KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat-nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa penulis juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Masohi.......februari 2019
Penyusun
Kelompok 9
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. DAFTAR ISI ...........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... A. Latar Belakang ........................................................................................................... B. Tujuan Penulisan ........................................................................................................ BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... A. Defenisi…………………………………………………...... ............................................. B. Etiologi…………………………………………………….............................. ................... C. Manifestasi klinis………………………………………………….......................... ............ D. komplikasi………………………………………….…...................................... ................ E. penatalaksanaa……………………………………………………............................... F. Penatalaksanaan medis……………………………………….................................... G. Konsep Asuhan Keperawatan .................................................................................... a. Pengkajian......................................................................................................... b. Diagnosa keperawatan ...................................................................................... c. intervensi .......................................................................................................... d. Pelaksanaan...................................................................................................... e. Evaluasi ............................................................................................................. BAB III PENUTUP .................................................................................................................. A. KESIMPULAN ........................................................................................................ B. SARAN .................................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Trauma medulla spinalis adalah trauma yng mengenali sumsum tulang belakang (spinal cort/medulla spinalis) yang pada umumnya terletak pada intra-dural ekstra meduler. Selain itu juga ada yang terjadi pada ekstra dural serta intra-durel walaupun jumlahnya tidak banyak. Akibat medulla spinalis akibat trauma adalah paling sering terjadi dan menjadi penyebab ketidak kemampuan dan kematian united states. Kira kira 10% tarauma system saraf mengenai medulla spinalis. Diperkirakan lebih dari 100 ribu orang menderita paralise akibat cedera medulla spinalis dan 10 ribu orang atau lebih terkena cidera dalam setahun. Kebanyakan orang yang cedera medulla spinalis adalah pria berumur 18 samapi 25 tahun. Kecelakaan medulla spinalis terbesar di sebabkan oleh kecelkaan lalu lintas, tempat yang paling sering terkena cidera adalah region servikalis dan persambungan thorak dan region lumbal. Lesi trauma yang berat dari medulla spinalis dapat menimbulkan transaksi dari medulla spinalis atau merobek medulla spinalis dari satu tepi ke tepi yang lain pada tingkat tertentu di sertai hilangnya fungsi. Transaksi juga di sebut cedera akibat medulla spinalis lengkap. Quadriplegi terjadi pada pasien yang cidera pada salah satu segmen dari servikal akibat medulla spinalis. Pada tingkat awal semua cidera akibat medulla spinalis belakang terjadi periode fleksi paralise dan hilang semua reflex di bawah lagi. Fungsi sensori dan autonom juga hilang, medulla spinalis juga bisa menyebabkan gangguan system perkemihan, disrefleksi otonom atau hiperefleksi juga fungsi seksual dapat terganggu. Perawatan awal setelah terjadi cedera kepela medulla spinalis di tunjukan pada pengembalian kedudukan tulang dari tempat yang patah atau dislokasi. Langkah langkahnya terdiri dari immobiloisasi sederhana, traksi skeletal, tindakan bedah untuk membebaskan kompresi spina. Sangat penting untuk mempertahankan tubuh dengan
