah yang akhirnya menyebabkan penderita mengalami gejala-gejala malaria seperti gejala pada penderita Influensa, bila tidak di obati maka akan semakin parah dan dapat terjadi komplikasi yang terujung pada kematian. Penyakit ini di tularkan paling sering terinfeksi oleh perempuan Anopheles nyamuk. Gigitan nyamuk memperkenalkan parasit air liur nyamuk menjadi seseorang darah. Parasit kemudian berjalan ke hati di mana mereka dewasa dan bereproduksi.Lima spesies Plasmodium dapat menginfeksi dan menyebar oleh manusia. Sebagian besar kematian dapat di
sebabkan
oleh P.Falciparum,
karena
P.Vivax,
P.Ovale, dan P.Malariae umunya menyebabkan bentuk ringan dari malaria. Spesies P.Knowlesi
jarang menyebabkan penyakit pada
manusia.
Patogenesis Setelah
melalui
jaringan
hati P.Falciparu
melepaskan
18-
24 merozoit ke dalam sirkulasi. Merozoit yang di lepaskan akan masuk dalam sel RES di limpa dan mengalami fagositosis di limpa akan menginvasi eritrosit. Selanjutnya parasit berkembang biak secara aksesual dalam eritrosit. Bentuk aseksual dalam eritrosit (EP) inilah yang bertanggung
jawab
dam
patogenesis
terjadinya
malaria
pada
manusia.Patogenesa malaria yang banyak di teliti adalah patogenesis malaria yang di sebabkan olehP.Falciparum.
5
Patogenesis malaria falsiparum di pengaruhi oleh faktor parasit dan faktor penjamu (Host).Yang termasuk dalam faktor parasit adalah intensitas transmisi, densitas parasit, dan virulensi parasit. Sedangkan yang masuk dalam faktor penjamu adalah tingkat endemisitas daerah tempat tinggal, genetika, usia, status nutrisi dan status imunologi. Parasit dalam eritrosit (EP) secara garis besar mengalami 2 stadium, yaitu stadium cincin pada 24 jam I dan stadium atur pada 24 jam ke II. Permukaan EP stadium cincin akan menampilkan antigen RESA (RingErythrocyte Surgace Antigen) yang menghilang setelah parasit masuk stadium atur. Permukaan membran EP stadium atur akan mengalami penonjolan dan membentuk knot dengan Histidin Rich-protein-1 (HRP 1) sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP tersebut mengalami merogoni,
akan
di
lepaskan
toksin
malaria
berupa
GPI
yaitu Glikosilfasfatidilinositol yang merangsang pelepasan TNF-x dan interleukin-1 (IL-1) dari makrofag. Daur hidup spesies malaria terdiri dari fase seksual eksogen (sporogoni) dalam badan nyamuk Anopheles dan fase aseksual (skizogoni) dalam badan hospes veterba termasuk manusia. a.
Fase Aseksual Fase Aseksual terbagi atas fase jaringan dan fase eritrosit. Pada fase jaringan, sporozoit masuk dalam aliran darah ke sel hati dan berkembang biak membentuk skizon hati yang mengandung ribuan merosot. Proses ini di sebut skizogoni praeritrosit. Lama fase ini berbeda untuk tiap fase. Pada akhir fase ini, skizon pecah dan merosot keluar dan masuk aliran darah, di sebut sporulasi. Pada P.Vivax dan P.Ovale, sebagian sporozoit membentuk hipnosoit dalam hati sehingga dapat mengakibatkan relaps jangka panjang dan rekurens. Fase Eritrosit di mulai dalam merosot dalam darah menyerang eritrosit membentuk trofozoit. Proses berlanjut menjadi trofozoit-skizonmerozoit. Setelah 2-3 generasi merosot infeksi sampai di temukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan masa 6
tunas/inkubasi intrinsik di mulai dari masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam. b.
Fase Seksual Parasit seksual masuk dalam lambung betina nyamuk.Bentuk ini mengalami pematangan menjadi mikro dan makrogametosit dan terjadilah pembuahan yang di sebut zigot (ookinet).Ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk dan menjadi ookista.Bila ookista pecah, ribuan sporozoit di lepaskan dan mencapai kelenjar liur nyamuk. Patogenesis malaria ada 2 cara, yaitu : 1. Alami, melalui gigitan nyamuk ke tubuh manusia. 2. Induksi, jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah manusia melalui Transfusi, suntikan, atau pada bayi baru lahir melalui plasenta ibu yang terinfeksi (kongenital).