tubuh di pertahankan lurus dan kepala rata. Kantong pasir mungkin di perlukan untuk mempertahankan kedudukan tubuh. B. TUJUAN Tujuan umum Untuk pemahaman asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma medulla spinalis. Tujuan khusus 1. Memahami anatomi fisiologi medulla spinalis. 2. Memahami konsep dasar tentang trauma medulla spinalis. 3. Dapat melaksanakan pengkajian pada pasien dengan trauma medulla spinalis. 4. Merumuskan diagnosa keperawatan
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Medula spinalis terletak di dalam kanalis neural dan kolumna vertebrata, menjalar ke bawah dan memenuhi kanalis nural sampai setinggi veterbrata lumbalis ke dua. Sepasang saraf spinal berada di antara perbatasan veterbrata sepanjang kolumna veterbrata. Di bawah ujung tempat medulla spinalis berakhir kanalis neura terisi oleh saraf spinal yang memanjang ke tempat keluarnya. Oleh karena neuron neuron menempati ruang lebih kecil dalam kanal pada lumbal yang lebih rendah, di sinilah medulla mungkin terbentuk paling aman. Di dalam medulla spinalis terletak interneuron, serabut sensori asenden, serabut motoric desenden, badan sel saraf dan dendrit somatik sekunder (volunteer) serta neurons otonom utama. Area sentra medulla spinalis merupakan masa abu abu yang mengandung badan sel saraf dan neuron internunsial ( seperti: sel saraf terkandung seluruhnya di dalam medulla) Saraf spinal mengandung serabut motorik dan sensorik. Setiap saraf spinal melekat pada medulla spinalis dengan radiks dorsal dan ventral. Radiks dorsalis merupakan tempat dari badan sel saraf dan serabut neuron sensorik. Serabut serabut motorik (yang badan sel saraf terletak dalam masa abu abu) menyilang radiks
ventral sehingga
kerusakan pada satu radiks dapat merusak sensorik tanpa merusak fungsi motoric atau sebliknya. Cedera pada saraf spinal dapat merusak fungsi sensorik dan fungsi motorik. Medula spinalis berfungsi sebagai pusat reflek spinal dan juga sebagai jaras konduksi impluske otak. Medulla spinalis terdiri dari subtansia alba ( serabut saraf bermielin ) dengan bagian dalam terdiri dari subtansia grisia ( jaringan saraf tak bermieilin ) Trauma pada medulla spinalis adalah cedera yang mengenai servikais, vertebra, dan lumbal akibat trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, dan sebagainya.
Trauma medulla spinalis adalah trauma yang bersifat kompresi akibat trauma indirek dari atas dan dari bawah.
Gambar medula spinalis 1.1
B. Etiologi Penyebab dari cedera medulla spinalis adalah: 1. Kecelakaan lalu lintas 2. Kecelakaan olahraga 3. Kecelakaan jatuh dari ketinggian 4. Luka tusuk, luka tembak 5. Kejatuhan benda keras
1. Mekanisme terjadinya cedera medulla spinalis Menurut Arif Muttaqin 2005 terdapat enam mekanisme terjadinya cedera medulla spinalis yaitu: fleksi, fleksi dan rotasi, kompresi vertical, hiperekstensi, fleksi lateral, dan fraktur dislokasi, lebih jelasnya akan di jelaskan di bawah ini:
a. Fleksi Trauma terjadi akibat fleksi dan di sertai dengan sedikit kompresi pada vertebra. b. Fleksi dan rotasi Trauma jenis ini merupakan trauma fleksi yang bersama sama dengan rotasi. c. Kompresi vertebra ( aksial ) Trauma vertical yang secara langsung mengenai vertebra akan menyebabkan kompresi aksial. Nucleus pulposus akan memecahkan permukaan serta badan vertebra secara vertical. d. Hiperekstensi atau retrofleksi. Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi dan ekstensi. e. Fleksi lateral. Kompresi
atau
trauma
distraksi
yang
menimbulkan
fleksi
lateral
akan
menyebabkan fraktur pada komponen lateral, yaitu pedikel, foramen vertebra, dan sendi faset. f.
Fraktur dislokasi. Trauma yang menyebabkan terjadinya fraktur tulang belakang dan dislokasi pada tulang belakang.
2. Jenis-jenis trauma pada sumsum dan saraf tulang belakang. Menurut arif muttaqin, 2005 jenis jenis trauma pada sumsum tulang belakang dan saraf tulang belakang adalah: a. Transeksi tidak total.
Transeksi tidak total di sebabkan oleh trauma fleksi atau ekstensi karena terjadi pergeseran lamina di atap dan di pinggir vertebra yang mengatami fraktur di sebelah bawah. Selain itu, dapat terjadi perdarahan pada sumsum tulang yang di sebut hematpmielia. b. Transeksi total. Transeksi total terjadi akibat suatu trauma yang menyebabkan fraktur dislokasi. Fraktur tersebut di sebabkan oleh fleksi atau rotasi yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi segmen di bawah trauma.