Patologi Studi patologi malaria hanya dapat di lakukan pada malaria falsiparum karena
kematian
biasanya
di
sebabkan
oleh P.Falciparum. selain
perubahan jaringan dalam patologi malaria yang penting ialah keadaan mikro-vaskular di mana parasit malaria berada. Beberapa organ yang terlibat antara otak, jantung-paru, hati-limpa, ginjal, usus, dan sumsum tulang.Pada otopsi di jumpai otak yang membengkak dengan perdarahan petekie yang multipel pada jaringan putih (White matter). Perdarahan jarang pada substansi abu-abu.Tidak di jumpai herniasi.Hampir seluruh pembulu kapiler dan vena penuh dengan parasit.Pada jantung dan paru selain sekuestrasi, jantung relatif normal bila anemia tampak pucat dan di latasi.Pada paru di jumpai gambaran edema paru, pembentukan membran Halim, adanya aggregasi leukosit.Pada ginjal tampak bengkak, tubulus mengalami iskemia, sekuestrasi pada kapiler glomelurus, ploriferasi sel mesangial dan endotel.Pada pemeriksaan imunofluorensen di jumpai reposisi imunoglobulin pada membran asal kapiler glomelurus.Pada saluran cerna bagian atas dapat terjadi perdarahan karena erosi, selain sekuestrasi juga di jumpai iskemia yang menyebabkan nyeri perut. Pada
7
sumsum tulang di jumpai dyserythropoises, makrofag mengandung banyak pigmen, dan erythrophagocytosi
Gejala Dan Tanda Penyakit Malaria Tanda-tanda dan gejala malaria biasanya mulai 8-25 hari setelah terinfeksi. Manifestasi awal dari penyakit umum untuk semua spesies malaria adalah mirip dengan flu seperti gejala dan dapat menyerupai kondisi
lain
seperti septikemia,
gastroenteritis,dan penyakit
virus. Presentasi mungkin termasuk sakit kepala, demam, menggigil, nyeri sendi, muntah, anemia neolitik, penyakit kuning, hemoglobin dalam urin, kerusakan retina, dan kejang-kejang. Gejala klasik malaria adalah serangan tiba-tiba, terjadi karena siklus dingin tiba-tiba di ikuti dengan dan kemudian demam dan berkeringat terjadi setiap 2 hari (demam malaria) di P.vivax dan P.infeksi oval, dan setiap 3 hari (demam quartan) untukP.malariae, P.infeksi faciparum dapat menyebabkan demam berulang setiap 36-48 jam atau demam kurang jelas dan hampir terus menerus. Malaria berat biasanya di sebabkan oleh P.falciparum (sering di sebut malaria falciparum sebagai).Gejala malaria falciparum muncul 9-30 hari setelah terinfeksi. Individu dengan malaria serebral sering menunjukan neurologis gejala, termasuk sikap yang abnormal, nistagmus, konjugat menatap plasy (kegagalan mata untuk mengubah bersama dalam arah yang sama), opisthotonus, kejang atau koma. Manifestasi klinik malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya transmisi infeksi malaria. Berat atau ringannya infeksi di pengaruhi oleh jenis plasmodium(P.Falciparum sering memberikan komplikasi), daerah asal infeksi (pola resistensi terhadap pengobatan), umur (usia lanjut dan bayi sering lebih berat), ada dugaan konstitusi genetik, keadaan kesehatan dan nutrisi, kempprofilaktis dan pengobatan sebelumnya.
Gejala dan tanda yang dapat di temukan adalah :
8
1. Demam Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang (sporulasi). Pada malaria tertiana (P.vivax dan P.ovale), pematangan skizon tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3, sedangkan malaria kuartana (P.malariae)pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap serangan di tandai dengan beberapa serangan demam periode.Demam khas malaria terdiri atas 3 stadium, yaitu menggigil (15 menit-1 jam), puncak demam (2-6 jam), dan berkeringat (2-4 jam). Demam akan mereda secara bertahap karena tubuh dapat beradaptasi terhadap parasit dalam tubuh dan ada respons imun 2. Splenomegali Splenomegali merupakan gejala khas malaria kronik.Limpa mengalami kongesti, menghitam, dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat yang bertambah. 3.
Anemia Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah anemia karena P.falciparum. Anemia di sebabkan oleh : a. Penghancuran eritrosit yang berlebihan b. Eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival Time) c.Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang (diseritropoesis
4. Ikterus Ikterus di sebabkan karena hemolisis dan gangguan hepar. Malaria laten adalah masa pasien di luar masa serangan demam. Periode ini terjadi bila parasit tidak dapat di temukan dalam darah tepi, tetapi stadium eksoeritrosit masih bertahan dalam jaringan hati. Relaps adalah timbulnya gejala infeksi setelah serangan pertama. Relaps dapat bersifat :
9
1. Relaps jangka pendek (rekrudesensi), dapat timbul 8 minggu setelah serangan pertama hilang karena parasit dalam eritrosit yang berkembang biak. 2.
Relaps jangka panjang (rekurens), dapat muncul 24 minggu atau lebih setelah serangan pertama hilang karena parasit dalam eksoeritrosit hati masuk ke darah dan berkembang biak.
Permasalahan Penyakit Malaria di Indonesia
Malaria merupakan masalah global, sehingga WHO menetapkan komitmen global tentang eliminasi malaria bagi setiap Negara. Petunjuk pelaksanaan eliminasi malaria tersebut telah dirumuskan WHO dalam Global Malaria Programme. Indonesia merupakan negara dengan angka resiko tinggi terhadap malaria. Menurut Soedarto dalam bukunya menyebutkan bahwa pada tahun 2007 sebanyak 396 Kabupaten dari 495 Kabupaten di Indonesia merupakan daerah endemis malaria. Menurut perhitungan ahli berdasarkan teori ekonomi kesehatan, kerugian bisa mencapai 3 trilyun lebih dan berdampak terhadap pendapatan daerah endemis malaria. Pada tahun 2008, sebanyak 247 ribu kasus malaria dilaporkan dari seluruh dunia dan lebih dari satu juta diantaranya meninggal, terutama anak - anak di Afrika.Setiap 45 detik anak di Afrika meninggal karena malaria. Di Indonesia, malaria masih merupakan masalah kesehatan yang harus diperhatikan. Di luar Jawa dan Bali angka morbiditas dan mortalitas masih tinggi. Ledakan kasus atau wabah yang menimbulkan kematian juga masih tinggi terutama di daerah transmigrasi yang merupakan wilayah dengan campuran penduduk dari daerah endemis dan daerah non endemis. Angka kematian (CFR) penderita malaria yang diperoleh dari data statistik rumah sakit untuk semua kelompok usia didapatkan angka yang menurun drastis dari tahun 2004 dengan persentase 10,61 % menjadi 1,34 % pada tahun 2006. Akan tetapi persentase itu kembali naik setelah tahun 2006 yang terus meningkat sampai tahun 2009 dengan persentase 3,6%.
10
2. Penyakit DHF Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopeniadan diathesis hemoragik.Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok (Suhendro, Nainggolan, Chen, 2006).
Etiologi Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue,
yang
termasuk
dalam
genus
Flavivirus,
keluarga
Flaviviridae.Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106. Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encephalitis dan West Nile virus (Suhendro, Nainggolan, Chen).
Epidemiologi Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara,
Pasifik Barat dan Karibia.Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999. Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus).Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat 11
perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu : 1. Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dilingkungan, transportasi vektor dai satu tempat ke tempat lain; 2. Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk (WHO, 2000).
Patogenesis Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini
masih diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.
Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah : a. Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berparan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimeasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Antibody terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pad monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE); b. T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berepran dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10; c. Monosit dan makrolag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag;
12
d. Selain itu aktivitasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a. Halstead
pada
tahun
1973
mengajukan
hipotesis
secondary
heterologous infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang berbeda.Reinfeksi menyebabkan reaksi anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi. Kurang dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang me-fagositosis kompleks virus-antibody non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga diprosuksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histamine yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virusantibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme : 1. Supresi sumsum tulang, dan 2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar tromobopoietin dalam darah pada saat terjadi
trombositopenia
justru
menunjukkan
kenaikan,
hal
ini
menunjukkan terjadinya stimulasi tromobositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibody VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromoboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi tromobosit.
13
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan
disfungsi
endotel.Berbagai
penelitian
menunjukkan
terjadinya koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV.Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway).Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi factor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex) (Price, Wilson, 2006).
Manifestasi klinis dan perjalanan penyakit Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue (SSD). Pada umumnya pasien mengalami fase demam 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selam 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat (Kabra, Jain, Singhal, 1999).