C. Manifestasi klinis Tanda spinal shock ( pemotongan komplit rangsangan ), meliputi: flaccid paralisi di bawah batas luka, hilangnya reflek reflek spinal di bawah batas luka, inkontinensia urine dan retensi feses berlangsung lama hiperreflek/paralisis spastic. Pemotongan sebagian rangsangan: tidak simetrisnya flaccid paralisi, tidak simetrisnya hilangnya refleks di bawah batas luka, beberapa sensasi tetap utuh di bawah batas luka, vasomotor menurun, menurunnya bladder atau bowel, berkurangnya keluarnya keringat satu sisi tubuh. Sindroma cidera medulla spinalis sebagian: 1. Anterior a. Paralisis di bawah batas luka ( trauma ) b. Hilangnya sensasi nyeri dan temperatur di bawah batas luka c. Sensasi sentuhan, pergerakan, posisi dan vibrasi tetap 2. Central Kelemahan motorik ekstermitas atas lebih besar dari ekstermitas bawah. 3. Sindroma brown sequard Terjadi akibat trauma pada bagian anterior dan posterior pada satu sisi a. Ipsilateral paralisis di bawah trauma b. Ipsilateral hilangnya sentuhan, vibrasi, proprioseption di bawah trauma. c. Kontralateral hilangnya sensasi nyeri dan temperature di bawah lesi.
D. Kompilkasi. Kerusakan medulla spinalis dari komorsio sementara ( dimana pasien sembuh sempurna ) sampai kontusio, laserasi, dan komperensi substansi medulla ( baik salah satu atau dalam kombinasi ) sampai transaksi lengkap medulla ( yang membuat pasien paralisis di bawah tingkat cidera ).
Bila hamoragi terjadi pada daerah spinalis, darah dapat merembes keekstra dural, subdural, atau subarakhloid pada kanal spinal. Setelah terjadi kontisio atau robekan akibat cidera, serabut serabut saraf mulai membengkak dan hancur sirkulasi darah kesubstansia grisea medulla spinalis menjadi terganggu. Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami herniasi nucleus pulposus. Kandungan air berkurang bersama dengan bertambahnya usia. Selain itu, serabut serabut itu menjadi kasar dan mengalami hialinisasi yang ikut membantu terjadinya perubahan kearah hernia nucleus pulposus melalui annulus, dan menekan radiks saraf spunal. 1. Pendarahan mikroskopik Pada semua cedera medulla spinalis atau vertebra, terjadi perdarahan perdarahan kecil. Yang di sertai reaksi peradangan, sehingga menyebabkan pembengkakan dan edema dan mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan di dalam dan di sekitar korda. Peningkatan tekanan menekan saraf dan menghambat aliran darah sehingga terjadi hipoksia dan secra drastis meningkatkan luas cidera korda. Dapat timbul jaringan ikat sehingga saraf di darah tersebut terhambat atau terjerat. 2. Hilangnya sesasi, control motorik, dan reflek Pada cedera spinal yang parah, sensasi, control motoric, dan refleks setting dan di bawah cidera korda lenyap. Hilangnya semua refleks di sebut syok spinal. Pembengkakan dan edema yang mengelilingi korda dapat meluas kedua segmen di atas kedua cedera. Dengan demikian lenyapnya fungsi sensorik dan motorik serta syok spinal dapat terjadi mulai dari dua segmen di atas cedera. Syok spinal biasanya menghilang sendiri, tetap hilangnya kontor sensorik dan motoric akan tetap permanen apabila korda terputus akan terjadi pembengkakan dan hipoksia yang parah. 