Pemeriksaan penunjang 1. Laboratorium 2. Pemeriksaan radiologis
Permasalahan Penyakit DHF di Indonesi
Data Direktorat Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis Kementerian Kesehatan menyebutkan hingga akhir Januari tahun ini, kejadian luar biasa (KLB) penyakit DBD dilaporkan ada di 12 Kabupaten dan 3 Kota dari 11 Provinsi di Indonesia, antara lain: 1) Provinsi Banten, yaitu Kabupaten Tangerang; 2) Provinsi Sumatera Selatan, yaitu Kota Lubuklinggau; 3) Provinsi Bengkulu, yakni Kota Bengkulu; 4) Provinsi Bali, yaitu Kota Denpasar dan Kabupaten Gianyar; 5) Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu Kabupaten Bulukumba, Pangkep, Luwu Utara, dan Wajo; 6) Provinsi Gorontalo, yaitu Kabupaten Gorontalo; serta 7) Provinsi Papua Barat, yakni Kabupaten Kaimana; 8) Provinsi Papua, yakni Kabupaten Mappi 9) Provinsi NTT, yakni Kabupaten Sikka; 10) Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Banyumas; 11) Provinsi Sulawesi Barat,
14
yakni Kabupaten Majene. Sepanjang bulan Januari dan Februari 2016, kasus DBD yang terjadi di wilayah tersebut tercatat sebanyak 492 orang dengan jumlah kematian 25 orang pada bulan Januari 2016 sedangkan pada bulan Februari tercatat sebanyak 116 orang dengan jumlah kematian 9 orang. Hasil data tersebut menunjukan adanya penurunan KLB di Indonesia sepanjang bulan Januari - Februari 2016. Kementerian Kesehatan RI mencatat jumlah penderita DBD di Indonesia pada bulan Januari-Februari 2016 sebanyak 8.487 orang penderita DBD dengan jumlah kematian 108 orang. Golongan terbanyak yang mengalami DBD di Indonesia pada usia 5-14 tahun mencapai 43,44% dan usia 15-44 tahun mencapai 33,25%. Masyarakat diminta untuk tetap waspada terhadap penyakit DBD mengingat setiap tahun kejadian penyakit demam berdarah dengue di Indonesia cenderung meningkat pada pertengahan musim penghujan sekitar Januari, dan cenderung turun pada Februari hingga ke penghujung tahun. Perlu kita ketahui, KLB DBD dinyatakan bila: 1) Jumlah kasus baru DBD dalam periode bulan tertentu menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibandingkan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya; 2) Timbulnya kasus DBD pada suatu daerah yang sebelumnya belum pernah terjadi; atau 3) Angka kematian DBD dalam kurun
waktu
tertentu
menunjukkan
kenaikan
50%
atau
lebih
dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama. Terjadinya KLB DBD di Indonesia berhubungan dengan berbagai faktor risiko, yaitu: 1) Lingkungan yang masih kondusif untuk terjadinya tempat perindukan nyamuk Aedes; 2) Pemahaman masyarakat yang masih terbatas mengenai pentingnya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M Plus; 3) Perluasan daerah endemik akibat perubahan dan manipulasi lingkungan yang etrjadi karena urbanisasi dan pembangunan tempat pemukiman baru; serta 4) Meningkatnya mobilitas penduduk.
15
Untuk menekan terjadinya KLB DBD, perlu membudayakan kembali Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M Plus secara berkelanjutan sepanjang tahun dan mewujudkan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik. 3. Penyakit Typoid Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri, yang disebabkan oleh Salmonellatyphi .Penyakit ini ditularkan melalui konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh tinja atau urin orang yang terinfeksi.Gejala biasanya muncul 1-3 minggu setelah terkena, dan mungkin ringan atau berat. Gejala meliputi demam tinggi, malaise, sakit kepala, mual, kehilangan nafsu makan ,sembelit atau diare, bintik-bintik merah muda di dada (Rose spots), dan pembesaran limpa dan hati. Demam tifoid (termasuk para-tifoid) disebabkan oleh kuman Salmonella typhi, S paratyphi A, S paratyphi B dan S paratyphi C. Jika penyebabnya adalah S paratyphi, gejalanya lebih ringan dibanding dengan yang disebabkan oleh S typhi.