3. Syok spinal Syok spinal adalah hilangnya secra akut semua refleks refleks dari dua segmen di atas dan di bawah tempat cedera. Refleks refleks yang hilang adalah refleks yang mengontrol postur, fungsi kandung kemih dan rectum, tekanan darah, dan pemeliharaan suhu tubuh. Syok spinal terjadi akibat hilangnya secara akut semua muatan tonik yang secara normal di bawah neuron asendens dari otak, yang bekerja untuk mempertahankan fungsi refleks. Syok spinal biasanya berlangsung antara 7 dan 12 hari, tetapi dapat lebih lama. Suatu syok spinal berkuranh dapat timbul
hiperreflekssia, yang di tandai oleh spastisitas otot serta refleks, pengosongan kandung kemih dan rectum. 4. Hiperrefleksia otonom Kelainan ini dapat di tandai oleh pengaktifan saraf saraf simpatis secara refleks, yang menyebabkan peningkatan tekanan darah. Hiperrefleksia otonom dapat timbul setiap saat setelah hilangnya syok spinal. Suatu rangsangan sensorik nyeri di salurkan ke korda spinalis dan mencetukan suatu refleks yang melibatkan pengaktifan system sarf simpatis., dengan di aktifkannya system simpatis, maka terjadi konstruksi pembuluh pembuluh darah dan peningkatan tekanan darah. Pada orang yang korda spinalisnya utuh, tekanan darahnya akan segera di ketahui oleh baroreseptor. Sebagai respon terhadap pengaktifan baroreseptor, pusat kardiovaskuler di otak akan meningkatkan stimulasi perasimpatis ke jantung sehingga kecepatan denyuk jangtung melambat, demikian respon saraf simpatis akan terhenti dan terjadi dilatasi pembuluh darah. Respon parasimpatis dan simpatis bekerja untuk secara cepat memulihkan tekanan darah ke normal. Pada individu yang mengalami lesi korda, pengaktifan parasimpatis akan memperlambat kecepatan denyut jantung dan vasodilatasi di atas tempat cedera, namun saraf desendens tidak dapat melewati lesi korda sehingga vasokontriksi akibar refleks simpatis di bawah tingkat tersebut terus berlangsung. Pada hiperrefleksia otonom, tekanan darah dapat meningkat melebihi 200 mmHg sistolik, sehingga terjadi stroke atau infark miokardium. Rangsangan biasanya menyebabkan hiperrefleksia otonom adalah distensi kandung kemih atau rectum, atau stimulasi reseptor-reseptor permukaan untuk nyeri. 5. Paralisis. Paralisis adalah hilangnya fungsi sensorik dan motoric volunteer. Pada transeksi korda spinal, paralisis bersifat permanen. Paralisis ekstremitas atas dan bawah terjadi pada transeksi korda setinggi C6 atau lebih tinggi dan di sebut kuadriplegia. Paralisis separuh bawah tubuh terjadi pada transeksi korda di bawah C6 dan di sebut paraplegia apabila hanya separuh korda yang mengalami transeksi maka dapat terjadi hemiparalisis. Autonomic Dysreflexia terjadi adanya lesi di atas T6 dan cervical bradikardia, hipertensi paroksimal, berkeringat banyak, sakit kepala berat, goose flesh, nasal stuffness fungsi seksual impotensi, menurunya sensasi dan kesulitan ejakulasi, pada wanita kenikmatan seksual berubah.
E. Penatalaksanaan Medis Menurut Muttaqim, 2008 penatalaksanaan pada trauma tulang belakang yaitu: 1. Pemeriksaan klinik secara teliti: a. Pemeriksaan neurologis secara teliti tentang fungsi motorik, sensorik, dan refleks. b. Pemeriksaan nyeri lokal dan nyeri tekan serta kifosis yang menandakan adanya fraktur dislokasi. c. Keadaan umum penderita. 2. Penatalaksanaan fraktur tulang belakang : a. Resusitasi klien. b. Pertahankan pemberian cairan dan nutrisi. c. Perawatan kandung kemih dan usus. d. Mencegah dekubitus. e. Mencegah kontraktur pada anggota gerak serta rangkaian rehabilitasi lainnya.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian. 1. Identitas klien, meliputi nama usia(kebanyakan terjadi pada usia yang mudah),jenis kelamin(kebanyakan laki” yang serinng mengebut saat mengenderai motor tanpapengaman helm),pendidikan,alamat,pekerjaan,agama,sulu bangsa,tanggal dan jam masuk rumah sakit(MRS),nomor registrasi dan diagnosis medis. 2. Keluhan utama sering menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan adalah nyeri,kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas,inkontinensia urine dan inkontenensia alvi,nyeri tekan otot,hiperestesia tepat di atas daerah trauma.dan deformitas pada daerah trauma. 3. Riwayat penyakit sekarang.kaji adanya riwayat trauma tulang belakang akibat kecelakaan lalu lintas,kecelakaan olahraga,kecelakaan industry,jatih dari pohon atau bangunan,luka tusuk,luka tembak,trauma karena tali pengaman (fraktur chanse),dan kejatuhan
benda
keras.pengkajian
yang
dapat
meliputi
hilangmya
sensibiliitas,paralisis (dimulai dari paralisis layu disertai hilangnya sensibilitas secara total dan melemah/menghilangnya refleks alat dalam) ileus paralitik,retensi urine,dan hilangnya refleks”. 4. Riwayat kesehatan dahulu.merupakan data yang diperlukan untuk mengetahui kondisi kesehatan klien sebelum menderita penyakit sekarang,berupa riwayat trauma medulla spinalis.biasanya ada trauma/kecelakaan. Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedra medula spinalis seperti spondiliosis servikal dengan meolopati yang menghasilkan saluran sempit dan mengakibatkan cedra progresif terhadap medula spinalis 5. Riwayat kesehatan keluarga.untuk mengetahui ada penyebab herediter atau tidak, tapi dikarenakan ada riwayat seperti kecelakaan 6. Masakah penggunaan obat-obatan adiktif dan alkohol. 7. Riwayat penyakit dahulu.pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit degeneratif pada tulang belakang,seperti osteoporosis dan osteoarthritis. 8. Pengkajian psiko,social,spiritual. 9. Pemeriksaa fisik. a. Aktiviyas istirahat Tanda : kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok spinal) pada dibawah lesi.kelemahan umum,kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi syaraf)
b. Sirkulasi Gejalah: berdebar-debar,pusing saat melakukan perubahan posisi atau bergerak. Tanda: hipotensi,hipotensi postural ,bradikardi,ektremitas dingin dan pucat.hilangnya keringat pada daerah yang terkena. c. Eliminasi Tanda:
inkontinensia
andomen,peristaltic
defekasi
usus
dan
hilang.melena
berkemih.retensi emesis
berwarna
urine.distensi seperti
kopi
tanah/hematemesis d. Integritas ego Gejala: menyangkal tidak percaya,sedih,marah. Tanda:takut,cemas,gelisah,menarik diri. e. Makanan/cairan Tanda: mengalami distensi abdomen,peristalistik usus hilang (ileus paralitik) f.
Higyene Tanda: sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari
g. Neurosensory Gejala:kebas,kesemutan,rasa
terbakar
pada
lengan
/kaki.paralisis
flaksid/spastisitas dapat terjadi saat syok soinal,kehilangan sensasi,kehilangan tonus otot/vasomotor,kehilangan refleks /refleks asimetris termasuk tendon dalam.perubahan reaksi pupil,ptosis,kehilangan keringat dari bagian tubuh yang terkena karena pengaruh trauma spinal. h. Nyeri/kenyamanan Gejalah: nyeri tekan otot,hiperestesia tepat diatas daerah trauma Tanda:mengalami deformitas,postur,nyari tekan vertebral. i.
Pernapasan Gejala: napas pendek,napas udara,sulit bernapas. Tanda:
pernapasan
dangkal/labored,periode
apnea,penurunan
napas,ronki,pucat sianosis. j.