PENYEBAB Demam typhoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella yang memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan. Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit,baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa penyembuhan.Pada masa penyembuhan, penderita masih mengandung Salmonella spp didalam kandung empedu atau di dalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan menjadi karier sementara, sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang menahun. Sebagian besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type) sedang yang lain termasuk urinary type. Kekambuhan yang yang ringan pada karier demam tifoid, terutama pada karier jenis intestinal,sukar diketahui karena gejala dan keluhannya tidak jelas.
PENYEBARAN KUMAN
16
Demam tifoid adalah penyakit yang penyebarannya melalui saluran cerna (mulut, esofagus, lambung, usus 12 jari, usus halus, usus besar, dstnya).S typhi masuk ke tubuh manusia bersama bahan makanan atau minuman yang tercemar.Cara penyebarannya melalui muntahan, urin, dan kotoran dari penderita yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat (kaki-kaki lalat). Lalat itu mengontaminasi makanan, minuman, sayuran, maupun buah-buahan segar. Saat kuman masuk ke saluran pencernaan manusia, sebagian kuman mati oleh asam lambung dan sebagian kuman masuk ke usus halus. Dari usus halus itulah kuman beraksi sehingga bisa ” menjebol” usus halus. Setelah berhasil melampaui usus halus, kuman masuk ke kelenjar getah bening, ke pembuluh darah, dan ke seluruh tubuh (terutama pada organ hati, empedu, dan lain-lain).Jika demikian keadaannya, kotoran dan air seni penderita bisa mengandung kuman S typhi yang siap menginfeksi manusia lain melalui makanan atau pun minuman yang dicemari. Pada penderita yang tergolong carrier (pengidap kuman ini namun tidak menampakkan gejala sakit), kuman Salmonella bisa ada terus menerus di kotoran dan air seni sampai bertahuntahun.S. thypi hanya berumah di dalam tubuh manusia.Oleh karena itu, demam tifoid sering ditemui di tempat-tempat di mana penduduknya kurang menjaga kebersihan pribadi dan sanitasi lingkungan. Sekali bakteria S. thypi dimakan atau diminum, ia akan masuk ke dalam saluran darah dan tubuh
akan
merespons
dengan
menunjukkan
beberapa
gejala
sepertidemam. GAMBARAN KLINIK Masa Inkubasi Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah 10- 12 hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas, berupa : anoreksia rasa malas sakit kepala bagian depan
17
nyeri otot lidah kotor gangguan perut (perut kembung dan sakit)
Gambaran klasik demam tifoid (Gejala Khas) Biasanya jika gejala khas itu yang tampak, diagnosis kerja pun bisa langsung ditegakkan.Yang termasuk gejala khas Demam tifoid adalah sebagai berikut. -Minggu Pertama (awal terinfeksi) Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada
awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak,sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama,diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor. Epistaksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan beradang. Jika penderita ke dokter pada periode tersebut, akan menemukan demam dengan gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen disalah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros(roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Roseola terjadi terutama pada penderita golongan kulit putih yaitu berupa macula merah tua ukuran 2-4 mm, berkelompok, timbul paling sering pada kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan. Pada infeksi yang berat, purpura kulit yang difus dapat dijumpai.Limpa menjaditeraba dan abdomen mengalami distensi.
-Minggu Kedua
18
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari.Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relative nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita yang mengalami delirium. Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan.
Pembesaran
hati
dan
limpa.Perut
kembung
dan
sering
berbunyi.Gangguan kesadaran.Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain. - Minggu Ketiga Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu.Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperature mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasicenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor,otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut.Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan keringat dingin,gelisah,sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya memberigambaran adanya perdarahan. Degenerasimiokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga. -Minggu keempat 19
Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.
4. Penyakit Filariasis Penyakit Filariasis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria, yang hidup di saluran dan kelenjar getah bening (limfe) serta mengakibatkan gejala akut, kronis dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.Gejala akut berupa peradangan kelenjar dan saluran getah bening (adenomalimfangitis) terutama di daerah pangkal paha dan ketiak tetapi dapat pula di daerah lain. Peradangan ini disertai demam yang timbul berulang kali, dapat berlanjut menjadi abses yang dapat pecah dan meninggalkan parut. Dapat terjadi limfedema dan hidrokel yang berlanjut menjadi stadium kronis yang berupa elefantiasis yang menetap dan sukar disembuhkan berupa pembesaran pada kaki (seperti kaki gajah) lengan, payudara, buah zakar (scrotum) dan kelamin wanita (Depkes RI,2006). Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematoda yang tersebar di Indonesia.Walaupun penyakit ini jarang menyebabkan
kematian,
tetapi
dapat
menurunkan
produktivas
penderitanya karena timbulnya gangguan fisik.Penyakit ini jarang terjadi pada anak karena manifestasi klinisnya timbul bertahun-tahun kemudian setelah infeksi. Gejala pembengkakan kaki muncul karena sumbatan microfilaria pada pembuluh limfe yang biasanya terjadi pada usia di atas 30 tahun setelah terpapar parasit selama bertahun-tahun. Oleh karena itu, filariasis sering juga disebut penyakit kaki gajah.Akibat paling fatal bagi penderita
adalah
kecacatan
permanen
yang
sangat
mengganggu
produktivitas (Widoyono, 2008).