Keamanan Gejalah:suhu yang berfluktuasi
k. Seksualitas Gejalah:keiginan untuk kembali seperti fungsi normal. Tanda:ereksi tidak terkendali (pripisme),menstruasi tidak teratur.
bunyi
B. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut akut berhubungan dengan fisiologi 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang 3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif C. Intervensi keperawatan NO
1.
DIAGNOSA keperawatan
TUJUAN KRITERIA HASIL
INTERVESI
(NOC)
(NIC)
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan NIC : dengan fisiologi ditandai keperawatan selama 2x24
Manajemen nyeri
dengan tampak meringis, jam diharapkan hipertermia 1. anjarkan prinsip-prinsip gelisa dan sulit tidur
dapat teratasi dengan KH :
Definisi
NOC :
Pengalaman sensorik atau
2. observasi adanya Kontrol nyeri
emosional yang berkaitan 1. secara dengan jaringan
kerusakan aktual
atau
menujukan
atau
lambat
konsisten mengenali
menunjukan
hingga
penyebab
berlangsung kurang dari 3 3. secara
ketidaknyamanan
yang tidak dapat berkomunikasi secara
menggambarkan
yang
mengenai
terutama pada mereka
konsisten
dan berintensitas ringan berat
petunjuk nonverbal
kapan nyeri terjadi
fungsional, dengan onset 2. secara mendadak
manajemen nyeri
faktor
efektif 3. berikan informasi
konsisten
bulan.
menunjukan
Batasan karakteristik
menggunakan
Gejala dan tanda mayor
pengurangan
minor
tanpa analgesik
mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri berapa
tndakan (nyeri)
lama nyeri akan dirasakan, dan antisipasi dari ketidak
Gejala mayor
nyamanan akibat
Subjektif :
prosedur
Mengeluh nyeri
4. kolaborasi dengan pasien, orang terdekat
Objektif :
Tampak meringis
dan tim kesehatan
Bersikap
lainnya untuk memilih
protektif
(mis, waspada, posisi
dan
menghindari nyeri)
mengimplementasikan tindakan penurunan
PARAF
Gelisah
Frekuensi
nyeri nonfarmakologi, sesuai kebutuhan
nadi
meningkat
Sulit tidur
Gejala minor Subjektif : Tidak tersedia Objektif :
Tekanan
darah
meningkat
Pola nafas berubah
Nafsu
makan
berubah
Proses
berfikir
terganggu
Menarik diri
Berfokus
pada
diri
sendiri 2.
Diaforesis
Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakuan tindakan NIC : dengan keperawatan selama 2x24 Terapi latihan ambulasi
berhubungan kerusakan struktur
integritas jam
tulang
diharapkan
ditandai gangguan
masalah
mobilitas
fisik
berikan kartu penanda dikepala tempet tidur
dengan gerakan terbatas
dapat teratasi dengan KH :
untuk
Definisi
NOC :
belajar berpindah
Keterbatasan
dalam
gerakan fisik atau
lebih
Ambulasi
dari satu 1. berjalan menaiki tangga ekstremitas
secara mandiri Batasan karakteristik
pasien
memposisikan
diri sepanjang proses
2. berjalan dengan langkah efektif tidak terganggu
instruksikan untuk
Sedikit terganggu
memfasilitasi
pemindahan
monitor
penggunaan
Gejala dan tanda mayor 3. berjalan dengan cepat
kruk pasien atau alat
minor
bantu berjalan
Gejalah mayor
sedikit terganggu
bantu
pasien
untuk
Subjektif :
duduk di sisi tempat
Mengeluh
tidur
sulit
menggerakan
memfasilitasi
ekstremitas
penyesuaian
sikap
tubuh
Objektif :
untuk
Kekuatan
otot
menurun
Rentang
gerak
(ROM) menurun Gejala minor Subjektif:
Nyeri saat bergerak
Enggan
melakukan
pergerakan
Merasa cemas saat bergerak
Objektif:
Sendi kaku
Gerakan
tidak
terkoordinasi
3.
Gerakan terbatas
Fisik lemah
Defisit
pengetahuan Setelah dilakukan tindakan NIC :
berhubungan
dengan keperawatan selama 2x24 Pengajaran
gangguan fungsi kognitif
jam
diharapkan
:
proses
penyakit
masalah
ditandai dengan menjalani defisit pengetahuan dapat
Berikan informasi pada
pemeriksaan yang tidak teratasi dengan KH :
pasien
tepat
NOC :
kondisinya
Definisi
Pengetahuan
Ketiadaan atau kurangnya
penyakit
kognitif
yang 1. Faktor-faktor
berkaitan
dengan
topik
tertentu
proses
faktor
berkontribusi
penyebab dan
sesuai
kebutuhan
informasi
dan
:
mengenai
yang
Identifikasi perubahan kondisi fisik pasien Instrusikan mengenai
pasien tindakan
Batasan karakteristik
pengetahuan sedang
Gejala dan tanda mayor 2. Tanda minor
penyakit
Gejalah mayor
sedang
Subjektif :
3. Karakter
Menanyakan masalah
penyakit
yang dihadapi
sedang
dan
gejala
pengetahuan
mencegah
meminimalkan samping
efek
penanganan
dari penyakit, sesuai spesifik pengetahuan
kebutuhan Edukasi
pasien
mengenai
Objektif :
untuk
untuk
tindakan mengontrol
Menunjukan perilaku
meminimalkan
gejala
tidak sesuai anjuran
sesuai kebutuhan
Menunjukan presepsi yang keliru terhadap masalah
Gejala minor Subjektif : Tidak tersedia Objektif :
Menjalani pemeriksaan
yang
tidak tepat
Menunjukan perilaku berlebihan
(mis.
Apatis, bermusuhan, agitasi, histeria).
D. Implementasi Implementasi merupakan tindakan yang sudah di rencanakan dalam rencana keperawatan. Tindakan kepera`watan mencakup tindakan mandiri (independen) dan tindakan kolaborasi (Tarwotoh & Wartonah, 2010). Fase
implementasi
dari
proses
keperawatan
mengikuti
rumusan
rencana
keperawatan. Implementasi mengacu pada pelaksanaan keperawatan yang sudah di susun. Implementasi mencakup pelaksanan intervensi yang sudah di tujukan untuk mengatasi diagnosa keperawatan dan masalah-masalah kolaboratif pasien serta memenuhi kebutuhan pasien (Smeltzer & Bare, 2001).
Implementasi dilakukan berdasarkan rencana keperawatan yang telah di buat dan di sesuaikan dengan kondisi klien NO
1.
Diagnosa
Hari
keperawatan
/tanggal
Nyeri akut berhubungan Senin/09/02/
Jam
09:09
Implementasi
dengan fisiologi ditandai 2019
Menganjarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
dengan tampak meringis, gelisa dan sulit tidur
Mengobservasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif
Memberikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri berapa lama nyeri akan dirasakan, dan antisipasi dari ketidak nyamanan akibat prosedur
Mengkolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim kesehatan lainnya untuk memilih dan mengimplementasikan tindakan penurunan nyeri nonfarmakologi, sesuai kebutuhan
2.
Gangguan mobilitas fisik Selasa/10/ berhubungan kerusakan
09:56
dengan 02/2019
dikepala tempet tidur untuk
integritas
memfasilitasi
struktur tulang ditandai dengan gerakan terbatas
Memberikan kartu penanda
belajar
berpindah
Menginstruksikan untuk
pasien
memposisikan
sepanjang
diri
proses
pemindahan
Memonitor penggunaan kruk pasien
atau
alat
bantu
pasien
untuk
berjalan
Membantu
duduk di sisi tempat tidur untuk
memfasilitasi
penyesuaian sikap tubuh 3.