Epidemiologi Filariasis Penyakit filariasis terutama ditemukan di daerah khatulistiwa dan
merupakan masalah di daerah daratan rendah.Kadang-kadang dapat juga ditemukan di daerah bukit yang tidak terlalu tinggi.Di Indonesia penyakit
20
ini lebih banyak ditemukan di daerah pedesaan. Di daerah kota hanya W.brancrofti yang telah ditemukan, seperti di kota Jakarta, tangerang, Pekalongan dan semarang dan mungkin di beberapa kota lainnya. Di Idonesia filariasis tersebar luas; daerah endemi terdapat di banyak pulau di seluruh Nusantara, seperti disumatra dan sekitarnya, jawa, Kalimatan, Sulawesi, NTT, Maluku, dan Irian jaya.Masih banyak daerah yang belum diselidiki. Pemberantasan filariasis sudah dilakukan oleh Departemen Kesehatan sejak tahun 1970 dengan pemberian DEC dosis rendah jangka panjang (100 mg/minggguUniversitas Sumatera Utara selama 40 minggu). Survey prevalensi
filariasis
yang
dilakukan
oleh
Departemen
Kesehatan
menunjukkan bahwa prevalensi infeksi cukup tinggi bervariasi dari 0,5%19,46% (P2M & PLP, 1999). Prevalensi infeksi dapat berubah-ubah dari masa ke masa pada umumnya ada tedensi menurun dengan adanya kemajuan dalam pembangunan yang menyebabkan perubahan lingkungan. Untuk dapat memahami epidemiologi filariasis, perlu diperhatikan faktor-faktor seperti hospes, hospes reservoar, vector dan keadaan lingkungan yang sesuai untuk menunjang kelangsungan hidup masing-masing (Depkes RI, 2009). Secara epidemiologi cacing filaria dibagi menjadi 6 tipe, yaitu ;
1. Wuchereria Bancrofti Tipe Perkotaan (Urban) Ditemukan di daerah perkotaan seperti Bekasi, Tangerang, Pekalongan dan sekitarnya memiliki periodisitas nokturna, ditularkan oleh nyamuk Cx. quinquefasciatus yang berkembang biak di air limbah rumahtangga. 2. Wuchereria Bancrofti Tipe Pedesaan (Rural) Ditemukan di daerah pedesaan luar Jawa, terutama tersebar luas di Papua dan Nusa Tenggara Timur, mempunyai periodisitas nokturna yang ditularkan melalui berbagai spesies nyamuk Anopheles dan Culex.
21
3. Brugia Malayi Tipe Periodik Nokturna Mikrofilaria ditemukan di darah tepi pada malam hari. Jenis nyamuk penularnya adalah Anopheles barbirostis yang ditemukan di daerah persawahan (DepkesRI, 2009) 4. Brugia Malayi Tipe Subperiodik Nokturna Mikrofilaria ditemukan di darah tepi pada siang dan malam hari, tetapi lebih banyak ditemukan pada malam hari.Jenis nyamuk penularnya adalah Mansonia spp yang ditemukan di daerah rawa. 5. Brugia Malayi Tipe non Periodik Mikrofilaria ditemukan di darah tepi baik malam maupun siang hari.Jenis nyamuk penularnya adalah Mansonia bonneae dan Mansonia uniformis yang ditemukan di hutan rimba. 6. Brugia Timori Tipe Periodik Nokturna Mikrofilaria ditemukan di darah tepi pada malam hari.Jenis nyamuk penularnya adalah An. barbirostris yang ditemukan di daerah persawahan Nusa Tenggara Timur, Maluku Tenggara.Secara umum daur hidup spesies cacing tersebut tidak berbeda.Daur hidup parasit terjadi di dalam tubuh manusia dan tubuh nyamuk. Cacing dewasa (disebut makrofilaria) hidup di saluran dan kelenjar limfe,sedangkan anaknya (disebut mikrofilaria) ada di dalam sistem peredaran darah.
Patologi dan Gejala Klinis
Gejala klinis filariasis limfatik disebabkan oleh microfilaria dan cacing dewasa baik yang hidup maupun yang mati.Microfilaria biasanya tidak menimbulkan kelainan tetapi dalam keadaan tertentu dapat menyebabkan occult filariasis.Gejala yang disebabkan oleh cacing dewasa meimbulkan limfadenitis dan limfangitis retrograd dalam stadium akut, disusul dengan obstruktif menahun 10 sampai 15 tahun kemudian. Perjalanan penyakit filariasis limfatik dapat dibagi dalam beberapa stadium stadium mikrofilaremia tanpa gejala klinis, stadium akut dan stadium menahun. Ketiga stadium tersebut tumpang tindih, tanpa ada batas 22
yang nyata. Gejala klinis Universitas Sumatera Utara Filariasis bankrofti yang terdapat di suatu daerah mungkin berbeda dengan yang terdapat di daerah lain. Pada penderita mikrofilaremia tanpa gejala klinis, pemeriksaan dengan limfosintigrafi menunjukkan adanya kerusakan saluran limfe.Cacing dewasa hidup dapat menyumbat saluran limfe dan terjadi dilatasi pada saluran limfe, disebut lymphangiektasia.Jika jumlah cacing dewasa banyak dan lymphangiektasia terjadi secara intensif menyebabkan disfungsi system limfatik.Cacing dewasa yang mati menyebabkan reaksi inflamasi.Setelah infiltrasi limfositik yang intensif, luemne tertutup dan cacing mengalami kalsifikasi.Sumbatan sirkulasi limfatik terus berlanjut pada individu yang terinfeksi berat sampai semua saluran limfatik tertutup menyebabkan limfedema di daerah yang terkena.Selain itu juga terjadi hipertrofi otot polos di sekitar daerah terkena.
Stadium akut ditandai dengan peradangan pada saluran dan kelenjar limfe, berupa limfadenitis dan limfangitis retrograd yang disertai demam dan malaise.Gejala peradangan tersebut hilang timbul beberapa kali dalam setahun dan berlangsung beberapa hari sampai satu dua minggu lamanya.Peradangan pada sistem limfatik alat kelamin laki-laki, seperti funikulitis, epidimitis dan orkitis sering dijumpai.Saluran sperma meradang, membengkak menyerupai tali dan sangat nyeri pada perabaan.Kadang-kadang
saluran
sperma
yang meradang
tersebut
menyerupai hernia inkarserata.Pada stadium menahun gejala klinis yang paling sering dijumpai hidrokel.Dapat pula dijumpai gejala limfedema dan elephantiasis yang mengenai seluruh tungkai, seluruh lengan, testis, payudara dan vulva. Kadang-kadang terjadi Universitas Sumatera Utara. Kiluria, yaitu urin yang berwarna putih susu yang terjadi karena dilatasi pada pembuluh limfe pada sistem ekskretori dan urinary. Umumnya penduduk yang tinggal di daerah endemis tidak menunjukkan reaksi peradangan yang berat, walaupun mereka mengandung banyak microfilaria.Pada pemeriksaan dengan radionukleotida menunjukkan adanya gangguan drainase limfatik.