Defisit
pengetahuan Rabu/11/02/2
berhubungan
10:35
dengan 019
pasien mengenai kondisinya
ganguan fungsi kognitif ditandai menjalani
dengan
sesuai kebutuhan
pemeriksaan
yang tidak tepat
Memberikan informasi pada
Mengidentifikasi
perubahan
kondisi fisik pasien
Menginstrusikan mengenai
tindakan
mencegah
pasien untuk
meminimalkan
efek samping penanganan dari
penyakit,
sesuai
kebutuhan
Mengedukasi mengenai mengontrol
pasien
tindakan
untuk
meminimalkan
gejala sesuai kebutuhan E. Evaluasi Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah. (Meirisa, 2013). Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan telah tercapai. Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat di lihat dari hasilnya, tujuannya, tujuannya untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawtan dapat di capai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang di berikan (Tarwotoh & Wartonah, 2010).
NO
1.
Diagnosa
Hari
keperawatan
/tanggal
Nyeri akut berhubungan Senin/09/02/
Jam
09:09
Evaluasi
S : pasien mengatakan nyeri
dengan fisiologi ditandai 2019
sudah berkurang
dengan tampak meringis,
O
:
gelisa dan sulit tidur
wajah
pasien
tampak
senang A : masalah teratasi P : intervensi dipertahankan
2.
Gangguan mobilitas fisik Senin/02/ berhubungan kerusakan
09:56
S : pasien mengatakan sudah
dengan 2019
bisa bergerak sendiri
integritas
O
:
wajah
pasien
struktur tulang ditandai
senang
dengan gerakan terbatas
A : masalah teratasi
tampak
P : intervensi dipertahankan
3.
Defisit
pengetahuan Senin/09/02/
berhubungan
menjalani
dengan pemeriksaan
yang tidak tepat
S : pasien sudah tau mengenai
dengan 2019
gangguan fungsi kognitif ditandai
10:35
penyakit yang dialaminya O
:
wajah
pasien
tampak
senang A : masalah tertasi P : intervensi dipertahankan
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN Trauma medula spinalis adalah trauma yang mengenai sum sum tulang belakang (spinal cort/medula spinalis) yang pada umumnya terletak pada intra dural extra meduler. Selain itu juga ada yang terjadi pada extra dural serta intra durel walaupun jumlahnya tidak banyak. Trauma pada medula spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis, vertebra,dan lumbal akibat trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, dan sebagainya. Trauma medula spinalis adalah trauma yang bersifat kompresi akibat trauma indirek dari atas dan dari bawah B. Semoga
dengan
adanya
makalah
ini,
bisa
bermanfaat
bagi
kami
dan pembaca. Diharapkan pembaca dapat menjaga kesehatan dari trauma medula spinalis Serta kami harapkan saran dan kritik dari dosen pembimbing dan pembaca
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta Herdman, T. Heather. 2009. Diagnosa Keperawatan Nanda Internasional. EGC. Jakarta Perry, Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. EGC. Jakarta PPNI. T.P. (2016-2017) Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Jakarta Selatan. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia Bulchek. G.M.& dkk (2013) Nursing Intervention Elasification (NIC) (6 ed). Singapore : Elsevier Moorhead. S.& dkk (2013) Nursing Out Comes Elasification (Noc) (5 ed). Singapore : Elsevier Sylvia A. Price Lorraine M. Wilson, 2005.Patofisiolgi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta Tutuapri Lariani,2012. Sistem Neoro BEHA Vior. Selemba Medika. Jakarta
‘’ TRAUMA MEDULA SPINALIS ‘’ MATA KULIAH : KMB II DOSEN MK : Ns,U.B.Ohorella,S.Kep.,M.Kep.,Sp.KMB
DISUSUN OLEH KELOMPOK 9 : Hapsa rumasoreng Safitri
KEMENTRIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU PRODI KEPERAWATAN MASOHI TA 2019/2020