23
Rantai Penularan Filariasis Penularan filariasis dapat terjadi bila ada tiga unsur, yaitu : (Depkes RI, 2009). 1. Sumber penularan, yakni manusia atau hospes reservoir yang mengandung mikrofilaria dalam darahnya. 2. Adanya vektor, yakni nyamuk yang dapat menularkan filariasis. 3. Manusia yang rentan terhadap filariasis. Seseorang dapat tertular filariasis, apabila orang tersebut mendapat gigitan
nyamuk infektif, yaitu nyamuk yang mengandung larva infektif (larva stadium 3 = L3). Pada saat nyamuk infektif menggiggit manusia, maka larva L3 akan keluar dari probosis dan tinggal di kulit sekitar lubang tusukan nyamuk. Pada saat nyamuk menarik probosisnya, larva L3 akan masuk melalui luka bekas gigitan nyamuk dan bergerak menuju ke sistem limfe. Larva Brugia malayi dan brugia timori akan menjadi cacing dewasa dalam kurun waktu kurang lebih 3,5 bulan, sedangkan Wucheria bancrofti memerlukan waktu kurang lebih 9 bulan. Di samping sulit terjadinya penularan dari nyamuk ke manusia, sebenarnya kemampuan nyamuk untuk mendapatkan mikrofilaria saat menghisap darah yang mengandung mikrofilaria juga sangat terbatas, nyamuk yang menghisap mikrofilaria terlalu banyak dapat mengalami kematian, tetapi jika mikrofilaria yang terhisap terlalu sedikit dapat memperkecil jumlah mikrofilaria stadium larva L3 yang akan ditularkan. Kepadatan vektor, suhu dan kelembaban sangat berpengaruh terhadap penularan filariasis.Suhu dan kelembaban berpengaruh terhadap umur nyamuk, sehingga mikrofilaria yang telah ada dalam tubuh nyamuk tidak cukup waktunya untuk tumbuh menjadi larva infektif L3 (masa inkubasi ekstrinsik dari parasit).Masa inkubasi ekstrinsik untuk W. bancrofti antara 10- 14 hari, sedangkan B. malayi dan B. timori antara 8-10 hari. Periodisitas mikrofilaria dan perilaku menggigit nyamuk berpengaruh terhadap risiko penularan.Mikrofilaria yang bersifat periodik nokturna (mikrofilaria hanya terdapat di dalam darah tepi pada waktu malam) memiliki
24
vektor yang aktif mencari darah pada waktu malam, sehingga penularan juga terjadi pada malam hari. Di daerah dengan mikrofilaria sub periodik nokturna dan non periodik, penularan terjadi siang dan malam hari. Di samping faktorfaktor tersebut, mobilitas penduduk dari daerah endemis filariasis ke daerah lain atau sebaliknya, berpotensi menjadi media terjadinya penyebaran filariasis antar daerah.
25
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN Penyakit Tropis adalah penyakit yang lazim terjadi di daerah tropis dansubtropis. Penyakit tropis sebenarnya memiliki konotasi yang negatif yang berhubungan dengan cara hidup yang tidak sehat, hygieneyang buruk, dan penyakit yang menular. Menurut Dr dr Umar Zein, ada beberapa macam penyakit tropis yang sudah dikenal sejak masa penjajahan Belanda, ratusan tahun lalu seperti penyakit cacar, polio, frambusia (puru), malaria, kolera, tuberkulosis, kusta dan elefantiasis (kakigajah). Kategori penyakit tropis lainnya adalah malaria, demam berdarah, tifus, sepsis,hepatitis, dan TBC. Penyebabnya adalah lingkungan fisik, kondisi sosial, ekonomi, budaya,dan perubahan biologis dari vektor penyakit. Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang di sebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit menyebabkan babesiosis dan di tandai dengan di temukannya bentuk aseksual di dalam darah.Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang di kenal sebagai malaria berat.
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopeniadan diathesis hemoragik. Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri, yang disebabkan oleh Salmonellatyphi .Penyakit ini ditularkan melalui konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh tinja atau urin orang yang terinfeksi.Gejala biasanya muncul 1-3 minggu setelah terkena, dan mungkin ringan atau berat. Penyakit Filariasis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria, yang hidup di saluran dan
26
kelenjar getah bening (limfe) serta mengakibatkan gejala akut, kronis dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.
27
DAFTAR PUSTAKA
Arsin, Arsunan. 2016. Epidemiologi Filariasis Di Indonesia. Makasar: Masagena Press Aru W.Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti Setiati, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta Pusat: Internal Publishing, 2009. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan, editor. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Edisi III. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001. Chapter II http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/21504/Chapter%20II.pdf;jse ssionid=27FABFE3CA11D06126B5D62192F9F35D?sequence=4 diakses pada 31 agustus 2017
Demam Tifoid http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol%20Edisi%20Khusus%20 Desember%202009/DEMAM%20TIFOID.pdf diakses pada 31 agustus 2017 REFERECELuthvianny
Firstya,
2013,
Penyakit
tropis,http://firstya.blogspot.com/2013/05/penyakit-tropis.html, diakses pada 1 Agustus 2017 Mojokerto.Widoyo, 2005, Penyakit tropis, epidemiologi, penularan, pencegahan dan pemberantasannya, Penerbit Erlangga. Penyakit Tropis http://www.academia.edu/9330819/PENYAKIT_TROPISdiakses pada 31 agustus 2017
28